• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Metode Pembobotan Contoh Pada Survei Sosial Ekonomi Nasional Untuk Menduga Profil Populasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Metode Pembobotan Contoh Pada Survei Sosial Ekonomi Nasional Untuk Menduga Profil Populasi"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI METODE PEMBOBOTAN CONTOH

PADA SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL

UNTUK MENDUGA PROFIL POPULASI

ARY SANTOSO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Ary Santoso

(6)

RINGKASAN

ARY SANTOSO. Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi. Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan BAGUS SARTONO.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan survei dengan pendekatan rumah tangga yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan bertujuan mendapatkan data karakteristik sosial ekonomi penduduk terutama yang berhubungan dengan pengukuran tingkat kemakmuran. Hasil Susenas akan diboboti untuk digunakan dalam pendugaan parameter. BPS menggunakan metode pembobotan berdasarkan desain (Ω) dan berdasarkan model (W) dalam menentukan bobot contoh dari Susenas. Metode pembobotan berdasarkan desain merupakan metode pembobotan yang didasari oleh desain penarikan contoh yang digunakan dalam suatu survei. Metode pembobotan berdasarkan model yang digunakan BPS adalah metode Generalized Least Square (GLS). Metode GLS (W) adalah metode pembobotan kalibrasi menggunakan fungsi jarak dari chi-square dengan memanfaatkan informasi tambahan. Zieschang (1990) menunjukkan bahwa bobot GLS memiliki kemungkinan munculnya bobot yang bernilai negatif. Bobot yang bernilai negatif merupakan angka yang tidak wajar dari suatu nilai pembobot karena bobot merupakan kebalikan (inverse) dari total peluang dari suatu desain penarikan contoh. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi karakteristik bobot desain dan GLS, memecahkan masalah bobot negatif GLS, serta membandingkan bobot desain dan GLS dalam menduga profil populasi.

Permasalahan nilai negatif pada bobot GLS diselesaikan dengan 2 alternatif solusi, yaitu pertama melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X yang merupakan komponen dalam formula bobot GLS (bobot alternatif I kemudian disimbolkan W*) dan kedua melakukan penyesuaian bobot GLS terhadap bobot

(Ω) dengan mengganti nilai negatif pada bobot GLS tersebut dengan nilai bobot desain untuk unit contoh yang sama (bobot alternatif II kemudian disimbolkan W**). Simulasi perhitungan bobot dengan kedua alternatif solusi tersebut menghasilkan bobot yang dijamin selalu bernilai positif untuk semua desain sampling. Hasil evaluasi semua bobot contoh yang diperoleh (Ω, W, W*, dan W**) menunjukkan bahwa bobot W* merupakan bobot yang memenuhi kriteria pembobot yang baik yaitu tidak bernilai negatif, mampu memberikan tambahan informasi yang lebih banyak dibandingkan bobot desain dan total nilai bobot nya penduga tak bias bagi total populasi yang diamati (∑ �∗ = �) dimana N dalam hal ini adalah total rumah tangga.

Simulasi pendugaan parameter dengan menggunakan semua bobot contoh yang dihasilkan (Ω, W, W*, dan W**) menunjukkan bahwa bobot GLS yang diperoleh dengan melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*) merupakan bobot yang secara keseluruhan memiliki persentasi kesalahan relatif dugaan yang kecil dan ragamnya cendrung stabil. Serta pemilihan peubah yang tepat sebagai karakteristik dalam menyusun kategori pada perhitungan bobot W* akan menentukan tingkat ketepatan pendugaan profil populasi.

(7)

SUMMARY

ARY SANTOSO. Evaluation of Sample Weighting Methods in National Socio-Economics Survey for Profile Population Estimation. Supervised by ANANG KURNIA and BAGUS SARTONO.

National Socio-Economics Survey (Susenas) is a survey with household approach conducted by BPS and aims to obtain data of socio-economic characteristics of the population especially those relate to the measurement of the level of prosperity. Susenas results will be weighted to be used in parameter estimation. BPS utilized weighting method based on design and based on model in determining the weight of a sample of Susenas. Weighting method based on design is a weighting method based on the sampling design condutced in a survey. Weighting method based on model used BPS is method of Generalized Least Square (GLS). GLS weighting methods is a calibration weighting method using distance function of chi-square by utilizing additional information. Zieschang (1990) showed weighting GLS is possibility of the appearance of weird weights such as negative values. Because of the problem, study of sample weights was important. The study tried to explore the characteristics of weight design and GLS as well as solve the problem of negative weights of GLS and compare the weight design and GLS in estimation population profile.

Problem of negative values in GLS weight resolved with two alternative solutions, first calculated GLS weight with adjustments in the preparation of matrix X which was a component in the formula of GLS (a.k.a W *) and secondly calculated GLS weight with adjustment the negative weight of GLS to the design

weights (Ω) by replacing the negative value of GLS with weight values for the design of the same sample units (a.k.a W **). Simulation of weight calculation with both alternatives yields a solution that guaranteed positive weight values for all sampling design. The results of the evaluation of all the sample weight

obtained (Ω, W, W * and W **) indicated that the weight W* was the weight

which was appropriate with the criteria of a good weighting, that are not negative, are able to provide additional information and the total of weight value is unbiased estimator for the total population was observed (∑ �∗= �) where N in this case was the total of households.

Simulation parameter estimation utilized all the sample weights produced

(Ω, W, W * and W **) indicated that the weight GLS obtained by adjustments to

the arranging of the matrix X (W *) was a weight which has percentage relative error estimation smaller and the variance tends to be stable, generally. Then the selection of appropriate variables as characteristic in arranging categories on the calculation of the weights W* would determine the accuracy of prediction of population profiles.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

ARY SANTOSO

EVALUASI METODE PEMBOBOTAN CONTOH

PADA SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL

(10)
(11)

Judul Tesis : Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional untuk Menduga Profil Populasi

Nama : Ary Santoso NIM : G151130041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Anang Kurnia, M.Si Dr. Bagus Sartono, S.Si, M.Si Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Statistika

Dr. Ir. Kusman Sadik, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Evaluasi Metode Pembobotan Contoh pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) untuk Menduga Profil Populasi (Studi Kasus: Susenas Tahun 2011)”. Keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Anang Kurnia, M.Si dan Dr. Bagus Sartono, S.Si, M. Si selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih kepada Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.SI selaku penguji luar komisi pembimbing atas masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orangtuaku Bapak Yulianto dan Ibu Reni Wardati yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan semangat dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, serta seluruh keluargaku atas doa dan semangatnya.

Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Bobot Sampel (Sample Weight) 3

Metode Penarikan Contoh Susenas 3

Pembobotan Berdasarkan Desain Susenas 4

Pembobotan Generalized Least Squares (GLS) 6

3 METODE PENELITIAN 7

Data 7

Metode Analisis 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Eksplorasi Karakteristik Nilai Bobot Desain dan GLS 10 Analisis Penyebab Bobot GLS Bernilai Negatif 12 Rekomendasi Perhitungan Bobot GLS pada Level Rumah Tangga 13 Evaluasi Bobot Desain, GLS dan Bobot Hasil Penyesuaian 15 Simulasi Perhitungan Bobot Contoh pada Desain Penarikan Contoh

Susenas 15

Simulasi Pendugaan Profil Populasi 17 Studi Kasus Perhitungan Bobot Contoh pada Data Susenas Tahun 2011 21

5 SIMPULAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Penarikan contoh PSU pada kabupaten/kota d strata s 4 2 Penarikan contoh Blok Sensus (BS) dalam satu PSU 4 3 Penarikan contoh Rumah Tangga (RT) dalam satu BS 5

4 Peubah-peubah profil dalam analisis 7

5 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level ART 12 6 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level rumah tangga 12 7 Ilustrasi susunan X baru dengan penyesuaian 14 8 Rata-rata banyaknya objek contoh yang bernilai negatif 14 9 Perbandingan nilai total bobot pada beberapa metode pembobotan 15

DAFTAR GAMBAR

1 Skema PSU, BS, dan RT dalam satu Kabupaten/Kota pada masing-masing

strata 4

2 Diagram alir penelitian 9

3 Nilai harapan bobot desain (Ω) pada perhitungan level rumah tangga 11 4 Nilai harapan bobot GLS (W) pada perhitungan level rumah tangga 11

5 Nilai harapan bobot contoh pada desain Susenas 16 6 Nilai harapan dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X

yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur 18 7 Persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi dari bobot GLS

dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan

kelompok umur 18

8 Ragam dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X

yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur 19 9 Perbandingan persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi antara

bobot W*** dengan W,W*,W**, dan Ω 21

10 Perbandingan ragam dugaan pada desain Susenas antara bobot W***

dengan W,W*,W**, dan Ω 21

11 Bobot contoh dari data Susenas menggunakan beberapa metode

perhitungan bobot 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

GLS (W) pada perhitungan bobot di level anggota rumah tangga 25 2 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

(15)

pada desain penarikan contoh Susenas yang dihitung pada level RT dengan matriks X tanpa penyesuaian (X yang disusun sesuai

cara BPS) 29 4 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω)

dan GLS (W*) pada perhitungan bobot di level RT dengan

penyesuaian X (alternatif solusi I) 29 5 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

GLS (W*) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot

di level RT dengan X penyesuaian (alternatif solusi I) 32 6 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

GLS (W**) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot

di level RT dengan alternatif solusi II 33 7 Nilai harapan dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi 34 8 Persentase kesalahan relatif dugaan pada setiap desain penarikan

contoh simulasi 35

(16)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) merupakan survei pada level rumah tangga yang bertujuan memperoleh data berbagai karakteristik sosial ekonomi penduduk terutama yang erat kaitannya dengan pengukuran tingkat kesejahteraan. Sejak tahun 1993 sampai dengan saat ini periode pencacahan Susenas telah mengalami beberapa kali perubahan, dari tahunan, semesteran dan mulai tahun 2011 dilaksanakan secara triwulanan (Maret, Juni, September dan Desember). Walaupun terjadi perubahan periode pencacahan, namun penarikan contohnya tetap menggunakan desain penarikan contoh tiga tahap (multitahap) yang terdiri dari 2 teknik di dalamnya, yaitu penarikan contoh Probability Proportional to Size (PPS) dan Systematic Random Sampling (SyRS).

Hasil Susenas digunakan untuk menduga parameter populasi. Pendugaan parameter yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan teknik pendugaan terboboti. Bobot (penimbang) menjadi hal yang penting dalam mempertimbangkan unit contoh terpilih ketika melakukan pendugaan parameter. Pembobotan yang digunakan oleh BPS ada dua yaitu pembobotan melalui desain penarikan contoh (weighting by design) dan pembobotan melalui model (weighting by model). Pembobotan melalui desain diperoleh berdasarkan desain penarikan contoh yang dibentuk. Besarnya bobot desain merupakan kebalikan dari total peluang dari setiap tahapan penarikan contoh yang dilakukan pada Susenas. Pembobotan melalui model dilakukan menggunakan metode pembobotan

Generalized Least square (GLS) yang dikembangkan oleh Zieschang (1990). BPS mulai menerapkan metode pembobotan GLS pada tahun 2011. Metode pembobotan GLS merupakan metode pembobotan kalibrasi menggunakan fungsi jarak chi-square dengan memanfaatkan informasi tambahan baik dari populasi maupun contoh yang diketahui.

Perhitungan bobot GLS dilakukan dengan memperhatikan ukuran contoh dan populasinya serta memperhatikan karakteristik (informasi tambahan) dari contoh dan populasi tersebut. Sedangkan perhitungan bobot desain dilakukan hanya dengan memperhatikan ukuran contoh dan populasi. Penambahan karakteristik contoh dan populasi pada perhitungan bobot GLS dipandang mampu menghasilkan bobot yang lebih baik dalam memberikan gambaran atas terpilihnya suatu objek contoh dalam mewakili objek lain yang tidak terpilih. Hal ini juga yang menjadi salah satu dasar pemilihan bobot GLS sebagai pengganti bobot desain dalam memboboti objek contoh dari data Susenas.

(17)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengkaji dan mengatasi permasalahan nilai bobot negatif yang dihasilkan oleh metode Generalized Least Square (GLS)

2. Membandingkan metode pembobotan berdasarkan desain penarikan contoh, GLS, dan pembobotan hasil penyesuaian (hasil simulasi) dalam menduga profil populasi.

Manfaat Penelitian

(18)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Bobot Contoh (Sample Weight)

Murthy (1967) menyebutkan bahwa bobot atau penimbang (weight) adalah nilai yang digunakan untuk menilai observasi contoh yang sedang dipertimbangkan (contoh terpilih). Bobot desain merupakan bobot yang diperoleh murni berdasarkan desain penarikan contoh yang kemudian disebut omega ( ) dengan formula sebagai berikut:

= 1

� (1) dimana

= bobot unit contoh ke-i

= fraksi penarikan contoh pada unit contoh ke-i

Murthy (1967) juga menyebutkan bahwa ∑ merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ = N). Bobot berdasarkan model adalah bobot yang perhitungannya disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik contoh, serta ditambahkan dengan informasi tambahan (ancillary information).

Metode Penarikan Contoh Susenas

Pelaksanaan Susenas mencakup seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Desain penarikan contoh Susenas dilaksanakan pada mulai dari level kabupaten/kota. Pada level kabupaten/kota dilakukan stratifikasi menjadi urban dan rural. Pada setiap strata terdapat primary sampling unit (PSU), blok sensus (BS), dan rumah tangga (RT). PSU yang digunakan adalah wilayah pencacahan yang terdiri dari beberapa blok sensus (BS) yang berdekatan. Secara nasional total PSU yang dipilih sebanyak 30.000 PSU per tahun. BS dipilih secara acak yaitu hanya mengambil satu BS dari setiap PSU terpilih. Rumah tangga (RT) diambil sebanyak 10 RT dari masing-masing BS terpilih.

Metode penarikan contoh yang digunakan pada Susenas mulai tahun 2011 adalah penarikan contoh berpeluang tiga tahap berstrata (probability three stage stratified sampling). Strata yang digunakan adalah status wilayah administratif, yaitu perkotaan (urban) dan perdesaan (rural). Penarikan contoh tiga tahap dilakukan pada masing-masing kabupaten/kota yang dibedakan menurut strata, penarikan contoh pada tiap tahap dilakukan sebagai berikut:

1. Tahap I dilakukan penarikan contoh PSU menggunakan Probability Proportional to Size (PPS), dengan size banyaknya rumah tangga Sensus Penduduk 2010 (SP2010)

2. Tahap II dilakukan penarikan contoh BS menggunakan PPS, dengan size

banyaknya rumah tangga SP2010

3. Tahap III dilakukan penarikan contoh RT menggunakan systematic random sampling (SyRS)

(19)

4

Gambar 1. Skema PSU, BS, dan RT dalam satu Kabupaten/Kota pada masing-masing strata

Pembobotan Berdasarkan Desain Susenas

Bobot desain diperoleh berdasarkan desain penarikan contoh yang diterapkan. Tahapan menghitung bobot desain adalah terlebih dahulu menghitung peluang dan fraksi penarikan contoh dari tiap tahapan penarikan contoh. Perhitungan peluang tiap tahapan sesuai teknik penarikan contoh yang digunakan pada Susenas sejak tahun 2011 disajikan pada Tabel 1 s.d 3.

Tabel 1 Penarikan contoh PSU pada kabupaten/kota d strata s

Unit

Jumlah unit dalam strata s

kab/kota d Metode penarikan

Tabel 2 Penarikan contoh Blok Sensus (BS) dalam satu PSU

(20)

5

Tabel 3 Penarikan contoh rumah tangga (RT) dalam satu BS

Unit

Jumlah unit dalam BS j

pada PSU i strata s

Systematic Random

Sampling ���

Desain penarikan contoh yang dihitung pada Susenas telah dilakukan penyesuaian karena adanya tahapan pemutakhiran data RT pada blok sensus terpilih sebelum melakukan survei (Tabel 3). Akan tetapi, perhitungan bobot desain pada proses simulasi ini menggunakan formula tanpa pemutakhiran data. Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 1 s.d 3, maka bobot desain (Ω diperoleh dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Menghitung total peluang contoh � = �� 2. Menghitung fraksi penarikan contoh (Fs)

(21)

6

pada kenyataannya, BPS menghitung bobot desain berdasarkan data rumah tangga hasil pemutakhiran (updating) dengan formula sebagai berikut:

��∗ = ��� ∑ ��

��

=1

�� �� (5)

Pembobotan Generalized Least Squares (GLS)

Zieschang (1990) menyebutkan bahwa prosedur GLSdalam pembobotan unit contoh hasil survei pertama kali digunakan oleh Luery (1980) dalam Current Population Survey (CPS). Prosedur GLS dilakukan dalam rangka menyesuaikan bobot contoh dari pembobotan tahap sebelumnya dengan meminimalkan kuadrat dari penyesuaian pembobot (minimizing the weighted squared adjustments) terhadap suatu kendala linier sebagai “pengendali” untuk terpenuhinya penyesuaian pembobotan tersebut, yaitu kendala linier ini mengharuskan penduga terbobot sama

dengan “total pengendali” yang diketahui (Peitzmeier et al. 1988 dan Zieschang

1986).

Zieschang (1990) membahas secara mendalam tentang Prosedur GLS dan

aplikasinya pada pendugaan total “Consumer unit” dalam “Consumer Expenditure

Survey”. Zieschang (1990) menuliskan prosedur GLS (yang kemudian disimbol- kan W) dengan meminimumkan fungsi sebagai berikut:

� � � − ��−� � − pembobot berdasarkan desain penarikan contoh.

= matrik pengendali berukuran × � yang elemen-elemennya adalah nilai karakteristik tertentu (misal: umur, jenis kelamin, ras, dsb.) dari masing-masing unit contoh yang nilai populasinya diketahui.

�� = vektor pengendali berukuran � × yang elemen-elemennya adalah nilai populasi sesuai dengan karakteristik yang digunakan dalam matrik X.

� = �� ٠.

= vektor berukuran × yang elemen-elemennya adalah nilai pem-bobot yang sudah disesuaikan.

(22)

7

3

METODE PENELITIAN

Data

Penelitian ini didasari oleh bentuk dari pelaksanaan Susenas tahun 2011. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010) dan data Susenas tahun 2011 dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data sekunder tersebut berasal dari BPS Indonesia. Data SP2010 dijadikan sebagai data populasi pada proses simulasi. Data Susenas tahun 2011 digunakan untuk kajian studi kasus perhitungan bobot yang merujuk pada hasil simulasi. Peubah-peubah (profil) yang akan digunakan dalam simulasi dipilih secara subjektif oleh peneliti (Tabel 4).

Tabel 4 Peubah-peubah profil dalam analisis

Peubah Simbol

Jenis kelamin Laki-laki (org) Jenis Kelamin 1

Jenis kelamin Perempuan (org) Jenis Kelamin 2

Agama Islam (org) Agama 1

Agama Kristen (org) Agama 2

Agama Katolik (org) Agama 3

Agama Hindu (org) Agama 4

Agama Budha (org) Agama 5

Agama Konghucu (org) Agama 6

Agama Lainnya (org) Agama 7

Tidak pernah sekolah (org) Pendidikan 0

Tidak/belum tamat SD (org) Pendidikan 1

Tamat SD/MI/Sederajat (org) Pendidikan 2

Tamat SLTP/MTs/Sederajat (org) Pendidikan 3

Tamat SLTA/MA/Sederajat (org) Pendidikan 4

Tamat SM Kejuruan (org) Pendidikan 5

Tamat Dip I/II (org) Pendidikan 6

Tamat Dip III/Akademi (org) Pendidikan 7

Tamat Dip IV/S1 (org) Pendidikan 8

Tamat S2/S3 (org) Pendidikan 9

Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini menyangkut kajian simulasi dan kajian studi kasus.

Simulasi

Tahapan simulasi pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Eksplorasi perhitungan bobot desain (Ω) dan GLS (W). Luaran dari eksplorasi ini adalah memperoleh gambaran karakteristik dalam menduga bobot W dan Ω dari beberapa desain penarikan contoh. Adapun langkah-langkah pada tahap ini adalah:

a. Melakukan tabulasi data SP2010 sebagai data populasi

(23)

8

c. Melakukan penarikan contoh dari data populasi dengan beberapa variasi desain penarikan contoh, yaitu

-Penarikan contoh 1 tahap : Simple Random Sampling (SRS) -Penarikan contoh 2 tahap : SRS dan SRS

-Penarikan contoh 3 tahap : SRS-SRS-SRS

d. Menyusun X dari data contoh langkah 1c menggunakan karakteristik kelompok umur dan jenis kelamin

e. Menghitung bobot Ω dari setiap desain penarikan contoh pada langkah c f. Menghitung �, dimana � = �� Ω

g. Menghitung bobot GLS (W) dari setiap desain penarikan contoh pada langkah 1c dengan formula persamaan (7)

h. Mengulangi langkah 1c s.d 1g sebanyak 1000 kali i. Mengevaluasi hasil langkah 1e dan 1g

2. Menghitung bobot desain (Ω) dan GLS (W) menggunakan desain penarikan contoh Susenas (PPS-PPS-SyRS). Luaran tahap kedua ini adalah memperoleh karakteristik dari bobot Ω dan W yang dihasilkan dari desain Susenas serta memperoleh bobot terbaik untuk menduga profil populasi. Langkah-langkah pada tahap ini adalah:

a. Menyiapkan data SP2010 sebagai populasi b. Menyusun Px

c. Melakukan penarikan contoh dari data populasi sedemikian sehingga seperti tahapan penarikan contoh Susenas yang dilakukan BPS, yaitu

-Tahap I melakukan penarikan contoh PSU menggunakan PPS -Tahap II melakukan penarikan contoh BS menggunakan PPS -Tahap III melakukan penarikan contoh RT menggunakan SyRS d. Menyusun X h. Mengulangi langkah 2c s.d 2g sebanyak 1000 kali i. Mengevaluasi hasil langkah 2e dan 2g

3. Menduga profil populasi (Tabel 4) menggunakan bobot hasil langkah 1e, 1g, 2e dan 2g.

4. Mengevaluasi hasil dugaan profil populasi dari bobot Ω dan W.

Studi Kasus

Langkah-langkah dalam proses perhitungan bobot pada studi kasus data Susenas adalah sebagai berikut:

a. Melakukan tabulasi data Susenas tahun 2011 b. Menyusun Px dan X sesuai hasil simulasi c. Menghitung �

d. Menghitung �

- Menggunakan cara yang dilakukan oleh BPS

(24)

9

Penelitian ini secara garis besar dapat disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2 di bawah ini:

Gambar 2. Diagram alir penelitian Proses Simulasi dari

data SP2010

Data Sensus Penduduk 2010 (SP2010)

Diperoleh bobot desain (Ω)

Diperoleh bobot GLS (W)

Evaluasi karakteristik nilai bobot serta menemukan solusi permasalahan bobot GLS

Simulasi menduga profil populasi

Evaluasi hasil dugaan dari kedua metode pembobotan

Kesimpulan

(25)

10

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Karakteristik Nilai Bobot Desain dan GLS

Kajian pembobotan dalam Susenas ini diawali dari kajian simulasi. Tahapan pertama dari kajian simulasi adalah melakukan eksplorasi perhitungan bobot berdasarkan desain penarikan contoh (Ω) dan berdasarkan model (GLS atau kemudian disimbolkan W). Eksplorasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun beberapa desain penarikan contoh, yaitu SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap. Kemudian dilakukan perhitungan bobot pada masing-masing desain penarikan contoh tersebut. Tahap eksplorasi bertujuan mengetahui karakteristik

nilai bobot Ω dan W dari suatu proses penarikan contoh baik dari yang sederhana

hingga yang lebih kompleks.

Simulasi eksplorasi perhitungan bobot contoh dikerjakan dengan 2 cara, yaitu perhitungan bobot pada level anggota rumah tangga (ART) dan level rumah tangga (RT). Perhitungan bobot di level ART adalah perhitungan bobot untuk setiap anggota rumah tangga terpilih. Sedangkan, perhitungan bobot di level RT adalah perhitungan bobot untuk setiap rumah tangga terpilih. Perbedaan antara 2 cara tersebut terletak pada penyusunan matriks X pada saat menghitung bobot W (persamaan 7). Perhitungan bobot W di level ART, X disusun untuk masing-masing individu (anggota rumah tangga) sehingga X terdiri dari elemen-elemen yang hanya berisi nilai 0 dan 1 (biner). Sedangkan pada level RT, X disusun pada level RT sehingga X terdiri dari elemen-elemen yang bukan hanya 0 dan 1 (dibahas pada subbab berikutnya).

Eksplorasi Perhitungan Bobot Contoh pada Level Anggota Rumah Tangga

Eksplorasi yang dilakukan pada perhitungan bobot di level anggota rumah tangga (ART) bertujuan pengayaan informasi dalam memahami perilaku bobot contoh. Hasil eksplorasi pada level ART yang disajikan pada Lampiran 1 memperlihatkan bahwa banyaknya tahapan penarikan contoh dari suatu desain mempengaruhi keragaman nilai bobot contoh baik bobot Ω maupun W. Desain 1 tahap memberikan nilai Ω dan W yang relatif konstan dan tidak memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Desain 2 dan 3 tahap menghasilkan nilai bobot Ω dan W yang sangat beragam dan selang nilai bobot antar unit contoh relatif lebih besar dibandingkan hasil dari desain 1 tahap dengan memperhatikan nilai maksimum dan minimumnya.

Hasil eksplorasi ini menunjukkan bahwa semakin banyak tahapan penarikan contoh, maka semakin tinggi keragaman dari nilai bobot Ω. Perubahan pada bobot

(26)

11

Eksplorasi Perhitungan Bobot Contoh pada Level Rumah Tangga

Hasil eksplorasi perhitungan bobot contoh yang dikerjakan pada level rumah tangga (RT) disajikan pada Gambar 3 dan 4. Secara umum, nilai harapan bobot contoh yang dihasilkan ketika bekerja pada level RT memiliki karakteristik yang relatif sama dengan nilai harapan bobot contoh ketika bekerja pada level ART, yaitu semakin banyak tahapan penarikan contoh maka semakin tinggi keragaman dari

nilai bobot Ω. Serta perubahan pada bobot Ω mempengaruhi bobot W atau dengan

kata lain bobot W cenderung mengikuti pola dari bobot Ω. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada batas bawah nilai bobot ketika bekerja pada level RT, yaitu terdapat nilai negatif (Lampiran 2). Nilai negatif hanya dimiliki oleh bobot W, sedangkan bobot Ω selalu bernilai positif baik bekerja pada level ART maupun level RT.

Gambar 3 Nilai harapan bobot desain (Ω) pada perhitungan level rumah tangga

Gambar 4 Nilai harapan bobot GLS (W) pada perhitungan level rumah tangga

(27)

12

Analisis Penyebab Bobot GLS Bernilai Negatif

Bobot GLS (W) diperoleh melalui rumus pada persamaan (7). Bobot W hasil eksplorasi menunjukkan bahwa nilai negatif terjadi ketika menghitung bobot contoh yang bekerja pada level RT. Perbedaan yang terjadi saat menghitung bobot di level ART dan RT adalah cara menyusun X. Penyusunan X saat menghitung bobot di level RT menggunakan cara yang sama seperti ketika bekerja pada level ART, hanya saja dilanjutkan dengan menjumlahkan semua ART di masing-masing RT. Susunan X pada saat bekerja di level RT dan ART menghasilkan elemen-elemen matriks yang berbeda (Tabel 5 dan 6).Pada penelitian ini, karakteristik yang digunakan dalam menyusun X adalah kelompok umur dan jenis kelamin. Hal tersebut menyesuaikan dengan karakteristik yang digunakan oleh BPS.

Tabel 5 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level ART

RT ART Jenis

Kelamin Usia

X

Laki-Laki (JK=1) Perempuan (JK=2)

0-4 5-9 ... 25-29 ... >75 0-4 ... 20-24 ... >75

Tabel 6 Ilustrasi susunan X untuk perhitungan bobot di level rumah tangga

RT Banyak

ART

X

Laki-Laki (JK=1) Perempuan (JK=2)

0-4 5-9 . . . 25-29 . . . >75 0-4 . . . 20-24 . . . >75

1 4 0 2 0 1 0 0 0 0 1 0 0

2 3 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

Matriks X yang disusun ketika bekerja pada level ART memiliki elemen-elemen matriks berupa susunan angka biner (Tabel 5). Namun, elemen-elemen X ketika bekerja pada level RT tidak biner (Tabel 6).

Ada beberapa komponen yang mempengaruhi hasil dari W. Secara matematis, terlihat bahwa komponen penyebab nilai bobot W bernilai negatif adalah ketika elemen dari faktor koreksi [ΛX X�ΛX −1 P− X�Ω ] pada persamaan (7), yang kemudian disimbolkan c, bernilai negatif dan |��| lebih besar Ω�, dimana i=1,2,..,n. Bagian dari komponen penyusun c yang dapat bernilai negatif adalah elemen-elemen X�ΛX −1 kemudian disebut A dan P− X�Ω kemudian disebut b. Elemen-elemen c mungkin untuk bernilai negatif apabila ∑ =1 1 menghasilkan elemen-elemen yang bernilai negatif, dimana j=1,2,...,k dan k adalah banyaknya kombinasi karakteristik yang digunakan.

(28)

13

perhatian difokuskan pada masing-masing komponen A dan b. Penentuan penyebab negatif dari elemen-elemen A merupakan hal yang relatif sulit untuk diperoleh. Sedangkan, penelusuran penyebab negatif dari elemen-elemen b dapat diperoleh dengan lebih sederhana. Elemen-elemen b bernilai negatif apabila X�Ω > P. Nilai negatif pada elemen b akan menjadi besar apabila X sebagai premultiplier pada perkalian matriks X�Ω berisi elemen-elemen yang tidak hanya biner (mengandung nilai lebih besar dari 1).

Analisis penelusuran penyebab negatif pada komponen b mengarahkan perhatian pada matriks X. Analisis tersebut memberikan gambaran pula untuk menentukan penyebab negatif pada komponen c. Sehingga hasil analisis secara keseluruhan di atas mengarahkan pada justifikasi bahwa komponen c akan memiliki �� bernilai negatif dan |��| > �� ketika X disusun tidak biner. Hal tersebut dapat

dijustifikasi pula bahwa komponen yang menyebabkan bobot W bernilai negatif adalah elemen-elemen X yang tidak biner. Justifikasi ini diperkuat dari hasil eksplorasi perhitungan bobot di level RT dan ART. Simulasi perhitungan bobot di level ART menggunakan X yang berisikan elemen-elemen biner, sedangkan perhitungan di level RT menggunakan X yang berisikan elemen-elemen tidak biner. Hasil simulasi di level ART tersebut menunjukkan tidak ada nilai negatif pada bobot (Lampiran 1), sedangkan ada bobot yang bernilai negatif dari hasil perhitungan di level RT pada semua desain simulasi (Lampiran 2 dan 3).

Rekomendasi Perhitungan Bobot GLS pada Level Rumah Tangga

Penyesuaian terhadap Penyusunan Matriks X

Alternatif solusi pertama (alternatif I) yang diberikan dalam mengatasi bobot GLS yang bernilai negatif adalah melakukan penyesuaian dalam menyusun matriks X pada saat menghitung bobot W di level RT. Justifikasi dalam menyusun matriks X tersebut adalah elemen-elemen X harus biner (bernilai 0 dan 1). Sehingga, perlu dilakukan penyesuaian sedemikian sehingga X yang disusun ketika bekerja pada level RT memiliki elemen-elemen yang hanya bernilai 0 dan 1. Matriks X dengan penyesuaian ini dibentuk menjadi kategori-kategori tertentu. Pengkategorian disusun sedemikian sehingga mampu mengakomodir semua kondisi dari contoh yang ingin ditentukan karakteristiknya. Salah satu pengkategorian yang digunakan dalam menyusun matriks X pada penelitian ini adalah:

1. Tidak ada anggota Rumah Tangga (RT) <15 tahun (kategori 1) 2. Ada anggota RT <15 tahun dan semuanya laki-laki (kategori 2) 3. Ada anggota RT <15 tahun dan semuanya perempuan (kategori 3)

4. Ada anggota RT <15 tahun dan terdiri dari laki-laki serta perempuan (kategori 4).

(29)

14

Bobot GLS yang dihitung menggunakan X dengan penyesuaian (alternatif solusi I) kemudian disimbolkan dengan W*. Hasil penerapan X yang telah disesuaikan pada desain eskplorasi (SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap) menunjukkan bahwa bobot W* dari ketiga desain eksplorasi yang dikerjakan pada level RT tidak menghasilkan nilai negatif (Lampiran 4). Bobot W* yang diperoleh memenuhi kaidah pembobotan (Murthy 1967) yaitu ∑ �∗merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ �∗= N), dimana N pada kasus ini adalah N rumah tangga.

Tabel 7 Ilustrasi susunan X baru dengan penyesuaian RT Banyaknya

ART

X

kategori 1 kategori 2 kategori 3 kategori 4

1 4 0 0 0 1

2 3 0 1 0 0

Penyesuaian Bobot Negatif GLS terhadap Bobot Desain

Bobot contoh GLS yang dihitung di level rumah tangga (RT) dengan X tidak biner memiliki kemungkinan untuk bernilai negatif (Lampiran 2). Pada proses simulasi, munculnya kejadian yang memiliki bobot GLS bernilai negatif cukup banyak, baik pada desain SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, maupun SRS 3 tahap, yaitu masing-masing sebesar 15.6%, 27%, dan 37% dari 1000 kali pengulangan (kejadian yang diulang). Akan tetapi, rata-rata munculnya objek contoh yang bobotnya bernilai negatif di dalam setiap kejadian tersebut tidak begitu banyak (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata banyaknya objek contoh yang bernilai negatif Desain penarikan contoh Rata-rata (rumah tangga)

SRS 1 tahap 1

SRS 2 tahap 2

SRS 3 tahap 2

Keterangan: nilai rata-rata merupakan hasil pembulatan

Nilai rata-rata di atas dapat diinterpretasikan bahwa munculnya objek contoh yang memiliki bobot GLS bernilai negatif dalam suatu kejadian (pengulangan) sangat sedikit, baik pada desain SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, maupun SRS 3 tahap, yaitu masing-masing 1 RT, 2 RT, dan 2 RT. Mengacu pada Tabel 8 tersebut, alternatif solusi kedua (alternatif II) dalam menyelesaikan bobot GLS yang bernilai negatif dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

Ω , apabila � < 0 untuk i=1, 2, . . ., n Nilai � =

�, selainnya

(30)

15

Evaluasi Bobot Desain, GLS dan Bobot Hasil Penyesuaian

Hasil eksplorasi perhitungan bobot baik menggunakan bobot desain, GLS, dan bobot GLS yang telah disesuaikan memberikan hasil yang berbeda-beda. Setiap bobot memiliki kriteria masing-masing dan hasil eksplorasi di atas mengarahkan pada pemilihan bobot terbaik. Bobot yang baik merupakan bobot yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Bobot yang tidak bernilai negatif

2. Bobot yang total nilainya merupakan penduga tak bias dari total individu dari populasi yang diamati (∑ = N), dimana merupakan bobot contoh ke-i, i=1,2, ..., n, dan n adalah ukuran contoh rumah tangga, serta N adalah ukuran populasi rumah tangga yang diamati.

3. Bobot yang mengakomodir lebih banyak informasi (karakteristik) contoh yang diboboti sehingga nilainya mampu menjadi pembobot (penimbang) yang lebih komprehensif dalam memberikan pertimbangan suatu unit contoh terpilih terhadap unit contoh lain yang tidak terpilih.

Tabel 9 Perbandingan nilai total bobot pada beberapa metode pembobotan Bobot Total Bobot Ukuran N Rumah Tangga

Ω 344671 344671

W 344170 344671

W* 344671 344671

W** 344373.1 344671

Tabel 9 menunjukkan bahwa bobot yang memenuhi kriteria (∑ = N) adalah bobot desan (Ω) dan bobot GLS yang dihitung dengan melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*).

Bobot W* adalah bobot GLS yang tidak memiliki masalah nilai negatif karena telah dilakukan penyesuaian dan bobot yang dihitung dengan memanfaatkan informasi tambahan baik dari data contoh maupun data populasi. Sedangkan bobot

Ω adalah bobot desain yang dijamin selalu bernilai positif meskipun bobot yang dihitung tanpa memanfaatkan informasi tambahan melainkan hanya memanfaatkan informasi ukuran contoh dan populasi. Sehingga bobot yang memiliki 3 kriteria di atas adalah bobot GLS yang telah disesuaiakan pada perhitungan matriks X (W*). Kriteria bobot terbaik akan dilengkapi dengan melihat hasil evaluasi pada simulasi dugaan parameter menggunakan ke-4 bobot tersebut (dibahas pada subbab berikutnya).

Simulasi Perhitungan Bobot Contoh pada Desain Penarikan Contoh Susenas

(31)

16

solusi I dan II menunjukkan bahwa semua bobot contoh bernilai positif dalam 1000 kali ulangan (Lampiran 5 dan 6).

Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai harapan bobot desain (Ω) baik perhitungan bobot dengan cara BPS maupun dengan cara alternatif I dan II

memiliki nilai yang sama. Hal tersebut terjadi karena perhitungan Ω hanya

berdasarkan pada peluang dari desain penarikan contoh yang diterapkan.

Gambar 5 Nilai harapan bobot contoh pada desain Susenas

Bobot Ω memiliki ukuran pemusatan yang relatif sejajar dengan bobot GLS

(W,W*,dan W**) dan keragaman omega terhadap W, W*, dan W** terlihat berbeda. Hal tersebut memberi gambaran bahwa pengaruh dari faktor koreksi (ΛX X�ΛX −1 P

�− X�Ω ) pada formula GLS memiliki pengaruh dalam memberikan koreksi pada bobot Ω (persamaan 7). Sedangkan keragaman antar bobot W, W*, dan W** cenderung sama, terutama W dan W**.

Nilai bobot Ω dan GLS pada desain eksplorasi (Gambar 3 dan 4)

menunjukkan bahwa semakin kompleks desain penarikan contoh maka semakin tinggi keragaman bobot contoh tersebut. Desain Susenas termasuk desain yang kompleks karena terdiri dari 3 tahapan penarikan contoh dan didalamnya terdapat 2 teknik penarikan contoh, yaitu teknik Probability Proportional to SizeSampling

(PPS) dan Systematic Random Sampling (SyRS). Akan tetapi, hasil bobot Ω dan GLS (W, W*, W**) pada desain Susenas tidak memiliki keragaman tinggi (meskipun termasuk desain yang kompleks). Hal itu terjadi karena formula yang digunakan untuk menghitung Ω pada kajian simulasi adalah formula tanpa menggunakan data updating (persamaan 4) dan saat pengambilan contoh PSU dan BS dengan teknik PPS, size yang digunakan sama-sama rumah tangga. Oleh karena itu pada perhitungan peluang akhir akan saling menghilangkan dan serupa dengan peluang Simple Random Sampling 1 tahap yaitu nilai bobot Ω yang dihasilkan akan konstan pada level strata urban dan rural (persamaan 2 s.d 4).

(32)

17

Simulasi Pendugaan Profil Populasi

Simulasi pendugaan parameter dilakukan pada level rumah tangga (RT) menggunakan bobot desain (Ω) dan GLS (W, W*, dan W**) yang telah diperoleh dari simulasi perhitungan bobot contoh. Dugaan profil populasi dilakukan pada semua desain eksplorasi,yaitu SRS 1 tahap, SRS 2 tahap, dan SRS 3 tahap. Lampiran 7 dan 8 menyajikan nilai harapan dari dugaan profil populasi pada desain penarikan contoh eksplorasi serta nilai persentase kesalahan relatif dugaan terhadap parameternya. Hasil dari Lampiran 7 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa hasil dugaan dengan menggunakan ke-4 bobot (Ω, W, W*, dan W**) memiliki hasil yang tidak begitu berbeda. Akan tetapi, pada Lampiran 8 dapat dilihat hasil dugaan yang paling mendekati parameternya. Secara umum, semakin kompleks desain penarikan contoh yang diterapkan maka hasil dugaan menggunakan bobot GLS (W,W*,W**) semakin baik dibandingkan menggunakan bobot Ω, meskipun perbedaannya terlihat sangat kecil (Lampiran 8). Hal tersebut terlihat dari persentase kesalahan relatif dugaan menggunakan bobot GLS lebih kecil dibandingkan bobot Ω pada sebagian besar profil populasi yang diduga, dimana semakin kecil persentase kesalahan relatif maka semakin baik hasil dugaannya.

Selain membandingkan antara hasil dugaan yang menggunakan bobot Ω dan GLS, kemudian dibandingkan pula hasil dugaan antar bobot GLS (W, W*, dan W**). Secara umum, hasil simulasi menunjukkan bobot W** cenderung memiliki hasil dugaan yang hampir sama dengan hasil dugaan dengan bobot W. Hal itu dapat terjadi karena rata-rata munculnya objek yang bernilai negatif dalam setiap pengulangan (kejadian) tidak begitu banyak (Tabel 8), sehingga alternatif solusi II (W**) hanya merubah sedikit dari bobot W. Pada konteks ini W dan W** tidak menarik untuk dibandingkan karena memiliki hasil yang relatif sama, oleh karenanya menarik membandingkan W* dengan W dan W**. Hasil dugaan bobot W* akan semakin meningkat kebaikan dugaannya dibandingkan hasil dugaan bobot W dan W** dengan seiring bertambahnya kompleksitas suatu desain penarikan contoh.

Lampiran 8 terlihat bahwa pada desain SRS 1 tahap, hasil dugaan W* tidak lebih baik dibandingkan W dan W** dalam menduga semua profil. Akan tetapi pada desain SRS 2 tahap, profil agama dan pendidikan lebih baik diduga dengan bobot W* dan profil jenis kelamin lebih baik diduga dengan bobot W** meskipun selisihnya sangat kecil. Pada desain SRS 3 tahap, profil agama dan pendidikan lebih baik didugan dengan W* dan profil jenis kelamin lebih baik diduga dengan bobot W. Kebaikan hasil dugaan dilihat pula dari ragam dugaannya (Lampiran 9). Dugaan menggunakan bobot W* memiliki ragam yang relatif lebih kecil dibandingkan menggunakan bobot W dan W** baik pada SRS 1 tahap, 2 tahap, maupun 3 tahap dalam menduga profil pendidikan dan agama. Hal itu dapat dinyatakan bahwa ragam dugaan W* lebih stabil dibandingkan ragam W dan W**. Sedangkan ragam dugaan profil jenis kelamin menggunakan bobot W lebih kecil dibandingkan W* dan W** pada semua jenis desain penarikan contoh meskipun selisihnya sangat kecil.

(33)

18

relatif sama dan tidak begitu jauh berbeda dari nilai parameternya. Akan tetapi, terdapat hasil dugaan yang relatif lebih baik dengan melihat persentase kesalahan relatif dugaan serta ragam dugaannya. Bobot W** memiliki persentase kesalahan relatif yang paling kecil dalam menduga profil jenis kelamin. Sedangkan, secara keseluruhan bobot W dan W* memiliki persentase kesalahan yang relatif lebih kecil dibandingkan yang lainnya dalam menduga profil pendidikan dan agama.

Gambar 6 Nilai harapan dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur

(34)

19

Selain memperhatikan kesalahan relatif dugaan profil populasi, kestabilan ragam dugaan menjadi hal yang penting untk dipertimbangkan. Ragam dugaan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa bobot W memberikan ragam yang lebih stabil dalam menduga profil jenis kelamin. Sedangkan secara keseluruhan bobot W* memiliki ragam yang kecil dalam menduga profil pendidikan dan agama

Gambar 8 Ragam dugaan profil populasi dari bobot GLS dengan matriks X yang disusun menggunakan kategori jenis kelamin dan kelompok umur

Karakteristik lain yang menarik untuk diperhatikan adalah hasil dugaan menggunakan bobot yang diperoleh dengan pendekatan alternatif solusi II namun kategori dan karakteristik yang digunakan berbeda. Karakteristik yang digunakan pada penyusunan kategori yang baru adalah karakteristik agama dari setiap individu di rumah tangga masing-masing (kemudian disimbolkan dengan W***). Adapun kategori yang digunakan sebagai berikut:

1. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 1 (kategori 1) 2. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 2 (kategori 2) 3. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 3 (kategori 3) 4. Rumah tangga yang semua anggota rumah tangganya beragama 4 (kategori 4) 5. Rumah tangga yang anggota rumah tangganya selain dari 4 kategori di atas

(kategori 5)

Hasil simulasi pendugaan profil populasi menggunakan bobot W*** menunjukkan bahwa kinerja bobot W*** dalam menduga profil agama memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan hasil dugaan dengan bobot W, W*, W**, dan Ω di semua desain penarikan contoh (Gambar 9). Begitu pula pada ragam dugaannya, secara keseluruhan dugaan profil agama menggunakan W*** memiliki ragam yang kecil terutama pada desain sampling yang kompleks (Gambar 10). Kejadian ini menunjukkan bahwa adanya korelasi antara profil yang diduga dengan peubah yang dijadikan sebagai karakteristik dalam menyusun matriks X dan Px pada perhitungan bobot GLS. Semakin erat hubungan profil yang diduga dengan peubah yang digunakan sebagai kerakteristik tersebut maka hasil dugaan profil dengan bobot

(35)

20

tersebut semakin baik. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa bahwa suatu pembobot belum tentu baik untuk menduga semua profil populasi.

(36)

21

(d)

Gambar 9 Perbandingan persentase kesalahan relatif dugaan profil populasi antara bobot W*** dengan W,W*,W**, dan Ω: (a) Desain SRS 1 Tahap, (b) Desain SRS 2 Tahap, (c) Desain SRS 3 Tahap, dan (d) Desain Susenas

Gambar 10 Perbandingan ragam dugaan pada desain Susenas antara bobot W*** dengan W, W*, W**, dan Ω

Studi Kasus Perhitungan Bobot Contoh pada Data Susenas Tahun 2011

Kajian studi kasus dalam menghitung bobot desain (Ω) dan GLS menggunakan data Susenas tahun 2011. Perhitungan dilakukan dengan beberapa cara, pertama, menggunakan cara yang dilakukan oleh BPS (tanpa ada modifikasi/penyesuaian apapun atau disimbolkan W). Formula yang digunakan untuk menghitung Ω dalam kasus ini adalah formula yang menggunakan data

updating karena informasi yang diperlukan dapat diperoleh melalui BPS (persamaan 5). Pada proses simulasi tidak menggunakan formula persamaan 5

(37)

22

karena sulit untuk menyusun perhitungan updating yang diperlukan. Kedua, perhitungan menggunakan cara yang dihasilkan dari proses simulasi, yaitu cara alternatif solusi I (disimbolkan dengan W*) dan II (disimbolkan dengan W**).

Hasil yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai tengah semua bobot contoh relatif sama, namun keragamannya yang berbeda. Pada terapan ini, bobot desain (Ω) memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan keragaman bobot Ω pada simulasi desain Susenas di atas (Gambar 5). Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan data updating pada perhitungan bobot Ω di kajian terapan ini (menggunakan persamaan 5). Keragaman antar bobot GLS (W, W*, W**) terlihat bahwa bobot W* memiliki keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot W dan W**. Meskipun demikian, bobot W* tidak menghasilkan nilai bobot yang negatif.

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada hasil bobot contoh W terdapat sekitar 25% contoh yang memiliki nilai negatif. Bobot contoh W yang merupakan bobot contoh hasil perhitungan dengan menggunakan cara yang dilakukan BPS. Sedangkan, nilai bobot W* dan W** semuanya bernilai positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa perhitungan menggunakan cara dari hasil simulasi (baik alternatif I maupun II) mampu memberikan solusi terhadap permasalahan bobot W yang bernilai negatif.

(38)

23

5

SIMPULAN

Bobot GLS bisa bernilai negatif ketika perhitungan bobot dilakukan di level rumah tangga. Salah satu penyebab bobot GLS bernilai negatif adalah matriks X yang disusun tidak biner (0 dan 1). Penanganan nilai negatif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu melakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X sedemikian sehingga elemen-elemen X menjadi biner (0 dan 1) dan melakukan penyesuaian pada nilai negatif bobot GLS terhadap bobot desain.

Perbandingan hasil dugaan profil populasi dengan menggunakan ke-4

pembobot (Ω, W, W*, dan W**) memberikan hasil bahwa dugaan menggunakan

bobot yang dilakukan penyesuaian pada penyusunan matriks X (W*) secara keseluruhan memberikan hasil dugaan dengan persentase kesalahan yang relatif lebih kecil dan ragam yang lebih stabil. Bobot W* merupakan bobot yang memiliki kinerja lebih baik dalam proses pendugaan profil parameter karena W* merupakan bobot yang memenuhi kriteria pembobot terbaik, yaitu sebagai berikut:

- bobot yang tidak bernilai negatif,

- bobot yang total nilainya merupakan penduga tak bias total individu unit contoh populasi yang diamati (∑ = N), dimana merupakan bobot contoh ke-i, i=1,2, ..., n, dan n adalah ukuran contoh, serta N adalah ukuran populasi yang diamati, serta

- bobot yang mengakomodir lebih banyak informasi (karakteristik) contoh yang diboboti sehingga nilainya mampu menjadi pembobot (penimbang) yang lebih komprehensif dalam memberikan pertimbangan suatu unit contoh terpilih terhadap unit contoh lain yang tidak terpilih.

(39)

24

DAFTAR PUSTAKA

Bankier MD. 1990. Generalized Least Squares Estimation Under Poststratification.

Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 730-735.

Braun JW, Murdoch J. D. 2007. A First Course in Statistical Programming With R. New York: Cambridge University Press

BPS. 2011. Buku Pedomen Susenas untuk Kepala BPS. Jakarta.

Chambers R, Chandra H. 2008. Improved Direct Estimators for Small Areas.

Centre for Statistical and Survey Methodology. Working Paper: 03-08. Friedman EM, Jang D, Williams TV. 2002. Combined Estimates From Four

Quarterly Survey Data Sets. Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 1064-1069.

Kish L. 1998. Space/Time Variations and Rolling Samples. Journal of Official Statistics. 14: 31-46.

Murthy NM. 1967. Sampling Theory and Methods. Calcutta: Statistical Publishing Society.

Peitzmeier FK, Hughes AL, Hoy CE. 1988. Alternative Family Weighting Procedures for the Current Population Survey. Proceedings of the Section on Survey Research Methods. American Statistical Association. 437-442

(40)

25

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

1000 Lampiran 1 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

(41)

26

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

(42)

27

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 1 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

1000 Lampiran 2 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan

(43)

28

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 2 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh 3 Tahap SRS

Minimum Maksimum Rata-rata

(44)

29

Lampiran 3 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot GLS (W) pada desain penarikan contoh Susenas yang dihitung pada level RT dengan matriks X tanpa penyesuaian (X yang disusun sesuai cara BPS)

Lampiran 4. Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada perhitungan bobot di level RT dengan penyesuaian X (alternatif solusi I)

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap

Minimum Maksimum Rata-rata

(45)

30

Bobot Ω pada Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap

Minimum Maksimum Rata-rata

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap

minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap

Minimum Maksimum Rata-rata

(46)

31

Bobot GLS pada Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap

minimum Maksimum Rata-rata

Bobot Ωpada Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap

Minimum Maksimum Rata-rata

(47)

32

Lampiran 5 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W*) pada desain sampling Susenas dan perhitungan bobot di level RT dengan X penyesuaian (alternatif solusi I)

0 200 400 600 800 1000 1200

1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951

Nilai B

obot

Ulangan Bobot GLS (W*)

minimum Maksimum Rata-rata

1000

0 100 200 300 400 500 600 700

1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951

Nilai B

obot

Ulangan Bobot Desain Ω

Minimum Maksimum Rata-rata

(48)

33

Lampiran 6 Nilai minimum, rata-rata, dan maksimum dari bobot desain (Ω) dan GLS (W**) pada desain penarikan contoh Susenas dan perhitungan bobot di level rumah tangga dengan alternatif solusi II

0 500 1000 1500 2000 2500

1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951

Nilai B

obot

Ulangan Bobot GLS (W**)

Minimum Maksimum Rata-rata

0 100 200 300 400 500 600 700

1 51 101 151 201 251 301 351 401 451 501 551 601 651 701 751 801 851 901 951

Nilai B

obot

Ulangan Bobot Desain Ω

Minimum Maksimum Rata-rata

(49)

34

Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap

W W* W** Ω Parameter

Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap

W W* W** Ω Parameter

Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap

W W* W** Ω Parameter

(50)

35

Lampiran 8 Persentasi kesalahan relatif dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi

Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap

W W* W** Ω

Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap

W W* W** Ω

Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap

(51)

36

Lampiran 9 Ragam dugaan pada setiap desain penarikan contoh simulasi

1.00E-08

Desain Penarikan Contoh SRS 3 Tahap

W W* W** Ω

Desain Penarikan Contoh SRS 2 Tahap

W W* W** Ω

Desain Penarikan Contoh SRS 1 Tahap

(52)

37

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Penarikan contoh PSU pada kabupaten/kota d strata s
Tabel 3  Penarikan contoh rumah tangga (RT) dalam satu BS
Tabel 4 Peubah-peubah profil dalam analisis
Gambar 2. Diagram alir penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

51000 Perdagangan Besar Dalam Negeri, Kecuali Perdagangan Mobil dan Sepeda Motor Selain Ekspor dan Impor.. 85000 Jasa Kesehatan dan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab selumnya, maka Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat menetapkan 4 (tiga) tema besar yang diusulkan dalam

Berdasarkan hasil wawancara pada senin 8 Oktober 2018 yang peneliti lakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling yang bernama ibuk Nola yang berada di SMP Negeri 1

Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan anatara 38 –42 minggu disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri pada daerah

Kereta api, merupakan sebuah trasportasi darat yang cukup banyak diminati oleh masyarakan di Indonesia, terlihat dari tabel yang dikeluarkan oleh Badan Pusat

Hasil pengujian karakteristik kimia, yaitu uji kadar abu, padatan tak larut dalam air dan keasaman, menunjukkan bahwa kelima sampel madu (madu Baduy, madu Dayak

Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan volume rata-rata pemakaian air wudhu yang signifikan pada saat sebelum dan setelah pemasangan alat Plug Valve seperti yang tertera

Program ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia perdesaan melalui peningkatan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan