• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah yogyakarta

Tesis

AMIK MULADI 20141050032

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(2)

PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah yogyakarta

Tesis

AMIK MULADI 20141050032

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN Tesis

PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN

PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT

Oleh : AMIK MULADI NIM 20141050032

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 21 Desember 2016

Dosen Penguji :

1. DR. dr. H. Sagiran, Sp. B., M.Kes (……….)

2. Azizah Khoiriyati, S. Kep., Ns., M. Kep (………...…)

3. Dra. Yoni Astuti, M. Kes., Ph. D (……….…)

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Amik Muladi

NIM : 20141050032

Judul Tesis: Pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan dan kemandirian pada pasien post total knee replacement

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

2. Semua sumber yang saya cantumkan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Program Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Yogyakarta, Desember 2016

(5)

iv

PERSEMBAHAN

KUPERSEMBAHKAN KARYAKU INI;

KEPADA IBUKU TERCINTA YANG SELALU

MEMBERIKAN DUKUNGAN

SUAMIKU TERCINTA EKO ARIF WICAKSONO

DAN ANAKKU TERSAYANG ALYA AZZAHRA

W

YANG SELALU MEMBERI

SUPPORT

BAIK

MORIL MAUPUN MATERIIL PADA

PERKEMBANGAN STUDIKU INI”.

SEMOGA ILMU YANG SAYA DAPAT BERMANFAAT BAGI

BANGSA, NEGARA DAN AGAMA SERTA MENDAPAT BERKAH

DUNIA DAN AKHERAT...

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa selesainya penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ahmad Nurmandi, MSc., selaku direktur pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Fitri Arofiati, SKep, Ns.,MAN, PhD selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan.

3. Dr. Sagiran, SP. B. M. Kes., selaku pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Azizah Khoiriyati, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

5. Suami dan keluarga besarku yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan tesis ini.

6. Rekan- rekan mahasiswa/i Angkatan V Program Studi Magister Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

7. Keluarga besar Akper 17 Karanganyar, Surakarta yang selalu memberikan dukungan , dan pihak RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Yogyakarta, November 2016

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ... ...i

HALAMAN PENGESAHAN... ... ...ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... .iv

KATA PENGANTAR ... ... .. v A.Desain Penelitian ... ...52

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... ... ...53

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... ... ...56

D.Variabel Penelitian ... ... ...57

E. Definisi Operasional ... ... ....58

F. Instrumen Penelitian ... ... ...59

G.Uji Validitas dan Reliabilitas ... ... ....61

H.Cara Pengumpulan Data ... ....61

I. Pengolahan dan Analisa Data ... ... ...66

(8)

vii

BAB IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 71

1. Gambaran lokasi penelitian ... ... ...71

2. Hasil analisa data ... ... ...72

B.Pembahasan ... ... ...86

C.Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... ... ...109

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... ... ...112

B.Saran ... ...112

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian ……… ... … 52 Tabel 3.2 Standar deviasi normal berdasarkan signifikansi yang dipilih .. 55 Tabel 3.4. Definisi Operasional ……… ... 58 Tabel 4.1. Frekuensi dan Prosentasi Karakteristik Demografi Pasien TKR

... 72 Tabel 4.2. Frekuensi Tingkat Kemandirian dan Kecemasan ………76 Tabel 4.3. Rerata Tingkat Nyeri ………77 Tabel 4.4. Frekuensi Pelaksanaan Mobilisasi Dini ……… ... …77 Tabel 4.5. Uji Normalitas Tingkat Kecemasan dan Kemandirian ………79 Tabel 4.6. Uji Homogenitas Karakteristik Demografi ……… . …80 Tabel 4.7. Uji Homogenitas Kecemasan dan Kemandirian ………….. …81 Tabel 4.8. Pengaruh Edukasi Mobilisasi Dini ………. ……… .... …82 Tabel 4.9. Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Kemandirian …….… .. …83 Tabel 4.10. Analisis pengaruh variabel confounding pada edukasi dan

(10)

ix

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1.Framework Orem Theory ... ...38

Skema 2.2. Rentang Respon Ansietas ... ... ...44

Skema 2.3. Kerangka Teori Penelitian ... ... ...49

Skema 2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... ... ....50

Skema 3.1. Alur Pelaksanaan Penelitian ... ...65

(11)

x

DAFTAR SINGKATAN

AAOS : American Academy of Orthopedic Surgeons ADL : Avtivity Daily Living

AOA : Australia Orthopaedic Association DM : Diabetes Melitus

HARS : Hamilton Anxiety Rating Scale THA : Total Hip Arthroplasty

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar hadir Seminar Proposan/Hasil Tesis Lampiran 2 : Kartu bimbingan tesis

Lampiran 3 : Surat ijin penelitian RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta

Lampiran 4 : Surat ijin penelitian RSK Bedah Karima Utama Surakarta

Lampiran 5 : Lolos uji etik RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Lampiran 6 : Lembar uji etik RSK Bedah Karima Utama Surakarta Lampiran 7 : Penjelasan penelitian

Lampiran 8 : Informed consent

Lampiran 9 : Kuesioner data demografi Lampiran 10 : Kuesioner Tingkat Kemandirian Lampiran 11 : Kuesioner Tingkat Kecemasan Lampiran 12 : Instrumen Penilaian Nyeri

Lampiran 13 : Lembar Observasi Pelaksanaan Latihan Lampiran 14 : SOP Latihan THR & TKR

(13)

xii

PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN

PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT Amik Muladi1, Sagiran2, Azizah Khoiriyati2

Abstrak

Latar belakang; Pasien yang dilakukan Total Knee Replacement (TKR) akan mengalami keterbatasan gerak pada fungsi lututnya, kelemahan, immobilitas dan disability akibatnya adalah ketidakmampuan merawat diri sendiri, individu tidak mampu melakukan kebutuhan dan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh edukasi mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan dan tingkat kemandirian pada pasien post Total Knee Replacement.

Metode penelitian; Penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan pre dan post control group design, dengan 34 responden (22 kelompok intervensi, 12 kontrol). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi. Variabel bebas adalah edukasi mobilisasi dini, sementara variabel terikat adalah tingkat kemandirian dan tingkat kecemasan. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan post TKR di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta. Analisa data menggunakan independent t- test dan paired t-test

Hasil penelitian; Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kemandirian dan kecemasan pada pasien sebelum dan sesudah diberikan edukasi mobilisasi dini. Hasil uji independent t-test pada tingkat kecemasan diperoleh p value (0,000) < 0,05, terdapat perbedaan signifikan kecemasan dan kemandirian pada pasien yang diberikan edukasi dengan pasien yang tidak diberi edukasi mobilisasi dini.

Kesimpulan; Terdapat peningkatan kemandirian dan penurunan kecemasan pada pasien yang dilakukan operasi Total Knee Replacement setelah dilakukan edukasi mobilisasi dini, dan terdapat perbedaan tingkat kemandirian dan kecemasan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Kata Kunci : Total Knee Replacement, Kemandirian, Kecemasan.

1

Mahasiswa magister keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2

(14)

xiii

EFFECT OF EDUCATION AND EARLY MOBILIZATION EXERCISE OF THE LEVEL ANXIETY AND INDEPENDENCE OF

PATIENTS AFTER TOTAL KNEE REPLACEMENT

Amik Muladi1, Sagiran2, Azizah Khoiriyati2

Abstract

Background; Total Knee Replacement (TKR) patients who will have limited motion in the knee function, weakness, immobility and disability as a result is the inability to care for themselves, the individual is not able to do the needs and daily activities as usual. This study was to determine the effect of education early mobilization of the level of anxiety and the degree of independence in patients with after Total Knee Replacement.

Research methods; Research are using quasi-experimental design with pre and post control group design, with 34 respondents (22 experimental group, 12 controls group). Collecting data are using questionnaires and observation. The independent variable is education early mobilization, while the dependent variable are the level of independence and level of anxiety. The sampling technique using consecutive sampling. The population in this study were patients with after TKR in Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Orthopaedic Hospital and Surgery Main Karima Surakarta Hospital. Data were analyzed using independent t-test and paired t-test.

Research result; There are significant differences in the level of independence and anxiety in patients before and after education early mobilization. The result of independent t-test on the level of anxiety was obtained p value (0.000) <0.05, significant difference of anxiety and self-reliance in patients given education with patients who were not given education early mobilization.

Conclusion; There is an increased independence and decreased anxiety in patients who underwent surgery after Total Knee Replacement education early mobilization, and there are differences in the level of independence and anxiety in the control group and the experimental group.

Keywords: Total Knee Replacement, Independence, Anxiety.

1 Master of nursing students University of Muhammadiyah Yogyakarta

(15)
(16)

xii

PENGARUH EDUKASI DAN LATIHAN MOBILISASI DINI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DAN KEMANDIRIAN

PASIEN POST TOTAL KNEE REPLACEMENT Amik Muladi1, Sagiran2, Azizah Khoiriyati2

Abstrak

Latar belakang; Pasien yang dilakukan Total Knee Replacement (TKR) akan mengalami keterbatasan gerak pada fungsi lututnya, kelemahan, immobilitas dan disability akibatnya adalah ketidakmampuan merawat diri sendiri, individu tidak mampu melakukan kebutuhan dan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh edukasi mobilisasi dini terhadap tingkat kecemasan dan tingkat kemandirian pada pasien post Total Knee Replacement.

Metode penelitian; Penelitian menggunakan quasi eksperimen dengan pre dan post control group design, dengan 34 responden (22 kelompok intervensi, 12 kontrol). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi. Variabel bebas adalah edukasi mobilisasi dini, sementara variabel terikat adalah tingkat kemandirian dan tingkat kecemasan. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan post TKR di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta. Analisa data menggunakan independent t- test dan paired t-test

Hasil penelitian; Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kemandirian dan kecemasan pada pasien sebelum dan sesudah diberikan edukasi mobilisasi dini. Hasil uji independent t-test pada tingkat kecemasan diperoleh p value (0,000) < 0,05, terdapat perbedaan signifikan kecemasan dan kemandirian pada pasien yang diberikan edukasi dengan pasien yang tidak diberi edukasi mobilisasi dini.

Kesimpulan; Terdapat peningkatan kemandirian dan penurunan kecemasan pada pasien yang dilakukan operasi Total Knee Replacement setelah dilakukan edukasi mobilisasi dini, dan terdapat perbedaan tingkat kemandirian dan kecemasan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Kata Kunci : Total Knee Replacement, Kemandirian, Kecemasan.

1

Mahasiswa magister keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2

(17)

xiii

EFFECT OF EDUCATION AND EARLY MOBILIZATION EXERCISE OF THE LEVEL ANXIETY AND INDEPENDENCE OF

PATIENTS AFTER TOTAL KNEE REPLACEMENT

Amik Muladi1, Sagiran2, Azizah Khoiriyati2

Abstract

Background; Total Knee Replacement (TKR) patients who will have limited motion in the knee function, weakness, immobility and disability as a result is the inability to care for themselves, the individual is not able to do the needs and daily activities as usual. This study was to determine the effect of education early mobilization of the level of anxiety and the degree of independence in patients with after Total Knee Replacement.

Research methods; Research are using quasi-experimental design with pre and post control group design, with 34 respondents (22 experimental group, 12 controls group). Collecting data are using questionnaires and observation. The independent variable is education early mobilization, while the dependent variable are the level of independence and level of anxiety. The sampling technique using consecutive sampling. The population in this study were patients with after TKR in Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Orthopaedic Hospital and Surgery Main Karima Surakarta Hospital. Data were analyzed using independent t-test and paired t-test.

Research result; There are significant differences in the level of independence and anxiety in patients before and after education early mobilization. The result of independent t-test on the level of anxiety was obtained p value (0.000) <0.05, significant difference of anxiety and self-reliance in patients given education with patients who were not given education early mobilization.

Conclusion; There is an increased independence and decreased anxiety in patients who underwent surgery after Total Knee Replacement education early mobilization, and there are differences in the level of independence and anxiety in the control group and the experimental group.

Keywords: Total Knee Replacement, Independence, Anxiety.

1 Master of nursing students University of Muhammadiyah Yogyakarta

(18)

1 A. Latar Belakang

Total Knee Replacement (TKR) adalah tindakan pembedahan umum yang dilakukan untuk mengobati pasien dengan nyeri dan

immobilisasi yang disebabkan oleh osteoartritis dan rheumatoid

artritis (McDonald & Molony, 2004). Osteoartritis merupakan

penyakit sendi yang menyerang sendi – sendi penopang berat

badan terutama sendi lutut. Penyakit ini paling banyak

menyebabkan nyeri dan ketidakmampuan berjalan pada lansia

(Bambang, 2003). Angka kejadian osteoartritis lutut di Indonesia

cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita

(Isbagio, 2005)

.

Sembilan puluh delapan persen pasien

osteoartritis lutut melakukan operasi penggantian sendi lutut total

(American Academy of Orthopedic Surgeons, 2004).

Laporan tahunan Australia Orthopaedic Association (AOA) Nasional Joint Replacement Registry tahun 2013 menyatakan bahwa pasien yang dilakukan operasi penggantian pinggul total

(THA) meningkat sebesar 0,1%, sedangkan pasien yang dilakukan

(19)

sebelumnya. Sejak tahun 2003 pasien yang dilakukan operasi TKR

meningkat setiap tahun yaitu 69,1% dan 40,9% pada operasi THA.

Angka kejadian ini akan terus bertambah di masa yang akan

datang (AOA, 2013).

Tindakan TKR dilakukan ketika sendi lutut mengalami

kerusakan yang amat berat akibat cedera ataupun radang sendi.

Tindakan ini dilakukan ketika pengobatan ataupun penggunakan

alat penyangga lutut sudah tidak efektif lagi untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari. Operasi TKR sering

dilakukan pada pasien yang sudah berusia tua (usia ≥70

tahun) dengan kondisi lutut yang parah. Tetapi pada tahun 1990

sampai tahun 2000, jumlah pasien berusia muda yang

melakukan operasi TKR meningkat secara signifikan. Selama

periode ini operasi penggantian lutut yang dilakukan pada

kelompok usia 40 - 49 tahun meningkat 95,2% dan dikelompok

usia 50-59 tahun meningkat sebesar 53,7%. Hal ini

menunjukkan bahwa operasi TKR banyak dilakukan pada pasien yang berusia 50 tahun (Kisner, 2007).

Tindakan TKR dapat menyebabkan keterbatasan gerak sendi

(20)

gangguan aktifitas fungsional dalam melakukan aktifitas

sehari-hari seperti berjalan, dan ini menyebabkan pasien kehilangan

kemandirian.

Salah satu cara untuk mengurangi nyeri dan mencegah

komplikasi adalah dengan melakukan mobilisasi dini. Manfaat

mobilitas dini adalah untuk mencegah komplikasi post operasi

(Lewis et al., 2004). Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak dengan bebas. Hidayat (2006) menyatakan latihan

mobilisasi dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi,

mencegah dekubitus, merangsang peristaltik serta mengurangi

adanya nyeri.

Penelitian interdisipliner yang melibatkan perawat, dokter

dan psikologi, mengevaluasi konsekuensi perubahan waktu

dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah operasi. Perubahan

lama aktivitas pasien yang biasanya melakukan aktivitas 7 – 10

jam sehari, setelah operasi hanya bisa melakukan aktivitas

beberapa jam saja. Perubahan ini menyebabkan kecemasan pada

pasien atau orang yang merawatnya, sehingga kedepannya

tindakan ini harus dibuat sebagai prosedur secara terstruktur,

(21)

Kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi dini pasca

operasi sangat dipengaruhi oleh persiapan yang dilakukan pasien

sebelum operasi. Program latihan (exercise) sebelum operasi akan

membantu pasien dalam melakukan mobilisasi dini pasca operasi

(Gill et al., 2004). Program latihan dapat meningkatkan fungsi otot quadrisep dalam melakukan aktivitas weight bearing dan mobilisasi, sehingga pasien lebih kuat dan dan mandiri selama

pasca operasi (Ditmyer et al., 2002).

Peran perawat dan fisioterapis dalam latihan sebelum operasi

sangat diperlukan untuk memandirikan pasien sesegera mungkin.

Tujuan tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah

keterbatasan gerak sendi adalah agar pasien dapat melakukan

perawatan diri secara total sejauh kemampuan yang bisa ia lakukan

(Beapreu, 2011).

Pasien umumnya akan menanyakan aktivitas yang boleh dan

tidak boleh dilakukan setelah dilakukan pembedahan. Peran

perawat memberi informasi dan instruksi yang benar tentang

perawatan kepada pasien dan anggota keluarganya atau teman

yang akan membantu melayani sebagai pemberi dukungan akan

membantu pemulihan pasien secara cepat. Keterlibatan perawat

(22)

meningkatkan self care dan kemandirian pasien sebagai dasar dalam pemenuhan akan perawatan diri.

Mobilisasi dini dapat dilakukan secepatnya yaitu pada 24 jam

setelah operasi (Guerra, 2015). Dengan penurunan lama rawat

pada kondisi akut pasien TKA, seharusnya perawat lebih siap

membantu pasien untuk mengembalikan kemandirian

fungsionalnya dengan menggunakan strategi yang mempercepat

Range Of Motion (ROM) lutut. Perawat dapat memberikan fisioterapi tambahan sedini mungkin dan melakukan ambulasi

secara teratur untuk memaksimalkan ROM (Beapreu, 2001).

Pasien mengatakan nyeri, mengalami gangguan fungsional,

pusing, persepsi kesehatan yang negatif, cemas, dan kepuasan

hidup yang rendah, setelah menjalani pembedahan, dan pada satu

sampai enam bulan setelah operasi TKR (Salmon et al., 2001). Pasien Total Joint Arthroplasty mengalami ketidaknyamanan dari segi fisik dan emosional, terutama nyeri dan cemas. Kecemasan

yang dialami oleh pasien sebelum operasi berhubungan dengan

kecemasan setelah dilakukan operasi. Kecemasan akan

(23)

Penelitian sebelumnya diketahui bahwa 20% pasien dengan

tindakan Total Joint Arthroplasty mengalami kecemasan karena proses hospitalisasi (Thomas et al., 2010). Pada hari pertama sampai hari kedua operasi tingkat kecemasan pasien meningkat,

sedangkan pada hari ketiga operasi tingkat kecemasan mulai

menurun. Pasien yang akan menjalani pembedahan secara

umum mempunyai kecemasan yang tinggi, takut nyeri, takut

kematian, kecacatan, dan kehilangan kemandirian personal.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Astuti (2011)

bahwa proses hospitalisasi yang lama, rasa sakit yang dirasakan

setelah pembedahan, ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari dan program rehabilitasi dapat menyebabkan

perubahan aktifitas normal sehingga memicu respon stres dan

hal tersebut dapat menimbulkan depresi. Penelitian sejenis juga

dilakukan oleh Syahputra (2012) tentang kecemasan pada pasien

fraktur, diketahui sebanyak 7 (70%) dari 10 pasien menyatakan

bahwa mereka khawatir dengan keadaannya saat ini. Hal ini

ditunjukkan dengan tanda-tanda pendukung kecemasan, yaitu

pasien terlihat gelisah, wajah pucat, serta mengeluhkan susah

(24)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc Donald et al., (2008) pada 9 penelitian tentang edukasi pasien sebelum operasi THR

dan TKR didapatkan 3 penelitian menunjukkan kecemasan yang

rendah sebelum dilakukan pembedahan pada pasien yang

mendapatkan edukasi preoperasi, tetapi 2 penelitian yang lain

menunjukkan kecemasannya sama. Sedangkan 4 penelitian lainnya

didapatkan tingkat kecemasan yang sama setelah pembedahan

dengan atau tanpa diberikan edukasi preoperasi.

Kemampuan pasien melakukan mobilisasi setelah THR

dipengaruhi oleh nyeri dan rasa takut melakukan pergerakan sendi.

Minggu pertama setelah pembedahan merupakan masa yang sulit

bagi pasien. Periode minggu pertama setelah pembedahan mungkin

sangat istimewa bagi pasien TKR, terutama dalam proses

pemulihan. Proses pemulihan pada pasien setelah operasi TKR

lebih lambat dibandingkan dengan pasien yang dilakukan operasi

THR. Pada minggu pertama setelah operasi pasien mencoba

mengatur merawat dirinya sendiri. Hal ini bisa membuat stress

bagi pasien dan keluarganya (Salmon et al., 2001). Peran perawat untuk memberikan edukasi tentang mobilisasi dini dapat

(25)

Edukasi pasien merupakan komponen penting bagi tenaga

kesehatan. Tenaga kesehatan yang professional selalu memberikan

informasi kepada pasien tentang penyakit mereka, pengobatan, dan

perawatan selama sakit di rumah sakit (Falvo, 2011). Peran

perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien

diperlukan guna meminimalkan suatu komplikasi yang tidak

diinginkan. Pendidikan kesehatan sangat penting diberikan kepada

pasien yang akan menjalani operasi. Pasien membutuhkan

informasi untuk mengatur aktivitas sehari-hari selama sakit,

kemungkinan komplikasi, latihan/ rehabilitasi, dan perawatan diri

setelah menjalani prosedur pembedahan (Johansson et al., 2007). Studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan di ruang

rawat inap RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah

Karima Utama Surakarta pada bulan April 2016 didapatkan bahwa

pasien yang menjalani operasi TKR rata – rata dirawat selama

empat sampai lima hari. Berdasarkan data rekam medik di RSO

Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta pasien yang menjalani operasi

TKR dari bulan Januari sampai dengan Desember 2015 adalah 94

orang, dengan rata-rata perbulan sebanyak 8 orang. Dari 94 pasien

diketahui bahwa 95% pasien menjalani operasi TKR karena

(26)

Karima Utama Surakarta dari bulan Januari sampai dengan

Desember 2015 sebanyak 52 orang, dengan rata-rata perbulan 4 -

5 orang. Dari 52 pasien diketahui 95% pasien menjalani operasi

TKR karena osteoartritis.

Hasil wawancara dengan pasien di RSO Prof. Dr. R. Soeharso

Surakarta diketahui bahwa pasien merasa cemas akan

kemungkinan bisa berjalan lagi setelah operasi. Pasien khawatir

tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya setelah

operasi. Hasil observasi peneliti saat praktik dan studi pendahuluan

di rumah sakit didapatkan bahwa hari pertama dan hari kedua

pasca operasi pasien masih bergantung penuh pada bantuan

perawat dan keluarga dalam melakukan aktivitas hariannya.

Berdasarkan wawancara dengan perawat ruangan didapatkan

bahwa sebagian besar pasien mengalami kecemasan sebelum

dilakukan tindakan operasi. Pasien umumnya merasa cemas akan

kemampuan berjalan dan perubahan aktivitas normal setelah

dilakukan operasi. Edukasi mobilisasi dini sudah diterapkan tapi

dilaksanakan ketika pasien sudah selesai operasi. Di RSO Prof. Dr.

R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta

beluma ada SOP edukasi mobilisasi dini. Latihan mobilisasi dini

(27)

bisa memulai latihan berjalan dengan bantuan alat pada hari ketiga

operasi. Selama ini yang terjadi di ruang rawat inap adalah pasien

takut melakukan mobilisasi karena takut jatuh, rasa nyeri pada

luka operasi dan pasien tidak mengetahui pentingnya mobilisasi

dini, sehingga menghambat proses pemulihan dan menambah

panjang hari rawat pasien. Edukasi mobilisasi dini sudah dilakukan

tapi pada saat pasien sudah selesai operasi.

Melihat fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui apakah

edukasi dan latihan mobilisasi dini dapat meningkatkan

kemandirian dan menurunkan kecemasan pasien setelah dilakukan

operasi Total Knee Replacement di rumah sakit. Hal ini didasarkan pada fakta, bahwa masih tingginya tingkat

ketergantungan pasien pasca operasi TKR, atau ketakutan

pasien untuk melakukan pergerakkan setelah operasi, karena

kurang pengetahuan tentang cara melakukan latihan sebelum

operasi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini terhadap tingkat

(28)

di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dan RSK Bedah Karima Utama Surakarta ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini

terhadap tingkat kecemasan dan kemandirian pasien post

Total Knee Replacement. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini

terhadap tingkat kemandirian pasien post Total Knee Replacement sebelum dan setelah dilakukan edukasi dan latihan mobilisasi dini.

b. Mengetahui pengaruh edukasi dan latihan mobilisasi dini

terhadap tingkat kecemasan pasien post Total Knee Replacement sebelum dan setelah dilakukan edukasi dan latihan mobilisasi dini.

c. Mengetahui perbedaan penurunan skor kecemasan dan

peningkatan kemandirian pada kelompok kontrol dan

(29)

d. Mengetahui pengaruh umur, nyeri, berat badan, dan

pengalaman operasi terhadap tingkat kecemasan dan

kemandirian pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pikiran dan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan yaitu :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

informasi keperawatan dalam hal pemberian asuhan

keperawatan pada pasien post Total Knee Replacement dengan kebutuhan mobilisasi

2. Manfaat praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan

bahan pembelajaran dalam pemberian edukasi pada pasien

(30)

b. Bagi institusi pelayanan keperawatan

Sebagai evaluasi tindakan edukasi yang dilakukan oleh

tim kesehatan dan diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan keperawatan kepada pasien post Total Knee Replacement

c. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan edukasi

pasien post Total Knee Replacement terhadap tingkat kemandirian dan kecemasan

E. Penelitian Terkait

1. Merdiye et al., (2013). Patient’s Disharge Information Needs After Total Hip and Knee Arthroplasty : A Quasy Qualitatife Pilot Study. Penelitian ini dilakukan pada 74 responden dengan metode studi kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah

informasi yang sangat diperlukan oleh pasien post Total Hip Arthroplasty (THA) meliputi; pengobatan, komplikasi operasi, ADL dan peningkatan kualitas hidup setelah dilakukan

pembedahan.

Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat

(31)

2. Guerra1 et al., (2015). Early mobilization of patients who have had a hip or knee joint replacement reduces length of stay in hospital: a systematic review. Penelitian ini dilakukan pada 622 responden, dengan metode RCT. Hasil dari penelitian ini

adalah mobilisasi dini setelah operasi pinggul atau penggantian

sendi lutut dapat menyebabkan lama rawat berkurang 1,8 hari

dan mobilisasi dini dapat dicapai dalam waktu 24 jam operasi.

Keuntungan ini dapat dicapai tanpa adanya komplikasi.

Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur

kecemasan pasien

3. Clarke et al., (2012). Preoperative Patient Education Reduces In-hospital Falls After Total Knee Arthroplasty. Penelitian pada 244 responden, dengan metode retrospective. Hasi dari

penelitian ini adalah kelompok kontrol banyak yang mengalami

jatuh dari tempat tidur daripada kelompok yang diberikan

edukasi, yaitu tujuh (satu orang pernah mengalami jatuh dua

kali ), tiga dari tujuh pasien jatuh mengakibatkan cedera serius,

yaitu satu mengalami luka, satu hematoma, dan satu fraktur

klavikula sehingga diperlukan pembedahan ulang. Pendidikan

pasien sebelum operasi wajib dilakukan untuk pasien yang

(32)

Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat

kemandirian dan kecemasan.

4. Kearney et al., (2011). Effects of Preoperative Education on Patient Outcomes After Joint Replacement Surgery. Penelitian ini pada 150 responden, dengan metode diskriptif komparatif.

Hasil dari penelitian ini adalah pasien yang mengikuti kelas

pendidikan sebelum operasi melaporkan merasa lebih baik dan

lebih siap untuk pembedahan, sehingga dapat mengontrol rasa

nyeri setelah operasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan

diantara kelompok yang lama rawat inap, jarak melakukan

ambulasi, skala nyeri, dan tingkat komplikasi.

Perbedaan penelitian : penelitian ini tidak mengukur tingkat

kemandirian pasien.

5. Nankaku et al., (2011). Prediction of ambulation ability folloing total hip arthroplasty. Jumlah sampel 123 pasien. Hasil dari penelitian ini adalah setelah diberikan latihan

mobilisasi dini didapatkan kekuatan ekstensi lutut setelah Total Hip Arthroplasty. Hal ini dapat berguna sebagai indikator untuk memprediksi ambulasi pasien pada 6 bulan setelah

(33)

Perbedaan penelitian : Penelitian ini tidak mengukur tingkat

kecemasan pasien.

6. Eldawati. (2011). Pengaruh latihan kekuatan otot preoperasi

terhadap kemampuan ambulasi dini pasien pasca operasi

fraktur ekstremitas bawah Di RSUP Fatmawati Jakarta.

Desain penelitian dengan menggunakan quasi eksperimen

dengan post test only (quasi experiment with control) terhadap 28 responden. Kelompok intervensi diberikan

latihan kekuatan otot sebelum operasi selama ± 1 minggu.

Setiap hari pasien dilakukan latihan kekuatan otot 3 kali dalam

sehari, selama ± 5 – 10 menit. Hasil uji t- test independent, diperoleh kemampuan ambulasi pada kelompok intervensi

lebih baik dari pada kelompok kontrol dengan nilai p 0.017

(� < 0.05).

Perbedaan penelitian : Penelitian ini tidak mengukur tingkat

(34)

17 A. Landasan Teori

1. Total Knee Replacement

Total Knee Replacement (TKR) adalah prosedur operasi penggantian sendi lutut yang tidak normal dengan material buatan.

Pada TKR, ujung dari tulang femur akan dibuang dan diganti

dengan metal shell dan ujung dari tibia juga akan diganti dengan metal stem dan diantara keduanya dihubungkan dengan plastik sebagai peredam gerakan (AAOS, 2015).

Total Knee Replacement adalah tindakan pembedahan umum yang dilakukan untuk mengobati pasien dengan nyeri dan

immobilisasi yang disebabkan oleh osteoartritis dan rheumatoid arthritis (McDonald & Molony, 2004). Dalam pembedahan penggantian total sendi lutut, bagian ujung-ujung tulang diganti

dengan bahan logam dan plastik (polyethylene). Permukaan tulang

rawan yang rusak di tiga bagian tulang tulang pada sendi lutut akan

dibuang, kemudian permukaan tulang tersebut baru akan dilapisi

dengan implant (Jones et al., 2005).

(35)

mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf, 1996).

Tulang Femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan

condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat lekukan

tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut

dengan fosa condylus (Syaifuddin, 1997).

Tulang Tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada bagian ujung membentuk

persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang

(36)

persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar (De Wolf, 1996).

Pada gerakan fleksi dan ekstensi tulang patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya jarak

patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit

sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat kedudukan

patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).

Sendi lutut adalah sendi engsel yang terdiri dari

penyatuan dua tulang: tulang panjang paha (femur) dan tulang kering (tibia). Antara ujung tulang 2 putaran cakram yang terbuat dari tulang rawan yang disebut medial (dalam) dan lateral (luar) meniskus. Tulang rawan artikular juga melapisi permukaan sendi (Triwibowo, 2012).

Menurut (De Wolf, 1994) selama hidup kaki kita diberi beban yang sangat berat. Sering kali kelainan-kelainan dengan

segera menyulitkan berjalan apalagi berlari. Dibandingkan

(37)

mempunyai banyak kesamaan, akan tetapi perbedaan yang

penting adalah masalah pembebanan pada pergelangan kaki

dan kaki. Otot yang berperan dalam mobilisasi adalah otot

quadrisep. Otot quadrisep merupakan otot pada daerah gluteal dan

gastrocnemius, yang dapat melakukan aktivitas yang lama seperti

berjalan, lari, melompat dan menendang, sehingga sangat

dibutuhkan fungsi otot antigravity yang kuat dan mandiri selama

pasca operasi (Ditmyer, et al, 2002).

Indikasi Total Knee Replacement dilakukan pada pasien yang mengalami nyeri berat dan disabilitas fungsi karena kerusakan permukaan sendi akibat artritis (Osteoarthritis, Rheumatoid artritis, artitis pasca trauma), dan perdarahan ke dalam sendi, seperi pada penderita hemophilia. Dapat digunakan prosthesis logam dan akrilik dirancang untuk membuat sendi yang fungsional,

tidak nyeri, stabil (Smeltzer & Bare, 2002).

Osteoartritis (OA), atau kelainan tulang degeneratif, sering ditemukan pada orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih.

(38)

penggunaan beban yang berat. Pasien yang mengalami

osteoartritis akan sering merasakan nyeri pada sendi yang terkena, kekakuan sendi yang bertambah dengan aktivitas dan berkurang

dengan istirahat, serta kemungkinan pembesaran sendi, hal ini akan

menyebabkan keterbatasan pergerakan pada sendinya (Black &

Hawks, 2014).

Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi nonbacterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronis yang menyerang

berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai

oleh imunitas dan tidak diketahui sebabnya. Insiden puncak antara

usia 40-60 tahun, lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.

Keluhan utama rheumatoid arthritis adalah nyeri, kaku dan bengkak pada sendi yang mengalami masalah (Muttaqin, 2008).

Artritis pasca trauma, ini dapat diikuti cedera lutut yang serius. Patah tulang di lutut atau di ligamen lutut mungkin merusak

articular kartilago, hal ini menyebabkan nyeri lutut dan fungsi lutut menurun (AAOS, 2015).

Tindakan TKR sering dilakukan pada pasien dengan

(39)

fungsi, penggantian sendi lutut yang telah parah, untuk

membebaskan sendi dari rasa nyeri, untuk menggembalikkan rentang

gerak (ROM), untuk mengembalikkan fungsi normal bagi seorang

pasien, untuk membangun kembali aktivitas sehari-hari (ADL)

dengan modifikasi yang tetap menjaga ROM pasien (Triwibowo,

2012).

Langkah dasar untuk prosedur penggantian lutut, yaitu; 1)

Menyiapkan tulang; permukaan tulang rawan yang rusak di ujung tulang paha dan tibia dikeluarkan bersama dengan sejumlah kecil

tulang yang mendasarinya, 2) Posisi logam implants; tulang rawan

dan tulang diganti dengan komponen logam yang menciptakan

permukaan sendi, bagian logam ini mungkin disemen atau " press-fit" ke dalam tulang, 3) Permukaan bawah patela (tempurung lutut) dipotong dan muncul kembali dengan tombol plastik, 4) Plastik

spacer dimasukkan antara logam komponen untuk membuat

permukaan menjadi mulus (AAOS, 2015).

(40)

bermasalah, nyeri yang berkepanjangan dan cedera neurovaskuler

(AAOS, 2015).

2. Edukasi Mobilisasi Dini

Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong

terjadinya pembelajaran, dan pembelajaran merupakan upaya

penambahan pengetahuan baru, sikap dan ketrampilan melalui

penguatan praktik dan ketrampilan tertentu (Smeltzer & Bare,

2008; Potter & Perry, 2009). Dalam edukasi perawat memberikan

informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan diri untuk

memastikan kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah

(Falvo, 2011; Potter & Perry, 2009)

Tujuan pemberian edukasi diantaranya adalah pemeliharaan dan promosi kesehatan serta pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan beradaptasi dengan gangguan fungsi (Redman,

2007; Potter & Perry, 2009). Mubarak (2007) menyatakan tujuan

edukasi adalah agar seseorang mampu memahami apa yang dapat

mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yang

ada pada mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber

daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.

Manfaat edukasi sebelum operasi pada pasien adalah

(41)

melakukan ambulasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari lebih

awal, mempersingkat waktu rawat inap pasien di rumah sakit,

memberikan perasaan sehat, menurunkan nyeri dan ansietas rasa

nyeri serta obat-obat anti nyeri yang diperlukan untuk kenyamanan

dan meningkatkan self-efficasy (Potter & Perry, 2005; Johansson et al., 2005 ). Pasien yang menerima edukasi dari interdisipliner lebih banyak mengungkapkan dan mendemonstrasikan ketrampilan pasca operasi pergantian lutut, dan mereka memandang edukasi

yang disampaikan sangat memuaskan (Thomas et al., 2008). Metode berperan penting dalam dalam pelaksanaan edukasi.

Metode edukasi yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan

dan sasaran pembelajaran. Bentuk pendekatan pada edukasi

individual meliputi bimbingan dan penyuluhan serta wawancara.

Media edukasi yang digunakan berupa media cetak (booklet,

leaflet, flifchart, poster, tulisan), media elektronik (televisi, slide,

film), media papan/ billboard (Notoatmodjo, 2007).

Mobilisasi dini didefinisikan sebagai bangun tidur dan / atau

berjalan sesegera mungkin setelah operasi, dapat mengurangi

(42)

2010). Mobilisasi dini merupakan tujuan merawat pasien dengan

Total Knee Replacement (Laskin & Beksac, 2004).

Pasien bedah atau post operasi dianjurkan untuk turun dari

tempat tidur secepat mungkin. Hal ini ditentukan oleh kestabilan

sistem kardiovaskuler dan neuromuskular pasien, tingkat aktivitas

fisik pasien sesuai kondisi, dan sifat pembedahan yang dilakukan.

Setelah anestesi spinal, bedah minor, maupun bedah sehari, pasien

dianjurkan melakukan ambulasi mulai pada hari pertama dia

operasi (Smeltzer & Bare, 2001). Pasien dengan operasi TKR

dilakukan pembiusan dengan anestesi spinal. Klien yang mendapat

anestesi spinal biasanya dibaringkan datar selama 8 sampai 12 jam

setelah operasi (Kozier et al., 2004). Praktisi kesehatan seharusnya menganjurkan pasien untuk mobilisasi dini terutama pada 24 jam

pertama setelah dilakukan operasi TKR untuk mencegah terjadi

komplikasi post operasi (Guerra et al., 2014)

Manfaat mobilitas dini adalah untuk mencegah komplikasi

post operasi (Lewis et al., 2004). Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak dengan bebas. Pergerakan adalah

proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antar

(43)

Hidayat (2006) mengatakan latihan mobilisasi dilakukan

untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mencegah dekubitus,

merangsang peristaltik serta mengurangi adanya nyeri.

Faktor yang mempengaruhi kemampuan pasien untuk

melakukan ambulasi menurut Waher, Salmond dan Pellino (2002)

adalah :

a. Usia

Usia pasien sangat mempengaruhi penyembuhan operasi TKR,

semakin tua maka proses penyembuhan akan semakin lama,

hal ini disebabkan oleh proses degenerasi.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin laki – laki akan memiliki kekuatan otot

yang lebih baik dibandingkan perempuan, terutama pada

kondisi sakit, perempuan lebih kurang toleransi terhadap

sakit, daripada laki - laki

c. Motivasi

Motivasi pasien turut mempengaruhi kemampuannya untuk

melakukan mobilisasi dini, dengan motivasi yang tinggi,

maka pasien mendapatkan kekuatan untuk dapat melakukan

mobilisasi dini. Selain itu dukungan keluarga juga dapat

(44)

d. Status kognitif

Status kognitif pasien yang mempengaruhi kemampuan untuk

mengikuti program exercise/latihan, terkait dengan daya ingat

dan tingkat kemandirian pasien.

e. Penyakit penyerta.

Penyakit penyerta yang multiple dan bersifat kronis, status

kardiopulmonal atau penyakit metabolik atau hormonal.

f. Peningkatan rasa nyeri

Meningkatnya rasa nyeri yang dialami pasien dan

ketidakmampuan pasien untuk relaksasi, akan mempengaruhi

kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi

Hambatan pada pasien usia tua untuk melakukan latihan

dan aktivitas fisik setelah operasi ortopedi, antara lain; adanya

nyeri pasca operasi, kelelahan, dan ketakutan akan jatuh

(Resnick, 1999; Tinetti & Powell, 1993). Persepsi fisik mereka

tentang aktivitas dan latihan mempengaruhi perilaku mereka

untuk latihan dan melakukan aktivitas fisik. Latihan dan

aktivitas fisik yang kurang dapat mengakibatkan komplikasi

pasca operasi, yaitu; kelemahan otot, ketidakseimbangan otot,

(45)

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien post TKR

sebelum dilakukan mobilisasi yaitu status hemodinamik, skala

nyeri, dan keluhan mual pasien. Rasa sakit, mual dan

kebutuhan untuk kegiatan rehabilitasi untuk membangun

kembali fungsi sendi saling berkaitan, sehingga rasa nyeri dan

mual harus dihentikan sejak awal keluhan (Wu, et al., 2003). Persyaratan untuk mobilisasi selama tiga hari pertama

pasca operasi yaitu pasien sudah mendapatkan managemen

nyeri secara cepat ketika pasien melaporkan nyeri sedang

sampai berat. Hal ini juga untuk memenuhi harapan rumah

sakit pada hari keempat pasien bisa pulang. Sesuai dengan

pendekatan ini, rehabilitasi segera pasca operasi dipercepat, di

samping menurunkan skor nyeri, lama hari rawat pasien di

rumah sakit lebih pendek (Beard, Murray & Rees, 2002; Isaac,

et al., 2005).

Pemberian analgetik sebelum dan setelah operasi dan

terapi untuk mengurangi mual pasca operasi bertujuan untuk

meningkatan kemampuan pasien untuk melakukan mobilisasi

dini yang aman dan efektif (Chinachoti, Lungnateetape &

Raksakietisak, 2012). Individu mampu mengontrol nyeri saat

(46)

walaupun tingkat nyeri bertambah (Ropyanto, Sitorus &

Eryando, 2013).

Mobilitas dini dan keterlibatan dalam latihan dan

aktivitas fungsional sangat penting dalam mencegah

komplikasi pasca operasi. Program latihan membantu pasien

mengembalikan aktivitas harian, lebih menikmati aktivitas

sehari-hari, dan menjalani kebiasaan hidup sehat setelah proses

pembedahan.

Latihan untuk memulihkan kekuatan otot dan

melenturkan pada pasien pasca TKR terdiri dari quadriceps, harmstrings, abduktors dan adduktor (AAOS, 2015). Penelitian sejenis dilakukan oleh Aibast et al., (2015) bahwa rehabilitasi setelah operasi dimulai satu hari setelah dilakukan pembedahan

dengan memobilisasi lutut dan latihan isometrik untuk kekuatan otot paha. Semua pasien mencoba mobilisasi kaki

dengan alat gerak pasif berkelanjutan (CPM). Denis et al., (2006) menyatakan tidak ada perbedaan bermakna pada

pemakaian alat Continuous Passive Motion (CPM) dan ROM lutut untuk meningkatkan fungsi pascaoperasi. Pasien yang

memiliki CPM mengalami peningkatan signifikan tentang

(47)

CPM tidak memiki keuntungan dalam meningkatkan fungsi

lutut atau ROM (Beaupre et al., 2001).

Tahap latihan setelah TKR (AAOS, 2015; Prosehat

Physiotherapy, 2015) :

1) Latihan awal post operasi (0 – 1 hari)

Tujuan : untuk mencegah penumpukan sirkulasi darah dan

mencegah infeksi pernapasan. Latihan ini harus dilakukan

secara teratur.

a) Deep breathing.

Langkah – langkah : Ambil nafas lewat hidung, tahan

2-3 detik, hembuskan lewat mulut secara perlahan 3-4

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

b) Sirkulatori exercise.

Langkah – langkah : lakukan gerakan menekuk dan

meluruskan ankle (kaki), lakukan sebanyak 30 kali

secara perlahan dimana 1 detik naik dan 1 detik turun

untuk ankle ditekuk ke atas dan ke bawah, lakukan

sebanyak 30 kali secara perlahan untuk gerakan ankle

(48)

c) Static quad.

Langkah-langkah : tidur terlentang, tekan tempurung

lutut ke bed dengan ankle ditarik ke atas, tahan 10

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

d) Straight leg raises.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, angkat kaki dengan

lutut lurus setinggi perut dimana ankle ditekuk ke atas,

tahan 10 detik saat kaki ke atas, lakukan sebanyak 10

kali.

e) Static hamstring.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, tekuk lutut TKR,

naikkan ankle ke atas lalu tekan ujung tumit ke bed,

tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

f) Static gluteus.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, kontraksikan

gluteus, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

g) Knee flexion.

Langkah-langkah : Tidur terlentang, lutut TKR ditekuk

kemudian diluruskan, taburi bedak di bed untuk

memudahkan menekuk dan meluruskan lutut, lakukan

(49)

h) Mobilisasi dari tempat tidur.

Langkah-langkah : Saat bangun tidur, pasien tidak

dapat langsung berdiri karena control lutut belum

adekuat, dengan bantuan kursi, pasien dapat berpindah

ke kursi terlebih dahulu untuk kemudian mencoba

berdiri sambil memegang kursi.

i) Full squad range.

Langkah-langkah : Duduk di kursi, luruskan lutut ke

atas dimana ankle ditekuk ke atas, tahan 10 detik,

lakukan sebanyak 10 kali

j) Knee flexion in sitting.

Langkah-langkah : Duduk di kursi, tekuk lutut ke

dalam, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10 kali.

2) Satu minggu

a) Assisted keen bending in sitting

Langkah-langkah : Duduk, kaki yang sehat

menyanggah kaki TKR, kedua tangan menekan ke bed

untuk berpindah tempat

b) Resisted exercise in sitting

Langkah-langkah : Duduk, angkat kaki lurus ke atas,

(50)

c) Passive hiperekstensi.

Langkah-langkah : Duduk di meja ruang tamu yang

setinggi lutut, angkat kaki ke atas meja, tahan 10 detik,

lakukan sebanyak 10 kali.

d) Heel squat in standing.

Berdiri berpegangan pada kursi, angkat kedua tumit

perlahan dan jinjit, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10

kali.

e) Half squatting.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi,

tekuk kedua lutut perlahan, tahan 10 detik, lakukan

sebanyak 10 kali.

f) Knee flexion in standing.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi,

lutut sehat ditekuk, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10

kali

3) Dua – tiga minggu

a) Step up.

Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan

pada riil tangga, naik secara perlahan ke atas tangga

(51)

b) Step down.

Langkah-langkah : Lakukan di tangga, berpegangan

pada riil tangga, turun secara perlahan ke bawah

kemudian mundur lagi ke atas, lakukan sebanyak 10

kali

c) Single leg balance.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada kursi,

tekuk kaki sehat, tahan 10 detik, lakukan sebanyak 10

kali.

d) Single leg hell rising.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada tembok,

angkat tumit seperti jinjit, tekuk lutut sehat, tahan 10

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

4) Empat minggu.

a. Balancing with feet together.

Langkah-langkah : Berdiri berpegangan pada tembok,

seimbangkan kedua kaki saat berdiri, tahan 10-15 detik,

(52)

b. Balancing one foot in front other.

Langkah-langkah : Berdirilah di samping kursi,

langkahkan lutut TKR di depan lutut sehat, tahan 10-15

detik, lakukan sebanyak 10 kali.

c. Rolling ball forward and backward while sitting.

Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada

bola, gerakkan bola ke depan dan ke belakang, tahan 10

detik ke depan, lalu tahan 10 detik ke belakang, lakukan

sebanyak 10x.

d. Rolling ball in small circle while sitting.

Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada

bola, gerakkan bola memutar ke depan dan lalu ke

belakang, tahan 10 detik ke depan, lalu tahan 10 detik

ke belakang, lakukan sebanyak 10 kali.

e. Squasing ball into the floor.

Langkah-langkah : Duduk dengan kaki bertumpu pada

bola, tekan bola ke lantai, tahan 10 detik, lakukan

(53)

f. Inner thight strengthening.

Langkah-langkah : Duduk dengan kedua paha menjepit

bola, tekan bola dengan kedua paha, tahan 10 detik,

lakukan sebanyak 10 kali.

5) Aktivitas dini setelah operasi (setelah 1 bulan).

a. Berjalan menggunakan walker dengan partial weight bearing

b. Dilanjutkan berjalan menggunakan crutch ketika

pasien sudah bisa menopang BB selama > 10 menit,

sampai 1 bulan

c. Lepaskan crutch secara perlahan dengan berlatih

berjalan tanpa crutch untuk menyeimbangkan lutut.

3. Konsep Dasar Kemandirian

Kemandirian adalah keadaan seseorang dapat berdiri sendiri

tanpa bergantung dan bantuan orang lain, kemandirian diartikan

sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak tergantung pada

otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh (Parker, 2005

dalam Prihati, 2014).

Salmon et al., (2001) menyatakan populasi pasien yang melakukan operasi pergantian lutut akan meningkat, sehingga

(54)

penganggaran untuk memberikan informasi yang lebih baik

kepada pasien tentang kesulitan mereka setelah operasi TKR.

Mobilitas dan nyeri pasien akan membaik setelah dilakukan

artroplasti lutut. Hal ini mengakibatkan kemandirian pasien juga

meningkat secara bertahap sesuai kondisi pasien.

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu

itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan

kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik

sehat maupun sakit. Kemampuan melakukan kegiatan dalam

memenuhi kebutuhan individu dengan mempertahankan kesehatan

dan kesempurnaan baik bio,psiko, sosial, dan spiritual.

Teori self care Orem merupakan model keperawatan yang tepat diterapkan pada area perioperatif, rentang usia yang lebih

luas ( dari bayi sampai lansia) (Alligood & Tommy, 2006). Hasil

penelitian Ropyanto (2014) menunjukan bahwa masalah

keperawatan pada pasien pasca bedah ortopedi dan multiple fraktur

yang paling banyak adalah nyeri dan mobilitas fisik untuk

(55)

diagnosa keperawatan. Guidence, teaching, dan directing merupakan method of helping yang paling banyak digunakan. Komponen perawatan mandiri ada 3 yaitu :

a. Kebutuhan perawatan diri secara umum (Universal self-care needs)

b. Kebutuhan perawatan diri yang dikembangkan (Development self-care needs)

c. Kebutuhan perawatan diri terhadap penyimpangan kesehatan

(Health deviaton self-care )

Skema 2.1. Framework Orem Theory sumber Nursing Concepts o practice, St. Louis : Mosby

Defisit

Self-Care

Self-Care Demand

Nursing Agency Self-Care

(56)

Keterangan Konsep Framework Orem Theory :

a. Nursing Agency (Agen Keperawatan)

Nursing Agency adalah karakteristik orang yang mampu

memenuhi status perawat dalam kelompok-kelompok social

b. Self-care Agency (Agen perawatan diri sendiri)

Self-care Agency adalah kekuatan individu yang berhubungan dengan perkiraan dan essensial operasi-operasi produksi untuk

perawatan mandiri

c. Theraupetik Self-care demand (permintaan perawatan sendiri) Theraupetik Self-care demand adalah totalitas upaya-upaya

perawatan sendiri yang ditampilkan untuk beberapa waktu agar

menemukan syarat-syarat perawatan mandiri dengan cara

menggunakan metode-metode yang valid dan berhubungan

dengan perangkat-perangkat operasi atau penanganan.

d. Self-care (perawatan sendiri)

Self-care adalah suatu kontribusi berkelanjutan orang dewasa bagi eksistensinya, kesehatannya dan kesejahteraannya.

Perawatan sendiri adalah latihan aktivitas yang

individu-individunya memulai dan menampilkan kepentingan mereka

dalam mempertahankan individu, kesehatan dan

(57)

e. Self-care Defisit

Self-care Defisit adalah hubungan antar self-care agency dengan self care demand yang di dalamnya self care agency tidak cukup mampu memenuhi self care demand.

Tipe teori system keperawatan Orem :

1. Sistem bantuan secara penuh (Wholley Compensatory System)

Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan

memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan

ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan

keperawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan

dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya

manipulasi gerakan. Pemberian bantuan system ini dapat

dilakukan pada orang yang tidak mampu melakukan

aktivitas dengan sengaja seperti pada pasien koma, pasien

yang sadar yang masih dapat membuat suatu pengamatan

dan penilaian tentang cedera atau masalah lain akan tetapi

tidak mampu dalam melakukan tindakan yang memerlukan

ambulasi, seperti pada pasien fraktur, pasien yang tidak

(58)

2. Sistem bantuan sebagian ( Partially Compensatory System) Merupakan system dalam pemberian perawatan diri

secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang

memerlukan bantuan secara minimal seperti pada pasien

post operasi abdomen dimana pasien ini memiliki

kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi akan tetapi

butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan perawatan

luka.

3. Sistem supportif dan edukatif

Merupakan system bantuan yang diberikan pada

pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan

harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara

mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu

melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan

pembelajaran.

Hambatan untuk menigkatkan kemampuan pasien

adalah kesadaran pasien dan keluarga. Pasien masih harus

diarahkan untuk melakukan beberapa kegiatan intervensi.

Keluarga masih membantu pasien walaupun sebenarnya

(59)

bantuan keluarga merupakan bentuk ketergantungan secara

sosial (Orem, 1991 dalam Schmidt, 2008).

4. Kecemasan

Ansietas (kecemasan) adalah kekhawatiran yang tidak

jelas dan menyebar, yng berkaitan dengan perasaan tidak

pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2007). Kecemasan adalah

ketegangan, rasa tidak aman dan khawatir hal ini timbul

karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan

tetapi sumbernya tidak diketahui secara pasti berbeda

dengan rasa takut. Kecemasan merupakan bagian dari

kehidupan sehari-hari juga merupakan status respon

emosional terhadap penilaian, sebagian besar manusia

cemas dan tegang dalam menghadapi situasi yang

mengancam (Depkes, 2007)

Tingkat kecemasan (Peplau, 1963 dalam Hapsari,

2013) mengidentifikasi ansietas (cemas) dalam 4 tingkatan,

setiap tingkatan memiliki karakteristik dalam persepsi

yang berbeda, tergantung kemampuan individu yang ada

dan dari dalam dan luarnya maupun dari lingkungannya,

(60)

a) Cemas Ringan : cemas yang normal menjadi bagian

sehari hari dan menyebabkan seseorang menjadi

waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Cemas

ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas.

b) Cemas sedang : cemas yang memungkinkan sesorang

untuk memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang tidak penting.

c) Cemas berat : cemas ini sangat mengurangi lapang

persepsi individu, cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat

berfikir

d) Cemas sangat berat/ panik : berhubungan dengan

terpengarah, ketakutan dan terror. Karena mengalami

kehilangan kendali, individu yang mengalami panik

tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

(61)

Rentang Respons kecemasan

Respons adaptif Respons maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skema 2.2. Rentang respons kecemasan

Teori yang menjelaskan terjadinya kecemasan

(Faktor predisposisi) menurut stuart (2007) :

a. Teori psikoanalitis

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian : id dan superego. Id

mewakili dorongan insting dan impuls primitive,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan

dikendalikan oleh nurma budaya.

b. Teori interpersonal

Cemas timbul dari perasaan takut terhadap

ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas

juga berhubungan dengan perkembangan trauma,

seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kerentanan tertentu.

(62)

Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan

d. Kajian keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi

dalam keluarga

e. Kajian biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus

untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan

neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat, yang

berperan penting dalam mekanisme biologis yang

berhubungan dengan kecemasan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain :

a. Umur

Umur yang lebih muda (umur 35 - 49 tahun) akan lebih

mudah mengalami cemas daripada umur yang sudah tua

(> 50 tahun) (Kaplan & Sadock, 2003).

b. Keadaan fisik

Menurut Carpenito (2007), penyakit adalah salah satu

faktor yang menyebabkan kecemasan. Seseorang yang

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.3  Standar deviasi normal (    ) berdasarkan kekuatan statistik yang dipilih
Tabel 3.4 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha Kecil Syal sebagai mitra pengabdian kepada masyarakat berada di wilayah Binongjati, Kelurahan Binong Jati, Kecamatan Batununggal kota bandung yang memulai

Sitem pengorganisasian pada gugus depan pramuka Universitas Riau ditinjau dari sub fokus fungsi pengorganisasian setelah dilakukan penelitian dan diuraikan melalui

Ditinjau dari aktivitas mahasiswa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan individu dalam menelusuri informasi baik melalui buku teks dan website, atau

Simulasi rangkaian mitigasi feroresonansi seperti pada Gambar 8 akan menghasilkan respon arus dan tegangan yang menunjukkan feroresonansi dapat dimitigasi dengan

Penelitian meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan bahan baku, tahap operasi proses pengawetan bahan makanan dengan ekstrak daun nimba ( Azadirachta Indica ) dan tahap analisa

Hal ini berarti semua kecenderungan atau potensi sistem untuk berubah adalah nol. Dalam suatu kesetimbangan liquid-vapor, saat keadaan setimbang tercapai, maka suhu

Data yang dikumpulkan meliputi: (1) data primer yang diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara dengan responden (petani) yang mengusahakan tanaman tomat dengan