• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontaminasi Timbal Pada Tiga Transek Lahan Pertanian Di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontaminasi Timbal Pada Tiga Transek Lahan Pertanian Di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI TIMBAL PADA TIGA TRANSEK LAHAN

PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

WIRA ANGGARDA UTAMA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontaminasi Timbal pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Wira Anggarda Utama

(4)

RINGKASAN

WIRA ANGGARDA UTAMA. Kontaminasi Timbal pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan SYAIFUL ANWAR.

Hingga akhir tahun 2012, di kawasan urban-industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah beroperasi 670 industri sedang sampai besar yang mempekerjakan 187,096 pekerja. Selain industri, 14,569 ha (57.16%) dan 6,369 ha (24.92%) dari total area kawasan ini (25,560 ha) merupakan area permukiman dan pertanian. Oleh karena itu, lahan pertanian di kawasan ini rentan terhadap kontaminasi limbah industri dan domestik. Salah satu limbah tersebut adalah logam berat Timbal (Pb). Penelitian eksplorasi ini bertujuan untuk mengukur kadar total dan nilai indeks kontaminasi/pencemaran Pb pada lahan pertanian di kawasan urban-industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada posisi transek bagian hulu, tengah dan hilir.

Contoh tanah komposit diambil pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm pada musim hujan November 2013 di 15 titik dengan masing-masing lima titik di transek A-hulu, B-tengah dan C-hilir. Analisis tanah dilakukan terhadap kadar

total-Pb (Aqua Regia, HClp:HNO3p=3:1, PbAR), pH (H2O 1:1), C-organik (Walkley & Black) dan tekstur (Pipet). Tingkat kontaminasi/pencemaran Pb ditetapkan berdasarkan nilai indeks c/p menggunakan prosedur Lacatusu(1998). Kontaminasi (c/p<1) merujuk pada kisaran kadar Pb tanah yang belum mengakibatkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan; Pencemaran (c/p >1) merujuk pada kisaran kadar Pb tanah yang telah mengakibatkan dampak negatif terhadap komponen lingkungan.

Rataan kadar PbAR (mg/kg) pada musim hujan 2013 di transek C-hilir (28.52) > B-tengah (25.36) > A-hulu (25.18), namun rataan nilai indeks c/p Pb pada transek B-tengah (0.34) > A-hulu (0.31) > C-hilir (0.25). Indeks c/p Pb terendah (0.13, kontaminasi ringan) pada titik B1, sedangkan yang tertinggi (0.76, kontaminasi sangat berat) pada titik B4. Berdasarkan analisis regresi linier antara kadar PbAR dengan pH, kadar bahan organik atau kadar klei, kadar PbAR di lokasi penelitian hanya berkorelasi sangat nyata positif dengan kadar bahan organik (%BO) dengan nilai p=0.002 menurut persamaan PbAR = 12.1989 + 5.2838*%BO (n=45). Pada transek A-hulu, PbAR berkorelasi sangat nyata positif dengan bahan organik (p=0.00005) dan nyata negatif dengan klei (p= 0.0376). Pada transek B-tengah, PbAR berkorelasi nyata positif dengan pH (p=0.0137) dan sangat nyata positif dengan %BO (p=0.0050) dan negatif dengan %Klei (p=0.0002). Pada transek C-hilir, ketiga faktor tidak berkorelasi dengan PbAR (p>0.05). Kadar PbAR dan indeks c/p Pb pada musim hujan 2013 lebih rendah daripada musim hujan tahun 2006.

(5)

SUMMARY

WIRA ANGGARDA UTAMA. Lead Contamination in Three Transects of Agricultural Land in Cileungsi Urban-industrial Area, Bogor District, West Java. Supervised by UNTUNG SUDADI and SYAIFUL ANWAR.

Until the end of year 2012, there have been operated in Cileungsi urban-industrial area, Bogor District, West Java 670 medium-big industries which are employing 187,096 employees. Beside industries, 14,569 ha (57.16%) and 6,369 ha (24.92%) of the total area (25,560 ha) is occupied by urban and agriculture areas. Therefore, agriculture lands in this area are susceptible to contamination of industrialand domestic wastes. One of these wastes is heavy metal lead (Pb). This exploration research was aimed at to determine total concentration of and contamination/pollution index values of Pb in agricultural lands in Cileungsi urban-industrial area, BogorDistrict, West Java at three transects, i.e. upstream, middle stream, and downstream positions.

Composite soil samples were taken from 0-10, 10-20, and 20-30 cm depths in rainy season of November 2013 at 15 points with each five points at A-upstream, B-middle stream, and C-downstream transects. Soil analyses were done on total-Pb concentration (Aqua Regia, HClp:HNO3p=3:1, PbAR), pH (H2O 1:1), organic-C (Walkley & Black) and texture (Pipet). Contamination/pollution level of Pb was determined based on c/p index values by using Lacatusu (1998) procedure. Contamination (c/p<1) refers to soil Pb concentration range that has not caused negative impacts on environmental components; Pollution (c/p >1) refers to soil Pb concentration range that has caused negative impacts on environmental components.

Average PbARconcentration (mg/kg) in rainy season 2013 at transect C-downstream (28.52) > B-middle stream (25.36) > A-upstream (25.18), but average c/p index value of Pb at transect B-middle stream (0.34) > A-upstream (0.31) > C-downstream (0.25). The lowest c/p index of Pb (0.13, light contamination) was at B1 point, while the highest (0.76, very heavy contamination) was at B4 point. Based on results of regression analyses between PbAR and pH, organic matter and clay content, PbAR in the research location was only positively and very significantly correlated with organic matter content (%OM) with value of p=0.002 according to equation PbAR = 12.1989 + 5.2838*%OM (n=45). At A-upstream transect, PbAR was positively and very significantly correlated with organic matter content (p=0.00005) and negatively and significantly correlated with clay content (p= 0.0376). At B-middle streamtransect, PbAR was positively and significantly correlated with pH (p=0.0137) and positively and very significantly correlated with %OM (p=0.0050) and negatively and very significantly correlated with %Clay (p=0.0002). At C-downstream transect, all the three factors were not correlated with PbAR (p>0.05). Concentration of PbAR and c/p index value of Pb at rainy season 2013 was lower than those of 2006.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

KONTAMINASI TIMBAL PADA TIGA TRANSEK LAHAN

PERTANIAN DI KAWASAN URBAN-INDUSTRI CILEUNGSI,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

WIRA ANGGARDA UTAMA

DEPARTEMENILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Sktipsi: Kontaminasi Timbal pada Tiga Transek Lahan Petianian di

Nama

NIM

Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat : Wira Anggarda Utama

: A14100089

Dr Ir MSc

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

Disetujui oleh

/

Drir

(10)
(11)

PRAKATA

Bismillaahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah Tuhan Pemilik Alam Semesta, yang berkat segala kehendak-Nya segala sesuatu terjadi, yang berkat keridhaan-Nya segala hakikat kehidupan ada. Berkat rahmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan segala urusan duniawi. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, pemimpin, figur dan pemberi peringatan terakhir bagi umat akhir jaman. Pada kesempatan yang berkah ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta, serta adik-adikku, yang telah memberi do’a, dukungan dan semangat yang tulus dan suci. Serta belaian kasih sayang yang mewarnai kehidupan penulis dengan warna yang indah dan baik. 2. Bapak Dr Ir Untung Sudadi, MSc sebagai dosen pembimbing 1, yang

telah dengan ikhlas, bijaksana dan tabah meluruskan dan memberi tuntunan dan pencerahan yang baik bagi penulis, untuk menjalani kehidupan yang benar.

3. Bapak Dr Ir Syaiful Anwar, MSc sebagai dosen pembimbing 2, yang telah bersedia secara ikhlas memandu serta mengarahkan dalam proses penulisan skripsi ini, serta membentuk jiwa yang kuat bagi penulis. 4. Bapak Dr Ir Arief Hartono, MSc yang bersedia menjadi dosen penguji,

sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

5. Angela Purnamasari beserta keluarga, yang telah memberi makna pada kehidupan penulis.

6. Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Pak Koyo, Mas Syaid, Mbak Upi, Bu Yani serta pihak lain yang tidak sempat disebutkan namanya, terima kasih atas dukungan, bantuan, arahan serta kesempatannya.

7. Bapak Camat kecamatan Citeureup, Gunung Putri, Kelapa Nunggal dan Cileungsi dan stafnya, serta staf Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik yang tidak sempat disebutkan namanya, terima kasih atas kesediaan dan keikhlasannya dalam memberikan data, sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Teman satu tim, “USD Team”, Bang Alfin, Nunik, Ishlacul, Dinda dan Ayu yang telah menemani perjuangan keras dan hebat, yang telah berkontribusi sangat besar dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih atas dukungan, semangat, pencerahan, laptop serta doanya.

9. Para “Spartan” Soiler 47, yang telah mengukir kepribadian penulis dengan persahabatan dan cinta, sehingga menjadi jiwa yang kuat dan tangguh.

(12)

Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang mebutuhkan. Serta memberi pencerahan bagi pihak-pihak yang sedang menimba ilmu. Semoga pihak-pihak lain yang belum sempat disebut namanya maupun yang sudah, selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Bogor, Juli 2014

(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

1. Latar Belakang 1

2. Tujuan 4

METODE PENELITIAN 4

3. Tempat dan Waktu 4

4. Bahan dan Alat 5

5. Metode Penelitian 5

Pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah 5

Analisis Tanah 5

Penentuan Tingkat Kontaminasi/Pencemaran Pb dalam Tanah 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

6. Kadar PbAR dan indeks c/p Pb berdasarkan posisi transek

pada musim hujan 2006 dan 2013 7

7. Kadar PbAR di tiga transek berdasarkan kedalaman 9

8. Hubungan PbAR dengan pH, kadarbahan organik dan klei 10

KESIMPULAN DAN SARAN 12

9. Kesimpulan 12

10. Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(14)

0

DAFTAR TABEL

1. Nilai Interpretasi Kadar Logam Berat dalam Tanah 6

2. Kriteria Status Nilai Indeks c/p 6

3. Persamaan Regresi Hubungan PbAR dengan pH, %BO

dan %Klei 10

4. Persamaan regresi PbAR dengan pH, %BO dan %Klei

pada tiap transek 11

DAFTAR GAMBAR

1. Peta lokasi titik contoh tanah. 4

2. Kadar PbAR di setiap titik pengamatan pada setiap transek dan

rataannya 7

3. Nilai indeks c/p Pb di setiap titik pengamatan pada setiap transek

dan rataannya. 8

4. Kadar PbAR berdasarkan kedalaman. 10

5. Nilai indeks c/p Pb berdasarkan kedalaman. 10 6. Hubungan PbAR dengan pH, %BO dan %Klei. 11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai pH, kadar liat, kadar bahan organik, kadar PbAR dan indeks c/p Pb pada tiga transek di musim hujan

tahun 2013 14

2. Nilai pH, kadar liat, kadar bahan organik, kadar PbAR dan indeks c/p Pb pada tiga transek di musim hujan

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia memanfaatkan berbagai potensi dari alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada proses pemanfaatan bahan-bahan alam itu, manusia menghasilkan limbah yang beberapa di antaranya bersifat menggangu kestabilan lingkungan. Salah satu zat limbah yang dapat mengganggu kestabilan lingkungan tersebut adalah logam berat timbal (plumbum, Pb).

Tidak semua logam berat dalam tanah berbahaya bagi makhluk hidup. Dampak yang disebabkan oleh suatu logam berat ditentukan oleh susunan atau bentuk fisiko-kimianya (Chaney dan Giordano 1977). Dalam tanah, logam berat djumpai dalam bentuk: (1) ion sederhana yang larut dalam larutan tanah, (2) ion yang mudah dipertukarkan, (3) ion terikat lemah oleh bahan organik, (4) terjerat dalam struktur kristal mineral oksida, karbonat atau fosfat dan mineral-mineral sekunder lain, atau (5) ion dalam kisi-kisi kristal mineral silikat dan mineral primer (Cottenie dan Verloo 1984). Hanya tiga bentuk pertama yang dapat diserap oleh tanaman sehingga bisa terkonsumsi oleh manusia melalui rantai makanan.

Tanah memiliki kemampuan untuk meretensi, mengadsorpsi atau menjerap dan mengakumulasikan logam berat yang umumnya kation. Hal ini dikarenakan adanya fraksi klei dan organik tanah yang memiliki muatan negatif. Pada tanah-tanah terlapuk sedang sampai lanjut seperti di daerah Cileungsi, Jawa Barat, muatan kleinya dominan negatif, sehingga mampu mengikat kation logam berat seperti Pb yang bermuatan positif. Kemampuan tanah untuk mengikat logam berat ditentukan oleh kadar klei, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan organik dan kapasitas tukar kation (Bohn et al.1979).

Daerah Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat merupakan kawasan urban-industri yang sedang berkembang pesat. Selain digunakan sebagai tapak industri, 14,569 ha (57.16%) dan 6,369 ha (24.92%) dari total area kawasan ini (25,560 ha) merupakan area permukiman dan lahan pertanian. Sampai tahun 2012, sejumlah 670 industri, dari pabrik semen, perakitan mobil hingga home industry masih beroperasi di kawasan tersebut dan memperkerjakan 187,096 orang (Kecamatan Cileungsi Dalam Angka 2013). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Bogor, kawasan tersebut diperuntukkan bagi zona industri. Namun, sejumlah area yang direncanakan sebagai green zone faktanya masih difungsikan sebagai lahan pertanian produktif sehingga dijumpai lahan pertanian di sekitar area pabrik dan industri besar. Aktivitas urban dan industri yang padat tentu menghasilkan limbah padat, cair dan gas yang dapat merusak lingkungan dan berpotensi tersebar ke areal di sekitarnya. Jika limbah tersebut masuk ke rantai makanan, maka akan berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

(16)

2

aktivitas manusia (antropogenik) maupun dari bahan induk tanah tersebut (geogenik) (Alloway 1995). Menurut Yong (2004), logam berat adalah unsur yang memiliki nomor atom lebih dari 20, sedangkan menurut Lepp (1981) logam berat adalah unsur-unsur logam yang memiliki kerapatan jenis >6 g.cm-3. Beberapa contoh logam berat yang telah diketahui menjadi ancaman bagi kesehatan manusia adalah Pb, Cd, Hg dan As (Jarup 2003). Dampak buruk yang disebabkan oleh keberadaan logam berat dalam siklus hidup manusia baru diketahui baru-baru ini, meski pemanfaatannya sudah dilakukan sejak lama. Misalnya, logam Pb dulu merupakan campuran bahan bakar minyak (BBM) sehingga dapat tersebar melalui asap kendaraan bermotor maupun pabrik (Adriano 1986). Logam-logam berat tersebut berpotensi terpapar oleh manusia melalui udara, makanan, air konsumsi maupun tanah sehingga pada akhirnya masuk dan berproses dalam metabolisme tubuh manusia melalui kontak kulit, sistem pernafasan dan pencernaan. Kadar logam berat yang telalu banyak di dalam tubuh manusia akan mempengaruhi metabolisme baik dalam jangka waktu yang lama maupun singkat (NRCS 2000).

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, kontaminasi timbal lebih menyerang sistem syaraf dibanding sistem organ yang lain. Beberapa gejala keracunan timbal yang tampak antara lain lemas, mudah mengantuk dan kurangnya konsentrasi. Masuknya timbal kedalam sistem metabolisme tubuh manusia akan mengurangi kecepatan impuls untuk bergerak dalam sistem syaraf dan mengganggu mekanisme perpindahan impuls antar sel syaraf (WHO 1995). Dampak jangka panjang dari akumulasi timbal pada tubuh manusia adalah terjadinya kerusakan sistem memori pada otak, kurangnya sensitifitas kulit dan berkurangnya kemampuan untuk memahami, serta mengganggu kinerja hemoglobin dalam darah (WHO 1995). Mortada

et al.(2001) menyatakan bahwa selain menyerang sistem syaraf dan peredaran darah, kontaminasi timbal juga mengganggu kinerja ginjal pada sistem ekskresi.

Secara alami, sebagian logam berat seperti Cu dan Zn bersifat esensial bagi tanaman dan berada dalam tanah pada konsentrasi yang tidak berlebih atau bahkan kurang . Tetapi, sebagai akibat dari aktivitas manusia, kadar logam berat di tanah dapat mencapai taraf yang membahayakan. Lacatusu (2000) menyebutkan kisaran kadar logam berat yang belum atau tidak langsung berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta komponen lingkungan lainnya disebut kontaminasi, sedangkan kisaran kadar logam berat dalam tanah yang telah menyebabkan dampak negatif pada sebagian atau seluruh komponen lingkungan disebut pencemaran. Logam berat yang mencemari tanah berpotensi berpindah ke tempat dengan elevasi yang lebih rendah melalui erosi dan aliran permukaan (Vangronsveld & Cunningham 1998 dalam Sudadi 2009)

(17)

3 sumber pencemar tak-tetap (non-point source) dan (6) kegiatan penimbunan gelap (illicit dumping). Beberapa kegiatan manusia yang secara umum merupakan sumber kontaminasi logam berat adalah: (1) tambang, (2) manufaktur, (3) kegiatan pertanian terutama pada kegiatan pemupukan dan penggunaan pestisida dan (4) aktivitas rumah tangga.

Timbal digunakan sebagai bahan dasar atau campuran pada BBM dan cat. Tingkat dan ragam aktivitas yang terjadi pada suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pencemaran yang terjadi di daerah tersebut. Pada kawasan industri seperti Cileungsi yang banyak terdapat pabrik, tingkat pencemarannya berbeda dengan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan oleh intensitas sumber pencemar yang berbeda. Pabrik-pabrik yang berada di Cileungsi merupakan pabrik skala besar, seperti pabrik semen dan otomotif, yang menghasilkan limbah cair, padat serta gas. Di daerah perkotaan dan industri, sumber kontaminan timbal lebih banyak dibandingkan di daerah pertanian, karena padatnya transportasi dan gedung-gedung di daerah perkotaan. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, tren pencemaran timbal semakin menurun, karena sudah diterapkan beberapa kebijakan untuk mengurangi penggunaan timbal pada BBM dan bahan bakar industri (Jarup 2003).

Tidak semua bentuk logam berat di dalam tanah tersedia bagi tanaman. Hanya logam berat yang larut dalam larutan tanah dan berada pada area jangkauan akar saja yang mampu masuk kedalam metabolisme tanaman melalui proses absorpsi oleh akar. Pada taraf tertentu, akumulasi logam berat pada tanaman tidak mengganggu proses metabolisme tanaman atau hanya terakumulasi saja di dalam jaringan tanaman tanpa ikut berproses dalam metabolisme tanaman. Tetapi pada taraf pencemaran tertentu, kadar logam timbal dapat mempengaruhi proses metabolisme tanaman. Pada taraf tersebut tanaman akan mengalami gangguan seperti pertumbuhan yang kerdil. Secara alami, tanaman memiliki kemampuan untuk melakukan penyerapan hara yang selektif, yaitu mampu menahan unsur-unsur berbahaya seperti logam berat agar tidak ikut terserap kedalam tajuk tanaman. Unsur-unsur tersebut hanya terakumulasi dalam zona perakaran. Tetapi, jika kadar unsur logam berat tersebut telah cukup tinggi, maka tanaman tidak lagi memiliki kemampuan untuk menahan tingginya kadar unsur tersebut sehingga pada akhirnya terserap kedalam tajuk tanaman.

(18)

4

Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kadar total-Pb dan tingkat kontaminasinya di tiga transek (hulu, tengah dan hilir) pada kawasan urban-industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan mengevaluasi pengaruh faktor pedogenik yaitu pH, kadar klei dan kadar bahan organik.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah dilakukan di kawasan urban-industri Cileungsi yang mencakup wilayah kecamatan Citeureup, Gunung Putri, Kelapa Nunggal dan Cileungsi, kabupaten Bogor, Jawa Barat pada musim hujan November 2013. Titik pengambilan contoh terbagi menjadi tiga transek (hulu, tengah dan hilir) yang termasuk kedalam wilayah sub-sub-DAS Cileungsi Tengah. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB pada Februari sampai Mei 2013.

Kontaminasi Pb pada Tiga Transek Lahan Pertanian di Kawasan

Urban-Industri Cileungsi, Jawa Barat

(19)

5 Bahan dan Alat

Bahan kimia yang digunakan adalah untuk analisis kadar total-Pb tanah (Aqua Regia; HClp:HNO3p=3:1), untuk analisis C-organik (K2Cr2O7, H2SO4, FeSO4) dan untuk analisis tekstur (H2O2, Na-pirophosphate dan HCl). Peralatan lapang yang digunakan adalah peta topografi, GPS dan bor tanah. Peralatan labratorium yang digunakan adalah pH meter, AAS dan peralatan gelas.

Metode Penelitian

Pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah

Persiapan dilakukan dengan menandai posisi 15 titik-titik pengamatan yang terbagi menjadi tigaposisi transek (A-hulu, B-tengah dan C-hilir) pada peta. Pada setiap transek terdapat lima titik pengamatan. Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-10, 10-20 dan 20-30 cm.

Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap kadar total-Pb menggunakan Aqua Regia (HClp:HNO3p=3:1, AAS, PbAR), pH H2O 1:1, C-Organik (Walkley & Black) dan tekstur (Pipet). Sebelum dianalisis, contoh tanah dikering-udarakan, diayak lolos saringan 2 mm untuk analisis tekstur dan lolos saringan 0.5 mm untuk analisis kadar PbAR, pH dan C-Organik.

Penentuan Tingkat Kontaminasi/Pencemaran Pb dalam Tanah

Tingkat kontaminasi/pencemaran Pb tanah dievaluasi berdasarkan nilai indeks c/p menurut prosedur Lacatusu (1998). Sebelum 1998, interpretasi status kadar logam berat dalam tanah hanya dilakukan dengan cara perbandingan antara nilai yang diperoleh dari hasil analisis contoh tanah alami atau yang tidak dipengaruhi oleh tindakan manusia dengan hasil analisis terhadap contoh tanah yang terkontaminasi/tercemar. Dalam perkembangan berikutnya, ditetapkan suatu nilai batas maksimum kadar logam berat dalam tanah yang masih diperbolehkan (maximum allowable limit, MAL). Pada tahun 1998, Lacatusu mengusulkan satu tahapan tambahan untuk memperbaiki interpretasi terhadap tingkat kontaminasi/pencemaran logam berat dalam tanah dengan secara langsung mempertimbangkan karakteristik dasar/spesifik yang mempengaruhi kapasitas maksimum tanah dalam meretensi logam berat, yaitu kadar bahan organik dan klei. Menurut prosedur Lacatusu ini, tingkat kontaminasi/pencemaran dibagi ke dalam 5 kelas (dari terkontaminasi/tercemar sangat ringan sampai sangat berat).

(20)

6

dekontaminasi atau pemulihan sudah diperlukan (Nilai C) seperti yang disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya dihitung nilai Indeks Kontaminasi/Pencemaran (c/p). Indeks ini menunjukkan nisbah antara kadar logam berat yang secara efektif terukur dalam tanah melalui analisis kimia dengan nilai rujukan (nilai A dari seri ABC pada Tabel 1) yang diperoleh dari perhitungan untuk setiap contoh tanah.

Nilai indeks c/p>1 menunjukkan kisaran terjadinya pencemaran dan nilai indeks c/p<1 menunjukkan kisaran terjadinya kontaminasi. Kedua kisaran tersebut dibagi ke dalam nilai-nilai interval yang menunjukkan terjadinya kontaminasi atau pencemaran pada tingkat sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat atau berlebih. Batas nilai untuk interval-interval tersebut disajikan pada Tabel 2. Nilai indeks c/p pada kisaran pencemaran dapat dijumlahkan sehingga diperoleh nilai pencemaran simultan oleh beberapa logam berat.

Tabel 1. Nilai Interpretasi Kadar Logam Berat dalam Tanah

Logam Berat Nilai A NilaiB Nilai C

mg/kg

Pb 50 + Kl + BO 150 600

*Kl = kadar liat<0.002mm (%); **BO = kadar bahan organik (%)

Tabel 2. Kriteria Status Nilai Indeks c/p

Nilai c/p Tingkat Kontaminasi Nilai

c/p

Tingkat Pencemaran

<0.1 Kontaminasi Sangat Ringan 1.1-2.0 Pencemaran Sangat Ringan 0.10-0.25 Kontaminasi Ringan 2.1-4.0 Pencemaran Ringan 0.26-0.50 Kontaminasi Sedang 4.1-8.0 Pencemaran Sedang

0.51-0.75 Kontaminasi Berat 8.1-16.0 Pencemaran Berat

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar PbAR dan indeks c/p Pb berdasarkan posisi transek

pada musim hujan 2006 dan 2013

Pada Gambar 2 dan 3 disajikan kadar PbAR dan nilai indeks c/p Pb pada tiga posisi transek, yaitu A-hulu, B-tengah dan C-hilir pada musim hujan 2006 dan 2013.

Gambar 2 Kadar PbAR di setiap titik pengamatan pada setiap transek dan rataannya.

Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar kadar PbAR pada musim hujan 2006 lebih tinggi daripada 2013, kecuali pada titik C4. Artinya, kadar PbAR menurun dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Pada bagian hilir terjadi penurunan 50.37% < bagian hulu 54.18% < bagian tengah 55.35%. Curah hujan tahunan di lokasi penelitian termasuk tinggi, yaitu 2,734 mm/tahun (Kecamatan Cileungsi Dalam Angka 2013). Hal tersebut menyebabkan tingkat pencucian dan tranlokasi ke area yang lebih rendah elevasinya yang lebih tinggi daripada akumulasi pada titik-titik pengamatan, kecuali di titik C4.

Selain proses alami, penurunan kadar PbAR tersebut juga disebabkan oleh faktor antropogenik, yaitu kebijakan penghentian penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bertimbal. Untuk kegiatan industri, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 3674K/24/DJM/2006, penggunaan Pb dalam bahan bakar fosil dibatasi maksimal 0.013 g Pb/l. Keputusan tersebut diberlakukan sejak 17 Maret 2006. Implementasi kebijakan tersebut tentu memengaruhi volume pembuangan limbah yang mengandung Pb dari total aktivitas di kawasan urban-industri tersebut yang sebagian besar menggunakan BBM. Beberapa aktivitas yang dipengaruhi oleh kebijakan BBM bebas Pb tersebut adalah transportasi, SPBU, pabrik skala besar, tambang, dll. Dengan demikian, hasil penelitian yang menunjukkan adanya penurunan kadar PbAR ini

(22)

8

mengindikasikan keberhasilan para pelaku industri untuk mengelola limbahnya dengan lebih efektif dan juga menandakan adanya teknologi yang lebih ramah lingkungan pada pengoperasian mesin dan kendaraan karena menggunakan BBM bebas Pb.

Gambar 3 Nilai indeks c/p Pb di setiap titik pengamatan pada setiap transek dan rataannya.

Kadar PbAR di transek A-hulu (25.18 mg/kg) < transek B-tengah (25.36 mg/kg) < transek C-hilir (28.52 mg/kg). Hal ini mengindikasikan bahwa sumber kontaminasi atau akumulasi kontaminan semakin banyak saat mendekati bagian hilir DAS. Peta lokasi penelitian menunjukkan peningkatan kepadatan pabrik dan permukiman di daerah sekitar transek C-hilir. Besarnya kadar PbAR pada transek C-hilir juga disebabkan oleh akumulasi Pb dari areal dengan elevasi lebih tinggi.

Proses translokasi Pb ke areal dengan elevasi yang lebih rendah ini ditandai dengan adanya peningkatan kadar PbAR dari bagian hulu ke bagian hilir. Dengan demikian, kadar PbAR diprediksi akan semakin tinggi atau bertambah dengan semakin dekatnya lokasi ke arah hilir. Hal ini mengindikasikan adanya potensi pencemaran yang lebih besar pada daerah hilir DAS Cileungsi yang berada dekat dengan laut Jawa, yaitu wilayah Kabupaten Bekasi. Masalah akan muncul jika terjadi luapan air sungai akibat banjir atau adanya penggunaan air sungai tersebut untuk kebutuhan hidup. Kontaminan yang terkandung di dalam air sungai dapat berpindah ke tanah di bantaran sungai yang dilalui air luapan dan selanjutnya dapat memasuki rantai makanan.

Nilai indeks c/p Pb pada musim hujan 2013 juga mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006, kecuali di titik B5. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh kadar PbAR yang juga menurun. Selain dipengaruhi oleh penurunan kadar PbAR, nilai indeks c/p juga dipengaruhi oleh kadar bahan

(23)

9 sebesar 0.66. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber kontaminasi Pb berkurang secara signifikan pada titik tersebut.

Nilai indeks c/p Pb terendah terdapat pada titik B1 (0.13, kontaminasi ringan), sedangkan yang tertinggi pada titik B4 (0.76, kontaminasi sangat berat). Rataan nilai indeks c/p di transek B-tengah (0.34) > A-hulu (0.31) > C-hilir (0.25). Nilai tersebut mengambarkan bahwa daerah transek B-tengah lebih terkontaminasi dibandingkan daerah transek lain. Meskipun kadar PbAR pada transek B-tengah bukan yang tertinggi, tetapi nilai indeks c/p Pb di transek ini menunjukkan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan transek lain. Hal tersebut karena transek B-tengah memiliki nilai rujukan A yang paling rendah (85.25), yang mengindikasikan kemampuan retensi tanah terhadap Pb yang paling rendah, sedangkan pada bagian A-hulu (85.52) dan C-hilir memiliki nilai rujukan A yang lebih tinggi (114.23). Berdasarkan pengamatan lapang, areal transek B-tengah dekat dengan jalan tol dan didominasi pemukiman, sedangkan areal transek A-hulu sebagian besar penggunaan lahannya adalah permukiman dan terdapat lebih banyak ruang terbuka hijau dibandingkan transek B-tengah dan C-hilir.

Kadar PbARdi tiga transek berdasarkan kedalaman

Kedalaman mempengaruhi kadar Pb tanah. Semakin dalam tanah maka pengaruh geogenik meningkat. Menurut Alloway (1995), kadar Pb dalam tanah juga dipengaruhi oleh faktor pedogenik. Hasil pelapukan bahan induk tanah seperti batu napal, batukapur dan batuliat banyak mengandung Pb. Proses-proses alami seperti hujan mampu menurunkan kadar Pb tanah. Gambar 4 menunjukkan terjadinya penurunan kadar PbAR dari tahun 2006 ke 2013. Penurunan tertinggi terjadi pada kedalaman 20-30 cm (38.182 mg/kg). Nilai indeks c/p juga mengalami penurunan dari tahun 2006 ke 2013 (Gambar 5). Penurunan nilai indeks c/p Pb pada kedalaman 0-10 cm (0,17) < 10-20 cm (0.29) < 20-30 cm (0.31). Hal ini mengindikasikan bahwa dampak negatif dari kontaminasi Pb di lokasi penelitian mengalami penurunan.

Gambar 4 juga menunjukkan perbedaan pola kadar PbAR pada setiap kedalaman. Pada tahun 2006, kadar PbAR bertambah dengan kedalaman dan sebaliknya pada tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh bahan induk menurun dengan bertambahnya waktu antara lain akibat proses alamiah seperti hujan yang mampu mentranslokasikan Pb. Kadar PbAR yang lebih tinggi pada lapisan tanah yang memiliki kontak langsung dengan atmosfer (kedalaman 0-10 cm) mengindikasikan dominansi proses deposisi atmosferik dalam mempengaruhi kadar Pb dalam tanah.

(24)

10

Gambar 4 Kadar PbAR berdasarkan kedalaman.

Gambar 5 Nilai indeks c/p Pb berdasarkan kedalaman.

Hubungan PbAR dengan pH, kadar bahan organik dan klei

Fraksi aktif Pb atau yang dapat diserap tanaman bergantung pada bentuk Pb yang ada di tanah. Bentuk Pb dalam tanah dipengaruhi oleh faktor alami seperti komposisi mekanik tanah, mineralogi, kadar bahan organik dan pH larutan tanah (Yaron et al.1996). Pada Gambar 6 ditampilkan grafik hubungan antara PbAR dengan pH, %BO dan %Klei. Berdasarkan analisis regresi linier yang dilakukan terhadap 45 pasangan data (n=45) diperoleh hubungan antara faktor-faktor alamiah tanah (pH, %BO dan %klei) dengan kadar PbAR. Persamaan regresi linier hubungan tiap-tiap faktor alami tersebut sebagai sumbu X dengan PbAR sebagai sumbu Y disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persamaan Regresi Hubungan PbAR dengan pH, %BO dan %Klei Faktor

alamiah Persamaan regresi r p n

pH y = 25.7592 + 0.0903X 0.0055 0.9715 45 %BO y = 12.1989 + 5.2838X 0.5345 0.0002 45 %Klei y = 30.8367 - 0.1059X -0.2105 0.1651 45

Pengaruh pH terhadap kadar PbAR tidak nyata (nilai p>0.05). Bahan organik merupakan faktor penting yang mempengaruhi mobilitas kontaminan logam dalam tanah maupun air (Sparks 2003). Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan bahan organik untuk mengkhelat logam berat sehingga menjadi fraksi non-aktif dalam larutan tanah. Hubungan antara bahan organik (BO) dengan kadar PbAR menunjukkan nilai r yang

positif dan sangat nyata (0.5345) dengan nilai p=0.0002. Hal tersebut disebabkan tanah di lokasi penelitian didominasi oleh tanah-tanah yang memiliki bahan organik yang cukup tinggi.

0,00 50,00 100,00

0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm

2006

2013

0,00 0,50 1,00

0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm

2006

(25)

11

Gambar 6 Hubungan PbAR dengan pH, %BO dan %Klei.

Mineral sekunder tanah yang mendominasi lokasi penelitian diduga adalah monmorilonit. Mineral tersebut memiliki muatan negatif yang mampu menjerap kation-kation seperti Pb. Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa %klei berbanding terbalik dengan kadar PbAR dengan nilai r=-0.2105 namun tidak nyata (p=0.1651). Hal tersebut disebabkan adanya dominasi dari pengaruh bahan organik.

Untuk mengetahui pengaruh posisi transek terhadap hubungan PbAR dengan faktor tanah maka dilakukan analisis regresi linier berdasarkan posisi transek (Tabel 5).

Tabel 4. Persamaan regresi PbAR dengan pH, %BO dan %Klei pada tiap transek

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

Pb

AR

(26)

12

Hilir pH y = 81.8612 – 8.9984X -0.2412 0.3865 15 %BO y = 16.7619 + 5.148X 0.3458 0.2068 15 %Klei y = 22.5565 + 0.0964X 0.1475 0.5999 15 Pada bagian hulu, kadar PbAR berkorelasi sangat nyata positif dengan kadar bahan organik (p=0.00005) dan berkorelasi nyata negatif dengan kadar klei (p= 0.0376). Pada transek B-tengah, kadar PbAR secara nyata berkorelasi positif dengan pH (p=0.0137) dan secara sangat nyata positif dengan %BO (p=0.0050) dan negatif dengan %Klei (p=0.0002). Pada transek C-hilir, ketiga faktor tidak berkorelasi dengan PbAR (p>0.05).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rataan kadar PbAR (mg/kg) pada musim hujan 2013 di transek C-hilir (28.52) > B-tengah (25.36) > A-hulu (25.18), namun rataan nilai indeks c/p Pb pada transek B-tengah (0.34) > A-hulu (0.31) > C-hilir (0.25). Indeks c/p Pb terendah (0.13, kontaminasi ringan) pada titik B1, sedangkan yang tertinggi (0.76, kontaminasi sangat berat) pada titik B4. 2. Rataan kadar PbAR (mg/kg) pada kedalaman 0-10 cm (28,27) > 10-20

cm (27.06) > 20-30 cm (23.74) dengan rataan nilai indeks c/p Pb pada kedalaman 0-10 cm (0.32) > 10-20 cm (0.31) > 20-30 cm (0.27).

3. Pada transek hulu, PbAR berkorelasi sangat nyata positif dengan bahan organik (p=0.00005) dan nyata negatif dengan klei (p= 0.0376). Pada transek tengah, PbAR berkorelasi nyata positif dengan pH (p=0.0137) dan sangat nyata positif dengan %BO (p=0.0050) dan negatif dengan %Klei (p=0.0002). Pada transek hilir, ketiga faktor tidak berkorelasi dengan PbAR (p>0.05).

4. Kadar PbAR dan indeks c/p Pb pada musim hujan 2013 lebih rendah daripada musim hujan tahun 2006.

Saran

Untuk mengeksplorasi kondisi kontaminasi Pb yang lebih menyeluruh, perlu dilakukan penelitian pada kawasan yang lebih hilir dengan elevasi tapak yang lebih rendah di DAS yang sama pada musim hujan dan kemarau.

DAFTAR PUSTAKA

Adriano DC. 2000. Trace Elements in Terrestrial Envirnments: Biogeochemistry, Bioavailability, and Risks of Metals. Springer-Verlag. New York

(27)

13 Badan Statistik.2013.Kecamatan Cileungsi dalam Angka 2013.

BohnH, McNeal B, O’Connor G. 1979. Soil Chemistry.John Wiley Publishing. New York

Chaney RL,GiordanoPM. 1977.Microelements as Related to Plant

Deficiencies and Toxicitiesdalam Sudadi U. 2009. Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium dan Plumbum pada Tanah Pertanian

Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman. Disertasi.Institut Pertanian Bogor. Bogor Cottenie A, Verloo M. 1984. Analytical Diagnosis of Soil Pollution with

Heavy Metals.Fresenius Zietschrift Anal Chem

Jarup L. 2003. British Medical Bulletin.The British Council.Newtownabbey. UK

Lacatusu R. 1998. Apparising level of soil contamination and pollution with heavy metals.InHeineke HJ, Eckelmann W, Thomasson AJ, Jones RJA, Montanarella L, Buckley B. (eds). Land Information System: Development for Planning the Sustainable Use of Land Resources. EUR 17729 EN 546p.(1998). European Soil Bureau Res. Report No.4. Office for Official Publications of The European Communities,

Luxemburg

Lacatusu, R. 2000. Appraising Levels of Soil Contamination with Heavy Metals.Eur Soil Bureu Res Rep No. 4.Official Publising Eur Comm. Lepp NW. 1981. Effect of Heavy Metal Pollution.Vol 2.Effect on

Plant.Applied Science Publisher. London

Mortada WI, Sobh MA, El-Defrawy MM, Farahat SE. 2001.Study of Lead Exposure from Automobile Exhaust as a Risk for Nephrotoxicity among Traffic Policemen.US National Library of Medicine.Bethesda, USA

NRCS. 2000. Heavy Metal Soil Contamination. Soil Quality Institute. USA Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 05 Tahun 2006. Sekretariat Negara. Jakarta.

Sparks DL. 2003.Enviromental Soil Chemistry.Elsevier. London. Sudadi U. 2009. Inaktivasi In Situ Pencemaran Kadmium dan Plumbum

pada Tanah Pertanian Menggunakan Amelioran dan Pupuk pada Dosis Rasional untuk Budidaya Tanaman. Disettasi.Institut Pertanian Bogor. Bogor

WHO. 1995. Inorganic Lead. Geneva, Switzherland

Yaron B, Calvet R, ProstR. 1996. Soil Pollution Process and Dynamic.Springer-Verlag. New York

(28)

14

LAMPIRAN

(29)
(30)

16

(31)
(32)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis bertempat tinggal di perum Surya Praja Permai blok C 8 no. 3 kelurahan Sukahati, Cibinong, Bogor. Lahir pada tanggal 6 Maret 1992. Putra dari pasangan Bapak Djoko kusnarto dan Ibu Rahajoe martedjo.

Lulus dari SMA Plus Muthahhari pada tahun 2010, setelah itu pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur UTM. Pada tahun berikutnya penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi titik contoh tanah.
Tabel 2. Kriteria Status Nilai Indeks c/p
Gambar 2 Kadar PbAR di setiap titik pengamatan pada setiap transek dan rataannya.
Gambar 3 Nilai indeks c/p Pb di setiap titik pengamatan pada setiap transek dan rataannya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada ayat (2) menerangkan bahwa Tempat bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi sarana perlindungan

jenis yang dirakit di dalam negeri. 2 CKD adalah kendaraan bermotor yang diimpor dari negara produsen secara terpisah dengan komponen lengkap untuk dirakit di dalam negeri.

In the recent past, the use of unmanned aerial vehicles (UAVs) has increased, which can be ascribed to technical developments of electronic components and the possibility of

Achmad Januar Er Putra 01141113102 4 Indonesian Medical Students' Training and Competition 2017 Photography Competition Asian Medical Students' Association Universitas Pelita

Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Pengendalian, Prentice Hall, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: Salemba Empat.. Manajemen Pemasaran,

Puji syukur ke hadirat Allah Swt., karena peneliti mendapat bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui

(f) (1) Jika malam tak berbintang maka terdengar lolongan serigala (2) Jika kafilah tidak berlalu maka anjing tidak menggonggong.. (3) Jika terdengar lolongan serigala

Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa mampu menjelaskan dengan kalimat sendiri mengenai proses belajar dan gaya belajar Jumlah pertemuan : 1 (satu) kali. Pertemuan