i
Bismillahirromanirrohim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Tentang Penerapan dan
Pelaporan Corporate Social Responsibility pada PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero).”
Penyusunan skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar
sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur. Dalam penulisan skripsi ini, kemungkinan masih terdapat kekurangan
yang tidak disengaja, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka dalam kesempatan ini dengan segala rendah hati penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Sudarto MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, Msi, selaku Ketua Program Studi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur.
ii
koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan Skripsi ini hingga terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur,
khususnya Jurusan Akuntansi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Budiarso dan Ibu Harhenik tercinta atas kasih sayang, do’a, semangat, bimbingan,
nasehat, dan dukungan yang tiada habisnya.
7. Adik – adikku tersayang Hendy Sugiarto dan Retno Ayu Arisandi yang telah memberikan
semangat, persahabatan, persaudaraan, dan kebersamaan selama ini.
8. Denny Rizkyka Pranata yang senantiasa menemani dalam suka maupun duka, atas kasih
yang diberikan saya ucapkan terima kasih.
9. Bagian PKBL PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero). Khususnya, Pak Bill L. Yuller, Pak
Djohan Hudoyo,Bu Anastianti Ratih K. D., Mas Nugroho, Mbak Diani terima kasih atas
ilmu, wacana, wawasan dan pengalaman yang bermanfaat.
10.Bapak Agus Harianto yang memberikan wacana berfikir dan motivasi yang sangat
berguna.
11.Seluruh pihak atau pribadi yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini saya
iii
Surabaya, Juni 2010
iv
KATA PENGANTAR……… i
DAFTAR ISI………... iv
DAFTAR TABEL……….. viii
DAFTAR GAMBAR………. ix
DAFTAR LAMPIRAN………. x
ABSTRAK……….. xi
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang……….... 1
1. 2. Rumusan Masalah……… 10
1. 3. Tujuan Penelitian………... 10
1. 4. Manfaat Penelitian………. 10
BAB II LANDASAN TEORI 2. 1. Review Penelitian Terdahulu……….. 12
2. 2. Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR)………... 19
2. 2. 1. Alasan pentingnya CSR………... 20
v
2. 4. 1. Prinsip dasar pelaksanaan CSR……… 29
2. 4. 2. Konsep Triple Bottom Line……….. 33
2. 5. Ruang ingkup CSR……….. 35
2. 6. Bentuk Penerapan CSR……….. 36
2. 6. 1. Klasifikasi bentuk penerapan CSR……….. 36
2. 6. 2. Tahap penerapan CSR perusahaan………. 38
2. 7. Perkembangan Model CSR di Indonesia………. 40
2. 7. 1. Penilaian PROPER……….. 41
2. 8. Pengungkapan (Reporting) CSR……….. 42
2. 8. 1. Definisi pengungkapan kinerja CSR……… 42
2. 8. 2. Alasan pengukuran dan pelaporan kinerja CSR………….. 43
2. 8. 3. Pro kontra mengenai pelaporan kinerja CSR……… 46
2. 9. Kerangka Konseptual……… 47
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Jenis Penelitian………. 49
3. 2. Lokasi Penelitian……….. 50
3. 3. Tahap – Tahap Penelitian………. 52
3. 4. Penentuan Informan……….. 53
vi
BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4. 1. Sejarah PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……….. 62
4. 2. Visi Dan Misi PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……….. 64
4. 2. 1. Visi PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……….. 64
4. 2. 2. Misi PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……….. 64
4. 3. CSR (Corporate Social Responsibility) di PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……….. 64
4. 3. 1. Struktur Organisasi PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)... 66
4. 4. Sejarah Bagian Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan……… 67
4. 5. Struktur Organisasi Bagian PKBL PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……… 68
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENERAPAN PELAPORAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 5. 1. Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)……… 69
vii
PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)………. 78
5. 1. 3. 1. Tahap perancanaan program CSR………. 78
5. 1. 3. 2. Pelaksanaan program CSR………. 79
5. 1. 3. 2. 1. Penetapan dana……….. 79
5. 1. 3. 2. 2. Pelaksanaan program kemitraan…………. 83
5. 1. 3. 2. 3. Pelaksanaan program bina lingkungan…… 86
5. 1. 3. 3. Evaluasi program CSR……… 87
5. 2. Pelaporan Program CSR………... 91
5. 2. 1. Arti pentingnya pelaporan CSR……….. 91
5. 2. 2. Penyusunan laporan CSR……….……... 93
5. 2. 3. Bentuk pelaporan CSR………... 94
5. 2. 4. Keterkaitan pelaporan dengan tahap evaluasi……….... 95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan……….. 97
6. 2. Saran……….... 99
viii
Tabel 1. Pelaksanaan CSR Perusahaan……….. 4
Tabel 2. Jumlah Mitra Binaan……… 9
Tabel 3. Kebijakan Penerapan CSR……….. 73
Tabel 4. Bentuk Laporan PKBL PT. Pelabuhan Indonesia III………. 74
Tabel 5. Realisasi Anggaran Program Kemitraan………. 80
ix
Gambar 1. Konsep Triple Bottom Line... 33
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Pelabuhan Indonesia III ( Persero)………. 66
x
Lampiran I Surat Ijin Penelitian dari PT. Pelabuhan Indonesia III
Lampiran II Reduksi Dari Wawancara
xi
Hardi Segaranto
Abstrak
Perusahaan sebagai entitas bisnis yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat, tidak bisa lepas dari tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Filosofi pelaksanaan tanggung jawab sosial yang bersifat sukarela bertolak belakang dengan pelaksanaannya di perusahaan BUMN disebabkan adanya unsur mandatori berupa kebijakan pemerintah. PT. Pelabuhan Indonesia III adalah BUMN yang bergerak di bidang jasa inti kepelabuhanan dan jasa-jasa terkait lainnya tentu mempunyai motivasi tersendiri dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR). PT. Pelabuhan Indonesia III tidak dapat mengelak untuk melakukan reporting aktifitas CSR sebagai wujud pelaksanaan transparansi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak menggambarkan dan menguraikan penerapan serta pelaporan CSR pada suatu perusahaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan apa adanya. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari informan serta dokumen – dokumen yang mendukung. Tahap penelitian dibagi menjadi 4 tahap yang bersifat cyclical.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Pelabuhan Indonesia III dalam menerapkan CSR mengacu pada PER-05/MBU/2007 dan SE-04/MBU.S/2007. Motif yang dilakukan kendati secara normatif berasal dari kesadaran tapi tidak lepas dari kebutuhan akan eksistensi dan corporate image. Tahapan evaluasi belum bisa mengakomodir secara data perkembangan mitra binaan dikarenakan keterbatasan SDM. Pelaporan yang dilakukan sangat penting karena menyangkut prinsip transparansi dan penyusun pelaporan adalah bagian administasi dan pelaporan PKBL yang juga terdapat permasalahan berupa belum adanya staf ahli. Secara bentuk pelaporan mengacu pada peraturan menteri BUMN.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan tidak hanya memiliki sisi tanggung jawab ekonomis kepada
para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan menaikkan harga
saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah. Perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya akan berinteraksi secara langsung maupun
tidak langsung dengan lingkungannya. Interaksi ini karena sumber-sumber
ekonomi yang digunakan oleh perusahaan secara keseluruhan berasal dari
lingkungan dan pada akhirnya dikonsumsi juga oleh lingkungan. Seperti
pandangan Dr. David C. Kortens tentang dunia bisnis dalam bukunya when
Corporations Rule the World, melukiskan bahwa dunia bisnis selama setengah
abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini.
“Institusi yang dominan di masyarakat manapun, harus mengambil tanggung
jawab untuk kepentingan bersama. Setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan
yang diambil, haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut” (SWA :
2005). Kekuasaan yang terpusat di tangan korporasi bisnis modern semakin
memperlihatkan bahwa setiap tindakan yang diambil korporasi membawa
perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang sangat besar terhadap
lingkungannya.
Berbagai alasan digunakan untuk mendukung pengakomodasian tanggung
jawab sosial seperti yang diungkapkan oleh Belkaoui (2000 : 230) bahwa secara
implisit diasumsikan bahwa organisasi seharusnya bertindak untuk
memaksimalkan kesejahteraan sosial, jika terjadi kontrak antara organisasi
dengan masyarakat. Dengan demikian, organisasi memperoleh sejenis legitimasi
dari masyarakat. Berbagai hukum kemasyarakatan memberikan persetujuan agar
kontrak menjadi lebih eksplisit. Sementara kontrak sosial diasumsikan implisit.
Hukum ini berisi aturan main yang harus dipilih organisasi yang akan menjadi
kontrak sosial. Melalui hukum – hukum yang implisit dan eksplisit ini,
masyarakat mendefinisi aturan – aturan pertanggungjawaban bagi organisasi.
Di Indonesia pengakomodasian unsur tanggung jawab sosial belum
dijalankan dengan baik dan wajar dalam proses penilaian dampak sosial maupun
dalam pelaporan. Ini dibuktikan dengan begitu banyak timbul berbagai konflik
dan masalah pada perusahaan seperti demonstrasi dan protes yang menyiratkan
ketidakpuasan beberapa elemen stakeholders pada manajemen perusahaan.
Fenomena tersebut memberikan pemahaman untuk memberikan guideline bahwa
tanggung jawab perusahaan bukan lain sebagai entitas yang mementingkan diri
sendiri sehingga alienasi atau eksklusifitas dari lingkungan masyarakat,
melainkan sebuah entitas yang wajib melakukan adaptasi kultural dari lingkungan
Tanggung jawab sosial perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi
(menciptakan profit demi kelangsungan usaha) melainkan juga tanggung jawab
terhadap sosial dan lingkungan. Dunia usaha tidak lagi diharadapkan pada
tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line. Yaitu nilai perusahaan
(corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja namun
juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. (Wibisono, 2007).
Majalah SWA, dalam satu riset (berlangsung Juni-November 2005)
terhadap 45 Perusahaan tentang pelaksanaan CSR, menemukan fakta – fakta
menarik. Dengan memfokuskan pada tiga komponen yakni sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Perusahaan – perusahaan tersebut memberi sejumlah jawaban untuk
program, aspek sosial masih mendominasi aktivitas CSR perusahaan, 49,53%.
Dalam aktivitas sosial itu sendiri, kesehatan, pendidikan, dan renovasi sekolah
menempati tiga besar. Sementara itu, pembinaan UKM menempati peringkat
pertama aktivitas ekonomi. Adapun dalam aktivitas lingkungan, pembinaan dan
kampanye lingkungan hidup menjadi kegiatan yang paling banyak dilakukan
Tabel 1. Pelaksanaan CSR Perusahaan
Program yang Dijalankan Perusahaan
Sosial Lingkungan Ekonomi 49,53% 25,70% 24,76%
Program Sosial yang Dijalankan Perusahaan
Pelayanan dan kampanye kesehatan Beasiswa pendidikan
Pembangunan dan renovasi sarana fisik sekolah Pembangunan dan renovasi sarana fisik non sekolah Sumbangan sosial untuk bencana alam
Sekolah binaan
Pendidikan dan pelayanan TI Lainnya 17.92% 12.26% 9.43% 8.49% 8.49% 4.72% 3.77% 34.90%
Program Ekonomi yang Dijalankan Perusahaan
Pemberdayaan dan Pembinaan UKM dan pengusaha Kemitraan dalam penyediaan keb dan bhn baku prod Kredit pembiayaan & bantuan modal untuk peng usaha Pengembangan agrobisnis
Pemberdayaan dan pengembangan tenaga kerja lokal Lainnya 37.74% 24.53% 13.21% 7.55% 5.66% 11.32%
Program Lingkungan yang Dijalankan Perusahaan
Pembinaan dan kampanye lingkungan hidup Pengelolaan ligkungan fisik agar terlihat asri Pengelolaan limbah
Pembangunan sarana air bersih Penanaman pohon/penghijauan Pertanian anorganik Lainnya 18.18% 16.36% 10.91% 10.91% 9.09% 7.27% 27.27%
Di samping itu, beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini juga ikut
menyadarkan akan arti penting penerapan CSR. Sebagai contoh yang masih
sangat segar adalah kasus PT Freeport Indonesia di Papua, kasus TPST bojong di
Bogor, kasus PT Newmont di teluk Buyat, atau bahkan yang lebih fenomenal
yaitu kasus lumpur panas di ladang migas PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo. Pada
kasus – kasus tersebut mengakibatkan perusahaan mengeluarkan anggaran yang
tidak kecil bahkan terhenti operasionalnya akibat adanya komplain masyarakat
(www.sinarharapan.co.id).
CSR dapat dijalankan melalui tiga pilar yaitu sosial, ekonomi dan
lingkungan. Kegiatan yang dilakukan dalam berupa Community Development
yang kemudian dikembangkan untuk mencapai citra yang baik di mata para
stakeholders perusahaan. Adanya beberapa pihak yang masih memandang
pelaksanaan CSR dalam konteks profitabilitas perusahaan merupakan tantangan
tersendiri, karena seyogyanya perusahaan juga harus memperhatikan orang dan
lingkungan sekitarnya. Di sini kemitraan antara perusahaan dengan pemerintah
dan masyarakat sipil merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan CSR (Pambudi,
2006).
Perusahaan yang mengedepankan konsep community development lebih
menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat
sehingga dapat menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial
perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang –
peluang sosial ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi
Selain itu akan tumbuh trust (rasa percaya) dan sense of belonging (rasa
memiliki) akan terbentuk dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan
adanya manfaat atas kehadiran perusahaan.
Deskripsi lingkungan tempat akuntansi beroperasi secara tidak langsung
akan menunjukkan hubungan antara prinsip atau standart akuntansi dengan
fenomena dunia nyata. Apabila lingkungan berubah, maka akuntansi harus
mengikuti perubahan tersebut agar akuntansi tetap mempunyai peran serta
bermanfaat bagi lingkungannya. Akuntansi berurusan dengan perusahaan, yang
merupakan kelompok sosial; akuntansi berkaitan dengan transaksi dan peristiwa
ekonomik lain yang memiliki konsekuensi sosial dan mempengaruhi hubungan
sosial; akuntansi menghasilkan pengetahuan yang berguna dan bermakna bagi
manusia yang terlibat dalam aktivitas yang memiliki implikasi sosial; akuntansi
terutama bersifat mental. Atas dasar pedoman yang tersedia tersebut, akuntansi
adalah sebuah sains sosial. (Belkaoui, 2000)
Akuntansi sebagai bagian tak terpisahkan dari perusahaan, berupaya
mengakomodasi perubahan kecenderungan tersebut dengan melahirkan akuntansi
sosioekonomi sebagai wujud kepentingan terhadap pertukaran perusahaan dengan
lingkungan sosialnya. Menurut Belkaoui (1986:339) akuntansi sosioekonomi
didefinisikan sebagai proses pengurutan, pengukuran, dan pengungkapan
pengaruh yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dan lingkungan
sosialnya. Akuntansi sosioekonomi adalah suatu ekspresi tanggungjawab sosial
terdiri dari penggunaan sumber – sumber sosial. Apabila aktifitas perusahaan
menyebabkan habisnya sumber sosial, maka hasilnya adalah berupa biaya sosial,
apabila aktifitas perusahaan menyebabkan bertambahnya sumber sosial, maka
hasilnya adalah berupa faedah sosial.
Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi yang tinggi,
perusahaan perlu mengungkapkan kinerja CSR dalam “laporan CSR” atau
“laporan keberlanjutan” (sustainability report). Melalui laporan ini akan
terungkap apakah tingkat keterbukaan perusahaan sudah satu level dengan
harapan masyarakat. (Darwin, 2006). Hal tersebut sesuai dengan asumsi bahwa
terdapat kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat, maka sudah
seharusnya perusahaan mengungkapkan kinerja sosialnya kepada pihak eksternal
sebagai informasi dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam hal prospek
perusahaan.
Idealnya, perusahaan yang menggelar program CSR melakukan
serangkaian proses sejak desain atau perencanaan program, implementasi
program, monitoring program, evaluasi program hingga membuat pelaporan atau
reporting (Wibisono,2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa proses terakhir dari
penerapan program CSR adalah reporting, dan dari seluruh proses yang terjadi
merupakan langkah – langkah yang berkesinambungan.
Perseroan tidak dapat mengelak dari keterkaitanya dengan problematika
sosial dan lingkungan yang terjadi. Pengakomodasian tanggung jawab sosial
perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia III yang bersifat imperatif, bertolak
sehingga untuk mengkaji motif penerapan CSR, pengelolaan dana, evaluasi
program sampai ke pelaporan merupakan persoalan yang menarik.
Wujud penerapan CSR di PT. Pelabuhan Indonesia III yang didasari
regulasi pemerintah dituangkan dalam aktifitas Program Kemitraaan dan Bina
Lingkungan. Unit PKBL sebagai pelaksana program CSR PT. Pelabuhan
Indonesia III mempunyai kewenangan dalam pengelolaan dan pelaporan aktifitas
sosial, sehingga PKBL mempunyai kedudukan yang mandiri dan berkewajiban
untuk menyajikan laporan keuangan secara terpisah dengan laporan keuangan
perusahaan serta bertanggung jawab atas aktifitas ekonomi dan pengendalian
administrasinya.
Tahap – tahap yang dilakukan PKBL dalam melaksanakan aktifitas sosial
merupakan proses yang linier dan berkesinambungan mulai perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan reporting. Berdasarkan fenomena di lapangan, terdapat
kendala pada tahap evaluasi yang merupakan bentuk evaluasi terhadap
keberhasilan PT. Pelabuhan Indonesia III dalam melakukan pembinaan mitra.
Evaluasi (monitoring) yang dilakukan belum bisa mengakomodasi data
perkembangan mitra binaan seperti data omset, tenaga kerja, dan aset. Hasil
evaluasi yang dilakukan sangat diperlukan untuk tahapan pelaporan, diharapkan
dari point pelaporan tersebut dapat diketahui efektif atau tidaknya program yang
dijalankan mengingat jumlah mitra binaan yang selalu meningkat dari tahun ke
Tabel 2. Jumlah Mitra Binaan
Jumlah mitra binaan
Keterangan Tahun
2009
Tahun 2008
Tahun 2007 Jumlah Mitra Binaan Awal
Mitra Binaan Tahun Berjalan
5.790 642
5.138 652
4.639 499
Jumlah Mitra Binaan 6.432 5.790 5.138
Sumber : Laporan PKBL PT. Pelabuhan Indonesia III
Berbagai permasalahan yang muncul dalam penerapan CSR
mengimplikasikan pada tahap penyusunan laporan (Reporting) sebagai salah satu
unsur transparansi dalam penerapan CSR. dimana diharapkan dari laporan
tersebut dapat menjadi evaluasi terhadap pengakomodasian unsur tanggung
jawab sosial di PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero).
Agar kedepannya terjadi penyempurnaan secara berkesinambungan bagi
penerapan CSR mengingat betapa pentingnya jika perusahaan menanamkan CSR
menjadi satu dengan jiwa korporasi dengan selalu berkontribusi kepada
lingkungan dan masyarakat, secara umum penelitian ini tertuju pada studi tentang
penerapan dan pelaporan kegiatan CSR pada PT. Pelabuhan Indonesia III
(persero).
Berdasar penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul :
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah antara lain sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) pada
PT. Pelabuhan Indonesia III?
2. Bagaimana PT. Pelabuhan Indonesia III melaporkan kegiatan Corporate
Social Responsibility (CSR)?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan penerapan kegiatan Corporate Social Responsibility
(CSR) pada PT. Pelabuhan Indonesia III
2. Untuk memberi gambaran mengenai pelaporan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) pada PT. Pelabuhan Indonesia III
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi PT Pelabuhan Indonesia III
Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajemen mengenai
keefektifan penerapan CSR, manfaat dan kontribusi yang riil dirasakan oleh
masyarakat sekitar pada khususnya dan stakeholder pada umumnya.
2. Bagi masyarakat
Untuk memberikan wawasan tentang penerapan Tanggung jawab sosial
suatu perusahaan untuk kemudian dijadikan tolak ukur kinerja suatu
3. Bagi Peneliti dan Peneliti lain
Memberikan kontribusi untuk memperkaya wacana dan referensi seputar
CSR. Dan diharapkan dapat menjadi sarana untuk mendulang inspirasi positif
dan kreatif yang kemudian berdampak pada peningkatan implementasi CSR
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang Corporate Social Responsibility (CSR) telah
dilakukan juga oleh para peneliti terdahulu. Salah satunya yang dilakukan oleh
Mirfazli dan Nurdiono (2007) sebagai berikut, pengakomodasian unsur tanggung
jawab sosial belum dijalankan oleh perusahaan dengan baik dan wajar dalam
proses penilaian dampak sosial maupun dalam pelaporan. Ini dibuktikan dengan
begitu banyak timbul berbagai konflik dan masalah pada industrial seperti
demonstrasi dan protes yang menyiratkan ketidakpuasan beberapa elemen
stakeholders pada manajemen perusahaan. Oleh sebab itu penelitian ini menilai
praktik tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan dampak sosial perusahaan
yang bergantung pada karakteristik operasi perusahaan. Karakteristik operasi
perusahaan yang menghasilkan dampak sosial yang tinggi akan menuntut
pemenuhan tanggung jawab sosial yang lebih tinggi pula. Pelaksanaan
tanggungjawab sosial akan disosialisasikan kepada publik melalui pengungkapan
sosial dalam laporan tahunan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan
kelompok aneka industri dasar yang tergolong industri High-Profile dan Low
Profile. Sehingga dapat diketahui apakah semakin besar perusahaan tersebut
maka semakin besar pula tanggung jawab sosial dalam pelaksanaan dan
pelaporannya.
Alat analisa yang digunakan berbentuk deskriptif kualitatif, yaitu metode
yang mengambarkan dan menjelaskan karakteristik daya agar hasil penelitian
dapat memberikan gambaran yang jelas. dan kuantitatif dengan metode content
analysis. Berupa pengolahan data meliputi pengecekan dan perhitungan item –
item pengungkapan sosial yang ada dalam laporan tahunan.
Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial seluruh tema
antara perusahaan dalam kelompok high-profile dengan perusahaan dalam
kelompok aneka industri low-profile. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya
dampak sosial yang muncul pada sebagian perusahaan dalam dua kelompok di
atas yang termasuk dalam tipe high-profile yang mendorong mereka untuk
melakukan dan mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Mardiyah dan Widyastuti
(2007) memposisikan penelitian ini pada penjelasan tentang variable –variabel
yang memperngaruhi menerapan CSR berdasarkan persepsi manajer perusahaan,
kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dilaporkan kepada stakeholders. Dan
stakeholders perusahaan terdiri dari berbagai macam pihak. Ada pemegang
saham, pemerintah, dan masyarakat umum. Pemerintah berkeinginan agar
masyarakat mengharapkan perusahaan mampu menjadi tempat pencari nafkah,
selain itu perusahaan dituntut untuk memproduksi barang yang ramah
lingkungan.
Sehingga penelitian ini akan merumuskan permasalahan apakah regulasi
pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi lingkungan, tekanan media
massa, serta tekanan investor dan kreditor berpengaruh terhadap penerapan CSR.
Tujuan penelitian ini adalah utuk menguji secara empiris pengaruh antara
elemen – elemen stakeholders dengan penerapan CSR dan untuk menguji
pengaruh CSR terhadap akuntansi sosial. Yang diharapkan dapat berkontribusi
memberikan dorongan terhadap suatu sikap tentang tanggung jawab sosial yang
besar pada perusahaan yang berperan dalam menghadapi masalah – masalah
lingkungan, juga pemerintah dan masyarakat sebagai alternative referensi untuk
mengevaluasi kenerja perusahaan.
Penelitian ini bersifat menggunakan kuesioner atau wawancara. Subyek
yang menjadi target penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur mempublik
(go public) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sampel penelitian sebanyak 20
perusahaan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pada
regulasi pemerintah, tekanan media massa dan tekanan investor atau kreditor. Hal
tersebut membuktikan bahwa penerapan CSR sangat dipengaruhi oleh elemen –
elemen stakeholders tersebut. Dan elemen – elemen stakeholders yang lain, yaitu
: tekanan masyarakat dan tekanan organisasi lingkungan kurang berpengaruh
terhadap penerapan CSR, dan juga terdapat pengaruh tanggung jawab sosial
disimpulkan bahwa regulasi pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi,
tekanan media massa dan tekanan investor atau kreditor berpengaruh terhadap
penerapan CSR.
Penelitian tentang CSR juga dilakukan oleh Sukarno dan Anggraini
(2007) dalam konteks corporate image. Penelitian ini menyatakan bahwa kinerja
sosial perusahaan merupakan hal yang cukup penting bagi corporate image.
Terutama dalam jangka panjang perusahaan yang dapat memberikan kontribusi
cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan
demikian kinerja sosial perusahaan dalam hal ini CSR dapat menjadi salah satu
ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. Citra atau reputasi perusahaan sendiri
merupakan salah satu asset yang sangat berharga. Dalam hal ini yang menjadi
objek penelitian adalah PTPN X yang dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap salah satu kebutuhan pokok serta bertanggung jawab kepada
kegiatan yang sifatnya tidak hanya mengutamakn aspek profitabilitas saja namun
juga perlu dipikirkan dampak sosialnya. Aktifitas operasional pabrik gula
tersebut sangat berdampak serius jika tidak ditangani dengan tepat seperti
masalah pembungan limbah gula dan tetes.
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai apakah kinerja sosial merupakan
hal yang penting bagi Corporate Image sejalan dengan bagaimana perusahaan
sadar dan kemudian tanggap terhadap isu sosial dan bagaimana perusahaan dalam
aktifitas operasinya mempertimbangkan aspek CSR.
Teknik analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural
menggunakan SEM, pertama terdapat variable latent/faktor, dan yang kedua
bertujuan mengkonfirmasi model. Data yang dikumpulkan dari responden masih
bersifat kualitatif. Untuk memperoleh gambaran yang memberikan profil
Corporate Social Responsibility dan Corporate Reputation dilakukan
pentabulasian yang selanjutnya diuji reliabilitas dan validitasnya.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor Corporate Social
Responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap faktor stakeholders
dan faktor Corporate Function, sedangkan faktor CSR berpengaruh tidak
signifikan terhadap faktor manajemen, faktor stakeholders berpengaruh positif
dan signifikan terhadap faktor Corporate reputation dan faktor Corporate
Function berpengaruh signifikan dan negatif terhadap faktor Corporate
Reputation. Dengan demikian dapat digaris bawahi dari penelitian ini bahwa
dalam pengakomodasian unsur tanggung jawab sosial perusahaan stakeholders
memegang peranan yang sangat penting dalam pembangunan Corporate Image.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nursahid, Fajar (2006)
sebagai berikut, penelitian ini mengambil obyek perusahaan BUMN besar di
Indonesia. Praktik kedermawanan sosial BUMN yang bersifat imperatif tentu
bertolak belakang dengan filosofi kedermawanan itu sendiri yang bersifat
sukarela. Oleh sebab itu, sangat mungkin terdapat kompleksitas masalah baik
dalam pengalangan, pengelolaan, maupun penyaluran dana / program sosial yang
ditujukan ke masyarakat. Selain itu, motivasi berderma dan keberlanjutan praktik
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan diatas. Pertanyaan
– pertanyaan pokok diajukan, meliputi : (1) bagaimana pola kedermawanan sosial
BUMN dilakukan menyangkut penggalangan, pengelolaan, dan penyaluran dana
bantuan atau program sosial yang ditujukan ke masyarakat; (2) motif yang
melatarbelakangi praktek kedermawanan sosial tersebut; (3) visi kebijakan sosial
perusahaan; (4) persepsi stakeholder (terutama masyarakat penerima bantuan);
dan (5) kemungkinan untuk melakukan transformasi praktik kedermawanan atau
alternatif model dari sifatnya yang imperatif (affirmative action) ke arah
kesukarelaan (volunteerism) dan memperhatikan aspek keberlanjutan
(sustainability).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan porposif sampel
dengan mengambil sampel 3 dari 162 BUMN di Indonesia : PT. Krakatau Steel,
PT. Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia. Mereka terpilih sebagai bagian
besar BUMN yang menerapkan strategi industri dan filantropi yang besar dan
sebagian perusahaan tersebut berada di kota yang berbeda cilegon, jakarta dan
bandung. Sehingga memungkinkan adanya variasi dalam donasi yang terkait
dengan permintaan dan kebutuhan dari masyarakat sekitar perusahaan. Data telah
selesai dikumpulkan pada Maret – Juni 2005 meliputi eksplorasi dari dokumen,
observasi dan wawancara.
Dalam prakteknya penyelenggaraan program – program sosial oleh PT.
Krakatau Steel, PT. Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia menemui
sejumlah kendala pokok terkait dengan ketentuan makro yang menjadi dasar
kurang fleksibel terutama menyangkut alokasi bidang bantuan. Pembatasan
terhadap lima obyek bantuan (pendidikan, kesehatan, sarana umum, sarana
ibadah dan bencana alam) seringkali tidak dapat mengakomodir kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Selain itu, skema bantuan Program Bina Lingkungan yang
mengharuskan penyaluran bantuan secara langsung oleh BUMN yang
bersangkutan juga tidak memungkinkan adanya institusi pendamping
sebagaimana dikenal dalam konsep pengembangan masyarakat. Makanya jarang
sekali program – program sosial BUMN dikerjasamakan dengan LSM atau
organisasi masyarakat sipil lainnya sehingga terjadi penguatan kapasitas
kelembagaan (capacity building) bagi lembaga pelaksana tersebut.
Secara umum dari penelitian yang dilakukan terhadap praktik
kedermawanan sosial oleh ketiga BUMN dapat disampaikan sejumlah
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar derma atau bantuan sosial yang diberikan oleh ketiga
perusahaan BUMN ke masyarakat masih bersifat karitas ketimbang
filantropis
2. Kendati secara normatif penyelenggaraan program sosial ini didorong oleh
kesadaran untuk bertanggngjawab secara sosial pada umumnya kepentingan
untuk membentuk citra positif perusahaan melalui bantuan terasa lebih
menonjol
3. Perusahaan belum memiliki cetak-biru (blueprint) terkait dengan
penyelenggaraan derma sosial, salah satu penyebanya adalah karena sifat
4. Pada umumnya stakeholder mempunyai persepsi positif terhadap perusahaan
terkait dengan penyelenggaraan bantuan. Namun demikian ada sejumlah
pandangan kritis, misalnya pemihakan secara jelas antara perusahaan dan
kelompok marjinal, keberlanjutan pembinaan pasca bantuan, terutama
menyangkut program peningkatan SDM masyarakat sekitar.
5. Dilihat dari bentuk kontribusi , motivasi, pengelolaan, dan pengorganisasian
program, praktik derma yang dilakukan oleh perusahaan masih dikategorikan
sebagai karitas dan ini sebenarnya merupakan bentuk yang paling tradisional
dari penyelenggaraan derma
6. Belum ada satupun perusahaan yang menerapkan mekanisme voluntari dalam
penyelenggaraan program. Meskipun gagasan mengenai voluntari ini dapat
diterima, dipandang relevan, dan mungkin akan diterapkan dalam
pengelolaan derma sosial BUMN kedepan
2.2. Latar Belakang Tanggung Jawab Sosial perusahaan (CSR)
Teknologi suatu sistem perekonomian meletakkan suatu struktur pada
masyarakatnya yang tidak hanya menentukan akivitas ekonominya tetapi juga
mempengaruhi hubungan sosialnya dan kesejahteraannya. Oleh karenanya suatu
pengukuran yang terbatas pada konsekuensi ekonomi saja tidaklah memadai
sebagai suatu penaksiran hubungan sebab – akibat sistem semesta pengukuran ini
mengabaikan pengaruh sosial (Belkaoui:1986)
Setiap perusahaan selayaknya memahami bahwa setiap perusahaan yang
tertentu tersebut. Dalam kondisi seperti itu, perusahaan tidak bisa cuek terhadap
manusia – manusia di sekelilingnya. Itulah sebabnya, perusahan seharusnya
menyadari dan tidak hanya cukup mengetahui bahwa lingkungan sosial harus
dijaga, dengan cara mengusahakan kurangnya dampak atau imbas psikologis,
ekonomi dan budaya terhadap orang – orang disekelilingnya. Perhatian terhadap
manusia di sekeliling perusahaan harus semakin ditingkatkan kalau perusahaan
menyandang nama sebagai industri dengan skala besar. Karena perusahaan
mengusung teknologi tinggi dengan resiko yang tinggi pula. Sebelum perusahaan
atau pabrik menimbulkan masalah fisik, kehadirannya sendiri telah menimbulkan
situasi yang menyebabkan manusia di sekelilingnya menjadi terpencil, terlebih
jika mereka tidak mampu memahami teknologi yang diterapkan dalam
perusahaan. Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang demikian, perusahaan
menyelenggarakan kegiatan kontribusi bagi penduduk yang tinggal di sekitar
(Soemanto,2007).
2.2.1. Alasan pentingnya Penerapan CSR
Setidaknya ada 3 alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti
merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi
usahanya (Wibisono, 2007) :
1. Perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila
perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti
menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan
timbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, di samping
sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan (Discomfort)
pada masyarakat.
2. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat
simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat,
setidaknya Licence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta
harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.
3. Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam
atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bias berasal akibat
dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjanganstruktural dan
ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Penyebab lain timbulnya tanggung jawab sosial perusahaan adalah
dengan adanya kecenderungan beralihnya perhatian pada kesejahteraan individu
kearah kesejahteraan sosial, yang bergerak dari kegiatan mencari keuntungan
sebesar besarnya tanpa melihat efek sampingnya kearah mencari laba yang
berwawasan lingkungan. Hal itu menimbulkan berbagai berbagai pemikiran
tentang tanggung jawab sosial perusahaan menurut (Harahap, 2003) sebagai
1. Kecenderungan terhadap Kesejahteraan Sosial
Sejarah menunjukkan bahwa kelangsungan hidup manusia, kesejahteraan
masyarakat yang sebenarnya hanya dapat lahir dari sikap kerjasama antar unit
– unit masyarakat itu sendiri. Negara tidak bisa hidup sendiri tanpa partisipasi
rakyatnya, perusahaan juga tidak akan maju tanpa dukungan langganannya
maupun lingkungan sosialnya. Kenyataan ini semakin disadari dan semakin
dibutuhkan pertanggungjawabannya.
2. Kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan
Dalam literatur, paradigma ini dikenal dengan the human exceptionalism
paradigm menuju the new environtment paradigm paradigma yang pertama
menganggap bahwa manusia adalah makhluk unik di bumi yang memiliki
kebutuhan sendiri yang tidak dapat dibatasi oleh kebutuhan makhluk lain.
Sebaliknya paradigma yang terakhir menganggap bahwa manusia adalah
makhluk di antara bermacam – macam makhluk yang mendiami bumi, saling
mempunyai keterikatan, sebab akibat dan dibatasi oleh sifat keterbatasan itu
sendiri baik sosial, ekonomi atau politik.
3. Perspektif ekosistem
Orientasi yang terdahulu lebih diarahkan kepada pembangunan ekonomi,
efisiensi, profit maximation sehingga, menimbulkan krisis ekosistem.
4. Ekonomisasi vs Sosialisasi
Ekonomisasi hanya mengarahkan kepuasan individual sebagai suatu unit
yang selalu mempertimbangkan cost dan benefit tanpa memperhatikan
terhadap kepentingan sosial dan selalu mempertimbangkan efek sosial yang
ditimbulkan oleh kegiatannya.
Walaupun sosialisasi belum tampak nyata. Namun pengaruh pemerintah dan
tekanan sosial cenderung menguntungkan kepedulian sosial. Akhirnya
diperlukan suatu alat untuk mengukur sejauh mana pengaruh perusahaan
terhadap masyarakat.
2.2.2. Latar Belakang Perkembangan CSR
CSR adalah konsep yang berliku – liku, pada awalnya filantropi atau
kedermawanan dianggap sebagai sinonim tanggung jawab sosial perusahaan.
Secara garis besar latar belakang perkembangan CSR dapat digambarkan sebagai
berikut (Noke Kiroyan, 2006) :
1. Didorong akal sehat di kalangan yang beranggapan dukungan masyarakat
mutlak bagi kelangsungan perusahaan (Risk Mitigation).
2. Pada mulanya kadangkala dianggap sebagai sinonim filantropi atau
kedermawanan perusahaan
3. Di Indonesia banyak yang menganggapnya indentik dengan Community
Development.
4. Di industry sumber daya alam tekanan masyarakat dan LSM mempercepat
pemahaman perlunya CSR (cenderung defensive)
5. Merupakan konsep yang hidup serta berkembang dan sedang terus mengalami
6. Pandangan mainstream saat ini mengaitkan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dan Triple Bottom Line.
Secara philosophy, konsep CSR dapat dikategorikan dalam tiga paradigma
(Hartanti:2006) :
1. Pristine Capitalist.
Pandangan yang merupakan perwakilan system ekonomi liberal dan kapitalis,
dengan Milton friedman sebagai tokohnya. Menurut pandangan ini, satu
satunya tanggung jawab sosial bagi sebuah bisnis adalah menghasilkan
keuntungan bagi pemegang saham, untuk tumbuh, berkembang dan
melaksanakan efisiensi ekonomi dengan penggunaan sumberdaya sedemikian
rupa selama tetap menaati peraturan, yaitu tidak berlaku curang dalam sebuah
system kompetisi bebas dan terbuka. Sehingga semua konotasi tanggung
jawab sosial diluar definisi diatas dianggap sebagai penyalahgunaan dana
pemegang saham.
2. Enlightened Self-Interest
Menurut pandangan ini stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang
hanya akan dapat dicapai jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggung
jawab sosial kepada masyarakat paling tidak dalam tingkat yang minimal.
3. Social Contract
Berpendapat bahwa sebuah perusahaan dapat berusaha dalam perekonomian
karena adanya kontrak sosial (Social Contract) dengan masyarakat dan oleh
karenanya bertanggung jawab atau terikat dengan keinginan masyarakat
Dan konsekuensinya perusahaan harus memaksimumkan manfaat/keuntungan
sosial bagi masyarakat.
2.3. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)
Perubahan sosial ekonomi masyarakat dan kompetisi bisnis saat ini
menuntut adanya inovasi pengelolaan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
Perusahaan tidak lagi cukup hanya berorientasi pada keuntungan (single bottom
line) semata, melainkan juga pada kontribusinya terhadap pembangunan
masyarakat. Aktivitas perusahaan untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan masyarakat inilah yang sekarang dikenal sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan atau sering disebut Corporate Social Responsibility (CSR)
(Soemanto:2007)
Ada beberapa definisi yang mengambarkan bentuk Tanggung jawab
sosial perusahaan diantaranya :
Untung (2007) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai
komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung
jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangan antara
perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in Fox yaitu
asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus
suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan
tersebut, berikut masyarakat setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan,
dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
CSR adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian
sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para
pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan
kemitraan (Nuryana, 2005).
2.3.1. Argumentasi Mengenai CSR
CSR adalah sebuah konsep yang berkembang dengan cepat, sehingga
definisinya pun juga bisa berubah – ubah menyesuaikan dengan
perkembangannya. Namun demikian, kendatipun tidak memiliki definisi tunggal,
konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan.
Beberapa argumentasi yang telah dikemukakan oleh William B, Wether Jr
dan David Chandler (Kiroyan:2006) :
1. Argumentasi moral
CSR mewakili keterkaitan antara sebuah perusahaan dengan prinsip – prinsip
yang diharapkan masyarakat luas dimana perusahaan yang bersangkutan
melakukan kegiatannya. Diasumsikan bisnis mengakui bahwa keberadaannya
ditentukan oleh kegiatan – keiatan yang selaras dengan nilai – nilai yang
hidup di masyarakat maupun oleh faktor – faktor intern.
2. Argumentasi rasional
CSR merupakan argumentasi rasional bagi bisnis yang berupaya
memaksimalkan kinerjanya dengan meminimalkan pembatasan terhadap
operasinya. Dalam dunia yang makin mengglobal dimana perorangan maupun
organisasi aktivis merasa diberdayakan untuk menggerakkan perubahan. CSR
merupakan suatu cara untuk mengantisipasi dan mengejawantahkan kehendak
masyarakat untuk mengenakan pembatasan operasional dan keuangan
terhadap bisnis.
3. Argumentasi ekonomis
CSR merupakan argumentasi tentang kepentingan diri sendiri bisnis. CSR
memberikan nilai tambah karena mencerminkan kebutuhan dan keprihatinan
berbagai kelompok pemangku kepentingan. Dengan melaksanakan CSR,
suatu perusahaan akan lebih besar kemungkinannya memperoleh legitimasi
sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang.
Secara sederhana, CSR merupakan jalan untuk menyelaraskan operasi
perusahan dengan norma – norma yang berkembang di masyarakat di saat
parameter – parameter ini dapat mengalami perubahan sangat cepat.
Pandangan tentang seberapa jauh tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap lingkungan dari waktu ke waktu terus meningkat seiring dengan
perkembangan jaman. Pandangan mengenai tanggung jawab sosial menurut
1. Pandangan klasik
Pandangan ini menjelaskan bahwa tujuan perusahaan semata – mata adalah
memenuhi permintaan pasar modal. Kriteria keberhasilan perusahaan diukur
oleh daya guna dan pertumbuhan. Menurut pandangan ini perusahaan tidak
perlu memikirkan efek sosial yang ditimbulkan perusahaan dan upaya untuk
memperbaiki penyakit sosial tersebut.
2. Pandangan Manajerial
Pandangan ini menganggap perusahaan sebagai lembaga permanen yang
hidup dan mempunyai tujuan tersendiri. Dengan demikian manajer sebagai
pihak yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan terpaksa
memilih kebijakan yang harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial
perusahaan mengingat ketergantungannya dengan pihak lain yang juga
mempunyai andil dalam pencapaian tujuan perusahaan yang tidak hanya
memikirkan setoran pada pemilik modal.
3. Pandangan sosial
Pandangan ini menekankan bahwa perusahaan menyadari kekuasaan ekonomi
dan politik yang dimilikinya mempunyai hubungan dengan kepentingan
(bersumber) dari lingkungan sosial dan bukan semata dari pasar sesuai
dengan teori model klasik. Konsekuensinya perusahaan harus berpartisipasi
aktif dalam menyelesaikan penyakit sosial yang berada di lingkungannya
seperti sistem pendidikan yang tidak bermutu, pengangguran, polusi,
2.4. Dasar Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)
Untuk mempertahankan legitimasinya perusahaan harus berusaha
menyelaraskan nilai – nilai, tujuan, serta strateginya dengan nilai – nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat tempat perusahaan berada dengan selalu
berusaha selaras dengan masyarakat sekitar, maka masyarakat pun akan
menganggap perusaaan sebagai bagian dari mereka sehingga legitimasi
perusahaan menjadi semakin kuat.
2.4.1. Prinsip Penerapan CSR
Dalam sejumlah institusi Internasional telah merilis prinsip – prinsip dasar
yang dapat digunakan sebagai dasar penerapan CSR. Diantaranya adalah prinsip
– prinsip dasar yang diajukan oleh Prof. Alyson Warhurst (1998) dari university
of Bath Inggris yang dikutip dari (Wibisono, 2007) :
1. Prioritas korporat
Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan
penentu utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa
membuat kebijakan, program dan praktek dalam menjalankan operasi
bisnisnya dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial.
2. Manajemen terpadu
Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan
3. Proses perbaikan
Secara berkesinambungan memperbaiki kabijakan, program dan kinerja sosial
korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial
serta menerapkan kriteria sosial tersebut secara internasional.
4. Pendidikan karyawan
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan.
5. Pengkajian
Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru
dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
6. Produk dan jasa
Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif.
7. Informasi Publik
Memberi informasi dan (Bila perlu) mendidik pelanggan, distributor dan
public tentang penggunaan yang aman, transportasi, penyimpanan dan
pembuangan produk, dan begitu pula dengan jasa.
8. Fasilitas dan operasi
Mengembangkan, merancang dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan
kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial
9. Penelitian
Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk,
proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian
10.Kontraktor dan pemasok
Mendorong penggunaan prinsip – prinsip tanggung jawab sosial korporat
yang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, di samping itu bila
diperlukan mensyaratkan perbaikan dalam praktik bisnis yang dilakukan
kontraktor dan pemasok.
11.Siaga menghadapi darurat.
Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat. Dan bila
terjadi keadaan berbahaya bekerja sama dengan layanan gawat darurat,
instansi berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi
berbahaya yang muncul.
12.Transfer bast practice.
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang
bertangungjawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
13.Memberi sumbangan.
Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan
bisnis, lembaga pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan
meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial.
14.Keterbukaan.
Munumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik,
mengantisipasi dan memberi respons terhadap potencial hazard, dan dampak
15.Pancapaian dan pelaporan.
Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan
mengkaji pecapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang –
undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi,
pemegang saham, pekerja dan publik.
Seperti yang dikutip oleh Soemanto (2007) bahwa Hess dan Siciliano
memberikan penjelasan mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
melalui dua pendekatan :
1. Pendekatan The Classical Economy Approach melihat bahwa CSR dilakukan
dengan mematuhi peraturan dan kode etik yang berlaku dalam masyarakat,
yaitu tidak menyebabkan kerugian konsumen, pekerja, atau lingkungan
sekitar, dengan tetap mengupayakan keuntungan perusahaan.
Dukungan terhadap program sosial dilakukan seminimal mungkin sejauh
kegiatan tersebut menguntungkan perusahaan. Dengan kata lain, hal pertama
dan paling utama dari program CSR adalah menumbuhkan keuntungan bagi
pemilik perusahaan.
2. Pendekatan Activist Approach melihat perusahaan memiliki tanggung jawab
tidak hanya kepada semua pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan.
Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban merespon
semua elemen masyarakat, sejalan dengan usaha perusahaan dalam mencari
2.4.2. Konsep Triple Bottom Line
Pendekatan di atas merupakan bentuk yang mensyaratkan bahwa
perusahaan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada
single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang hanya direfleksikan dalam kondisi
keuangan saja, tetapi juga harus berpijak pada tiga prinsip yang dikenal sebagai
Trilple Botom Line yang merupakan kepedulian perusahaan yaitu profit, people,
[image:44.595.114.437.328.486.2]dan planet.
Gambar 1 : Konsep Triple Bottom Line
Sumber : Suharto,2007
1. Profit (keuntungan)
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap
kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari setiap kegiatan dalam
perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi –
tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Inilah bentuk
tanggung jawab sosial ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang
saham.
People (Sosial)
2. People (Masyarakat Pemengku Kepentingan)
Menyadari bahwa masyarakat merupakan stakeholder penting bagi
perusahaan, karena dukungan mereka, terutama masyarakat sekitar, sangat
diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan
perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat
lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan
manfaat sebesar – besarnya kepada mereka.
Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi
memberikan dampak kepada masyarakat. Karenanya pula perusahaan perlu
untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat,
intinya, jika ingin eksis dan akseptabel, perusahaan harus menyertakan pula
tanggung jawab sosial.
3. Planet (Lingkungan)
Unsur ketiga yang mesti diperhatikan juga adalah panet atau lingkungan. Jika
perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan pula tanggung
jawab kepada lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait sengan
seluruh bidang kehidupan kita.
Semua kegiatan yang kita lakukan mulai kita bangun tidur di pagi hari hingga
kita terlelap di malam hari berhubungan dengan lingkungan.
Air yang kita minum, udara yang kita hirup, seluruh peralatan yang kita
gunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Lingkungan dapat menjadi
2.5. Ruang Lingkup Tanggung jawab Sosial Perusahaan.
Meskipun isu utamanya akan berbeda baik antara sektor jasa maupun
antar perusahaan, namun secara umum isu CSR mencakup 5 (lima) komponen
pokok. (Darwin, 2006) :
1. Hak Azasi Manusia (HAM)
Bagaimana perusahaan menyingkapi masalah HAM dan strategi serta
kebijakan apa yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran HAM di perusahaan yang bersangkutan.
2. Tenaga Kerja (Buruh)
Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain atau di pabrik milik sendiri
mulai dari soal system panggajian, kesejahteraan hari tua dan keselamatan
kerja, peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan, sampai pada
soal penggunaan tenaga kerja di bawah umur.
3. Lingkungan hidup
Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dangan masalah
lingkungan hidup. Bagaimana perusahaan mengatasi dampak lingkungan atas
produk atau jasa mulai dari pengadaan bahan baku sampai pada masalah
buangan limbah, serta dampak lingkungan yang diakibatkan oleh proses
produksi dan distribusi produk.
4. Sosial – masyarakat
Bagaimana strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan
masyarakat setempat (Community development), serta dampak operasi
5. Dampak produk dan jasa terhadap pelanggan.
Apa saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa produk
dan jasa bebas dari dampak negatif seperti; mengganggu kesehatan,
mengancam keamanan. Dan produk terlarang.
2.6. Bentuk Penerapan Tanggung Jawab Sosial 2.6.1. Klasifikasi Bentuk Penerapan CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) yang kini marak
diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami evolusi dan metamorphosis
dalam rentang waktu yang cukup panjang. Merupakan hal yang patut
disayangkan bila perusahaan hanya sekedar mengikuti tren tanpa memahami
esensi dan manfaat dari CSR.
Karena bila hal itu terjadi, maka konsep dan sistem yang bagus itu tidak akan
well implemented. Sehingga bentuk penerapan CSR perlu dikaji ulang untuk
mendapatkan bentuk utuh dari CSR dan mendapatkan manfaat yang
berkelanjutan. Sebagai bentuk perusahaan dalam mengakomodasi unsur tanggung
jawab sosial (CSR) dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori (Wibisono,
2007) :
1. Sekedar basa – basi dan keterpaksaan artinya, CSR dipraktekkan lebih karena
faktor eksternal (eksternal driven). Tanggung jawab PT Lapindo Brantas
kepada korban lumpur panas merupakan contoh konkret adanya indikasi ini.
Jadi bersifat social driven, disamping juga environtmental driven. Pemenuhan
kesukarelaan. Berikutnya karena reputation driven, motivasi pelaksanaan
CSR adalah ntuk mendongkrak citra perusahaan.
2. Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR
diimplementasikan karena memang ada regulasi, hokum, dan aturan yang
memaksanya. Yaitu market driven kesadaran tentang pentingnya penerapan
CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian
masyarakat global terhadap produk – produk yang ramah lingkungan dan
diproduksi dengan memperhatikan kaidah – kaidah sosial.
Selain itu driven lain yaitu adanya penghargaan – penghargaan (reward) yang
diberikan oleh segenap institusi atau lembaga.
3. Bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance. CSR
diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam
(internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya
bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi
kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
Dasar pemikirannya, mengantungkan semata – mata pada kesehatan finansial
2.6.2. Tahap Penerapan CSR
Umumnya perusahaan – perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan CSR menggunakan pertahapan sebagai berikut (Wibisono,2007) :
1. Tahap perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu :
- Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran
mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen.
Upaya ini dapat dilakukan.
- CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan
mengidetifikasi aspek – aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian
dan langkah – langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan
yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif.
- CSR Manual. Hasil assessment merupakan dasar untuk penyusunan manual
atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang mesti dilakukan antara lain
melalui benchmarking. menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang
menginginkan langkah instant, penyusunan manual ini dapat dilakukan
dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
2. Tahap Implementasi
Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak
apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Dalam memulai
Siapa orang yang akan menjalankan, apa yang mesti dilakukan, serta
bagaimana cara melakukan sekaligus alat apa yang diperlukan. Dalam istilah
manajemen popular
- Pengorganisasian (organizing) sumber daya yang diperlukan
- Penyusunan (staffing) untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis
tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan.
- Pengarahan (directing) yang terkait dengan bagaimana cara melakukan
tindakan.
- Pengawasan dan koreksi (controlling) terhadap pelaksanaan.
- Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana.
- Penilaian (evaluating) untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.
Tahap implementasi ini terdiri dari tiga langkah utama yakni, sosialisasi,
pelaksanaan, dan internalisasi. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada
dasarnya harus sesuai dengan pedoman yang ada. Sedang internalisasi
mencakup upaya untuk memperkenalkan CSR didalam seluruh proses bisnis
perusahaan.
3. Tahap evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi
program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten
dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR.
Evaluasi bukan tindakan untuk mencari – cari kesalahan atau mencari
Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk
melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah dilakukan.
4. Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk
keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi selain berfungsi
untuk keperluan stakeholder lainnya yang memerlukan.
2.7. Perkembangan dan Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyond
compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia.
Sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai
peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan
resiko, menuju sustainability (berkelanjutan) dari kegiatan usahanya. Penerapan
kegiatan dengan definisi CSR di Indonesia baru mulai pada awal tahun 2000,
walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun
1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti
donasi sampai kepada yang komprehensif seperti integrasi ke dalam tata cara
2.7.1. Penilaian PROPER
Perilaku para pangusaha pun beragam dari kelompok yang sama sekali
tidak melaksanakan sampai ke kelompok yang telah menjadikan CSR sebagai
nilai inti (core value) dalam menjalankan usaha. Terkait dengan praktik CSR,
pengusaha dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok (Untung, 2007):
1. Kelompok Hitam
Adalah mereka yang tidak melakukan praktek CSR sama sekali. Mereka
adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata – mata untuk kepentingan
sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan
sosial sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan
kesejahteraan karyawannya.
2. Kelompok merah
Adalah meraka yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya
hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek
lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan
yang biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain.
3. Kelompok Biru
Perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi dampak positif terhadap
usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya.
4. Kelompok Hijau
Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi inti dan jantung
bisnisnya, CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kebutuhan
2.8. Pengungkapan (Reporting) CSR
Sebagai tahap akhir dari penerapan CSR adalah pengungkapan
(Reporting) yang akan mengungkap sejaun mana pelaksanaan CSR dan
merupakan pertanggungjawaban terhadap stakeholders secara luas. Pada dasarnya
perusahaan yang sukses dalam menjalankan CSR memiliki tiga nilai dasar (Core
Values) yang ditanam secara mengakar dalam perusahaan, yaitu (Darwin Ali,
2006)
1. Ketangguhan Ekonomi
2. Tanggung jawab lingkungan
3. Akuntanbilitas sosial
Jika kinerja keuangan suatu perusahaan tercermin dalam laporan
keuangan, maka kinerja CSR akan dapat disimak melalui sebuah laporan yang
disebut “Laporan Keberlanjutan” (Sustainability Report). Dalam prakteknya, ada
yang menggunakan nama lain untuk mengungkapkan kinerja CSR. Laporan CSR
atau laporan keberlanjutan pada hakekatnya memuat tiga aspek pokok yaitu;
ekonomi, lingkungan, dan sosial.
2.8.1 Definisi Pengungkapan Kinerja CSR
Secara umum pengungkapan kinerja CSR merupakan produk dari Social
Responsibiliy Accounting sehingga menurut Belkaoui (2000:229) akuntansi sosial
dapat didefinisi dengan tepat sebagai “Proses seleksi variable – variable kinerja
sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran yang secara
kinerja sosial perusahaan, dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan”.
Menurut Belkaoui (2000:230) tentang siapa yang menekankan untuk
membuat laporan sosial perusahaan adalah :
1. Mengasumsikan bahwa tujuan CSR adalah untuk meningkatkan citra
perusahaan dan memegang asumsi, biasanya secara implisit, bahwa perilaku
perusahaan baik secara asasi
2. Mengasumsikan bahwa tujuan CSR adalah untuk menghentikan
pertanggungjawaban organisasi dengan asumsi bahwa kontrak sosial terjadi
antara organisasi dengan masyarakat. Keberasaan kontrak sosial ini
membutuhkan berhentinya pertanggungjawaban sosial.
3. Tampaknya mengasumsikan bahwa CSR secara efektif memperluas
pelaporan keuangan tradisional dan tujuanya adalah untuk memberi informasi
bagi investor.
2.8.2. Alasan Pengukuran dan Pelaporan Kinerja CSR
Berbagai alasan yang digunakan untuk pengukuran dan pengungkapan
kinerja Corporate Social Responsibility (CSR) melahirkan berbagai argumen
sebagai berikut (Belkaoui,2000 ):
1. Argumen pertama adalah yang terkait dengan kontrak sosial secara implisit
diasumsikan bahwa organisasi seharusnya bertindak untuk memaksimalkan
kesejahteraan sosial, jika terjadi kontrak antara organisasi dengan masyarakat.
berbagai hukum kemasyarakatan memberikan persetujuan agar kontrak
menjadi lebih eksplisit. Sementara kontrak sosial diasumsikan implicit.
Hukum ini berisi aturan main yang harus dipilih organisasi yang akan
menjadi kontrak sosial.
2. Teori keadilan Rawis, yang disajikan dalam bukunya A Theory of Justice
berisi prinsip – prinsip untuk mngevaluasi hukum dan kebiasaan dari sudut
pandang moral, dan menjelaskan konsep kejujuran yang bermanfaat bagi
akuntansi sosial.
3. Argumen ketiga adalah kebutuhan pengguna. Pada dasarnya, pengguna
laporan keuangan membutuhkan informasi sosial untuk membuat keputusan
alokasi dananya. Argumen yang dibuat oleh beberapa orang menyatakan
bahwa pemegang saham itu konservatif dan hanya peduli terhadap deviden.
Kenyataanya, sesuai dengan survey yang dilakukan pada pemegang saham,
mereka menginginkan perusahaan menggunakan sumber dayanya agar
lingkungan bersih, menghentikan polusi lingkungan, dan membuat produk
yang aman. Berikut ini agar mengelola pengeluaran dengan memperhatikan
keadaan sosial :
Mengintegerasikan masalah kesadaran sosial perusahaan, etika dan
lingkungan pada pembuat keputusan perusahaan, dan meyakinkan bahwa
kesadaran tersebut telah dimiliki oleh dewan direksi.
Mengembangkan metode untuk mengevaluasi dan melaporkan dampak
Memodifikasi struktur perusahaan untuk membuat mekanisme yang
sesuai untuk menghadapai krisis sosial, lingkungan dan etika.
Sehingga perusahaan menjadi organisasi yang siap krisis, bukan
organisasi yang Crisis-prone. Prusahaan yang tidak menyiapkan diri
untuk keadaan, kritis tidak mudah untuk bertahan.
Membuat insentif bagi prilaku yang sesuai dengan etika. Lingkungan dan
sosial dan mengintegrasikan insentif tersebut menjadi bagian dari sistem
penilaian kinerja dan budaya organisasi dan tidak mempunyai pengaruh,
maka perubahan permanen tidak pernah terjadi.
Mengakui jika lingkunganya bersih, maka perusahaan tersebut dapat
menjadi pemimpin dalam mengurangi polusi dan bijaksana dalam
mengunakan sumberdaya alam
4. Argumen keempat adalah Investasi Sosia