• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Infeksi Cacing Ascaris Lumbricoides Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Infeksi Cacing Ascaris Lumbricoides Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INFEKSI CACING ASCARIS LUMBRICOIDES DENGAN INDEKS MASSA TUBUH

PADA SISWA PEREMPUAN SD SALSABILA

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

Oleh:

CHRISTIANI SIMBOLON 110100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN INFEKSI CACING ASCARIS LUMBRICOIDES DENGAN INDEKS MASSA TUBUH

PADA SISWA PEREMPUAN SD SALSABILA

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

CHRISTIANI SIMBOLON 110100162

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) merupakan salah satu penyebab infeksi dengan prevalensi mencapai 60-90% di Indonesia. Cacing ini dapat mengambil sumber karbohidrat dan protein di usus sebelum diserap tubuh. Infeksi cacing banyak diderita anak sekolah dasar, yaitu sekitar 40-60%.

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah observasional analitik dengan studi cross-sectional. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling pada siswa perempuan kelas I sampai kelas VI SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan pada 81 orang anak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan infeksi Ascaris lumbricoides dengan indeks massa tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan sampel tinja yang diperiksa dengan teknik Kato untuk melihat adanya telur Ascaris dalam tinja. Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan timbangan dan meteran serta interpretasi indeks massa tubuh menggunakan grafik CDC BMI-for-age growth charts. Data diolah dengan menggunakan SPSS 21.

Hasil data penelitian didapatkan siswa perempuan yang terinfeksi cacing

Ascaris lumbricoides sebanyak 48 orang (59,3%) dan yang tidak terinfeksi sebanyak 33 orang (40,7%). Hasil analisis data menggunakan analisa Chi-Square

diperoleh bahwa terdapat hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides

dengan indeks massa tubuh siswa perempuan dengan nilai p value = 0,017 (p<0,05).

Untuk pihak sekolah, perlu ditingkatkan kerjasama untuk memberi bimbingan dan arahan tentang pencegahan infeksi cacing bagi para siswa dan diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk memelihara kebersihan, seperti penyediaan air bersih dan sabun serta membangun jamban yang memadai.

(6)

ABSTRACT

Roundworm ( Ascaris lumbricoides ) is one of the causes of infection with prevalence reaches 60-90 % in Indonesia . This worm can take a source of carbohydrates and protein in the intestine before being absorbed body. Worm infection affects many primary school children, which is about 40-60 %.

The method used for this study was observational analytic with cross-sectional study. Samples were taken with consecutive sampling method on female students of class I until class VI Salsabila elementary school district of Medan Marelan in 81 children . This study aims to determine the relationship of Ascaris lumbricoides infection with body mass index in female students of Salsabila elementary school district of Medan Marelan.

Data collected by collecting of feces samples were examined by the Kato technique to detect the presence of Ascaris eggs in feces. The measurements of weight and height using scales and gauges and interpretation of the body mass index using CDC BMI-for-age growth charts. Data were processed using SPSS 21.

The results of the research data obtained that infected female students Ascaris lumbricoides as many as 48 people (59.3%) and were not infected as many as 33 people (40.7%). The results of data analysis using Chi-square analysis showed that there is a relationship between infection of Ascaris lumbricoides with body mass index of female students with p value = 0.017 (p <0.05).

For the school, should be increased cooperation to provide guidance and direction on the prevention of worm infection for the students and is expected to provide facilities to maintain hygiene, such as the provision of clean water and soap and build adequate latrines.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hubungan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014”. Dalam karya tulis ilmiah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. T. Kemala Intan, M.Pd., selaku dosen pembimbing penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam membimbing penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Tina Christina L. Tobing, Sp.A(K) dan dr. Rini Savitri Daulay, M.Ked.Ped, Sp.A, selaku dosen penguji penulis yang telah banyak membantu dan memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian penelitian ini.

4. dr. Iman Helmi Effendi, Sp.OG(K), selaku dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rasa hormat dan terimakasih kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Asal Simbolon dan Ibunda Omry Rajaguguk yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini dan selama menjalani studi di Fakultas Kedokteran ini.

(8)

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh teman-teman angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian karya tulis ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak hal yang harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan karuniaNya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak. Terima kasih.

Medan, Desember 2014 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Singkatan ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) ... 6

2.1.1. Askariasis ... 6

2.1.2. Epidemiologi ... 6

2.1.3. Morfologi ... 7

2.1.4. Siklus Hidup ... 9

2.1.5. Cara Infeksi atau Penularan ... 11

2.1.6. Patofisiologi ... 11

2.1.7. Gejala Klinis ... 12

2.1.8. Diagnosis ... 13

(10)

2.1.11. Prognosis ... 15

2.2. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 16

2.3. Hubungan Infeksi cacing dengan IMT ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

3.3. Hipotesis ... 22

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 23

4.3.2.1. Kriteria Inklusi ... 24

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 24

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 28

4.5.1. Pemeriksaan Tinja ... 28

4.5.2. Penilaian IMT Berdasarkan Umur ... 28

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Hasil Penelitian ... 29

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 29

5.1.3 Hubungan Infeksi Cacing dengan IMT ... 31

5.2 Pembahasan ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saran ... 37

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Kategori BMI Sesuai Usia 16

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides 29 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Infeksi Cacing Menurut Umur Anak 30 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh Anak 31 Tabel 5.4. Hubungan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Cacing Dewasa Ascaris lumbricoides 8 Gambar 2.2. Definisi Operasi Telur Ascaris lumbricoides yang Tidak

Dibuahi (unfertilized)

9

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian (Health Research Ethical Committe of North Sumatera)

Lampiran 6 Data Induk

(14)

DAFTAR SINGKATAN

BMI : Body Mass Index

CDC : Centers for Disease Control and Prevention IMT : Indeks Massa Tubuh

P2PL : Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan SD : Sekolah Dasar

SDN : Sekolah Dasar Negeri STH : Soil Transmitted Helminthes

(15)

ABSTRAK

Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) merupakan salah satu penyebab infeksi dengan prevalensi mencapai 60-90% di Indonesia. Cacing ini dapat mengambil sumber karbohidrat dan protein di usus sebelum diserap tubuh. Infeksi cacing banyak diderita anak sekolah dasar, yaitu sekitar 40-60%.

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah observasional analitik dengan studi cross-sectional. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling pada siswa perempuan kelas I sampai kelas VI SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan pada 81 orang anak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan infeksi Ascaris lumbricoides dengan indeks massa tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan sampel tinja yang diperiksa dengan teknik Kato untuk melihat adanya telur Ascaris dalam tinja. Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan timbangan dan meteran serta interpretasi indeks massa tubuh menggunakan grafik CDC BMI-for-age growth charts. Data diolah dengan menggunakan SPSS 21.

Hasil data penelitian didapatkan siswa perempuan yang terinfeksi cacing

Ascaris lumbricoides sebanyak 48 orang (59,3%) dan yang tidak terinfeksi sebanyak 33 orang (40,7%). Hasil analisis data menggunakan analisa Chi-Square

diperoleh bahwa terdapat hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides

dengan indeks massa tubuh siswa perempuan dengan nilai p value = 0,017 (p<0,05).

Untuk pihak sekolah, perlu ditingkatkan kerjasama untuk memberi bimbingan dan arahan tentang pencegahan infeksi cacing bagi para siswa dan diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk memelihara kebersihan, seperti penyediaan air bersih dan sabun serta membangun jamban yang memadai.

(16)

ABSTRACT

Roundworm ( Ascaris lumbricoides ) is one of the causes of infection with prevalence reaches 60-90 % in Indonesia . This worm can take a source of carbohydrates and protein in the intestine before being absorbed body. Worm infection affects many primary school children, which is about 40-60 %.

The method used for this study was observational analytic with cross-sectional study. Samples were taken with consecutive sampling method on female students of class I until class VI Salsabila elementary school district of Medan Marelan in 81 children . This study aims to determine the relationship of Ascaris lumbricoides infection with body mass index in female students of Salsabila elementary school district of Medan Marelan.

Data collected by collecting of feces samples were examined by the Kato technique to detect the presence of Ascaris eggs in feces. The measurements of weight and height using scales and gauges and interpretation of the body mass index using CDC BMI-for-age growth charts. Data were processed using SPSS 21.

The results of the research data obtained that infected female students Ascaris lumbricoides as many as 48 people (59.3%) and were not infected as many as 33 people (40.7%). The results of data analysis using Chi-square analysis showed that there is a relationship between infection of Ascaris lumbricoides with body mass index of female students with p value = 0.017 (p <0.05).

For the school, should be increased cooperation to provide guidance and direction on the prevention of worm infection for the students and is expected to provide facilities to maintain hygiene, such as the provision of clean water and soap and build adequate latrines.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis cacing. Jumlah orang yang terinfeksi Ascaris lumbricoides di Asia, Afrika dan Latin Amerika adalah 1,2 milyar sampai 1,4 milyar dengan rata-rata 1,8 juta sampai 10,5 juta per hari. Angka kematian akibat cacing ini sekitar 3.000 sampai 60.000 per tahun (World Health Organization, 2012).

Salah satu penyebab infeksi cacing adalah Ascaris lumbricoides atau yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang. Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut ascariasis (Onggowaluyo, 2002). Ascaris lumbricoides digolongkan ke dalam Soil Transmitted Helminthes, yaitu cacing yang memerlukan perkembangan di dalam tanah untuk menjadi infektif (Irianto, 2009). Cacing gelang ini merupakan salah satu nematoda yang hidup di usus halus, tetapi kadang-kadang mengembara di bagian usus lainnya. Hospes defenitif cacing ini adalah manusia. Cara infeksi cacing ini dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur infektif masuk ke dalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, melalui tangan yang kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif terhirup melalui udara bersama debu (Soedartono, 2008).

Berdasarkan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, prevalensi infeksi cacing gelang ini mencapai sekitar 60-90% dan merupakan prevalensi terbesar dibandingkan infeksi cacing lainnya (Ismid et al., 2008). Hasil survei kecacingan oleh Ditjen P2PL (2009) menyebutkan bahwa 31,8% siswa-siswi SD menderita kecacingan. Berdasarkan survei Dinas Kesehatan Tingkat 1 Sumatera Utara (2009) yang dilakukan pada siswa-siswi SD di 13 Kabupaten/kota, prevalensi Ascaris lumbricoides 39%, Hookworm 5%, dan

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Simarmata (2010) di tiga SD di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo melaporkan bahwa prevalensi kecacingan didapatkan sebesar 58.7%. Prevalensi infeksi Trichuris trichiura

sebesar 22.6%, infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 6.8%, dan infeksi campuran antara Trichuris trichiura dengan Ascaris lumbricoides sebesar 70.6%. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2011) pada muruid SD Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang mendapat hasil bahwa dari total 23 orang anak yang terinfeksi cacing, 13 orang (56,5%) terinfeksi Trichuris trichiura, 6 orang (26,0 %) terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 4 orang (17,5%) terinfeksi Trichuris trichiura

dan Ascaris lumbricoides. Penelitian yang dilakukan oleh Ariffin (2011) pada murid SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit melaporkan bahwa dari 64 sampel yang fesesnya diperiksa ditemukan 49 anak (76,6%) terinfeksi Ascaris lumbricoides.

Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya pemakaian jamban keluarga yang menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan pemakaian tinja sebagai pupuk juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25°-30°C merupakan hal-hal

yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif (Ismid et al., 2008).

(19)

dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, 1 ekor cacing akan mengambil karbohidrat 0,14 gram/hari dan protein 0,035 gram/hari. Gejala-gejala kecacingan

yang dapat timbul adalah berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu (kurang gizi), kurang darah (anemia), daya tahan tubuh rendah, sering sakit, lemah dan mudah menjadi letih sehingga sering tidak hadir sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun dan drop out nya anak SD (Ali, 2008).

Kejadian infeksi kecacingan pada anak berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat. Sementara itu kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak di Desa Tanjung Anom, Sumatera Utara menunjukkan adanya hubungan dengan status gizi anak. Anak yang tidak terinfeksi cacing memiliki status gizi yang relatif lebih baik dibandingkan anak yang terinfeksi cacing (Elmi, et al., 2004).

Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %. Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat menyebabkan anemia, lesu, prestasi belajar menurun (Kusuma, 2011).

Berdasarkan beberapa data dan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan infeksi cacing Ascaris lumbricoides

(20)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014 .

2. Untuk mengetahui keadaan Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Pihak sekolah

(21)

2. Bagi orang tua dan siswi

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan orang tua dan siswi perempuan SD Salsabila tentang infeksi cacing Ascaris lumbricoides serta pentingnya hidup bersih di lingkungan tempat tinggal dalam mencegah infeksi cacing tersebut.

3. Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian di masyarakat khususnya tentang hubungan infeksi cacing

Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014.

4. Penelitian selanjutnya

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) 2.1.1. Askariasis

Askariasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides

atau yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang (Onggowaluyo, 2002).

Ascaris lumbricoides adalah salah satu spesies cacing yang termasuk ke dalam Filum Nemathelminthes, Kelas Nematoda, Ordo Rhabditia, Famili Ascarididae dan Genus Ascaris. Cacing gelang ini tergolong Nematoda intestinal berukuran terbesar pada manusia. Distribusi penyebaran cacing ini paling luas dibanding infeksi cacing lain karena kemampuan cacing betina dewasa menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan relatif tahan terhadap kekeringan atau temperatur yang panas (Ideham dan Pusarawati, 2007).

2.1.2. Epidemiologi

Ascaris lumbricoides tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolitan), terutama di daerah tropis dan sub tropis yang kelembapan udaranya tinggi (Soedartono, 2008). Berdasarkan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, prevalensi infeksi cacing gelang ini mencapai sekitar 60-90% dan merupakan prevalensi terbesar dibandingkan infeksi cacing lainnya (Ismid et al., 2008). Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis cacing. Jumlah orang yang terinfeksi Ascaris lumbricoides di Asia, Afrika dan Latin Amerika adalah 1,2 sampai 1,4 milyar dengan rata-rata 1,8 sampai 10,5 juta per hari. Angka kematian akibat cacing ini sekitar 3.000 sampai 60.000 per tahun (WHO, 2012). Hasil survei kecacingan oleh Ditjen P2PL (2009) menyebutkan bahwa 31,8% siswa-siswi SD menderita kecacingan. Berdasarkan survei Dinas Kesehatan Tingkat 1 Sumatera Utara (2009) yang dilakukan pada siswa-siswi SD di 13 Kabupaten/kota, prevalensi Ascaris lumbricoides 39%, Hookworm

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Simarmata (2010) di tiga SD di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo melaporkan bahwa prevalensi kecacingan didapatkan sebesar 58.7%. Prevalensi infeksi Trichuris trichiura

sebesar 22.6%, infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 6.8%, dan infeksi campuran antara Trichuris trichiura dengan Ascaris lumbricoides sebesar 70.6%. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2011) pada muruid SD Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang mendapat hasil bahwa dari total 23 orang anak yang terinfeksi cacing, 13 orang (56,5%) terinfeksi Trichuris trichiura, 6 orang (26,0 %) terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 4 orang (17,5%) terinfeksi Trichuris trichiura

dan Ascaris lumbricoides. Penelitian yang dilakukan oleh Ariffin (2011) pada murid SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit melaporkan bahwa dari 64 sampel yang fesesnya diperiksa ditemukan 49 anak (76,6%) terinfeksi Ascaris lumbricoides.

2.1.3. Morfologi

(24)

Telur Ascaris lumbricoides ditemukan dalam dua bentuk, yang dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur cacing ini memerlukan waktu inkubasi sebelum menjadi infektif. Perkembangan telur menjadi infektif tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya temperatur, sinar matahari, kelembapan, dan tanah liat. Telur akan mengalami kerusakan karena pengaruh bahan kimia, sinar matahari langsung, dan pemanasan 70oC. Telur yang dibuahi berbentuk bulat lonjong, ukuran panjang 45-75 mikron dan lebarnya 35-50 mikron. Telur yang dibuahi ini berdinding tebal terdiri dari tiga lapis, yaitu lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur unfertile), lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin (tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan berasal dari warna pigmen empedu). Kadang-kadang telur yang dibuahi, lapisan albuminnya terkelupas dikenal sebagai decorticated eggs. Telur yang dibuahi ini mempunyai bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang kasar. Telur yang tidak dibuahi mempunyai panjang 88– 94 mikron dan lebarnya 44 mikron. Telur unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh cacing betina fertil (Ideham dan Pusarawati, 2007).

Gambar 2.1. Cacing Dewasa Ascaris lumbricoides

(25)

Gambar 2.2. Telur Ascaris lumbricoides yang Tidak Dibuahi (unfertilized) Sumber :

Gambar 2.3. Telur Ascaris lumbricoides yang Dibuahi (fertilized) Sumber :

2.1.4. Siklus Hidup

(26)

tercemar tanah yang mengandung tinja penderita askariasis. Dalam usus halus bagian atas, dinding telur akan pecah sehingga larva dapat keluar, untuk selanjutnya menembus dinding usus halus dan memasuki vena porta hati. Bersama aliran darah vena, larva akan beredar menuju jantung, paru-paru, lalu menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi ini berlangsung sekitar 15 hari. Dari alveoli larva cacing berpindah ke bronki, trakea dan laring, untuk selanjutnya masuk ke faring, esofagus, turun ke lambung akhirnya sampai ke usus halus. Sesudah berganti kulit, larva cacing akan tumbuh menjadi cacing dewasa. Sirkulasi dan migrasi larva cacing dalam darah tersebut disebut lung migration. Dua bulan sejak infeksi (masuknya telur infektif per oral) terjadi, seekor cacing betina mampu mulai bertelur, yang jumlah produksi telurnya dapat mencapai 200.000 butir per hari (Soedarto, 2008).

Gambar 2.4. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

(27)

Keterangan gambar:

Cacing dewasa hidup di dalam lumen usus halus. Cacing betina menghasilkan telur sampai 200.000 butir per hari yang dikeluarkan bersama tinja . Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) bisa saja tertelan tetapi tidak menginfeksi. Telur yang dibuahi (fertilized) yang mengandung embrio menjadi infektif setelah 18 hari sampai beberapa minggu , hal ini tergantung pada kondisi lingkungan (tempat yang lembap, hangat dan teduh). Setelah telur yang berkembang menjadi infektif tertelan oleh hospes , larva akan menetas , menginvasi mukosa usus, selanjutnya terbawa aliran darah portal kemudian melalui aliran darah sistemik ke paru-paru . Larva yang matang menuju ke paru-paru (10-14 hari), penetrasi pada dinding alveoli, ke cabang bronchi, kerongkongan, dan selanjutnya tertelan . Setelah mencapai usus, berkembang menjadi cacing dewasa .

2.1.5. Cara Infeksi atau Penularan

Penularan umumnya dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur infektif masuk ke dalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, melalui tangan yang kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif terhirup melalui udara bersama debu (Soedartono, 2008). Infeksi sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Hal ini disebabkan karena anak sering berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat berkembangnya telur Ascaris lumbricoides. Diperoleh juga laporan bahwa dengan adanya usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran dengan mempergunakan feses manusia menyebabkan sayuran merupakan sumber infeksi dari cacing ini (Irianto, 2009).

2.1.6. Patofisiologi

(28)

dan epitel yang mati membuat sumbatan menyebabkan Ascaris pneumonitis. Menurut Tarigan (2011) gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).

2.1.7. Gejala Klinis

Kurang lebih 85% kasus ascariasis tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis), namun beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen bagian atas dengan intensitas bervariasi.

Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis, namun pada infeksi berat dapat menyebabkan pneumonitis. Larva askaris dapat menimbulakan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan paru dan hipersensitifitas lokal menyebabakan peningkatan sekresi mukus, inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dikenal dengan sindrom loffler’s, dahak mengandung eosinofil dan larva kadang-kadang ditemukan.

(29)

menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi sebagai akibat rangsangan panas (38,9oC).

Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa dapat di raba. Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris yang bermigrasi ke dalam saluran apendiks.

Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat dapat kembali normal setelah cacing dieleminasi. Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari

(Ideham dan Pusarawati, 2007).

2.1.8. Diagnosis

Selama fase intestinal diagnosis dapat ditetapkan dari penemuan cacing dewasa atau telur cacing. Cacing betina Askaris mengeluarkan telur secara konstan, telur dapat dihitung untuk memperkirakan jumlah cacing dewasa yang menginfeksi. Cacing dewasa Askaris dapat keluar melalui anus atau mulut, karena sudah tua atau karena reaksi tubuh hospes. Sedangkan telur (fertile dan unfertile) dapat ditemukan pada pemeriksaan tinja. Telur dapat dengan mudah ditemukan pada sediaan basah apus tinja (direct wet smear) atau sediaan basah dari sedimen pada metode konsentrasi (Ismid, 2008).

(30)

2.1.9. Pengobatan

Beberapa obat yang efektif terhadap ascariasis adalah sebagai berikut : Pirantel pamoat: dosis 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) dapat diberikan dosis tunggal. Efek samping : gangguan gastrointestinal, sakit kepala, pusing, kemerahan pada kulit dan demam.

Mebendazol : dosis 100 mg dua kali per hari selama lebih dari 3 hari. Efek samping : diare rasa sakit pada abdomen, kadang-kadang leukopenia. Mebendazol tidak di anjurkan pada wanita hamil karena dapat membahayakan janin.

Piperasin sitrat : dosis 75 mg/kg BB (maksimum 3,5 g/hari), pemeberian selama dua hari. Efek samping : kadang – kadang menyebabkan urtikaria, gangguan gastrointestinal dan pusing.

Albendazol : dosis tunggal 400 mg, dengan angka kesembuhan 100% pada infeksi cacing Ascaris

(Ideham dan Pusarawati, 2007).

2.1.10. Pencegahan

Penularan Askaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor, karena dapat menimbulkan adanya kontaminasi dari telur-telur askaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan.

Selain hal tersebut, hindari juga mengkonsumsi sayuran mentah dan jangan membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga debu-debu yang berterbangan dapat mengontaminasi makan tersebut ataupun dihinggapi serangga yang membawa telur-telur tersebut.

Untuk menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk, maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air permukaan untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur Askaris.

(31)

Dianjurkan juga untuk membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan memasaknya dengan baik, memakai alas kaki terutama diluar rumah. Ada baiknya di desa-desa diberikan pendidikan dengan cara peragaan berupa gambar atau video, sehingga dengan cara ini dapat dengan mudah dimengerti oleh mereka.

Untuk melengkapi hal di atas perlu ditambah dengan penyediaan sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah terjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan salah satu perbaikan keadaan sosial-ekonomi yang menjurus kepada perbaikan kebersihan dan sanitasi. Cara- cara perbaikan tersebut adalah buang air pada jamban dan menggunakan air untuk membersihkannya, makan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan serta menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur cacing. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta selalu memotong kuku secara teratur. Halaman rumah selalu dibersihkan (Irianto, 2009).

2.1.11. Prognosis

(32)

2.2. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam ukuran meter). IMT atau Body Mass Index (BMI) telah direkomendasikan untuk mengevaluasi kelebihan berat badan atau obesitas pada anak-anak dan remaja. IMT merupakan indikator untuk lemak yang berlebihan, tetapi pada anak yang kurus akan didapati massa yang bebas lemak. IMT mudah digunakan dalam praktik, relatif murah, tidak invasif dan tidak berbahaya. IMT memiliki sensitivitas 70%-80% dan spesifisitas 95% (Pediatrics,2009).

Pada anak hasil perhitungan diletakan pada kurva CDC Body mass index-for-age percentiles untuk menentukan peringkat persentil. Persentil yang didapat akan digunakan sebagai indikator untuk menilai ukuran dan pola pertumbuhan. Persentil menunjukan posisi angka BMI pada anak sesuai jenis kelamin dan usia. Grafik pertumbuhan menunjukan kategori status berat pada anak dan remaja (underweight, healthy weight, overweight, dan obese). IMT digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya masalah berat badan pada anak (Centers for Disease Control and Prevention, 2002).

Tabel 2.1. Kategori BMI Sesuai Usia Weight Status Category Percentile Range

Underweight Less than the 5th percentile

Healthy weight 5th percentile to less than the 85th percentile

Overweight 85th to less than the 95th percentile

(33)
[image:33.595.139.482.154.486.2]

Cara menghitung dan menginterpretasikan BMI secara ringkas dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 2.5. Skema Cara Menghitung dan Menginterpretasikan BMI Sebelum menghitung BMI, pastikan pengukuran

tinggi badan dan berat badan secara akurat.

Tentukan persentil yang dihubungkan dengan usia dan jenis kelamin pada kurva CDC Body mass index-for-age percentiles.

Cari kategori dengan BMI-for-age percentile yang ditujukan pada tabel kategori BMI sesuai usia

(34)
[image:34.595.116.502.106.647.2]
(35)

2.3. Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada anak

Infeksi cacing dapat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian. Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Pada umumnya cacingan ini banyak ditemukan pada penduduk yang kurang mampu dan sanitasi yang buruk (Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Secara umum infeksi cacing akan menyebabkan kurangnya nafsu makan dan penyerapan makanan, pengurangan dan deplesi mikronutrien dan anemia. Infeksi cacing jarang disertai dengan adanya gejala. Infeksi Ascaris menyebabkan malabsorbsi dikarenakan cacing ini akan memblok area absorbsi di lumen usus. Hal tersebut jika berlangsung secara kronik akan menyebabkan asupan gizi anak tidak tercukupi sehingga akan terjadi kondisi malnutrisi yang ditandai dengan status underweight (Tarigan, 2011).

Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi), dan metabolisme makanan. Cacing Ascaris lumbricoides

yang hidup dalam rongga usus manusiamemberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya. Cacing gelang ini mengambil sumber karbohidrat dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, 1 ekor cacing akan mengambil karbohidrat 0,14 gram/hari dan protein 0,035 gram/hari. Gejala-gejala

kecacingan yang dapat timbul adalah berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu (kurang gizi), kurang darah (anemia), daya tahan tubuh rendah, sering sakit, lemah dan mudah menjadi letih sehingga sering tidak hadir sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun dan drop out nya anak SD (Ali, 2008).

(36)

terinfeksi cacing memiliki status gizi yang relatif lebih baik dibandingkan anak yang terinfeksi cacing (Elmi, et al., 2004).

Status gizi didapat dari hasil pengukuran tinggi dan berat badan kemudian disesuaikan dengan usia anak yang terdapat pada chart yang tersedia. Dari pengukuran status gizi diharapkan bahwa anak yang terinfeksi cacing mengalami underweight. Hasil penelitian yang dilakukan Tarigan (2011) melaporkan bahwa dari 53 orang siswa terdapat 23 siswa yang terinfeksi Soil Transmitted Helminths

(STH) dimana 17.4% yang mengalami underweight dan dari 30 siswa yang tidak terinfeksi STH terdapat 10% yang mengalami underweight.

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dari penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada skema berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

a) Infeksi cacing Ascaris lumbricoides

Defenisi : penemuan telur cacing Ascaris lumbricoides pada feses yang diambil dari siswi perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014.

Cara Pengukuran : Pemeriksaan Feses Alat Ukur : Pemeriksaaan Kato

Hasil Pengukuran : Positif : ditemukan telur cacing pada feses Negatif : tidak ditemukan telur cacing pada feses Skala Pengukuran : Nominal

b) Indeks Massa Tubuh

Defenisi : Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan anak (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan anak (dalam ukuran meter).

Infeksi cacing Ascaris

(38)

Cara Pengukuran : Mengukur berat badan dan tinggi badan anak Alat Ukur : Alat penimbang berat badan, meteran dan kurva

CDC Body mass index-for-age percentiles

Hasil Pengukuran : Underweight : persentil di bawah 5

Healthy weight : persentil 5 sampai < persentil 85 Overweight : persentil 85 sampai < persentil 95 Obese : persentil >= 95

Hasil pengukuran ini akan dibagi jadi dua kategori dalam pengolahan data untuk melihat hubungan infeksi cacing dengan status IMTnya, yakni:

Underweight : persentil di bawah 5, dan

non-Underweight : persentil di atas atau sama dengan 5 Skala Pengukuran : Nominal

Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tarigan (2011) untuk melihat kejadian underweight pada siswa Sekolah Dasar Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang.

3.3. Hipotesis

Ho (hipotesis nol) : Infeksi cacing Ascaris lumbricoides tidak berkaitan dengan Indeks Massa Tubuh pada siswa sekolah dasar.

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional, yaitu tiap subjek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat tersebut (Ismael, 2013). Penelitian ini mencoba melihat hubungan infeksi cacing

Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Tempat penelitian ini dipilih karena berdasarkan observasi dan survey awal, didapati sekolah tersebut kurang kebersihannya, lapangan sekolah masih berupa tanah, lokasi sekolah berada diantara sawah dan siswa bermain di sekitar daerah persawahan, dan penyediaan jamban sekolah kurang mendukung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu (Ismael, 2013). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa perempuan kelas I sampai VI SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014. Jumlah populasi penelitian ini adalah 101 orang.

4.3.2. Sampel Penelitian

(40)

Adapun besar sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi populasi terbatas (Wahyuni, 2007).

n = N. Z 1−α/2

2 . p. (1p)

(N−1)d2+ Z

12 −α/2. p. (1−p)

n = 101 × 1,96

2× 0,5 × (10,5)

100 × 0,052+ 1,962× 0,5 × (10,5)

n =97,0004

1,2104

n = 80,14≈81 orang

Keterangan :

n : Besar sampel minimum

N : Jumlah di populasi, jumlah populasi adalah 101 orang

Z 1−α/2 : Nilai distribusi normal baku (tabel Z), untuk estimasi 95% maka nilainya adalah 1,96

P : Harga proporsi di populasi dari penelitian sebelumnya, jika belum ada maka digunakan 0,5

d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir, untuk estimasi 95% maka nilainya 0,05

4.3.2.1. Kriteria Inklusi

• Siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014 yang bersedia mengikuti penelitian

• Siswa yang mengumpulkan sampel feses.

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi

(41)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara:

1. Pencatatan jumlah siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014. Data didapatkan langsung dari kepala sekolah SD tersebut dengan melakukan survey awal terlebih dahulu.

2. Pengisian formulir berat badan dan tinggi badan siswa dan pembagian pot tempat sampel feses kepada orang tua siswa.

a. Timbangan yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan digital merk GEA dengan skala ketelitian 0,1 kg. Cara mengukur berat badan adalah letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah bergerak. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka 0. Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi. Lihat jarum timbangan sampai berhenti. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan. Bila anak terus menerus bergerak, perhatikan gerak jarum, baca angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri. Catat angka berat badan anak yang didapat pada formulir berat badan (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).

b. Alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan adalah meteran merk One Med dengan skala ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur tinggi badan adalah suruh anak melepaskan alas kaki (sandal,sepatu) terlebih dahulu. Anak berdiri tegak menghadap ke depan, pastikan punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun, kemudian baca angka pada batas tersebut. Catat angka tinggi badan anak yang didapat pada formulir tinggi badan (CDC, 2010).

(42)

3. Pengumpulan sampel feses, kemudian feses diperiksa oleh laboran dan peneliti di laboratorium parasitologi FK USU dengan metode pemeriksaan Kato. Cara pemeriksaan sampel tinja dengan metode Kato adalah pada objek gelas yang bersih dan bebas lemak diletakkan tinja sebesar biji kacang hijau, ± 50- 100 mg dengan menggunakan aplikator. Tinja tersebut ditutup dengan selofan. Selofan ditekan-tekan perlahan-lahan dengan botol kecil sampai tinja tersebar serata mungkin di bawah selofan. Sebagai patokan, sediaan yang baik bila diletakkan di atas kertas yang bertulisan, tulisan tersebut masih dapat dibaca. Keringkan larutan yang berlebihan dengan kertas saring/tissue. Diamkan selama 15 menit dalam suhu kamar. Pada setiap prosedur pemeriksaan harus menggunakan sarung tangan. Lalu, sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 dan 40 kali untuk mendapatkan telur-telur cacing (Djakaria, 1997). 4. Pencatatan terhadap penemuan telur cacing pada feses siswa dan dihitung

berapa siswa yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Hasil yang didapat dari pemeriksaan Kato kemudian dimasukkan ke dalam formulir yang juga berisi data nama, umur, berat badan dan tinggi badan siswa. Siswa yang terinfeksi dan tidak terinfeksi cacing dihitung jumlahnya.

(43)
[image:43.595.127.471.158.608.2]

Secara ringkas urutan tenik pengumpulan data dari penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 4.1. Skema Teknik Pengumpulan Data Penelitian Pencatatan jumlah siswa perempuan SD Salsabila

Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014

Pengisian formulir berat badan dan tinggi badan siswa dan pembagian pot tempat sampel feses kepada orang tua siswa

Pengumpulan sampel feses, kemudian feses diperiksa oleh laboran dan peneliti di laboratorium parasitologi

FK USU dengan metode pemeriksaan Kato

Pencatatan terhadap penemuan telur cacing pada feses siswa dan dihitung berapa siswa yang terinfeksi dan tidak terinfeksi

Siswa yang terinfeksi dan tidak terinfeksi cacing diamati Indeks Massa Tubuh terhadap umur menggunakan kurva

CDC Body mass index-for-age percentiles

(44)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data dalam penelitian ini dihasilkan dari analisis hasil pemeriksaan tinja dan penilaian Indeks Massa Tubuh anak berdasarkan umur.

4.5.1. Pemeriksaan Tinja

Hasil pemeriksaan tinja dianalisa dengan melihat ada atau tidaknya telur cacing pada tinja, dikategorikan sebagai positif (terinfeksi cacing) dan negatif (tidak terinfeksi cacing). Selanjutnya siswa perempuan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi cacing diamati umurnya, diperhatikan pada umur berapa jumlah infeksi cacing yang terbanyak. Data yang dikumpul kemudian diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan hasil ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi.

4.5.2. Penilaian Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Umur

Hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh siswa perempuan yang terinfeksi cacing diletakkan pada kurva CDC Body mass index-for-age percentiles untuk menentukan peringkat persentil. Ada 4 kategori IMT menurut umur, yaitu

underweight, healthy weight, overweight, dan obese. Masing-masing kategori diamati berapa orang yang termasuk dalam kategori tersebut. Keempat kategori ini dalam analisis hubungan infeksi cacing dengan IMT dibagi menjadi 2 kategori, yaitu underweight dan non-Underweight (Healthy weight, Overweight, dan

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Salsabila yang terletak di Jalan YP. Hijau Gang Tambak LK. IX Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Sekolah ini dipilih menjadi lokasi penelitian karena berdasarkan observasi peneliti didapati sekolah tersebut kurang kebersihannya, lapangan sekolah masih berupa tanah, lokasi sekolah berada diantara sawah dan siswa bermain di sekitar daerah persawahan, dan penyediaan jamban sekolah kurang mendukung.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun ajaran 2014/2015. Jumlah seluruh siswa perempuan di sekolah ini adalah 101 orang dan 81 orang siswa perempuan dipilih menjadi sampel penelitian dengan metode

consecutive sampling dari kelas I hingga kelas VI.

Dari data penelitian akan dikelompokkan siswa yang positif terinfeksi

cacing Ascaris lumbricoides dan yang negatif atau tidak terinfeksi, seperti terlihat

[image:45.595.115.516.563.652.2]

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides

Infeksi Cacing Frekuensi (n) Persentase (%)

Positif 48 59,3

Negatif 33 40,7

Total 81 100

(46)
[image:46.595.108.519.191.286.2]

Dari data infeksi cacing Ascaris lumbricoides akan dikelompokkan ada tidaknya infeksi menurut kategori umur anak, seperti tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Infeksi Cacing Menurut Kategori Umur Kategori Umur

(tahun)

Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides

Total

Negatif Positif

5-8 14 23 37

9-12 19 25 44

Total 33 48 81

Berdasarkan tabel 5.2. didapatkan bahwa jumlah infeksi cacing yang terbanyak adalah pada siswa perempuan kategori umur 9-12 tahun, yaitu 25 orang dari 48 orang yang terinfeksi.

Dari data berat badan dan tinggi badan siswa akan didapatkan IMT siswa yang dimasukkan ke dalam grafik IMT terhadap umur (BMI for age) dan didapat hasil seperti pada tabel 5.3. berikut ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh Anak

Kategory IMT Frekuensi (n) Persentase (%)

Underweight 15 18,5

Healthy weight 56 69,1

Overweight 3 3,7

Obese 7 8,6

Total 81 100

[image:46.595.107.520.482.596.2]
(47)

5.1.3. Hubungan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan status IMT Data siswa yang terinfeksi Cacing Ascaris lumbricoides akan dikorelasikan dengan status IMT siswa menggunakan analisa Chi-Square. Metode ini menggunakan tabel dua kali dua sehingga peneliti mengelompokkan empat kategori IMT menjadi dua status/kategori IMT yaitu Underweight dan non-Underweight (Healthy weight, Overweight, dan Obese) sehingga bisa diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.4. di bawah ini.

Tabel 5.4. Hubungan Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides dengan Status

Underweight Siswa Berdasarkan Uji Chi-Square

Status/ Kategori IMT

Infeksi Cacing Ascaris

lumbricoides Total

p (Pearson

Chi-Square) Positif Negatif

n % n % n %

0,017

Underweight 13 27,1 2 6,1 15 18,5

non-Underweight 35 72,9 31 93,9 66 81,5

Total 48 100 33 100 81 100

(48)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini didapat bahwa dari 81 sampel yang diperiksa, siswa yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 48 orang (59,3%) dan yang tidak terinfeksi cacing sebanyak 33 orang (40,7%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang terinfeksi cacing masih lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi. Dari hasil analisis data diperoleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides

yang disertai dengan status IMT Underweight adalah 13 orang (27,1%) dari 15 orang yang mengalami Underweight. Dari hasil analisa menggunakan uji Chi-Square didapatkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan status Underweight siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan dengan nilai p value 0,017 (p<0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Simarmata (2013) di 3 sekolah dasar (SD) yaitu SD Negeri 040467 dan SD Negeri 044832 di desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat dan SD Advent di desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, ditemukan bahwa dari 434 anak yang diperiksa didapatkan 279 anak menderita infeksi STH dan 155 anak tanpa infeksi STH. Setelah dilakukan uji Chi-Square untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan status nutrisi, didapat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan status nutrisi antara anak dengan dan tanpa infeksi STH dengan nilai p value 0,006 (p<0,05). Pada penilaian terhadap hubungan derajat intensitas infeksi dan status nutrisi anak, didapati bahwa derajat intensitas infeksi baik yang tunggal (A. lumbricoides atau T. trichiura) maupun campuran (A. lumbricoides dan T. trichiura) mempengaruhi status nutrisi anak. Artinya bahwa semakin berat derajat intensitas infeksi maka semakin rendah status nutrisi anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Ariska (2011) tentang beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Cacing Askariasis lumbricoides

(49)

cacing askariasis, p< 0,05.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2011) pada siswa SD Negeri 067244 di Kecamatan Medan Selayang, ditemukan 17,4% yang terinfeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dan mengalami Underweight dan 82,6% siswa yang terinfeksi cacing dan tidak mengalami Underweight . Dari hasil uji Chi-Square didapat tidak terdapat hubungan antara infeksi STH dengan status

Underweight siswa dengan nilai p value 0,431 (p>0,05). Pada penelitian ini disebutkan bahwa hasil yang didapat karena kemungkinan karena program pemberian obat anticacing pada siswa sekolah ini sudah berjalan baik tetapi karena kondisi kebersihan dan sanitasi yang mungkin belum cukup baik sehingga matarantai penularan dan reinfeksi belum terputus.

Penelitian yang dilakukan oleh Ariffin (2011) pada murid SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit melaporkan bahwa dari 64 sampel yang fesesnya diperiksa ditemukan 49 anak (76,6%) terinfeksi Ascaris lumbricoides. Dari hasil uji Chi-Square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi siswa SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit (p<0,01).

Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya pemakaian jamban keluarga yang menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan pemakaian tinja sebagai pupuk juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25°-30°C merupakan hal-hal

yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif (Ismid et al., 2008).

(50)

mudah dimengerti oleh mereka. Untuk melengkapi hal ini perlu ditambah dengan penyediaan sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah terjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan salah satu perbaikan keadaan sosial-ekonomi yang menjurus kepada perbaikan kebersihan dan sanitasi. Cara- cara perbaikan tersebut adalah buang air pada jamban dan menggunakan air untuk membersihkannya, makan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan serta menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur cacing. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta selalu memotong kuku secara teratur. Halaman rumah selalu dibersihkan (Irianto, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Widayanti (2008) tentang hubungan status ekonomi dengan kejadian infeksi cacing Enterobius vermicularis pada siswa SD Negeri Panggung Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang mendapatkan bahwa proporsi kejadian infeksi E. vermicularis sebesar 32,2%. Infeksi E. vermicularis ditemukan pada 32,9% (23 siswa) dari kelompok status ekonomi kurang dan sedang, dan pada 29,4% (5 siswa) dari kelompok status ekonomi tinggi. Sedangkan E. vermicularis tidak ditemukan pada 67,1% (47 siswa) dari kelompok status ekonomi kurang dan sedang, dan pada 70,6% (12 siswa) dari kelompok status ekonomi tinggi. Status ekonomi merupakan faktor risiko untuk kejadian infeksi E. vermicularis pada siswa SDN Panggung. Siswa dengan status ekonomi kurang dan sedang mempunyai risiko untuk terinfeksi E. vermicularis 1,117 kali dibandingkan siswa dengan status ekonomi tinggi.

(51)

(Kusuma, 2011).

Penelitian ini tetap memiliki kelemahan meskipun dapat mengumpulkan sampel yang cukup. Kelemahan tersebut adalah hanya meneliti pada siswa perempuan saja dan hanya meneliti satu jenis cacing saja, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk meneliti tidak hanya pada jenis kelamin tertentu saja untuk melihat frekuensi infeksi dari perempuan dan laki-laki dan hendaknya meneliti lebih dari satu jenis cacing, juga perlu untuk melihat adanya lebih dari satu infeksi cacing atau infeksi multipel. Beberapa survei di Indonesia menunjukkan bahwa seringkali prevalensi Ascaris

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari 81 sampel yang diperiksa, prevalensi siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan tahun 2014 yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides adalah 48 orang (59,3%) dan yang tidak terinfeksi cacing sebanyak 33 orang (40,7%). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi cacing Ascaris lumbricoides masih tinggi pada anak sekolah dasar.

2. Dari data kategori IMT siswa diperoleh siswa yang mengalami

Underweight sebanyak 15 orang (18,5%), siswa yang Healthy weight

sebanyak 56 orang (69,1%), siswa dengan Overweight sebanyak 3 orang (3,7%), dan 7 orang (8,6%) dengan Obese.

3. Dari hubungan infeksi cacing Ascaris lumbricoides terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) didapati bahwa dari 48 orang yang terinfeksi cacing, 13 orang (27,1%) mengalami Underweight dan 35 orang (72,9%) non-Underweight. Dari 33 siswa yang tidak terinfeksi cacing terdapat 2 orang (6,1%) mengalami Underweight dan 31 orang (93,9%) non-Underweight.

4. Pada perhitungan Chi-Square diperoleh hasil dengan nilai p value

(53)

6.2. Saran

1. Untuk kepala sekolah dan guru, perlu ditingkatkan kerjasama untuk memasukkan pelajaran tentang kesehatan di kurikulum sekolah dan menjadi muatan lokal di sekolah dalam memberi bimbingan dan arahan tentang pentingnya hidup bersih di sekolah serta memberikan penyuluhan tentang pencegahan penyakit kecacingan bagi para siswa seperti dengan mengajarkan 5 langkah mencuci tangan.

2. Untuk pihak sekolah, diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk memelihara kebersihan, seperti penyediaan air bersih dan sabun serta membangun jamban yang memadai.

3. Untuk orang tua siswa, membantu menjaga kebersihan anak, seperti menjaga kebersihan kuku anak untuk mencegah penyebaran infeksi cacing.

4. Untuk siswa, menjaga kebersihan diri seperti membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun dan air bersih serta meminum obat cacing secara teratur enam bulan sekali.

5. Untuk kepala sekolah dan pengurus sekolah, melaporkan kejadian kecacingan ke puskesmas dan dinas kesehatan supaya ditindaklanjuti. 6. Untuk Dinas Kesehatan, menyediakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Ali,A.R.,2006-2007. Penyakit Cacing pada Anak SD di Polewali Mandar, Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar. Available from : 2014]

Ariffin,A.H.,2011. Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Gizi pada Siswa-Siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan

Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Available from :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31008

Ariska,B.M.,2011. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Cacing Askariasis lumbricoides Pada Murid SDN 201/IV di Kelurahan

Simpang IV Sipin Kota Jambi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Available from : . [Accessed 9 April 2014]

[Accessed 19 Mei 2014]

Centers for Disease Control and Prevention,2010. Ascariasis. USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from : 2014]

Centers for Disease Control and Prevention,2010. Children. USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from :

(55)

Daim,M.,2011. Hubungan Antara Higiene Dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa-Siswi SD Negeri No. 101837 Suka Makmur,

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from : Djakaria, S.,Ilahude,H.D.,Sjarifuddin,P.K.,1997.Penuntun Praktikum Parasitologi

Kedokteran.Jakarta:Balai Penerbit FK UI, 28-29.

Elmi, Sembiring T, Dewiyani B.S, Hamid E.D, Pasaribu S, Lubis C.P. 2004.

Status Gizi Dan Infestasi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar, Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sumatera Utara.

Available from :

[Accessed 21 Mei 2014]

Ideham,B., Pusarawati,S.,2007.Helmintologi Kedokteran.Surabaya:Airlangga University Press, 10-17.

Irianto, K., 2009.Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi Kesehatan Manusia.Bandung:Yrama Widya, 69-71.

Ismael,S.,Sastroasmoro,S.,2013.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-4.Jakarta:Sagung Seto, 88-89, 109-113.

Ismid,S.,Sjariffudin,P.,Sungkar,S.,Sutanto,I.2008.Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Balai Penerbit FK UI, 8-9, 22.

Kusuma,S.,2011. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa SD Kelas 4 – 6 terhadap Penyakit Kecacingan yang Ditularkan Melalui Tanah di SD Islam

Ruhama, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah. Available from :

(56)

New England of Journal Medicine,2010. Hookworm Infection. UK: New England if Journal Medicine. Available from : 2014]

Onggowaluyo,J.S.,2002.Parasitologi Medik I.Jakarta:EGC, 12-13.

Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics, 2009. BMI Measurement in Schools. America: Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics. Available from :

Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics, 2009.

Challenges of Accurately Measuring and Using BMI and Other Indicators of

obesity in children. America: Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics. Available from :

Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics, 2009. The Use of BMI in the Clinical Setting. America: Pediatrics Official Journal of The American Academy of Pediatrics. Available from :

(57)

Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,2012.Pengendalian Kecacingan.Kementerian Kesehatan, pages 112-113. Available from: http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/downloads/f1385710215-profil-btklp2012-final.pdf. [Accessed 25 April 2014]

Simarmata,N.,2013. Perbandingan Status Nutrisi Antara Anak dengan dan tanpa Infeksi Soil Transmitted Helminths, Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Available from:

[Accessed 9 April 2014]

Soedarto,2008.Parasitologi Klinik.Surabaya:Airlangga University Press, 76-77. Tarigan,P.T.,2011.Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kejadian

Underweight pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 067244 Kecamatan Medan

Selayang, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from: Wahyuni,A.S.,2007.Statistika Kedokteran.Jakarta:Bamboedoea Communication,

116-117.

Widayanti,L.,2008.Hubungan Status Ekonomi dengan Kejadian Infeksi Cacing Enterobius vermicularis pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Panggung

Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Available from:

World Health Organization,2012.Research Priorities for Helminth Infections. Technical Report of the TDR Disease Reference Group on Helminth

Infections. Available from:

(58)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Christiani Simbolon

Tempat/ Tanggal Lahir : Pangaribuan/ 17 Juli 1992

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Luku I Gang Mandor No. 5, Kelurahan Kwala Berkala,

Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 173214 Pangaribuan (1998-2004)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangaribuan (2004-2007) 3. Sekolah Menengah Atas Swasta Budi Mulia Pematangsiantar

(2007-2010) Riwayat Pelatihan dan Organisasi :

1. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2011

2. Wakil Sekretaris Alumni Budi Mulia Medan Tahun 2011-2013 3. Ketua Seksi Acara Perayaan Natal Alumni Budi Mulia Medan

Tahun 2011

4. Anggota Seksi Dana Perayaan Natal FK USU Tahun 2012 5. Anggota Paduan Suara FK USU Tahun 2012-2013

(59)

LEMBAR PENJELASAN

Saya, Christiani Simbolon, NIM 110100162 adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides terhadap Indeks Massa Tubuh pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester ketujuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran infeksi cacing

Ascaris lumbricoides terhadap Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014. Untuk keperluan tersebut saya memohon kepada Bapak/Ibu untuk memberi izin kepada anak Bapak/Ibu untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan membawa tinja anak yang akan diperiksa oleh laboran dan peneliti dan bersedia diukur tinggi dan berat badan anak oleh peneliti yang akan dibantu oleh pihak sekolah.

Identitas pribadi anak sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang didapat dari anak hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Jika terdapat hal-hal yang kurang dimengerti mengenai penelitian ini Bapak/Ibu dapat bertanya langsung kepada peneliti atau dapat juga menghubungi nomor telepon 085326648680.

Jika Bapak/Ibu bersedia mengizinkan anaknya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, silahkan menandatangani surat persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

(60)

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, (Orang Tua/Wali)

Nama :……….. Umur :……tahun Alamat :……… Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pemeriksaan tinggi badan, berat badan, dan pengambilan tinja terhadap (Siswa)

Nama :………. Umur :…………tahun

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian,

Judul Penelitian : Gambaran Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides

terhadap Indeks Massa Tubuh pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014

Nama Peneliti : Christiani Simbolon

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Demikian Pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, 2014 Yang Membuat Pernyataan

Persetujuan

( ) Nama dan Tanda Tangan Yang Memberi Penjelasan

(61)
(62)
(63)

TABULASI DATA HASIL PENELITIAN

No. Nama Siswa Umur

(thn) BB (kg) TB (m) IMT (kg/m2)

Infeksi

Cacing Interpretasi IMT 1 Z1 6 18,1 1,11 14,7 Positif Healthy weight 2 Z2 6 16,2 1,08 13,9 Negatif Healthy weight 3 Z3 7 14,5 1,05 13,2 Positif Underweight 4 Z4 6 20 1,12 15,9 Negatif Healthy weight 5 Z5 6 17 1,07 14,9 Positif Healthy weight

6 Z6 5 20,4 1,06 18,2 Negatif Obese

7 Z7 6 17,2 1,04 15,9 Negatif Healthy weight 8 Z8 6

Gambar

Gambar 2.1. Cacing Dewasa Ascaris lumbricoides Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html
Gambar 2.2. Telur Ascaris lumbricoides yang Tidak Dibuahi (unfertilized) Sumber : http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/index.html
Gambar 2.4. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/Ascariasis.html
Gambar 2.5. Skema Cara Menghitung dan Menginterpretasikan BMI
+5

Referensi

Dokumen terkait

The steady state output voltage of switched inductor boost dc-dc converter and conventional boost dc- dc converter for each duty cycle values are shown in figure 13 to

Social Choice and Individual Values, Kenneth Joseph Arrow Masalah 12 dari University of Yale. Department of Economics. Cowles Foundation for Research in Economics. Arrow, The Limits

Kekerasan verbal yang dialami anak akan berdampak secara holistik yaitu dampak psikis yang dirasakan oleh korban antara lain berkeringat, jantung berdetak

41 CPE adalah perubahan struktural pada sel inang sebagai akibat dari infeksi virus yang menyebabkan sel inang lisis.. Dari ketiga gingerol ini, [6]-gingerol

Seluruh asli dokumen penawaran Saudara yang telah diunggah melalui LPSE Kota Medan;.. Berkas asli Dokumen Kualifikasi dan fotokopinya sebanyak 1 (satu) eksemplar;

Yang dimaksud dengan “ keterjangkauan ” adalah pola pengembangan transportasi wilayah harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang dan meningkat dengan mengikuti

1996) Kesimpulan : menekankan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami dan berfikir tentang ide-ide, simbol- simbol atau hal-hal tertentu yang bersifat abstrak..

BKD menjabarkan indikator kinerja utama unit kerja ke dalam ukuran kinerja individu pegawai yang ada dalam sasaran kerja pegawai (SKP) (idem Tindak lanjut hasil