• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Ransum Yang Mengandung Hijauan Kara Rawe (Mucuna Bracteata) Dan Biji Kara Benguk (Mucuna Pruriens) Pada Sapi Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kecernaan Ransum Yang Mengandung Hijauan Kara Rawe (Mucuna Bracteata) Dan Biji Kara Benguk (Mucuna Pruriens) Pada Sapi Bali"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN RANSUM YANG MENGANDUNG HIJAUAN

KARA RAWE (

Mucuna bracteata

) DAN BIJI KARA

BENGUK (

Mucuna pruriens

) PADA SAPI BALI

R. R. ANITA NUR RIMADHANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kecernaan Ransum yang Mengandung Hijauan Kara Rawe (Mucuna bracteata) dan Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens) pada Sapi Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

R. R. ANITA NUR RIMADHANI. Kecernaan Ransum yang Mengandung Hijauan Kara Rawe (Mucuna bracteata) dan Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens) pada Sapi Bali. Dibimbing oleh DIDID DIAPARI dan DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai kecernaan (in vivo) pada sapi Bali yang mengkonsumsi hijauan kara rawe (Mucuna bracteata) dan biji kara benguk (Mucuna pruriens) sebagai imbuhan pakan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas sembilan ekor sapi Bali jantan dan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perbedaan bobot badan. Perlakuan ransum yang diberikan yaitu : P0 (15% jerami padi + 85% konsentrat), P1 (15% kara rawe + 85% konsentrat), dan P2 (15% kara rawe + 69% konsentrat + 16% kara benguk). Peubah yang diukur adalah kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, kecernaan lemak kasar, kecernaan serat kasar dan kecernaan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelompokkan bobot badan dan perlakuan pemberian hijauan kara rawe dan biji kara benguk tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diukur. Simpulan dari penelitian ini yaitu hijauan kara rawe dan kara benguk berpotensi sebagai sumber bahan baku pakan sapi Bali tanpa menurunkan kecernaan.

Kata kunci: kara benguk (Mucuna pruriens), kara rawe (Mucuna bracteata), kecernaan, sapi Bali

ABSTRACT

R. R. ANITA NUR RIMADHANI. Digestibility of Bali Cattle Ration Containing Rawe Forage (Mucuna bracteata) and Velvet Bean (Mucuna pruriens). Supervised by DIDID DIAPARI and DWIERRA EVVYERNIE AMIRROENAS.

This research was aimed to measure digestibility of Bali cattle ration containing rawe forage (Mucuna bracteata) and velvet bean (Mucuna pruriens). Randomized complete block design was used, which were consisted of nine male of Bali cattle that divided into three plots according to differences of body weight. The treatment of rations were : P0 (15% rice straw + 85% concentrate), P1 (15% rawe forage + 85% concentrate), and P2 (15% rawe forage + 69% concentrate + 16% velvet bean). Variable observed were dry matter, organic matter, crude protein, crude lipid, crude fiber digestibilities, and also total digestable nutrient (TDN). The finding results were not influence to all variables by addition of rawe forage and velvet bean. As conclusion, 15% kara forage and 16% velvet bean could be used in Bali cattle ration without reduce the digestibility.

(6)
(7)

KECERNAAN RANSUM YANG MENGANDUNG HIJAUAN

KARA RAWE (

Mucuna bracteata

) DAN BIJI KARA

BENGUK (

Mucuna pruriens

) PADA SAPI BALI

R. R. ANITA NUR RIMADHANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Kecernaan Ransum yang Mengandung Hijauan Kara Rawe (Mucuna bracteata) dan Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens) pada Sapi Bali” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tulisan ini menguji pemanfaatan Leguminous Cover Crop (LCC) atau tanaman penutup tanah yang berada diantara tegakan perkebunan pohon sawit yaitu kara rawe (Mucuna bracteata). Tanaman leguminosa yang berpotensi lainnya yakni bijian kara benguk (Mucuna pruriens) yang mampu tumbuh di semua musim. Hal tersebut dapat membantu berkembangnya sistem integrasi tanaman – ternak yang menjadi program pendukung terciptanya ketersediaaan daging secara mandiri dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam Indonesia. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus hingga Oktober 2014.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Bogor, Oktober 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Materi 2

Ternak 2

Kandang dan Peralatan 2

Pakan 2

Waktu dan Lokasi 4

Prosedur 4

Persiapan Pakan 4

Pemeliharaan 4

Koleksi Feses 4

Rancangan dan Analisis Data 4

Perlakuan 4

Rancangan Percobaan 4

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kecernaan Ransum Penelitian 6

Kecernaan Bahan Kering 6

Kecernaan Bahan Organik 7

Kecernaan Protein Kasar 8

Kecernaan Lemak Kasar 8

Kecernaan Serat Kasar 9

Kecernaan TDN (total digestible nutrient) 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 13

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrien jerami padi, kara rawe dan kara benguk 3 2 Komposisi dan nutrien ransum penelitian 3 3 Rataan nilai konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian

dan kecernaan nutrien hijauan kara rawe (Mucuna bracteata) dan biji

kara benguk (Mucuna pruriens) 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA kecernaan bahan kering 13

2 ANOVA kecernaan bahan organik 13

3 ANOVA kecernaan protein kasar 13

4 ANOVA kecernaan lemak kasar 13

5 ANOVA kecernaan serat kasar 13

(15)

1

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pentingnya protein hewani menyebabkan konsumsi daging meningkat khususnya daging sapi. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 yakni sebanyak 248.8 juta jiwa dengan kebutuhan daging sapi sebesar 2.36 kg kapita-1 tahun-1. Kebutuhan daging sapi yakni sebesar 587 168 ton sedangkan ketersediaannya sebanyak 504 819 ton dari sapi lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 82 349 ton (14.03%) (BPS 2014a), maka pemerintah melakukan impor sapi dan daging sapi secara nasional. Pemerintah menyediakan kebutuhan konsumsi daging dari produksi peternakan sapi dalam negeri secara mandiri. Salah satu program yang mendukung ketersediaan daging yakni sistem integrasi sawit sapi. Sistem ini memanfaatkan ketersediaan pakan lokal yang ada disekitar perkebunan sehingga peternak dapat mengurangi penggunakan pakan konvensional. Peternak sapi potong menggunakan jerami padi dan konsentrat komersial sebagai pakan. Jerami padi hanya mampu memenuhi kebutuhan nutrien serat maka perlu adanya pemenuhan protein dari konsentrat. Konsentrat umumnya bernilai tinggi, karena ketersediaan dan biaya transportasi yang tidak dapat dipenuhi oleh peternak, sehingga perlu adanya pakan konvensional dengan nilai yang rendah dan mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun produksi ternak.

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu perkebunan utama di Indonesia, yaitu seluas 5 592 juta ha (BPS 2014b). Lahan yang cukup luas ini memerlukan pupuk untuk perkembangan dan pertumbuhannya. Harga pupuk yang tinggi membuat petani perkebunan perlu mensiasatinya, yaitu dengan menekan biaya pemupukan melalui peningkatan efisiensi pemupukan dan mengurangi pemakaian pupuk. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kebutuhan pupuk yaitu dengan menanam tanaman penutup tanah dari golongan leguminosae. Penanaman ini mampu menambat nitrogen bebas di udara dan menambah kandungan bahan organik tanah sehingga dapat membantu efisiensi penggunaan pupuk. Kara rawe (Mucuna bracteata) merupakan tanaman berdaun trifoliat dari kelompok leguminosa yang sejak tiga tahun terakhir ini banyak digunakan sebagai tanaman penutup tanah (Leguminous Cover Crop) di perkebunan kelapa sawit (Samedani et al. 2014). Kelebihan dari kara rawe ini antara lain kandungan alelopati yang dapat menekan pertumbuhan gulma-gulma utama perkebunan dan kemampuannya untuk hidup di bawah naungan dan kondisi cekaman kekeringan, sedangkan kekurangannya yaitu tidak menghasilkan polong bila ditanam di dataran rendah, di tempat asalnya tanaman ini tumbuh pada ketinggian 5 000 kaki di atas permukaan laut (Subroto dan Harahap 2002). Tanaman kara rawe ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pengganti hijauan konvensional, karena kara rawe memiliki kandungan protein sebesar 18.04% (Sirait et al. 2009) dan serat 32.88% (Juniar et al. 2009). Pada musim kemarau umumnya peternak menggunakan jerami padi sebagai pakan ternak, oleh karena itu ketersediaan tanaman kara rawe berpotensi ditanam dalam musim apapun dapat dikembangkan untuk menjadi pakan lokal yang bernutrisi tinggi.

(16)

2

cukup besar. Dibandingkan sapi lokal lainnya di Indonesia (sapi Ongole, PO dan Madura), persentase sapi Bali tersebut adalah yang tertinggi (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2002). Pada berbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi Bali memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan baik yang disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki sapi Bali. Keunggulan sapi Bali dibandingkan sapi lain yaitu memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik (Masudana 1990), seperti dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Sastradipradja 1990), mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik (Oka dan Darmadja 1996), persentase karkas yang tinggi yaitu 52%-57.7% (Payne dan Rollison 1973), memiliki daging berkualitas baik dengan kadar lemak rendah (kurang lebih 4%) (Payne dan Hodges 1997) dan tahan terhadap parasit internal dan eksternal (NRC 1983).

Pada program penggemukan sapi, ternak diberikan growth promoter alami untuk meningkatkan massa otot pada sapi. Leguminosa yang berpotensi sebagai kandidat growth promoter alami misalnya kara benguk (Mucuna pruriens). Biji kara benguk mengandung racun sianida yang dapat dihilangkan dengan cara merendam di dalam air bersih selama 24-48 jam, dan mengandung protein yang tinggi sekitar 26.49% (Diapari dan Evvyernie 2013).

Berdasarkan informasi tersebut, dalam penelitian ini dikaji tentang pemanfaatan kara rawe sebagai hijauan pakan dan biji kara benguk sebagai growth promoter alami yang terkandung dalam pakan sapi Bali pada akhir masa penggemukan melalui pengamatan ransum kecernaan nutrien ternak tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur nilai kecernaan (in vivo) pada sapi Bali yang mengkonsumsi hijauan kara rawe (Mucuna brateata) dan biji kara benguk (Mucuna pruriens) sebagai imbuhan pakan.

METODE

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan yaitu sembilan ekor sapi Bali jantan yang berumur 1.5-2 tahun dengan kisaran bobot badan antara 217-277 kg.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang sapi individu. Peralatan yang digunakan adalah timbangan ternak kapasitas satu ton, timbangan digital pakan, timbangan gantung manual 50 kg, ember plastik, sekop, dan karung.

Pakan

(17)

3

Tabel 1 Kandungan nutrien jerami padi, kara rawe dan kara benguk Nutrien (%) Jerami padi Kara rawe Kara benguk

Analisa proksimat dilakukan di laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor (2014); BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN: total digestible nutrient; Rumus Perhitungan TDN menurut Hartadi et al. (1997): bTDN(%) = 92.464 – 3.338(SK) - 6.945(LK) - 0.762(BETN)

Tabel 2 Komposisi dan nutrien ransum penelitian

Bahan baku pakan Perlakuan

Hasil perhitungan kandungan ransum dengan rasio hijauan dan konsentrat 15:85; aAnalisa dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor (2014); BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient; bRumus perhitungan TDN menurut Hartadi

et al. (1997); P0: 15 % jerami padi + 85 % konsentrat, P1: 15% kara rawe + 85% konsentrat, P2:

(18)

4

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai Oktober 2014. Tanaman kara rawe (Mucuna bracteata) diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Cikasungka, Jasinga, Bogor. Kara benguk (Mucuna pruriens) diperoleh dari petani di Yogyakarta. Pengeringan dan penggilingan kedua bahan tersebut dilakukan di Laboratorium Industri Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan sapi dilaksanakan di Mitra Tani Farm. Analisa dilakukan di Laboratorium Pusat antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak.

Prosedur

Persiapan Pakan

Bahan pakan seperti hijauan kara rawe dan biji kara benguk dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Tanaman kara rawe segar dikeringkan menggunakan oven 60oC. Kacang kara benguk direbus selama 15 menit kemudian dikeringkan menggunakan cahaya matahari serta selanjutnya dimasukkan ke oven 60oC, dan setelah itu digiling hingga menjadi tepung.

Pemeliharaan

Sapi dipelihara selama kurang lebih satu bulan dengan masa adaptasi perlakuan sepuluh hari. Pemberian pakan sebanyak tiga kali sehari yang dilaksanakan pada pagi hari pukul 06.00 WIB, siang hari pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.

Koleksi Feses

Koleksi feses dilakukan selama lima hari terakhir periode penelitian. Feses ditampung setiap individu sebanyak sepuluh persen dari total feses. Sampel feses kemudian dikeringkan pada terik matahari dan di oven dengan suhu 60ºC. Kemudian digiling dan sampel feses setiap ternak digabungkan setiap hari. Selanjutnya sembilan sampel dari sembilan sapi Bali tersebut dianalisa.

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan dengan tiga ulangan sebagai kelompok, perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

P0 : 15% Jerami padi + 85% Konsentrat

P1 : 15% Kara rawe (Mucuna bracteata) + 85% Konsentrat

P2 : 15% Kara rawe (Mucuna bracteata) + 69% Konsentrat + 16% Kara benguk (Mucuna pruriens)

Rancangan Percobaan

(19)

5

berbobot kecil (217-223 kg), sedang (229-241 kg) dan besar (256-277 kg). Model matematika dari rancangan acak kelompok menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut:

Yij= µ + Ai + Bj + Eij

Yij : Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan pakan ke-i

µ : Nilai rata-rata sesungguhnya

Ai : Pengaruh kelompok bobot awal sapi ke-i Bj : Pengaruh perlakuan ke-i

Eij : Pengaruh galat dari satuan percobaan pada kelompok ke-i yang mendapat perlakuan pakan ke-j

Data konsumsi bahan kering dan koleksi feses dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).

Peubah yang Diamati

McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa selisih antara zat makanan yang dikandung dalam bahan makanan dengan zat makanan yang ada di dalam feses merupakan bagian yang dicerna. Perhitungan kecernaaan bahan pakan menurut Arora (1989) yaitu menggunakan persamaan:

Kecernaan energi dapat dinyatakan dalam bentuk TDN (Total Digestible Nutrient) yang dinyatakan dalam persen. Kebutuhan energi dalam pakan ternak ruminansia sering menggunakan data TDN. Pengukuran TDN berdasarkan dari evaluasi analisis proksimat bahan pakan dan feses (Perry et al. 2003). TDN dihitung berdasarkan rumus pendugaan Sutardi (1980), dengan persamaan:

(20)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Ransum Penelitian

Kecernaan merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan (McDonald et al. 2002). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrien dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Menurut Parakkasi (1999) kecernaan dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin pada pakan, defisien zat makanan, dan gangguan saluran pencernaan. Van Soest (1994) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan pakan adalah spesies ternak, umur ternak, perlakuan pakan, kadar serat kasar dan lignin, defisien nutrien, komposisi pakan, bentuk fisik pakan, level pakan, dan umur tanaman. Bobot badan tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan total digestible nutrient (TDN). Rataan nilai konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan harian dan kecernaan nutrien hijauan kara rawe (Mucuna bracteata) dan biji kara benguk (Mucuna pruriens) dapat dilihat pada

Bahan Kering (%) 79.81±1.29 73.27±7.19 72.63±7.32 Bahan Organik (%) 82.59±1.29 75.40±6.54 75.95±6.12 Protein Kasar (%) 78.30±3.69 76.25±6.76 75.66±6.14 Lemak Kasar (%) 94.45±1.08 95.54±0.93 94.65±1.50 Serat Kasar (%) 61.58±8.25 53.52±11.40 56.24±8.66 TDN (%) 78.35±1.19 68.98±5.66 72.87±5.59

Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05); *Fairuz (2015); P0: 15 % jerami padi + 85 % konsentrat, P1: 15% kara rawe + 85% konsentrat, P2: 15% kara rawe + 69% konsentrat + 16% kara benguk. Pengukuran TDN (total digestible nutrien) menggunakan data kecernaan zat makanan menurut NRC (2000), dengan persamaan: TDN = PK tercerna + (2.25 x LK tercerna) + SK tercerna + BETN tercerna; α=0.05, P value>α.

Kecernaan Bahan Kering

(21)

7

keseluruhan bahan kering yang masuk ke tubuh. Nilai kecernaan bahan kering yang sama dari ketiga perlakuan ini disebabkan karena adanya kandungan lignin pada kisaran yang sama pada hijauan pakan yakni 12%-18.84% (Tabel 1). Hal ini didukung oleh Parakkasi (1999) bahwa kecernaan dipengaruhi oleh kandungan lignin pada pakan, dan Van Soest (1994) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan pakan adalah kadar serat kasar serta lignin, dan komposisi pakan.

Nilai kecernaan bahan kering yang tidak berbeda nyata diduga disebabkan karena kualitas ketiga pakan yang diberikan tidak jauh berbeda (Tabel 2), tetapi jumlah pakan yang dikonsumsi berbeda. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat ternak.Konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor kualitas pakannya dan kebutuhan energi ternak yang bersangkutan. Martawidjaja dan Gatenby (1986) menyatakan bahwa pakan yang cukup kandungan protein dan lebih halus ukuran strukturnya dapat meningkatkan jumlah konsumsi makanan. Konsumsi bahan kering untuk sapi Bali jantan dengan rataan bobot badan 200 kg adalah sebesar 5.7 kg (Sampurna 2013). Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar 4.88-6.05 kg. Hasil menunjukkan konsumsi pakan yang memenuhi kriteria untuk sapi Bali pada bobot badan rataan 200 kg.

Penggemukan sapi secara intensif dengan pakan hijauan yang ditambah konsentrat, pertambahan bobot badannya maksimum mencapai nilai 0.6-0.7 kg (Sarwono 2001). Pada penelitian ini pakan jerami padi menunjukkan penurunan bobot tubuh. Setelah recovery penurunan bobot badan hanya sekitar 3%-5% (Rahmat dan Harianto 2012). Pengembalian keadaan pada ternak akibat transportasi dipengaruhi oleh pakan yang diberikan dan keadaan lingkungan yang baru. Sapi yang diberi pakan jerami padi dengan PK dan TDN sebesar 8.24% dan 66.88% tidak dapat mengembalikan keadaan tubuh sapi menjadi normal dan beradaptasi dengan baik dengan lingkungan baru (Tabel 2). Pakan tersebut menggunakan jerami padi sebanyak 15%, yang menyumbang kekurangan nutrien. Hal ini disebabkan oleh jerami padi yang nilai nutrisinya rendah dan sulit dicerna. Sutrisno et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan protein kasar jerami padi rendah (3%-5%), serat kasarnya tinggi (>34%), kekurangan mineral, ikatan lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah. Sapi Bali dengan pemberian kara rawe dan kara rawe dengan kara benguk lebih dapat memanfaatkan pakan daripada pakan jerami padi (Fairuz 2015).

Kecernaan Bahan Organik

(22)

8

(Tabel 2). Selain itu hal ini berkaitan dengan kecernaan bahan kering yaitu apabila perlakuan tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering maka perlakuan tersebut tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik, karena sebagian besar komponen bahan kering adalah bahan organik (Arora 1989).

Kecernaan pakan erat hubungannya dengan konsumsi, seperti pada pemberian pakan dengan kandungan serat yang tinggi dengan sifat voluminous dapat menyebabkan pakan lamban untuk dicerna dibandingkan pakan yang tidak berserat (Parakkasi 1999). Nilai konsumsi bahan kering kara rawe (5.63 kg ekor-1 hari-1) dan kara rawe dengan kara benguk (6.05 kg ekor-1 hari-1) lebih banyak dibandingkan jerami padi (4.89 kg ekor-1 hari-1) (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena tingginya palatabilitas hijauan kara rawe dan biji kara benguk dibandingkan jerami padi. Peningkatan konsumsi pakan tidak seiring dengan nilai kecernaan, dimana nilai kecernaan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata meskipun pada konsumsi bahan kering berbeda nyata pada ketiga perlakuan yang diberikan. Hal ini diduga karena kandungan serat kasar yang tinggi pada pakan kara rawe dan kara rawe dengan kara benguk dapat menghambat kecernaan bahan kering, namun kandungan protein kasar pada hijauan kara rawe dan biji kara benguk mampu meningkatkan konsumsi pakan. Kandungan protein yang tinggi menunjukkan kualitas pakan yang baik. Menurut Parakkasi (1999), kualitas pakan yang semakin baik akan meningkatkan konsumsi pakan dari seekor ternak. Kara rawe dan kara benguk mengandung protein sebesar 17.07% dan 26.49% (Tabel 1), yang mampu meningkatkan palatabilitas ternak karena kualitas pakan yang baik, sehingga ternak mengkonsumsi kembali pakan dan meningkatkan jumlah konsumsi.

Kecernaan Protein Kasar

Nilai kecernaan protein kasar pada penelitian ini yaitu berkisar antara 75.66%-78.30% (Tabel 3). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Siregar (2013) yaitu nilai kecernaan protein kasar sapi potong yang mendapat pakan jerami padi, pucuk tebu, konsentrat dan dedak berkisar antara 52.38%-69.48%. Hal ini terjadi karena tingginya kandungan protein pada hijauan kara rawe sebesar 17.07% dan biji kara benguk sebesar 26.49% dibandingkan dengan jerami padi sebesar 7.38% dan pucuk tebu sebesar 7.65%. Hijauan kara rawe dan penambahan biji kara benguk pada konsentrat tidak mengganggu kecernaan protein kasar sapi Bali, terlihat bahwa nilai kecernaan protein kasar dari semua perlakuan tidak berbeda nyata. Kecernaan protein kasar yang tidak berbeda nyata pada penelitian ini dapat disebabkan oleh kandungan protein ketiga ransum yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 8.24%-8.95% (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al. (1998), kecernaan protein kasar dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan.

Kecernaan Lemak Kasar

(23)

9

berkisar antara 94.72%-99.04%, namun hasil nilai kecernaan lemak kasar penelitian ini didukung oleh Pond et al. (2005) yang menyatakan daya cerna sejati lemak yaitu melebihi 80%. Nilai kecernaan pada pakan jerami padi, kara rawe, dan kara rawe dengan kara benguk yang sama ini menunjukkan kara rawe dan kara benguk dapat digunakan sebagai substituen bagi pakan konvensional.

Kecernaan Serat Kasar

Pemberian hijauan kara rawe dan bijian kara benguk tidak mempengaruhi kecernaan serat kasar. Kecernaan serat kasar pada penelitian ini yaitu berkisar antara 53.52%-61.58% (Tabel 3). Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Rifai (2009) yaitu kecernaan serat kasar sapi peranakan ongole yang mendapat ransum jerami padi dan konsentrat dengan penambahan tepung daun murbei berkisar antara 55.58%-63.83%. Kecernaan serat kasar yang lebih rendah pada penelitian ini terjadi karena tingginya kandungan lignin kara rawe yakni sebesar 18.84% dan kara benguk sebesar 16.87% dibandingkan dengan daun murbei sebesar 2.63%-2.81%. Van Soest (1994) mengemukakan bahwa komponen lignin dapat melindungi selulosa dan hemiselulosa yang mengakibatkan semakin rendahnya derajat kecernaan serat kasar. Hasil kecernaan serat kasar penelitian ini didukung oleh Marpaung (2011) yang menyatakan kisaran kecernaan serat kasar yaitu antara 30%-80% dari total serat yang dikonsumsi oleh ternak.

Kecernaan TDN (Total Digestible Nutrient)

(24)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian pakan sapi Bali berupa hijauan kara rawe (Mucuna bracteata) dan biji kara benguk (Mucuna pruriens) tidak mempengaruhi kecernaan nutrien yang meliputi bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan TDN (total digesteble nutrient). Nilai kecernaan menunjukkan bahwa hijauan kara rawe dan kara benguk berpotensi sebagai sumber bahan baku pakan sapi Bali tanpa menurunkan kecernaan.

Saran

Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukannya pengolahan secara fisik terhadap hijauan kara rawe (Mucuna bracteata) untuk meningkatkan kecernaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R. 2004. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): PT Gramedia. Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): Gadjah

Mada University Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2014. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian RI.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014b. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia [Internet]. [diunduh 2 Juni 2015]. Tersedia pada : www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel+1&id_subyek=54.

Diapari D, Evvyernie DA. 2013. Potensi Kara Benguk sebagai Kandidat Growth Promoter Alami dalam Penggemukan Sapi Pedaging. Laporan Penilitian BOPTN. Bogor (ID): Departemen Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Fairuz AB. 2015. Studi kara rawe (Mucuna bracteata) dan kara benguk (Mucuna pruriens) terhadap performa sapi bali periode akhir penggemukan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Juniar S, Simanihuruk K, Junjungan. 2009. Pemanfaatan Mucuna bracteata untuk

(25)

11

Marpaung CA. 2011. Uji sifat fisik dan evaluasi kecernaan biskuit berbasis rumput lapang dan limbah tanaman jagung pada domba. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Martawidjaja M, Gatenby RM. 1986. Comparation of the Thermal Budgets of Five Different Roof of Animal House. Bogor (ID): Applied Agriculture Research Project and Research Institut of Animal Production.

Masudana IW. 1990. Perkembangan Sapi Bali di Bali dalam Sepuluh Tahun Terakhir (1980-1990). Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-22 September 1990. Denpasar (ID): Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Halaman A-11-A-30.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. Sixth Edition. Gosport (US): Ashford Colour Press.

Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. Second Edition. Dordrecht (AN): Kluwer Academic Publisher.

[NRC] National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals with a Promising Economic Future. Washington DC (US): National Academy Press.

[NRC] National Research Council. 2000. Nutrient Requirement of Beef Cattle. Sixth Revised Edition. Washington DC (US): National Academy Press. Oka IGL, Darmadja D. 1996. History and Development of Bali Cattle.

Proceedings Seminar on Bali Cattle, A Special Spesies for the Dry Tropics, Held by Indonesia Australia Eastern University Project (IAEUP). Bukit Jimbaran, 21 September 1996. Bali (ID): Udayana University Lodge.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Payne WJA, Rollison DHL. 1973. Bali cattle. World Animal Revised 7: 13-21. Payne WJA, Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breeds and Breeding

Policies. First Edition. Oxford (UK): Blackwell Scince.

Perry TW, Cullison AE, Lowrey RS. 2003. Feed and Feeding. Sixth Edition. Upper Saddle River, New Jersey (US): Pearson Education Incorporation. Pond GW, Church DC, Pond KR, Schoknecht PA. 2005. Basic Animal Nutrition

and Feeding. Fifth Edition. New Jersey (US): John Wiley and Sons Incorporation.

Rahmat dan Harianto B. 2012. 3 Jurus Sukses Menggemukkan Sapi Potong. Cetakan Pertama. Jakarta (ID): PT Agro Media Pustaka.

Rifai Z. 2009. Kecernaan ransum berbasis jerami padi yang diberi tepung daun murbei sebagai substitusi konsentrat pada sapi peranakan ongole. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Samedani B, Juraimi AS, Abdullah SAS, Rafii MY, Rahim AA, Anwar MP. 2014. Effect of cover crops on weed community and oil palm yeild. International Journal Agriculture Biology 16: 23-31.

Sampurna. 2013. Pakan Sapi Bali [internet]. [diunduh 4 September 2014]. Tersedia pada: http://staff.unud.ac.id/.

Sarwono B. 2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Cimanggis (ID): Penebar Swadaya.

(26)

12

Denpasar, 20-22 September. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Halaman A-47–A54.

Sirait J, Hutasoit R, Junjungan, Simanihuruk K. 2009. Pemanfaatan Mucuna bracteata untuk Pakan Kambing: Produksi, Nilai Nutrisi, Palatabilitas dan Kecernaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 11 – 12 November; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. Halaman 436 – 445.

Siregar YK. 2013. Pengaruh suplementasi probiotik padat dan cair dalam meningkatkan kecernaan zat-zat makanan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Subroto, Harahap IY. 2002. Penggunaan kacangan penutup tanah Mucuna bracteata pada pertanaman kelapa sawit. Warta PKKS 10(1) : 1-6.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno CI, Sulistyanto, Widyati S, Nurwantoro, Mukodiningsih S, Surahmanto, Tristiarti. 2006. Peningkatan Kualitas Jerami sebagai Pakan [internet]. [diundung 14 September 2014]. Tersedia pada: http:// www.dikti.org / p3m / abstrakHB.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Tillman DA, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu

Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Tomaszewska MW, Mastika JM, Djaja AN, Gardiner S, Wiradarya T. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surabaya (ID): Sebelas Maret University Press.

(27)

13

Lampiran 1 ANOVA kecernaan bahan kering

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 94.858 47.429 0.910 6.944 18 Kelompok 2 5.258 2.629 0.050 6.944 18 Error 4 208.487 52.122

Total 8 308.603

SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.

Lampiran 2 ANOVA kecernaan bahan organik

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 2 96.242 48.121 1.218 6.944 18 Kelompok 2 5.594 2.797 0.071 6.944 18 Error 4 158.024 39.506

Total 8 259.860

SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.

Lampiran 3 ANOVA kecernaan protein kasar

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 2 11.503 5.751 0.123 6.944 18 Kelompok 2 6.976 3.488 0.075 6.944 18 Error 4 187.145 46.786

Total 8 205.624

SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.

Lampiran 4 ANOVA kecernaan lemak kasar

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 2 2.031 1.016 0.613 6.944 18 Kelompok 2 1.925 0.962 0.581 6.944 18

Error 4 6.630 1.658

Total 8 10.586

SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.

Lampiran 5 ANOVA kecernaan serat kasar

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 2 100.757 50.379 0.464 6.944 18 Kelompok 2 111.976 55.988 0.516 6.944 18 Error 4 434.089 108.522

Total 8 646.823

(28)

14

Lampiran 6 ANOVA kecernaan TDN (total digestible nutrient)

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 2 132.839 66.420 2.130 6.944 18 Kelompok 2 4.679 2.340 0.075 6.944 18 Error 4 124.725 31.181

Total 8 262.244

SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data.

Lampiran 7 Variabel yang dipengaruhi bahan kering Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 50945.004 1 50945.004 977.762 0.000 Perlakuan 94.864 2 47.432 0.910 0.472

Kelompok 5.258 2 2.629 0.050 0.951

Error 208.415 4 52.104

Total 51253.541 9

Total Terkoreksi 308.537 8

Keterangan: db: derajat bebas; a. R Kuadrat = 0.325 (R Kuadrat Setara = -0.351)

Lampiran 8 Variabel yang dipengaruhi bahan organik Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 54728.687 1 54728.687 1385.082 0.000 Perlakuan 96.207 2 48.103 1.217 0.386

Kelompok 5.590 2 2.795 0.071 0.933

Error 158.052 4 39.513

Total 54988.535 9

Total Terkoreksi 259.848 8

Keterangan: db: derajat bebas; a. R Kuadrat = 0.392 (R Kuadrat Setara = -0.216)

Lampiran 9 Variabel yang dipengaruhi protein kasar Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 52993.575 1 52993.575 1132.468 0.000

Perlakuan 11.510 2 5.755 0.123 0.887

Kelompok 6.978 2 3.489 0.075 0.929

Error 187.179 4 46.795

Total 53199.243 9

Total Terkoreksi 205.668 8

(29)

15

Lampiran 10 Variabel yang dipengaruhi lemak kasar Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 81021.827 1 81021.827 48797.714 0.000

Perlakuan 2.033 2 1.017 0.612 0.586

Kelompok 1.916 2 0.958 0.577 0.602

Error 6.641 4 1.660

Total 81032.418 9

Total Terkoreksi 10.590 8

Keterangan: db: derajat bebas; a. R Kuadrat = 0.373 (R Kuadrat Setara = -0.254)

Lampiran 11 Variabel yang dipengaruhi serat kasar Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 29356.253 1 29356.253 270.439 0.000 Perlakuan 100.788 2 50.394 0.464 0.659 Kelompok 111.988 2 55.994 0.516 0.632

Error 434.202 4 108.551

Total 30003.232 9

Total Terkoreksi 646.979 8

Keterangan: db: derajat bebas; a. R Kuadrat = 0.329 (R Kuadrat Setara = -0.342)

Lampiran 12 Variabel yang dipengaruhi total digestible nutrient (TDN) Sumber Jumlah Kuadrat Intercept 48489.904 1 48489.904 1555.561 0.000 Perlakuan 132.847 2 66.424 2.131 0.234

Kelompok 4.663 2 2.332 0.075 0.929

Error 124.688 4 31.172

Total 48752.102 9

Total Terkoreksi 262.198 8

(30)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 6 Maret 1994 dari pasangan Bapak Ir. Slamet R dan Ibu Siti KK, yang merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Cipayung 04 tahun 1999-2000 dan SD Negeri Pabuaran 03 tahun 2000-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 1 Bojonggede tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Depok tahun 2008-2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Manajemen Ilmu Pastura pada tahun 2014, dan Kebijakan Pengawasan dan Mutu Pakan pada tahun 2015. Penulis juga aktif pada organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) tahun 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis juga aktif pada beberapa kegiatan kepanitian, antara lain Masa Perkenalan Fakultas 2013, Dekan Cup 2013 dan Fapet Goes to Village 2012/2013. Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Cilacap tahun 2014.

UCAPAN TERIMAKASIH

Gambar

Tabel 1  Kandungan nutrien jerami padi, kara rawe dan kara benguk

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik agroekologi perkebunan karet di Lampung termasuk ke dalam kelas sesuai (S2), dengan faktor pembatas untuk Lampung Tengah dan Tulang Bawang adalah bulan

pengabdian pada masyarakat yang tidak dipublikasikan Tiap karya II UNSUR PENUNJANG PENUNJANG TUGAS POKOK DOSEN. 1. Menjadi anggota dalam suatu Panitia/Badan pada Perguruan

alas duduk yang berguna untuk merubah konstruksi alas duduk dari. posisi duduk menjadi berdiri dan mampu mengangkat beban

Ancaman terbesar perusahaan yaitu banyaknya pesaing baru yang memasuki industri AMDK (skor 0,163). Total skor matriks EFE sebesar 2,576 menunjukkan bahwa saat ini

Pada fase Design, peneliti telah menentukan kompetensi yang akan dicapai yaitu perkalian 1-10 serta merancang bentuk dan metode yang digunakan dalam media FingCross

The demand curve is generally downward sloping (negative slope) because of the inverse relationship between the price of a product and its quantity demanded. When a good’s own

3.4 Product Setelah dilakukannya proses menyusun product backlog, sprint planning, sprint backlog, proses pengkodean serta pengujian sistem hingga sprint retrospective sebanyak lima

sebagai penerima Beasiswa PMDSU botch ll gelombang ke-1 bersedia menjalankan program sesuai Rencana Studi5. Paripurna Penyeleggaraan Beasiswa PMDSU dan memenuhi