• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (

Muntingia calabura

L.

) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

RIANTI 20130310092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (

Muntingia calabura

L.

) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

RIANTI 20130310092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

EFEKTIFITAS SEDUHAN DAUN KERSEN (

Muntingia calabura

L.

) TERHADAP KADAR SGOT & SGPT PADA TIKUS

DIABETES MELITUS YANG DIINDUKSI

STREPTOZOCIN-NICOTINAMIDE (STZ-NA)

Disusun oleh: RIANTI 20130310092

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 8 Desember 2016

Dosen Pembimbing

dr. Ratna Indriawati, M.kes. NIK: 19720820200101173038

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.kes. NIK: 19711028199709173027

Dosen Penguji

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rianti

NIM : 20130310092

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka Karya Tulis

Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa Karya Tulis

Ilmiah ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Yogyakarta, 8 Desember 2016

Yang membuat pernyataan,

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’aalaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil‟alamin puji syukur kepada Allah SWT tuhan seru

sekalian alam yang telah memberikan nikmat dan Rahmat-Nya. Sholawat serta

salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa kita

dari kegelapan menuju era terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efektifitas

Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap kadar SGOT &

SGPT Pada Tikus Diabetes Melitus yang Diinduksi

Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Penulis yakin dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak akan berjalan

dengan lancar tanpa adanya bimbingan, dorongan moral, spiritual, dan material

dari berbagai pihak. Untuk itu sudah sepantasnya penulis ingin menyampaikan

banyak terima kasih kepada :

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. dr. Ratna Indriawati, M.kes selaku pembimbing yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan banyak pengarahan, nasehat, dan semangat

dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Ikhlas M. Jenie, M.Med.Sc. selaku dosen penguji yang telah

(6)

v

4. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Rifa‟i dan Ibu Mardiana , yang

senantiasa memberikan ku semangat, doa, kepercayaan, nasehat, kasih

sayang, serta dukungan tiada henti, hanya kalian lah semangat hidupku.

5. Kakakku satu-satunya, Norrianto, yang telah mendukungku untuk semua

hal baik finansial maupun wejangan-wejangan ala orang tua, dan selalu

sabar menghadapi sifat manjaku.

6. Pak Yulianto, Sebagai Kepala Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang selalu mendampingi kami

selama di kandang dari sejak penelitian dimulai hingga selesai,

terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan dan kesabaran selama

membimbing kami.

7. Arum, sarah, mira dan seluruh anak kos Salwa, Kos terhits dan ternyaman

sepanjang masa, yang selalu memberikanku pencerahan dan ide tentang

KTI,

8. Mutiara, Arum, Ambar Sahabat sahabat tercintaku yang cantik, aku

beruntung memiliki kalian. Kita saling memberikan semangat saat salah

satu terjatuh, saling melengkapi supaya sukses bareng.

9. Arifin Nugroho, Partner hidup dan KTI, yang selalu menyemangatiku saat

aku putus asa, yang selalu jadi pelampiasan saat KTI bikin emosi naik,

yang selalu memberikan ide saat aku sudah lelah berfikir, semoga jalan

(7)

vi

10.Monika, via, tia, adit dan semua sepupu satu garis keturunan H.Ilyas yang

selalu memotivasi agar aku cepat lulus dan selalu menghiburku saat

kebosanan melanda.

11.Ela, ayu, tisa , terimakasih dukungan dan semangatnya selama ini.

12. DIKTI, yang telah memberikan dukungan finansial sehingga penelitian ini

dapat berjalan.

13.Kelompok KTI bimbingan dr. Ratna Indriawati, yang selalu mendukung

satu sama lain dari awal penyusunan proposal, sampai waktunya sidang,

rekan seperjuangan revisi.

14.Kelompok PKM Daun Talok, yang selalu memberikan ilmu-ilmu baru,

baik mengenai KTI ataupun sebagai tim, terimakasih kerjasamanya dari

awal penyusunan proposal PKM sampai selesai.

15.Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu

satu, terima kasih atas dukungannya semoga Allah SWT membalas amal

ibadahnya.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk meningkatkan kualitas penulisan sejenis di masa yang akan

datang.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 8 Desember 2016

(8)

vii

DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Teoritis ... 8

1. Diabetes Mellitus ... 8

2. Daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 16

3. Stress oksidatif ... 18

4. Hepar ... 20

5. Metformin ... 29

(9)

viii

7. Streptozotocin ... 31

8. Nicotinamide (NA) ... 32

E. Kerangka Teori ... 34

F. Kerangka Konsep ... 35

G. Hipotesis ... 36

BAB III ... 37

METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan sampel penelitian ... 37

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

1. Lokasi ... 39

2. Waktu ... 39

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

1. Variabel ... 39

2. Definisi Operasional ... 40

E. Instrument Penelitian ... 42

1. Alat penelitian ... 42

2. Bahan Penelitian ... 42

F. Jalannya Penelitian ... 43

1. Persiapan ... 43

2. Pengambilan sampel pre induksi ... 43

3. Induksi Streptozotocin-Nicotinamide ... 44

4. Pengambilan sampel post-induksi ... 44

5. Pembuatan Seduhan Daun Kersen (Muntingia calabura L.) ... 44

6. Pemberian perlakuan ... 45

7. Pengambilan sampel post perlakuan ... 46

G. ANALISIS DATA ... 48

H. KESULITAN PENELITIAN ... 48

I. ETIKA PENELITIAN ... 49

BAB IV ... 48

(10)

ix

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 61

BAB V ... 71

KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 82

LAMPIRAN 1 ... 82

LAMPIRAN 2 ... 84

LAMPIRAN 3 ... 86

LAMPIRAN 4 ... 87

LAMPIRAN 5 ... 88

(11)

x

DAFTAR SINGKATAN

AACE : American Association of Clinical

ACE : EndocrinologistsAmerican College of Endocrinology

ADA : American Diabetes Association

ADP : poly adenosine diphosphate

ALT : aminotransferase alanine

AST : aminotransferase aspartat

ATP : adenosine triphosphate

cGMP : cyclic guanosine monophosphate

DNA : alkilasi deoxyribonucleic acid

DM : Diabetes Melitus

EASD : AssociationEuropean Association for the Study of Diabetes

FFA : Free Fatty Acid

GGT : gamma glutamil transferase

GHS : Gaya Hidup Sehat

GLDH : glutamate dehydrogenase

GLUT-2 : glucose transporter

LDH : laktat dehidrogenase

NA : Nicotinamide

NAD+ : nicotinamide adenine dinucleotide

(12)

xi

NO : Nitrit Oxide

PVD : Peripheral Vascular Disease

SGOT : Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase

SGPT : Serum Glutamate Pyruvic Transaminase STZ : Streptozotocin

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun Kersen ... 17

Gambar 2. Anatomi Hepar ... 20

Gambar 3. Kerangka Teori... 34

Gambar 4. Kerangka Konsep ... 35

Gambar 5. Alur Penelitian ... 47

Gambar 6. Perbandingan GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 56

Gambar 7. Perbandingan SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan ... 57

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian ... 6

Tabel 2. Rerata berat badan tikus sebelum induksi streptozotocin-nicotinamide

... 51

Tabel 3. Rerata berat badan tikus sesudah induksi strettozotocin-nicotinamide

... 52

Tabel 4. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 53 Tabel 5. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 6. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah induksi streptozotocin-nicotinamide ... 54 Tabel 7. Rerata GDP tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 55 Tabel 8. Rerata SGOT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 56 Tabel 9. Rerata SGPT tikus sebelum dan sesudah perlakuan seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) ... 58 Tabel 10. Selisih Penurunan kadar GDP tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59

Tabel 11. Selisih Penurunan kadar SGOT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 59

Tabel 12. Selisih Penurunan kadar SGPT tikus sesudah perlakuan dan sebelum perlakuan ... 60

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal penelitian ... 82

Lampiran 2. Perhitungan dosis metformin ... 84

Lampiran 3. Surat izin penelitian ... 86

Lampiran 4. Surat keterangan kelayakan etik penelitian ... 87

Lampiran 5. Analisis Data ... 88

(16)

xv

INTISARI

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.)

adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.

Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.

(17)

xvi

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.

Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie

the dose 750 mg/200 grBW.

Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.

Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic

(18)
(19)

xv

INTISARI

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit degenaratif yang mempunyai banyak komplikasi dimana pada keadaan Diabetes Melitus ini terjadi kenaikan kadar glukosa darah serta stress oksidatif. Stress oksidatif dan tingginya kadar glukosa darah bisa menyebabkan kerusakan hepar dan ditandai dengan naiknya enzim hepar yaitu SGOT dan SGPT. Kersen (Muntingia calabura L.)

adalah salah satu jenis tanaman yang mudah hidup di Indonesia dan tumbuh subur di sekitar lingkungan. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa kersen mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung flavonoid. Antioksidan ini disebutkan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress oksidatif . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas seduhan daun kersen dalam penurunan kadar SGOT & SGPT tikus putih (Rattus novergicus) Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control design. Subjek penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague dawley sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2 (metformin), kelompok 3 (seduhan daun kersen 250 mg/200 grBB), kelompok 4 (seduhan daun kersen 500 mg/200 gramBB), dan kelompok 5 (seduhan daun kersen 750 mg/200 grBB). Lama waktu penelitian adalah 26 hari. Kelompok 1-5 diinduksi dengan streptozotocin dosis 65 mg/KgBB dan nicotinamide 230 mg/KgBB selama 5 hari hingga tikus menjadi Diabetes Melitus (Gula Darah Puasa >135 mg/dl) kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Seduhan daun kersen dibuat dengan mencampur daun kersen kering sesuai dosis dengan air dan diberikan sesuai berat badan masing-masing tikus. Pengambilan kadar GDP menggunakan metode enzimatik GOD-PAP, sedangkan SGOT & SGPT menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Data dianalisis menggunakan uji paired t test dan uji One Way Anova.

Hasil : Hasil uji statistic dengan paired t test menunjukkan perbedaan bermakna kadar SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,0001). Pada uji One Way Anova terdapat rerata penurunan yang berbeda pada setiap kelompok (p=0,0001). Seduhan yang paling efektif menurunkan kadar SGOT dan SGPT yaitu dosis 750 mg/200 grBB.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian seduhan daun kersen dapat menurunkan kadar SGOT & SGPT dengan dosis optimal 750 mg/200 grBB namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dosis maksimal agar kadar SGOT sampel menjadi normal.

(20)

xvi

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus is a degenerative disease that caused many complications where in diabetes mellitus blood glucose levels is increase and oxidative stress. Oxidative Stress and high blood glucose levels can cause liver damage and characterized by the increase in liver enzymes are AST and ALT. Cherry (Muntingia calabura L.) is one kind of plant that is easy to live in Indonesia and thrives around the neighborhood. The previous study mentions that cherry has antioxidant activity because it contains flavonoids. These antioxidants can be used to prevent oxidative stress. The purpose of this study was to examine the effectiveness of cherry leaves steeping in decreased levels of SGOT and SGPT rat (Rattus novergicus) diabetes mellitus induced by Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Methods: This study is an experimental research study design with pre and post test control design. The subjects are 30 white rats Sprague Dawley were divided into 5 groups: group 1 (negative control), group 2 (metformin), group 3 (steeping leaves of cherry 250 mg/200 grBW), group 4 (steeping leaves of cherry 500 mg/200 grBW), and group 5 (cherry leaves steeping 750 mg/200 grBW). The duration of the study was 26 days. 1-5 group induced with streptozotocin dose of 65 mg/kgBW and nicotinamide 230 mg/kgBW for 5 days until the rats be diabetes mellitus (fasting blood sugar >135 mg/dl) and then given treatment for 14 days. Cherry leaves steeping made by mixing dried cherry leaves with water and suitable dosage is given according to the weight of each rat. Intake levels of GDP using GOD-PAP enzymatic method, whereas SGOT and SGPT using a UV-Vis spectrophotometer. Data were analyzed using paired t test and One Way Anova.

Results: The results of statistical tests with paired t-test showed significant differences in the levels of SGOT and SGPT before and after treatment (p =0.0001). One way Anova test on average there are distinct decrease in each group (p =0.0001). Steeping most effectively reduce levels of SGOT and SGPT ie

the dose 750 mg/200 grBW.

Conclusion: From this study it can be concluded that the administration cherry leaves steeping can reduce levels of SGOT and SGPT with the optimal dose of 750 mg/200 grBW but further research is needed to a maximum dose that SGOT sample to be normal.

Keywords: Diabetes Melitus, Muntingia calabura, SGOT, SGPT, non-alcoholic

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Angka Diabetes Melitus (DM) berkembang pesat tiap tahunnya baik

di Negara maju maupun Negara berkembang. Terdapat 382 juta orang yang

hidup dengan Diabetes Melitus di dunia pada tahun 2013. Jumlah tersebut

diperkirakan akan meningkat pada tahun 2035 menjadi 592 juta orang .

Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia yang tergolong tinggi

terdapat di 17 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,

Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara

Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan

Papua Barat. Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya Usia

(Riskesdas, 2013).

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,

yang lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan Diabetes Melitus tipe

1. Penderita Diabetes Melitus tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan

populasi penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini disebabkan karena

berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap Insulin (Depkes, 2005).

Keadaan hiperglikemia pada penderita Diabetes Melitus akan

(22)

psikologis. Komplikasi fisiknya antara lain gangguan kardiovaskular,

peningkatan akumulasi lipid dalam hepar dan otot polos (Krssak et al., 2011), Gagal ginjal kronik, dan kanker (Giovannucci et al., 2010).

Keadaan resistensi insulin pada penderita Diabetes Melitus tipe 2

akan menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa di hepar dan

menurunkan pengambilan (uptake) glukosa ke dalam jaringan adiposa (Jung

et al., 2006). Sebagai umpan baliknya, akan terjadi proses glukoneogenesis dan glikogenesis sehingga dapat memicu terjadinya hiperglikemia.

Hiperglikemia yang kronis dapat memicu komplikasi pada organ tubuh

lainnya seperti perlemakan hepar. Perlemakan hepar ini dikenal dengan

NAFLD (Non Alcoholic Fatty Liver Disease) yang erat kaitannya dengan resistensi insulin (Sianturi et al., 2013).

Pasien Diabetes Melitus membutuhkan obat-obatan untuk

mengontrol kadar glukosa darah. Obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien

DM tipe 1 yaitu insulin yang dikonsumsi seumur hidup. Terapi utama untuk

pasien DM tipe 2 yaitu perbaikan gaya hidup dan ditunjang obat-obatan

hipoglikemik oral maupun injeksi. Harga obat-obatan pengontrol glukosa

darah untuk penderita DM tidak murah dan juga menimbulkan efek samping

seperti gangguan faal hati dan ginjal, kembung, serta kelainan

(23)

Faktor resiko Diabetes Melitus terdiri dari faktor resiko yang bisa

dimodifikasi dan tidak bisa dimodifikasi. Faktor resiko yang bisa

dimodifikasi berhubungan dengan gaya hidup. Pencegahan Diabetes

Melitus bisa dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat. Islam telah

mengajarkan pada manusia untuk memilih makanan yang baik dan halal,

serta tidak berlebihan dalam rangka menjalankan pola hidup sehat. Seperti

firman Allah SWT dalam Surat thaha ayat 81 :

Artinya : “Makanlah dari rezeki yang baik-baik yang talah Kami berikan kepadamu dan janganlah melampaui batas, yang menyebabkan kemukaan-Ku menimpamu. Barang siapa ditimpa kemurkaan-kemukaan-Ku maka sungguh binasalah dia.”

Dalam keadaaan normal kadar radikal bebas dan antioksidan dalam

tubuh selalu seimbang, namun dalam keadaan tertentu seperti hiperglikemia

pada Diabetes Melitus, iskemia, dan hypoxia jumlah radikal bebas sangat

meningkat dan antioksidan dalam tubuh tidak bisa melawannya, sehingga

diperlukan antioksidan tambahan dari luar (Setyohadi et al., 2006).

Kersen (Muntingia calabura L.) sebagai salah satu tumbuhan yang tumbuh subur di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi

alternatif pengobatan. Selain mudah didapat dan murah, juga sangat

bermanfaat karena kandungan komponen fitokimia di dalamnya, yaitu

saponin, flavonoid dan polifenol (Wijoyo, 2004). Secara kualitatif diketahui

bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen adalah flavanoid

(24)

melindungi sel-sel dan organ tubuh dari radikal bebas, salah satunya sel

pada organ hepar (Zakaria et al., 2007).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji efektifitas

seduhan daun kersen terhadap kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan kadar SGPT (Serum Glutamate Pyruvic Transaminase) pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide

(STZ-NA) .

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, Rumusan masalah pada penelitan

ini adalah :

1. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGOT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi

Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?

2. Apakah seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) efektif terhadap penurunan kadar SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi

Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA)?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas

seduhan daun Kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada tikus Diabetes Melitus yang diinduksi

Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT normal pada tikus (sebelum

(25)

2. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus

(setelah diinduksi streptozotocin-nicotinamide).

3. Untuk mengetahui kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus

setelah diberi seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.).

4. Untuk mengetahui dosis efektif seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.) untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT tikus Diabetes Melitus yang diinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA).

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini diharapkan dapat

memberi referensi ilmiah tentang efektifitas seduhan daun kersen

(Muntingia calabura L.) terhadap kadar SGOT & SGPT pada tikus DM yang diiinduksi Streptozotocin-nicotinamide (STZ-NA) sehingga diharapkan dapat dipatenkan dan diproduksi secara masal.

2. Kepada praktisi kesehatan. Apabila terbukti efektif, diharapkan dapat

menambah wawasan terkait pilihan terapi menggunakan zat flavonoid

yang terkandung pada seduhan daun kersen (Muntingia calabura L.)

untuk menurunkan kadar SGOT & SGPT pada pasien Diabetes Melitus.

3. Kepada masyarakat. Diharapakan penelitian ini dapat memberi

informasi kepada masyarakat bahwa daun kersen (Muntingia calabura L.) bukan hanya tumbuhan yang tumbuh subur di lingkungan sekitar tetapi sangat potensial di aplikasikan sebagai solusi penanganan

(26)

E.Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian penelitian

Nama

peneliti

Tahun Judul Hasil Perbedaan

Mohand is haki Elvi Nurlaili Abdul Rasyid 2009 2010 2015

Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura L.)

Terhadap Aktivitas Enzim Sgpt Pada Mencit Yang

Diinduksi Karbon

Tetraklorida

Pengaruh Ekstra Biji Klabet (Trigonella Foenum-Graecum Linn.) Terhadap Kadar Transminase (GPT Dan GOT) Dan Gambaran Histologi Pada Hepar Mencit

(Mus Musculus) Yang

Terpapar Streptozotocin

Efek Pemberian Ekstrak Habbatussauda (Nigella Sativa) Terhadap Gambaran Histopatologik Pankreas dan Hepar Tikus Diabetes Mellitus Yang Diinduksi Streptozotocin

Belum diketahui dosis efektif dari ekstrak daun kersen dalam menurunkan kadar enzim SGPT akibat pemberian CCl4.

Dosis yang paling efektif untuk memperbaiki fungsi hepar yaitu dosis 3 (3,52 mg/oral/hari)

Ekstrak

Habbatussauda 300 mg/kgBB/hari memberikan efek perbaikan terhadap gambaran patologis

pada organ

pankreas dan hepar yang diinduksi streptozotocin dengan

menggunakan pewarnaan HE.

Penelitian ini menggunakan

ekstrak daun

kersen, hanya meneliti SGPT, dan induksi dengan karbon tetraklorida

Pada penelitian ini yang digunakan adalah biji klabet, dan menggunakan

mencit (mus

(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Teoritis

1. Diabetes Mellitus

a. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi

ketika pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika

tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri (berkurangnya

sensitivitas jaringan terhadap insulin). Insulin adalah hormon yang

mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula

darah adalah efek yang tidak terkontrol dari Diabetes Melitus dan

dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada

beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung, dan

syaraf (WHO, 2011).

Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul

pada seseorang yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang

melebihi nilai normal akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut

maupun relatif. Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur

(28)

Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” : polidipsi

(banyak minum), poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak

kencing) disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada

jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat badan menurun drastis,

gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, gangguan mata, dan disfungsi

ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik yang umumnya terjadi

pada penderita DM (Rismayanthi, 2011).

Penegakan Diabetes Melitus ditegakkan berdasarkan

penemuan:

1) Trias klasik Diabetes Melitus (polidipsi, polifagia, poliuri).

2) Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7 mmol/L).

3) Kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa

oral (OGTT) ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (ADA,

2010).

B.Klasifikasi

Terdapat beberapa klasifikasi Diabetes Melitus antara lain:

1) Diabetes Melitus tipe I atau disebut DM yang tergantung pada insulin.

Diabetes Melitus tipe ini hanya menyumbang prevalensi 5-10%

dari seluruh penderita Diabetes Melitus dan diibagi dalam dua subtipe

yaitu subtipe autoimun, dimana terjadi akibat disfungsi autoimun

dengan kerusakan sel-sel beta pankreas dan subtipe idiopatik, pada

(29)

sumbernya. Untuk bertahan hidup, pasien DM tipe 1 bergantung

terhadap insulin (Price & Wilson, 1995).

Diabetes Melitus tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β

langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin,

atau secara genetik (wolfram syndrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut

mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan

adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan

membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak

anak-anak atau awal remaja (Lawrence, 1994; Karam et al., 1996).

Pada Diabetes Melitus tipe 1, kadar glukosa darah sangat

tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk

membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui

peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring dengan kondisi

tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam

lemak bebas dan gliserol darah (Unger & Foster, 1992; Lawrence,

1994).

2) Diabetes mellitus tipe II atau disebut DM yang tidak tergantung pada

insulin.

Prevalensinya sekitar 90-95% dari seluruh penderita Diabetes

Melitus. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah penderita

obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah

(30)

penyakit DM. Dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti

diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar

gula darah serta mencegah komplikasi-komplikasi yang lain (ADA,

2010).

Pada kondisi DM tipe II, insulin masih cukup untuk mencegah

terjadinya benda-benda keton sehingga jarang dijumpai ketosis. Secara

patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan

respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan

resistensi insulin, dan (2) Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk

mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagai

kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih

banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia).

Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin

berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi

hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor

insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan

(31)

darah (hiperglikemik). Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas

mengalami adaptasi sehingga responnya untuk mensekresi insulin

menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada

defisiensi insulin (Unger & Foster, 1992; Lawrence, 1994; Kahn, 1995).

3) Diabetes tipe lain

Diabetes yang disebabkan karena adanya malnutrisi disertai

kekurangan protein yang nyata. Sering ditemukan di daerah tropis dan

negara berkembang (Suyono, 2014).

4) Diabetes gestasional

Diabetes tipe ini terjadi saat kehamilan. Faktor resiko Diabetes

gestasional antara lain : usia, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat

keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu. Terjadi karena peningkatan

sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap

toleransi glukosa (Price & Wilson, 1995).

C.Komplikasi

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik

akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun

makroangiopati (Powers, 2008).

Komplikasi kronik yang dapat terjadi akibat DM yang tidak

terkendali antara lain:

1) Kerusakan ginjal (Nefropati). Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron

dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini

(32)

akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari

untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk

oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat

dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal

bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama

terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami

kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait

dengan neuropathy atau kerusakan saraf (Tapp et al., 2003).

2) Kerusakan mata (Retinopati). Diabetes Melitus bisa merusak mata

penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit

utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: retinopati, retina

mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat

kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina;

katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh

sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan

adanya glukosa darah yang tinggi; dan glaukoma, terjadi peningkatan

tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata (Tapp et al., 2003).

3) Penyakit pembuluh darah perifer. Kerusakan pembuluh darah di perifer

atau ditangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease

(PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita

Diabetes Melitus dibandingkan dengan yang bukan penderita (Ndraha,

(33)

4) Gangguan pada hepar. Hepar bisa terganggu akibat Diabetes Melitus.

Dibandingkan orang normal, penderita diabetes lebih mudah terserang

infeksi virus hepatitis B atau hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hepar

(liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hepar yang lama atau berulang. Gangguan hepar yang sering ditemukan pada

penderita diabetes adalah perlemakan hepar non alkoholik, biasanya

(hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk (Ndraha, 2014).

5) Infeksi. Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh

dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita

diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi

adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat

kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak system saraf

sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi

(Ndraha, 2014).

D.Penatalaksanaan

Diabetes Melitus tipe 2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai

kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular. Dalam

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011,

penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar

penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan

(34)

1) Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku

sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga

pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya

meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat (Piette,

2003; PERKENI, 2011).

2) Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu

makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori

masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan

terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein

10%-20%, Natrium kurang dari 3 gr, dan diet cukup serat sekitar 25 gr/hari

(PERKENI, 2011).

3) Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu,

masing-masing selama 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat

aerobic seperti berjalan santai, jogging, dan bersepeda. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

(35)

4) Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan 3 pilar

penatalaksanan lainnya yang terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan

(PERKENI, 2011). Obat yang saat ini ada antara lain:

a) OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO).

i. Pemicu sekresi insulin: Sulfonilurea, Glinid.

ii. Peningkat sensitivitas insulin: Biguanid, Tiazolidindion.

iii. Penghambat gluconeogenesis: Biguanid (Metformin).

iv. Penghambat glukosidase alfa : Acarbose (Ndraha, 2014).

b) OBAT SUNTIKAN

i. Insulin kerja cepat.

ii. Insulin kerja pendek.

iii. Insulin kerja menengah.

iv. Insulin kerja panjang.

v. Insulin campuran tetap

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat

dipahami bahwa yang menjadi dasar utama terapi adalah gaya hidup sehat

(GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari

edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara

konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita

DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan

GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan

(36)

Pilar tata laksana DM yang keempat, yaitu intervensi farmakologis,

mempunyai kekurangan yaitu harganya relatif mahal dan menimbulkan efek

samping, oleh karena itu perlu dicari strategi baru dalam penanganan

masalah DM di Indonesia (PERKENI, 2011). Misalnya dengan

memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang masih belum banyak

diteliti dan diketahui.

2. Daun kersen (Muntingia calabura L.)

a. Morfologi

Kersen merupakan tanaman buah tropis yang mudah dijumpai

dan termasuk dalam famili Elaeocarpaceae. Kersen berkhasiat sebagai antioksidan, obat sakit kuning, memelihara kesehatan hepar dan ginjal,

mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran tubuh (Sentra IPTEK

net, 2005).

Deskripsi tanaman kersen berperawakan pohon kecil yang selalu

hijau, tingginya 3-12 meter (m), percabangannya mendatar, menggantung

ke arah ujung, berbulu halus-halus, daunnya tunggal, berbentuk bulat

telur sampai berbentuk lanset, berukuran (4-14) cm x (1-4) cm, dengan

pangkal lembaran daun yang nyata tidak simetris, tepi daun bergerigi,

lembaran daun bagian bawah berbulu kelabu. Bunga-bunga [(1-3-5)

kuntum] terletak pada satu berkas yang letaknya supra-aksilar dari daun,

bersifat hermafrodit. Buahnya bertipe buah buni, berwarna merah kusam,

berdiameter 15 mm, berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam

(37)
[image:37.595.189.461.108.313.2]

Gambar 1. Kersen (Pranitasari, 2009).

b. Manfaat

Daun kersen mengandung kelompok senyawa atau lignan antara

lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang

menunjukkan aktivitas antioksidatif (Zakaria et al., 2007). Secara kualitatif diketahui bahwa senyawa yang dominan dalam daun kersen

adalah flavonoid (Zakaria et al., 2007).

Aktivitas antioksidatif daun kersen (Muntingia calabura L.)

melalui mekanisme sebagai berikut:

1) Pengikatan radikal bebas

2) Dekomposisi peroksida lipid

3) Pengikatan katalis ion logam transisi

4) Pencegahan inisiasi dan berlanjutnya kerusakan rantai hydrogen

(38)

c. Taksonomi

Taksonomi Muntingia calabura L. adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Muntingiaceae

Genus : Muntingia L.

Spesies : Muntingia calabura L.

3. Stress oksidatif

Pertahanan antioksidan dan sistem perbaikan seluler pada penderita

Diabetes Melitus akan terangsang sebagai respons tantangan oksidatif.

Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi

radikal bebas akibat autooksidasi glukosa, penurunan konsentrasi

antioksidan berat molekul rendah di jaringan, dan gangguan aktivitas

pertahanan antioksidan enzimatik. Stres oksidatif juga memiliki kontribusi

pada perburukan dan perkembangan kejadian komplikasi (Nuttal et al., 1999; Kowluru et al., 2001).

Stres oksidatif didefinisikan sebagai kondisi ketidakseimbangan

(39)

gangguan fungsi ginjal (Sharma et al., 2007). Jika produksi radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya maka

kelebihan radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Sering

kali kerusakan ini disebut sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan

biomolekul penyusun sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal

bebas.

Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas

berimplikasi pada berbagai kondisi patologis, yaitu kerusakan sel, jaringan,

dan organ seperti hepar, ginjal, jantung baik pada manusia maupun hewan

(Kevin et al., 2006). Sel hepar merupakan jaringan utama yang menjadi sasaran dari peningkatan konsentrasi radikal bebas, karena hepar merupakan

tempat terjadinya proses metabolisme senyawa senobiotik (Ernawati, 2006).

Untuk mencegah kerusakan oksidatif lebih lanjut akibat radikal bebas ini

diperlukan antioksidan tambahan dari luar .

Stress oksidatif juga menyebabkan kerusakan di pankreas pasien

DM dengan bentuk utama berupa apoptosis (kematian sel pankreas) baik

pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Paparan kronik diet dengan kadar

glukosa tinggi dan lemak bebas menyebabkan glukotoksik yang

mengakibatkan disfungsi sel dan memicu apoptosis pada DM tipe 2 melalui

stress retikulum endoplasma tanpa melibatkan jalur NO dan NF-B (Clare et al., 2003; Hruban &Wilentz, 2005). Pada pulau Langerhans pankreas pasien DM tipe 2, ditemukan deposit amiloid yang berasal dari islet amyloid

(40)

terjadinya apoptosis pada sel β, terutama jika dalam bentuk IAPP oligomer

kecil. Oligomer IAPP dalam bentuk besar bersifat inert (Butler et al., 2003). 4. Hepar

a. Anatomi hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.

Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di

bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar

terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan

atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak

[image:40.595.169.513.399.638.2]

bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Gambar 2. Anatomi hepar (Netter, 2014)

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan

dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior superior yang

(41)

dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut

bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamen pada hepar:

1) Ligamentum falciformis : menghubungkan hepar ke dinding

anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.

2) Ligamentum teres hepatis = round ligament : merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.

umbilicalis yang telah menetap.

3) Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :

merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari

curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proksimal ke

hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan

duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut

membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

4) Ligamentum coronaria anterior kiri–kanan dan lig. coronaria

posterior kiri-kanan : merupakan refleksi peritoneum terbentang

dari diafragma ke hepar.

5) Ligamentum triangularis kiri-kanan : merupakan fusi dari

ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri

kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan

(42)

oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi

(bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt

mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis

membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri (Genneser, 1994).

b. Fungsi Hepar

Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh,

merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 –

25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar, yaitu (Gartner et al.,

2011) :

1) Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat.

2) Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak.

3) Fungsi hepar sebagai metabolisme protein.

4) Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah.

5) Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin.

6) Fungsi hepar sebagai detoksikasi.

7) Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas.

8) Fungsi hemodinamik.

c. Perlemakan Hepar Non Alkoholik

Diabetes Melitus menyebabkan lebih dari 20% kasus perlemakan

hepar non-alkoholik (Mittal, 2008). Kerusakan hepar biasanya ditandai

dengan peningkatan kadar Serum Glutamate Oxaloacetate Transaminase

(43)

hanya SGPT yang spesifik. SGOT selain dihepar juga terdapat pada

miokardium, otot rangka, otak, dan ginjal (Sugondo, 2006). SGPT

merupakan yang paling dekat hubungannya dengan akumulasi lemak

hepar. Peningkatan konsentrasi SGPT dianggap sebagai akibat kerusakan

hepatosit pada perlemakan hepar (Talwar et al., 2006; Widjaya, 2010). Walaupun SGPT lebih khas untuk penyakit hati dibandingkan SGOT,

tetapi kedua enzim ini sering digunakan bersama-sama untuk

pemeriksaan kelainan hati (Syahrizal, 2008).

Adanya kadar lemak yang berlebihan dalam tubuh seperti

obesitas, hipertrigliserida, dan Diabetes Melitus akan menyebabkan

penimbunan lemak dalam jaringan hepar sehingga terjadi perlemakan

hepar (Hasan, 2006). Kerusakan hepar akibat paparan radikal reaktif

pada penderita DM dapat dicegah oleh senyawa antioksidan (Tomasi et al., 2003; Winarsi, 2007).

Gangguan metabolisme lipid pada Diabetes Melitus

menyebabkan adanya kelainan pada sel-sel hepar. Patogenesis kelainan

pada sel hepar ini muncul karena adanya resistensi insulin yang

dihasilkan oleh lipolisis. Lipolisis ini akan meningkatkan sirkulasi asam

lemak bebas yang kemudian diambil oleh hepar. Asam lemak di hepar

ini akan menyebabkan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan

peroksidasi lipid (Tolman et al., 2006).

Perlemakan hepar pada Diabetes Melitus juga berhubungan

(44)

menyebabkan transport glukosa ke dalam sel, sehingga karbohidrat yang

harusnya dimetabolisme dan disimpan dalam bentuk glikogen di hepar

akan dimetabolisme menjadi lemak. Faktor hormonal juga terlibat,

diantaranya peningkatan sekresi glukokortikoid oleh korteks adrenal,

peningkatan sekresi glukagon oleh pankreaas, dan penurunan sekresi

insulin oleh pankreas akan meningkatkan pengeluaran asam lemak dari

jaringan lemak yang akan menyebabkan asam lemak tersedia dalam

jumlah yang sangat besar di sel jaringan perifer untuk digunakan sebagai

energi dan di sel hati (Guyton & Hall, 2012).

Diabetes Melitus tipe 2 mempunyai hubungan erat dengan

perlemakan hepar non alkoholik, karena frekuensi obesitas cukup tinggi

pada Diabetes Melitus tipe 2. Menurut Soemarto dan Djanas (2004)

mekanisme perlemakan hepar pada Diabetes Melitus disebabkan karena

kekurangan insulin dan kelebihan glukagon. Hal ini meningkatkan

lipolisis dan menghambat ambilan glukosa, sehingga terjadi peningkatan

sintesis trigliserida oleh jaringan adiposa. Akibatnya terjadi peningkatan

transportasi asam lemak bebas atau FFA (Free Fatty Acid) ke hepar, sehingga trigliserida tertimbun dalam sel hepar dan terjadilah steatosis

makrovesikular.

Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya

memainkan peran pada patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis

„multi-hit‟ (yang dulunya disebut sebagai „two-hit‟) telah digunakan dalam

(45)

NAFLD dianggap merepresentasikan komponen hepatik dari

sindroma metabolik berupa obesitas, hiperinsulinemia, resistensi insulin,

diabetes, hipertrigliserida dan hipertensi. Diabetes tipe 2 merupakan

komponen utama dari sindroma metabolik dan berkaitan dengan obesitas

maupun NAFLD (Adams, 2007; Amarapurkar et al., 2007; Bellentani & Marino, 2009).Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak

bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai

Hit pertama (first hit). Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi

kompleks (multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel

adiposa, sel kupfer, mediator-mediator inflamasi dan reactive oxygen

species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau berlanjut sirosis.

Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin

menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang

menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi

oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam

hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di

mitokondria, peroksisom atau mikrosom (Clark et al., 2002).

Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan

peningkatan oksidasi dan edterifikasi lemak. Proses ini terfokus di

mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan

kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit kedua.

Peningkatan stress oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resistensi

(46)

un-coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P-450

2E1, peningkatan cadangan besi dan menurunnya aktivitas antioksidan.

Ketika stress oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan

perlawanan anti oksidan, maka aktivasi sel stelata dan sitokin pro

inflamasi akan barlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan

hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis

(Hasan, 2006).

Gambaran histologi hepar pada penderita perlemakan hepar non

alkoholik terdiri dari berbagai tingkatan histologis, dimulai dari steatosis

sederhana (tanpa inflamasi dan fibrosis), steatosis dengan inflamasi

dengan atau tanpa fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis-NASH) dan

dapat berlangsung menjadi sirosis (Bellentani & Marino, 2009).

Produk-produk hasil oksidasi sifatnya berbahaya dan dapat menyebabkan cedera

pada hati yang selanjutnya dapat berlanjut menjadi fibrosis (Bellentani et al., 2010).

Tes yang lazim dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan

hepar yaitu berdasarkan adanya kebocoran zat-zat tertentu dari sel hepar

kedalam peredaran darah dan sebagian besar dari tes ini dengan

mengukur aktivitas enzim dalam serum atau plasma. Aktivitas enzim

(47)

d. Penilaian Fungsi Hepar

Hepar merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas

cadangan yang besar, karena itu kerusakan sel hepar secara klinis baru

dapat diketahui jika sudah lanjut. Kerusakan pada sel hepar yang sedang

berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi

berupa zat dalam peredaran darah yang dibentuk oleh sel hepar

yang rusak atau mengalami nekrosis. Pemeriksaan enzim

seringkali menjadi satu-satunya petunjuk adanya penyakit hepar

(Widmann, 1995). Enzim adalah protein dan senyawa organik yang

dihasilkan oleh sel hidup dan merupakan katalisator biologis yang

mempercepat reaksi kimia di dalam sel hidup. Enzim umumnya terdapat

di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti organel,

mitokondria atau di dalam sitosol. Walaupun terdapat keseimbangan

antara penghancuran dan pembentukan enzim, akan selalu terdapat

sedikit enzim yang keluar ke ruangan ekstraselular. Kerusakan sel atau

peningkatan permeabilitas membran sel akan menyebabkan enzim

banyak keluar ke ruang ekstraselular dan dapat digunakan sebagai sarana

untuk membuat diagnosis (Akbar, 2006).

Pemeriksaan enzim dapat dibagi dalam beberapa bagian :

1) Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel yaitu SGOT, SGPT,

glutamate dehydrogenase (GLDH), dan laktat dehidrogenase

(48)

2) Enzim yang berhubungan dengan kolestasis seperti gamma glutamil transferase (GGT) dan alkalifosfatase.

3) Enzim yang berhubungan dengan kapasitas sintesis hepar misalnya

kolinesterase (Akbar,2006).

SGPT (Serum Glutamat Piruvate Transaminase) atau nama lain dari alanin aminotransferase (ALT) adalah suatu enzim golongan

transferase yang mengkatalisis pemindahan reversible sebuah gugus

amino dari alajin ke α-ketoglutarate untuk membentuk glutamat dan

piruvat, dengan piridoksal fosfat sebagai kofaktor. Reaksi ini

memindahkan nitrogen ke dalam senyawa–senyawa lain untuk ekskresi

atau inkorporasi. SGPT dapat ditemukan dalam serum dan jaringan–

jaringan tubuh, terutama pada hepar (Dorland, 2002). Bila jaringan

tersebut mengalami kerusakan yang akut, kadarnya dalam serum

meningkat. Diduga hal ini disebabkan karena bebasnya enzim

intraseluler dari sel-sel yang rusak ke dalam sirkulasi. Kadar yang sangat

meningkat terdapat nekrosis hepatoseluler atau infark miokard (Hadi,

1995).

SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) atau nama lain dari Enzim aspartat aminotransferase (AST) merupakan enzim

mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus

amino dari asam aspartat ke asam α-oksaloasetat membentuk asam

glutamat dan oksaloasetat (Price & Wilson, 1995). Kenaikan aktivitas

(49)

yang membuatnya. Kerusakan tersebut bersifat akut (Gaze, 2007).

Keadaan tersebut dapat terjadi pada berbagai radang dari kelenjar yang

menghasilkannya (Sadikin, 2002). Menurut kusumawati (2004) kadar

normal SGOT adalah 30,2-45,7 IU/L sedangkan kadar normal SGPT

untuk tikus antara 17,5-30,2 IU/L.

5. Metformin

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya

terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan

menurunkan produksi glukosa hepar. Metformin merupakan pilihan

utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai

resistensi insulin (Sugondo, 2006).

Sebagai salah satu obat hipoglikemik oral, metformin mempunyai

beberapa efek terapi antara lain menurunkan kadar glukosa darah melalui

penghambatan produksi glukosa hepar dan menurunkan resistensi insulin

khususnya di hepar dan otot. Metformin tidak meningkatkan kadar

insulin plasma. Metformin menurunkan absorbsi glukosa di usus dan

meningkatkan sensitivitas insulin melalui efek peningkatan ambilan

glukosa di perifer ( Marić, 2010).

Metformin terbukti dapat menurunkan berat badan, memperbaiki

(50)

Pedoman tatalaksana Diabetes Melitus tipe 2 yang terbaru dari American Diabetes Association/European Association for the Study of Diabetes (ADA/EASD) dan American Association of Clinical Endocrinologists/American College of Endocrinology (AACE/ACE) merekomendasikan pemberian metformin sebagai monoterapi lini

pertama. Rekomendasi ini terutama berdasarkan efek metformin dalam

menurunkan kadar glukosa darah, harga relatif murah, efek samping

lebih minimal dan tidak meningkatkan berat badan (Rodbard et al., 2009, PERKENI, 2011).

6. Flavanoid

Flavanoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit

sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman

(Rajalakshmi & Narasimhan, 1985). Quercetin dikategorikan sebagai

flavonol, salah satu dari enam subclass senyawa flavonoid (Williamson & Manach, 2005).

Penelitian pada hewan menunjukkan antioksidan quercetin

mampu memberikan efek perlindungan pada otak, jantung, dan jaringan

lain terhadap cedera iskemia-reperfusi, senyawa beracun , dan

faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan stres oksidatif (Skaper et al., 1997). Diabetes yang diinduksi quercetin telah dilaporkan untuk menurunkan glukosa plasma, menormalkan tes toleransi glukosa,

(51)

terhadap penurunan diabetes yang diinduksi dalam kognisi , mood, dan

fungsi ginjal pada model tikus diabetes (Youl et al., 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani (2008) menunjukkan

bahwa tikus DM yang diinduksi aloksan dan diberikan ekstrak etanol

daun kersen (Muntingia calabura L.) mengalami penurunan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah tersebut diduga terjadi

karena ekstrak etanol daun kersen mengandung flavonoid yang bersifat

antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan sel-sel β pulau

Langerhans di pankreas secara terus menerus akibat penyuntikan

aloksan. Sel-sel β pulau-pulau Langerhans di pankreas akan beregenerasi

dan mensekresikan insulin kembali ke dalam darah. Selain itu, flavanoid

juga diduga dapat mengembalikan sensitifitas reseptor insulin pada sel.

Kondisi tersebut menyebabkan penurunan kadar glukosa darah tikus.

7. Streptozotocin

Streptozotocin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes yang dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan

uji (Arulmozhi et al., 2004).

Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter (GLUT-2) dan akan menyebabkan alkilasi deoxyribonucleic acid (DNA) sehingga terjadi kerusakan DNA. Kerusakan DNA tersebut nantinya akan mengaktifkan poly adenosine diphosphate

(52)

adenine dinucleotide (NAD+) seluler, lebih lanjut akan terjadi pengurangan adenosine triphosphate (ATP) dan akhirnya akan menghambat sekresi dan sintesis insulin. Produksi ATP mitokondria

yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis

nukleotida sel β pancreas (Szkudelski, 2001).

Selain itu, streptozotocin merupakan donor nitric oxide (NO)

yang juga mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas

melalui peningkatan aktivitas guanilil siklase dan pembentukan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Nitric oxide dihasilkan sewaktu streptozotocin mengalami metabolisme dalam sel (Lenzen, 2008).

8. Nicotinamide (NA)

Nicotinamide, piridin-3-karboksamida, adalah vitamin B3 (niacin) derivate dengan kapasitas antioksidan yang mengurangi tindakan sitotoksik STZ (Szkudelski, 2012). Nicotinamide (NA) adalah penangkap radikal bebas oksigen dan NO, serta menyediakan NAD+.

NA juga meningkatkan regenerasi dan pulau pertumbuhan sel β-sel dan

menghambat apoptosis (Pandya et al., 2010). Pemberian NA sebelum pemberian STZ tidak berpengaruh pada metilasi DNA dalam

organ-organ lain kecuali dalam pankreas β-sel, yang mengurangi metilasi DNA

(Bennett & Pegg, 1981). NA dilarutkan dalam saline normal (Ananda et al., 2012).

Data dari literature menyimpulkan bahwa mekanisme

(53)

ditimbulkan oleh Streptozotocin, melalui 2 mekanisme, yaitu inhibisi

PARP-1, dan peningkatan NAD+, dimana mekanisme lain kurang

(54)

E. Kerangka Teori

Ket : :meningkatkan

[image:54.595.134.569.149.572.2]

: menghambat

Gambar 3. Kerangka Teori

Patofisiologi DM

komplikasi Hiperglikemia

Stress Oksidatif

Kerusakan jaringan dan organ

Gangguan ginjal

Genetik, Autoimun Resitensi Insulin,

Defek sekresi insulin

Retinopati

Gangguan pembuluh

darah perifer

Infeksi Gangguan hepar Gangguan metabolisme lipid

(55)

F. Kerangka Konsep

Ket : :meningkatkan

[image:55.595.131.577.152.482.2]

: menghambat

Gambar 4. Kerangka Konsep

Seduhan daun kersen

Streptozotocin

SGOT & SGPT Defek sekresi dan sintesis

insulin Efek toksik

Nicotinamide

DM tipe 2 Hiperglikemia

Stress oksidatif

Kerusaka sel hepar

(56)

G.Hipotesis

Hipotesis dari penelitian adalah :

1. Seduhan daun kerse

Gambar

gambaran patologis
Gambar 1. Kersen (Pranitasari, 2009).
Gambar 2. Anatomi hepar (Netter, 2014)
Gambar 3. Kerangka Teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan permainan kartu angka dalam mengenal angka 1 sampai 10 yaitu data diperoleh dari hasil lembar observasi

Epa.govt.nz info@epa.govt.nz 1 EPA Fortnightly Update – Hon Eugenie Sage, Associate Minister for the Environment For the week starting 19 August 2019 Upcoming officials

Berdasarkan temuan yang diperoleh oleh peneliti dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: a) Peran Karang Taruna Dalam Pembentukkan Sikap Nasionalime Remaja Dalam Bidang

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a) Pekerja rental komputer laki-laki dan perempuan dengan usia 20-30 tahun, b) Pekerja rental yang mengalami nyeri otot

Hal tersebut menunjukkan perubahan perasaan siswa setelah mengikuti layanan konseling individual yang masuk pada kriteria baik, karena perolehan skor lebih dari

Praktek jual-beli dengan menggunakan sistem return di Toko Batik Tiga Negeri Pekalongan realitasnya benar-benar tidak dijalankan dengan sebaik mungkin sehingga pada

[r]

Pola rajungan dalam mendekat cahaya putih, biru, ungu, dan hijau yang secara langsung dengan laju yang lebih cepat dapat menjadi saran sebagai alat bantu penangkapan rajungan

penelitian ini sebagai berikut. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan membawakan acara dengan.. model pembelajaran SAVI dan media video MC Maulid Nabi Bermuatan