i
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (
Muntingia calabura
L.
) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS
DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI
STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
RIANTI 20130310092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (
Muntingia calabura
L.
) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS
DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI
STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
RIANTI 20130310092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (
Muntingia calabura
L.
) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS
DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI
STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)
Disusun oleh: RIANTI 20130310092
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 8 Desember 2016
Dosen Pembimbing
dr. Ratna Indriawati, M.kes. NIK: 19720820200101173038
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.kes. NIK: 19711028199709173027
Dosen Penguji
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rianti
NIM : 20130310092
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka Karya Tulis
Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa Karya Tulis
Ilmiah ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Yogyakarta, 8 Desember 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’aalaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil‟alamin puji syukur kepada Allah SWT tuhan seru
sekalian alam yang telah memberikan nikmat dan Rahmat-Nya. Sholawat serta
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa kita
dari kegelapan menuju era terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efektifitas
Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap kadar SGOT &
SGPT Pada Tikus Diabetes Melitus yang Diinduksi
Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)”.
Penulis yakin dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan berjalan
dengan lancar tanpa adanya bimbingan, dorongan moral, spiritual, dan material
dari berbagai pihak. Untuk itu sudah sepantasnya penulis ingin menyampaikan
banyak terima kasih kepada :
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. dr. Ratna Indriawati, M.kes selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak pengarahan, nasehat, dan semangat
dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. dr. Ikhlas M. Jenie, M.Med.Sc. selaku dosen penguji yang telah
v
4. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Rifa‟i dan Ibu Mardiana , yang
senantiasa memberikan ku semangat, doa, kepercayaan, nasehat, kasih
sayang, serta dukungan tiada henti, hanya kalian lah semangat hidupku.
5. Kakakku satu-satunya, Norrianto, yang telah mendukungku untuk semua
hal baik finansial maupun wejangan-wejangan ala orang tua, dan selalu
sabar menghadapi sifat manjaku.
6. Pak Yulianto, Sebagai Kepala Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang selalu mendampingi kami
selama di kandang dari sejak penelitian dimulai hingga selesai,
terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan dan kesabaran selama
membimbing kami.
7. Arum, sarah, mira dan seluruh anak kos Salwa, Kos terhits dan ternyaman
sepanjang masa, yang selalu memberikanku pencerahan dan ide tentang
KTI,
8. Mutiara, Arum, Ambar Sahabat sahabat tercintaku yang cantik, aku
beruntung memiliki kalian. Kita saling memberikan semangat saat salah
satu terjatuh, saling melengkapi supaya sukses bareng.
9. Arifin Nugroho, Partner hidup dan KTI, yang selalu menyemangatiku saat
aku putus asa, yang selalu jadi pelampiasan saat KTI bikin emosi naik,
yang selalu memberikan ide saat aku sudah lelah berfikir, semoga jalan
vi
10.Monika, via, tia, adit dan semua sepupu satu garis keturunan H.Ilyas yang
selalu memotivasi agar aku cepat lulus dan selalu menghiburku saat
kebosanan melanda.
11.Ela, ayu, tisa , terimakasih dukungan dan semangatnya selama ini.
12. DIKTI, yang telah memberikan dukungan finansial sehingga penelitian ini
dapat berjalan.
13.Kelompok KTI bimbingan dr. Ratna Indriawati, yang selalu mendukung
satu sama lain dari awal penyusunan proposal, sampai waktunya sidang,
rekan seperjuangan revisi.
14.Kelompok PKM Daun Talok, yang selalu memberikan ilmu-ilmu baru,
baik mengenai KTI ataupun sebagai tim, terimakasih kerjasamanya dari
awal penyusunan proposal PKM sampai selesai.
15.Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
satu, terima kasih atas dukungannya semoga Allah SWT membalas amal
ibadahnya.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk meningkatkan kualitas penulisan sejenis di masa yang akan
datang.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 8 Desember 2016
vii
DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
INTISARI ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Tinjauan Teoritis ... 8
1. Diabetes Mellitus ... 8
2. Daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 16
3. Stress oksidatif ... 18
4. Hepar ... 20
5. Metformin ... 29
viii
7. Streptozotocin ... 31
8. Nicotinamide (NA) ... 32
E. Kerangka Teori ... 34
F. Kerangka Konsep ... 35
G. Hipotesis ... 36
BAB III ... 37
METODOLOGI PENELITIAN ... 37
A. Desain Penelitian ... 37
B. Populasi dan sampel penelitian ... 37
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
1. Lokasi ... 39
2. Waktu ... 39
D. Variabel dan Definisi Operasional ... 39
1. Variabel ... 39
2. Definisi Operasional ... 40
E. Instrument Penelitian ... 42
1. Alat penelitian ... 42
2. Bahan Penelitian ... 42
F. Jalannya Penelitian ... 43
1. Persiapan ... 43
2. Pengambilan sampel pre induksi ... 43
3. Induksi Streptozotocin-Nicotinamide ... 44
4. Pengambilan sampel post-induksi ... 44
5. Pembuatan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) ... 44
6. Pemberian perlakuan ... 45
7. Pengambilan sampel post perlakuan ... 46
G. ANALISIS DATA ... 48
H. KESULITAN PENELITIAN ... 48
I. ETIKA PENELITIAN ... 49
BAB IV ... 48
ix
A. Hasil Penelitian ... 48
B. Pembahasan ... 61
BAB V ... 71
KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN ... 82
LAMPIRAN 1 ... 82
LAMPIRAN 2 ... 84
LAMPIRAN 3 ... 86
LAMPIRAN 4 ... 87
LAMPIRAN 5 ... 88
x
DAFTAR SINGKATAN
AACE : American Association of Clinical
ACE : EndocrinologistsAmerican College of Endocrinology
ADA : American Diabetes Association
ADP : poly adenosine diphosphate
ALT : aminotransferase alanine
AST : aminotransferase aspartat
ATP : adenosine triphosphate
cGMP : cyclic guanosine monophosphate
DNA : alkilasi deoxyribonucleic acid
DM : Diabetes Melitus
EASD : AssociationEuropean Association for the Study of Diabetes
FFA : Free Fatty Acid
GGT : gamma glutamil transferase
GHS : Gaya Hidup Sehat
GLDH : glutamate dehydrogenase
GLUT-2 : glucose transporter
LDH : laktat dehidrogenase
NA : Nicotinamide
NAD+ : nicotinamide adenine dinucleotide
xi
NO : Nitrit Oxide
PVD : Peripheral Vascular Disease
SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase
SGPT : Serum Glutamate Pyruvic Transaminase STZ : Streptozotocin
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daun Kersen ... 17
Gambar 2. Anatomi Hepar ... 20
Gambar 3. Kerangka Teori... 34
Gambar 4. Kerangka Konsep ... 35
Gambar 5. Alur Penelitian ... 47
Gambar 6. Perbandingan GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 56
Gambar 7. Perbandingan SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 57
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian penelitian ... 6
Tabel 2. Rerata berat badan tikus sebelum induksi streptozotocin-nicotinamide
... 51
Tabel 3. Rerata berat badan tikus sesudah induksi strettozotocin-nicotinamide
... 52
Tabel 4. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 53 Tabel 5. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 6. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 7. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 55 Tabel 8. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 56 Tabel 9. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 58 Tabel 10. Selisih Penurunan kadar GDP tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59
Tabel 11. Selisih Penurunan kadar SGOT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59
Tabel 12. Selisih Penurunan kadar SGPT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 60
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal penelitian ... 82
Lampiran 2. Perhitungan dosis metformin ... 84
Lampiran 3. Surat izin penelitian ... 86
Lampiran 4. Surat keterangan kelayakan etik penelitian ... 87
Lampiran 5. Analisis Data ... 88
xv
INTISARI
Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.)
adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.
Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.
Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.
xvi
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.
Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie
the dose 750 mg/200 grBW.
Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.
Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic
xv
INTISARI
Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.)
adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.
Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.
Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.
xvi
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.
Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie
the dose 750 mg/200 grBW.
Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.
Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Angka Diabetes Melitus (DM) berkembang pesat tiap tahunnya baik
di Negara maju maupun Negara berkembang. Terdapat 382 juta orang yang
hidup dengan Diabetes Melitus di dunia pada tahun 2013. Jumlah tersebut
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2035 menjadi 592 juta orang .
Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia yang tergolong tinggi
terdapat di 17 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan
Papua Barat. Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya Usia
(Riskesdas, 2013).
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,
yang lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan Diabetes Melitus tipe
1. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan
populasi penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini disebabkan karena
berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap Insulin (Depkes, 2005).
Keadaan hiperglikemia pada penderita Diabetes Melitus akan
psikologis. Komplikasi fisiknya antara lain gangguan kardiovaskular,
peningkatan akumulasi lipid dalam hepar dan otot polos (Krssak et al., 2011), Gagal ginjal kronik, dan kanker (Giovannucci et al., 2010).
Keadaan resistensi insulin pada penderita Diabetes Melitus tipe 2
akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa di hepar dan
menurunkan pengambilan (uptake) glukosa ke dalam jaringan adiposa (Jung
et al., 2006). Sebagai umpan baliknya, akan terjadi proses glukoneogenesis dan glikogenesis sehingga dapat memicu terjadinya hiperglikemia.
Hiperglikemia yang kronis dapat memicu komplikasi pada organ tubuh
lainnya seperti perlemakan hepar. Perlemakan hepar ini dikenal dengan
NAFLD (Non Alcoholic Fatty Liver Disease) yang erat kaitannya dengan resistensi insulin (Sianturi et al., 2013).
Pasien Diabetes Melitus membutuhkan obat-obatan untuk
mengontrol kadar glukosa darah. Obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien
DM tipe 1 yaitu insulin yang dikonsumsi seumur hidup. Terapi utama untuk
pasien DM tipe 2 yaitu perbaikan gaya hidup dan ditunjang obat-obatan
hipoglikemik oral maupun injeksi. Harga obat-obatan pengontrol glukosa
darah untuk penderita DM tidak murah dan juga menimbulkan efek samping
seperti gangguan faal hati dan ginjal, kembung, serta kelainan
Faktor resiko Diabetes Melitus terdiri dari faktor resiko yang bisa
dimodifikasi dan tidak bisa dimodifikasi. Faktor resiko yang bisa
dimodifikasi berhubungan dengan gaya hidup. Pencegahan Diabetes
Melitus bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat. Islam telah
mengajarkan pada manusia untuk memilih makanan yang baik dan halal,
serta tidak berlebihan dalam rangka menjalankan pola hidup sehat. Seperti
firman Allah SWT dalam Surat thaha ayat 81 :
Artinya : “Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang talah Kami berikan kepadamu dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemukaan-Ku menimpamu. Barang siapa ditimpa kemurkaan-kemukaan-Ku maka sungguh binasalah dia.”
Dalam keadaaan normal kadar radikal bebas dan antioksidan dalam
tubuh selalu seimbang, namun dalam keadaan tertentu seperti hiperglikemia
pada Diabetes Melitus, iskemia, dan hypoxia jumlah radikal bebas sangat
meningkat dan antioksidan dalam tubuh tidak bisa melawannya, sehingga
diperlukan antioksidan tambahan dari luar (Setyohadi et al., 2006).
Kersen (Muntingia calabura L.) sebagai salah satu tumbuhan yang tumbuh subur di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi
alternatif pengobatan. Selain mudah didapat dan murah, juga sangat
bermanfaat karena kandungan komponen fitokimia di dalamnya, yaitu
saponin, flavonoid dan polifenol (Wijoyo, 2004). Secara kualitatif diketahui
bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen adalah flavanoid
melindungi sel-sel dan organ tubuh dari radikal bebas, salah satunya sel
pada organ hepar (Zakaria et al., 2007).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji efektifitas
seduhan daun kersen terhadap kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan kadar SGPT (Serum Glutamate Pyruvic Transaminase) pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide
(STZ-NA) .
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, Rumusan masalah pada penelitan
ini adalah :
1. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGOT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi
Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?
2. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi
Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas
seduhan daun Kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi
Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT normal pada tikus (sebelum
2. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus
(setelah diinduksi streptozotocin-nicotinamide).
3. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus
setelah diberi seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.).
4. Untuk mengetahui dosis efektif seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi referensi ilmiah tentang efektifitas seduhan daun kersen
(Muntingia calabura L.) terhadap kadar SGOT & SGPT pada tikus DM yang diiinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA) sehingga diharapkan dapat dipatenkan dan diproduksi secara masal.
2. Kepada praktisi kesehatan. Apabila terbukti efektif, diharapkan dapat
menambah wawasan terkait pilihan terapi menggunakan zat flavonoid
yang terkandung pada seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.)
untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada pasien Diabetes Melitus.
3. Kepada masyarakat. Diharapakan penelitian ini dapat memberi
informasi kepada masyarakat bahwa daun kersen (Muntingia calabura L.) bukan hanya tumbuhan yang tumbuh subur di lingkungan sekitar tetapi sangat potensial di aplikasikan sebagai solusi penanganan
E.Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian penelitian
Nama
peneliti
Tahun Judul Hasil Perbedaan
Mohand is haki Elvi Nurlaili Abdul Rasyid 2009 2010 2015
Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura L.)
Terhadap Aktivitas Enzim Sgpt Pada Mencit Yang
Diinduksi Karbon
Tetraklorida
Pengaruh Ekstra Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum Linn.) Terhadap Kadar Transminase (GPT Dan GOT) Dan Gambaran Histologi Pada Hepar Mencit
(Mus Musculus) Yang
Terpapar Streptozotocin
Efek Pemberian Ekstrak Habbatussauda (Nigella Sativa) Terhadap Gambaran Histopatologik Pankreas dan Hepar Tikus Diabetes Mellitus Yang Diinduksi Streptozotocin
Belum diketahui dosis efektif dari ekstrak daun kersen dalam menurunkan kadar enzim SGPT akibat pemberian CCl4.
Dosis yang paling efektif untuk memperbaiki fungsi hepar yaitu dosis 3 (3,52 mg/oral/hari)
Ekstrak
Habbatussauda 300 mg/kgBB/hari memberikan efek perbaikan terhadap gambaran patologis
pada organ
pankreas dan hepar yang diinduksi streptozotocin dengan
menggunakan pewarnaan HE.
Penelitian ini menggunakan
ekstrak daun
kersen, hanya meneliti SGPT, dan induksi dengan karbon tetraklorida
Pada penelitian ini yang digunakan adalah biji klabet, dan menggunakan
mencit (mus
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan Teoritis
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi
ketika pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika
tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri (berkurangnya
sensitivitas jaringan terhadap insulin). Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula
darah adalah efek yang tidak terkontrol dari Diabetes Melitus dan
dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada
beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung, dan
syaraf (WHO, 2011).
Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif. Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur
Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” : polidipsi
(banyak minum), poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak
kencing) disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada
jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat badan menurun drastis,
gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, gangguan mata, dan disfungsi
ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi
pada penderita DM (Rismayanthi, 2011).
Penegakan Diabetes Melitus ditegakkan berdasarkan
penemuan:
1) Trias klasik Diabetes Melitus (polidipsi, polifagia, poliuri).
2) Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7 mmol/L).
3) Kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa
oral (OGTT) ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (ADA,
2010).
B.Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi Diabetes Melitus antara lain:
1) Diabetes Melitus tipe I atau disebut DM yang tergantung pada insulin.
Diabetes Melitus tipe ini hanya menyumbang prevalensi 5-10%
dari seluruh penderita Diabetes Melitus dan diibagi dalam dua subtipe
yaitu subtipe autoimun, dimana terjadi akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel-sel beta pankreas dan subtipe idiopatik, pada
sumbernya. Untuk bertahan hidup, pasien DM tipe 1 bergantung
terhadap insulin (Price & Wilson, 1995).
Diabetes Melitus tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β
langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin,
atau secara genetik (wolfram syndrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut
mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan
adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan
membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak
anak-anak atau awal remaja (Lawrence, 1994; Karam et al., 1996).
Pada Diabetes Melitus tipe 1, kadar glukosa darah sangat
tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk
membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui
peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi
tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam
lemak bebas dan gliserol darah (Unger & Foster, 1992; Lawrence,
1994).
2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada
insulin.
Prevalensinya sekitar 90-95% dari seluruh penderita Diabetes
Melitus. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah penderita
obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah
penyakit DM. Dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti
diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar
gula darah serta mencegah komplikasi-komplikasi yang lain (ADA,
2010).
Pada kondisi DM tipe II, insulin masih cukup untuk mencegah
terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis. Secara
patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan
respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan
resistensi insulin, dan (2) Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagai
kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih
banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).
Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin
berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi
hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor
insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan
darah (hiperglikemik). Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas
mengalami adaptasi sehingga responnya untuk mensekresi insulin
menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada
defisiensi insulin (Unger & Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn, 1995).
3) Diabetes tipe lain
Diabetes yang disebabkan karena adanya malnutrisi disertai
kekurangan protein yang nyata. Sering ditemukan di daerah tropis dan
negara berkembang (Suyono, 2014).
4) Diabetes gestasional
Diabetes tipe ini terjadi saat kehamilan. Faktor resiko Diabetes
gestasional antara lain : usia, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat
keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu. Terjadi karena peningkatan
sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa (Price & Wilson, 1995).
C.Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik
akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati (Powers, 2008).
Komplikasi kronik yang dapat terjadi akibat DM yang tidak
terkendali antara lain:
1) Kerusakan ginjal (Nefropati). Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron
dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini
akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari
untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk
oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama
terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami
kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait
dengan neuropathy atau kerusakan saraf (Tapp et al., 2003).
2) Kerusakan mata (Retinopati). Diabetes Melitus bisa merusak mata
penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit
utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: retinopati, retina
mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat
kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;
katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan
adanya glukosa darah yang tinggi; dan glaukoma, terjadi peningkatan
tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata (Tapp et al., 2003).
3) Penyakit pembuluh darah perifer. Kerusakan pembuluh darah di perifer
atau ditangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease
(PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita
Diabetes Melitus dibandingkan dengan yang bukan penderita (Ndraha,
4) Gangguan pada hepar. Hepar bisa terganggu akibat Diabetes Melitus.
Dibandingkan orang normal, penderita diabetes lebih mudah terserang
infeksi virus hepatitis B atau hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hepar
(liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hepar yang lama atau berulang. Gangguan hepar yang sering ditemukan pada
penderita diabetes adalah perlemakan hepar non alkoholik, biasanya
(hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk (Ndraha, 2014).
5) Infeksi. Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh
dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita
diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi
adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat
kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak system saraf
sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi
(Ndraha, 2014).
D.Penatalaksanaan
Diabetes Melitus tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai
kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,
penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar
penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
1) Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku
sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga
pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat (Piette,
2003; PERKENI, 2011).
2) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu
makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori
masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein
10%-20%, Natrium kurang dari 3 gr, dan diet cukup serat sekitar 25 gr/hari
(PERKENI, 2011).
3) Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu,
masing-masing selama 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat
aerobic seperti berjalan santai, jogging, dan bersepeda. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
4) Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan 3 pilar
penatalaksanan lainnya yang terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan
(PERKENI, 2011). Obat yang saat ini ada antara lain:
a) OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO).
i. Pemicu sekresi insulin: Sulfonilurea, Glinid.
ii. Peningkat sensitivitas insulin: Biguanid, Tiazolidindion.
iii. Penghambat gluconeogenesis: Biguanid (Metformin).
iv. Penghambat glukosidase alfa : Acarbose (Ndraha, 2014).
b) OBAT SUNTIKAN
i. Insulin kerja cepat.
ii. Insulin kerja pendek.
iii. Insulin kerja menengah.
iv. Insulin kerja panjang.
v. Insulin campuran tetap
Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat
dipahami bahwa yang menjadi dasar utama terapi adalah gaya hidup sehat
(GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari
edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara
konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita
DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan
GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan
Pilar tata laksana DM yang keempat, yaitu intervensi farmakologis,
mempunyai kekurangan yaitu harganya relatif mahal dan menimbulkan efek
samping, oleh karena itu perlu dicari strategi baru dalam penanganan
masalah DM di Indonesia (PERKENI, 2011). Misalnya dengan
memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang masih belum banyak
diteliti dan diketahui.
2. Daun kersen (Muntingia calabura L.)
a. Morfologi
Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai
dan termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Kersen berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hepar dan ginjal,
mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK
net, 2005).
Deskripsi tanaman kersen berperawakan pohon kecil yang selalu
hijau, tingginya 3-12 meter (m), percabangannya mendatar, menggantung
ke arah ujung, berbulu halus-halus, daunnya tunggal, berbentuk bulat
telur sampai berbentuk lanset, berukuran (4-14) cm x (1-4) cm, dengan
pangkal lembaran daun yang nyata tidak simetris, tepi daun bergerigi,
lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga-bunga [(1-3-5)
kuntum] terletak pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun,
bersifat hermafrodit. Buahnya bertipe buah buni, berwarna merah kusam,
berdiameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam
Gambar 1. Kersen (Pranitasari, 2009).
b. Manfaat
Daun kersen mengandung kelompok senyawa atau lignan antara
lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang
menunjukkan aktivitas antioksidatif (Zakaria et al., 2007). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen
adalah flavonoid (Zakaria et al., 2007).
Aktivitas antioksidatif daun kersen (Muntingia calabura L.)
melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Pengikatan radikal bebas
2) Dekomposisi peroksida lipid
3) Pengikatan katalis ion logam transisi
4) Pencegahan inisiasi dan berlanjutnya kerusakan rantai hydrogen
c. Taksonomi
Taksonomi Muntingia calabura L. adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Muntingiaceae
Genus : Muntingia L.
Spesies : Muntingia calabura L.
3. Stress oksidatif
Pertahanan antioksidan dan sistem perbaikan seluler pada penderita
Diabetes Melitus akan terangsang sebagai respons tantangan oksidatif.
Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi
radikal bebas akibat autooksidasi glukosa, penurunan konsentrasi
antioksidan berat molekul rendah di jaringan, dan gangguan aktivitas
pertahanan antioksidan enzimatik. Stres oksidatif juga memiliki kontribusi
pada perburukan dan perkembangan kejadian komplikasi (Nuttal et al., 1999; Kowluru et al., 2001).
Stres oksidatif didefinisikan sebagai kondisi ketidakseimbangan
gangguan fungsi ginjal (Sharma et al., 2007). Jika produksi radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya maka
kelebihan radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Sering
kali kerusakan ini disebut sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan
biomolekul penyusun sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal
bebas.
Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas
berimplikasi pada berbagai kondisi patologis, yaitu kerusakan sel, jaringan,
dan organ seperti hepar, ginjal, jantung baik pada manusia maupun hewan
(Kevin et al., 2006). Sel hepar merupakan jaringan utama yang menjadi sasaran dari peningkatan konsentrasi radikal bebas, karena hepar merupakan
tempat terjadinya proses metabolisme senyawa senobiotik (Ernawati, 2006).
Untuk mencegah kerusakan oksidatif lebih lanjut akibat radikal bebas ini
diperlukan antioksidan tambahan dari luar .
Stress oksidatif juga menyebabkan kerusakan di pankreas pasien
DM dengan bentuk utama berupa apoptosis (kematian sel pankreas) baik
pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Paparan kronik diet dengan kadar
glukosa tinggi dan lemak bebas menyebabkan glukotoksik yang
mengakibatkan disfungsi sel dan memicu apoptosis pada DM tipe 2 melalui
stress retikulum endoplasma tanpa melibatkan jalur NO dan NF-B (Clare et al., 2003; Hruban &Wilentz, 2005). Pada pulau Langerhans pankreas pasien DM tipe 2, ditemukan deposit amiloid yang berasal dari islet amyloid
terjadinya apoptosis pada sel β, terutama jika dalam bentuk IAPP oligomer
kecil. Oligomer IAPP dalam bentuk besar bersifat inert (Butler et al., 2003). 4. Hepar
a. Anatomi hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.
Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di
bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
[image:40.595.169.513.399.638.2]bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Gambar 2. Anatomi hepar (Netter, 2014)
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior superior yang
dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut
bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamen pada hepar:
1) Ligamentum falciformis : menghubungkan hepar ke dinding
anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2) Ligamentum teres hepatis = round ligament : merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.
umbilicalis yang telah menetap.
3) Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :
merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari
curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proksimal ke
hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut
membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4) Ligamentum coronaria anterior kiri–kanan dan lig. coronaria
posterior kiri-kanan : merupakan refleksi peritoneum terbentang
dari diafragma ke hepar.
5) Ligamentum triangularis kiri-kanan : merupakan fusi dari
ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri
kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan
oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi
(bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt
mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis
membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri (Genneser, 1994).
b. Fungsi Hepar
Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh,
merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 –
25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar, yaitu (Gartner et al.,
2011) :
1) Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat.
2) Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak.
3) Fungsi hepar sebagai metabolisme protein.
4) Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah.
5) Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin.
6) Fungsi hepar sebagai detoksikasi.
7) Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas.
8) Fungsi hemodinamik.
c. Perlemakan Hepar Non Alkoholik
Diabetes Melitus menyebabkan lebih dari 20% kasus perlemakan
hepar non-alkoholik (Mittal, 2008). Kerusakan hepar biasanya ditandai
dengan peningkatan kadar Serum Glutamate Oxaloacetate Transaminase
hanya SGPT yang spesifik. SGOT selain dihepar juga terdapat pada
miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sugondo, 2006). SGPT
merupakan yang paling dekat hubungannya dengan akumulasi lemak
hepar. Peningkatan konsentrasi SGPT dianggap sebagai akibat kerusakan
hepatosit pada perlemakan hepar (Talwar et al., 2006; Widjaya, 2010). Walaupun SGPT lebih khas untuk penyakit hati dibandingkan SGOT,
tetapi kedua enzim ini sering digunakan bersama-sama untuk
pemeriksaan kelainan hati (Syahrizal, 2008).
Adanya kadar lemak yang berlebihan dalam tubuh seperti
obesitas, hipertrigliserida, dan Diabetes Melitus akan menyebabkan
penimbunan lemak dalam jaringan hepar sehingga terjadi perlemakan
hepar (Hasan, 2006). Kerusakan hepar akibat paparan radikal reaktif
pada penderita DM dapat dicegah oleh senyawa antioksidan (Tomasi et al., 2003; Winarsi, 2007).
Gangguan metabolisme lipid pada Diabetes Melitus
menyebabkan adanya kelainan pada sel-sel hepar. Patogenesis kelainan
pada sel hepar ini muncul karena adanya resistensi insulin yang
dihasilkan oleh lipolisis. Lipolisis ini akan meningkatkan sirkulasi asam
lemak bebas yang kemudian diambil oleh hepar. Asam lemak di hepar
ini akan menyebabkan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan
peroksidasi lipid (Tolman et al., 2006).
Perlemakan hepar pada Diabetes Melitus juga berhubungan
menyebabkan transport glukosa ke dalam sel, sehingga karbohidrat yang
harusnya dimetabolisme dan disimpan dalam bentuk glikogen di hepar
akan dimetabolisme menjadi lemak. Faktor hormonal juga terlibat,
diantaranya peningkatan sekresi glukokortikoid oleh korteks adrenal,
peningkatan sekresi glukagon oleh pankreaas, dan penurunan sekresi
insulin oleh pankreas akan meningkatkan pengeluaran asam lemak dari
jaringan lemak yang akan menyebabkan asam lemak tersedia dalam
jumlah yang sangat besar di sel jaringan perifer untuk digunakan sebagai
energi dan di sel hati (Guyton & Hall, 2012).
Diabetes Melitus tipe 2 mempunyai hubungan erat dengan
perlemakan hepar non alkoholik, karena frekuensi obesitas cukup tinggi
pada Diabetes Melitus tipe 2. Menurut Soemarto dan Djanas (2004)
mekanisme perlemakan hepar pada Diabetes Melitus disebabkan karena
kekurangan insulin dan kelebihan glukagon. Hal ini meningkatkan
lipolisis dan menghambat ambilan glukosa, sehingga terjadi peningkatan
sintesis trigliserida oleh jaringan adiposa. Akibatnya terjadi peningkatan
transportasi asam lemak bebas atau FFA (Free Fatty Acid) ke hepar, sehingga trigliserida tertimbun dalam sel hepar dan terjadilah steatosis
makrovesikular.
Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya
memainkan peran pada patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis
„multi-hit‟ (yang dulunya disebut sebagai „two-hit‟) telah digunakan dalam
NAFLD dianggap merepresentasikan komponen hepatik dari
sindroma metabolik berupa obesitas, hiperinsulinemia, resistensi insulin,
diabetes, hipertrigliserida dan hipertensi. Diabetes tipe 2 merupakan
komponen utama dari sindroma metabolik dan berkaitan dengan obesitas
maupun NAFLD (Adams, 2007; Amarapurkar et al., 2007; Bellentani & Marino, 2009).Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak
bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai
Hit pertama (first hit). Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi
kompleks (multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel
adiposa, sel kupfer, mediator-mediator inflamasi dan reactive oxygen
species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau berlanjut sirosis.
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin
menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang
menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi
oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam
hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di
mitokondria, peroksisom atau mikrosom (Clark et al., 2002).
Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan
peningkatan oksidasi dan edterifikasi lemak. Proses ini terfokus di
mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan
kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit kedua.
Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi
un-coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-450
2E1, peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas antioksidan.
Ketika stress oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan
perlawanan anti oksidan, maka aktivasi sel stelata dan sitokin pro
inflamasi akan barlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan
hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis
(Hasan, 2006).
Gambaran histologi hepar pada penderita perlemakan hepar non
alkoholik terdiri dari berbagai tingkatan histologis, dimulai dari steatosis
sederhana (tanpa inflamasi dan fibrosis), steatosis dengan inflamasi
dengan atau tanpa fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-NASH) dan
dapat berlangsung menjadi sirosis (Bellentani & Marino, 2009).
Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera
pada hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis (Bellentani et al., 2010).
Tes yang lazim dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan
hepar yaitu berdasarkan adanya kebocoran zat-zat tertentu dari sel hepar
kedalam peredaran darah dan sebagian besar dari tes ini dengan
mengukur aktivitas enzim dalam serum atau plasma. Aktivitas enzim
d. Penilaian Fungsi Hepar
Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas
cadangan yang besar, karena itu kerusakan sel hepar secara klinis baru
dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hepar yang sedang
berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi
berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk oleh sel hepar
yang rusak atau mengalami nekrosis. Pemeriksaan enzim
seringkali menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hepar
(Widmann, 1995). Enzim adalah protein dan senyawa organik yang
dihasilkan oleh sel hidup dan merupakan katalisator biologis yang
mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Enzim umumnya terdapat
di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti organel,
mitokondria atau di dalam sitosol. Walaupun terdapat keseimbangan
antara penghancuran dan pembentukan enzim, akan selalu terdapat
sedikit enzim yang keluar ke ruangan ekstraselular. Kerusakan sel atau
peningkatan permeabilitas membran sel akan menyebabkan enzim
banyak keluar ke ruang ekstraselular dan dapat digunakan sebagai sarana
untuk membuat diagnosis (Akbar, 2006).
Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalam beberapa bagian :
1) Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel yaitu SGOT, SGPT,
glutamate dehydrogenase (GLDH), dan laktat dehidrogenase
2) Enzim yang berhubungan dengan kolestasis seperti gamma glutamil transferase (GGT) dan alkalifosfatase.
3) Enzim yang berhubungan dengan kapasitas sintesis hepar misalnya
kolinesterase (Akbar,2006).
SGPT (Serum Glutamat Piruvate Transaminase) atau nama lain dari alanin aminotransferase (ALT) adalah suatu enzim golongan
transferase yang mengkatalisis pemindahan reversible sebuah gugus
amino dari alajin ke α-ketoglutarate untuk membentuk glutamat dan
piruvat, dengan piridoksal fosfat sebagai kofaktor. Reaksi ini
memindahkan nitrogen ke dalam senyawa–senyawa lain untuk ekskresi
atau inkorporasi. SGPT dapat ditemukan dalam serum dan jaringan–
jaringan tubuh, terutama pada hepar (Dorland, 2002). Bila jaringan
tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya dalam serum
meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya enzim
intraseluler dari sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Kadar yang sangat
meningkat terdapat nekrosis hepatoseluler atau infark miokard (Hadi,
1995).
SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) atau nama lain dari Enzim aspartat aminotransferase (AST) merupakan enzim
mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus
amino dari asam aspartat ke asam α-oksaloasetat membentuk asam
glutamat dan oksaloasetat (Price & Wilson, 1995). Kenaikan aktivitas
yang membuatnya. Kerusakan tersebut bersifat akut (Gaze, 2007).
Keadaan tersebut dapat terjadi pada berbagai radang dari kelenjar yang
menghasilkannya (Sadikin, 2002). Menurut kusumawati (2004) kadar
normal SGOT adalah 30,2-45,7 IU/L sedangkan kadar normal SGPT
untuk tikus antara 17,5-30,2 IU/L.
5. Metformin
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan
menurunkan produksi glukosa hepar. Metformin merupakan pilihan
utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai
resistensi insulin (Sugondo, 2006).
Sebagai salah satu obat hipoglikemik oral, metformin mempunyai
beberapa efek terapi antara lain menurunkan kadar glukosa darah melalui
penghambatan produksi glukosa hepar dan menurunkan resistensi insulin
khususnya di hepar dan otot. Metformin tidak meningkatkan kadar
insulin plasma. Metformin menurunkan absorbsi glukosa di usus dan
meningkatkan sensitivitas insulin melalui efek peningkatan ambilan
glukosa di perifer ( Marić, 2010).
Metformin terbukti dapat menurunkan berat badan, memperbaiki
Pedoman tatalaksana Diabetes Melitus tipe 2 yang terbaru dari American Diabetes Association/European Association for the Study of Diabetes (ADA/EASD) dan American Association of Clinical Endocrinologists/American College of Endocrinology (AACE/ACE) merekomendasikan pemberian metformin sebagai monoterapi lini
pertama. Rekomendasi ini terutama berdasarkan efek metformin dalam
menurunkan kadar glukosa darah, harga relatif murah, efek samping
lebih minimal dan tidak meningkatkan berat badan (Rodbard et al., 2009, PERKENI, 2011).
6. Flavanoid
Flavanoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit
sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman
(Rajalakshmi & Narasimhan, 1985). Quercetin dikategorikan sebagai
flavonol, salah satu dari enam subclass senyawa flavonoid (Williamson & Manach, 2005).
Penelitian pada hewan menunjukkan antioksidan quercetin
mampu memberikan efek perlindungan pada otak, jantung, dan jaringan
lain terhadap cedera iskemia-reperfusi, senyawa beracun , dan
faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan stres oksidatif (Skaper et al., 1997). Diabetes yang diinduksi quercetin telah dilaporkan untuk menurunkan glukosa plasma, menormalkan tes toleransi glukosa,
terhadap penurunan diabetes yang diinduksi dalam kognisi , mood, dan
fungsi ginjal pada model tikus diabetes (Youl et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani (2008) menunjukkan
bahwa tikus DM yang diinduksi aloksan dan diberikan ekstrak etanol
daun kersen (Muntingia calabura L.) mengalami penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah tersebut diduga terjadi
karena ekstrak etanol daun kersen mengandung flavonoid yang bersifat
antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan sel-sel β pulau
Langerhans di pankreas secara terus menerus akibat penyuntikan
aloksan. Sel-sel β pulau-pulau Langerhans di pankreas akan beregenerasi
dan mensekresikan insulin kembali ke dalam darah. Selain itu, flavanoid
juga diduga dapat mengembalikan sensitifitas reseptor insulin pada sel.
Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kadar glukosa darah tikus.
7. Streptozotocin
Streptozotocin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes yang dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan
uji (Arulmozhi et al., 2004).
Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter (GLUT-2) dan akan menyebabkan alkilasi deoxyribonucleic acid (DNA) sehingga terjadi kerusakan DNA. Kerusakan DNA tersebut nantinya akan mengaktifkan poly adenosine diphosphate
adenine dinucleotide (NAD+) seluler, lebih lanjut akan terjadi pengurangan adenosine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis insulin. Produksi ATP mitokondria
yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis
nukleotida sel β pancreas (Szkudelski, 2001).
Selain itu, streptozotocin merupakan donor nitric oxide (NO)
yang juga mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas
melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Nitric oxide dihasilkan sewaktu streptozotocin mengalami metabolisme dalam sel (Lenzen, 2008).
8. Nicotinamide (NA)
Nicotinamide, piridin-3-karboksamida, adalah vitamin B3 (niacin) derivate dengan kapasitas antioksidan yang mengurangi tindakan sitotoksik STZ (Szkudelski, 2012). Nicotinamide (NA) adalah penangkap radikal bebas oksigen dan NO, serta menyediakan NAD+.
NA juga meningkatkan regenerasi dan pulau pertumbuhan sel β-sel dan
menghambat apoptosis (Pandya et al., 2010). Pemberian NA sebelum pemberian STZ tidak berpengaruh pada metilasi DNA dalam
organ-organ lain kecuali dalam pankreas β-sel, yang mengurangi metilasi DNA
(Bennett & Pegg, 1981). NA dilarutkan dalam saline normal (Ananda et al., 2012).
Data dari literature menyimpulkan bahwa mekanisme
ditimbulkan oleh Streptozotocin, melalui 2 mekanisme, yaitu inhibisi
PARP-1, dan peningkatan NAD+, dimana mekanisme lain kurang
E. Kerangka Teori
Ket : :meningkatkan
[image:54.595.134.569.149.572.2]: menghambat
Gambar 3. Kerangka Teori
Patofisiologi DM
komplikasi Hiperglikemia
Stress Oksidatif
Kerusakan jaringan dan organ
Gangguan ginjal
Genetik, Autoimun Resitensi Insulin,
Defek sekresi insulin
Retinopati
Gangguan pembuluh
darah perifer
Infeksi Gangguan hepar Gangguan metabolisme lipid
F. Kerangka Konsep
Ket : :meningkatkan
[image:55.595.131.577.152.482.2]: menghambat
Gambar 4. Kerangka Konsep
Seduhan daun kersen
Streptozotocin
SGOT & SGPT Defek sekresi dan sintesis
insulin Efek toksik
Nicotinamide
DM tipe 2 Hiperglikemia
Stress oksidatif
Kerusaka sel hepar
G.Hipotesis
Hipotesis dari penelitian adalah :
1. Seduhan daun kerse