• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus (Pinus Merkusii Jungh.Et Devries) Dari Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus (Pinus Merkusii Jungh.Et Devries) Dari Kabupaten Samosir"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUNPINUS

(Pinus merkusii Jungh.et deVries)DARI

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

MAWAR SIRINGO-RINGO

120822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUNPINUS

(Pinus merkusii Jungh. et deVries)DARI

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

MAWAR SIRINGO-RINGO

120822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul :ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN PINUS (Pinus merkusii Jungh.et deVries) DARI KABUPATEN SAMOSIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : MAWAR SIRINGO-RINGO Nomor Induk Mahasiswa : 120822027

Program : SARJANA (S1) EKSTENSI KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juni 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Mimpin Ginting, M.S Dr. Juliati br Tarigan, S.Si, M.Si NIP : 195510131986011001 NIP: 197205031999032001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN PINUS (Pinus merkusii Jungh.

etdeVries)DARI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai rencana dan kehendakNya. Banyak hal sebagai pembelajaran dan pembentukan diri dalam setiap waktu penulis rasakan sehingga semakin melihat dan merasakan kebaikan dan kebesaranNya. Dalam pelaksanaan penelitian ini hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, dukungan maupun motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Sutarman, MSc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst., MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu, M.Sc sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU

3. Bapak Dr.Darwin Yunus Nst., MS sebagai Ketua Bidang Kimia Ekstensi FMIPA USU.

4. Ibu Dr.Juliati TariganS.Si, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS sebagai pembimbing II dengan sabar telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Bapak Prof.Dr.Jamaran Kaban,M.Sc selaku Ketua Bidang Kimia Organik FMIPA USU.

6. Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan Bapak Dr.Mimpin Ginting,MS beserta Dosen dan Staff Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU. 7. Seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan waktunya

untuk memberi bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia FMIPA USU

8. Pihak-pihak yang tidak disebutkan namun dengan tulus membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun pinus dihidrodestilasi selama 5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,1531 % (b/b). Hasil analisis menggunakan GC-MS menunjukkan 23 puncak yang dapat diidentifikasi sebanyak 20 senyawa memilki 5 komponen utama yaitu senyawa Limonen (22,72%), α-Pinen (17,53%), β -Kariofilen (16,76%), β-Ocimene (14,68%), dan Germakren-d (11,24%). Aktivitas antibakteri di uji dengan metode diffuse agar pada konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dalam pelarut dimetil sulfoksida. Minyak atsiri pinus (Pinus merkusii

(7)

CHEMICAL ANALYSIS OF ESSENTIAL OIL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAlACTIVITY TEST OF PINUS LEAVES (Pinus

merkusiJungh.etdeVries) FROM KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRACT

Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii Jungh.et deVries) have been isolated by hydrodestilation method using Stahl. Pinus leaves have destilated for five hours roduced essential oil 0.1531% (w/w). The results of the analyse use GC-MS showed 23 peaks and can be identified 20 compounds and have five major compounds are

Limonene (22.72%), α-Pinene (17.53%), β-Caryophyllene (16.76%), β-Ocimene (14.68%), and Germacren-d (11.24%). Antibacterial activity of the test have been done using agar diffuse method the concentrations 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, and 1% in the solvent dimethyl sufoxside. Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii

(8)

DAFTAR ISI 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Pembatasan Masalah 1.5.Manfaat Penelitian 1.6.Lokasi Penelitian 1.7.Metodologi Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Pinus (Pinus merkusiiJungh.et deVries) 2.1.1. Manfaat Pinus

2.1.2. Minyak Atsiri Pinus 2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri 2.3. Komposisi Minyak Atsiri

2.3.1. BiosintesaMinyakAtsiri

2.3.2. Cara Isolasi Minyak Atisiri Pinus 2.3.3. Penggunaan Minyak Atsiri Pinus 2.4. Senyawa Terpen

2.5. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) 2.5.1. Kromatografi Gas

2.5.1.1. Cara KerjaKromatografi Gas 2.5.1.2. Instrumentasi Kromatografi Gas

2.5.2. Spektrometri Massa

2.5.2.1. Instrumentasi Spektrometer Massa 2.5.2.2. Penentuan Rumus Molekul

2.5.2.3. Pengenalan Puncak Ion Molekul

2.5.2.4. Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalamSpektra

2.6. Bakteri

2.6.1. Bakteri Gram Negatif

2.6.1.1. Pseudomonas aeruginosa

(9)

2.6.1. Staphylococcus aureus

2.7. Antibakteri

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat 3.2. Bahan

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus denganMetode Hidrodestilasi

3.3.2. UjiSifatAntibakteriMinyakAtsiriPinus

3.3.2.1. PembuatanMedia Nutrient Agar (NA) dan SubkulturBakteri

3.3.2.2. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ( MHA)

3.3.2.3. PembuatanMedia Natrium Broth (NB) dan SubkulturBakteri

3.3.2.4. PembuatanSuspensiBakteri

3.3.3. UjiSifatAntibakteriMinyakAtsiriDaunPinus

3.4. PengenceranMinyakAtsiri 3.5. BaganPenelitian

3.5.1. IsolasiMinyakAtsiriDaunPinusDenganAlat Stahl 3.5.2.UjiAktivitasAntibakteri

3.5.2.1.Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) Miring dan StokKulturBakteri

3.5.2.2. Pembuatan Mueller Hinton Agat (MHA) 3.5.2.3. Penyiapan InokulumBakteri

3.5.2.4. UjiAktivitasAntibakteri

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi MinyakAtsiri dari Daun Pinus (Pinusmerkusii)

4.1.2. Hasil Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Pinus denganGC-MS

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi MinyakAtsiri Pinus ( Pinusmerkusii )

4.2.2. AnalisisMinyakAtsiriDaunPinus dengan Metode GC-MS

4.2.3. AktivitasAntibakteri

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 5.2. Saran

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1. Tanaman Pinusmerkusii Gambar 2.2.BiosintesaTerpenoid

Gambar 2.3. Perubahan Senyawa monoterpen

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena Gambar 2.5.StrukturKomposisiMinyak Terpentin Pinus Gambar 2.6. Skematis KromatograsiKromatografi Gas Gambar 2.7. Skematis Spektrometer Massa

Gambar 2.8. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2.9.BakteriStaphylococcus aureus

Gambar 4.1.KromatogramMinyakAtsiri Daun Pinus

Gambar 4.2. Spektrum MS Senyawa Limonen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.3.PolaFragmentasiSenyawaLimonen

Gambar 4.4. Spektrum MS Senyawa α-Pinen dariMinyakAtsiri DaunPinus

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi Senyawa α-Pinen

Gambar 4.6. Spektrum MS Senyawa β-Kariofilen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.7. Pola Fragmentasi Senyawa β-Kariofilen

Gambar 4.8.Spektrum MS Senyawa β-Ocimene dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.9. Pola Fragmentasi β-Ocimene

Gambar 4.10. Spektrum MS Senyawa Germakren-d dari Minyak Atsiri Daun Pinus

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1.Sumber-SumberMinyakAtsiri Tabel 2.2.KlasifikasiTerpen

Tabel 3.1. Kondisi AlatGC-MS Yang Digunakan untuk Analisis Minyak Atsiri Pinus

Tabel4.1. HasilIsolasiMinyakAtsiriDaunPinus Melalui Hidrodestilasi Tabel4.2.HasilAnalisisGC-MS MinyakAtsiriDaun Pinus

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1: Gambar Spektrum MS Limonen dari Minyak Daun Pinus yang diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Lampiran 2: Gambar Spektrum MS α-Pinen dari Minyak Daun Pinus yang diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Lampiran 3: Gambar Spektrum MS dari β-Kariofilen Minyak Daun Pinus yang diperoleh MenggunakanAlat Stahl

Lampiran 4: Gambar Spektrum MS β-Ocimene dariMinyakDaun Pinus yangdiperolehMenggunakanAlat Stahl Lampiran 5: Gambar Spektrum MS Kalaren dariMinyakDaun

Pinus yang diperolehMenggunakanAlat Stahl Lampiran 6: Hasil Identifikasi Pinus

Lampiran 7: Gambar Pohon Pinus

(13)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun pinus dihidrodestilasi selama 5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,1531 % (b/b). Hasil analisis menggunakan GC-MS menunjukkan 23 puncak yang dapat diidentifikasi sebanyak 20 senyawa memilki 5 komponen utama yaitu senyawa Limonen (22,72%), α-Pinen (17,53%), β -Kariofilen (16,76%), β-Ocimene (14,68%), dan Germakren-d (11,24%). Aktivitas antibakteri di uji dengan metode diffuse agar pada konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dalam pelarut dimetil sulfoksida. Minyak atsiri pinus (Pinus merkusii

(14)

CHEMICAL ANALYSIS OF ESSENTIAL OIL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAlACTIVITY TEST OF PINUS LEAVES (Pinus

merkusiJungh.etdeVries) FROM KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRACT

Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii Jungh.et deVries) have been isolated by hydrodestilation method using Stahl. Pinus leaves have destilated for five hours roduced essential oil 0.1531% (w/w). The results of the analyse use GC-MS showed 23 peaks and can be identified 20 compounds and have five major compounds are

Limonene (22.72%), α-Pinene (17.53%), β-Caryophyllene (16.76%), β-Ocimene (14.68%), and Germacren-d (11.24%). Antibacterial activity of the test have been done using agar diffuse method the concentrations 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, and 1% in the solvent dimethyl sufoxside. Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan pinus merupakan hutan yang luas di Indonesia. Pohon pinus, famili Pinaciae

yang dibudidayakan di Indonesia sebagian besar adalah jenis Pinus merkusii Jungh. et

deVries yang tumbuh asli di Indonesia dan tumbuh di daerah Aceh, Sumatera Utara,

dan pulau Jawa (Sastrohamidjojo, 2004). Manfaat pinus antara lain bagian batangnya

dapat disadap untuk mengambil getahnya, kayunya dapat digunakan untuk bahan

konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang (Dahlian dan Hartoyo, 1997).

Adapun deskripsi pinus adalah daunya dalam berkas dua dan berbentuk jarum, kulit

berwarna abu-abu, tinggi kisaran 20-40 m dan diameter 30-60 cm (Steenis dan Van

2003). Pada umumnya pohon pinus bila disadap batang pohonya akan mengandung

minyak terpentin merupakan golongan minyak atsiri hidrokarbon yang dapat

menghasilkan 70-80%, komponen utama α- pinen dan sisanya β-pinen, Δ-karen, δ

-longifolen (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri merupakan senyawa yang dapat memberikan aroma yang

karakteristik pada tumbuhan. Minyak atsiri dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik/anti

bakteri, anti jamur, perangsang selera makan, karminatif, deodoran, ekspektoran,

insektisida dan antiseptik/ antibakteri(Yuliani, 2012). Dalam keadaan segar dan murni

tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun dalam penyimpanan

yang lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya

berubah menjadi lebih tua / gelap (Gunawan dan Muyani, 2004).

Penelitian sebelumnya, yakni Senjaya dan Surakusumah, 1999 telah meneliti

tentang potensi ekstrak daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) yang

mengandung senyawa pinen dan tanin mampu sebagai bioherbisida penghambat

perkecambahan Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. Sutya, 2006 meneliti

tentang lama penyimpanan terhadap rendemen minyak atsiri daun pinus (Pinus

merkusii Jungh. et deVries) dari Banjarbaru menghasilkan rendemen 0,5564 % yakni

(16)

analisis GC-MS daun pinus diperoleh monoterpen 34,49 %, seskuiterpen 62,48 %, dan

lain-lain 3,03 % dan menunjukkan kemampuan daya hambat minimum pertumbuhan

S.aureus pada konsentrasi 0,25%, tetapi sampai dengan kadar 12,5% minyak atsiri

pinus tidak menunjukkan daya antibakteri terhadap E.coli (Erindyah, 2003).

Produksi daun pinus menghasilkan sekitar 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati

et all., 2002) salah satunya adalah daerah Kabupaten Samosir yang merupakan

penghasil pohon pinus. Selama ini daun pinus yang diperoleh pada saat penebangan

pohon pinus hanya dianggap sebagai limbah yang belum dimanfaatkan secara

maksimal oleh masyarakat. Oleh karena itu peneliti tertarik menggunakan sampel

daun pinus segar sebagai sumber minyak atsiri. Sampel yang digunakan merupakan

daun pinus yang tumbuh kira-kira 2 tahun dengan tinggi kisaran 4 meter. Daun pinus

yang digunakan dalam keadaan segar untuk menghindari terjadinya penguapan

minyak atsiri dari daun pinus tersebut. Metode yang digunakan untuk mengisolasi

minyak atsiri adalah dengan Hidrodestilasi dan untuk menentukan komponen minyak

atsiri dianalisis dengan GC-MS selanjutnya diuji sifat antibakteri dengan metode

difusi agar terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yaitu Staphylococcus

aureus sebagai gram positifbiasanya terdapat pada jerawat dan Pseudomonas

aeruginosa sebagaigram negatifterdapat pada luka dibagian kulit.

1.2. Permasalahan

1. Komponen kimia minyak atsiri apa sajakah yang terkandung pada daun pinus

(Pinus merkussi Jungh. Et deVries) dari Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta

Kabupaten Samosir yang dianalisis secara GC-MS ?

2. Bagaimanakah aktifitas antibakteri minyak atsiri daun Pinus terhadap

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang diuji dengan metode

(17)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan komponen minyak atsiri yang terkandung di dalam daun pinus

segarsecara GC-MS

2. Untuk menguji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun pinusterhadap

Staphylococus aureus dan Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode difusi

agar

1.4.Pembatasan Masalah

1. Penentuan komponen minyak atsiri daun pinus segar dari desa Sijambur Kecamatan

Ronggurnihuta Kabupaten Samosir yang tumbuh selama 2 tahun

yang telah diisolasi dengan alat Stahl dan dianalisis dengan GC-MS

2. Minyak atsiri daun pinus diuji sifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus

aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode difusi agar

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri

minyak atsiri daun pinus terhadap Staphylococus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa. Dengan demikian daun pinus dapat dimanfaatkan sebagai penghasil

minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai antibakteri sehingga lebih bermanfaat dan

tidak lagi sebagai limbah.

1.6. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA -USU Medan. Uji

antibakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU, analisis

(18)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Dimana minyak atsiri daun

pinus diperoleh dengan metode Hidrodestilasi menggunakan alat Sthal. Minyak atsiri

yang diperoleh dipisahkan dari lapisan airnya kemudian ditambahkan Na2SO4

anhidrous bertujuan untuk menyerap kandungan airnya, yang masih terikat kemudian

didekantasi. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis dengan metode GC-MS untuk

mengetahui komponen kimianya, serta dilakukan pengujian aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries)

Pinus merkusii Jungh. et deVries merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh di

Indonesia salah satunya tumbuh di Sumatera Utara dan sebaran alaminya sampai di

Asia Tenggara antara lain Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan diFlipina.Pinus

merkusii Jungh.et deVries termasuk suku Pinacea nama daerah Pinus (Jawa), tusam

(Sumatera) (Siregar, 2005). Pohon pinus tersebut pertama kali ditemukan di daerah

Sipirok, Tapanuli Selatan Sumatera Utara seorang ahli botani dari Jerman oleh

Dr.F.R.Junghuhn pada tahun 1841.Tumbuhan ini tergolong jenis cepat tumbuh dan

tidak membutuhkan persyaratan yang khusus (Harahap, 2000).

Deskripsi botani pinus pada umumya batang berkayu, bulat, keras, bercabang

horizontal, kulit retak-retak seperti saluran dan berwarna cokelat, daunya majemuk

dan bentuk jarum (Agusta,2000) memiliki buah dengan perisai ujung berbentuk

jajaran genjang, akhirnya merenggang, (Steenis and Van, 2003) tinggi kisaran 20-40

m dan diameter 30-60 cm (Hidayat dan Hansen, 2001).

(20)

Sistematika klasifikasi tanaman pinus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Pinopsida

Pinus merkusii dapat tumbuh di tanah kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu,

dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 m diatas permukaan laut.Di

hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan

diameter 170 cm (Harahap dan Izudin, 2002).

2.1.1. Manfaat Pinus

Pinus merkusii Jungh.et deVries atau sering disebut dengan tusam salah satunya jenis

pohon industri yang mempunyai produk tinggi dan merupakan prioritas jenis tanaman

untuk reboisasi dapat menghasilkan daun 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati et

all2002). Pinus termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terus-menerus

dikembangkan dan diperluas masa penanamanya masa mendatang untuk penghasil

kayu produksi, getah dan konservasi lahan (Dahlian dan Hartoyo,1997). Kayunya

dapat dimanfaatkan menjadi bahan konstruksi, korek api, pulp, kertas serat panjang.

Bagian batangnya dapat disadap untuk mengambil getahnya dan diproses lebih

lanjut dengan penyulingan menghasilkan gondorukem sebagai komponen utama dan

terpentin sebagai hasil samping. Gondorukem telah banyak diperdagangkan untuk

keperluan dalam negeri dan ekspor (Sastrohamidjojo, 2004) yang dapat digunakan

sebagai bahan membuat sabun, resin dan cat ( Dahlian dan Hartoyo, 1997) sementara

terpentin yang dihasilkan berupa bagian minyak atsiri yang dapat digunakan dalam

bidang farmasi ataupun industri, bidang farmasi minyak terpentin dari pinus memiliki

(21)

Berdasarkan penelitian Erindyah, 2003, daun pinus juga sudah terbukti mempunyai

efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

2.1.2. Minyak Atsiri Pinus

Minyak terpentin yang diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus famili

Pinaceae yang terbagi dalam 80-90 jenis (spesies) (Gunawan dkk,2004) yang sering

disebut dengan spirits of turpentine berupa cairan yang mudah menguap, berasal dari

penyulingan getah pinus.Minyak terpentin secara garis besar dibagi menjadi dua

jenis, yaitu yang dihasilkan dari getah pinus dan yang dihasilkan dari kayu pohon

pinus. Secara umum minyak terpentin dapat diperoleh dengan 4 cara yaitu:

1. Destilasi getah pinus yang diperoleh dengan menyadap pohon pinus yang masih

hidup (terpentin dari getah).

2. Ekstraksi dari potong-potongan/irisan ujung batang pohon pinus yang tua,

dilanjutkan dengan destilasi (terpentin kayu hasil destilasi uap dan ekstraksi)

3. Destilasi destruksi, yaitu destilasi terhadap potongan kayu pinus yang berumur

tua (terpentin hasil destilasi destruksi)

4. Proses sulfat, yaitu permasalahan bubur kayu pinus yang masih berumur muda

(terpentin kayu hasil proses sulfat) (Sastrohamidjojo,2004).

Berdasarkan data lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) Bogor melalui

proses penyulingan, minyak terpentin Pinus merkusii Jungh.et deVries dapat

menghasilkan 70-85% terpentin komponen utama menghasilkan α-pinen, dan sisanya

terdiri dari β-pinen, Δ-karen dan δ-longifolen (Silitonga, 1976). Terpentin ini berupa

cairan tidak berwarna dengan bau khas dan rasa menggigit, dapat larut dalam alkohol,

eter, kloroform dan asam asetat glasial.Terpentin bersifat opstis aktif dengan

pemutaran bidang polarisasi bervariasi, tergantung dari spesies pohon yang

menghasilkanya jika di udara terbuka terpentin cenderung teroksidasi membentuk

komplek resin yang berwarna lebih gelap (Gunawan dkk, 2004).

2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam

tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain Pinaceae, Labiatae,

(22)

Umbelliferae, Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu

di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar, dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak

atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sumber-sumber Minyak Atsiri (Agusta, 2000) Tumbuhan Bagian Kandungan Nama

Minyak (%komposisi) Senyawa

Acorus calamus rimpang β-Asaron

Kalamenena

cardamomun Linalool, Sineol

Zingiber rimpang kering 1,5-3 Zingiberena

officinale β- Seskuifelandrena

β- Felandrena

β- Bisabolone

Myristica fragrans biji 5-16 Sabinena, α-Pinena

β-pinena, Terpinena, Miristisin, Elemisin

Eugenia aromatic bunga 15-20 Eugenol, Eugenial

β-Kariofilena, Asetat

(23)

2.3. Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan

yaitu:

1. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur

Hidrogen (H) dan Karbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan

minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isoprene), sesquiterpen (3

unit isoprene), dan diterpen (4 unit isoprene) dan politerpen, serta paraffin, olefin dan

hidrokarbon aromatik. Komponen kimia golongan hidrokarbon yang dominan

menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak.Sebagai contoh minyak terpentin

yang mengandung monoterpen disebut pinene dan minyak jeruk mengandung 90%

limonene.

2. Oxygenated hydrocarbon

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C), Hidrokarbon (H), dan Oksigen (O).Persenyawaan yang termasuk dalam golongan

ini adalah senyawa alkohol, aldehid, keton, oksida, ester, dan eter.Ikatan atom karbon

yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh.

Persenyawaan yang mengandung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen.

Komponen lainya terdiri dari persenyawaan fenol, asam organik yang terikat dalam

bentuk ester misalnya lakton, coumarin dan turunan furan misalnya quinonen.

Golongan persenyawaan oxygenated hydrocarbon merupakan persenyawaan

menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri, sedangkan golongan hidrokarbon

berpengaruh kecil terhadap nilai wangi minyak atsiri. Persenyawaan oxygenated

hydrocarbon mempunyai nilai larutan yang tinggi dalam alkohol encer (kecuali

beberapa senyawa golongan aldehid), serta lebih tahan dan stabil terhadap proses

oksidasi dan resinifikasi. Sebaliknya golongan persenyawaan hidrokorban lebih

mudah mengalami proses oksidasi dan resinifikasi di bawah pengaruh cahaya dan

udara atau pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak bau

(24)

2.3.1. Biosintesa Minyak Atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di

dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan

pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur

biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk

dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme

dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan

oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.

Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim A melakukan kondensasi sejenis aldol

menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat.

Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi

menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi

DMAPP (Dimetilalil Pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isoprene aktif

bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan

langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap

atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion

pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara

bagi semua senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi

organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi

selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan

senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder

pula. Reaksi –reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi,

reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam

suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan

sebagainya.Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid dapat dilihat pada gambar

(25)

CH3 C

Asetil Koenzim A Asetosetil koenzim A

(26)

OPP H

Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari

segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol, dan linalool dari satu menjadi yang lain

berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari

hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut,

misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi

menghasilkan sitronelal. Berikut ini contoh perubahan senyawa monoterpen dapat

(27)

CH2OH

Geraniol (trans)

OH

-H2o

Mirsen

CHO

Sitronelal

H , O

Linalool

CH2OH

Nerol (cis)

O

CHO

Sitral

Gambar 2.3. Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farsenil pirofosfat dan

trans-farsenil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua

isomer farsenil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti

isomerisasi antara geraniol dan nerol.Perubahan farsenil pirofosfat menjadi

(28)

OH

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1987)

2.3.2. Cara isolasi Minyak Atsiri

Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah uap menembus jaringan tanaman

dan menguapkan semua senyawa yang mudah menguap yang disebut destilasi

uap.Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode

penyulingan (Guenther, 1987). Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam

industri minyak atsiri, yaitu:

1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)

Pada sistim penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung

kontak dengan air mendidih. Keuntungan dari penggunaan sistim ini adalah digunakan

untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungan yang mudah

membetuk gumpalan jika kena panas.Prosesnya cukup sederhana, sistim penyulingan

(29)

bubur.Kelemahanya adalah penyulingan minyak ini tidak sempurna (Sastrohamidjojo,

2004).

2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)

Pada sistim penyulingan ini, bahan yang diletakkan di atas piring yang berupa

ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel

penyulingan.Keuntungan sistim penyulingan ini adalah karena uap berenetrasi secara

merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100 0C.

3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)

Sistem yang menggunakan uap panas yang terdapat dalam boiler yang letaknya

terpisah dari ketel penyulingan.Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi

dari tekanan udara luar. Sistim penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi

minyak dari biji-bijian, akar dan kayu- kayuan yang umumnya mengandung

komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan baik digunakan terhadap bahan yang

mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan air (Ketaren, 1985).

2.3.3. Penggunaan Minyak Atsiri

Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk pengobatan, kosmetik serta

wewangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak jaman purba. Dan kini ada

kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan- bahan alam, antara lain karena

minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapatpada kulit, dapat diabsorpsi ke

dalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan (dapat

mengalami bidegradasi dan merupakan bagian dari kesetimbangan ekosistem selama

ribuan tahun) (Rojat, dkk, 1996).

Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat

digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang

penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah

dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992). Minyak atsiri

digunakan sebagai bahan baku dalam industri, misalnya industri parfum, kosmetik,

“essence”, industri farmasi dan “flavoring agent”. Dalam pembuatan parfum dan

wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai pengikat bau (fixative) dalam

(30)

atsiri yang berasal dari rempah rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis,

minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan

penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga

dapat membantu pencernaan denga merangsang sistem saraf sekresi, sehingga akan

meningkatkan sekresi getah labung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus

aroma dan rasa bahan pangan dan lambung menjadi basah. Beberapa jenis minyak

atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik,

haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan simultan untuk obat sakit

perut.Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan

(Guenther, 1987).

2.4. Senyawa Terpen

Senyawa terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh

tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.Pada tumbuhan,

senyawa-senyawa golongan terpen dan modifikasinya, terpenoid, merupakan

metabolit sekunder.Terpen dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan,

terutama serangga beberapa hewan laut.Di samping sebagai metabolit sekunder,terpen

merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi mahluk hidup.Sebagai

contoh, senyawa- senyawa terpenoid adalah skualena, suatu triterpen, juga karoten

dan retinol. Nama “ terpen” (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin

(turpentine).

Terpen dan terpenoid menyusun banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh

tumbuhan.Kandungan minyak atsiri mempengaruhi penggunaan produk

rempah-rempah, baik sebagai bumbu, sebagai wewangian, serta sebagai bahan pengobatan,

kesehatan, dan penyerta upacara-upacara ritual. Nama-nama umum senyawa golongan

ini sering kali diambil dari nama minyak atsiri yang mengandungnya. Lebih jauh lagi,

nama minyak itu sendiri diambil dari nama (nama latin) tumbuhan yang menjadi

sumbernya ketika pertama kali diidentifikasi. Sebagai missal adalah citral, diambil

dari minyak yang diambil dari jeruk (citrus). Contoh lain adalah eugenol, diambil dari

(31)

terpenoid, berarti serupa dengan terpena adalah senyawa dengan struktur serupa tetapi

tidak dapat dinyatakan dengan rumus dasar.Kedua golongan ini menyusun banyak

minyak atsiri.Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.

Tabel 2.2. Klasifikasi Terpen (Koensoemardiyah, 2010)

Nama Rumus Sumber

Monoterpen C10H16 Minyak atsiri

Seskuiterpen C15H24 Minyak atsiri

Diterpen C20H32 Resin pinus

Triterpen C30H48 Saponin, Damar

Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten

Politerpen (C5H8)n Karet alam

Beberapa contoh struktur monoterpen bisiklik yang dikandung oleh minyak terpentin

dari Pinus merkusii(gambar 2.5) ( Sastrohamidjojo, 2004).

α-pinen

CH3

∆-karen

CH2

β-pinen

Gambar 2.5.Struktur Komposisi Minyak Terpentin Pinus

2.5. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) merupakan alat yang gabungan

antara Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa. Instrumen alat ini adalah gabungan

dari GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan simultan untuk memisahkan dan

mengidentifikasi komponen-komponen campuran.

(32)

2.5.1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam

sampel yang mudah menguap, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk

mendeteksi masing-masing molekul komponen telah dipisahkan pada sistem

kromatografi gas (Agusta,2000). Tekanan uap atsiri memungkinkan komponen

menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas (Sinambela,

2012). Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam,

tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin banyak komponen

yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan semakin

lama.Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat (waktu

resistensi) yang khas pada kondisi yang tepat.Waktu tambat adalah waktu yang

menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, 1985).

Gambar 2.6. Skemaδtis Kromatografi Gas

2.5.1.1. Cara Kerja Kromatografi Gas

Sampel diinjeksikan melalui suatu sampel injection port yang temperaturnya dapat

diatur, senyawa-senyawa dalam sampel akan menguap dan akan dibawa oleh gas-gas

pengemban menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh

fase diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen

tersebut. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai dengan urut-urutan makin

membesarnya nilai koefisien partisi menuju ke detektor.Detektor sederetan sinyal

(33)

sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas

pembawa.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas diantaranya kita dapat menggunakan

kolom lebih panjang untuk menghasilkan efesiensi pemisahan yang tinggi.Gas dan

uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara

gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitivitasnya

tinggi.Fase gas dibandingkan fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan

zat-zat terlarut.Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah

menguap (Khopkar, 2003).

2.5.1.2. Instrumentasi Kromatografi Gas

1. Regulator tekanan: Tekanan diatur pada 1-4 atmosfer, sedangkan aliran diatur 1000

liter gas per menit. Katub pengatur aliran diatur oleh pengatup berbentuk jarum

terletak bagian bawah penunjuk aliran.Sebelum kolom, gas pengemban dialirkan

dulu pada suatu silinder berisi molekular CEV untuk menyaring adanya

kontaminasi pengotor.Gas pembawa He, N2, Ar, umumnya digunakan, tetapi untuk

detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitas termalnya

yang tinggi.

2. Sistem injeksi sampel: Sampel diinjeksikan dengan suatu makro sirinye melalui

suatu septum karte silikon ke dalam kotak logam yang panas. Kotak logam tersebut

dipanaskan dengan pemanas listrik. Banyaknya sampel berkisar antara 0,5-10 µm.

3. Kolom kromatografi: Terbuat dari tabung yang dibuat berbentuk spiral terbuka.

Baja tahan karat digunakan untuk tabung kolom kromatografi bila bekerja pada

temperatur tinggi.Diameter kolom bervariasi dari 1/16-3/16.Panjang umumnya

adalah dua meter.

4. Penunjang stasioner: Struktur dan sifat permukaan memegang peranan penting.

Struktur berperan pada efesiensi kolom, sedangkan sifat permukaan menentukan

tingkat pemisahan. Permukaan penunjang akan terselimuti oleh fase cair stasioner

berupa lapisan film tipis. Penunjang yang sering digunakan adalah

(34)

5. Fase stasioner: Salah satu keunggulan kromatografi gas cair terletak pada variasi

fase cair untuk partisi yang dapat tersedia dalam jumlah tidak terbatas. Temperatur

maksimum yang dapat diperlakukan terhadap suatu kolom ditentukan oleh suatu

penguapan stasioner.Banyaknya fase stasioner suatu kolom dinyatakan dengan

persen berat.

6. Detektor: Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom

serta mengubah kepekaanya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal

tergantung pada laju aliran masa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas

penunjang.

7. Pencatat sinyal: Akurasi suatu kromatogram pada suatu daerah pembacaan

ditentukan oleh pemilihan pencatat sinyal (Kopkhar,2003).

2.5.2. Spektrometri Massa

Spektrometri massa berdasarkan asas-asas yang berlainan. Dalam sebuah

spektrometer, suatu sampel dalam keadaan gas dibom elektron yang berenergi cukup

untuk mengalahkan potensi ionisasi pertama senyawa ini.Tabrakan antara sebuah

molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya

sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang

dihasilkan oleh pemboman elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi

fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Dalam sebuah

spektrometer massa yang khas, fragmen bermuatan positif ini akan dideteksi.

Spektrum massa ialah alur kelimpahan (abdundance, jumlah relatif fragmen

bermuatan positif yang berlainan) versus angka banding massa/muatan (m/e) dari

fragmen-fragmen itu (Fessenden, 1982).Spektrometer massa pada umumnya

digunakan untuk:

1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi

Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya

(35)

Gambar 2.7. Skematis Spektrometer Massa

2.5.2.1. Instrumentasi Spektrometer Massa

Bagian-bagian utama suatu jenis spektrometer massa adalah tempat menginjeksikan

sampel, ruang pengion, pengumpul ion, penguat sinyal dan pencatat. Sampel diuapkan

dan didorong ke dalam ruang pengion.Kemudian molekul-molekul sampel terionisasi

baik secara langsung ataupun tidak langsung oleh arus elektron sehingga ion-ion

positif, dan molekul-molekul dipisahkan dalam bentuk-bentuk ion-ionya. Ion positif

masuk ke dalam daerah penganalisis massa. Kemudian partikel yang bergerak cepat

diberi medan magnit yang kuat, sehingga lintasanya menjadi lengkung. Jari-jari

lengkung lintasan tergantung dari kecepatan dan kekuatan medan magnit. Ion-ion

yang melewati celah akan diterima oleh elektron pengumpul. Arus ion yang

dihasilkan diperkuat dan dicatat sebagai fungsi kuat medan atau potensial akselerasi

(Khopkar, 2003).

1. Sistem penanganan sampel

Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan sampel, sebuah

makrometer untuk mengetahui jumlah sampel yang dimasukkan.Sebuah alat

pembocor molekul untuk mengatur sampel ke dalam kamar pengion dan sebuah

sistem pompa.Apabila sampel berupa gas dapat dimasukkan dengan memindahkan

dari bola gas ke dalam ukuran volume, kemudian ke kamar pengion.Sampel yang

berupa cairan dimasukkan berbagai alat misalnya dengan minginjeksikan melalui

(36)

kemudian dipanaskan untuk menguapkan sampel ke dalam sistem

masukan.Pemanasan sistem ini dilakukan terhadap cairan yang kurang mudah

menguap atau terhadap padatan yang dilarutkan dalam suatu pelarut. Cara pemasukan

sampel ke kamar pengion dilakukan terhadap senyawa yang sukar menguap dan tidak

stabil terhadap panas ( Sudjadi, 1985).

2. Sumber ion

Disini molekul akan diubah menjadi ion dalam bentuk gas. Cara yang umum

untuk menghasilkan ion-ion meliputi penembakan sampel dengan berkas elektron

berenergi tinggi yang berasal dari suatu ion gun. Pada cara elektron inpact, tumbukan

dengan elektron menyebabkab fragmentasi molekul-molekul yang membentuk

sejumlah ion-ion positif dari berbagai massa. Pada carachemical ionization

memberikan fragmentasi lebih sederhana. Pada cara nyala, pembentukan ion dari

sampel anorganik yang tidak mudah menguap dilakukan dengan cara nyala. Pada cara

ionisasi medan dipakai anoda dan katoda untuk mendapat fragmentasinya (Khopkar,

2003).

3. Penganalisis massa

Ini adalah susunan alat-alat yang berguna untuk memisahkan ion-ion dengan

perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda-beda. Penganalisis massa harus

dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat menghasilkan arus ion yang

tinggi (Khopkar, 2003).

4. Pengumpul ion

Terdiri dari suatu celah atau lebih dari silinder Faraday. Berkas ion

membentuk tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul diperkuat

dengan pelipat ganda elektron (Sudjadi, 1985).

5. Pencatat

Spektrum massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi. Pencatat

yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat secara

bersama-sama pada kertas fotografi.Galvanometer menyimpang jika ada ion menabrak

lempeng pengumpul, bertukar sinar ultraviolet dapat menimbulkan berbagai puncak

(37)

2.5.2.2. Penentuan Rumus Molekul

Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan isotop dapat dilakukan jika

puncak ion molekul termasuk cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan

cermat sekali.Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap

100 molekul yang mengandung satu atom 12C, sekitar 1,08% molekul mengandung

satu atom 13C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak

M+1 yang besarnya 1,08% kuat puncak molekul ion molekulnya; sedangkan

atom-atom 2H yang akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak

M+1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M+2 akan

menjadi 4,4% puncak induk.

2.5.2.3. Pengenalan Puncak Ion Molekul

Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak molekul yaitu:

1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah

mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui

dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.

2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya

beberapa puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan

demikian, pertama-tama soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika

senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan

puncak ion molekul dari puncak M-1 yang lebih menonjol. Satu cara yang

bagus adalah dengan mengurangi energi bebas elektron penembak

mendekati puncak penampilan.

Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul.Ion-ion

molekul paling mantap adalah dari sistem aromatik murni. Secara umum golongan

senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol:

senyawa aromatik (alkena terkonjugasi), senyawa sinyal sulfida organik (alkana

normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak nampak pada alkohol

alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril, dan pada senyawa-senyawa bercabang.

Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14 menunjukkan kemungkinan adanya

(38)

2.5.2.4.Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam dampak

elektron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia fisik:

1.Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan

menurun jika derajat percabangan bertambah.

2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot

molekul deret homolog; kecuali ester lemak.

3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil; makin

terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantabnya

karbokasasi tersier dari pada sekunder yang lebih mantap dari pada primer.

4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatik

(heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan pembentukanya.

5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan karbonium alil.

6. Cincin jenuh cenderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain

dari pada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir

cincin.Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-Diels-Alder.

7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi

pada ikatan berlokasi –β terhadap cincin mengahsilkan ion benzil talunan

termantapkan atau ion tropilium.

8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah meninggalkan

muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron tak-ikatanya

menciptakan kemantapanya talunan.

9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral matap yang kecil,

misalnya karbon monoksida, olefin, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen sianida,

merkaptan, ketena atau alkohol (Silverstein, 1981).

2.6. Bakteri

Bakteri (tunggal=bakterium) adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa

diantaranya hanya memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer).Bakteri diklasifikasikan

(39)

1. Coccus (jamak cocci) bulat, contoh streptokokus, staphylococus,

diplokokus

2. Bacillus (jamak bacilli) bentuk batang contoh Streptobacillus

3. Vibrio-pendek, batang lengkung, contoh vibrio

4. Spirilium (jamak spirilli) panjang berbentuk koil (benang melingkar),

contoh spirili (Sherrington, 1992).

Dalam pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu:

a) Mineral

Selain karbon dan nitrogen, sel- sel hidup memerlukan sejumlah

mineral-mineral lainya untuk pertumbuhanya:

- Belerang (sulfur): seperti halnya dengan nitrogen, sulfur juga merupakan

substansi sel. Sebagian besar sulfur sebagai H2S, tetapi kebanyakan dijumpai

dalam SO4 (sulfat).

- Fosfor-fosfat (PO4): diperlukan sebagai komponen-komponen asam nukleat dan

berupa ko-enzim.

- Aktivator enzim: sejumlah mineral diperlukan sebagai aktivator enzim seperti

Mg, Fe, juga K dan Ca.

Bakteri yang memerlukan C dalam bentuk senyawa organik, karbohidrat, untuk

pertumbuhanya disebut bakteri heterotroph (organotrof).Dalam golongan ini

termasuk semua jenis bakteri yang phatogen bagi manusia. Dalam laboratorium

biasanya dipakai glukosa sebagai sumber C, energi yang diperlukan diperoleh dari

cahaya matahari atau oksidasi senyawa organik. Bakteri heterotroph fotosintetik

memperoleh energi dari cahaya.Bakteri heterotrof kemosintek memperoleh energi

dari oksidasi (Nasution, 2014).

b) Suhu

Mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum diantara 0-20 0C disebut

psikrofil, mikroorganisme yang tumbuh cepat pada suhu 20-50 0C disebut mesofil,

sedangkan mikroorganisme yang tumbuh pada kisaran suhu 50-100 0C disebut

termofil (Lay, 1996).

c) Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri

(40)

oksigen, bakteri anaerob fakultatif yang dapat tumbuh dalam keadaan anaerob

maupun aerob dan mikroaerofilik, bakteri yang dapat tumbuh dalam keadaan oksigen

yang sedikit (Muslimin, 1996).

d) pH

Kebanyakan bakteri tumbuh pada pH mendekati netral (6,57-7,5). Bakteri

terutama patogen, toleransinya terhadap asam lebih kecil bila dibandingkan dengan

jamur dan khamir.

e) Tekanan osmosis

Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhan (80-90%). Sewaktu sel mikroba

membran sitoplasma yang disebut plasmolysis (Suryanto, 2006).Beberapa mikroba

perusak pangan dan patogen digolongkan dalam, bakteri gram positif contoh

Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif contoh Pseudomonas aeruginosa.

Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram (klasifikasi

ini dilakukan oleh ahli histology Hans Christian Gram) dan struktur dinding sel,

bakteri dapat diklasifikasikan menjadi gram positif dan bakteri gram negatif.

2.6.1. Bakteri gram Negatif

- Mengandung “sedikit sekali” ikatan petidoglikan, kandungan lipid tinggi (11-22 %)

dan tidak terdapat ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid

- Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali Bacillusanthrasis dan

Bacillussereus

- Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna

utama yaitu Gentian Violet dan luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol

- Dibawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna

safranin/fusin .

Komponen-komponen dinding sel bakteri gram negatif (yang terletak di luar lapisan

peptidoglikan)

1. Lipoprotein

Berfungsi untuk menstabilkan membran luar dan merekatkanya ke lapisan

peptidoglikan.

(41)

Adalah struktur berlapis ganda, lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang

serupa dengan membran sitoplasma, sedangkan pada lapisan sebelah luar digantikan

oleh fosfolipid.

2.6.1.1. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan famili Pseudomonacea sp memiliki sel berupa

batang lurus, kadang-kadang serupa dengan bola, bergerak dengan flagel yang

terdapat pada ujung.Pseudomonas aeruginosa kadang-kadang kedapatan di dalam

luka pada hewan atau manusia.Bakteri ini menyebabkan timbulnya nanah yang

kebiruan. Beberapa spesies yang lain dapat menyebabkan penyakit pada tanaman

(Irianto, 2007). Adapun klasifikasi Pseudomonas aeruginosasebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Orde : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2.8. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang patogen dan merupakan

penyebab utama infeksi nosokomial di Rumah sakit Amerika yang sangat berbahaya.

(42)

yangditemukan di dalam perut 5 persen pada manusia sehat. Di rumah sakit, angka ini

meningkat menjadi 40 persen (Mckane and Kandel, 1996).

2.6.2. Bakteri Gram Positif

- Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal, kandungan lipid rendah 1-4 %

serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teichoic acid dan

teichoronic acid, yang merupakan 50% dari berat kering dinding sel dan 10% dari

berat kering keseluruhan sel.

- Pada umumnya berbentuk bulat (coccus)

- Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan warna utama (primary

Strain) yaitu Gentian Violet dan tidak luntur (decolorized) bila dicelupkan ke dalam

larutan alkohol.

- Dibawah mikroskop tampak berwarna ungu (Nasution, 2014)

2.6.2.1.Staphylococcus aureus

Bakteri gram positif yang mengasilkan pigmen kuning, bersifat aerob dan anaerob

fakultatif hal ini membedakannya dari spesies lain. Staphylococcus aureus patogen

terutama bagi manusia, hampir semua orang akan mengalami beberapa tipe infeksi S.

aureus sepanjang hidupnya, beratnya mulai kerancunan makanan atau infeksi kulit

ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Suhu optimum pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 35 0C- 37 0C suhu minimum 6,7 0C dan suhu

maksimum 45,4 0C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0- 9,8 pH optimum 7,0-7,5.

Staphylococcus aureus sering juga terdapat pada pori-pori dari permukaan kulit,

kelenjer keringat, dan saluran usus.Bakteri ini dapat menyebabkan bermacam-macam

infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia, dan mastitis, pada

manusia dan hewan (Nasution, 2014). Adapun klasifikasi Staphylococcus

aureussebagai berikut:

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicuter

Kelas : Bacilli

Orde : Bacillales

(43)

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2.9.Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri tidak bergerak, dan mampu

membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur.Ukuran

Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhanya. Apabila

ditumbuhkan dengan media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm

dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu

sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.Asam tekioat adalah beberapa kelompok

antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan

N-asetilglukosamin (Rya and Ray, 2004).Staphylococcus mengandung polisakarida dan

protein, bersifat antigen yang merupakan substansi penting di dalam struktur dinding

(44)

2.7. Antibakteri

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme, senyawa ini dapat berasal dari bagian tanaman

tumbuhan seperti daun, bunga, biji, buah, rimpang, batang dan umbi.Sebagian besar

senyawa antibakteri yang berasal dari tanaman diketahui merupakan metabolit

sekunder terutama dari golongan fenolik dan terpena dalam minyak atsiri.Beberapa

senyawa yang bersifat antibakteri dari tanaman diantaranya adalah fitoeleksin, asam

organik, minyak atsiri, fenolitik dan beberapa kelompok pigmen tanaman (Naufalin,

2005). Besar zona hambat antibakteri :

1. Diameter zona hambat < 8 mm = kurang sensitif

2. Diameter zona hambat 9-14 mm = sensitif

3. Diameter zona hambat 15-19 mm = sangat sensitif

4. Diameter zona hambat > 20 mm = luar biasa sensitif ( Ponce, at all,

(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Neraca analitis Mettler

Gelas ukur 50 mL Pyrex

Inkubator Fision

(46)

Kain kasa

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Daun pinus segar ( Pinus merkusii)

Etanol p.a. (E. Merck)

n-Heksana p.a. (E. Merck)

Dimetil sulfoksida p.a. (E. Merck)

Potassium Hydroxide (KOH) p.a. (E. Merck)

Na2SO4 Anhidrous p.a. (E. Merck)

Alkohol 70 %

Air suling

Nutrient Agar (NA)

Mueller Hinton Agar (MHA)

Nutrient Broth (NB)

Staphylococcus aureus

(47)

Minyak

Larutan Mc Farland

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Metode Hidrodestilasi

Sebanyak 200 g daun pinus segar yang telah dipotong-potong kecil dimasukkan ke

dalam labu destilasi 1000 mL, ditambahkan air suling 120 mL kemudian dirangkai

alat stahl dan dipanaskan selama 5 jam pada suhu ± 110-120 0C. Minyak atsiri yang

diperoleh dipisahkan kemudian ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrous, didekantasi

dan diukur volume minyak atsiri yang diperoleh, dihitung persentasenya (dilakukan

secara triplo). Minyak atsiri yang diperoleh disimpan di lemari pendingin pada suhu

40C untuk digunakan selanjutnya. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis kandungan

kimianya dengan GC-MS dapat dilihat pada tabel 3.1 dan sifat antibakteri diuji

dengan metode difusi agar pada bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa dengan konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% dalam pelarut dimetil

sulfoksida.

Tabel 3.1. Kondisi Alat GC-MS yang Digunakan untuk Analisis MinyakAtsiri Pinus

Nama alat Keterangan

(48)

Injection Temp. : 310.00 0C

Injection Mode : Split

Flow Control Mode : Pressure

Pressure : 13.7 kPa

3.3.2. Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus

3.3.2.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri

Sebanyak 5,6 gram media NA dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan

dengan 200 ml air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu

disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit. Hasil yang diperoleh

sebanyak 3 mL dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi dan dibiarkan

memadat dalam posisi miring dengan sudut ± 30-450. Digoreskan bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari isolate secara

aseptik ke dalam masing-masing tabung reaksi. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu

(49)

3.3.2.2. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ( MHA)

Sebanyak 7,6 gram media MHA dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer kemudian

dilarutkan dengan 200 mL air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan,

lalu disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.3.2.3. Pembuatan Media Natrium Broth (NB) dan Subkultur Bakteri

Sebanyak 1,3 gram media NB dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian dilarutkan

dengan 100 mL air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu

disterilkan di dalam autoclave pada 1210C selama 15 menit.

3.3.2.4. Pembuatan Suspensi Bakteri

Sebanyak 3 mL NB dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian

ditambahkan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang sudah

di subkultur dengan jarum ose steril ke masing-masing tabung reaksi, hingga

kekeruhan NB sama dengan kekeruhan standar Mc Farland 108 .

3.3.3. Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus

Kedalam cawan petri berdiameter 9 cm dituangkan 10 mL MHA dan sebanyak 0,1

mL suspensi Staphylococcus aureus kemudian dihomogenkan dengan membentuk

angka delapan dibiarkan hingga memadat. Diletakkan kertas cakram yang terlebih

dahulu dibasahi oleh minyak atsiri daun Pinus merkusii 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%,

1% ke dalam cawan petri diatas media dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 0C.

Dilakukan perlakuan yang sama terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.

Kemudian diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan menggunakan

(50)

3.4. Pengenceran Minyak Atsiri  Persentase minyak atsiri 1%

Minyak atsiri sebanyak 0,05 mLdipipet dari botol vial kemudian dimasukkan ke

dalam labu takar 5 mLdan ditambahkan dimetil sulfoksida hingga garis tanda

kemudian dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,75 %

Sebanyak 3,75 mL larutan minyak atsiri 1% dimasukkan kedalam labu takar 5

mLkemudian ditambahkandimetil sulfoksida hingga garis tanda dan

dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,5%

Sebanyak 3,3 mL larutan minyak atsiri 0,75 % dimasukkan ke dalam labu takar 5

mLkemudian ditambahkan dimetil sulfoksida hingga garis tanda dan

dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,25 %

Sebanyak 2,5 mL larutan minyak atsiri 0,5% dimasukkan ke dalam labu takar 5

mLkemudian ditambahkan dimetil sulfoksida dan dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,1%

Sebanyak 2 mL larutan minyak atsiri 0,25% dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL

(51)

3.5. Bagan Penelitian

3.5.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Alat Stahl

Dimasukkan ke dalam labu Stahl 1liter

Ditambahkan air suling 120 mL

Dirangkai alat Stahl

Dipanaskan hingga keluar uap air bersama minyak

Lapisan minyak Lapisan air

Dimasukkan ke dalam botol vial

Ditambahkan Na2SO4 anhidrous

Didekantasi

Minyak atsiri residu

Analisa GC-MS

(52)

3.5.2. Uji aktivitas antibakteri

3.5.2.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) Miring dan Stok Kultur Bakteri

3.5.2.2. Pembuatan Mueller Hinton Agar (MHA)

5,6 media NA

Dilarutkan dengan 200 mL air suling dalam erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15

Media NA steril

Dituang kedalam tabung reaksi sebanyak 3 m

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat

pada posisi miring membentuk sudut 30°-45°

Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari

strain utama dengan jarum ose steril lalu digoreskan

Stok kultur bakteri Staphylococcus aureus

7,6 g Mueller Hinton Agar

Dilarutkan dengan 200 mL aquadest dalam erlenmeyer

Dipanasakan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15

menit

(53)

3.5.2.3. Penyiapan Inokulum Bakteri

3.4.2.4. Uji Aktivitas Antibakteri

1,3 g media Nutrient Broth (NB)

Dilarutkan dengan 100 mL aquadest dalam Erlenmeyer

Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih

Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121° selama 15 menit

Media NB steril

Dimasukkan sebanyak 10 mL kedalam tabung reaksi

Diambil koloni bakteri Staphylococcus aureus dari stok kultur bakteri dengan jarum ose steril

Disuspensikan kedalam media Nutrient Broth (NB)

Diinokulasi pada suhu 35°C selama 3 jam

Dibandingkan kekeruhannya dengan standar Mc farland

Inokulum bakteri Staphylococcus aureus

0,1 ml inokulum bakteri

Dimasukkan kedalam cawan petri

Ditambahkan 15 mL MHA dengan suhu 45-50°C

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata

Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan minyak atsiri daun pinus kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri

(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Pinus (Pinus merkusii)

Isolasi minyak atsiri dari daun pinus dilakukan dengan metode hidrodestilasi

menggunakan alat Stahl dari sampel segar seberat 200 gram, jumlah rata-rata minyak

atsiri diperoleh sebanyak 0,36 mL dan kadar minyak atsiri daun pinus yang diperoleh

adalah 0,1531 % (b/b) ditentukan secara triplo seperti ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus Melalui Hidrodestilasi No Berat Sampel (gram) Minyak Atsiri (mL) Persentase % (b/b)

1 200 0,37 0,155

2 200 0,36 0,151

3 200 0,35 0,147

Rata-rata 200 0,36 0,1531

4.1.2. Hasil Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Pinus dengan GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun pinus segar secara hidrodestilasi

menggunakan alat Stahl dianalisis dengan Gas Chromatography-Massa Spectroscopy

(GC-MS). Hasil kromatogram analisis, dapat menunjukkan terdapatnya 23 puncak

yang menunjukkan adanya 23 senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri

tersebut (gambar 4.1). Jumlah senyawa yang teridentifikasi bila disesuaikan dengan

(55)

Gambar 4.1 Kromatogram Minyak Atsiri Daun Pinus

Tabel 4.2. Hasil Analisis GC-MS Minyak Atsiri Daun Pinus

(56)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak atsiri daun pinus diencerkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) dengan

variasi konsentrasi 0,1 %; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1% (v/v). Sifat antibakteri

minyak atsiri daun pinus menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri gram

positif yaitu Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif yaitu Pseudomonas

aureginosa . Hasil pengujian sifat antibakteri minyak atsiri daun pinus terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan

metode difusi agar ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Uji Antibakteri oleh Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Metode Difusi Agar

4.2. Pembahasan

4.2.1.Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus (Pinus merkusii)

Volume rata-rata minyak atsiri yang diperoleh dari daun pinus sebanyak 0,36 mL dari

berat sampel 200 gram daun pinus segar. Berat jenis rata-rata minyak atsiri secara

kuantitatif dari puncak masing-masing berat jenis komponen senyawa yang dominan

yakni: Limonen, α-Pinen, β-Kariofilen, β-Ocimene dan Germakren-d diperoleh sebesar 0,8507 g/cm3. Dengan demikian persentase minyak atsiri yang diperoleh

adalah 0,1531 %(b/b) secara triplo dengan perhitungan perhitungan berikut:

% kadar minyak atsiri = berat minyak atsiri

berat daun pinus × 100%

% kadar minyak atsiri = 0.3062 g

200 g × 100%

= 0,1531 %

Bakteri

Diameter Zona hambat yang terbentuk (mm)

Blanko

(DMSO)

0,1% 0,25% 0,5% 0,75% 1%

Staphylococcus aureus - - 7,65 7,90 8,50 9,50

Gambar

Gambar 2.1.Tanaman Pinus merkusii
Tabel 2.1. Sumber-sumber Minyak Atsiri  (Agusta, 2000)
Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)
Gambar 2.3. Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minyak atsiri daun Tembelekan (L.camara Linn.) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi dengan menggunakan alat stahl selama 4 jam. Minyak atsiri dianalisis dengan

Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri daun kayu putih mempunyai aktivitas antibakteri lebih tinggi dari pada minyak atsiri daun bawang putih anggur baik terhadap bakteri S..

Penelitian terhadap minyak atsiri daun zodia telah dilakukan oleh (Maryuni, 2008), mengenai isolasi minyak atsiri daun zodia dengan menggunakan metode destilasi uap, dimana

ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN KESTURI (Citrus microcarpa B.) DENGAN.. GC – MS DAN

Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi telah dilakukan dengan metode difusi agar, dimana minyak atsiri daun legundi memiliki aktivitas antibakteri yang kurang

Komponen senyawa kimia apa saja yang dapat teridentifikasi dan bersifat aktif antibakteri dalam minyak atsiri daun legundi.. Bagaimana potensi antibakteri

Minyak atsiri, minyak mudah menguap, atau minyak terbang, merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang

Kesimpulan yang didapat berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah senyawa kimia utama penyusun minyak atsiri pada daun kelor yaitu Asam heksadekanoat metil