EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM
KETERAMPILAN PERTANIAN BAGI WARGA BINAAN
SOSIAL OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PUNGAI
SEJAHTERA BINJAI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara
Diajukan Oleh :
NORA JUNIARTI SINAGA
060902042
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY
SCIENCE OF SOCIAL PROSPERITY
NAME :NORA JUNIARTI SINAGA
REGISTER NUMBER : 060902042
ABSTRACT (This thesis consists of 6 chapter, 113 pages, 27 table, 7 appendices and 30
references)
This thesis is submitted to the Science of Social Prosperity of North Sumatera University in Partial fulfillment of the requirement for the Degree of Sarjana Sosial, which is the title : “The Effectiveness of Application Agriculture Skill Program For Constructed Social Society by UPTD Pungai Sejahtera Binjai”. This study was aimed at finding out the effectiveness of application agriculture skill program, and the impact for the constructed social society in UPTD Pungai Sejahtera Binjai. The problem of the study in this thesis was how is the application of agriculture skill program for the homeless drifter and beggar, and the people who are close with the poverty problem. The
effectiveness of application agriculture skill program in this thesis was observed in three indicators, they are: quality level, quantity level and time level.
This study was an evaluative research, which the sample was all the constructed social society, which followed the agriculture skill program were 38 persons and two program organizer. The instrument of data analysis used in this study was questioner, interview and data tabulation by using cross tabulation and singular tabulation and completed by life story which consisted of two program organizer and two receiver program.
From the data analysis, the result of the analysis shown that agriculture skill program in UPTD Pungai Sejahtera Binjai is effective. It is showed from three indicators in observed the effectiveness of the program, they are : quality level, which the
constructed social society experienced the structure changing in their daily life by applying the agriculture activity used the scheduled time, the skill of constructed social society in mastering the important steps in agriculture (in corn variety, water melon and vegetables), and they were be able to use the agriculture tools and machines. Quantity level, shown from the capital which was received by constructed social society, about Rp. 150.000,-/400m2 and the harvest result was Rp. 600.000,-/ 400m2 and saving deposits to the cooperation is about 70%. Time level, in applying the agriculture skill program, the constructed social society only needed two years. Based on this research, the writer concluded that Agriculture Skill Program in UPTD Pungai Sejahtera Binjai is an effective program for the ex homeless drifter and beggar, and people who are close with the poverty problem comes from Social and Welfare Official North Sumatera Province. The agriculture skill program is able to make the constructed social society become
independent to open new effort by using their skill and they can be able to socialize with the society.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : NORA JUNIARTI SINAGA
NIM : 060902042
ABSTRAK (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 113 halaman, 27 tabel, 7 lampiran, serta 30
kepustakaan)
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Sosial, dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian, serta dampaknya bagi warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan program keterampilan pertanian ditujukan bagi para gelandangan dan pengemis, serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan yang menjadi warga binaan sosial. Efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian dalam penelitian ini, dilihat melalui 3 indikator, yaitu: tingkat kualitas, tingkat kuantitas dan tingkat waktu.
Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang bersifat formatif, dimana sampel dalam penelitian ini adalah semua warga binaan sosial yang mengikuti program keterampilan pertanian, yaitu sebanyak 38 orang dan 2 orang pengelola program. Instrumen analisa data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabel silang dan data tunggal, serta dilengkapi dengan life story, yang terdiri dari 2 pengelola program dan 2 penerima program.
Melalui analisa data yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Program Keterampilan Pertanian UPTD Pungai Sejahtera Binjai telah efektif. Hal itu terlihat dari 3 indikator dalam melihat efektifias suatu program, yaitu terdiri dari: tingkat kualitas, dimana warga binaan sosial telah mengalami perubahan struktur dalam kehidupan sehari-hari, dengan pelaksanaan kegiatan pertanian sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan keterampilan warga binaan sosial dalam menguasai tahap-tahap penting dalam pertanian, baik pada varietas jagung, semangka dan sayur-mayur, serta
keterampilan dalam menggunakan alat dan mesin pertanian. Tingkat kualitas, dilihat dari modal yang diterima sebagian besar warga binaan sosial yaitu sebesar Rp.150.000,-/rante dan hasil panen sebesar Rp.600.000,-/rante, serta jumlah penyimpanan ke koperasi yaitu sebesar 70%. Tingkat waktu dalam pelaksanaan program keterampilan pertanian sebagian besar warga binaan sosial adalah 2 tahun. Dari penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa program keterampilan pertanian yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang berasal dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara adalah program yang efektif bagi para eks gelandangan dan pengemis, serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan. Program keterampilan ini telah mampu mementaskan warga binaan sosial untuk membuka usaha baru dengan keterampilan yang dimiliki dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah : “ EFEKTIFITAS PELAKSANAAN
PROGRAM KETERAMPILAN PERTANIAN BAGI WARGA BINAAN
SOSIAL OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PUNGAI
SEJAHTERA BINJAI “.
Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam
mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan
kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Skripsi ini penulis persembahkan terkhusus kepada Ayahanda tersayang B.
Sinaga dan Ibunda H. Nainggolan, yang sudah mendidik dan membesarkan
penulis, serta semua keluarga yang telah mendukung selama penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, dan secara khusus
penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Mi’raj Harahap, S.Ag selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dinas
Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Drs. Umur Ginting selaku Kepala UPTD Pungai Sejahtera Binjai,
beserta semua pegawai dan Instruktur Pertanian yang telah membantu penulis
dalam penelitian.
6. Seluruh warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang menjadi
responden dalam penelitian penulis.
7. Kepada Kakanda Vera Agustina Sinaga, S.Pd yang telah memberikan motivasi
dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk adinda, Paulus Salvatore
Sinaga, Margaretha Sinaga dan Adventus Bonaventura Sinaga yang selalu
mendoakan penulis dan menjadi penyemangat untuk setiap permasalahan yang
penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada Sahabat penulis Yomeini, Nova, Hertati, Faramita dan Marianti yang
selalu menjadi sahabat yang baik untuk mendukung dan membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada teman-teman Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial 2006 yang telah
10. Kepada semua dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut
serta memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama penulis mengikuti
perkulihaan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya atas
kebaikan dan kemurahan hati bapak/ibu, saudara/i sekalian.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi dunia pendidikan.
Medan, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN...xiii
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Perumusan Masalah...12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian...12
1.3.2 Manfaat Penelitian...13
1.4 Sistematika Penulisan...14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektifitas 2.1.1 Pengertian Efektifitas...16
2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektifitas...18
2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektifitas...20
2.2 Warga Binaan Sosial...23
2.3.1 Tujuan Pekerja Sosial...26
2.3.2 Fungsi Pekerja Sosial...26
2.3.3 Metode Pekerja Sosial...28
2.4 Program Keterampilan Pertanian...29
2.5 Kesejahteraan Sosial...33
2.6 Kerangka Pemikiran...35
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep...40
2.7.2 Defenisi Operasional...45
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...50
3.2 Lokasi Penelitian...50
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi...51
3.3.2 Sampel...51
3.4 Teknik Pengumpulan Data...52
3.5 Teknik Analisa Data...54
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya UPTD Pungai Sejahtera Binjai...55
4.2.1 Visi dan Misi Departemen Sosial RI...58
4.2.2 Visi dan Misi Dinas Kesejahteraan dan Sosial...58
4.3 Fungsi dan Tugas UPTD Pungai Sejahtera Binjai...59
4.4 Tahapan Rehabilitasi Sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai...61
4.5 Dasar Hukum Berdirinya UPTD Pungai Sejahtera Binjai...62
4.6 Keadaan Warga Binaan Sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai 4.6.1 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Usia...63
4.6.2 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Agama dan Suku Bangsa...66
4.6.3 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Pendidikan Terakhir...67
4.7 Sarana dan Prasarana UPTD Pungai Sejahtera Binjai...68
4.8 Struktur Organisasi UPTD Pungai Sejahtera Binjai...70
BAB V : ANALISA DATA 5.1 Karakteristik Responden...73
5.2 Identitas Responden 5.2.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...73
5.2.2 Data Responden Berdasarkan Usia dan Agama ...74
5.2.3 Data Responden Berdasarkan Suku Bangsa dan Asal Daerah ...75
5.2.4 Data Responden Berdasarkan Jumlah Dalam Keluarga ...77
5.3.1 Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir, Penyebab
Menjadi Gepeng dan Lama Menjadi Gepeng ...78
5.3.2 Data Responden Berdasarkan Penyebab Masuk UPTD dan Lama Tinggal di UPTD...81
5.4 Informasi Tentang Jawaban Responden 5.4.1 Kualitas Program Keterampilan Pertanian 5.4.1.1 Waktu Pelaksanaan Keterampilan Pertanian dan Pelaksanaan Menurut Jadwal...83
5.4.1.2 Perubahan Struktur Kehidupan dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pertanian...84
5.4.1.3 Tingkat Keterampilan Yang Dikuasai 5.4.1.3.1 Tingkat Keberhasilan Pada Tahap Awal ...85
5.4.1.3.2 Tingkat Penguasaan 5 Tahap Penting Dalam Pertanian..89
5.4.1.3.3 Tingkat Penguasaan Alat dan Mesin Pertanian...92
5.4.2 Tingkat Kuantitas Program Keterampilan Pertanian 5.4.2.1 Varietas Jagung...94
5.4.2.2 Varietas Semangka...98
5.4.2.3 Varietas Sayur...99
5.4.2.4 Penyimpanan Hasil Panen Ke Koperasi...100
5.4.3 Tingkat Waktu Program Keterampilan Pertanian...101
BAB V : PENUTUP
6.1 Kesimpulan...112
6.2 Saran...113
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Jenis Kelamin
Dan Usia...64
Tabel 4.2 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Agama dan Suku Bangsa ...66
Tabel 4.3 Komposisi Warga Binaan Sosial Berdasarkan Pendidikan Terakhir...67
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana UPTD Pungai Sejahtera Binjai...68
Tabel 5.5 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...73
Tabel 5.6 Data Responden Berdasarkan Usia dan Agama ...74
Tabel 5.7 Data Responden Berdasarkan Suku Bangsa dan Asal Daerah...75
Tabel 5.8 Data Responden Berdasarkan Jumlah Dalam Keluarga...77
Tabel 5.9 Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir, Penyebab Menjadi Gepeng, dan Lama Menjadi Gepeng ...78
Tabel 5.10 Data Responden Berdasarkan Penyebab Masuk UPTD dan Lama Tinggal Di UPTD...81
Tabel 5.11 Data Responden Berdasarkan Waktu Pelaksanaan Keterampilan Pertanian dan Pelaksanaan Menurut Jadwal...83
Tabel 5.12 Data Responden Berdasarkan Perubahan Struktur Kehidupan dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pertanian...84
Tabel 5.13 Data Responden Berdasarkan Yang Memberi Keterampilan Pertanian...85
Tabel 5.15 Data Responden Berdasarkan Lamanya Pendampingan
Instruktur Pertanian dan Lama Menguasai Tahap Awal...87
Tabel 5.16 Data Responden Berdasarkan Varietas Yang Dipilih dan
Luas Lahan ...89
Tabel 5.17 Data Responden Berdasarkan Berapa Lama Menguasai
5 Tahap ...91
Tabel 5.18 Data Responden Berdasarkan Yang Memberikan
Keterampilan Pertanian...92
Tabel 5.19 Data Responden Berdasarkan Alat dan Mesin Pertanian
Yang Dikuasai ...93
Tabel 5.20 Data Responden Berdasarkan Jenis Produksi Yang
Dihasilkan Pada Varietas Jagung ...94
Tabel 5.21 Data Responden BerdasarkanJumlah Modal Per Rante
Yang Digunakan ...95
Tabel 5.22 Data Responden Berdasarkan Darimana Modal Diterima ...96
Tabel 5.23 Data Responden Berdasarkan Hasil Penjualan
Panen Jagung...97
Tabel 5.24 Data Responden Berdasarkan Hasil Hasil Semangka ...98
Tabel 5.25 Data Responden Berdasarkan Hasil Panen Sayur...99
Tabel 5.26 Data Responden Berdasarkan Penggunaan Hasil Penjualan
dan Penyimpana Ke Koperasi...100
DAFTAR BAGAN
Bagan Alur Kerangka Pemikiran...39
NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY
SCIENCE OF SOCIAL PROSPERITY
NAME :NORA JUNIARTI SINAGA
REGISTER NUMBER : 060902042
ABSTRACT (This thesis consists of 6 chapter, 113 pages, 27 table, 7 appendices and 30
references)
This thesis is submitted to the Science of Social Prosperity of North Sumatera University in Partial fulfillment of the requirement for the Degree of Sarjana Sosial, which is the title : “The Effectiveness of Application Agriculture Skill Program For Constructed Social Society by UPTD Pungai Sejahtera Binjai”. This study was aimed at finding out the effectiveness of application agriculture skill program, and the impact for the constructed social society in UPTD Pungai Sejahtera Binjai. The problem of the study in this thesis was how is the application of agriculture skill program for the homeless drifter and beggar, and the people who are close with the poverty problem. The
effectiveness of application agriculture skill program in this thesis was observed in three indicators, they are: quality level, quantity level and time level.
This study was an evaluative research, which the sample was all the constructed social society, which followed the agriculture skill program were 38 persons and two program organizer. The instrument of data analysis used in this study was questioner, interview and data tabulation by using cross tabulation and singular tabulation and completed by life story which consisted of two program organizer and two receiver program.
From the data analysis, the result of the analysis shown that agriculture skill program in UPTD Pungai Sejahtera Binjai is effective. It is showed from three indicators in observed the effectiveness of the program, they are : quality level, which the
constructed social society experienced the structure changing in their daily life by applying the agriculture activity used the scheduled time, the skill of constructed social society in mastering the important steps in agriculture (in corn variety, water melon and vegetables), and they were be able to use the agriculture tools and machines. Quantity level, shown from the capital which was received by constructed social society, about Rp. 150.000,-/400m2 and the harvest result was Rp. 600.000,-/ 400m2 and saving deposits to the cooperation is about 70%. Time level, in applying the agriculture skill program, the constructed social society only needed two years. Based on this research, the writer concluded that Agriculture Skill Program in UPTD Pungai Sejahtera Binjai is an effective program for the ex homeless drifter and beggar, and people who are close with the poverty problem comes from Social and Welfare Official North Sumatera Province. The agriculture skill program is able to make the constructed social society become
independent to open new effort by using their skill and they can be able to socialize with the society.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : NORA JUNIARTI SINAGA
NIM : 060902042
ABSTRAK (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 113 halaman, 27 tabel, 7 lampiran, serta 30
kepustakaan)
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Sosial, dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian, serta dampaknya bagi warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan program keterampilan pertanian ditujukan bagi para gelandangan dan pengemis, serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan yang menjadi warga binaan sosial. Efektifitas pelaksanaan program keterampilan pertanian dalam penelitian ini, dilihat melalui 3 indikator, yaitu: tingkat kualitas, tingkat kuantitas dan tingkat waktu.
Penelitian ini adalah penelitian evaluatif yang bersifat formatif, dimana sampel dalam penelitian ini adalah semua warga binaan sosial yang mengikuti program keterampilan pertanian, yaitu sebanyak 38 orang dan 2 orang pengelola program. Instrumen analisa data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabel silang dan data tunggal, serta dilengkapi dengan life story, yang terdiri dari 2 pengelola program dan 2 penerima program.
Melalui analisa data yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa Program Keterampilan Pertanian UPTD Pungai Sejahtera Binjai telah efektif. Hal itu terlihat dari 3 indikator dalam melihat efektifias suatu program, yaitu terdiri dari: tingkat kualitas, dimana warga binaan sosial telah mengalami perubahan struktur dalam kehidupan sehari-hari, dengan pelaksanaan kegiatan pertanian sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan keterampilan warga binaan sosial dalam menguasai tahap-tahap penting dalam pertanian, baik pada varietas jagung, semangka dan sayur-mayur, serta
keterampilan dalam menggunakan alat dan mesin pertanian. Tingkat kualitas, dilihat dari modal yang diterima sebagian besar warga binaan sosial yaitu sebesar Rp.150.000,-/rante dan hasil panen sebesar Rp.600.000,-/rante, serta jumlah penyimpanan ke koperasi yaitu sebesar 70%. Tingkat waktu dalam pelaksanaan program keterampilan pertanian sebagian besar warga binaan sosial adalah 2 tahun. Dari penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa program keterampilan pertanian yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang berasal dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara adalah program yang efektif bagi para eks gelandangan dan pengemis, serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan. Program keterampilan ini telah mampu mementaskan warga binaan sosial untuk membuka usaha baru dengan keterampilan yang dimiliki dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial, karena kemiskinan telah
menjadi sebuah persoalan dalam kehidupan manusia. Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan,
pakaian, tempat berlindung dan air minum, serta yang berhubungan erat dengan
kualitas hidup (http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan/ diakses 20 September
2009 pukul 15.32 WIB). Kemiskinan juga bisa berarti kelaparan, kekurangan gizi,
pakaian dan kesulitan dalam menghadapi perubahan yang memadai, tingkat
pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer.
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada 1996-2009
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada 1996-1999 jumlah penduduk miskin
meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada
1996 menjadi 47,97 juta pada 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari
17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama. Pada 2000-2005
jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada 2000 menjadi
35,10 juta pada 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk
miskin dari 19,14 persen pada 2000 menjadi 15,97 persen pada 2005. Namun
dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75
persen) pada Maret 2006.
Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari
2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama
periode tersebut naik. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun
penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya
menjadi miskin. Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang
cukup signifikan pada Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen)
pada 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada 2008. Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen),
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
(http://bps.go.id/files/beritaresmistatistik/No.43/07Th.XII.01juli2009,pdf/ diakses
21/10/09 pukul 11.36 WIB).
Berdasarkan data BPS 2009, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
adalah suatu fenomena yang kompleks dan dapat ditelusuri dari adanya
kesenjangan antara kelas sosial dan ekonomi, ketidaklengkapan (inadequancy),
hubungan desa dan kota, dan perbedaan antara suku, agama, dan daerah. Pada
dasarnya kemiskinan bukan hanya terletak pada permasalahan ekonomi, tetapi
lebih bersifat multidimensi. Dimensi dari defenisi kemiskinan tersebut terdiri dari:
(i). Dimensi material kekurangan pangan, lapangan pekerjaan dengan
muaranya adalah kelaparan dan kekurangan makanan.
(ii). Dimensi psikologi seperti ketidakberdayaan, ketidakmampuan
berpendapat, ketergantungan, rasa malu dan rasa hina.
(iv). Dimensi aset atau milik, tidak memiliki aset sebagai modal untuk
menyelenggarakan hidup secara layak.
Kondisi miskin di Indonesia secara langsung telah berdampak semakin
meningkatnya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di
masyarakat, yang tentunya membutuhkan penanganan yang serius dan terpadu.
Salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial adalah gelandangan dan
pengemis. Gelandangan dan pengemis tampaknya menjadi rona tersendiri dan
tidak pernah pupus mencoreng wajah perkotaan tidak terkecuali di kota Medan.
Sampai saat ini para gelandangan dan pengemis belum banyak tersentuh
program-program yang bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat. Mengacu pada
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga
dalam pasal 34, tercantum bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara
oleh negara. Dengan demikian jelaslah bahwa negara harus memelihara fakir
miskin dan anak-anak terlantar, dimana dalam hal ini negara bukan hanya unsur
pemerintahan, tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk LSM, organisasi
keagamaan, dan organisasi sosial masyarakat lainnya.
Sejumlah tempat di kota Medan, ibu-ibu selalu melibatkan anak balita
dalam aksi mengemis di berbagai tempat, terutama di perempatan jalan, seperti di
Jalan Sisingamangaraja, Gatot Subroto, Iskandar Muda, dan Ir Juanda. Anak-anak
dibawah setahun biasanya digendong saat mengemis, sedangkan anak-anak
berusia antara dua sampai lima tahun dibiarkan mengemis sendiri pada tubuh
jalan yang cukup membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Kondisi ini
para gelandangan pengemis itu sampai memaksa, menggores mobil jika tidak
diberi. Bahkan ada pula yang berdalih membawa agama untuk meminta
sumbangan. Kalaupun kita harus memberi, hendaknya untuk orang-orang yang
patut disedekahi, misalnya kepada orangtua yang sakit-sakitan, panti jompo
ataupun panti asuhan, sedangkan untuk orang-orang cacat yang benar-benar tidak
mampu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membinanya, dengan
menggunakan anggaran negara.
Gepeng yang melakukan praktik mengemis secara mandiri biasanya adalah
yang benar-benar miskin, tidak mempunyai rumah tempat berteduh dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan gepeng yang melakukan praktik
secara bergerombol adalah gepeng yang melakukan aktivitas di bawah koordinasi
orang-orang tertentu yang disebut sebagai bos pengemis. Hasil dari mengemis
yang diperoleh gepeng biasanya di bawah pengawasan sang bos, sehingga mereka
yang melakoni pekerjaan sebagai gepeng dapat dikatakan hanya sebagai mesin
uang bagi tuannya. Tidak jarang kita melihat mereka terutama di pagi hari,
sekelompok gepeng turun dari pick up yang dikomandoi orang tertentu seperti di
Pajak Ikan Lama, Pajak Aksara, kawasan Jalan Juanda, Terminal Amplas, Petisah,
kemudian pada sore hari mereka menanti jemputan pada lokasi yang sama.
Kondisi ini berjalan secara rutin tanpa ada usaha yang maksimal dari Pemerintah
Daerah Sumatera Utara atau instansi terkait untuk memutus rantai yang
membelenggu kehidupan gepeng tersebut.
Berdasarkan cara praktik yang dilakonkan gepeng tersebut menunjukkan
kecuali sebagai pengemis dan tidak memiliki rumah hunian. Karena itu
sewajarnya mereka mendapat bantuan dan perhatian serius dari pemerintah sesuai
dengan yang diamanatkan dalam pasal 34 UUD 1945. Sedangkan bagi mereka
yang menjadikan gepeng sebagai pekerjaan untuk memperkaya diri dan
memanfaatkan mereka, sudah sepantasnya diberikan sanksi yang tegas, terutama
bagi orang yang mengeksploitasi secara terang-terangan pada beberapa lokasi
pasar yang ada di kota Medan dan pada beberapa kota lainnya.
Gelandangan dan pengemis semakin mudah ditemukan di berbagai
tempat strategis di kota Medan. Untuk mengatasinya, Dinas Sosial yang sekarang
bernama Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bekerjasama
dengan Dinas Tenaga Kerja kota Medan menggagas pembangunan rumah
penampungan dan rehabilitasi sendiri. Dalam setiap aksi penertiban yang
dilakukan, gepeng dan anak jalanan itu biasanya dikirim ke rumah penampungan
milik Dinas Kesejahteraan dan Sosial Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Kota Binjai dimana
penelitian dilakukan.
Sebelumnya Pemerintah Kota Medan pernah mendapat tawaran dari
Departemen Sosial Republik Indonesia untuk membangun panti rehabilitasi.
Pemko Medan diminta menyediakan lahannya, sedangkan pembangunan fisiknya
dari Departemen Sosial Republik Indonesia. Namun Pemko Medan belum dapat
melakukannya dengan alasan anggaran. Pemko Medan menilai jumlah alokasi
anggaran yang diberikan sangat minim, karena sebagian besar dana sudah habis
untuk menutupi belanja rutin. Alokasi anggaran untuk mengatasi jumlah gepeng
Kesejahteraan dan Sosial sudah habis untuk menutupi belanja rutin seperti belanja
pegawai, belanja barang dan biaya pemeliharaan barang kesekretariatan. Misalnya
dari sekitar Rp. 28 milliar dana yang dianggarakan pada APBD 2009, Rp. 21
milliar lebih diantaranya sudah habis untuk belanja rutin. Hanya sekitar Rp. 7
milliar sisanya yang bisa dialokasikan untuk program seperti untuk gelandangan
dan pengemis. Akibat minimnya anggaran tersebut, tindakan proaktif dari Dinas
Kesejahteraan dan Sosial maupun kabupaten atau kota untuk mengatasi persoalan
gepeng di perkotaan sangat kurang
(http://www.pemkomedan.go.id/news-detailphp218-2468/ diakses 20 Oktober 2009 pukul 11.05 WIB).
Pemda Sumut terus berusaha untuk memberantas gelandangan dan
pengemis yang sering kali memunculkan permasalahan baru di bidang kehidupan
sosial masyarakat. Lahirnya pemikiran untuk membahas Ranperda yang lebih
keras untuk melarang praktik gelandangan dan pengemis terutama yang
berkeliaran di pinggir jalan dan tempat-tempat keramaian lainnya merupakan
bukti keseriusan untuk meminimalkan populasi mereka. Rancangan Peraturan
Daerah berupa pemberian denda Rp. 6 juta bagi masyarakat yang memberikan
uang kepada gelandangan dan pengemis dinilai sangat tepat, bahkan
pelaksanaannya mendesak segera diberlakukan. Menurut anggota Komisi E
DPRD Sumut, Drs. Mursito Kabukasuda, pemberlakuan Perda itu diharapkan
sekaligus menghilangkan mental-mental pengemis yang belakangan seakan
semakin populer dan sudah semakin menjamur masyarakat Sumut yang bermental
pengemis(http://timkoordinasipenanggulangankemiskinan/profilkemiskinandIndo
Melihat permasalahan tersebut, maka Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Provinsi Sumatera Utara melalui UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang merupakan
salah satu pihak yang harus bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan
dan rehabilitasi kepada para gelandangan pengemis, agar mereka mampu
berfungsi secara sosial.
Warga sinaan Sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari
para gelandangan dan pengemis yang dirazia Satpol Pamong Praja dan
orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang datang dengan kemauan
sendiri, diserahkan oleh keluarga, mengungsi dan adanya bencana alam. Pada
awalnya warga binaan sosial diproses oleh para pegawai UPTD Pungai Sejahtera
Binjai, yaitu dengan melengkapi syarat administrasi, berupa pengisian data diri
secara lengkap. Setelah data diperoleh, warga binaan sosial langsung ditempatkan
di Zal Penampungan Razia untuk sementara waktu. Tujuannya untuk melihat
sejauh mana perkembangan mental dan spiritual yang dimiliki sebelum memasuki
tahap rehabilitasi dan bimbingan.
Untuk menjadi seorang warga binaan sosial harus memenuhi syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh UPTD adalah sebagai berikut :
1. Keluarga miskin dan harus mempunyai surat keterangan miskin dari Kelurahan setempat.
2. Tidak mempunyai keterikatan dengan Badan Hukum dan tidak menjadi tahanan.
3. Berusia produktif, 50 tahun kebawah.
5. Harus mempunyai KTP atau Kartu Keluarga.
Melalui tahap-tahap tersebut, pihak UPTD dapat mengetahui apakah para
gepeng dapat menjadi warga binaan sosial yang nantinya dibina dan dibekali
dengan beberapa keterampilan. Pada dasarnya, tidak semua gepeng mampu
terbuka dalam mengungkapkan masalah mereka, bahkan terdapat pula gepeng
yang tidak mau mengikuti pembinaan dan rehabilitasi serta mengganggap bahwa
kegiatan tersebut tidak diperlukan, sehingga mereka akhirnya melarikan diri dan
kembali melakukan kegiatan mengemis.
Gepeng yang telah melalui beberapa tahap tersebut, akhirnya dapat
menjadi warga binaan sosial yang memperoleh bimbingan dan pembinaan.
Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai
kepada para warga binaan sosial adalah sebagai berikut :
1. Pembinaan keagamaan
Pembinaan keagamaan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran
dalam beribadah, sesuai dengan agama yang dianut oleh para warga binaan
sosial. Pembinaan keagamaan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan agama
yang rutin agar warga binaan sosial menjadi orang-orang yang taat
beribadah dan mental yang dimiliki terbentuk dengan baik. Dalam
pembinaan keagamaan ini, para warga binaan sosial juga dibantu beberapa
instansi keagamaan yang ada di Binjai dan bekerjasama dalam
mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti kerjasama dengan
Kantor Departemen Agama Kota Binjai, yaitu dengan mendatangkan
2. Bimbingan sosial
Kegiatan pembinaan dalam bentuk bimbingan sosial yang dilakukan oleh
UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari :
a. Pemberian bimbingan dalam bentuk pengarahan dari Kepala
UPTD atau Kepala Seksi secara bergantian pada setiap
pelaksanaan apel pagi setiap hari senin - jumat pada pukul 08.00
WIB. Semua warga binaan sosial wajib mengikuti kegiatan
tersebut untuk dibina agar lebih disiplin.
b. Melaksanakan kerja bakti dengan membersihkan lingkungan
kantor dan tempat tinggal warga yang biasa disebut dengan
“kurvei”. Tujuannya agar lebih terlatih dalam menggerakkan badan
dan mengurangi rasa malas serta menambah keakraban diantara
warga binaan sosial.
c. Memberikan kepercayaan kepada warga binaan sosial laki-laki
untuk melakukan ronda malam secara bergiliran sesuai dengan
jadwal yang sudah ditetapkan. Ronda malam dilakukan pada setiap
malamnya oleh 10 orang warga binaan sosial (UPTD Pungai
Sejahtera Binjai, 2007).
3. Pelayanan konsultasi pribadi
Untuk memudahkan pelayanan dan pembinaan, ditentukanlah Bapak dan
Ibu asuh yang terdiri dari para pegawai di UPTD Pungai Sejahtera Binjai.
Setiap warga maupun keluarga dapat berkonsultasi langsung kepada
yang dihadapi individu maupun kelompok, termasuk juga masalah
keterampilan yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu
permasalahan yang sedang dialami oleh para warga binaan sosial.
4. Pelayanan kesehatan dan pelayanan kebutuhan dasar
Untuk menuju keluarga dan masyarakat yang sehat, UPTD Pungai
Sejahtera Binjai bekerjasama dengan Puskesmas Sambirejo dalam
penanganan warga binaan sosial yang memerlukan perawatan di
Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Binjai dengan membawa Surat
Keterangan Sakit dari UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Warga binaan sosial
yang menderita sakit ringan dapat dilayani di Poliklinik UPTD Pungai
Sejahtera Binjai yang dibuka setiap hari Jumat dengan mendatangkan
Perawat atau Bidan. Untuk pelayanan kebutuhan dasar, UPTD Pungai
Sejahtera Binjai memberikan makanan dan minuman, pakaian dan
perumahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga binaan
sosial.
5. Pembinaan keterampilan
Dalam pembinaan bidang keterampilan, para warga binaan sosial
diberikan pembinaan bidang keterampilan, diantaranya adalah
keterampilan pertanian dan perternakan yang langsung mendapat
bimbingan dari instruktur yang mahir, yang terdiri dari satu pegawai dari
UPTD Pungai Sejahtera Binjai yaitu Bapak Stel Barus dan beberapa orang
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih UPTD Pungai
Sejahtera Binjai sebagai tempat penelitian karena beberapa alasan yaitu :
a. Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah satu-satunya pusat
rehabilitasi, pelayanan dan bimbingan untuk para gelandangan dan
pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan
yang ada di bawah naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
b. Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai memiliki program yang cukup
menarik dan unik yaitu Program Keterampilan Pertanian, dimana program
ini ditujukan bagi para gepeng dan orang-orang yang rentan terhadap
kemiskinan, dan sebelumnya tidak mempunyai keterampilan dan
pengetahuan apapun, khususnya bidang pertanian, menjadi terampil
bahkan mandiri dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.
c. Untuk mengetahui sejauh mana dampak dari program keterampilan
pertanian bagi para warga binaan sosial dan mengevaluasi apakah
pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian telah efektif, karena
program tersebut merupakan program yang masih berjalan sampai saat ini.
Program Keterampilan Pertanian oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai
menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut
dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang penting, karena langkah ini
akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan (Nazir, 2003: 111).
Perumusan masalah harus jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar
terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Pelaksanaan Program
Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pungai Sejahtera Binjai ?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat Efektifitas Pelaksanaan Program
Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai.
2. Untuk mengetahui dampak dari Pelaksanaan Program
Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan positif terhadap pengembangan Ilmu
Kesejahteraan Sosial secara nyata, khususnya dalam
memberikan peranan yang dilakukan oleh para kelompok
pekerja sosial fungsional terhadap penanganan masalah para
gelandangan pengemis dan orang-orang yang rentan terhadap
masalah kemiskinan.
2. Melatih diri dalam mengembangkan pemahaman atau cara
berpikir dan menambah khasanah pengetahuan penulis
mengenai Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan
Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai dengan menerapkan
pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
3. Sebagai bahan masukan bagi peningkatan kualitas pelaksanaan
program keterampilan pertanian di Unit Pelaksana Teknis Dinas
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang
berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi
konsep, dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta
teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran
umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut
memperkaya karya ilmiah ini.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektifitas
2.1.1 Pengertian Efektifitas
Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Sementara itu
terdapat pengertian lain, yaitu “Efektifitas adalah pemanfaatan sumber
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada
waktunya(http://othenkplanet/pengertiantentangefektifitas/13november200
8/ diakses 20 Oktober 2009 pukul 11.00 WIB). Efektifitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika
hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektifitasnya.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa
jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut
sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat, 1986.
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon, 1986.
http://othenkplanet/pengertian tentangefektifitas/13 november2008/
diakses tanggal 20 Oktober 2009 pukul 11.00 WIB adalah sebagai berikut:
“Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”.
Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen,
yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan
hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1
a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar
atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.
b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang
daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai
(http://blog.wordPress.com/defenisi dan pengertian efektifitas/28
Maret/2009/ diakses 21 Oktober 2009 pukul 12.33 WIB).
Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum
1. Keberhasilan program.
2. Keberhasilan sasaran.
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989: 121).
2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektifitas
Pendekatan efektifitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang
berbeda dari lembaga damana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa
berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang
terjadi dalam lembaga mengubah input menjadi output atau program yang
kemudian dilemparkan kembali kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap
efektifitas terdiri dari :
1. Pendekatan Sasaran (Goal Approach)
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga
berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan
sasaran dalam pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi
sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi
dalam sasaran tersebut. Sasaran yang penting diperhatikan dalam
pengukuran efektifitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang
realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi
yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat
output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba
mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan
sasaran yang hendak dicapai.
2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)
Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu
lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang
dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai
macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat
menjadi efektif.
Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem
suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai
hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan
diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan
output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkali
bersifat langka dan bernilai tinggi.
Dalam mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem
dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur
efektifitas. Secara sederhana efektifitas seringkali diukur dengan jumlah
atau kuantitas berbagai jenis sumber yang berhasil diperoleh dari
lingkungan. Pengukuran efektifitas dengan pendekatan sumber ini
efektifitas berbagai lembaga yang jenis dan programnya berbeda dan
tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran.
3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach)
Pendekatan proses menganggap efektifitas sebagai efisiensi dan kondisi
kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif,
proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian
yang ada berjalan secara koordinasi. Pendekatan ini tidak
memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap
kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh
lembaga, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan
lembaga (Curnningham, 1978: 635).
2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektifitas
Efektifitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktifitas dan laba.
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan
memberikan hasil daripada pengukuran efektifitas berdasarkan sasaran resmi
dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut :
1. Adanya macam-macam output
Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan
pengukuran efektifitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk
dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling
bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektifitas tidak akan dapat diukur
pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektifitas yang rendah
pada sasaran lainnya. Selain itu, masalah juga muncul karena adanya
bagian-bagian dalam suatu lembaga yang menjadi sasaran yang
berbeda-beda secara keseluruhan, sehingga pengukuran efektifitas sering kali
terpaksa dilakukan dengan memperhatikan bermacam-macam secara
simultan.
Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektifitas adalah profil
atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektifitas pada setiap
sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering
dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran
efektifitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria
dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektifitas adalah :
1. Adaptabilitas dan fleksibilitas
2. Produktifitas
3. Keberhasilan memperoleh sumber
4. Keterbukaan dalam komunikasi
5. Keberhasilan pencapaian program
6. Pengembangan program (Steers, 1985: 546).
2. Subjektifitas dalam adanya penilaian
Pengukuran efektifitas dengan menggunakan pendekatan sasaran
seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran
yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan
dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu
masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang
sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu
lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat,
seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas.
Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu
tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara
kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada
subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung
oleh pendapat R.M Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan
elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan
menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai. Karena itu
perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan
apabila hendak bermaksud mengukur efektifitas program yang terdapat
pada lingkungan yang berbeda.
Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektifitas apabila
tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai
2.2 Warga Binaan Sosial
Warga binaan sosial adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang
mendapat pelayanan dan pembinaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan
kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya. Dalam penelitian
ini, warga binaan sosial yang ada adalah para gelandangan dan pengemis dan
orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang berasal dari berbagai
tempat dan mereka datang dengan berbagai alasan untuk mendapat bimbingan dan
pembinaan dalam bentuk keterampilan dari pihak Unit Pelaksana Teknis Dinas
Pungai Sejahtera Binjai yang ditangani langsung oleh para pekerja sosial yang
fungsional.
Terdapat tugas dan kewajiban warga binaan sosial di UPTD Pungai
Sejahtera Binjai yang harus dipatuhi yaitu sebagai berikut :
1. Setiap warga binaan sosial, baik laki-laki dan perempuan yang sudah
dewasa wajib mengikuti gotong royong kebersihan lingkungan mulai jam
08.00 – 09.00 WIB.
2. Setiap warga binaan sosial laki-laki yang dewasa wajib mengikuti jaga
malam sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
3. Setiap warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai
dilarang mengemis atau meminta sedekah diluaran.
4. Setiap warga binaan sosial yang keluar dari lokasi UPTD Pungai
5. Setipa warga binaan sosial yang laki-laki dewasa wajib mengikuti shalat
Jumat.
6. Setiap warga binaan sosial yang perempuan wajib mengikuti pengajian
pada hari Rabu.
7. Setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai wajib
mengikuti ceramah agama pada setiap hari Jumat.
8. Setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang
mempunyai tamu yang menginap, harus melaporkannya ke pimpinan
atau security UPTD Pungai Sejahtera Binjai paling lambat 1x24 jam.
9. Bagi warga binaan sosial yang sudah berkeluarga yakni yang suami istri
harus tetap tinggal bersama di dalam kompleks/ lokasi UPTD Pungai
Sejahtera Binjai.
10. Bagi suami yang selama ini tidak menjadi warga binaan sosial tidak
dibenarkan menitipkan istri dan anak-anaknya di UPTD Pungai Sejahtera
Binjai.
11. Bagi setiap warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang
tidak menaati tugas dan kewajiban tersebut diatas akan mendapat sanksi
sesuai dengan pelanggaran yang diperbuatnya dari pimpinan UPTD
Pungai Sejahtera Binjai.
12. Apabila ada warga binaan sosial UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang
melanggar tugas dna kewajiban tersebut diatas, maka akan diberikan
13. Apabila ada warga binaan sosial yang melaksanakan pelanggaran berat,
maka sewaktu-waktu pimpinan UPTD Pungai Sejahtera Binjai dapat
mengeluarkan warga binaan sosial tersebut dari lokasi/ kompleks UPTD
Pungai Sejahtera Binjai tanpa melalui surat peringatan I, II, dan III
(UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2008).
Jumlah warga binaan sosial yang diberikan pelayanan, bimbingan dan
rehabilitasi di UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah 215 orang. Tetapi dalam
penelitian ini, warga binaan sosial yang mendapat Program Keterampilan
Pertanian hanya berjumlah 38 orang, sedangkan bagi warga binaan sosial yang
lainnya, mendapat bimbingan untuk program-program lain.
2.3 Pekerja Sosial
Pekerja sosial adalah aktifitas profesional, yang ditujukan untuk menolong
orang, baik sebagai individu, kelompok, organisasi maupun masyarakat, dalam
rangka meningkatkan atau memperbaiki kemampuan berfungsi sosial mereka dan
menciptakan kondisi atau lingkungan sosial yang memungkinkan orang tersebut
mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian pekerja sosial berkepentingan
menyediakan pelayanan sosial yang efektif dan manusiawi untuk membantu
individu, keluarga dan masyarakat agar dapat berfungsi dan meningkatkan
2.3.1 Tujuan Pekerja Sosial
1. Membantu orang memperluas kompetensinya dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk menghadapi serta memecahkan
permasalahannya.
2. Membantu orang lain dalam memperoleh sumber-sumber
3. Membuat organisasi-organisasi yang responsif dalam
memberikan pelayanan sosial.
4. Memberikan fasilitas interaksi antara individu dengan individu
lain dalam lingkungan mereka.
5. Mempengaruhi interaksi antara organisasi-organisasi dengan
institusi-institusi.
6. Mempengaruhi kebijakan sosial maupun kebijakan lingkungan
(Susantyo, 2008: 5).
2.3.2 Fungsi Pekerja Sosial
1. Membantu orang meningkatkan dan meggunakan
kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang
mereka alami.
2. Mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber dengan
sumber yang ada, serta membantu orang mengatasi
masalah-masalah praktis dalam memanfaatkan sistem-sistem sumber.
3. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber,
yaitu dengan memberikan pelayanan konsultasi bagi
sistem-sistem sumber kemasyarakatan dan bertindak sebagai advokat
dari konsumen.
4. Memberikan fasilitas interaksi di dalam sistem-sistem sumber,
yaitu dengan menyalurkan informasi dari satu bagian sistem
kepada bagian sistem yang lain, serta membantu
mengorganisasikan sub-sub sistem dan bertindak untuk merubah
bagian-bagian sistem tersebut.
5. Mempengaruhi kebijakan sosial, yaitu mengumpulkan dan
menganalisis informasi tentang permasalahan dan kondisi yang
perlu diubah melalui perubahan kebijakan sosial.
6. Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material, yaitu
dengan menentukan kebutuhan dan ketepatan sumber-sumber
serta menetukan orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk
memanfaatkan sumber tersebut.
7. Memberikan pelayanan sebagai pelaksana kontrol sosial, yaitu
mensupervisi orang yang bertingkah laku menyimpang serta
memberikan lisensi kepada sumber-sumber yang memberikan
fasilitas untuk menjamin pelayanan yang memadai bagi
2.3.3 Metode Pekerja Sosial
1. Metode Social Case Work (Bimbingan Perseorangan)
merupakan suatu metode pokok yang dipergunakan untuk
menolong individu-individu atau keluarga-keluarga yang
mengalami kesukaran dalam fungsi sosialnya. Dalam pemberian
pelayanan dengan menggunakan meode ini, hubungan pribadi
ataupun relasi pekerja sosial dengan klien sangatlah
mempengaruhi hasil yang dicapai.
2. Metode Social Group Work (Bimbingan Kelompok)
merupakan metode pekerjaan sosial untuk membantu atau
melayani individu dalam suatu kesatuan kelompok atau untuk
membantu individu-individu melalui kelompok. Metode ini
menggunakan pendekatan yang beranekaragam untuk
pencapaian sekumpulan tujuan antara lain perubahan tingkah
laku, kesadaran diri sendiri dan pertumbuhan pribadi serta
keterampilan untuk menciptakan hubungan dengan orang-orang
lain.
3. Metode Community Organization and Community Developmnet (CO-CD)
merupakan metode dalam usaha kesejahteraan sosial yang
menitikberatkan objek pembahasannya pada pemberian bantuan
sosial bagi masyarakat. Fokus usaha tersebut dapat berupa
seperti aktifitas waktu luang, rekreasi dan daerah rukun tetangga
desa, kota dan sebagainya (Muhidin, 1992: 10).
Dalam pelaksanaan pemberian pelayanan dan bimbingan, pekerja sosial
yang merupakan pihak lembaga yang mempunyai tugas, fungsi dan dengan
menggunakan metode sesuai dengan penjelasan diatas adalah berjumlah 4 orang,
tetapi dalam pelaksanaan program keterampilan pertanian dilapangan, hanya ada 1
orang yang juga berperan sebagai instruktur pertanian di UPTD Pungai Sejahtera
Binjai, dibantu dengan instruktur pertanian yang ada di Dinas Pertanian
Kabupaten Langkat. Karena pihak lembaga tersebut sudah bersifat fungsional,
yang telah memenuhi kriteria sebagai seorang pekerja sosial yang fungsional.
2.4 Program Keterampilan Pertanian
Pemberian keterampilan adalah usaha pengarahan pada penyesuaian diri,
integritas pribadi dan pengembangan pribadi secara wajar dan bertanggung jawab,
sedangkan pelayanan dan pembinaan keterampilan adalah pelayanan sosial dalam
bidang peningkatan keterampilan, misalnya : bidang pertukangan, penjahitan,
kerajinan tangan, peternakan dan pertanian (Suparlan, 1983: 91). Begitu juga
dengan Program Keterampilan Pertanian adalah salah satu bentuk pelayanan
dalam pembinaan untuk mengarahkan seseorang atau kelompok dengan tujuan
untuk menambah dan meningkatkan keterampilan dalam bidang pertanian.
Program Keterampilan Pertanian merupakan salah satu program
Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara melalui UPTD Pungai
Sejahtera Binjai sebagai Pelaksana. Dalam Program Keterampilan Pertanian ini
selain harus mampu menguasai bagaimana cara menanam, memupuk, mengolah
dan memanen, diharapkan juga para warga binaan sosial dapat mengikuti
perkembangan alat dan mesin pertanian yang sudah modern dengan proses
pengoperasiannya yang sedemikian teraturnya. Mesin-mesin pertanian harus dapat
menggantikan pekerjaan tangan dengan standar hasil dan harus mendapatkan hasil
maksimal yang dicapai dengan menggunakan tenaga manusia.
Program Keterampilan Pertanian adalah proses pendidikan yang bertujuan
untuk mengubah pengetahuan sikap dan keterampilan dalam bidang pertanian
yang sasarannya adalah segenap warga binaan sosial yang ada di UPTD Pungai
Sejahtera Binjai. Metode yang diterapkan dalam program keterampilan pertanian
ini adalah belajar sambil bekerja dan mengajarkan pada warga binaan sosial untuk
lebih giat dalam mempelajari dan menguasai keterampilan pertanian tersebut.
Sedangkan pola komunikasi yang dikembangkan adalah komunikasi dua arah,
yaitu melalui teori yang disampaikan secara lisan dan praktik secara langsung
dilapangan serta dalam bentuk kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka sendiri. Program keterampilan pertanian ini harus mampu menumbuhkan
cita-cita yang dilandasi untuk selalu berpikir kreatif dan dinamis yang mengacu
pada kegiatan-kegiatan yang ada dan dapat ditemui di lapangan atau harus selalu
disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi oleh para warga binaan sosial.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
Program keterampilan pertanian adalah salah satu program keterampilan yang
gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah
kemiskinan, yang akan menjadi warga binaan sosial di UPTD Pungai Sejahtera
Binjai. Program ini langsung didampingi oleh instruktur pertanian yang ada di
UPTD Pungai Sejahtera. Selain itu, pemberian program keterampilan kepada para
warga binaan sosial bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Langkat.
Program Keterampilan Pertanian ini terdiri dari beberapa varietas yaitu:
a. Keterampilan Pertanian Jagung, yang terdiri dari jagung yang diproduksi untuk makanan ternak dan jagung manis untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
b. Keterampilan Pertanian Semangka.
c. Keterampilan Pertanian sayur mayur, seperti : bayam dan
kangkung.
Sedangkan Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian di UPTD Pungai
Sejahtera Binjai terdiri dari 2 tahap yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Awal
Pada tahap ini warga binaan sosial diberikan lahan binaan seluas 2
hektar. Disini mereka diberikan bimbingan awal dalam bidang
pertanian, yang terdiri dari :
a. Memotong batang jagung sisa panen, dikarenan lahan pada
tanaman jagung merupakan lahan pertanian yang paling luas
yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Kemudian rumput
dan sampah yang telah dibersihkan dibakar, tujuannya untuk
kegiatan ini, warga binaan sosial diberikan upah layak sebesar
Rp. 20.000,- per harinya dari pukul 09.00 – 16.00 WIB untuk
memicu semangat mereka.
b. Melalui instruktur pertanian diberikan penjelasan dalam bentuk
teori dan praktek mengenai tahap-tahap bagaimana cara
mengolah lahan, menanam, mengurus tanaman, memupuk,
membibit, sampai tahap memanen. Proses ini dapat berlangsung
lama, karena para warga binaan sosial yang sebelumnya tidak
mempunyai keterampilan dalam bidang pertanian harus
benar-benar menguasainya.
c. Selain itu, diberikan bimbingan dalam keterampilan
menggunakan alat-alat dan mesin pertanian. Tujuannya untuk
mempermudah kinerja dari para warga binaan sosial dalam
mengolah lahan mereka. Pada tahap ini diberikan juga
penjelasan dalam menggunakan teknologi mesin pertanian, yang
nantinya dapat berguna jika para warga binaan sosial membuka
lahan di tengah-tengah masyarakat. Tetapi dalam proses ini,
para warga binaan sosial yang baru saja mendapat keterampilan
dibantu oleh warga binaan sosial yang telah mendapat
keterampilan sebelumnya (UPTD Pungai Sejahtera Binjai,
2. Tahap Lanjut
Pada tahap ini warga binaan sosial yang telah mendapatkan
keterampilan pada tahap awal yang dinyatakan telah lulus dan mampu
dalam bidang pertanian, akan diberikan lahan seluas 14 hektar untuk
diolah sebagaimana mestinya. Lahan tersebut harus mampu
dipergunakan dalam mengolah tanaman jagung, semangka dan
sayur-mayur. Pada tahap lanjut ini juga, para warga binaan sosial lebih
mendapat pengawasan dari instruktur pertanian dari Dinas Pertanian
Kabupaten Langkat.
Dalam lahan tersebut, para warga binaan sosial akan dituntut lebih
kreatif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari varietas yang
ditanamnya. Karena pada saat inilah para warga binaan sosial
mendapatkan hasil tanaman yang akan dijual ke pasar ataupun
perusahaan. Hasil tersebut akan menjadi simpanan para WBS untuk
tabungan kedepan sebagai modal untuk dapat hidup di tengah-tengah
masyarakat (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2009).
2.5 Kesejahteraan Sosial
Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu program yang terorganisir dan
sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan
suatu konsep yang relatif baru berkembang (Muhidin, 1992: 1). Di dalam Kamus
Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan kesejahteraan sosial adalah merupakan
tertentu saja. Kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut
keseluruhan syarat yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam
mengembangkan kepribadiannya secara sempurna (Suparlan, 1983: 53).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kesejahteraan sosial adalah sebagai
suatu kondisi atau keadaan sejahtera, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak
hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Kemudian
pengertian tersebut disempurnakan menjadi suatu kegiatan yang terorganisasi
dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu
dengan lingkungan sosial mereka (Nurdin, 1989: 28).
Dalam UU No.11 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial Pasal 1, dijelaskan bahwa :
“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materil, spiritual, dan sosial warga negara agar dapt hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya“.
Terdapat pula beberapa pengertian kesejahteraan sosial menurut para ahli,
yaitu :
Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan
pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok
agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan
(Friedlander dalam Rukninto, 1994: 5). Kesejahteraan sosial termasuk didalamnya
adalah peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin
atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar
dari masyarakat serta menjaga ketenteraman dalam masyarakat (Wickenden
Melalui beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan pengertian
kesejahteraan sosial adalah pemenuhan kebutuhan materil maupun spiritual yang
meliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaiknya bagi diri,
keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia dengan Pancasila.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, program keterampilan pertanian
yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai ini dapat dijadikan sebagai program
kesejahteraan sosial bagi para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang
rentan terhadap masalah kemiskinan, agar dapat berfungsi secara sosial
sebagaimana mestinya. Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional,
sosial, ekonomi maupun kehidupan spiritual.
2.6 Kerangka Pemikiran
Program rehabilitasi tuna sosial gelandangan dan pengemis, seperti yang
ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah merupakan program pembangunan
bidang kesejahteraan sosial dan merupakan implementasi dari Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
Berbagai upaya telah dilakukan instansi teknis bersama masyarakat melalui
dalam panti maupun luar panti, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain; besarnya permasalahan
gelandangan dan pengemis yang tidak seimbang dengan jangkauan pelayanan,
keterbatasan SDM, dana, sarana dan prasarana. Selain itu, masyarakat masih
simpati dengan memberikan sebagian rezekinya kepada mereka yang
meminta-minta di persimpangan jalan dan di bawah lampu merah.
Menyikapi persoalan itu, Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi
Sumatera Utara menetapkan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai
sebagai salah satu lembaga pemerintah yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan, bimbingan dan rehabilitasi kepada para gelandangan dan pengemis
agar mereka dapat memperoleh keterampilan yang nantinya dapat digunakan
untuk kembali ketengah-tengah masyarakat.
UPTD Pungai Sejahtera Binjai telah menetapkan salah satu program yang
dapat membantu para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan
terhadap masalah kemiskinan yang tidak memiliki keterampilan dan pendidikan
sebelumnya. Program keterampilan pertanian ditetapkan sejak tahun 2003 sampai
dengan sekarang dan dianggap telah membuat suatu perubahan bagi para
gelandangan dan pengemis sebagai warga binaan sosial untuk dapat lebih mandiri
dan berfungsi secara sosial, sehingga dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.
Program Keterampilan Pertanian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu : Tahap
Awal, yaitu tahap dimana warga binaan sosial mendapat bimbingan awal yang
berupa memotong batang jagung dan rumput yang ada disekitar lahan kemudian