• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri Studi Kasus pada PNS dan Polisi di Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri Studi Kasus pada PNS dan Polisi di Sumatera Utara)"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIF ETNIS TIONGHOA BEKERJA SEBAGAI

PEGAWAI NEGERI

(Studi Kasus Pada PNS dan Polisi Etnis Tionghoa

di Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ANNISA RIZKI ASRIN

081301020

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

“Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri (Studi Kasus pada PNS dan Polisi di Sumatera Utara)”

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2012

(3)

Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri (Studi Kasus pada PNS dan Polisi Etnis Tionghoa di Sumatera Utara)

Annisa Rizki Asrin dan Cherly Keumala Ulfa

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus yang meneliti tentang motif etnis Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri. Penelitian ini dilakukan karena sedikitnya jumlah pegawai negeri etnis Tionghoa yang dapat dijumpai, sehingga menjadi fenomena yang unik dan menarik untuk diketahui mengenai motif mereka bekerja sebagai pegawai negeri.

Responden dalam penelitian ini berjumlah dua orang yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Polisi. Data pada penelitian ini dihimpun dengan menggunakan metode wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pendukung. Wawancara dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori motivasi Hierarki Kebutuhan Maslow.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan dinamika setiap motif pada diri responden dalam bekerja sebagai pegawai negeri. Motif fisik kedua responden dalam bekerja sebagai pegawai negeri hanya untuk mendapat penghasilan tetap bukan untuk mencari kekayaan. Motif fisik kedua responden dirasa sudah terpenuhi sebelum mereka bekerja. Motif keamanan dalam bekerja kedua responden berbeda. Responden pertama bekerja sebagai PNS karena butuh pekerjaan yang tetap dan jelas, sedangkan responden kedua bekerja sebagai polisi untuk melindungi dirinya dan keluarganya.

Motif sosial pada responden pertama mendukung motif keamanan pada dirinya. Responden pertama butuh kedekatan dengan orang lain agar dirinya dilindungi. Dalam hal pekerjaan, responden pertama suka bekerja menolong orang banyak. Motif sosial pada responden kedua juga tinggi untuk mendukung kebutuhan fisik dirinya. Pergaulan yang luas akan menunjang karier responden kedua.

Motif penghargaan diantara kedua responden bertolak belakang. Responden pertama dalam bekerja hanya memiliki motif penghargaan agar memacu dirinya bekerja lebih baik. Sedangkan responden kedua memiliki motif penghargaan cukup besar dengan bekerja sebagai polisi yaitu keinginannya untuk disegani orang lain.

Kedua responden memiliki motif aktualisasi yang besar dalam bekerja sebagai pegawai negeri, ditunjukkan dari kedisiplinan mereka menjalankan tugas dan pekerjaan serta pengabdian diri kepada masyarakat maupun negara. Responden pertama tidak akan mengorbankan pekerjaan demi kepentingan pribadi, sedangkan responden kedua tetap mengutamakan tugas walaupun harus mengorbankan waktu libur dirinya bersama keluarga.

(4)

Chinese Motives in Working as a Bureaucrat (Case Study of Chinese Bureaucrat in Sumatera Utara)

Annisa Rizki Asrin dan Cherly Keumala Ulfa

ABSTRACT

This research is a qualitative study using case study method that explore the motives of Chinese bureaucrat. The research was conduct because of the small number of Chinese bureaucrat can be found, making it a unique and interesting phenomenon to investigated about their motives in working as a bureaucrat.

The data of this research collected by using interviews (as the main method) and observation (as a supported method) at the two respondents with the status as a civil servant and police. Interviews were conducted due to the interview guide based on Maslow’s Hierarchy of Needs Theory of Motivation.

The results showed the dynamic of each motive within the respondents in working as a bureaucrat. The physical motives of both respondents are just to get the constant income. The safety motives of both respondent are different. The first respondent needs to get a permanent job, whereas the second respondent needs to protect himself and his family.

The social motive of the first respondent supports her safety needs, whereas the social motive of the second respondent supports his physical motive to seek the side jobs and build up his carrier.

The esteem motives of both respondents are different. The first respondent has the esteem motives to push her to work better. Whereas the second respondent has the esteem motives because of his need to be respected by others.

Both of respondent has a big self actualization in working as a bureaucrat. The first respondent will not sacrifice her job for her importance self. Whereas the second respondent will still work although he have to sacrifice his quality time with his family.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan. Selanjutnya salawat beserta salam ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan harapan semoga safaatnya dapat kita terima.

Skripsi berjudul “Motif Orang Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri (Studi Kasus pada PNS dan Polisi Etnis Tionghoa di Sumatera

Utara)” Alhamdulillah dengan perjalanan waktu yang cukup panjang dan pengalaman yang cukup berliku dapat penulis selesaikan. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi

2. Ibu Cherly Keumala Ulfa, M.Psi, psikolog yang telah banyak membantu, membimbing, dan memberi saran, serta kesabarannya kepada saya dalam merampungkan penelitian ini dari awal hingga selesai.

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU atas segala bantuan baik selama masa perkuliahan maupun dalam menyelesaikan skripsi.

4. Kedua orang tua saya, babah Asrin Naim dan mamak Titiek Nansriaty yang fotonya selalu saya lihat setiap akan mengerjakan skripsi.

(6)

6. Sejoli saya Annisa Hasibuan yang selalu bersama saya sejak awal kuliah hingga menyusun skripsi, bahkan bimbingan skripsi serta suka duka mengerjakannya pun selalu bersama. Terimakasih Emen.

7. Annisa Kiti, Mayrinda Famella, Rini Fardhani. I do not have any words to say to you but “Thank You So Much, Girls”.

8. Mayang, Dita, Suri, Vindy, Denise, Tiwi, terimakasih atas segala dukungan, semangat dan bantuannya.

9. Keluarga Besar, terimakasih atas pertanyaan “kapan tamat”nya yang sukses memacu saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman – teman saya angkatan 2008. Kalian luar biasa!

11.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang dengan tulus memberikan motivasi dan doa sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, 17 Desember 2012

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR BAGAN ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

E. SistematikaPenulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Makna Motif ... 10

B. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow ... 12

C. Etnis Tionghoa ... 18

D. Pegawai Negeri ... 21

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

A. Pendekatan Kualitatif ... 27

B. Responden Penelitian ... 28

1. Karakteristik Responden ... 28

2. Jumlah Responden Penelitian ... 29

3. Teknik Pengambilan Responden ... 29

4. Lokasi Penelitian ... 30

C. Metode Pengumpulan Data ... 30

1. Wawancara ... 31

2. Observasi ... 32

D. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 32

E. Kredibilitas atau Validitas Penelitian ... 34

F. Prosedur Penelitian... 35

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 35

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 35

3. Tahap pencatatan Data ... 36

G. Metode Analisis Data ... 36

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Analisa Data ... 38

1. Responden I ... 38

a. Identitas Diri ... 38

b. Gambaran Umum Responden I ... 39

(9)

d. Data Observasi Selama Wawancara ... 41

e. Analisa Data Wawancara ... 46

2. Responden II ... 71

a. Identitas Diri ... 71

b. Gambaran Umum Responden II ... 71

c. Jadwal Wawancara ... 73

d. Data Observasi Selama Wawancara ... 73

e. Analisa Data Wawancara ... 77

B. Pembahasan ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 106

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gambaran Umum Responden I ... 38

Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden I... 41

Tabel 3. Interpretasi Responden I ... 68

Tabel 4. Gambaran Umum Responden II ... 71

Tabel 5. Jadwal Wawancara Responden II ... 73

(11)

DAFTAR BAGAN

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

Motif Etnis Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri (Studi Kasus pada PNS dan Polisi Etnis Tionghoa di Sumatera Utara)

Annisa Rizki Asrin dan Cherly Keumala Ulfa

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus yang meneliti tentang motif etnis Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri. Penelitian ini dilakukan karena sedikitnya jumlah pegawai negeri etnis Tionghoa yang dapat dijumpai, sehingga menjadi fenomena yang unik dan menarik untuk diketahui mengenai motif mereka bekerja sebagai pegawai negeri.

Responden dalam penelitian ini berjumlah dua orang yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Polisi. Data pada penelitian ini dihimpun dengan menggunakan metode wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode pendukung. Wawancara dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori motivasi Hierarki Kebutuhan Maslow.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan dinamika setiap motif pada diri responden dalam bekerja sebagai pegawai negeri. Motif fisik kedua responden dalam bekerja sebagai pegawai negeri hanya untuk mendapat penghasilan tetap bukan untuk mencari kekayaan. Motif fisik kedua responden dirasa sudah terpenuhi sebelum mereka bekerja. Motif keamanan dalam bekerja kedua responden berbeda. Responden pertama bekerja sebagai PNS karena butuh pekerjaan yang tetap dan jelas, sedangkan responden kedua bekerja sebagai polisi untuk melindungi dirinya dan keluarganya.

Motif sosial pada responden pertama mendukung motif keamanan pada dirinya. Responden pertama butuh kedekatan dengan orang lain agar dirinya dilindungi. Dalam hal pekerjaan, responden pertama suka bekerja menolong orang banyak. Motif sosial pada responden kedua juga tinggi untuk mendukung kebutuhan fisik dirinya. Pergaulan yang luas akan menunjang karier responden kedua.

Motif penghargaan diantara kedua responden bertolak belakang. Responden pertama dalam bekerja hanya memiliki motif penghargaan agar memacu dirinya bekerja lebih baik. Sedangkan responden kedua memiliki motif penghargaan cukup besar dengan bekerja sebagai polisi yaitu keinginannya untuk disegani orang lain.

Kedua responden memiliki motif aktualisasi yang besar dalam bekerja sebagai pegawai negeri, ditunjukkan dari kedisiplinan mereka menjalankan tugas dan pekerjaan serta pengabdian diri kepada masyarakat maupun negara. Responden pertama tidak akan mengorbankan pekerjaan demi kepentingan pribadi, sedangkan responden kedua tetap mengutamakan tugas walaupun harus mengorbankan waktu libur dirinya bersama keluarga.

(14)

Chinese Motives in Working as a Bureaucrat (Case Study of Chinese Bureaucrat in Sumatera Utara)

Annisa Rizki Asrin dan Cherly Keumala Ulfa

ABSTRACT

This research is a qualitative study using case study method that explore the motives of Chinese bureaucrat. The research was conduct because of the small number of Chinese bureaucrat can be found, making it a unique and interesting phenomenon to investigated about their motives in working as a bureaucrat.

The data of this research collected by using interviews (as the main method) and observation (as a supported method) at the two respondents with the status as a civil servant and police. Interviews were conducted due to the interview guide based on Maslow’s Hierarchy of Needs Theory of Motivation.

The results showed the dynamic of each motive within the respondents in working as a bureaucrat. The physical motives of both respondents are just to get the constant income. The safety motives of both respondent are different. The first respondent needs to get a permanent job, whereas the second respondent needs to protect himself and his family.

The social motive of the first respondent supports her safety needs, whereas the social motive of the second respondent supports his physical motive to seek the side jobs and build up his carrier.

The esteem motives of both respondents are different. The first respondent has the esteem motives to push her to work better. Whereas the second respondent has the esteem motives because of his need to be respected by others.

Both of respondent has a big self actualization in working as a bureaucrat. The first respondent will not sacrifice her job for her importance self. Whereas the second respondent will still work although he have to sacrifice his quality time with his family.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia. Jumlah penduduk di Indonesia berdasarkan data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Indonesia adalah 237.641.326 jiwa. Ratusan juta penduduk Indonesia tersebut terdiri dari tiga ratus lebih kelompok etnik atau suku bangsa. Hal ini yang membuat Indonesia dikatakan sebagai negara multietnis. (bps.go.id)

Provinsi Sumatera Utara menempati urutan keempat sebagai provinsi terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Jumlah penduduk Sumatera Utara berdasarkan data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Indonesia adalah 12,98 juta jiwa. Suku bangsa di Sumatera terdiri dari Batak, Jawa, Nias, Melayu, Minangkabau, Tionghoa, Banjar. (bps.co.id)

(16)

cara damai, adapula yang lebih memilih menggunakan cara kekerasan, ataupun menentang dari kebijakan dan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Sejak era reformasi digulirkan pada tahun 1998, masyarakat Tionghoa sudah bisa lebih diterima di masyarakat Indonesia yang majemuk. Masyarakat Tionghoa dulunya tidak dianggap sama sekali sebagai warga negara Indonesia. Walaupun etnis Tionghoa saat ini sudah sama kedudukannya dengan etnis - etnis lain di Indonesia dalam hukum dan pemerintahan, namun konflik kelompok minoritas tampaknya belum dapat terlepas dari penduduk Tionghoa tersebut. Tindakan – tindakan seperti diskriminasi masih kerap terjadi. Salah satu yang menjadi contoh kasus adalah kebijakan Universitas Indonesia yang membatasi jumlah mahasiswa dari etnis Tionghoa tidak boleh lebih dari tiga persen. (news.detik.com)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang Tionghoa terkesan dipersulit dalam urusan administrasi pemerintahan. Hal ini dapat terlihat dari susahnya mereka mendapatkan dokumen kependudukan seperti akta kelahiran, kartu keluarga, maupun kartu tanda penduduk (KTP). Hal ini dapat terlihat dari petikan wawancara dengan salah satu orang Tionghoa berinisial H berikut :

(17)

Walaupun disebut sebagai kelompok minoritas dengan segala konfliknya, namun para etnis Tionghoa di Indonesia mampu menunjukkan kapasitasnya. Tak dapat dipungkiri, bahwa roda perekonomian khususnya dunia bisnis merupakan lahan yang tumbuh subur bagi orang Tionghoa. Saat ini mereka mampu merajai dunia bisnis dalam negeri. Data menunjukkan bahwa etnis Tionghoa menguasai delapan puluh persen perekonomian Indonesia. Bisnis bagi orang Tionghoa merupakan roda perekonomian yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ruang lingkup bisnis yang dijalankan oleh orang Tionghoa terbilang luas, mulai dari bisnis perhotelan, bank, properti, elektronik, otomotif sampai aktifitas distribusi.

Banyak sekali kajian yang dilakukan untuk menilai mengapa bisnis atau wirausaha Tionghoa memperoleh sukses. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia relatif lebih sukses dalam berwirausaha, karena umumnya mereka memiliki motivasi yang positif dan tinggi, karakterisik mengembangkan sikap serta perilaku bisnis tertentu yang merupakan kunci sukses mereka, yang pada dasarnya usaha mereka sangat mendominasi perekonomian Indonesia pada hampir semua sektor bisnis (Wachyu, 2005).

(18)

kultural yang memberikan kontribusi kepada wirausaha Tionghoa secara umum (Nasir, 2008).

Wirausahawan Tionghoa cenderung bersifat dinamis sekaligus pragmatis, fleksibel dan pandai menempatkan diri serta ulet. Hal ini sangat membantu mereka bertahan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif bahkan dalam kondisi yang bergejolak sekalipun. Etnis Tionghoa tersebut mampu dan mau melayani serta mengembangkan efisiensi, membina hubungan dengan pelanggan dan serta pemegang saham lainnya dengan tetap menempatkan diri secara berhati-hati. Gaya manajemen Tionghoa sangat menekankan human relationship. Bahkan secara spesifik hubungan bisnis Tionghoa biasanya didasarkan pada persahabatan, kesetiaan dan kepercayaan yang tinggi. Pada level usaha kecil, bisnis Tionghoa lebih didasarkan rasa saling percaya antara pekerja dengan pemilik, dari pada kontrak kerja (Nasir, 2008).

Sangat jarang ditemukan orang Tionghoa berada dalam jajaran pemerintahan yang berstatus pegawai negeri, baik pegawai negeri sipil, polisi, maupun tentara. Sebagaimana yang dapat diamati, pegawai negeri di Indonesia didominasi oleh masyarakat pribumi. Setiap tahunnya apabila dibuka penerimaan calon pegawai negeri, para pelamarnya pun hampir keseluruhan dari etnis asli Indonesia, hampir tidak terlihat peminat dari etnis Tionghoa.

(19)

tahun 1974 tentang pokok – pokok kepegawaian, pegawai negeri adalah setiap warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pegawai negeri sipil merupakan salah satu unsur aparatur negara yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan tugas –tugas pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya PNS yang penuh dedikasi, berkualitas, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945 (Irmayani, 1996). Sedangkan anggota kepolisian negara Republik Indonesia juga merupakan pegawai negeri yang berada pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(20)

Orang Tionghoa yang memutuskan bermatapencaharian sebagai pegawai negeri di Indonesia tentunya memiliki alasan tertentu. Keputusan mereka juga bukan sekedar asal – asalan belaka, ada tujuan tersendiri dari dalam diri mereka yang ingin dicapai ketika memilih pegawai negeri sebagai pekerjaan mereka. Suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu disebut dengan motif. Timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan, dan imbalan (Indriyo dan Sudita, 1997). Hal ini dapat terlihat dari petikan wawancara dengan salah satu PNS etnis Tionghoa berinisial D berikut :

“Sebenarnya kalau jadi PNS saya sih lebih ngejarkan untuk statusnya itu, lebih terjamin.” (Komunikasi Personal, 4 Januari 2012)

Berdasarkan fenomena, ada banyak orang Tionghoa yang berkecimpung dalam kegiatan berwirausaha, dengan memiliki karakteristik yaitu motivasi positif dan tinggi dalam bidang perdagangan atau wirausaha yang berlangsung terus dari generasi ke generasi, namun hanya sedikit yang berkecimpung di dunia pemerintahan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana motif kerja orang etnis Tionghoa sebagai pegawai negeri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana motif – motif

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana motif - motif para etnis Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri. Pertanyaan penelitian meliputi : Bagaimana motif – motif orang Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri?

D. Manfaat penelitian

1.Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat :

a. Menambah pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi ilmu psikologi, terutama psikologi industri / organisasi.

b. Menjadi masukan yang berguna bagi penelitian yang lebih lanjut mengenai motif para etnis Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri. 2.Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memberikan informasi secara umum tentang bagaimana motif para etnis Tionghoa bekerja sebagai pegawai negeri sehingga diharapkan etnis Tionghoa mendapatkan kesempatan yang sama berkarier di bidang pemerintahan.

b. Memberi gambaran mengenai dinamika motif etnis Tionghoa sejak masuk sebagai pegawai negeri hingga saat ini.

c. Menjadi pembelajaran bagi seluruh pegawai negeri di Sumatera Utara.

(22)

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur sehhingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis dan penelitian–penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fokus penelitian. Diantara teori – teori yang akan dibahas adalah makna motivasi, jenis – jenis motivasi, perubahan dalam kekuatan motivasi, serta pendekatan motivasi kerja berdasarkan teori hierarki Maslow, dan diakhiri dengan paradigma penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

(23)

Bab IV : Hasil Analisis Data

Bab ini menjabarkan hasil analisis dan interpretasi dari data yang didapatkan oleh peneliti ke dalam bentuk penjelasan yang lebih terperinci dan runtut disertai dengan data yang mendukung.

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Makna Motif

Terdapat beberapa kata yang sering mengikuti istilah motivasi, yaitu hasrat, keinginan, harapan, tujuan, target, kebutuhan, motifi, dan insentif. Teknisnya, pemahaman terhadap motivasi itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang artinya “bergerak”. Sedangkan definisi secara jelas adalah motivasi sebagai sebuah proses yang dimulai secara fisiologi dan psikologi defisiensi yang membutuhkan tindakan dan sikap yang bertujuan dan memiliki target. Itu, kunci pemahaman proses dari motivasi yang berhubungan, kebutuhan, sikap, dan insentif. (Luthans, 2005).

Gibson dkk (1997) menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Menurut Hasibuan (2007), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar dapat bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

(25)

Menurut Walgito (dalam Basuki, 2008) motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti bergerak. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Hal-hal yang mempengaruhi motif tersebut disebut dengan motivasi.

Purwanto (2002) menjelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah ” pendorongan” suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Sondang Siagian (1995) mengatakan bahwa suatu motif adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing – masing anggota organisasi yang bersangkutan.

Dalam sebuah sistem, motivasi terdiri dari tiga elemen yang interdependen dan berrkaitan:

(26)

1. Kebutuhan (needs). Kebutuhan dibentuk ketika ada ketidakseimbangan antara faktor psikologikal dan fisiologis.

2. Dorongan (drives). Dengan beberapa pengecualian, dorongan, atau motif (dua hal yang selalu berhubungan dan berubah-ubah satu dengan yang lain), merupakan suatu susunan untuk mencapai kebutuhan. Dorongan fisiologis dapat dengan mudah didefenisikan sebagai sebuah defisiensi secara terarah. Dorongan fisiologis dan psikologis merupakan aksi yang secara umum dan menyediakan dorongan energi untuk mencapai sebuah insentif. Hal tersebut sangat membutuhkan proses motivasi yang keras. 3. Insentif (incentives). Insentif merupakan akhir dari lingkaran motivasi

yang didefenisikan sebagai apapun yang dapat memuaskan sebuah kebutuhan dan dapat mereduksi sebuah dorongan. Jadi, mencapai insentif akan cenderung untuk mengembalikan keseimbangan dari faktor fisiologis ataupun psikologis dan juga akan mengurangi dorongan.

B. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

(27)

fisik

keamanan

tinggi sosial/afiliasi

penghargaan kekuatan

kebutuhan aktualisasi diri

rendah

1. Kebutuhan Fisik

Berbagai kebutuhan fisik berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi. Kebutuhan itu bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan atau profesi, umur, jenis kelamin, dan faktor – faktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang. Namun tetap diakui bahwa terdapat perbedaan dalam kemampuan untuk memuaskan berbagai kebutuhan tersebut. (Siagian, 1995).

Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisik adalah kebutuhan – kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan perumahan. Contoh seorang pegawai yang mencari uang tambahan untuk menyewa rumah.

2. Kebutuhan Keamanan

(28)

tidak akan mengalami pemutusan hubungan kerja selama yang bersangkutan menunjukkan prestasi kerja yang memuaskan dan tidak melaukan tindakan yang merugikan organisasi. (Siagian, 1995).

3. Kebutuhan Sosial

Telah umum diterima sebagai kebenaran universal bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan organisasional, manusia sebagai insan sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan diri seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Sondang Siagian (1995) membagi kebutuhan sosial dalam empat bentuk perasaan, yaitu :

a. Perasaan diterima oleh orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi. Dengan kata lain ia memiliki sense of belonging yang tinggi.

b. Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya yang khas tersebut setiap orang merasa dirinya penting. Tidak ada manusia yang senang apabila diremehkan. Artinya setiap orang memiliki sense of importance.

(29)

d. Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan atau sense of participation. Kebutuhan ini terasa dalam banyak segi kehidupan

organisasional, akan tetapi mungkin paling terasa dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas seseorang. 4. Kebutuhan Penghargaan

Salah satu ciri manusia adalah bahwa ia mempunyai harga diri. Karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Selain itu, kebutuhan akan penghargaan juga merupakan suatu kebutuhan agar orang lain mau menghargai akan dirinya dan usaha-usaha yang dilakukannya. Pemuasan kebutuhan akan penghargaan ini dapat menghasilkan perasaan - perasaan percaya akan dirinya, prestise, kekuasaan, dan kontrol. Orang lalu merasa bahwa dirinya bermanfaat dan mempunyai pengaruh yang baik terhadap lingkungannya. Sebaliknya jika seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan ini lewat usaha perilaku yang konstruktif, padahal kebutuhan tersebut menduduki tingkat yang dominan, maka akan mengakibatkan perilaku yang merugikan dan tidak dewasa. (Toha, 1986).

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

(30)

kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan profesional yang pada gilirannya memungkinkan yang bersangkutan memuaskan berbagai jenis kebutuhannya. (Siagian, 1995).

Dalam memuaskan kebutuhan akan aktualisasi diri, banyak cara yang dilakukan oleh seseorang, dan cara-cara tersebut berbeda antara satu orang dengan orang lain. Semua keinginan untuk memaksimalkan potensi yang dirasakan ada pada diri seseorang, dan dirasakan ia mampu mencapainya adalah perwujudan dari pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri.

Menurut Maslow, hirarki kebutuhan ini merupakan suatu pola yang tipikal dan bisa dilaksanakan pada hampir setiap waktu. Pemenuhan kebutuhan yang satu akan menimbulkan keperluan kebutuhan yang lain. Setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Ada kalanya seseorang untuk mencapai kebutuhan aktualisasi diri harus melewati pemenuhan kebutuhan mulai dari fisik, terus merangkak ke aktualisasi diri. Sebaliknya ada orang lain yang tidak memerlukan waktu yang lama dalam satu tingkat, tahu - tahu sudah berada pada tingkat kebutuhan aktualisasi diri.

(31)

di atas, Gandhi melaksanakan kebutuhan aktualisasi diri berupa pencapaian kemerdekaan India dengan mengorbankan kebutuhan fisik tidak makan, dan kebutuhan keamanan dari ancaman tentara Inggris waktu itu. (Toha, 1986).

(32)

Gambar Hirarki motivasi kerja

Aktualisasi Diri Penghargaan misalnya: status, titel, simbul-simbul, promosi, perjamuan, dan sebagainya.

Keamanan, misalnya :

Jaminan masa pensiun, santunan kecelakaan, jaminan asuransi kesehatan dan

sebagainya.

Fisik, misalnya gaji, upah

tunjangan, honorarium, bantuan pakaian, sewa perumahan, uang transport dan lain-lain.

Sumber : Fred Luthans, Organizational Behavior 1981, h.179 (dalam Miftah Thoha, 1986)

C. Etnis Tionghoa

Etnis Tionghoa adalah suku bangsa perantau atau pendatang dari negeri Cina yang datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang maupun bermigrasi (Trianisa, 2007). Menurut Kinasih (2005), etnis Tionghoa adalah etnis pendatang yang mengalami interaksi etnisitas paling problematik dibandingkan dengan etnis India, Arab dan beberapa etnis kecil pendatang lainnya.

Menurut Vasanty (dalam Koentjaraningrat, 2007) orang Tionghoa adalah kelompok orang yang berasal dari berbagai suku bangsa di daerah negara Cina

Sosial atau afiliasi

(33)

yang salah satunya berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwangtung. Suku-suku bangsa dari daerah tersebut adalah Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Hakka dan Kanton.

Vasanty (dalam Koentjaraningrat, 2007) membagi etnis Tionghoa dalam dua golongan, yaitu:

1) Etnis Tionghoa peranakan

Etnis Tionghoa peranakan adalah seorang etnis Tionghoa yang lahir di Indonesia dan hasil dari perkawinan campuran antara orang Tionghoa asli dengan orang Indonesia, yang dimana etnis Tionghoa peranakan yang dalam banyak unsur kehidupannya telah menyerupai orang Jawa yang telah lupa akan bahasa asalnya dan dalam ciri-ciri fisiknya sering juga sudah menyerupai orang Indonesia asli.

2) Etnis Tionghoa totok

Etnis Tionghoa totok adalah seorang Etnis Tionghoa yang bukan hanya lahir di negara Tionghoa tetapi bisa juga lahir di Indonesia. Orang Etnis Tionghoa totok yang ada di Indonesia kulturasi budayanya masih sama seperti yang berada di negara Cina yang dimana terdapat belum bisa berbahasa Indonesia tetapi bicara bahasa Hokkien asli atau bahasa asalnya. Ciri-ciri fisiknya masih sama seperti orang Tionghoa negara asalnya.

(34)

Perilaku ekonomi etnis Tionghoa di perantauan secara umum lebih mengarah pada usaha yang sifatnya aman dan netral, dalam arti tidak mengandung banyak resiko bagi keselamatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya. Bentuk konkret ekonomi etnis Tionghoa ini cenderung bergerak di bidang perdagangan (retail) dan keuangan. Mereka tidak bisa leluasa masuk ke dalam proyek atau usaha yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak karena pengelolaan usaha – usaha besar dan vital itu umumnya dikuasai oleh negara. (Tjoe, 2007).

Sebagian besar dari orang Tionghoa memang hidup dari perdagangan dan kebanyakan dari mereka adalah orang Tionghoa dari suku Hokkien. Orang Tionghoa dari suku Hakka banyak yang menjadi pedagang tetapi banyak juga yang menjadi pengusaha industri kecil. (Vasanty dalam Koentjaraningrat, 2007). Suku Tionghoa Hokkien yang berasal dari daerah Fukien Selatan ialah imigran terbesar di negara-negara Asia pada abad ke-19. Mereka mempunyai sifat dagang yang kuat, karena daerah asal mereka dikenal sebagai pusat dagang (Noordjanah, 2007).

Perdagangan dan berusaha memang merupakan suatu mata pencaharian hidup yang paling penting diantara orang Tionghoa (Vasanty dalam Koentjaranigrat, 2007).

(35)

mereka tetap terpelihara secara sehat. Hal ini semakin memperkuat kinerja bisnis di kalangan mereka. Bahkan saat terjadi krisis ataupun munculnya tantangan besar, mereka akan saling bekerjasama. Oleh sebab itu, bisnis keluarga sebagai penopang jaringan bisnis yang mereka bentuk dalam konteks ini sangatlah penting. (Tjoe, 2007).

D. Pegawai Negeri

(36)

1. Pegawai Negeri Sipil

Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan tersebut, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat – syarat yang ditentukan. Jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang di perlukan ditetapkan dalam formasi. Formasi tersebut ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jeni, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.

(37)

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Tugas dan tanggung jawab Polri adalah sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut yakni memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:

a. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

b. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

(38)

manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.

E. Dinamika Teoritis Orang Tionghoa Bekerja sebagai Pegawai Negeri

Sebagian besar orang Tionghoa di Indonesia bermatapencaharian sebagai wirausaha. Saat ini mereka mampu merajai dunia bisnis dalam negeri. Orang Tionghoa yang ada di Indonesia relatif lebih sukses dalam berwirausaha, karena umumnya mereka memiliki motivasi yang positif dan tinggi, karakterisik mengembangkan sikap serta perilaku bisnis tertentu yang merupakan kunci sukses mereka.

Sangat jarang ditemukan orang Tionghoa berada dalam jajaran pemerintahan yang berstatus pegawai negeri, baik pegawai negeri sipil, polisi, maupun tentara. Namun bukan berarti pegawai negeri orang Tionghoa tidak ada sama sekali. Di Sumatera Utara sendiri, dapat dijumpai beberapa orang Tionghoa berstatus pegawai negeri baik itu dengan seragam pegawai negeri sipil maupun dengan seragam polisi.

(39)

Teori Maslow membagi lima macam kebutuhan manusia ke dalam bentuk hirarki. Kelima kebutuhan tersebut yaitu fisik, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.

Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisik adalah kebutuhan – kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, dan perumahan. Kebutuhan akan keamanan tidak hanya ditandai oleh keamanan secara fisik tapi juga dengan penerimaan perlakuan yang adil dan manusiawi serta security of tenure (artinya terdapat jaminan bahwa seseorang tidak akan mengalami pemutusan hubungan kerja).

Kebutuhan sosial maksudnya adalah kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan diri seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Sedangkan kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan akan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Selain itu, kebutuhan akan penghargaan juga merupakan suatu kebutuhan agar orang lain mau menghargai akan dirinya dan usaha-usaha yang dilakukannya.

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan keinginan untuk memaksimalkan potensi yang dirasakan ada pada diri seseorang, dan dirasakan ia mampu untuk mencapainya.

(40)

Paradigma Teoritis

Memiliki motivasi yang positif dan tinggi, karakterisik mengembangkan sikap serta perilaku bisnis tertentu  Sukses berwirausaha

Fisik Keamanan Sosial Penghargaan Aktualisasi

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang pendekatan yang dipakai, metode pengambilan data, lokasi dan responden serta metode analisa dalam penelitian ini.

A. Pendekatan Kualitatif

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati (Nawawi, 1994). Fokus penelitian kualitatif dapat berupa orang, kelompok, program, pola hubungan ataupun interaksi, dan kesemuanya dilihat dalam konteks alamiah atau apa adanya (Poerwandari, 2009).

Penelitian ini nantinya akan menampilkan kedalaman dan detail, karena fokusnya memang penyelidikan yang mendalam pada sejumlah kecil kasus. Peneliti merasa perlu memahami suatu kasus spesifik dan orang-orang tertentu. Pada penelitian ini, hal yang diangkat adalah mengenai etnis Tionghoa yang berprofesi sebagai pegawai negeri. Hal ini karena pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara utuh mengenai motivasi mereka. Di dalam pendekatan ini peneliti dapat membangun pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005).

(42)

terbatasi (bounded context), meski batas – batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Beberapa tipe unit yang dapat diteliti dalam bentuk studi kasus : individu – individu, karakteristik atau atribut dari individu – individu, aksi dan interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting, serta peristiwa atau insiden tertentu (Poerwandari, 2009).

Metode studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik. Menurut Poerwandari (2009), studi kasus intrinsik dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep – konsep / teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi.

B. Responden Penelitian

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu individu yang merupakan seorang pegawai negeri baik pegawai negeri sipil maupun polisi dalam instansi manapun dan merupakan seorang etnis Tionghoa. Penelitan ini menggunakan dua orang responden dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Etnis Tionghoa

(43)

c. Domisili di Medan dan sekitarnya.

d. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

2. Jumlah Responden Penelitian

Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2009), desain kualitatif memiliki sifat luwes, oleh sebab itu tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia.

Sarakantos (dalam Poerwandari, 2009) mengatakann bahwa sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah yang besar dan tidak ditentukan secara baku sejak awal tetapi dapat berubah sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian. Untuk itu, dalam penelitian ini jumlah responden yang digunakan adalah sebanyak dua orang etnis Tionghoa yang bekerja sebagai pegawai negeri dimana responden satu bekerja sebagai pegawai negeri dan satu responden lagi sebagai polisi.

3. Teknik Pengambilan Responden

Prosedur penentuan responden dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory-based/operational construct sampling). Penelitian mendasar (basic) sering

(44)

berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi – studi sebelumnya. (Poerwandari, 2009).

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Medan dan sekitarnya. Pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan kemudahan peneliti dalam mengumpulkan data dari para responden. Tempat dilakukan penelitian disesuaikan dengan kemauan responden, dengan syarat responden merasa aman dan nyaman dengan keberadaannya dalam mengungkapkan hal – hal mengenai dirinya.

C. Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka dan luwes, tipe dan metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti (Poerwandari, 2009). Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai teknik pembantunya.

1. Wawancara

(45)

berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan pendekatan lain (Banister, dalam Poerwandari, 2009).

Patton (dalam Poerwandari, 2009) mengemukakan 3 jenis wawancara yang digunakan. Jenis wawancara tersebut antara lain adalah wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan wawancara dengan pedoman standar yang terbuka. Penelitian ini sendiri menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum dan berbentuk wawancara mendalam. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu – isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk eksplisit yang bertujuan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek – aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek mengenai kerelevanan aspek – aspek tersebut dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2009). Wawancara ini juga berbentuk wawancara mendalam (in depth – interview) dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai motif

(46)

2. Observasi

Selama wawancara berlangsung akan dilakukan observasi terhadap situasi dan kondisi serta perilaku yang muncul pada responden. Tujuan dilakukannya observasi dalam penelitian ini sebagai alat bantu tambahan agar peneliti mendapat pemahaman agar peneliti mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai motif – motif kerja berdasarkan teori Maslow. Poerwandari (2009) mengatakan observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas – aktivitas yang berlangsung, orang – orang yang terlibat dalam aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. berdasarkan hal ini maka hasil observasi akan digunakan sebagai data pelengkap dari hasil wawancara. Adapun hal – hal yang akan diobservasi adalah lingkungan fisik dilakukannya wawancara, penampilan fisik responden, perilaku responden kepada peneliti selama wawancara, perubahan ekspresi wajah responden selama wawancara berlangsung, hal – hal yang mengganggu selama wawancara dan hal – hal yang sering dilakukan responden selama wawancara.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (2009), dalam pendekatan kualitatif, alat yang terpenting adalah peneliti sendiri. Namun, untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman wawancara dan alat perekam.

(47)

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada penelitian ini, pedoman wawancara disusun berdasarkan teori motivasi Hierarki Kebutuhan Maslow

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban - jawaban responden. Dalam pengumpulan data, peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada responden untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung. Alat perekam yang akan digunakan adalah tape recorder.

3. Pedoman Observasi

(48)

E. Kredibilitas dan Validitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengganti konsep validitas, yaitu ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur apa yang hendak diukur. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari,

2009). Kedibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan bagaimana motif – motif kerja etnis Tionghoa yang berkerja sebagai pegawai negeri ditinjau dari teori Maslow.

Marshall dan Rosmann (dalam Poerwandari, 2009) mengatakan langkah – langkah yang dapat meningkatkan kredibilatas suatu penelitian adalah mencatat hal – hal penting serinci mungkin, mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul. Secara keseluruhan adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas data dalam penelitian ini adalah dengan :

1. Memilih sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian.

2. Membuat pedoman wawancara berdasarkan teori motivasi Maslow.

3. Menggunakan wawancara mendalam dengan pertanyaan – pertanyaan terbuka, dan melakukan probing terhadap pernyataan responden yang kurang jelas.

(49)

5. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses pengumpulan data maupun strategi analisanya.

6. Menyertakan orang lain sebagai pemberi saran maupun kritik seperti dosen maupun mahasiswa lain sesama peneliti kualitatif.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa hal yang diperlukan dalam penelitian, yaitu:

a. Mengumpulkan data dan informasi mengenai etnis Tionghoa serta mengumpulkan dan teori-teori yang berhubungan dengan motivasi kerja.

b. Mencari data pegawai negeri sipil dengan meminta bantuan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara

c. Menyiapkan pedoman wawancara agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Menghubungi calon repsonden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

b. Meminta kesediaan responden untuk diwawancarai disertai pembangunan raport antara peneliti dan subjek

(50)

d. Menentukan lokasi wawancara dilakukan. Lokasi yang dipilih adalah tempat dimana wawancara dapat berlangsung dengan baik.

e. Memastikan kelengkapan setiap perlengkapan wawancara seperti alat perekam, kaset, pedoman wawancara dan pedoman observasi.

f. Percakapan yang berlangsung dengan tape recorder mulai dari awal hingga akhir percakapakan.

3. Tahap Pencatatan Data

a. Peneliti membuat verbatim dari hasil wawancara yang dilakukan. b. Menguji kredibilitas dari data yang didapatkan.

c. Membuat koding sesuai dengan teori yang digunakan.

d. Menganalisa dan menginterpretasi data yang diperoleh dari masing-masing responden.

G. Metode Analisis Data

Beberapa tahapan menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari (2009), yaitu :

1.Mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, peneliti berkewajiban mengorganisasikan data secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin.

(51)

baris-baris transkip, dan selanjutnya peneliti memberikan nama untuk masing – masing kode tertentu.

3.Pengujian terhadap dugaan. Peneliti mempelajari data, lalu mengembangkan data yang kemudian akan mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan sementara. Hal – hal yang dilakukan peneliti untuk memudahkan pengujian terhadap dugaan adalah menuliskan pokok – pokok pertanyaan, membandingkan tema dan sub – sub tema yang dikembangkan dengan kembali mempelajari sumber data yang ada, serta menggunakan skema atau matriks sederhana untuk mendeskripsikan kesimpulan.

(52)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini melibatkan dua orang responden yang keduanya merupakan warga negara Indonesia etnis Tionghoa. Pada bab ini akan dikemukakan deskripsi data responden, data observasi selama berlangsungnya wawancara, dan pembahasan hasil wawancara. Pembahasan akan dijabarkan dengan menggunakan teori hierarki motivasi kerja Maslow. Dengan demikian akan diperoleh dinamika psikologis responden untuk menjawab pertanyaan penelitian. Selain itu, dalam bab ini akan digunakan kode - kode untuk memudahkan melihat hasil wawancara yang terdapat pada lampiran. Contoh kode yang digunakan seperti R1.W2/120-125/hal.3, yang berarti pernyataan tersebut dilakukan dengan responden pertama pada wawancara yang kedua terdapat pada baris ke 120 sampai 125, dimana pernyataan tersebut berada pada lampiran halaman 3 (tiga).

H. Analisa Data

5. Responden I

a. Identitas Diri

Tabel 1. Gambaran Umum Responden I

Dimensi Responden

Nama IN

Usia 32 tahun

Pendidikan S-1

Pekerjaan PNS, dokter

(53)

b. Gambaran Umum Responden I

IN adalah seorang wanita etnis Tionghoa berusia 32 tahun yang sudah menikah dan belum memiliki anak. Suami IN adalah seorang Batak. IN sendiri tumbuh di lingkungan keluarga yang bercampur agama dan suku. IN tinggal bersama orangtua di rumah orangtuanya, sedangkan suaminya tinggal di Jakarta. IN dan suaminya adalah pasangan bekerja sehingga harus pintar mengatur waktu antara urusan pribadi dan pekerjaan mereka. Terkadang, ketika akhir pekan IN ke Jakarta untuk mengunjungi suami, atau sebaliknya, ketika mendapat libur lumayan panjang, suami IN lah yang terbang ke Medan untuk mengunjungi istrinya tersebut.

IN berprofesi sebagai dokter dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terhitung sudah dua tahun IN berstatus sebagai PNS. Sehari – hari IN banyak menghabiskan waktunya bekerja di kantor sebagai staf di salah satu unit Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Selain mengerjakan surat - surat, mendata barang inventaris kantor dan hal – hal lain yang ditugaskan oleh atasan, IN juga kerap mendapat tugas turun langsung ke lapangan sebagai tim medis ambulans yang bersiaga di lapangan merdeka Medan.

(54)

Perjalanan IN menjadi PNS bukan tanpa kendala. Protes dari keluarga besar sempat ia terima. Gaji yang jauh lebih kecil dibanding yang pernah didapatnya sewaktu menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) di daerah terpencil turut menjadi dasar pertimbangan IN dan keluarganya. Ditambah lagi peraturan yang mengenakan denda dua puluh juta rupiah bagi peserta tes CPNS yang lulus namun tidak mengambilnya. IN dilanda keraguan saat itu. Namun tekadnya yang menginginkan pekerjaan tetap, kerinduannya untuk kembali ke kota, serta dukungan dari teman dan tetangga mampu memantapkan hati IN untuk mengejar status PNS.

Saat awal bekerja dengan status barunya sebagai PNS, IN merasakan pengalaman – pengalaman yang tidak akan dilupakannya. Ada suatu kebanggaan bagi IN tatkala ia pertama kali mengenakan seragam PNS. Melihat cap yang tertera di seragamnya, IN merasa bahagia bukan kepalang. Pengalam lain juga dirasakan IN ketika ia pertama kali menerima gaji. Dulu IN memerlukan waktu beberapa menit untuk menghitung gajinya, berbeda saat menghitung gaji yang ia terima sekarang yang lembaran rupiahnya lebih sedikit. Namun IN tidak menganggapnya sebagai suatu masalah besar, karena ia sudah mempersiapkan diri sedari awal.

(55)

jaga di salah satu rumah sakit di Binjai. Jadwal jaga malam IN di rumah sakit sama sekali tidak mengganggu pekerjaannya di kantor. Pagi hari seusai jaga, IN langsung bergegas ke kantor tanpa pulang dulu ke rumah.

c. Jadwal Pengambilan Data

Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden I

No Hari Tanggal Waktu Tempat Keterangan

(56)

Secara fisik, IN memiliki postur tubuh yang lumayan tegap dengan tinggi badan sekitar 165cm dan berat badan 65 kg. Wajah IN berbentuk oval, rambut lurus sebahu, kulit putih dan mata cipit. Dilihat dari ciri fisik, memang tergambar betul bahwa IN merupakan keturunan etnis Tionghoa, hanya gaya berbicaranya saja yang tidak terdengar seperti warga Tionghoa lainnya.

Proses wawancara pertama dilakukan di ruangan rapat di kantor IN. Pemilihan tempat wawancara di kantor adalah berdasarkan permintaan IN. Pertama kali ketika peneliti akan datang ke kantor IN, ia tak sungkan menunggu dalam mobil yang ia kendarai sendiri yang parkir di depan jalan menuju kantornya dan kemudian beriringan pergi ke kantor bersama – sama. Sesampai di kantor, IN disambut dengan sapaan hangat dari para satpam dan rekan – rekan sekantornya. IN juga membalas sapaan tersebut satu persatu dengan sangat ramah. Melihat pintu ruangan atasannya terbuka, IN sempat masuk sekedar untuk menyapa atasannya tersebut.

(57)

Pertama kali memasuki ruang rapat, IN mempersilahkan peneliti untuk duduk terlebih dahulu sementara ia keluar sebentar mengambil pengharum ruangan. Tak lama kemudian IN kembali bersama seorang satpam yang membawakan pengharum ruangan. Sebelum satpam tersebut keluar, IN sempat meminta diantarkan minuman untuk peneliti dan dirinya sendiri. IN duduk di sisi sebelah kanan peneliti, kemudian ia memutar kursinya agar posisi dirinya dekat dengan peneliti namun tetap bisa berhadapan.

Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin merekam percakapan dengan menggunakan alat perekam. Awalnya IN sempat menolak karena ia malu. Ia pun sempat bergurau dengan rekan kantornya - yang kebetulan masuk ke ruangan tempat wawancara - dengan mengatakan bahwa suaranya akan direkam. Setelah diberi penjelasan bahwasanya rekaman percakapan diperlukan dalam memudahkan proses pencatatan hasil wawancara dan tidak diperdengarkan secara umum, akhirnya IN tidak keberatan menggunakan alat perekam selama wawancara berlangsung.

(58)

menyebutkan dirinya, kadang ia menggunakan kata saya, terkadang aku, kadang juga kakak, dan sesekali gua atau kita.

Sosok IN yang ramah tergambar dari jawaban – jawaban yang ia berikan. IN tidak terlihat malu – malu dalam bercerita, ia menjawab semua pertanyaan peneliti dengan santai dan lancar. Sesekali IN melontarkan gurauan yang memancing tawa, memecah kekakuan suasana dalam ruangan. IN seperti sudah lupa akan kekhawatirannya di awal yang enggan percakapan dalam wawancara direkam.

Percakapan antara peneliti dan IN sempat beberapa kali terhenti. Alasan terhentinya percakapan adalah karena ada orang lain yang masuk ke dalam ruangan dan IN yang beberapa kali harus menjawab panggilan telefonnya. Pertama, satpam yang mengantarkan minuman sempat membuat percakapan terhenti beberapa saat. IN mempersilahkan peneliti minum, seraya menunjukkan kode yang terdapat di barang – barang inventaris dalam ruangan tersebut. IN mengaku dialah yang mendata dan mencantumkan kode pada setiap barang inventaris di ruangan tersebut. Kedua, percakapan terhenti sejenak ketika rekan kantornya masuk ke ruangan untuk mengambil barangnya yang tertinggal seraya berbasa – basi sesaat dengan IN. Ketiga, ponsel IN yang beberapa kali berbunyi mengharuskan IN menjawab panggilan – panggilan tersebut.

(59)

mengenakan kemeja batik, saat wawancara kedua IN terlihat lebih wibawa dengan seragam coklat PNS yang dikenakannya.

Ketika peneliti sampai di kantor, IN terlihat sedang berbincang sambil berjalan bersama atasannya menuju pintu keluar. Ternyata IN mengantar atasannya sampai ke mobil. Setelah atasan IN pergi, IN mengajak peneliti melihat – melihat kantornya dan berkenalan dengan rekan – rekan sekantornya. Pandangan peneliti sempat terhenti pada papan tulis besar di lobi kantor. Disitu tertera jadwal tim ambulans. IN sempat menjelaskan mengenai jadwal tersebut sebelum mempersilahkan peneliti masuk ke ruang rapat yang merupakan tempat berlangsungnya wawancara. Sosok IN yang ramah dan hangat kembali mampu menghidupkan suasana wawancara. IN sempat berbasa – basi menawari peneliti makan siang terlebih dahulu. IN sendiri saat itu sudah makan siang dengan atasannya sebelum atasan IN pergi.

Ekspresi riang yang semula menghiasi wajah IN beralih menjadi serius. Nada bicara berubah menjadi lebih pelan. Hal itu terjadi ketika IN bercerita tentang dosennya dulu yang pernah menyinggung etnis IN. Namun suasana hati IN membaik kembali setelah berganti pembahasan.

(60)

jalannya wawancara kedua pada hari itu. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IN bersikap kooperatif dengan peneliti, terlihat dari sikap IN dalam menjawab pertanyaan dari peneliti dengan santai dan apa adanya.

e. Analisa Data Wawancara

Motif – Motif Responden I Bekerja Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pada tahun 1999, IN berhasil menamatkan pendidikan di bangku SMA. Setelah IN selesai bersekolah hingga tingkat menengah atas, ia sempat mencoba melamar pekerjaan di salah satu perusahaan valuta asing. Di tempat tersebut IN melihat wanita memakai rok pendek masuk ke ruangan atasan dalam waktu yang cukup lama. Pikiran IN saat itu menjurus kepada hal – hal negatif dan langsung mengurungkan niat melamar pekerjaan tersebut.

“Begitu tamat SMA saya melamar kerja. Jadi saya kerja waktu itu di valuta asing. Saya liat orang pakai rok mini masuk ke dalam ruang bosnya lama kali keluarnya, aku jadi takutlah. Jadi pas mau mendaftar berfikir ah nggak lah kalau begini kerja nggak mau.”

(R1.W1.587-594.hal.14)

(61)

dirinya tidak pandai berjualan. Menurut IN, dalam bisnis hanya mementingkan bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya, bertolak belakang dengan dirinya.

“Awal sih minat, tapi kalau kita buka usaha pasti kan di pikiran kita melulu tentang keuntungan sebesar-sebesarnya. Kadang – kadang saya mau melayani tapi pikiranku jangan sampai kesana kali lah. Kalau kita buka usaha kan berarti kita harus berjuang bagaimana mencari keuntungan sebesar – besarnya agar perusahaan itu bisa bagus dan berkembang. Nggak lah.”

(R1.W1.576-586.hal.14)

Ia ingin berdiri sendiri dan memilih jenjang pendidikan profesi. Saat itu IN ingin menjadi seorang dokter. Keputusan IN untuk menjadi dokter bukanlah sekedar keinginannya saja, IN sadar akan minat dan kemampuannya. Menurut IN, dirinya cocok di bidang kedokteran.

(62)

“Sebenarnya suka berpetualang jadi suka pokoknya pada saat kita lihat pasien sembuh di tangan kita dengan berkat dari Tuhan yang mengizinkan dia sembuh kan, ada rasa kepuasan gitu.”

(R1.W1.168-173.hal.4)

IN datang ke salah satu universitas di Medan bersama sang ibu untuk mendaftar kuliah. Bukan untuk mendaftar kedokteran rencana awal mereka pada saat itu. Ayahanda IN menyarankannya untuk mengambil jurusan sastra Inggris atau ekonomi. IN patuh, tak kuasa menentang sang ayah. Sesampai di meja pendaftaran, mata IN terpaku pada formulir pendaftaran kedokteran. IN hanya bisa termenung memandanginya tanpa ada keberanian untuk meminta pada orangtuanya. Sang ibu menyadari gelagat IN yang sedari tadi melihat ke arah formulir kedokteran. Ibunda IN akhirnya menyuruh dirinya membawa pulang formulir tersebut untuk didiskusikan dengan sang ayah di rumah.

“Saya datang ke methodist untuk mendaftar sastra Inggris atau

“Kata mama „Yaudah ambil aja kita bawa pulang kita konsultasi, papa orangnya demokratis. Kalau memang itu dikasi Tuhan kamu kesitu, Tuhan juga akan kasi rejeki, kamu juga nggak akan tersendat disitu.”

(63)

Jalan yang dilalui IN untuk menjadi dokter ternyata tidak begitu mulus. Paman IN yang juga seorang dokter, awalnya sempat kurang menyutujui keputusan IN untuk menjadi dokter. Beliau beranggapan bahwa perempuan kurang cocok menjadi dokter, menurut beliau profesi dokter tidak semenyenangkan yang orang awam bayangkan. Apa yang dikatakan pamannya di awal rupanya memang benar. IN pun merasakan sendiri beban yang dipikul seorang dokter tidak ringan.

“Paman saya ada dokter. Dia kurang setuju saya dokter karena saya perempuan.”

(R1.W1.670-672.hal.16)

“... setelah saya jalani ternyata benar dokter itu enak dipandang tapi kita yang menjalani tidak seenak yang orang pandang. Jadi orang menganggap gaji kita dokter itu tinggi ternyata tidak” (R1.W1.672-677.hal.16)

(64)

“Waktu itu saya ambil pilihan Tapanuli Utara, yang masuk kriteria sangat terpencil.”

(R1.W1.12-14.hal.1)

“Taput itu masih golongan dekat dari Medan. Saya anak perempuan satu – satunya, belum pernah jauh dari orang tua, kos aja belum pernah. Jadi milih di Taput karena waktu itu ada pelamaran d Taput terus saya kira itu kalau kita mau pulang hanya sekitar 6 jam.”

(R1.W1.30-37.hal.1)

“Waktu itu kenapa dibilang sangat terpencil karena daerah yang saya tempati itu masih ada yang belum punya listrik, belum punya air, bahkan kalau untuk kesana kita harus mendaki selama dua jam, kalau jalannya rusak. Kalau jalannya bagus pun kita hanya bisa naik kereta, itupun kereta yang bunganya itu tebal.”

(R1.W1.72-81.hal.2)

Sebenarnya setiap dokter tidak diharuskan mengikuti PTT, namun jiwa IN yang ingin mengabdi menuntunnya untuk terjun langsung melayani masyarakat. IN juga ingin dirinya lebih berguna bagi masyarakat. Lagipula, imbalan yang diberikan pemerintah kepada para dokter PTT tersebut dianggap IN cukup memuaskan, sehingga ia merasa lebih ikhlas dalam bertugas melayani masyarakat.

“Dokter tidak harus ikut PTT. Jadi waktu itu kita setelah lulus kompetensi, kita berhak untu kmendapatkan surat tanda registrasi. Kita bisa langsung buka praktek, kita bisa langsung melamar ke Rumah Sakit, hanya ada kerinduan bagaimana rasanya melayani di sangat terpencil,kita beradaptasi dengan masyarakat, masyarakat juga tahu keberadaan kita, jadi kita itu berfungsi lah sama mereka. Nah dengan gaji yang cukup memuaskan dari pemerintah. Untuk itu yang saya terima per bulan Rp.6.350.000,00. Jadi dengan gaji yang segitu kita bisa bekerja, istilahnya saya mau melayani. Gaji tinggi tapi saya juga ingin melayani daerah –daerah yang memang membutuhkan.”

Gambar

Gambar Hirarki motivasi kerja
Tabel 1. Gambaran Umum Responden I
Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden I
Gambaran Responden I
+4

Referensi

Dokumen terkait

PLN (Persero) Area Kediri Distribusi Jawa Timur sudah baik dan perlu dipertahankan agar kinerja karyawan tidak menurun. Dari kedua penelitian tersebut menunjukkan adanya

Apakah pengetahuan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor di Kota Surabaya. Apakah sanksi pajak berpengaruh

beberapa bentuk lokalitas dalam tafsir Al- Ibri>z yang berhasil ditemukan, pertama dari sisi bahasa (istilah dalam Jawa dan juga aksara Arab-Pegon. yang

Hardware yang digunakan dalam perancangan alat ini adalah sensor water level untuk mengukur ketinggian air, mikrokontroller ATMega8535 sebagai sistem pengendali dan

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh ekstrak bawang putih (Allium sativum L ) sebagai fungisida

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan rata-rata panjang batang lebih pendek dari perlakuan tanpa pemangkasan, sebaliknya

Akibat dari semua ketidak- cocokan itu, sudah diduga sebelumnya jika pelajaran seni dan budaya yang pada awalnya menghendaki kreatif subyektif, justru dengan

Unit tersebut mengelola arsip aktif dari satu lembaga yakni Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Malang yang tersimpan di dalam Central File.. Walaupun Record Center