• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu Randu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu Randu"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

PENGARUH METODE PENURUNAN

KADAR AIR,

SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

KUALITAS MADU RANDU

OLEH

HOTNIDA

C.

H. SIREGAR

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

HOTNIDA C. H. SIREGAR. Pengaruh Metode P e n m a n Kadar Air, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu Randu. Dibimbing oleh

D.

T. H. Sihombing sebagai Ketua, serta Muladno dan Kasno masing-masing sebagai Anggota.

Madu Indonesia pada umumnya mengandung kadar air yang tinggi sehingga rentan terhadap fermentasi. Salah satu cara pencegahan fermentasi adalah menurunkan kadar air madu menjadi sekitar 17- 18%. Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas) Parungpanjang menurunkan kadar air madu melalui pemanasan tidak langsung (suhu sekitar 57 "C) dengan alat dehidrator vakum (metode dehidrasi) dan melalui penguapan dengan alat dehumidifier (metode dkhumidifikasi). Penelitian ini membandingkan kualitas madu yang telah mengalami pikes dehidrasi dengan yang mengalami proses dehumidifikasi. Selain 'itu, penelitian ini juga bertujuan mencari kondisi penyimpanan yang paling cocok bagi madu yang berbeda metode penurunan kadar airnya, karena kondisi i>enyimpanan mempengaruhi kualitas madu. Masyarakat Indonesia biasanya menyimpan madu di ruangan terbuka atau di

refrigerator selama lebih dari enam bulan.

Tujuh puluh kilogram madu randu yang berasal dari lebah Apis mellifera dan telah disimpan pada suhu kamar selama tujuh bulan digunakan dalam penelitian ini. Kadar air madu tersebut

2

1,6% dan diturunkan menjadi 1 7- 1 8% melalui dua metode penurunan kadar air, yaitu dehidrasi dan dehumidifikasi. P e n m a n kadar air dilakukan di Pusbahnas Parungpanjang, Jawa Barat. Madu yang telah diturunkan kadar airnya disimpan pada suhu ~ a n g (sekitar 28 "C) dan refrigerator (3

"C)

selama dua dan empat bulan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Kualitas madu dianalisis pada awal dan akhir periode penyimpanan, juga ketika sebelwn diturunkan kadar airnya (madu segar). Parameter kualitas yang dianalisis adalah kadar air, h i d r o k s i m e t i l ~ l (HMF), gula pereduksi, aktivitas enzim diastase, keasaman, dan jumlah kharnir. Analisis dilakukan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP), Bogor.

Penelitiarl dilakukan dengan dua rancangan percobaan. Rancangan pertama adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan metode p e n m a n kadar air sebagai perlakuan utamanya, yakni dehidrasi dan dehumidifikasi; sedangkan madu segar dijadikan kontrol. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Rancangan kedua adalah Rancangan Faktorial 2) dalam acak lengkap. Perlakuannya meliputi tiga faktor yaitu (1) metode penurunan kadar air yang terdiri atas dua level yakni dehidrasi dan dehumidifikasi; (2) suhu penyimpanan dengan dua level suhu yakni suhu ruang (28 "C) dan refrigerator (3

"C);

serta (3) lama penyimpanan dengan dua level yaitu dua dan empat bulan. Tiap kombinasi faktor terdiri atas empat ulangan.
(13)

pada suhu 3 "C (1) kadar airnya tidak berbeda nyata; (2)

kadar

HMFnya lebih rendah, (3) kadar gula pereduksinya lebih tinggi; (4) aktivitas enzim diastase, keasaman, dan jumlah khamir madu dehidrasinya tidak berbeda nyata; serta (5)

aktivitas enzim diastase madu dehurnidifikasinya lebih rendah, sedangkan keasaman dan jumlah khamir madu dehurnidifikasinya lebih tinggi.

(14)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

PENGARUH METODE PENURUNAN KADAR AIR, SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS MADU RANDU

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pemah dipublikasikan. Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatalcan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 15 Juni 2002

(15)

PENGARUH METODE PENURUNAN KADAR AIR,

SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

KUALITAS MADU

RANDU

HOTNIDA C. H. SIREGAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ternak

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Tesis Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu Randu.

Nama Hotnida C. H. Siregar

Nomor Pokok 94047

Program Studi Ilmu Ternak

Menyetujui

1. Komisi pembimbing

Prof. Dr. D. T. H. ~ i h o m b i n d MSc.

Ketua

Dr. Ir. Muladno, MSA

Anggota

2. Ketua Program Studi

Ir. Kasno, MSc.

Anggota

p@&$b~r/$yafrida Manuwoto, MSc.

---

-

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1962 sebagai anak kedua

dari

pasangan Bapak Jansen T. P. Siregar (almarhum) dan Ibu Rusmina S. Silalahi. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Yayasan Badan Pendidikan Kristen (YBPK) Jakarta pada tahun 1974, SMP YBPK pada tahun 1977, dan SMA Negeri 1 Jakarta pada tahun 1981. Penulis melanjutkan pendidikan ke Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada tahun 1986. Pada tahun 1994, Penulis memperoleh kesempatan tugas belajar di Program Studi Iimu Temak, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(18)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan pada Bapa di surga atas perkenannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih adalah Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air, Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu Randu.

Penulis berterima kasih kepada Prof. Dr. D. T. H. Sihombing, MSc., Dr. Muladno, dan Ir. Kasno, MSc. selaku pembimbing, atas luitik dan saran yang menambah wawasan Penulis serta dorongan yang sangat berguna bagi penyelesaian penelitian dan penulisan tesis; Bapak Moh. Chandra Wijaya beserta

staf

Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang yang telah mengijinkan Penulis menggunakan fasilitas di Pusbahnas serta membantu pelaksanaan penelitian; Dr. Rudy Priyanto atas bantuannya dalam menganalisis data; rekan-rekan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan atas dorongan semangatnya: Sherly dan Dessy atas semua bantuan dan kebersamaan selama penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu dan suami tercinta yang telah mendukung dalam doa, moral, dan material, serta

kepada putri dan putra tersayang Tamaria dan Jogi atas kesabaran mereka selama Penulis meneliti dan menulis tesis ini. Penulis tidak lupa berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran studi, penelitian, dan penulisan tesis.

(19)

Halaman

...

DAFTAR TABEL

...

111

DAFTAR GAMBAR

...

iv

DAFTAR LAMPIRAN

...

v

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Tujuan Penelitian

...

2

Hipotesis

...

:

...

2

Manfaat Penelitian

...

2

TINJAUAN PUSTAKA

...

3

Madu

...

3

...

Komposisi Madu Air

...

...

Karbohidrat Asam

...

Protein. Asam Amino. dan Enzim

...

Mineral

...

Hidroksimetilfurfura! (HMF)

...

Vitamin

...

Penyimpanan Madu

...

9

Karbohidrat

...

10

Hidroksimetilfurfural (HMF)

...

10

Aktivitas Enzim

...

10

Keasaman

...

1 1 Warna

...

12

Kristalisasi

...

12

Fermentasi

...

13

Penurunan Kadar Air Madu

...

16

Standar Mutu Madu

...

18

MATERI DAN METODE PENELITIAN

...

20

Tempat dan Waktu Penelitian

...

20

Materi Penelitian

...

20

...

Metode Penelitian 21

...

Strategi Penelitian 21

...

Tahap Penurunan Kadar Air 21

...

Tahap Penyimpanan 23

...

(20)

Halarnan

...

Rancangan Penelitian 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air terhadap Kualitas Madu

...

Pengaruh Suhu clan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Madu

Hasil Dehidrasi dan Dehurnidifikasi

...

...

Kadar Air

Kadar Hidroksimetilfurfual (HMF)

...

Kadar Gula Pereduksi

...

Aktivitas Enzim Diastase

...

Keasaman

...

... ...

Jumlah Khamir

:

KESIMPULAN DAN SARAN

...

Kesimpulan

...

...

Saran
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

5

No. Teks

Komposisi Madu dari Amerika Serikat dan Indonesia

...

Hubungan Keseimbangan antara Rh Udara dan Kadar Air Madu

...

Clover

...

Jenis-jenis Karbohidrat dalam Madu

Perkiraan Paruh-hidup Enzim Diastase dan Invertase

...

Pengaruh Temperatur terhadap Kristalisasi Madu

...

...

Kepekaan Madu terhadap Fermentasi

Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Perkembangan Kharnir dalam Madu

...

Suhu dan Waktu Pemanasan untuk Membunuh Kharnir dalam

...

Madu

Persyaratan Mutu Madu Menurut FA0 dan Indonesia

...

Parameter Kualitas Madu dan Metode Analisisnya

...

Perlakuan dan Ulangan yang Diukur dalam Rancangan I

...

Perlakuan dan Ulangan yang Diukur dalam Rancangan I1

...

Rataan Kadar Air (KA), HMF, Gula Pereduksi (GP), Aktivitas Enzim Diastase (ED), Keasaman, dan Jumlah Khamir dari

Madu Segar, Dehidrasi, dan Dehumidifikasi

...

Rataan Kadar Air Madu Dehidrasi dan Dehumidifikasi yang

Disimpan pada Suhu 3

dan

28 "C Selama Dua dan Empat Bulan

...

Rataan Kadar HMF Madu Dehidrasi dan Dehumidifikasi yang

Disimpan pada Suhu 3 dan 28 "C Selma Dua

dan

Empat Bulan

...

Rataan Kadar Gula Pereduksi Madu Dehidrasi dan Dehumidifikasi yang Disimpan pada Suhu 3 dan 28

"C

Selama Dua dan Empat

...

Bulan

Rataan Aktivitas Enziln Diastase Madu Dehidrasi dan

Dehumidifikasi yang Disimpan pada Suhu 3 dan 28

"C

Selama Dua dan Empat Bulan

...

Rataan Keasaman Madu Dehidrasi dan Dehumidifhsi yang
(22)

DAFTAR

GAMBAR

Teks Halaman

Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format

dari Monosakarida (Heksosa)

dalarn

Suasana Asam

.

.

. . .

. .

9 Dehidrator Vakurn di Pusbahnas Parungpanjang

.

. . .

.

. . .

.

. . . ...

16

Dehumidifier di Pusbahnas Parungpanjang

. . .

. .

. . .

. .

. . . ...

17 Bagan Alat Dehidrator

. . . .

. . .

.

.

.

. . . .

.

.

.

. . .

. . .

. . .

.

.

.

. . .

.

. . .

.

. .

22

Bagan Alat Dehumidifier

.

.

.

. . .

. .

. . .

. .

. . . .

.

.

.

. . .

.

.

. . . .

. .

. . .

.

.

.

22

Metode Cawan Tuang

. . . .

. .

. . .

. .

. . .

. .

. . .

. .

.

. . .

.

. . .

. .

.

28

Pengaruh Metode Pen- Kadar Air dan Suhu Penyimpanan

terhadap Kadar Air Madu

. . .

. . .

.

. . .

.

.

. . .

.

. . .

..

. . .

.

. . .

34

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar HMF

Madu

. . .

.

.

.

.

. . .

. . . .

. .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . .

.

.

.

. . .

.

. . .

3 6 Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air dan Lama Penyimpanan

terhadap Kadar Gula Pereduksi

. . . .

.

.

.

. . .

.

. .

.

. . .

.

.

.

.

.

. . .

3 7 Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air dan Suhu Penyimpanan
(23)

No Teks Halaman

Hubungan Lndeks Bias dengan Kadar Air Madu

.

.

. . .

.

. . .

. . .

. . .

Strategi Penelitian

. .

. . .

. . . .

. . .

. . .

. . .

. . .

. . . .

. . .

. .

. . . .

. . .

. . . .

.

...

Suhu

dan

Kelembaban Relatif (Rh) Selma Penyimpanan Madu

. . .

Kualitas Madu Penelitian Segar, Awal dan Akhir Penyimpanan,

serta Menurut SNI 0 1 -3 545- 1 994

. . .

. . .

. . .

. . . .

.

.

. .

. .

. . .

. . .

. .

. . .

. .

Analisis Statistik dari Kualitas Madu Dehidrasi dan Dehumidifikasi Analisis Statistik dari Kadar Air Madu Selama Penyimpanan

.

. .

.

.

.

Analisis Statistik dari Kadar HMF Madu Selama Penyimpanan

. . .

.

Analisis Statistik dari Kadar Gula Pereduksi Madu Selama
(24)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Madu telah dikenal manusia sejak zaman purbakala sebagai bahan obat-obatan

dan digunakan dalam upacara agama, serta sampai meluas sebagai bahan makanan dan kosmetik. Sampai sekarang, madu masih merupakan bahan makanan yang

dikelilingi mitos tentang khasiatnya sebagai obat untuk berbagai penyakit. Beberapa

peneliti telah membuktikan khasiat madu sebagai obat melalui penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bahkan, Molan (1992) telah inencoba

mengumpulkan dan mengintisarikan berbagai penelitian dari seluruh dunia rnengenai

aktivitas antibakteri dalam madu.

Penge~libangan ilmu pengetahuan melalui upaya penelitian mengungkapkan

bahwa madu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang

terkandung dalam madu sangat kompleks dan sampai saat ini telah teridentifikasi

sekitar 181 jenis zat (Sihombing, 1997). Jumlah ini mungkin masih akan terus

bertambah bersamaan dengan perkembangan di bidang teknik laboratorium.

Kandungan zat makanan yang banyak ini dapat mengungkapkan keanekaragaman

khasiat madu.

Hal yang sering ditanyakan konsumen mengenai madu adalah cara penyimpanan

yang dapat mempertahankan kualitas madu. Madu pada dasarnya merupakan bahan

makanan yang relatif tahan lama atau tidak mudah rusak dibandingkan dengan hasil

temak lain seperti daging, susu, dan telur. Akan tetapi, s m a seperti bahan makanan alami lainr~ya, madu juga mengalami p e n m a n kualitas selama penyimpanan.

Kadar air madu Indonesia yang cukup tinggi (umurnnya lebih dari 20%) membuat

madu Indonesia rentan terhadap fermentasi yang dapat merusak madu. Beberapa

cara yang biasa digunakan untuk menurunkan kadar air, antara lain pemanasan

langsung (dimasak) maupun tidak langsung (dehidrasi) dan penguapan

(dehurnidifikasi). Peralatan yang digunzkan dalam pemanasan talc langsung adalah dehidrator vakum, sedangkan dehumidifier digunakan dalam penguapan.

Pemanasan madu, selain menurunkan kadar air madu, juga dapat membunuh

khamir penyebab fermentasi. Pemanasan harus dilakukan secara terkontrol, karena

apabila tidak, malah

akan

menurunkan kualitas madu. Penurunan kadar air melalui
(25)

khamir penyebab fermentasi. Khamir penyebab fermentasi ini sensitif terhadap perubahan temperatur, terutarna temperatur rendah, sehingga manipulasi terhadap

temperatur penyimpanan dapat menghambat perkembangan khamir. Inilah yang dijadikan dasar oleh sebagian orang untuk menyimpan madu dalam re9igerator. Sampai saat ini belum ada yang membandingkan pengaruh metode penurunan kadar

air terhadap kualitas dan daya simpan madu pada berbagai suhu penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh metode p e n m a n kadar air (dehidrasi dan dehumidifikasi), suhu penyimpanan (suhu kamar

dan

suhu

refiigerator), dan lama penyimpanan (dua dan empat bulan) terhadap kualitas madu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai metode

penurunan kadar air, suhu, dan lama penyimpanan yang terbaik dalam mempertahankan kualitas madu.

Hipotesis Penelitian

1. Metode dehumidifikasi menghasilkan madu yang kualitasnya lebih baik daripada

metode dehidrasi.

2.

Ada perbedaan kualitas madu pada akhir penyimpanan setelah diberikan beberapa perlakuan.
(26)

TINJAUAN PUSTAKA Madu

Definisi madu menurut Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) 0 1 -3545- 1994 adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar (Pusat Standarisasi Industri, 1994). Sertifikat madu di Selandia Baru mendefinisikan madu sebagai bahan cair, kental ataupun mengkristal yang dihasilkan lebah madu dari nektar bunga atau dari sekresi bagian tanaman selain bunga yang oleh lebah dikunpulkan, diubah atau dicarnpur dengan bahan-bahan dari lebah itu sendiri, lalu disimpan atau dibiarkan menjadi matang &am sisiran madu (Matheson, 1984).

Madu diproduksi oleh beberapa jenis lebah seperti lebah tidak bersengat (Meliponi~ae), bumble bee (Bombus sp.), dan tawon; namun yang dimaksud dengan lebah madu adalah Apis sp. Hanya tiga spesies Apis yang banyak dikenal di Indonesia, yakni A. cerana, A. mellifera, dan A. Dorsata. Dari ketiga spesies tersebut, hanya A. dorsata yang sampai saat ini belum dapat dibudidayakan karena keganasannya. Lebah madu membentuk satu koloni yang terdiri atas tiga strata atau kasta, yaitu puluhan ribu lebah pekerja, seekor lebah ratu, dan beberapa ribu lebah pejantan. Lebah peke rja bertugas mencari pakan serta merawat telur, larva,

dan

ratu;

ratu bertugas menghasilkan telur; lebah pejantan bertugas mengawini atau menunasi ratu (Sihombing, 1997).

Madu yang diproduksi lebah madu sebenarnya merupakan makanan bagi koloni. Madu melimpah pada musim berbunga dan disimpan dalam sel sarang sebagai persediaan makan pada musim paceklik. Lebah memproduksi madu dengan bahan nektar yang merupakan cairan mengandung gula yang disekresikan oleh kelenjar nektari tanaman (Sihombing, 1997).

Nektar memiliki kandungan kimia yang berbeda antara satu tanaman dengan tanaman lain dan antara satu musim dengan musim yang lain. Kadar gula nektar bervariasi antara 5-80%. Pada umumnya, nektar dikategorikan berdasarkan jenis gula dominannya, yakni (1) nektar yang kandungannya didominasi sukrosa, (2)

(27)

coklat, kaliandra,

dan

karet. Masih banyak lagi jenis tanaman yang merupakan surnber pakan lebah madu, seperti yang diinventarisasi oleh Tantra dan Suwanda (1 977).

Selain nektar, lebah madu juga menggunakan nambur madu (honeydew) sebagai

bahan baku madu, terutarna di daerah hutan berdaun jarum (coniferous forest).

Nambur madu merupakan ekskreta serangga yang mengisap cairan jloem,

misalnya Aphidina, Coccina, dan Cicadina. Nambur madu memiliki bahan kering

5-1 8% dengan kandungan gula 10-95% dari bahan kering (White, 1979; Sihombing,

1997).

Nektar atau nambur madu dikumpulkan dari berbagai tanaman oleh lebah-lebah

pekerja (forager) dan disimpan dalam kantung madunya (honey sac). Kantung madu

bukan organ pencerna, melainkan tempat penampungan sementara makanan cair. Nektar dalam kantung madu tercampur dengan saliva lebah yang berasal dari

kelenjar hipofaringeal dan kelenjar saliva, sehingga nektar tersebut memiliki kadar

gula yang lebih rendah dan enzim yang lebih banyak daripada nektar asal. Enzim saliva tersebut adalah enzim diastase yang merombak karbohidrat kompleks

(polisakarida) menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Apabila kantung madu

telah terisi penuh, forager kembali ke sarang (Achmadi, 1991).

Forager yang telah masuk ke sarang mentransfer isi kantung madunya kepada lebah pekerja yang bertugas dalam sarang. Pada aktivitas transfer ini terjadi lagi penambahan enzim yang berasal dari saliva, yaitu enzim invertase dan glukosa

oksidase. Enzim invertase menguraikan sukrosa menjadi glukosa dan fiuktosa;

sedangka enzim glukosa oksidase mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan

hidrogen peroksida. Aktivitas transfer juga berfhgsi m e n d a n kadar air nektar.

Jika kadar air telah mencapai 50-60%, nektar dimasukkan ke sel madu dan dikipasi

sampai kadar air sekitar 20%, lalu sel disegel dengan malam (wax) dan dibiarkan (dimatangkan). Hasil

akhir

proses pematangan ini adalah madu (Maurizio, 1979).

Madu yang matang biasanya mengandung sedikit air (sekitar 20%), sehingga tidak

rentan terhadap fermentasi karena pada kadar air yang rendah, aktivitas khamir

(28)

Madu biasanya digolongkan berdasarkan sumber nektarnya Apabila surnber nektar didominasi oleh satu jenis tanaman (bunga),

maka

madu yang dihasilkan digolongkan madu monoflora. Madu randu, madu lengkeng, madu karet, dan madu kaliandra merupakan contoh madu monoflora. Jika sumber nektar dari berbagai jenis tanaman, maka madu yang dihasilkan dikategorikan sebagai madu multiflora, misalnya madu Nusantara, madu Sumba, dan madu Kalimantan. Madu yang berasal dari nambur madu disebut madu honeydew. Perbedaan sumber nektar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik madu.

Komposisi Madu

[image:28.599.78.511.362.767.2]

Sampai saat ini telah ditemukan sekitar 181 jenis zat yang dikandung madu (Gojmerac, 1980), narnun hanya beberapa jenis zat yang diperhatikan dalarn menentukan dan membandingkan komposisi madu. Sebagai contoh, perbandingan komposisi madu yang berasal dari Amerika dan dari Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Madu dari Amerika Serikat dan Indonesia

Amerika ~erikat' 1ndonesia2

Komposisi Satuan

Rataan Kisaran nilai Rataan Kisaran nilai

Air Fruktosa Glukosa Sukrosa Asam bebas Laktone Asam total Abu Nitrogen PH Nilai Diastase 'No 'No % Yo a a a 'No Yo Diastase Number (DN) mg/kg madu

Sumber : 1 . White(1979) 2. Kartini (1986)

Keterangan : a = satuan untuk Amerika Serikat adalah %, sedan- untuk Indonesaia adalah miliekivalen (mek)/kg

(29)

Perbedaan yang paling menonjol antara madu Amerika Serikat dan Indonesia adalah kadar air serta kadar ffuktosa, glukosa, dan sukrosanya.

Air

Kadar air madu sangat beragam, tergantung pada kadar air surnber nectar dan iklim. Bila kadar air nectar tinggi,

kadar

air madu yang dihasilkan cenderung tinggi pula (Maurizio, 1979). Madu bersifat higroskopis atau menarik air dari sekitarnya. Martin (1958) menunjukkan keseimbangan antara kelembaban nisbi (Relative humidity=Rh) lingkungan dengan kadar air madu (Tabel 2).

Tabel 2. Hubungan Keseimbangan antara Rh Udara dan

Kadar

Air Madu Clover

Kelembaban nisbi (Rh) Kadar air madu

(%I

("A)

52 16,l '

58 17,4

66 21,5

76 28,9

8 1 33,9

Sumber : Martin (1 958)

Kelembaban nisbi

(Rh)

daerah tropis umumnya lebih tinggi daripada

Rh

daerah subtropis, sehingga

kadar

air madu di daerah tropis biasanya juga lebih tinggi, seperti yang tampak pada Tabel 1 (1 7,2 versus 22,9%).

Kadar air mempellgaruhi viskositas madu. Viskositas menunjukkan kekentalan dari aliran madu yang biasa disebut body. Pengaruh peningkatm satu persen kadar air sarna dengan pengaruh peningkatan temperatur 3 3 %

"C

dalam menurunkan viskositas madu (Root, 1980).

Kadar air madu juga sangat berpegaruh terhadap kristalisasi dan fermentasi. Kadar air yang rendah akan menjaga madu dari kerusakan untuk jangka waktu relatif lama (Gojmerac, 1980).

Karbohidrat

(30)

Tabel 3. Jenis-jenis Karbohidrat dalam Madu

Jenis karbohidrat Nama

Monoskarida Disakarida

Oligosakarida dan polisakarida

Glukosa, fiuktosa

Sukrosa, maltosa, isomaltosa, nigerosa, turanosa, maltulosa, kojibiosa, leukrosa, neotrehalosa, gentibiosa, laminaribiosa, isomaltulosa

Melezitosa, erlosa, kestosa,rafinosa, dekstrantriosa, 6-a-glukosilsukrosa, panosa, isomaltotriosa, 34-isomaltosilglukosa, isopanosa, maltotriosa, isomaltotetranosa,

isomaltopentaosa,centosa, rabogalaktomenan Sumber : White (1 979)

Sifat higroskpois madu dikarenakan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa mempakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fivktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992a).

Asam

Madu bersifat asam dengan pH 3 , 2 4 5 . pH madu yang rendah ini mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis, bukan kecut seperti cuka

athe he so;

1984). pH madu dipengaruhi oleh kandungan asam organik dan anorganik. Asam organik yang dominan dalam madu adalah asam glukonat yang merupakan hasil perombakan glukosa oleh enzim. Asam organik lainnya yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, butirat, sitrat, format, laktat, maleat, malat, oksalat, piroglutamat, 2- atau 3-fosfogliserat, a atau P gliserofosfat, glukosa-6-fosfat

(White,1979). Asam-asam organik ini sangat menentukan citarasa (flavor), aroma, dan daya tahan madu terhadap mikroorganisme (Root, 1980; Molan, 1992; Sihombing, 1997)

Asam organik dalam madu sangat sedikit dan pada umumnya merupakan asam lemah sehingga pH madu lebih dipengaruhi oleh asam organik yang dibentuk dari

mineral yang dikandung madu (Rodwell, 1 983; Achmadi, 199 1). Protein, Asam Amino, dan Enzim

[image:30.597.90.518.79.329.2]
(31)

berwama kuning atau coklat. Reaksi ini diperkirakan merupakan penyebab perubahan warna madu menjadi coklat dan gelap pada suhu tinggi atau pada

penyimpanan yang lama (White, 1992a).

Sebagian protein dan asam amino ini bertanggung jawab terhadap sifat koloidal

madu (Matheson, 1984). Protein juga menyebabkan kecenderungan membentuk

gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986).

Enzim pada dasarnya adalah protein dan terdenaturasi oleh beberapa faktor luar seperti suasana terlalu asam, terlalu basa, serta terkena panas atau logam berat

(Rodwell, 1983). Yoirish (1 959) menyatakan bahwa madu merupakan bahan

makanan dengan kandungan enzim tertinggi. White (1992a) berpendapat bahwa

enzim dalam madu berasal dari nektar, polen, dan kelenjar ludah lebah. Jenis enzim

yang penting dalam madu adalah diastase, invertase, glukosaoksidase, dan enzim

yang aktif dalam fermentasi.

Diastase berperan dalarn mengubah polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih

sederhana. Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan fi-uktosa.

Glukosaoksidase mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida pada madu yang diencerkan (Matheson, 1984; Molan, 1992). Achmadi

(1 99 1) menyatakan bahwa enzim tertentu mengkatalisis gula menjadi alkohol dan

asam organik ketika madu terfermentasi.

Mineral

Yoirish (1 959) menyatakan bahwa madu merupakan bahan makanan yang bersifat

alkali karena mengandung unsur mineral alkali. Sifat alkali madu dapat mengurangi akumulasi asarn bebas yang mengakibatkan gangguan fisiologis dan menurunkan daya tahan tubuh.

Semakin tinggi kandungan mineral, biasanya semakin gelap warna madunya

(Gojmerac, 1980). Hasil penelitian Kartini (1986) menunjukkan juga bahwa

semakin tinggi kadar abu madu, semakin tinggi pula pHnya.

Potensi anti bakteri madu meningkat sepuluh kali apabila terdapat 0,83 mmollliter

mineral besi (Fe), tembaga (Cu), kromium (Cr), kobalt (Co), atau mangan

(Mn)

(Molan, 1992).

Hidroksimetilfurfural (HMF)

(32)

panas. Reaksi ini selanjutnya menghasilkan asam format dan levulinat (Gambar 1 ;

Achmadi, 1 99 1).

H-C-C-H H2C

-

CHI

panas

L

H+

I1

II

I

t

C6HI206 ---.) HOCH2

-

C C

-

CHO ---fH3C

-

C COOH

+

HCOOH

-3H20

v

0 0

I1

Gambar 1. Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari Monosakarida (Heksosa) dalam Suasana Asam (Achmadi, 1991) Oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap. Pada tahun 1908, pengukuran HMF dilakukan untuk menguji pernalsuan dengan gula invert, karena penambahan gula invert akan meningkatkan HMF. Pada tahun yang sarna pula diketahui bahwa HMF juga terbentuk akibat pemanasan madu. Bahkan, madu yang barn dipanen pun mengandung HMF dalam jumlah keci1,yakni 0,06-0,2 mg/100 g madu (White, 1979).

Vitamin

Kandungan vitamin dalam madu sangat sedikit, sehingga tidak signifikan (nyata) secara nutrisi bila dihubungkan dengan jumlah madu yang biasa dikonsumsi. Beberapa jenis vitamin yang ditemukan dalam madu adalah asam askorbat (vitamin C), niasin, piridoksin (B6), asam pantotenat, riboflavin (B2), tiamin (BI), biotin, menadion

(K),

dan asam folat (White, 1079). Menurut Winarno (1982), kadungan tiamin (BI) madu sekitar 0,l mg1100 g madu, sedangkan riboflavin sekitar 0,02 mg/ 1 00 g madu.

Penyimpanan Madu

[image:32.601.107.514.125.237.2]
(33)

Karbobidrat

Menurut White (1979), pembahan yang terjadi pertama kali adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan fiuktosa). Peristiwa ini dibuktikan oleh Krauze dan Krauze (1991) yang menyimpan madu selama dua tahun pada suhu ruang. Madu tersebut mengalami p e n m a n kadar glukosa, fiuktosa, dan sukrosa; tetapi kadar disakarida selain sukrosa meningkat. Chai et al. (1988) juga menunjukkan bahwa temperatur penyimpanan mempengaruhi laju p e n m a n monosakarida pereduksi tersebut. Mereka menyimpan madu pada temperatur 5,20, dan 35

OC

selama satu tahun; pada akhir penyimpanan ternyata p e n m a n kadar glukosa dan fivktosa semakin besar dengan semakin tingginya temperatur penyimpanan.

Perubahan selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979; Sihombing, 1997). Peningkatan oligosakarida disebabkan oleh dua mekanisme, yakni aktivitas enzim dan reaksi pembalikan oleh suasana asam. Enzim pemecah sukrosa, yaitu invertase, juga merupakan enzim transglukosidase yang membentuk oligosakarida sewaktu memecah sukrosa. Bila dalam larutan madu terdapat monosakarida bebas dan asam, maka monosakarida tersebut diubah menjadi disakarida dan oligosakarida (White,

1 979; Achrnadi, 1 99 1).

Hidroksimetilfurfural (HMF)

Bosch dan Serra (1986) melaporkan bahwa kadar

HMF

madu di daerah panas (17-21 "C) meningtat dua kdi lebih cepat setelah disimpan selama enam bulan dibandiigkan madu di daerah dingin (14-18 "C ) dengan lama penyimpanan yang sama. Ghostidar dan Chakrabarti (1992) juga meneliti pengaruh suhu dan lama penyirnpanan terhadap kadar HMF. Penelitian mereka menunjukkan bahwa kadar

HMF meningkat sejalan dengan bertambahnya lama clan suhu penyimpanan. Berbeda dari kedua hasil penelitian ini, Chai et al. (1988) menunjukkan bahwa penyimpanan madu selama satu tahun pada suhu 5 "C ternyata menurunkan kadar HMF madu tersebut.

Aktivitas Enzim

(34)

Tabel 4. Perkiraan Paruh-hidup Enzim Diastase dan Invertase

Paruh-hidup enzim Temperatur

P C ) Diastase Invertase

10 12.600 hari 9.600 hari

20 1.480 hari 820 hari

25 540 hari 250 hari

3 0 200 hari 83 hari

3 2 126 hari 48 hgari

3 5 78 hari 28 hari

40 3 1 hari 9,6 hari

5 0 5,38 hari 4,7 hari

60 1,05 hari 3,O jam

63 16,2 jam 47 menit

70 5,3 jam 39 menit

7 1 4,s jam 8,6 menit

80 1,2 jam 1,28 hari

Sumber : White (1979)

Pernyataan White (1979) tersebut didukung oleh hasil penelitian Chai et al. (1988), Kim (1988), serta Krauze dan Krauze (1991). Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas enzim diastase (Diastase Number=DN) terus menurun selama penyimpanan dan semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin besar penuruna. DN. Lebih lanjut, Krauze dan Krauze (1991) menyatakan bahwa penurunan aktivitas enzim glukosaoksidase, katalase, dan invertase lebih banyak dibandingkan enzim diastase pada madu honeydew yang disimpan selama dua tahun pada suhu ruang.

Keasarnan

Kadar keasaman madu dipengaruhi oleh faktor suhu dan lama penyimpanan. Chai et al. (1988) merlunjukkan bahwa kadar asam bebas semakin meningkat bersama peningkatan suhu penyimpanan dari 5, 20, sampai 35 "C. Sebaliknya, Ghazali dan Sin (1986) serta Ghazali et al. (1995) menyatakan bahwa keasaman madu (titratable acidity

dm

pH) tidak dipengaruhi oleh pemanasan dan suhu penyimpanan, melainkan oleh lama penyimpanan. [image:34.597.92.523.89.323.2]
(35)

Warna

S e l m a penyimpanan, warna madu akan semakin gelap (White,1979). Ghazali dan Sin (1986) melaporkan bahwa suhu penyimpanan juga mempengaruhi warna madu. Warna madu yang disimpan selama 18 minggu pada suhu 50 "C ternyata enam kali lebih gelap dibandingkan madu yang disimpan pada 28 "C dalam waktu yang sama.

Perubahan warna madu tersebut dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino (misalnya asam amino, polipeptida, serta protein) dan gula pereduksi atau oleh kombinasi komponen polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam (karamelisasi)(Sihombing, 1997). Hasil akhir dari reaksi-reaksi ini adalah senyawa berwarna coklat yang mempergelap warna madu.

Kristalisasi

Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan glukosa menjadi kristal glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fiuktosa. Hal ini terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil. Kristal yang terjadi dapat berupa endapan di dasar wadah atau koagulasi yang me!ayang rata di seluruh wadah madu dan menyebabkan madu tarnpak keruh (Dyce, 1979; Achmadi, 199 1 ; White, 1992a).

Kristalisasi madu dipengaruhi oleh suhu penyimpanan (Dyce, 1979; Tabouret et

al., 1992), seperti disajikan pada Tabel 5 yang menunjukkan hubungan antara perubahan suhu penyimpanan dan proses kristalisasi.

Tabel 5. Pengaruh Temperatur terhadap Kristalisasi Madu Suhu penyimpanan

PC)

Proses kristalisasi

-1 Tidak terjadi kristalisasi walaupun telah disimpan selama dua tahun di bawah 4,s Hampir tidak terjadi kristalisasi

di bawah 10 Kristalisasi sangat terhambat

14 Temperatur optimal untuk kristalisasi madu

15 Temperatur optimal untuk kristalisasi madu berkadar air rendah 16 Sebagian besar madu tidak mengkristal; kristal yang terbentuk besar

dan kasar

27 Madu tetap dalam keadaan cair

(36)

White (1979) menambahkan bahwa laju kristalisasi semakin cepat dengan semakin

besar rasio glukosa terhadap air (dextroselwater=DNV). Pembentukan kristal mulai terjadi pada D/W sekitar 1,76. Lebih lanjut, Bogdanov et al. (1987) melaporkan bahwa apabila kadar glukosa kurang dari 27,8% dan rasio DIW kurang dari 1,69, maka madu tersebut tidak mengkristal. Assil et al. (1991) menggunakan rasio fiuktosa terhadap glukosa (levuloseldextrose=L/D) untuk menduga kecenderungan kristalisasi, yakni pada rasio L/D lebih kecil dari 1,12, madu mulai mengkristal.

Kristalisasi madu dapat dicegah melalui pemanasan sampai 77 "C selama lima menit, lalu disaring --dm dengan cepat didinginkan sampai 57 "C. Pada temperatur

57 "C ini, madu dimasukkan ke wadah dan langsung ditutup (Townsend, 1979). Cara lain adalah dengan memanaskan madu secara berulang selama 30 menit pada suhu 60-66 "C (Gojmerac, 1980).

Dyce (1979) menyatakan bahwa madu yang telah dipanaskan akan membentuk kristal yang besar dan kasar, demikian pula dengan madu yang lambat laju kristalisasinya. Di beberapa negara (misalnya Selandia Baru dan Kanada), madu yang baru dipanen dengan sengaja dikristalisasi agar tidak terbentuk kristal yag besar dan kasar selama penyimpanan. Proses pengknstalan yang banyak dipakai sampai saat ini adalah metode Dyce, yang menghasilkan kristal halus dan melayang rata

.

Madu yang dihasilkan dikenal sebagai madu kristal (crystallized atau granulated honey). Menurut Matheson (1384), madu kristal ini meskipun secara fisik berbeda dengan madu czir, secara kimia d m nutrisi tetap sama

.

Fermentasi

Fennentasi merupakan proses biokimia yang umum terjadi pada madu yang disimpan. Penyebabnya adalah sejenis khamir (yeast) dari genus

Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dan berkembang dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dan fi-uktosa) men. ai alkohol (etanol). Bila alkohol bereaksi dengan oksigen (02), alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa, dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi

akan terbentuk karbon dioksida (COz) dan air (White, 1979; Achmadi, 1991).

(37)

ketika tutup wadahnya dibuka. Bahkan, tutup botol madu dapat terlepas dan madu berbau seperti tape apabila proses fermentasi telah berlangsung lama (White, 1992a). Aktivitas sel khamir dalam madu sangat dipengaruhi oleh kadar air madu. Madu berkadar air tinggi (lebih dari 18%) sangat rentan terhadap fermentasi, karena kadar air di atas 18% merangsang perturnbuhan dan perkembangan sel khamir. Sebaliknya, sel khamir tidak aktif (inaktif) pada kadar air 18% atau lebih rendah (White, 1992a). Tabel 6 memperlihatkan hubungan antara kadar air dengan kepekaan madu terhadap fermentasi.

Tabel 6. Kepekaan Madu terhadap Fermentasi

Kadar air Kepekaan terhadap fermentasi

Kurang dari 1 7,1% Tahan terhadap fermentasi berapapun jumlah sel khamirnya Tahan terhadap fermentasi jika jumlah sel khamir kurang dari 1.000 seVg madu

Tahan terhadap fermentasi jika jumlah sel khamir kurang dari 10 sellg madu

Tahan terhadap fermentasi jika jumlah sel khamir kurang dari 1 sellg madu

Lebih dari 20,0% Selalu peka terhadap fermentasi

Sumber : White (1992a)

Kristalisasi juga dapat menjadi pencetus proses fermentasi. Sewaktu mengkristal, glukosa melepaskan air ke larutan madu sehingga kadar air pada kristal glukosa monohidrat turun menjadi 9,1% dan kadar air pada larutan madu meningkat. Peningkatan kadar air l m + m madu rnenciptakan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan khamir (Dyce, 1979).

(38)

Tabel 7. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Perkembangan Khamir dalam Madu

Suhu penyimpanan

("C) Perkembangan khamir

1 1 Khamir tidak dapat tumbuh

13-21 Kisaran minimal untuk proses fermentasi madu 27 Kisaran maksimal untuk proses ferrnentasi madu

7 1 Temperatur penting untuk mengawasi perkembangan khamir

75 Terjadi perubahan kimia dan flavor madu secara cepat Sumber : Graham (1 992)

Fermentasi dapat dicegah dengan menghambat aktivitas khamir melalui penurunan kadar air madu di bawah 17,1% atau dengan menyimpan madu pada suhu di bawah 1 1 "C, selain itu juga dengan membunuh khamir melalui pemanasan madu. Temperatur dan lama pemanasan yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Suhu dan Waktu Pemanasan untuk Membunuh Khamir dalam Madu

Suhu pemanasan Waktu pemanasan

("c)

(menit)

51,7 470,O

54,4 170,O

57,2 60,O

60,O 22,O

62,8 7,s

65,8 7,o

68,3 2,s

Sumber : White ( 1 992a)

Semakin tinggi suhu pemanasan, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk membunuh khamir. Pemanasan yang berlebihan dapat menurunkan kualitas madu yang ditandai dengan penurunan aktivitas enzim diastase dan peningkatan kadar

HMF (Sukartiko, 1986; White, 1992a).

Ghazali et al. (1995) membandingkan kualitas fisik dan kimia madu yang tidak dipanaskan dengan madu yang dipanaskan. Pemanasan madu dilakukan dengan

microwave sampai 71 "C dan dilanjutkan dengan penyimpanan madu selama 16

[image:38.597.68.518.369.533.2]
(39)

Penurunan Kadar Aii Madu

Pemanenan madu terdiri atas beberapa tahap, yakni pembukaan tutup sel sarang, pengekstraksian madu dari sel sarang, pengendapan agar gelembung udara dan remukan sarang naik ke permukaan dan dapat diarnbil setelah satu atau dua hari,

penyaringan, serta penurunan kadar air (Sihombing, 1997).

Penunman kadar air madu sangat perlu dilakukan di Indonesia karena kadar air madu di Indonesia sangat tinggi (Tabel I), sehingga rentan terhadap fermentasi

(Hadisoesilo, 1986; Kartini, 1986). Kadar air madu dapat diturunkan melalui

pemanasan langsung, tak langsung dengan dehidrator vakurn (Sukartiko, 1986), atau

penpapan dengan ciehumrd!fier (Febrinda, 1 993).

Prinsip ke j a alat dehidrator vakum adalah penurunan kadar air madu dalam

wadah vakum dengan menggunakan temperatur tinggi yang terkontrol (dapat diatur

suhu dan waktu pemanasannya) (Hadisoesilo, 1986). Dehidrator yang digunakan di

Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas) Parungpanjang berasal dari Thailand dengan

kapasitas 50 kg madu (Gambar 2).

[image:39.599.91.500.382.652.2]
(40)

Pengontrolan suhu dan waktu pernanasan pada alat dehidrator memperkecil kemungkinan terjadinya pemanasan yang berlebihan (over heating) yang dapat

meningkatkan kadar HMF dan merusak enzim ddarn madu. Railonsala (1990)

menyatakan bahwa akumulasi HMF dalam madu proporsional terhadap lama pemanasan, yakni semakin lama madu dipanaskan, semakin tingpj kadar HMFnya.

White (1992a) juga menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan per

satuan waktu (heat mitttime), semakin tinggi jumlah HMF madu.

Selain untuk menurunkan kadar air, pemanasan madu juga dapat membunuh

khamir penyebab fermentasi (Townsend, 1979). Pendapat ini didukung oleh hasil

penelitian Ghazali el 01. (1995). Mereka memanaskan madu sampai 71 "C dan

ternyata jumlah khamir menurun, sehingga madu tidak terfermentasi ketika madu

tersebut disimpan selamal6 minghw pada suhu ruang (sekitar 28 "C).

Dehumidifier (Gambar 3) merupakan alat yang berfungsi menurunkan kelembaban udara dengan menggunakan listrik untuk mengkondensasi air dari udara.

DehumidJer menurunkan kadar air madu berdasarkan prinsip hubungan

keseimbangan antara Rh udara dan kadar air madu (Tabel 3). Rh udara diturunkan lebih rendah daripada Rh keseimbangan kadar air awal madu agar kandungan air

[image:40.599.109.481.440.658.2]

madu menguap mencapai kadar yang diinginkan (Febrinda, 1993).

(41)

Dehumidifier di Parungpanjang ditempatkan pada ruang dehumi-i bedcwm 6x3,s

m2,

dilengkapi dengan air conditioner (AC)

dan

exhaust fan. Ruangan ini

terbuat dari bahan partisi papan

kayu

lapis dan

harus

ditutup =lama proses penurunan kadar air madu.

Standar Mutu Madu

Penetapan standar mutu bertujuan untuk melindungi konsumen dari produk (madu) yang tidak memenuhi syarat dan menjaga produk (madu) yang baik

dari

persaingan yang tidak sehat (pemalsuan madu). Setiap negara pengimpor madu pada

umurnnya memiliki standar mutu madu yang berbeda-beda, sebagai contoh dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Persyaratan Mutu Madu Menurut FA0 dan Indonesia

Persyaratan mutu Komponen

F AOa lndonesiab Air Sukrosa Gula pereduksi Dekstrin Keasaman Abu

Padatan tak larut Aktivitas diastase

HMF

Rekasi Fiche Reaksi Lund Reaksi lugol Polarimetri Cemaran logam

1. Timbal

2. Tembaga 3. Arsen

maksimal 18% maksimal3% minimal 70% maksimal5% maksimal5 mekkg madu

0,l-0,25% maksimal 0, 1 %

8- 1 0 skala Gothe maksimal 40 ppm

negatif 0,6-3,0%

negatif levorotari (-2 1)

-

(-2)0

maksimal22% maksimal20% minimal 60%

td

maksimal40 mekkg madu maksimal0,5% maksimal0,5% minimal 3 DN maksimal40 ppm

td td td td

maksimal0,l ppm maksimal5,O ppm maksimal0,5 ppm

Sumber : a. Fasler (1979)

b. Pusat Standarisasi Industri (1994)

Keterangan: td = tidak dispesifikasi

Dustman et al. (1985) berpendapat bahwa level aktivitas sukrase (invertase,

a-

glukosidase) merupakan indikator yang lebih baik untuk menentukan kualitas madu

diband'igkan HMF. Pengujian aktivitas sukrase memerlukan

waktu

yang sama
(42)

(reproducible). Lebih lanjut, mereka mengusulkan analisis kadar

HMF

sebaiknya dipertimbangkan hanya pada madu yang rendah kadar enzirnnya.

Thrasyvoulou (1986) menambahkan bahwa penggunaan kadar HMF clan aktivitas diastase sebagai kriteria mutu madu tidak selalu tepat. Beberapa madu asli yang baru dipanen dan tidak dipanasi tenyata dapat dianggap tidak baik kualitasnya karena kadar enzimnya rendah; padahal madu tersebut sangat disukai konsumen. Selain itu, madu yang berasal dari sumber yang sama pun memiliki laju penurunan aktivitas diastase dan peningkatan kadar HMF yang berbeda akibat penyimpanan dan pemanasan.

White (1992b) menyimpulkan bahwa penolakan terhadap madu yang berkualitas baik sering te rjadi karena standar toleransi HMF yang rendah, sehingga banyak madu denganflavor dan aroma yang disukai harus diafkir atau dikategorikan sebagai madu industri. Padahal, penanganan (antara lain ekstraksi madu dari sisiran sarang, penyaringan dan pembotolan madu) serta penyimpanan pada temperatur ruang sekali pun dapat meningkatkan kadar HMF, terutama di daerah tropis dan subtropis.

(43)

MATERI

DAN

METODE PENELITLAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas) Parung Panjang untuk penurunan kadar air madu, Laboratorium Non-Rurninansia dan Satwa Harapan, Jurusan Ilmu Produksi Temak, Fakultas Petemakan IPB untuk penyimpanan sampel, dan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian untuk analisis kualitas madu.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan Nopember 1998.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70 kg madu randu yang dihasilkan oleh lebah Apis mellifera. Madu tersebut diperoleh dari Asosiasi Perlebahan Yogyakarta dan telah disimpan di ruang tanpa AC selama 7 bulan dalam wadah drum plastik. Komposisi kimia sampel madu segar ini dapat dilihat dalam Lampiran 3.

Bahan-bahan tambahan yang digunakan untuk analisis kualitas madu adalah alkohol, aquadest, eter, larutan resolsinol 1%, larutan Carrez I, larutan Carrez 11, NaHS03 O,l%, asetat, larutan NaC1, larutan pati 1%, larutan Iod 0,0007 N, larutan Pb asetat setengah basa, larutan Na-fosfat lo%, larutan Luff, larutan KI 30%, Na tiosulfat 0,l N, larutan NaOH 0,l N, indikator fenolftalein, kristal NaCl, potato dextrose agar (PDA), NaOH lo%, NaCl lo%, dan klorarnfenikol.

Alat utama yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat penurun k3da air yaitu

dehidrator yang dapat diatur suhu dan waktunya (Gambar 2) dan alat penurun kelembaban udara (dehumidifier) yang dapat diatur kelembabannya (Gambar 3).

Dehidrator tersebut berasal dari Thailand dan berkapasitas tarnpung sekitar 60 kg madu, sedangkan dehumidifier Daikin tipe PH 20 mampu menghisap 4,4 liter uap air per jam. Dehumidifier ini ditempatkan dalam ruang dehumidifikasi berukuran 6,00 m

x

2,85 m x 3,50 m. Dinding ruang tersebut dilapisi kayu lapis (plywood), berlantai tegel, dan ber-AC.
(44)

termohigrometer, refraktometer, pengaduk, gelas

ukuran

50 ml dan 250 ml, pipet, tabung reaksi bertutup, botol kaca bertutup (botol 'Gatorade'), kompor listrik, pH- meter, penangas air, stopwatch, gelas erlenmeyer 50 ml, pendingin tegak, buret, botol Pyrex, cawan petri, dan aluminium foil.

Metode Peneiitian

Strategi Penelitian

Penelitian ini terbagi atas dua tahap yakni tahap penurunan kadar air dan tahap penyimpanan sampel madu. Pelaksanaan penelitian ini secara garis besar dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tahap Penurunan Kadar Air

Tujuh puluh kilogram sampel madu disaring dengan saringan madu agar terbebas dari sisa-sisa malam (wax), larva, dan kotoran lain. Sampel madu segar tersebut lalu dianalisis kualitasnya sesuai dengan metode yang tercanturn pada Tabel 1 1. Kadar air madu segar tersebut dapat diketahui dari hasil analisis (Lampiran 3), dan diturunkan menjadi 17-1 8% dengan dua metode yang berbeda.

(45)

Gambar 4. Bagan Alat Dehidrator Pengukur Pargkur

suhu tekanan

vakum

Sumber air

Pengukur tekanan

Bagan dehidrator di atas adalah bagan dari dehidrator milik Pusbahnas yang air

digunakan dalam penelitian ini.

Pemanas air

Metode penurunan kadar air yang kedua adalah dehumidifikasi yakni penurunan kadar air madu melalui penyerapan uap air dengan memakai dehumidifier

(Gambar 6).

Pengontrol suhu air

madu A air

Kipas Kondensator

kering

Air

I Katup

Pompa I pembuangan

air

Udara

.

m<<<

.@

:&%

@

8

[image:45.591.75.500.37.810.2] [image:45.591.86.485.73.320.2]

Kipas Kumparan listrik

Gambar 5. Bagan Alat Dehumidifier

Dua puluh kilogram madu ditempatkan pada delapan wadah plastik berukuran 35

(46)
(47)

Tabel 1 1. Parameter Kualitas Madu clan Metode Analisisnya

Parameter Satuan Metode analisis

Kadar air YO ~efraktometri'

Kadar HMF mglkg madu Spektrofotometri

'

Kadar gula pereduksi YO Titrimetri

'

Aktivitas enzim diastase DN ~~ektrofotometri

'

Keasaman mekkg madu ~itrimetri

'

Jumlah khamir (yeast) seYg madu Cawan tuang2

Keterangan : 1 . Standar Nasional Indonesia (SNI) 0 1-3545- 1994

2. Fardiaz (1989)

Kadar air (%)

Sampel madu dioleskan pada kaca refraktometer lalu dibaca skala atau indeks biasnya. Hasil pembacaan indeks selalu dikoreksikan terhadap suhu 20 "C. Indeks bias ditambah 0,00023 per "C bila suhu pembacaan di atas 20 OC atau dikurangi

0,00023 per "C bila suhu pembacaan di bawah 20 "C. Indeks bias tersebut lalu dikonversikan menjadi kadar air dengan menggunakan Lampiran 1.

Kadar hidroksimetilfurfura1 (mg/kg madu)

Lima gram madu dirnasukkan ke labu ukur 50 ml dan aquadest ditambahkan hingga volume mencapai 25 ml. Setengah mililiter larutan Carrez I dicampur hingga merata dan 0,50 ml Carrez I1 juga ditambahkan untuk dicampur. Campuran ini diencerkan dengan aquadest hingga volume mencapai 50 ml (tanda tera). Setetes alkohol ditambahkan untuk menghilangkan busa pada pennukaan. Larutan ini disaring clan sepuluh ml hasil saringan pertarna dibuang sedangkan selebihnya ditampung di gelas piala.

Hasil saringan (filtrat) tersebut dimasukkan ke dua tabung reaksi berukuran 18 x

150 mm, masing-masing lima ml. Lima mililiter aquadest ditambahkan ke tabung pertarna (sampel) sedangkan lima ml NaHSO3 0,1% ditambahkan ke tabung kedua (standar) dan diaduk rata. Absorbansi sampel ditentukan terhadap standar dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 dan 336

nm.

Apabila absorbansi di atas 0,6 maka larutan sampel diencerkan dengan aquadest dan larutan standar dengan NaHS03 0,1%.

-

madu) = (A284 ' -336)

x

14997

x

5
(48)

dimana : A284 = absorbansi pada 284

nm

A336 = absorbansi pada 336 nm 14,97 = konstanta faktor pengenceran 5 = berat sampel yang diarnbil Kadar gula pereduksi (%)

Lima gram madu dimasukkan ke labu ukur 250 ml, diencerkan dengan aquadest,

lalu lima ml Pb asetat setengah basa ditambahkan. Larutan Na fosfat 10% ditambahkan lagi hingga terbentuk endapan. Satu atau dua tetes Na fosfat 10% ditambahkan untuk menguji apakah Pb asetat telah diendapkan seluruhnya. Jika endapan tidak timbul lagi, berarti penambahan Na fosfat 10% sudah cukup.

Aquadest ditambahkan setelah pengendapan sempurna hingga mencapai volume 250 ml (tanda tera), dikocok, dibiarkan 30 menit lalu disaring. Sepuluh mililiter filtrat dipipet ke gelas erlenmeyer 50 ml. Batu didih dan 25 ml larutan Luff ditambahkan.

Aquadest juga ditambahkan hingga volume mencapai 50 ml (tanda tera). Gelas erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan di atas pemanas listrik sarnpai larutan mendidih, lalu gelas erlenmeyer diangkat dan didinginkan dengan air mengalir. Apabila telah dingin, larutan tersebut dititar dengan Na tiosulfat 0,lN. Dua puluh lima mililiter aquadest dan 25 ml larutan Luff digunakan sebagai blanko.

Gula pemduksi (%) = gula pengenceran x 100%

mg sampel Aktivitas enzim diastase (Diastase Number = DN)

Beberapa tahap yang hams dilakukan untuk mengukur aktivitas enzim diatase adalah sebagai berikut :

Persiapan contoh. Sepuluh gram madu dimasukkan ke gelas piala 50 ml, lalu 20 ml aquadest clan lima ml larutan dapar (asam lemah) asetat ditambahkan. Larutan campuran tersebut diaduk dalam keadaan dingin sampai sampel madu larut seluruhnya. Larutan ini dipindahkan ke labu ukur 50 ml yang berisi tiga ml larutan NaC1, kemudian aquadest ditambahkan hingga volume mencapai 50 ml (tanda tera).

(49)

merata

dalam

gelas piala. Satu mililiter larutan ini d i i a m k b ke gelas erlenmeyer 50 ml yang berisi sepuluh ml larutan Iod 0,0007 N clan aquadest ditambahkan hingga volume mencapai 50 ml (tanda tera). Absorbansi larutan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660

nm,

dan aquadest digunakan sebagai blanko. Absorbansinya harus sekitar 0,760

*

0,020. Aquadest yang ditambahkan dapat diatur agar diperoleh nilai absorbansi yang sesuai.

Penetapan absorbansi. Sepuluh mililiter larutan madu yang telah disiapkan (tahap 1) dimasukkan ke gelas ukur 50 ml dan diletakkan di atas penangas air bersuhu 40 0,2 "C bersama gelas erlenrneyer yang berisi larutan pati jtahap 2).

Lima belas menit kemudian kedua larutan tersebut dicampur. Tiap interval lima menit, satu ml carnpuran tersebut dipindahkan ke gelas erlenmeyer 50 ml yang telah berisi sepuluh ml larutan Iod 0,0007 N dan diaduk hingga merata. Aquadest

ditarnbahkan hingga volume mencapai 50 ml (tanda tera). Nilai absorbansinya segera dibaca dengan spektrofotometer. Saat dimulainya pencarnpuran larutan pati dan madu sampai dengan penambahan larutan campuran tersebut ke larutan Iod dicatat sebagai waktu reaksi. Pengambilan satu ml larutan campuran contoh madu (tahap 1) dengan pati (tahap 2) terus dilakukan dalam selang waktu tertentu sampai diperoleh nilai absorbansi sekitar 0,235.

Perhitungan. Nilai absorbansi diplotkan terhadap waktu (menit) di atas kertas rektiliner. Garis lurus digambarkan melalui beberapa titik guna menetapkan waktu reaksi yang diperlukan untuk mencapai nilai absorbansi 0,235. Waktu reaksi ini jika dibagi dengan 300 menunjukkan aktivitas enzim diastase (Diastase Number = DN). Nilai DN menunjukkan mililiter pati 1% yang dihidrolisis oleh enzim diastase yang terdapat dalam satu g madu dalam waktu satu jam pada 40 O C . Nilai DN ini sama

dengan Gothe scale number.

Keasaman ( m e w madu)

Sepuluh gram madu dilarutkan dalam 75 ml aquadest bebas COz, lalu dititar dengan larutan NaOH 0,l N (bebas karbonat) dengan indikator fenolftalein. Hasil titrasi dinyatakan sebagai miliekuivalen asam per kg madu (mekkg madu).

Keasaman = 10 V

(50)

Jumiah khamir (seYg madu)

Beberapa tahap yang harus dilakukan

untuk

menghitung jumlah khamir adalah sebagai berikut :

Mempersiapkan larutan NaCl fisiologis. Empat puluh delapan buah tabung reaksi disterilkan dengan autoclave pada suhu 12 1 "C selama 15 menit. Selanjutnya, 4,24 g NaCl dilarutkan dalam 0,5 1 aquadest. Larutan NaCl tersebut dimasukkan ke setiap tabung reaksi yang telah disterilkan, masing-masing sembilan ml lalu ditutup rapat. Tabung yang berisi NaCl tersebut disterilkan kembali dengan autoclave pada suhu 12 1 OC selama 20 menit.

Membuat media agar. Delapan botol 'Gatorade' disterilkan dengan autoclave

selama 15 menit. Pada saat yang sama, 74 g potato dextrose agar (PDA) dilarutkan dengan dua liter aquadest. Agar ini dididihkan sambil diaduk supaya bahan agar larut seluruhnya. Penambahan NaOH 10% atau HCI 10% dilakukan sedemikian rupa sehingga pH-nya mencapai 7,2, kemudian 250 ml larutan agar tersebut dimasukkan ke botol 'Gatorade' yang telah disterilkan. Botol yang berisi agar tersebut disterilkan kembali dengan autoclave pada 121 "C selama 15 menit, lalu disimpan dalam penangas air bersuhu 50 "C. Botol pyrex 50 ml yang telah disterilkan diisi dengan 20 ml aquadest dan disterilkan kembali dengan autoclave. Apabila larutan telah dingin, 200 mg kloramfenikol dilarutkan ke dalamnya dan diaduk hingga homogen. Langkah selanjutnya adalah menarnbahkan 2,5 ml larutan kloramfenikol tersebut ke dalam tiap botol 'Gatorade' yang berisi 250 ml media agar dan segera dipakai untuk tahap selanjutnya.

Metode cawan tuang. Pengenceran tiga kali dilakukan untuk setiap satu ml sampel madu (madu segar, madu awal, dan madu setelah penyimpanan) (Gambar 7),

(51)

dipipet dipipct dipipet

I mi I mi I ml

dipipet

1

l m l

dipipet

1

l m l

media agar

7

15 ml media agar

dipipet

1

1.1

dipipet

Q

media agar

/

15 ml media agar

Garnbar 6. Metode Cawan Tuang Rancangan Penelitian

Rancangan Acak Lengkap (Rancangan

I)

digunakan untuk menguji hipotesis pertarna. Perlakuan dalam rancangan ini adalah metode penurunan kadar air madu. Tiap perlakuan mendapat empat ulangan, sehingga rancangan ini terdiri atas 12 unit percobaan (Tabel 1 1).

Tabel 1 1. Perlakuan dan Ulangan dalam Rancangan I

Perlakuan Ulangan

[image:51.599.80.507.70.746.2]
(52)

Model matematikanya

adalah

sebagai berikut (Steel

dan

Torrie, 1984) :

Yi,

= nilai respons (kadar air,

HMF,

gula pereduksi, aktivitas enzim diastase, keasaman, dan jumlah khamir) yang diamati pada ulangan ke-j yang mendapat perlakuan ke-i

p = rata-rata sebenarnya (nilai tengah)

q = pengaruh perlakuan (metode penurunan kadar air) ke-i Eij = pengarcLh gdat

i = (1) kontrol, (2) dehidrasi, (3) dehumidifikasi j = (1,2,3,4) ; ulangan

Rancangan Faktorial 23 dengan pola acak lengkap (Rancangan 11) digunakan dalam pengujian hipotesis kedua. Faktor yang diteliti adalah (1) metode penurunan kadar air dengan dua taraf, yaitu dehidrasi dan dehumidifikasi; (2) suhu penyimpanan dengan dua taraf, yaitu suhu ruang dan suhu refrigerator; (3) lama penyimpanan dengan dua taraf, yakni dua dan empat bulan. Pada tiap perlakuan terdapat empat ulangan yang ditempatkan secara acak, sehingga terdapat 32 unit percobaan (Tabel

12).

Tabel 12. Perlakuan dan Ulangan dalam Rancangan I1

Perlakuau

Jumlah ~ u h u penyimpanan Lama penyimpanan ulangan kadar air madu

Dehidrasi

Dehumidifikasi

Suhu ruang 2 bulan

4 bulan Suhu refrigerator 2 bulan 4 bulan

Suhu ruang 2 bulan

4 bulan Suhu refrigerator 2 bulan 4 bulan

(53)

Model matematikanya adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1984) :

Yijkl = nilai respons (kadar air,

HMF,

gula pereduksi, aktivitas enzim diastase, keasaman, dan jumlah khamir) yang diamati pada ulangan ke-1 akibat pengaruh perlakuan a taraf ke-i, f3 taraf ke-j, dan y taraf ke-k.

p = rata-rata sebenarnya (nilai tengah)

ai = pengaruh metode penurunan kadar air madu taraf ke-i

pj

= pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-j

yk = pengaruh lama penyimpanan taraf ke-k

(ap)ij = pengaruh interaksi metode penurunan kadar air madu taraf ke-i dengan suhu penyimpanan taraf ke-j

(ay)ik = pengaruh interaksi metode penurunan kadar air madu taraf ke-i dengan lama penyimpanan taraf ke-k

(p~)~k' pengaruh interaksi suhu penyimpanan taraf ke-j dengan lama penyimpanan taraf ke-k

(a&)ijk=pengaruh interaksi metode penurunan kadar air madu taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j, dan lama penyimpanan taraf ke-k

~ i j k l = pengaruh galat

1 = (1) dehidrasi, (2) dehumidifikasi j = (1) suhu ruang, (2) suhu refrigerator

k = (1) dua bulan, (2) empat bulan

1 = (1,2,3,4); ulangan

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam

.

Perbedaan rerata dua atau tiga faktor diuji dengan metode Nilai Tengah Kuadrat Terkecil (Least Square Mean =

LSM) (SAS, 1987). Pengujian menggunakan taraf 5 dan 1 %.

(54)

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

Selama periode penyimpanan, Rataan suhu ruangan adalah 27f 10 OC dengan kelembaban relatif

(Rh)

64,6*4,8% (Lampiran 3). Suhu refiigerator selalu menunjukkan 3 "C.

Kualitas madu penelitian yang belum diturunkan kadar airnya (madu segar) dapat dilihat pada Tabel 13. Kadar HMF madu segar sangat tinggi dan mendekati batas standar maksimal SNI 01-3545-1994 (37,28 vs 40 mg/kg madu). Begitu pula aktivitas enzim diastase telah mendekati batas minimal (4,69 vs 3 DN). Hal ini mungkin saja mengingat madu ini telah berurnur tujuh bulan. Kadar

HMF

biasanya meningkat sedangkan aktivitas enzim diastase menurun sejalan dengan lama penyirnpanan (Krauze dan Krauze, 1991). Akan tetapi, jumlah kharnir yang sangat sedikit (7,6 seUg madu) bila dibandingkan dengan jumlah yang normal (700.000sel/g madu) mengindikasikan kemungkinan madu telah mengalami pemanasan (Martin, 1958 dalam White, 1979). Pemanasan memang dapat membunuh kharnir, tetapi meningkatkan kadar HMF dan menurunkan aktivitas enzim diastase (White, 1992a).

Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air terhadap Kualitas Madu

Pengaruh metode penurunan kadar air terhadap kualitas madu dapat dilihat pada Tabel 13

Tabel 13. Rataan Kadar Air (KA), HMF, Gula Pereduksi (GP), Aktivitas Enzim Diastase (ED), Keasaman, dan Jurnlah Khamir dari Madu Segar,

Dehidrasi, dan Dehumidifikasi

-- - -- - -- -

Perlakuan KA HMF GP ED Keasaman Jumlah

khamir

(%) (mglg madu) (%) (DN) (mewkg madu) (sellg madu)

Madu segar 2 1 , 6 ~ 37,2gBC 73,6gB 4,6gB 3 9 ~ 2 ~ 7,6Aa

Madu dehidrasi 17,6' 46,40" 77,27A 3,93' 38,22A 2,7Bb

Madu dehumidifikasi 1 7,SB 41 ,22Bb 78,12~ ~ , 7 4 ~ 36,10A 4,2Ab

Keterangan : a,b,c pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<O,OS)

A,B,C pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0,01)

(55)

khamir kurang dari 1.000 seYg madu (Tabel 6). Tabel 13 memperlihatkan bahwa metode dehidrasi sangat nyata menurunkan

judah

khamir

(meskipun tidak

membunuh semua khamir). Hal ini karena metode dehidrasi menggunakan pemanasan. White (1992a) menyatakan bahwa pemanasan pada suhu 57 "C selama 60 menit dapat membunuh khamir (Tabel 8). P e n w a n jumlah khamir pada madu dehumidifikasi lebih diakibatkan oleh kadar air madu yang rendah (17,5%). Pada kadar air 18%, sel khamir biasanya menjadi inaktif (White,1992a). Agar madu dehumidifikasi tidak terfermentasi, kadar airnya harus diusahakan tetap rendah, misalnya dengan kemasan vakum.

Metode dehidrasi sangat nyata meningkatkan HMF dibandingkan dengan metode dehumidifikasi, yakni 46,40 vs 41,22 mgkg madu (p<0,01; Lampiran 5B). Fenomena ini mengindikasikan bahwa metode dehidrasi dapat mempercepat dekomposisi monosakarida beratom C enam (glukosa dan fi-uktosa) menjadi HMF (Gambar 1).

Pengaruh kedua metode penurunan kadar air terhadap aktivitas enzim diastase bertolak belakang dengan HMF. Metode dehidrasi menurunkan aktivitas enzim

d

diastase (4,69 vs 3,93 DN), sedangkan metode dehumidifikasi meningkatkannya (4,69 vs 5,74 DN). Enzim diastase termasuk enzim yang sensitif terhadap panas. Pemanasan pada suhu 57 "C selama 60 menit yang digunakan dalam metode dehidrasi ternyata berlebihan sehingga menurunkan aktivitas enzim diastase. Pemanasan pada suhu dan waktu tersebut mungkin cocok ur~tuk madu dari daerah empat musim, tetapi kurang cocok untuk madu dari Indonesia karena kadar enzim diastase madu Indonesia pada umumnya lebih rendah dan kadar HMFnya lebih tinggi (Tabel 1).

Metode dehumidifikasi tidak menggunakan panas yang dapat merusak enzim diastase, bahkan diduga selama proses dehumidifikasi tercipta kondisi yang mendukung perubahan enzim inaktif (zimogen) atau precursor enzim menjadi enzirn yang aktif (Winarno, 1985).

(56)

disebabkan oleh kenailcan kadar bahan kering akibat penurunan kadar air. Bahkan

pada metode dehidrasi, enzim invertase mungkin telah terdenaturasi oleh panas.

White (1979) menyatakan bahwa enzim invertase lebih sensitif terhadap panas

daripada enzim diastase (Tabel 4).

Kedua metode penurunan kadar air berpengaruh tidak nyata terhadap keasaman

madu (Lampiran

5E).

Gejala ini sesuai dengan hasil penelitian Ghazali dan Sin

(1986) yakni keasaman madu tidak dipengaruhi oleh pemanasan dan penurunan

kadar air.

Apabila kadar HMF dan aktivitas enzim diastase tidak digunakm sebagai

parameter kualitas madu seperti yang disarankan oleh Dustman et a1.(1985), Thrasyvoalou (1986), dan White (1992b), maka metode dehidrasi lebih efektif

daripada dehumidifikasi untuk menurunkan kadar air. Sejak awal telah disebutkan

bahwa tujuan penurunan kadar air adalah mencegah fermentasi yang mungkin

diakibatkan oleh khamir. Metode dehidrasi lebih mampu menurunkan jumlah

kharnir tersebut daripada dehumidifikasi (Tabel 13).

Selma penyimpanan madu, karbohidrat yang

Gambar

Tabel 1. Komposisi Madu dari Amerika Serikat dan Indonesia
Tabel 3. Jenis-jenis Karbohidrat dalam Madu
Gambar 1. Reaksi Pembentukan HMF, Asam Levulinat, dan Asam Format dari
Tabel 4. Perkiraan Paruh-hidup Enzim Diastase dan Invertase
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarakan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Faktor yang Berhubungan dengan Kenyamanan Kerja di

Mahasiswa mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif, dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS TIGAPANAH KECAMATAN

Peneliti tertarik untuk meneliti di daerah ini karena terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan pembuangan limbah industri yang menyebabkan ikan-ikan

Stickiness ditemukan untuk meningkatkan dan mempengaruhi keinginan untuk membeli aplikasi tersebut, hal ini menunjukkan secara jelas bahwa pengguna aplikasi tidak

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kaum muda di stasi Gembala Yang Baik mempunyai keinginan untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja, tetapi pada

Prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan kelas (PTK), penelitian ini lebih memfokuskan pada penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe Group

Kesalahan yang dialami oleh GP dalam petikan wawancara yaitu penyelesaian suatu masalah yang disebabkan karena konsep yang terkait dengan masalah tersebut (dalam hal ini