• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMAN 1 BINJAI KABUPATEN LANGKAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMAN 1 BINJAI KABUPATEN LANGKAT."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA ANTARAMODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMAN 1

BINJAI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

NUR TRI JULIA NIM : 8146171061

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

i ABSTRAK

NUR TRI JULIA. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah

dan Penemuan Terbimbing di SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (2) Perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa, (4) Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat. Sampel penelitian adalah kelas X diambil secara acak sebanyak 2 kelas berjumlah 72 orang siswa. Analisis data dilakukan dengan Uji ANAVA Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (2) Terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa, (4) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa.

(3)

ii ABSTRACT

NUR TRI JULIA. The Difference of Students’ Mathematical Reasoning Ability and Self-Regulated Learning Between Problem-Based Learning Model and Guided Discovery Learning In SMA Negeri 1 Binjai Kabupaten Langkat. Thesis. Medan: Mathematics Education Study Program Post Graduate State University of Medan, 2016.

The aims of this study were to determine: (1) The difference of mathematical reasoning ability between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (2) The difference of self-regulated learning between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (3) The interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ mathematical reasoning ability, (4) The interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ self-regulated learning. The population was all of students of the State Senior High School 1 Binjai Kabupaten Langkat. Samples were two classes of grade X randomly selected consisted of 72 students. The data were analysed by Two Way ANAVA. The result showed that: (1) There was difference of mathematical reasoning ability between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (2) There was difference of self-regulated learning between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (3) There is no interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ mathematical reasoning ability, (4) There is no interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ self-regulated learning.

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,

sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perbedaan Kemampuan

Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing di SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat” dengan baik. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat. Tesis ini

disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana

Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini tidak akan

mendapatkan suatu hasil yang baik tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran serta

doa dari berbagai pihak. Dengan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kapada semua pihak yang telah banyak membantu selesainya penulisan Tesis ini,

1. Secara khusus dan istimewa penulis mengucapkan terima kasih dan hormat

kepada Ayahanda Tugio dan Ibunda Sumiati untuk semua kasih sayang,

doa, motivasi, jerih payah serta dukungan penuh untuk setiap langkah dalam

menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan banyak

ilmu, bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis

dalam penyusunan tesis ini sampai selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, dan

Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku narasumber yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan dan

menjadi motivator dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku rektor universitas negeri

(5)

iv

5. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana

UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program

Studi Pendidikan Matematika.

6. Bapak Direktur dan Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNIMED.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan

yang bermakna kepada penulis selama menjalani pendidikan.

8. Seluruh staf pegawai di lingkungan Pascasarjana UNIMED.

9. Kepada Bapak Suyoto, S.Pd., M.Si, selaku kepala sekolah, Bapak M. Sueb,

S.Pd, selaku wakil kepala sekolah dan Ibu Leny Farida Yanti, S.Pd, selaku

guru mata pelajaran kelas X SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat telah

memberikan kesepatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Kepada saudaraku, kak Ira dan suaminya bang Arsyad, bang Heri dan

adikku Bambang Jayadi, serta keponakanku Maulana Habib dan Inayah

Al-Lubna, yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

11. Teman seperjuanganku, kak Lilis, Husna, Anim, Fadliyani, kak Siska, Kika,

bang Integrasi, dan seluruh teman-teman Dikmat A-2 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik atas bantuan dan bimbingan

yang diberikan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis berharap

semoga tesis ini dapat memberi sumbangsi dalam memperkaya khasanah ilmu

dalam bidang pendidikan dan menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut.

Medan, September 2016

(6)

v

1.2 Identifikasi Masalah ……….. 14

1.3 Batasan Masalah ……… 14

2.1.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah …..……….. 26

2.1.4 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing ..……….. 37

2.1.5 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ..……… 47

2.1.6 Kemampuan Awal Matematika ……….. 49

2.1.7 Pengertian Interaksi ……….. 50

2.1.8 Hasil Penelitian yang Relevan ……… 51

2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ..……...………. 53

2.2.1 Kerangka konseptual ……….. 53

2.2.2 Hipotesisi Penelitian ………... 59

BAB III METODE PENELITIAN ………. 61

3.1 Jenis Penelitian ....……… 61

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 61

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...……… 62

3.4 Desain Penelitian .………. 63

3.5 Variabel Penelitian ………..………. 64

3.6 Definisi Operasional ……… 65

3.7 Instrumen Penelitian ………. 67

3.8 Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian …... 71

3.9 Prosedur Penelitian ………... 78

3.10 Teknik Analisis Data ……….. 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 91

4.1 Hasil Penelitian ………. 91

(7)

vi

4.1.2 Deskripsi Data Posttest Kemampuan Penalaran Matematis ……... 97

4.1.3 Deskripsi Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ……… 105

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ………... 113

4.2.1 Faktor Pembelajaran ………. ……….. 113

4.2.2 Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………. 116

4.2.3 Self-Regulated Learning Siswa ………. 119

4.2.4 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap kemampuan Penalaran Matematis Siswa … 121 4.2.5 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap kemampuan Penalaran Matematis Siswa … 122 4.2.6 Keterbatasan Penelitian ………. 123

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………...………... 126

5.1 Simpulan ……….. 126

5.2 Saran ……… 126

DAFTAR PUSTAKA …….………. 129

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ...32 Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing ...43 Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis

Masalah dan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ...47 Tabel 3.1 Desain Penelitian ...64 Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas,

Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ...65 Tabel 3.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM ...68 Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematis ...69 Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan

Penalaran Matematis ...69 Tabel 3.6 Kisi-kisi Skala Self-Regulated Learning siswa ...71 Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

Oleh Para Ahli ...72 Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Butir Tes Kemampuan Penalaran

Matematis ...74 Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ...75 Tabel 3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ...76 Tabel 3.11 Hasil Anallisis Daya Pembeda Tes Kemampuan

Penalaran matematis ...77 Tabel 3.12 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran ...77 Tabel 3.13 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan

Penalaran Matematis ………. 78

Tabel 3.14 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data,

Alat Uji, dan Uji Statistik yang Digunakan ……… 89 Tabel 4.1 Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM ……….. 91 Tabel 4.2 Deskripsi Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM ……… 93 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa……… 95 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KAM Siswa ………….. 96 Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kesamaan Dua Rata-rata KAM ……… 97 Tabel 4.6 Data Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ……… 97 Tabel 4.7 Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Berdasarkan Indikator ……… 98 Tabel 4.8 Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Berdasarkan KAM ….……… 99 Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Posttest Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa ……… 101 Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Posttest Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa ……….. 102 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan ANAVA Dua Jalur Data

Data Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ……… 103 Tabel 4.12 Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ………. 105 Tabel 4.13 Rata-Rata Data Skala Self-Regulated Learning Siswa

(9)

viii

Tabel 4.14 Rata-Rata Data Skala Self-Regulated Learning Siswa

Berdasarkan Kategori KAM ...………. 107 Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data Skala Self-Rgulated Learning

Siswa ……… 108 Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Data Skala Self-Rgulated Learning

Siswa ……… 109 Tabel 4.17 Hasil Perhitungan ANAVA Dua Jalur Data Skala

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Jawaban Siswa Soal Penalaran Matematis ………. 5

Gambar 2.1 Tidak Terdapat Interaksi ……… 50

Gambar 2.2 Interaksi Ordinal ……… 51

Gambar 2.3 Interaksi Disordinal ……… 51

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ………. 81

Gambar 4.1 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM ……... 92

Gambar 4.2 Diagram Rata-rata Skor KAM (tinggi, sedang dan rendah) Berdasarkan Kelas Eksperimen ……… 93

Gambar 4.3 Diagram Data Posttest Kemampuan Penalaran Penalaran Matematis Siswa ……… 98

Gambar 4.4 Diagram Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ……… 99

Gambar 4.5 Diagram Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan KAM ………. 100

Gambar 4.6 Tidak Terdapat Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa... 104

Gambar 4.7 Diagram Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ……… 105

Gambar 4.8 Diagram Rata-rata Data Skla Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Indikator ……….. 106

Gambar 4.9 Diagram Rata-rata Data Skla Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Kategori KAM ……….. 107

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

peranan penting. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk

memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada

individu untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya. Hal ini sesuai dengan

UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Pendidikan Nasional (BSNP, 2006), yang

menyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang turut dalam memajukan

pendidikan adalah matematika. Matematika merupakan ilmu utama yang

mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika

mempunyai peranan penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Oleh

sebab itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan kepada siswa mulai dari SD

hingga SLTA dan di perguruan tinggi agar mereka mempunyai bekal untuk

menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan

mempunyai dasar dalam mempelajari bidang ilmu pengetahuan yang lain. Sejalan

dengan hal tersebut, Cockcroft (1982) menjelaskan pentingnya mengajarkan

(12)

2

matematika kepada siswa yaitu karena matematika (1) menyediakan sarana

komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (2) dapat digunakan untuk menyajikan

informasi dalam berbagai cara; (3) dapat digunakan dalam berbagai bidang

lainnya; (4) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran

keruangan.

Selain itu tujuan pembelajaran matematika menurut National Council of

teacher of mathematics (NCTM, 2000) mencakup lima hal, yang disebut standar

proses. Kelima standar proses tersebut adalah “pemecahan masalah (problem

solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

(connection), dan representasi (representation)”. Kelima standar proses menurut

NCTM di atas sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan

dasar dan menengah menurut Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang

diterbitkan Depdiknas RI (2006). Tujuan pembelajaran matematika menurut

Depdiknas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(13)

3

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut, salah satu tujuan

pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran. Kemampuan penalaran

merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk

menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar

pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan

sebelumnya (Shadiq, 2008). Secara garis besar penalaran matematis dapat

digolongkan menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.

Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan

fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu

kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif adalah proses berpikir untuk

menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal

yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya (Bani, 2011).

Penalaran merupakan salah satu kemampuan matematis yang sangat erat

kaitannya dengan matematika. Depdiknas (Shadiq, 2008) menyatakan bahwa

“materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan, yakni materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran

matematis dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. Hal ini

menunjukkan pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika.

Pola bernalar yang dikembangkan dalam matematika tersebut memang

membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif.

Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar

matematika maupun pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia

di saat memecahkan masalah. Oleh karena itu pembelajaran matematika

(14)

4

sebagai bekal untuk menghadapi tantangan dalam perkembangan ilmu

pengetahuan. Selain itu, pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas penalaran

sangat mempengaruhi tercapainya prestasi matematika siswa yang tinggi.

Namun pada kenyataannya prestasi matematika masih belum memuaskan.

Seperti yang dilansir oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and

Science Study) survei internasional tentang prestasi matematika dan sains,

memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih dibawah skor rata-rata

internasional. Hasil studi TIMSS tahun 2011, Indonesia berada diperingkat ke-38

dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386 sedangkan skor rata-rata

internasional 500 (Mullis, et al, 2012).

Berdasarkan hasil TIMSS diatas menunjukkan bahwa kemampuan

matematika siswa tergolong rendah. Rendahnya kemampuan matematika ditandai

dengan rendahnya kemampuan penalaran matematis. Hal ini juga didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Priatna (dalam Riyanto & Siroj, 2011), yang

menunjukkan bahwa kualitas kemampuan penalaran matematik siswa belum

memuaskan, yaitu sekitar 49 % dari skor ideal. Kondisi yang tidak jauh berbeda

juga terjadi dilapangan yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika

dalam aspek penalaran masih rendah. Hal ini terlihat dari tes diagnosa pada siswa

SMA Negeri 1 Binjai ketika diberi soal sebagai berikut :

(15)

5

Jawaban dari salah satu siswa sebagai berikut:

Gambar 1.1. Jawaban siswa soal penalaran matematis

Dari hasil salah satu jawaban siswa di atas menunjukkan bahwa siswa

mengalami masalah dan kesulitan dalam menganalisis situasi matematik, dan

dalam mengajukan dugaan. Sehingga dalam penyelesaiannya diperoleh hasil yang

tidak benar. Dari hasil kerja siswa terhadap soal ini disimpulkan kemampuan

penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah.

Salah satu penyebab kurangnya kemampuan penalaran matematis siswa

adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas kurang melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran atau tidak terjadi diskusi antara siswa dengan

siswa dan siswa dengan guru. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Trianto (2011)

bahwa “proses pembelajaran selama ini masih memberikan dominasi guru dan

tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri”. Dalam

proses pembelajaran, siswa tidak mengeksplorasi, menemukan sifat-sifat,

menyusun konjektur kemudian mengujinya tetapi hanya menerima apa yang

diberikan oleh guru atau siswa hanya menerima apa yang dikatakan oleh guru. Hal

ini mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa hanya terbatas pada apa

yang dikatakan oleh guru saja sehingga kemampuan penalaran matematis siswa

(16)

6

Selain kemampuan penalaran matematis, Self-Regulated Learning juga

perlu dikembangkan. Self-Regulated Learning adalah suatu aktivitas belajar yang

dilakukan siswa tanpa bergantung kepada bantuan dari orang lain baik teman

maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu mengusai materi atau

pengetahuan dengan baik dengan kesadaran siswa sendiri serta dapat

mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Panadero & Tapia (2014), “self-regulated

learning adalah suatu proses dimana siswa merencanakan tujuan belajarnya dan

kemudian berusaha mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku guna mencapai

tujuan belajar”. Dalam pembelajaran matematika diperlukan kemandirian belajar,

hal ini disebabkan hakekat matematika, yaitu kebenarannya berdasarkan logika,

objeknya abstrak, melatih kemampuan berhitung dan berpikir logis, dan aplikatif.

Sebab siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi maka hasil belajar

matematika tinggi pula.

Paris & Winograd (2003) mengidentifikasi karakteristik yang termuat

dalam Self-Regulated Learning yaitu kesadaran akan berfikir, penggunaan

strategi, dan motivasi yang berkelanjutan. Self-Regulated Learning tidak hanya

berfikir tentang berfikir, namun membantu individu menggunakan berfikirnya

dalam menyusun rancangan, memilih strategi belajar, dan menginterpretasi

penampilannya sehingga individu dapat menyelesaikan masalahnya secara efektif.

Selanjutnya, pemikir yang strategik tidak hanya mengetahui strategi dan

penggunaannya, tetapi lebih dari itu mereka dapat membedakan masalah yang

produktif dan yang tidak produktif, mereka mempertimbangkan lebih dulu

(17)

7

Berdasarkan uraian diatas Self-Regulated Learning adalah cara siswa

menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha memonitor, meregulasi,

dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku yang kemudian semuanya

diarahkan dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan dengan konteks lingkungan.

Self-Regulated Learning akan mengarahkan siswa untuk bersifat aktif dalam

mencari kepentingan untuk dirinya sendiri, membangun sendiri motivasi serta

keinginan dan tujuan dalam dirinya terhadap pelajaran yang dihadapi. Selain itu

siswa juga harus mampu untuk mengarahkan dirinya serta proses belajar yang

telah dia konstruk sendiri ke tujuan belajar yang sebenarnya, dan juga harus

mampu mengontrol emosi serta motivasi dirinya sendiri. Kesatuan segala

komponen diatas akan menjadikan siswa dikatakan memiliki Self-Regulated

Learning.

Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan

peneliti di SMAN 1 Binjai dan wawancara dengan salah seorang guru bidang

studi matematika bahwa hampir kebanyakan siswa di sekolah cenderung belajar

bergantung kepada guru. Siswa cenderung pasif dan hanya menerima informasi

dan perintah dari guru saja, siswa jarang mengajukan pertanyaan mengenai materi

yang disampaikan serta siswa sering mengalami keraguan dalam memecahkan

permasalahan, karena siswa tidak percaya akan kemampuan mereka sendiri

sehingga menyebabkan self-regulated learning yang dimiliki oleh siswa masih

rendah.

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika

siswa. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah

(18)

8

Kegiatan belajar cenderung didominasi oleh guru dengan menuliskan judul materi

yang akan disampaikan, memberikan rumus dan contoh soal dan cara

menyelesaikannya. Sejalan dengan hal tersebut, Nur (dalam Shadiq, 2008)

menyatakan bahwa “pembelajaran matematika di Indonesia pada umumnya masih

berada pada pembelajaran matematika konvensional yang banyak ditandai oleh

strukturalistik dan mekanistik dan berpusat pada guru”. Pembelajaran

konvensional menyebabkan siswa hanya mempunyai pemahaman prosedural

dimana sebenarnya siswa hanya menghafal rumus yang ada dan langkah-langkah

penyelesaian yang diberikan oleh guru. Hal ini menyebabkan kemandirian belajar

siswa tergolong rendah.

Selain itu, belajar matematika bagi kebanyakan siswa dianggap hanya

soal memasukan angka-angka kedalam rumus kemudian melakukan perhitungan

tanpa memahami alasan dan maksud dari perhitungan tersebut. Penyebab

rendahnya hasil belajar matematika siswa juga dikarenakan banyak siswa yang

menganggap matematika sulit dipelajari dan karakteristik matematika yang

bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang

menakutkan. Sejalan dengan hal ini, Abdurrahman (2012) juga mengatakan

bahwa “dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika

merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang

tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dikembangkan

inovasi pembelajaran yang kompetitif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan

adalah model pembelajaran berbasis masalah. Noer (2011) menjelaskan bahwa

(19)

9

dengan masalah yang menjadi basisnya, artinya pembelajaran dimulai dengan

masalah yang harus dipecahkan. Masalah dimunculkan sedemikian hingga siswa

perlu menginterpretasi masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan,

mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya. Ketika siswa

mengembangkan suatu metode untuk mengkonstruksi suatu prosedur, mereka

mengintegrasikan pengetahuan konsep dengan keterampilan yang dimilikinya.

Kegiatan ini menjadikan siswa terampil menyeleksi informasi yang relevan,

kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya. Dengan demikian

akan timbul kepuasan intelektual, potensial intelektual siswa meningkat, dan

siswa belajar tentang bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan.

Sementara itu menurut Chen (2013), masalah yang disajikan yaitu masalah dalam

situasi dunia nyata, kompleks dan terbuka yang akan menantang berpikir tingkat

tinggi, kreativitas dan pengetahuan sintesis.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah :

1) mengorientasikan siswa kepada masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk

belajar; 3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok;

4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2009). Berdasarkan

langkah-langkah tersebut pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif dalam membangun

pengetahuannya sendiri. Dalam prakteknya, siswa akan dikelompokkan untuk

berdiskusi bersama teman-temannya dalam memecahkan masalah yang kompleks,

sehingga siswa dituntun untuk berpikir kritis dan menempatkan siswa sebagai

problem solver, dalam proses tersebut jelas dituntut penalaran yang baik dalam

(20)

10

menyelesaikan masalah secara mandiri, dalam hal ini intervensi guru berkurang,

sehingga diharapkan siswa dapat belajar lebih mandiri. Proses pembelajaran

seperti ini dapat menumbuhkan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil penelitian

Padmavathy & Mareesh (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis

masalah lebih efektif dalam mempelajari matematika dan memberikan efek pada

isi pengetahuan yang menyediakan kesempatan lebih besar pada siswa untuk

mempelajari isi dengan lebih memahami dan meningkatkan siswa untuk lebih

aktif, termotivasi dan perhatian terhadap siswa lain. Nurdalilah, dkk. (2013)

menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar dengan

pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibanding dengan

kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar secara konvensional. Lusianti,

dkk. (2015) juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa,

yaitu terwujud dari siswa mempunyai inisiatif dalam belajar, bertanggung jawab

dalam kegiatan belajar, siswa tidak tergantung kepada siswa lain, siswa percaya

diri, siswa disiplin dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis

masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated

learning siswa.

Selain model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran

penemuan terbimbing diduga juga dapat mengatasi permasalahan kemampuan

penalaran matematis dan self-regulated learning. Hasibuan, dkk. (2014)

(21)

11

menemukan sendiri hal baru berupa konsep, prinsip, prosedur, algoritma dan

semacamnya yang dipelajari siswa. Ini tidak berarti hal yang ditemukan itu

benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh guru. Dalam proses menemukan, siswa

melakukan terkaaan, mengirangira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya

untuk sampai kepada informasi yang harus ditemukan.

Sementara itu, Markaban (2008) juga menjelaskan bahwa pada model

penemuan terbimbing siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas

menyelidiki dan menarik kesimpulan. Guru sebagai penunjuk jalan dalam

membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah

mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam model

pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena

pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai

kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah,

investigasi atau aktivitas lainnya.

Langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing adalah:

1) merumuskan masalah yang akan dipaparkan kepada siswa dengan data

secukupnya; 2) siswa menyusun dan menambah data baru, memproses,

mengorganisir, dan menganalisis data tersebut; 3) siswa menyusun konjektur;

4) siswa mengkaji konjektur yang mereka buat dan guru memeriksa konjektur

siswa; 5) guru memberikan soal latihan sebagai tambahan untuk memeriksa

pemahaman siswa (Markaban, 2008). Berdasarkan langkah-langkah tersebut dapat

diketahui bahwa pembelajaran penemuan terbimbing menuntut siswa untuk aktif

(22)

12

pembelajaran seperti ini dapat menumbuhkan kemampuan penalaran matematis

dan self-regulated learning siswa.

Selain itu, hasil penelitian Bani (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika dengan metode penemuan terbimbing secara signifikan lebih baik

dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa daripada

pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian Ibrahim & Afifah

(2012) juga menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan terbimbing berpengaruh

terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated

learning siswa secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran

penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa.

Berdasarkan uraian diatas, perbedaan pembelajaran berbasis masalah

dengan pembelajaran penemuan terbimbing yaitu pada pembelajaran berbasis

masalah, diawal pembelajarannya siswa dihadapkan dengan masalah yang

kompleks dimana siswa dituntut untuk menemukan sendiri ide untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan pada pembelajaran penemuan

terbimbing, siswa dihadapkan dengan masalah yang direkayasa oleh guru

sedemikian sehingga siswa dapat menemukan konsep atau prinsip baru yang

sebelumnya tidak diketahui oleh siswa akan tetapi telah diketahui oleh guru.

Dalam proses penemuan tersebut dilakukan dengan bimbingan guru yang tertuang

pada lembar aktivitas siswa.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah

kemampuan awal matematika (KAM) siswa. Kemampuan awal matematika

(23)

13

pelajaran dengan lancar. Ruseffendi (dalam Ramadhani, 2014) menyatakan bahwa

“setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada

yang kurang pandai, serta ada yang biasa-biasa saja. Kemampuan yang dimiliki

siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat

dipengaruhi oleh lingkungan”. Oleh karena itu pemilihan lingkungan belajar

khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan

artinya pemilihan model pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Dalam pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, siswa

akan dibentuk kelompok yang heterogen, baik dari segi KAM, jenis kelamin,

maupun ras. Selama dalam kelompok, siswa juga akan berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya sehingga siswa yang berkemampuan awal rendah bisa

meningkat menjadi kemampuan sedang atau tinggi. Untuk itu perlu dilihat ada

atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran dengan KAM (tinggi, sedang,

rendah) terhadap kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning

siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk mengkaji kedua

pembelajaran tersebut terkait dengan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa melalui penelitian dengan judul: “Perbedaan

Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dan Self-Regulated Learning Siswa

antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing

(24)

14

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat

dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Prestasi matematika masih belum memuaskan

2. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat

rendah

3. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran

4. Self-Regulated Learning siswa SMAN 1 Binjai tergolong rendah

5. Pembelajaran konvensional yang diterapkan selama ini lebih cenderung

monoton

6. Banyak siswa yang menanggap matematika sulit dipelajari dan merupakan

momok yang menakutkan

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka

masalah yang akan diteliti difokuskan, maka penelitian ini dibatasi sebagai

berikut :

1. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat

rendah

2. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran

(25)

15

1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa

yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

2. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang

diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan

awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan

awal matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa

yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang

diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Menganalisis perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang diajar

dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

(26)

16

4. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

peneliti, guru bidang studi matematika, dan siswa. Adapun manfaat penelitian

ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi sejauh mana perbedaan kemampuan penalaran

matematis dan Self-Regulated Learning antara siswa yang mendapat

pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mendapat pembelajaran

penemuan terbimbing.

2. Bagi Guru

Menjadi bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru matematika tentang

penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran

penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran

matematis dan Self-Regulated Learning siswa.

3. Bagi Siswa

Mendapat pengalaman belajar yang lebih menarik dan menyenangkan

sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajarannya dan dapat

meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated

Learning siswa dalam belajar matematika yang pada gilirannya akan

membawa pengaruh positif yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar

(27)

126

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang kemampuan penalaran

matematis dan self-regulated learning siswa yang diajar dengan model

pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, maka diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa

yang diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap self-regulated learning siswa.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas maka penulis

menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

(28)

127

1. Bagi Guru Matematika

a. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah hendaknya

dijadikan sebagai alternatif untuk melatih dan meningkatkan kemampuan

penalaran matematis serta meningkatkan self-regulated learning siswa

khususnya pada materi trigonometri. Serta guru harus mampu merangsang

siswa untuk mengorientasikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan

siswa sehari-hari atau lingkungan sekitar mereka sehingga siswa berusaha

untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

b. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar

yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga

dalam belajar matematika siswa lebih berani berargumentasi, lebih

percaya diri, dan kreatif.

c. Guru hendaknya menambah wawasan tentang teori-teori, model, dan

pendekatan pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakan

pembelajaran matematika secara bervariasi sesuai dengan materi dan

ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti hendaknya melakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang

lebih banyak dan mencakup beberapa sekolah di beberapa daerah yang

berbeda.

b. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan penalaran

matematis dan self-regulated learning siswa, untuk peneliti selanjutnya

(29)

128

berpikir kritis, pemahaman konsep, pemecahan masalah, motivasi

belajar, dan lain-lain.

c. Dalam Penelitian ini, indikator kemampuan penalaran matematis yaitu

mengajukan dugaan merupakan indikator yang paling rendah dicapai

oleh siswa, untuk itu diharapkan peneliti selanjutnya dapat merancang

perangkat dan instrumen yang lebih baik sehingga dapat memperbaiki

hasil belajar siswa pada indikator tersebut.

d. Peneliti hendaknya merancang perangkat pembelajaran dan instrumen

penelitian yang lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan

karakteristik dari pendekatan atau model pembelajaran yang diterapkan.

3. Bagi Lembaga Terkait

Lembaga terkait hendaknya mengadakan sosialisasi, pelatihan dan

pengembangan model pembelajaran khususnya model pembelajaran berbasis

masalah dan penemuan terbimbing sehingga dapat dikenal dan diterapkan

dengan baik oleh semua tenaga pendidik dalam meningkatkan kemampuan

Gambar

Tabel 4.14 Rata-Rata Data Skala Self-Regulated Learning Siswa
Gambar 1.1. Jawaban siswa soal penalaran matematis

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negara Republik

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal

Bagi meningkatkan pencapaian subjek Sains dan Matematik agar setanding dengan negara lain, setiap pelaksanaan program pendidikan negara perlu diperhalus.. Selain

Realisasi Anggaran Belanja Tidak Langsung 802. Realisasi Anggaran Belanja Langsung

Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan bahwa gugatan ke pengadilan terhadap putusan ajudikasi Komisi Informasi dapat

Dolar Australia adalah mata uang yang paling diperdagangkan keenam di pasar valas dunia (setelah dolar AS, yen, euro, pound sterling dan dolar Kanada) dan mencakup sekitar 4–5 persen

berlaku di Indonesia, Perusahaan menghitung, menetapkan dan membayar sendiri besarnya jumlah pajak yang terhutang. Efektif pada tahun pajak 2008 dan tahun-tahun

Peran serta aktif masyarakat yang bergiat di dalam kawasan-kawasan yang nantinya direncanakan arah dan bentuk tata ruang terbuka (hijau)nya diharapkan dapat