• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Siswa Sma Dan SMP ST.THOMAS I Medan Mengenai Imunisasi Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Siswa Sma Dan SMP ST.THOMAS I Medan Mengenai Imunisasi Remaja"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA & SMP ST.THOMAS I MEDAN MENGENAI IMUNISASI REMAJA

Oleh:

CINDY PUTRI

070100045

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA & SMP ST.THOMAS I MEDAN MENGENAI IMUNISASI REMAJA

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh: CINDY PUTRI

070100045

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SMA DAN SMP ST.THOMAS I MEDAN MENGENAI IMUNISASI REMAJA

Nama : Cindy Putri

NIM : 070100045

Pembimbing Penguji I

(dr. Selvi Nafianti, Sp. A) (dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed)

NIP : 400048403 NIP: 197701262001122002

Penguji II

(4)

ABSTRAK

Masa remaja adalah suatu masa yang penting untuk imunisasi karena pada masa ini para remaja belajar untuk memikul tanggung jawab selayaknya orang dewasa termasuk memelihara kesehatan mereka sendiri. Suatu hal yang sangat disayangkan adalah rendahnya tingkat imunisasi remaja dimana pada saat yang sama imuniasi pada bayi dan anak sudah dianggap sangat sukses. Walaupun imunisasi memang sudah lama menjadi fokus dalam pencegahan penyakit pada bayi dan anak, imunisasi belum menjadi komponen utama dalam pemeliharaan kesehatan pada remaja.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling. Subjek penelitian adalah siswa dan siswi SMA dan SMP St.Thomas I Medan. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang oleh peneliti sendiri. Teknik pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini menggunakan program komputer SPSS versi 17.

Hasil penelitian ini adalah penelitian ini diikuti oleh 100 responden, yang terdiri dari 46 (46%) laki-laki dan 54 (54%) perempuan. Setelah dilakukan analisa data, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan remaja ditinjau dari jenis kelamin, kelompok umur, maupun kelas.

Kesimpulan penelitian ini adalah Siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun yang memiliki pengetahuan baik akan imunisasi remaja hanya 2 (2%) orang. Sebanyak 89 (89%) siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun tidak pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada dokter keluarga. Sebanyak 77% juga tidak pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada orang tua ataupun wali mereka. Faktor terbesar yang dianggap sebagai penghalang dilaksanakannya imunisasi remaja adalah kurangnya sosialisasi dokter keluarga kepada orang tua dan anak (48%) dan dokter keluarga tidak pernah menyarankan/menyingung tentang imunisasi remaja (38%). Media yang paling banyak digunakan remaja untuk mendapatkan informasi mengenai imunisasi remaja adalah koran (23%).

(5)

ABSTRACT

Adolescence is an important period for immunization because young people develop the skills for a responsible adult life, including taking care of their own health. Unfortunately, adolescent immunization rates remain low despite the success of infant and childhood vaccination program. Although immunizations have been a long-standing focus of the preventive care of young children, they have not been a major component of adolescent preventive care.

The design used in this research is cross-sectional analysis. The sampling method is consecutive sampling. The subjects are the students in SMA and SMP St.Thomas I Medan. A questioner made by the researcher herself is used as the data collecting tool. SPSS version 17th is used in data assessment and analysis.

The result is this research used 100 respondents, which consist of 46 (46%) male students and 54 (54%) female students. After the data were analyzed, there aren’t any significant differences found in teenager’s knowledge based on sex, age group, or class.

The conclusions are the students of SMA and SMP St.Thomas I who have a good knowledge about adolescent immunization were only 2 (2%) students. 89 (89%) students admitted that they had never talked about adolescent immunizations to their health care providers, and 77 (77%) students admitted that they had never talked about adolescent immunizations to their parents. The students also stated that the biggest obstacles for a successful adolescent immunizations are the lack of socialization for parents and teenagers (48%), and the family doctors never suggest/talk about adolescent immunizations (38%). The most common media used by teenagers in searching for information related to adolescent immunizations is the newspapers (23%).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Sebagai salah satu area

kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, proposal

penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan

pendidikan di program studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari

bahwa karya tulis ilmiah ini masih sangat sederhana dan masih banyak

kekurangannya, oleh sebab itu penulis akan menerima segala kritik maupun

tanggapan dari berbagai pihak guna memperbaiki kesalahan dan kekurangan

tersebut pada masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Prof. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Selvi Nafianti selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak

membantu dan memberikan saran-saran selama penulisan Karya Tulis Ilmiah

(KTI), sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed dan dr. Rina Amelia, MARS selaku

dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki

karya tulis ilmiah ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang ternilai

harganya.

5. Petty Atmadja selaku kakak buku penulis atas segala bantuan, saran, dan

(7)

6. Nur Akmal Hayati, Ella Rhinsilva, Iqbal Harzizky yang ditempatkan satu

kelompok dengan penulis selama penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) atas

segala dukungan, nasehat, kritik dan saran.

7. Teman sejawat, teman seperjuangan, seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatra Utara angkatan tahun 2007 atas waktu yang sudah

diluangkan untuk membantu penulis dalam proses penulisan Karya Tulis

Ilmiah (KTI) ini.

8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasehat kepada

penulis.

Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberikan kepada

penulis selama ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga Tuhan

Yang Maha Esa membalas dengan pahala yang sebesar-besarnya.

Sebagai akhir kata dari penulis, semoga karya tulis ilmiah ini memiliki

manfaat dan nilai bagi kita semua dimasa yang akan datang dan kiranya dapat

menjadikan rujukan untuk penulisan yang lebih baik lagi.

Medan, 24 November 2010

Penulis

Cindy Putri

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujun Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Defenisi dan Konsep Umum... 4

2.2. Imunisasi Remaja ... 4

2.2.1. Hepatitis B ... 4

2.2.1.1. Jadwal Pemberian ... 5

2.2.1.2. Kontraindikasi ... 5

2.2.2. Toksoid Difteria dan Tetanus (dT) ... 5

2.2.2.1. Jadwal Pemberian ... 6

(9)

2.2.2.3. Kontraindikasi ... 7

2.2.3. Demam Tifoid ... 7

2.2.3.1. Jadwal Pemberian ... 7

2.2.3.2. Efek Samping ... 8

2.2.3.3. Kontraindikasi ... 8

2.2.4. Varicela ... 8

2.2.4.1. Jadwal Pemberian ... 8

2.2.4.2. Reaksi KIPI ... 9

2.2.4.3. Kontraindikasi ... 9

2.2.5. Hepatitis A ... 9

2.2.5.1. Jadwal Pemberian ... 10

2.2.5.2. Efek Samping ... 10

2.2.5.3. Kontraindikasi ... 10

2.2.5.4. Imunisasi Pasif ... 10

2.2.5.5. Dosis Vaksin ... 10

2.2.6. Influenza ... 11

2.2.6.1. Jadwal Pemberian ... 11

2.2.6.2. Reaksi KIPI ... 11

2.2.6.3. Kontraindikasi ... 11

2.2.7. Human Papilomavirus ... 12

2.2.7.1. Jadwal Pemberian ... 12

2.2.7.3. Kontraindikasi ... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 14

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 14

(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16

4.1. Jenis Penelitian ... 16

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

4.2.1. Waktu Penelitian ... 16

4.2.2. Tempat Penelitian ... 16

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16

4.3.1. Populasi Penelitian ... 16

4.3.2. Sampel Penelitian ... 16

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 18

4.4.1. Data Primer ... 18

4.4.2. Data Sekunder ... 18

4.5. Uji Validitas dan Reabilitas ... 18

4.6. Pengolahan dan Analisa Data ... 20

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1. Hasil Penelitian ... 21

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 21

5.1.3. Hasil Analisa Data ... 27

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

6.1. Kesimpulan ... 33

6.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

4.1

Halaman

Hasil Uji Validitas dan Reabilitas 19

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 22

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur 22

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas 23

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Media yang Paling

Banyak Digunakan Untuk Mendapatkan Informasi

Mengenai Imunisasi Remaja

23

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mereka

Membicarakan Mengenai Imunisasi Remaja Kepada Dokter

24

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memulai

Pembicaraan Baik Dokter Maupun Remaja

25

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mereka

Membicarakan Mengenai Imunisasi Remaja Kepada Orang

tua/wali

25

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memulai

Pembicaraan Baik Orang tua /wali Maupun Remaja

26

5.9 Jawaban Responden Mengenai Penghalang

Dilaksanakannya Imunsasi Remaja

26

5.10 Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I

Medan Mengenai Imunisasi Remaja

27

5.11 Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I

Medan Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Jenis

Kelamin

27

5.12 Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I

Medan Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Kelompok

Umur

28

5.13 Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I

Medan Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Kelas

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Gambar 3.1

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Kuesioner

Lampiran 3. Lembar Penjelasan

Lampiran 4. Surat Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian

Lampiran 5. Data Induk (Master Data)

Lampiran 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 7. Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 8. Crosstabulation dengan SPSS

Lampiran 9. Surat Ethical Clearance

(14)

ABSTRAK

Masa remaja adalah suatu masa yang penting untuk imunisasi karena pada masa ini para remaja belajar untuk memikul tanggung jawab selayaknya orang dewasa termasuk memelihara kesehatan mereka sendiri. Suatu hal yang sangat disayangkan adalah rendahnya tingkat imunisasi remaja dimana pada saat yang sama imuniasi pada bayi dan anak sudah dianggap sangat sukses. Walaupun imunisasi memang sudah lama menjadi fokus dalam pencegahan penyakit pada bayi dan anak, imunisasi belum menjadi komponen utama dalam pemeliharaan kesehatan pada remaja.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif cross sectional. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling. Subjek penelitian adalah siswa dan siswi SMA dan SMP St.Thomas I Medan. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang oleh peneliti sendiri. Teknik pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini menggunakan program komputer SPSS versi 17.

Hasil penelitian ini adalah penelitian ini diikuti oleh 100 responden, yang terdiri dari 46 (46%) laki-laki dan 54 (54%) perempuan. Setelah dilakukan analisa data, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada tingkat pengetahuan remaja ditinjau dari jenis kelamin, kelompok umur, maupun kelas.

Kesimpulan penelitian ini adalah Siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun yang memiliki pengetahuan baik akan imunisasi remaja hanya 2 (2%) orang. Sebanyak 89 (89%) siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun tidak pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada dokter keluarga. Sebanyak 77% juga tidak pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada orang tua ataupun wali mereka. Faktor terbesar yang dianggap sebagai penghalang dilaksanakannya imunisasi remaja adalah kurangnya sosialisasi dokter keluarga kepada orang tua dan anak (48%) dan dokter keluarga tidak pernah menyarankan/menyingung tentang imunisasi remaja (38%). Media yang paling banyak digunakan remaja untuk mendapatkan informasi mengenai imunisasi remaja adalah koran (23%).

(15)

ABSTRACT

Adolescence is an important period for immunization because young people develop the skills for a responsible adult life, including taking care of their own health. Unfortunately, adolescent immunization rates remain low despite the success of infant and childhood vaccination program. Although immunizations have been a long-standing focus of the preventive care of young children, they have not been a major component of adolescent preventive care.

The design used in this research is cross-sectional analysis. The sampling method is consecutive sampling. The subjects are the students in SMA and SMP St.Thomas I Medan. A questioner made by the researcher herself is used as the data collecting tool. SPSS version 17th is used in data assessment and analysis.

The result is this research used 100 respondents, which consist of 46 (46%) male students and 54 (54%) female students. After the data were analyzed, there aren’t any significant differences found in teenager’s knowledge based on sex, age group, or class.

The conclusions are the students of SMA and SMP St.Thomas I who have a good knowledge about adolescent immunization were only 2 (2%) students. 89 (89%) students admitted that they had never talked about adolescent immunizations to their health care providers, and 77 (77%) students admitted that they had never talked about adolescent immunizations to their parents. The students also stated that the biggest obstacles for a successful adolescent immunizations are the lack of socialization for parents and teenagers (48%), and the family doctors never suggest/talk about adolescent immunizations (38%). The most common media used by teenagers in searching for information related to adolescent immunizations is the newspapers (23%).

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang

serupa tidak terjadi penyakit (Siregar & Matondang, 2005). Program imuniasi

merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal ini terbukti

dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara lain

sejak pertengahan abad ke-20. Di Indonesia sejak tahun 1990, cakupan imunisasi

dasar telah mencapai lebih dari 90% (Ranuh, 2005).

Walaupun program imunisasi telah dibuktikan sebagai tindakan pencegahan

yang paling cost-effective, tingkat imunisasi remaja masih rendah dibandingkan

dengan imunisasi yang dilakukan pada bayi dan anak-anak (Lee et al,. 2008).

Program imunisasi remaja telah direkomendasikan sejak tahun 1996, tetapi

diestimasikan 35 juta remaja diseluruh dunia belum divaksinasi secara adekuat

(Oster et al,. 2005).

Jumlah remaja usia 13 tahun keatas yang tidak pernah menderita cacar air dan

telah divaksin untuk cacar air sebanyak satu kali adalah 75,7%, sedangkan remaja

pada usia yang sama yang tidak pernah menderita cacar dan yang telah divaksin

dua kali hanya 18,8%. Dari tahun 2006 hingga 2007, peningkatan jumlah

vaksinasi HepB adalah 5,2%, vaksinasi MMR adalah 0,5%, vaksinasi dT adalah

12,6%, dan untuk vaksinasi VAR adalah 9,5% (CDC, 2007). Dalam 348.077

kunjungan, 269.217 (77%) bersifat non-preventif, 61.066 (18%) bersifat

preventif, dan hanya 17.794 (5%) bersifat kunjungan khusus untuk mendapatkan

vaksinasi (Lee et al., 2008). Insiden pertusis telah meningkat dalam 25 tahun

belakangan dengan corak perpindahan insiden dari anak-anak ke remaja dan

(17)

(Wilson,2006). Setiap tahun terdapat 140.000-320.000 kasus baru Hepatitis B, dan

lebih dari 70% penderitanya adalah remaja dan dewasa muda (CDC, 2002).

Penelitian ini dilaksanakan di SMA dan SMP St.Thomas I Medan, dimana

pada sekolah ini terdapat berbagai keberagaman tinjau dari segi ekonomi, sosial

maupun budaya. Oleh sebab itu, responden yang mengikuti penelitian ini

kemungkinan besar sudah mencerminkan kemajemukan yang ditemukan dalam

masyarakan secara luas.

Dari latar belakang yang dijabarkan diatas, dapat dilihat betapa pentingnya

imunisasi remaja untuk memelihara kesehatan remaja. Oleh sebab itu, penulis

merasa perlu untuk melakukan penelitian sehubungan dengan pengetahuan remaja

tentang program imunisasi yang harus mereka ikuti.

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan remaja St.Thomas 1 Medan tentang

imunisasi remaja secara umum, penyakit yang dapat dicegah, efek samping serta

kontraindikasi dari imunisasi yang seharusnya mereka jalani?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa SMA dan

SMP St.Thomas I Medan mengenai imunisasi pada anak remaja.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Menentukan gambaran pengetahuan siswa SMA dan SMP St.Thomas

I mengenai program imunisasi yang seharusnya diikuti oleh mereka.

2. Menentukan media yang paling banyak digunakan remaja untuk

mendapat informasi seputar imunisasi untuk remaja.

3. Memperoleh gambaran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

rendahnya tingkat imunisasi pada remaja ditinjau dari sudut pandang

(18)

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a) Manfaat teoritis

Memperluas teori di bidang ilmu kedokteran sehubungan dengan

tindakan preventif secara khusus yang berhubungan dengan imunisasi

untuk remaja, serta hal-hal yang akan meningkatkan dan menghalangi

upaya untuk mensukseskan program imunisasi pada remaja.

b) Manfaat praktis

Dengan didapatinya gambaran pengetahuan siswa SMA dan SMP

St.Thomas I Medan mengenai imunisasi remaja, manfaat yang

diharapkan adalah:

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Konsep Umum

Imunisasi adalah proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara

artifisial yang dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui

pemberian antibodi (imunisasi pasif) (Peter, 2002). Vaksinasi adalah suatu

tindakan dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari

suatu patogen. Imunisasi aktif akan menstimulasi sistem imun host untuk

menghasilkan antibodi dan respon imun selular untuk melindungi host dari agen

penyebab. Imunisasi pasif dilakukan dengan cara memberikan antibodi yang

dibentuk diluar tubuh host kedalam tubuh host (Ranuh, 2005)

Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu

kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang

diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Kekebalan pasif

bekerja cepat tapi tidak bertahan dalam waktu lama karena akan dimetabolisme

tubuh (Matondang & Siregar, 2005)

2.2. Imunisasi Pada Remaja

Pada usia sekolah dan remaja diperlukan vaksinasi ulang atau booster untuk

hampir semua jenis vaksinasi dasar yang ada pada usia lebih dini. Masa tersebut

sangat penting untuk dipantau dalam upaya pemerliharaan kondisi atau kekebalan

tubuh terhadap berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan karena kuman,

virus maupun parasit dalam perjalanannya menuju dewasa (Ranuh, 2005).

2.2.1. Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit serius yang menyerang hati. Penyakit ini

disebabkan oleh virus Hepatitis B. Gejala Klinis yang muncul dalam jangka

(20)

sendi dan perut. Gejala kronik adalah sirosis hepatis, dan kanker hati (Hadinegoro,

2005).

2.2.1.1. Jadwal Pemberian

1. Hepatitis B tidak perlu diulang, namun ulangan hepatitis B (HepB-4)

dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila titer pencegahan

belum tercapai (serum anti HBs kurang dari 10 mlU/mL). Perhatikan dan

catat untuk segera dilihat adanya peningkatan antibodi terhadapnya

(IDAI, 2004 dalam Hadinegoro, 2005).

2. Vaksin diberikan secara intramuskular dalam, untuk anak besar dan

dewasa diberikan di regio deltoid (Pujiarto, 2005).

3. HBIg (Hepatitis B Immune globulin) hanya diberikan pada kondisi paska

paparan (needle stick injury, kontak seksual, bayi dari ibu VHB, terciprat

darah ke mata atau mukosa). Pemberian HBIg ini memberikan proteksi

jangka pendek 3-6 bulan (Pujiarto, 2005).

2.2.1.2. Kontraindikasi (CDC, 2007)

1. Reaksi anafilaksis pada pemberian sebelumnya.

2. Kehamilan dan laktasi bukan indikasi kontra imunisasi VHB.

3. Alergi berat terhadap Baker’s yeast atau komponen vaksin lainnya.

2.2.2. Toksoid Difteria dan Tetanus (dT)

Difteria adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated disease

dan disebabkan oleh kuman gram positif Corynebacterium diphteriae. Produksi

toksin terjadi hanya bila kuman tersebut mengalami lisogenasi oleh bakteriofag

yang mengandung informasi genetik toksin.

Tetanus adalah suatu penyakit akut, bersifat fatal disebabkan oleh

eksotoksin bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetani adalah bakteri gram

positif, berbentuk batang, bersifat anaerobik, dan mampu menghasilkan spora

berbentuk drumstick. Kuman ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup

dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat tahan panas, dan

(21)

bersuhu 121ºC selama 10-15 menit. Kuman ini banyak tersebar dalam kotoran dan

debu jalanan, usus dan tinja kuda, domba, anjing, kucing, tikus, dan lainnya.

Kuman ini masuk melalui luka dan dalam suasana anaerobik, kemudian

terjadi produksi toksin (tetanospasmin) dan menyebar melalui darah dan limfe.

Toksin ini kemudian menempel pada reseptor sistem saraf. Gejala utama penyakit

ini timbul akibat toksin tetanus mempengaruhi pelepasan neurotransmitter, yang

berakibat penghambatan impuls inhibisi. Akibatnya terjadi kontraksi serta

spastisitas otot yang tidak terkontrol, kejang dan gangguan sistem saraf autonom.

2.2.2.1. Jadwal Pemberian

1. Menurut ADAI (2008), dT/TT diberikan sebanyak 1 dosis pada remaja

usia 12 tahun yang sudah melengkapi vaksinasi DTP/DTaP. Dosis dT

atau TT adalah 0,5 ml, diberikan secara intramuskular, pada daerah

deltoid (Hadinegoro, 2005).

2. Remaja yang memerlukan vaksin tetanus toksoid dalam manajemen luka

harus diberikan dT jika remaja tersebut belum pernah mendapat dT. Jika

Td tidak tersedia berikan TT (tetanus toksoid) (ACIP, 2009).

2.2.2.2. Reaksi KIPI

Menurut CDC (2006) terdapat 3 jenis reaksi yang dapat dijumpai setelah

vaksinasi pada remaja:

1. Reaksi ringan berupa sakit, merah dan bengkak, demam ringan paling

tidak 37ºC, sakit kepala, lelah, mual, muntah, diare, sakit perut,

menggigil, sakit sendi, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening

regional.

2. Reaksi sedang berupa demam lebih dari 38,8ºC, mual, muntah, diare,

sakit perut, sakit kepala.

3. Reaksi berat belum pernah dilaporkan terjadi pada remaja, tetapi pernah

ditemukan pada orang dewasa. Reaksi ini berupa gangguan sistem saraf

pusat.

4. Selain reaksi lokal yang dijumpai pada tempat suntikan bisa juga

dijumpai pembengkakan lengan yang ektensif dan reaksi Arthus. Reaksi

(22)

komples antigen-antibodi. Kompleks antigen-antibodi ini terjadi jika

terdapat titer vaksin yang tinggi serta titer antibodi yang tinggi.

Tanda-tanda reaksi Arthus adalah sakit, bengkak, indurasi, edema, perdarahan,

dan nekrosis pada tempat suntikan. Gejala timbul 4-12 jam setelah

vaksinasi (AAP, 2006).

2.2.2.3. Kontraindikasi (CDC, 2006)

1. Reaksi anafilaksis pada pemberian sebelumnya, baik terhadap vaksin

maupun komponennya.

2. Alergi berat terhadap latex.

3. Ensefalopati (koma atau kejang) dalam waktu 7 hari setelah vaksinasi.

4. Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution),

sebelum pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian

pertama dijumpai, hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam

48 jam, kejang dalam 3 hari sesudahnya, reaksi Arthus, dan

Guillain-Barre Syndrome (Hadinegoro & Tumbelaka, 2005).

5. Reaksi tipikal lokal yang sering dijumpai adalah sakit pada daerah

injeksi, merah, indurasi, demam dan sakit kepala.

2.2.3. Demam Tifoid

Salmonella typhi, kuman patogen terhadap manusia, termasuk dalam

spesies salmonella menyebabkan infeksi invasif yang ditandai dengan deman,

diare, toksemia, nyeri perut, konstipasi atau diare. Bila tidak diobati dapat

menyebabkan perforasi usus, perdarahan, toksemia komplikasi lain (Rampengan,

2005).

2.2.3.1. Jadwal Pemberian

1. Cara pemberian tiap hari 1, 3, dan 5 ditelan 1 kapsul vaksin 1 jam

sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari 37ºC. kapsul ke-4

diberikan pada hari ke-7 terutama bagi turis. Imunisasi ulangan dilakukan

(23)

2. Jika vaksin tifus oral ini digunakan untuk booster dari vaksin parenteral

yang kumannya dimatikan dengan pemanasan, maka dianjurkan

pemberian lengkap 3-4 kapsul.

2.2.3.2. Efek Samping

Dalam sebuah laporan yang dilakukan MMWR pada tahun 1994,

ditemukan bahwa vaksin oral menimbulkan lebih sedikit reaksi ikutan daripada

vaksin parenteral. Efek samping yang bisa dijumpai adalah rasa tidak nyaman

pada daerah abdomen, mual, muntah, demam, sakit kepala, ruam dan urtika.

2.2.3.3. Kontraindikasi (Medline Plus, 2008)

1. Alergi terhadap vaksin pada pemberian sebelumnya

2. Pasien dengan sistem imun lemah tidak boleh diberikan vaksin oral,

berikan vaksin parenteral. Yang termasuk dalam kategori ini adalah

pasien dengan HIV, sedang menggunakan obat imunosupresan selama 2

minggu atau lebih, menderita kanker, sedang dalam pengobatan kanker

dengan radioterapi atau obat-obatan.

3. Tidak boleh diberikan dalam 24 jam setelah menggunakan antibiotik

tertentu.

2.2.4. Varisela

Varisela (cacar air) adalah penyakit infeksi yang sangat menular

disebabkan oleh virus varisela-zoster. Cacar air merupakan fase akut invasi virus

sedangkan herpes zoster merupakan reaktivasi fase laten (Satari, 2005).

2.2.4.1. Jadwal Pemberian

1. Menurut (MMWR, 2010), pasien berusia 7-12 tahun dan pasien diatas 13

tahun yang belum pernah divaksin, berikan 2 dosis, atau berikan 1 dosis

saja jika sebelumnya pasien sudah pernah divaksin satu kali.

2. Untuk pasien usia 7-12 tahun, jarak minimun antara vaksinasi adalah 3

bulan. Tetapi bila vaksin diberikan sebelum 3 bulan, dengan jarak

minimal 28 hari, maka tidak akan menjadi masalah (MMWR, 2010).

3. Untuk pasien usia 13 tahun keatas, jarak minimum antara dosis adalah 28

(24)

2.2.4.2. Reaksi KIPI (Satari, 2005)

1. Reaksi dapat bersifat lokal, demam, dan ruam papul vesikel ringan.

2. Pada individu imunokompromise reaksi lokal jarang terjadi, tetapi reaksi

menyeluruh muncul lebih sering.

3. Setelah penyuntikan vaksin, pada 1% individu imunokompromise dapat

timbul varisela.

4. Pada pasien leukemia yang divaksinasi dapat muncul ruam pada 40%

kasus setelah vaksinasi dosis pertama, 4% diantaranya dapat terjadi

varisela berat yang memerlukan pengobatan asiklovir.

2.2.4.3. Kontraindikasi (Satari, 2005)

Vaksin tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung limfosit

kurang dari 1200/ul atau adanya bukti defisiensi imun seluler seperti selama

pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3 tahun fase radioterapi, dan pasien

yang mendapat pengobatan dosis tinggi kortikosteroid (2mg/kgBB per hari atau

lebih). Vaksin ini juga tidak boleh diberikan bagi pasien yang alergi pada

neomisin atau gelatin. Wanita hamil tidak boleh diberikan vaksin ini, dan

vaksinasi diberikan setelah melahirkan. Kehamilan harus ditunda 1 bulan setelah

pemberian vaksin (CDC, 2008).

2.2.5. Hepatitis A

Infeksi virus hepatitis A (VHA) bersifat global dengan variasi demografis

sesuai dengan tingkat sanitasi dan sosial-ekonomi suatu negara. Indonesia

merupakan daerah endemis virus hepatitis baik VHA maupun hepatitis B dan C

(Hidayat & Pujiarto, 2005).

Transmisi terjadi melalui penularan fekal-oral dalam bentuk penularan

antar individu dan penularan melalui makanan dan minuman yang tercemar.

Transmisi terjadi selama ekskresi virus di tinja masih berlangsung yaitu sejak 2-3

minggu sebelum sampai 8-19 hari sesudah gejala klinis muncul. Transmisi

melalui kontak erat terbukti dengan penularan intrafamilial satu rumah, di tempat

(25)

jarang, transmisi dapat pula terjadi di rumah sakit. Sedangkan transmisi antar anak

sekolah jarang terjadi.

2.2.5.1. Jadwal Pemberian

1. Vaksin ini direkomendasikan kepada anak berusia diatas 23 bulan yang

tinggal di daerah endemis, kepada pasien resiko tinggi tertular dan pasien

yang memerlukan kekebalan terhadap hepatitis A (MMWR, 2010).

2. Vaksin diberikan sebanyak 2 dosis dengan jarak 6 bulan (MMWR,

2010). Setelah vaksinasi diperkirakan anti-HAV protektif selama ≥20

tahun (Hidayat & Pujiarto, 2005).

3. Jika pasien hanya pernah divaksin satu kali, maka vaksinasi diberikan

lagi sebanyak 1 dosis pada saat pasien tersebut berkunjung (AAP, 2007).

2.2.5.2. Efek Samping

Vaksin VHA cukup aman dan jarang menimbulkan efek samping. Reaksi

lokal merupakan efek samping tersering tetapi umumnya ringan. Demam dialami

4% pasien.

2.2.5.3. Kontraindikasi

1. Tidak boleh diberikan kepada orang yang alergi terhadap komponen

vaksin seperti aluminium hydroxide and phenoxyethanol.

2. Keadaan imunokompromise bukan merupakan kontraindikasi.

2.2.5.4. Imunisasi Pasif (Hidayat & Pujiarto, 2005)

Indikasi pemberian imunisasi pasif adalah

1. Sebagai upaya pencegahan setelah kontak (kontak serumah, kontak

seksual, epidemi)

2. Upaya profilaksis paska paparan.

3. Upaya profilaksis pra paparan atau sebelum kontak (pengunjung dari

daerah non endemis ke daerah endemis)

4. Seyogyanya diberikan tidak lebih dari 2 minggu setelah paparan.

2.2.5.5. Dosis Vaksin

Normal human immune globuline (NHIG) setiap mili-meter mengandung

(26)

ml/kgBB dan volume total pada anak besar dan dewasa 5 ml sedangkan pada anak

kecil atau bayi tidak melebihi 3ml (Hidayat & Pujiarto, 2005).

2.2.6. Influenza

Virus influenza merupakan virus bersampul (enveloped viruses) yang

mempunyai glikoprotein dipermukaannya (surface antigen), yaitu hemaglutinin

(H) dan neuramidase (N). Dijumpai 3 tipe yaitu A, B, dan C, namun strain yang

penting untuk infeksi pada manusia adalah influeza A dan B saja. Influenza A

dapat mengalami perubahan pada surface antigen-nya sedangkan influenza B

jarang (Kartasasmita, 2005).

Transmisi virus influenza melalui saluran nafas, virus melekat kemudian

menembus sel epitel saluran nafas di trakea dan bronkus. Replikasi virus terjadi

dan menyebabkan destruksi sel pejamu, namun tidak akan terjadi viremia. Virus

akan terdapat di sekret saluran nafas selama 5-10 hari (Kartasasmita, 2005).

2.2.6.1. Jadwal Pemberian ( MMWR, 2010)

1. Vaksin sudah dapat diberikan pada anak usia 6 bulan hingga 18 tahun.

2. Pada anak diatas 9 tahun diberikan 1 dosis setiap tahun.

3. Untuk pemberian pertama, harus diberikan 2 kali berturut-turut dengan

selang waktu 1 bulan.

4. Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi imun, diberikan 2 dosis

dengan jarak interval 4 minggu, untuk mendapatkan antibodi yang

memuaskan.

2.2.6.2. Reaksi KIPI (CDC, 2009)

Reaksi lokal nyeri, eritema, dan indurasi pada tempat suntikan, lamanya

1-2 hari. Gejala sistemik tidak spesifik berupa demam, lemas dan mialgia (flu-like

symptom), timbul beberapa jam setelah penyuntikan, terutama pada anak yang

muda.

2.2.6.3. Kontraindikasi (Kartasasmita, 2005)

1. Reaksi alergi terhadap vaksin ataupun komponennya.

(27)

3. Tidak boleh diberikan pada orang yang sedang menderita penyakit

demam akut sedang dan berat.

4. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan menyusui. Bila diberikan

pada wanita hamil, ditakutkan setelah vaksinasi timbul demam yang akan

menyebabkan perkembangan fetus terganggu.

2.2.7. Human Papilomavirus

HPV adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus

humanpapiloma. Insiden tertinggi ditemukan pada remaja dan orang dewasa yang

aktif secara seksual. Infeksi terjadi segera setelah mereka menjadi aktif secara

seksual. Sebagian besar infeksi HPV bersifat subklinis dan sembuh sendiri tanpa

sekuel dalam 1-2 tahun. Infeksi yang persisten oleh HPV tipe 16 dan 18 dapat

menyebabkan kanker serviks maupun lesi prakanker pada serviks, dapat juga

menyebabkan lesi prakanker pada daerah anogenital pada wanita dan pria. HPV

yang tidak ganas dapat menyebakan kutil pada daerah anogenital, juvenille

recurrent respiratory. HPV tipe 16 dan 18 menyebabkan 70% kasus kanker

serviks, sedangkan 90% kasus kutil pada daerah anogenital disebabkan oleh HPV

tipe 6 dan 11. Vaksin harus diberikan sebelum wanita menjadi aktif secara seksual

(AAP, 2007).

2.2.7.1. Jadwal Pemberian (AAP, 2007)

1. Remaja perempuan usia 11-12 tahun harus diimunisasi dengan 3 dosis,

yang diberikan secara intramuskular. Jarak antara dosis pertama dan

kedua adalah 2 bulan, sedangkan jarak antara dosis kedua dan ketiga

adalah 6 bulan. Usia minimal pemberian vaksin ini adalah 9 tahun.

2. Perempuan usia 13-26 tahun yang belum diimunisasi atau yang belum

melengkapi imunisasinya harus divaksinasi.

3. Vaksin ini dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain.

4. Vaksin masih dapat diberikan kepada pasien yang memiliki hasil

abnormal pada pemeriksaan pap-smear, saat menyusui, dan pada pasien

(28)

5. Vaksin tidak direkomendasikan pada wanita hamil. Dokter harus

bertanya tentang kehamilan pada pasien wanita yang aktif secara seksual.

Jika wanita yang telah divaksin menjadi hamil, maka dosis berikutnya

harus ditunda hingga kehamilan selesai.

2.2.7.2. Kontraindikasi (AAP, 2007)

Vaksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan reaksi anafilaksis

terhadap yeast atau komponen vaksin. Vaksinasi harus ditunda pada pasien yang

(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

• Definisi operasional: 1. Pengetahuan

Hasil dari tahu dan ini dapat terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dapat melalui indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba

(Notoadmojo, 2003).

2. Imunisasi

Proses memicu sistem kekebalan tubuh seseorang secara artifisial

yang dilakukan melalui vaksinasi (imunisasi aktif) atau melalui

pemberian antibodi (imunisasi pasif) (Peter, 2002).

3. Remaja

Anak yang berusia antara 12-18 tahun (Hurlock, 1981 dalam IDAI,

2009).

• Cara Ukur : wawancara

• Alat Ukur : kuesioner, pernyataan yang diajukan sebanyak 24 pernyataan dengan 3 pilihan jawaban.

o Jawaban yang benar diberi skor 1

o Jawaban yang salah diberi skor 0

o Jawaban tidak tahu diberi skor 0

• Kategori :

o Pengetahuan baik apabila mendapat skor 17-24

(30)

o Pengetahuan sedang apabila mendapat skor 9-16

o Pengetahuan buruk apabila mendapat skor 0-8

(31)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional, dimana peneliti

melalukukan observasi variabel dalam suatu saat tertentu yakni objek hanya

diobservasi satu kali dan pengukuran variable subjek dilakukan saat pemeriksaan

tersebut.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada tanggal 13 Mei 2010 dan berakhir pada

tanggal 10 Oktober 2010.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada SMA dan SMP St.Thomas I Medan yang

beralamat di Jalan S.Parman no 109 Medan.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakeristik

tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja berusia 12-18 tahun.

Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi SMA dan SMP

St.Thomas I Medan yang berjumalah 2708 orang.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

sehingga dianggap mewakili populasinya.

Jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan perhitungan sebagai

(32)

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan yang diinginkan,yaitu 10%

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling.

Subjek pertama sekali dikelompokkan berdasarkan kelas, dan dari tiap kelas

dipilih 16 siswa yang memenuhi kriteria inklusi.

Adapun kriteria inklusi subjek penelitian ini adalah:

1. Merupakan murid di SMA atau SMP St.Thomas I Medan.

2. Mengikuti kegiatan belajar secara aktif dan berkala.

3. Menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian.

Adapun kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah:

1. Berusia lebih kecil dari 12 tahun atau belum berusia 12 tahun pada saat

penelitian dilaksanakan.

(33)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari subjek melalui metode angket dengan

menggunakan instrumen kuesioner sebagai alat pengumpul data. Kuesioner

adalah suatu daftar yang berisi sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada subjek

agar dapat mengungkapkan kondisi-kondisi yang berkenaan dengan penelitian

yang dilakukan.

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yang dirancang oleh peneliti sendiri. Kuesioner terdiri dari 11

pernyataan, dan subjek penelitian harus menentukan apakah pernyataan tersebut

benar, salah, atau tidak tahu. Setiap pernyataan yang dijawab dengan benar diberi

skor 1. Setiap pernyataan yang salah atau tidak tahu diberi skor 0.

Menurut Arikunto (2007), penilaian terhadap pengetahuan remaja

mengenai imunisasi remaja adalah sebagai berikut:

• Pengetahuan Baik : apabila mendapat skor 17-24

• Pengetahuan Sedang : apabila mendapat skor 9-16

• Pengetahuan Buruk : apabila mendapat skor 0-8

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian pendidikan sekolah SMA dan SMP

St.Thomas I Medan, yakni berupa informasi dan jumlah siswa SMA dan SMP

St.Thomas I pada saat penelitian berlangsung.

4.5. Uji Validitas dan Reabilitas

Uji validitas dan reabilitas dilakukan pada 10 responden. Uji validitas

dilakukan pada SMA dan SMP Budi Murni 1 Medan. Dari 24 pernyataan, terdapat

(34)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Nomor Pertanyaan

Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

1 0,863 Valid 0,975 Reliabel

14 0,748 Valid Reliabel

15 0,863 Valid Reliabel

16 0,745 Valid Reliabel

17 0,800 Valid Reliabel

18 0,786 Valid Reliabel

19 0,745 Valid Reliabel

20 0,829 Valid Reliabel

21 0,720 Valid Reliabel

22 0,802 Valid Reliabel

23 0,822 Valid Reliabel

(35)

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Teknik pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini menggunakan

(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA dan SMP St.Thomas I Medan yang

beralamat di Jalan S. Parman no. 109, Kecamatan Medan Petisah, Kota Madya

Medan, Provinsi Sumatera Utara

Kedua sekolah ini memiliki bangunan yang bersatu berbentuk persegi dan

memiliki satu lapangan. Sebelah barat sekolah ini adalah kompleks perumahan,

sebelah timur adalah SMA St. Thomas II Medan dan SMP St.Thomas IV Medan.

SMA dan SMP St Thomas 1 Medan adalah salah satu sekolah di bawah

naungan Yayasan Perguruan Katolik Don Bosco Keuskupan Agung Medan.

Sekolah ini berdiri pada tahun 1948. SMA dan SMP ini merupakan salah satu

sekolah di Medan yang statusnya terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik).

Kedua Sekolah ini memiliki fasilitas laboratorium komput er, laboratorium bahasa

inggris, laboratorium biologi, laboratorium fisika, perpustakaan, kantin, ruang

belajar sebanyak 46 kelas, ruang kesenian, koperasi, aula serba guna, dan

lapangan olahraga.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada 100 subjek dengan rentang usia 12-18 tahun.

Subjek yang berusia dibawah 12 tahun atau lebih dari 18 tahun dikeluarkan dari

(37)

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 5.1, dari 100 orang responden terdapat 54 (54%) wanita

dan 46 (46%) pria.

Berdasarkan kelompok umur, responden dikelompokkan kedalam kelompok

masa remaja awal (12-15 tahun) dan kelompok masa remaja akhir (16-18 tahun).

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur Jumlah % Jumlah

Remaja Awal 69 69

Remaja Akhir 31 31

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.2, responden yang masuk dalam kategori remaja awal

adalah 69 (69%) responden, sedangkan yang termasuk dalam kategori remaja

akhir adalah 31 (31%) responden.

Para responden juga dikelompokkan berdasarkan kelas. Pembagian

kelompok dimulai dari kelas 1 SMP hingga kelas 3 SMA.

No Jenis

Kelamin

Jumlah % Jumlah

1 Laki-Laki 46 46.0

2 Perempuan 54 54.0

(38)

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas

Berdasarkan tabel diatas, responden yang berada pada kelas 1 SMP

berjumlah 18 (18%) orang, yang berada pada kelas 2 SMP berjumlah 17 (17%)

orang, yang berada pada kelas 3 SMP berjumlah 17 (17%) orang, yang berada

pada kelas 1 SMA berjumlah 16 (16%) orang, yang berada pada kelas 2 SMA

berjumlah 16 (16%) orang dan yang berada pada kelas 3 SMA berjumlah 16

(16%) orang.

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Media yang Paling Banyak

Digunakan Untuk Mendapatkan Informasi Mengenai Imunisasi Remaja

(39)

Pada tabel 5.4, ditemukan bahwa media yang paling banyak digunakan

remaja dalam mendapatkan informasi mengenai imunisasi remaja adalah koran

(23%). Media kedua terbanyak yang digunakan remaja adalah mading sekolah

(16%).

Pada penelitian ini para responden juga diberi pertanyaan mengenai pernah

tidaknya mereka membicarakan imunisasi remaja kepada dokter. Selain itu juga

ditelaah pihak mana yang memulai pembicaan baik dokter maupun pasien.

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mereka

Membicarakan Mengenai Imunisasi Remaja Kepada Dokter

Dalam beberapa tahun belakangan ini, pernahkah anda membicarakan

mengenai imunisasi remaja kepada dokter anda?

Jawaban Jumlah % Jumlah

Ya 6 6.0

Tidak 89 89.0

Tidak tahu 5 5.0

Total 100 100.0

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa 89 (89%) responden tidak

pernah membicarakan tentang imunisasi remaja kepada dokter keluarga mereka.

Responden yang pernah membicarakan tentang imunisasi remaja hanya berjumlah

6 (6%) orang, sedangkan 5 (5%) orang menjawab tidak tahu.

Selanjutnya para responden yang pernah membicarakan mengenai imunisasi

remaja ditanya mengenai siapa yang memulai pembicaraan tersebut baik dokter

(40)

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memulai

Pembicaraan Baik Dokter Maupun Remaja

Pihak yang Memulai Pembicaraan Jumlah % Jumlah

Saya 1 1.0

Dokter 5 5.0

Total 6 6.0

Dari keenam responden yang pernah membicarakan mengenai imunisasi

remaja kepada dokternya, 5 (5%) responden menyatakan bahwa pembicaraan

dimulai oleh dokter, sedangkan 1 (1%) responden menyatakan memulai sendiri

pembicaraan.

Para responden juga ditanya apakah mereka pernah membicarakan mengenai

imunisasi remaja kepada orang tua mereka. Pada pertanyaan ini juga ditelaah

pihak mana yang memulai pembicaraan baik orang tua/wali maupun anak.

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mereka

Membicarakan Mengenai Imunisasi Remaja Kepada Orang tua/wali

Dalam beberapa tahun belakangan ini, pernahkah anda membicarakan

mengenai imunisasi remaja kepada orang tua atau wali anda?

Jawaban Jumlah % Jumlah

Ya 22 22.0

Tidak 71 71.0

Tidak tahu 7 7.0

Total 100 100.0

Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa 71 responden (71%) tidak pernah

membicarakan tentang imunisasi remaja kepada orang tua atau wali mereka.

Responden yang pernah membicarakan tentang imunisasi remaja berjumlah 22

(41)

Selanjutnya para responden yang pernah membicarakan mengenai imunisasi

remaja ditanya mengenai siapa yang memulai pembicaraan tersebut baik

orang/wali maupun remaja tersebut.

Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pihak yang Memulai

Pembicaraan Baik Orang tua /wali Maupun Remaja

Pihak yang Memulai Pembicaraan Jumlah % Jumlah

Saya 14 14.0

Orang tua/Wali 8 8.0

Total 22 22.0

Dari tabel 5.8, ditemukan bahwa dari 22 responden yang menjawab ‘Ya’, 14

(14%) responden mengaku memulai pembicaraan sendiri. 8 (8%) responden

menyatakan bahwa orang tua mereka yang memulai pembicaraan tesebut.

Dibagian akhir kuesioner diberikan pertanyaan mengenai faktor-faktor

penghalang dilaksanakannya imunisasi remaja dilihat dari sudut pandang remaja

itu sendiri.

Tabel 5.9. Jawaban Responden Mengenai Penghalang Dilaksanakannya

Imunsasi Remaja

No Jawaban Jumlah % Jumlah

1 Kurangnya sosialisasi kepada orang tua dan anak 48 48.0

2 Dokter keluarga tidak pernah menyarankan/menyinggung tentang imunisasi

Berdasarkan tabel 5.9, 48 (48%) responden menyatakan bahwa mereka tidak

mendapatkan sosialisasi yang cukup kepada orang tua dan anak. Sebanyak 38

(42)

menyarankan/menyinggung tentang imunisasi remaja. 5 (5%) responden mengaku

bahwa biaya vaksin yang mahal menjadi penghambat dilaksanakannya imunisasi

remaja. Sebanyak 9 (9%) responden ragu akan keamaanan vaksin

5.1.3. Hasil Analisa Data

Pada analisa data ditemukan bahwa jumlah siswa yang memiliki

pengetahuan baik hanya 2 (2%) orang, pengetahuan sedang 57 (57%) orang, dan

pengetahuan rendah berjumlah 41 (41%) orang.

Tabel 5.10. Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I Medan

Mengenai Imunisasi Remaja.

Tingkat Pengetahuan Jumlah % Jumlah

Baik 2 2.0

Sedang 57 57.0

Rendah 41 41.0

Total 100 100.0

Pada penelitian ini juga dilakukan analisa tingkat pengetahuan siswa

berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.11. Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I Medan

Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin

Kategori

Dari 46 responden pria, 20 (43,4%) responden pria memiliki pengetahuan

rendah, sedangkan 26 (56%) responden pria memiliki pengetahuan sedang, dan

(43)

(3,7%) responden wanita memiliki pengetahuan baik, 31 (57,4%) memiliki

pengetahuan sedang dan 21 (38,8%) memiliki pengetahuan rendah.

Pada penelitian ini juga dilakukan analisa tingkat pengetahuan siswa

berdasarkan kelompok umur.

Tabel 5.12. Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I Medan

Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Kelompok Umur

Pada tabel 5.12, ditemukan bahwa pada kelompok remaja awal yang

berjumlah 69 (69%) responden, terdapat satu (1,4%) responden yang memiliki

pengetahuan baik. 44 (63,7%) responden memiliki pengetahuan sedang dan 24

(34,7%) responden memiliki pengetahuan rendah.

Untuk kelompok remaja akhir, ditemukan 1 (3,2%) responden yang

memiliki pengetahuan baik. 13 (41,9%) memiliki pengetahuan sedang dan 17

(54,8%) responden memiliki pengetahuan rendah.

Pada penelitian ini juga dilakukan analisa tingkat pengetahuan siswa

berdasarkan kelas.

Kategori

Total

Baik Sedang Rendah

Kelompok Umur Remaja Awal 1 44 24 69

Remaja Akhir 1 13 17 31

(44)

Tabel 5.13. Tingkat Pengetahuan Siswa SMA dan SMP St.Thomas I Medan

Mengenai Imunisasi Remaja Berdasarkan Kelas

Kategori Total

Pada tabel 5.13, ditemukan bahwa pada kelas 1 SMP jumlah siswa yang

memiliki pengetahuan rendah adalah 9 (50%) orang, pengetahuan sedang 9 (50%)

orang dan tidak ada yang berpengetahuan baik. Pada kelas 2 SMP jumlah siswa

yang memiliki pengetahuan rendah adalah 5 (29,4%) orang, pengetahuan sedang

11 (64,7%) orang dan pengetahuan baik 1 (5,8%) orang. Pada kelas 3 SMP jumlah

siswa yang memiliki pengetahuan rendah adalah 4 (23,5%) orang, pengetahuan

sedang 13 (76,4%) orang dan tidak ada yang berpengetahuan baik.

Pada kelas 1 SMA jumlah siswa yang memiliki pengetahuan rendah adalah

6 (37,5%) orang, pengetahuan sedang 9 (56,2%) orang dan pengetahuan baik 1

(6,2%) orang. Pada kelas 2 SMA jumlah siswa yang memiliki pengetahuan rendah

adalah 9 (56,2%) orang, pengetahuan sedang 7 (43,7%) orang dan tidak ada yang

berpengetahuan baik. Pada kelas 3 SMA jumlah siswa yang memiliki

pengetahuan rendah adalah 8 (50%) orang, pengetahuan sedang 8 (50%) orang

dan tidak ada yang berpengetahuan baik.

5.2. Pembahasan

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa tidak terjadi penyakit (Siregar & Matondang, 2005). Walaupun

imunisasi pada bayi dan anak sudah dinyatakan sukses, imunisasi pada remaja

(45)

oleh Kennedy (2008), hanya 5% remaja yang dapat menjawab dengan benar tiga

jenis vaksin yang diperlukan pada masa remaja. Pada penelitian ini ditemukan

bahwa hanya 2 (2%) responden yang memiliki tingkat pengetahuan imunisasi

remaja yang baik.

Pada penelitian yang dilakukan PKID ditelaah mengenai media yang paling

banyak digunakan remaja dalam mendapatkan informasi mengenai imunisasi

remaja. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini berbeda dengan yang

ditemuka n oleh PKID. Media yang paling banyak digunakan responden dalam

penelitian ini dalam mendapatkan informasi mengenai imunisasi remaja adalah

koran (23%). PKID (2005) menyatakan bahwa media yang paling banyak

digunakan remaja untuk mendapatkan informasi mengenai imunisasi remaja

adalah iklan televisi (50%). Hal ini mungkin berpengaruh terhadap rendahnya

tingkat pengetahuan remaja, dimana informasi yang mereka perlukan disajikan

dalam bentuk yang kurang diminati oleh remaja yaitu koran. Pemberian informasi

melalui media yang lebih menarik bagi remaja seperti televisi mungkin akan

meningkatkan pengetahuan remaja mengenai imunisasi remaja.

Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa 89 (89%) responden tidak pernah

membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada dokter keluarga mereka. 6

(6%) responden mengaku pernah membicarakan mengenai imuniasai remaja

kepada dokter keluarga mereka. 5 (83,3%) responden menyatakan bahwa

pembicaraan dimulai oleh dokter keluarga mereka. Hasil yang lebih baik

dilaporkan oleh PKID (2005) dimana dalam penelitian yang dilakukan pada 150

responden, 70 (47%) responden responden dalam penelitian tersebut mengaku

pernah membicarakan imunisasi remaja dengan dokter keluarga mereka. Dari 70

responden tersebut, 55 (78%) responden menyatakan bahwa percakapan dimulai

oleh dokter keluarga.

Sebanyak 71 (71%) responden dalam penelitian ini tidak pernah

membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada orang tua ataupun wali mereka.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh PKID (2005) jumlah responden yang tidak

pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada orang tua/wali adalah

(46)

dicantumkan bahwa orang tua/wali lebih banyak memulai pembicaraan (70%).

Pada penelitian yang saya lakukan, dari 22 (22%) responden yang pernah

membicarakan imunisasi remaja, hanya 8 (36,6%) yang menyatakan bahwa

pembicaraan dimulai dari orang tua.

Ketika ditanya mengenai faktor-faktor yang menghambat dilaksanakannya

imunisasi remaja, 48 (48%) responden menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh

kurangnya sosialisasi kepada orang tua dan anak. 38 (38%) responden

menyatakan bahwa dokter keluarga tidak pernah menyarankan/menyingung

tentang imunisasi remaja. 5 (5%) responden menyatakan mahalnya biaya vaksin

sebagai penghalang dan 9 (9%) responden menyatakan bahwa mereka ragu akan

keamanan vaksin. Faktor penghalang terbesar dalam dilaksanakannya imunisasi

remaja dilihat dari sudut pandang dokter adalah remaja jarang melakuka n

kunjungan yang bersifat preventif, remaja tidak sadar akan pentingnya imunisasi

remaja dan remaja serta orang tua mereka menganggap remeh resiko terjadinya

penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin (vaccine-preventable diseases), dan

orang tua remaja yang menolak untuk memberikan izin dalam vaksinasi,

rendahnya kepatuhan, riwayat imunisasi tidak ada, sulit menentukan remaja

beresiko tinggi (Oster et al., 2008). Oster (2005) tidak mencantumkan biaya

vaksin sebagai faktor penghalang dilaksanakannya imunisasi remaja. Hal yang

sama juga ditemukan oleh Rand (2010), dimana hanya 9% dari remaja yang

melakukan kunjungan yang bersifat preventif ke dokter keluarga.

Dari hasil penelitian diatas ditemukan bahwa sebenarnya terdapat banyak

kesamaan dalam hal-hal yang menjadi faktor penghalang dilaksanakannya

imunisasi remaja. Faktor yang berbeda adalah faktor biaya sebagai penghalang

dilaksanakannya imunisasi remaja. Di Amerika, dimana sebagian besar warga

negara sudah memiliki asuransi kesehatan, biaya vaksin sudah tidak dianggap

sebagai penghalang. Berbeda dengan di Indonesia dimana sebagian besar

warganya belum memiliki asurasi kesehatan, faktor biaya masih menjadi

(47)

Berkaitan dengan alasan yang dikemukakan remaja dan dokter maka perlu

diterapkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Infectious Diseases Society of

America (2007). Prinsip-prinsip tersebut mencakup:

1. Meningkatkan kesadaran tenaga kesehatan, dimana semua tenaga

kesehatan selayaknya menawarkan imunisasi remaja pada setiap

kunjungan kesehatan yang memungkinkan

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat, dimana harus dilakukan sosialisasi

mengenai imunisasi remaja. Program sosialisasi ini harus mentargetkan

masyarakat secara umum, kelompok resiko tinggi, remaja dan orang tua.

3. Mulai menjadikan imunisasi remaja sebagai salah satu tolak ukur dalam

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun yang memiliki

pengetahuan baik akan imunisasi remaja hanya 2%.

2. Media yang paling banyak digunakan remaja dalam mendapatkan informasi

mengenai imunisasi remaja adalah koran (23%)

3. Sebanyak 89% siswa SMA dan SMP yang berusia antara 12-18 tahun tidak

pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja kepada dokter keluarga.

Sebanyak 77% juga tidak pernah membicarakan mengenai imunisasi remaja

kepada orang tua ataupun wali mereka.

4. Faktor terbesar yang dianggap sebagai penghalang dilaksanakannya

imunisasi remaja adalah kurangnya sosialisasi dokter keluarga kepada orang

tua dan anak (48%) dan dokter keluarga tidak pernah

menyarankan/menyingung tentang imunisasi remaja (38%)

6.2. Saran

1. Bagi para dokter keluarga, untuk memberikan informasi kepada orang tua

dan/atau anak mengenai imunisasi remaja, manfaat serta pentingnya

imunisasi pada remaja dalam pencegahan penyakit.

2. Bagi para dokter anak, untuk memberikan informasi kepada orang tua

tentang imunisasi remaja, serta perlunya imunisasi ini dilakukan agar orang

tua tidak hanya berfokus pada imunisasi pada masa balita.

3. Bagi para mahasiswa kedokteran, untuk senantiasa mengambangkan

ilmunya dan memberi perhatian lebih kepada kesehatan remaja yang

(49)

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics, 2006. Prevention of Pertussis Among

Adolescent: Recommendations for Use of Tetanus Toxoid, and Acellular Pertusis (Tdap) Vaccine. Committee on Infectious Diseases.

American Academy of Pediatrics, 2007. Hepatitis A Vaccine Recommendations.

Committee on Infectious Diseases.

American Academy of Pediatrics, 2007. Prevention of Human Papilomavirus

Infection: Provisional Recommendations for Immunization of Girls and Women With Quadrivalent Human Papillomavirus Vaccine. Committee on

Infectious Diseases.

American Academy of Pediatrics, 2007. Prevention of Varicella:

Recommendations for Use of Varicella Vaccines in Children, Including a Recommendation for a Routine 2-Dose Varicella Immunization Schedule.

Committee on Infectious Diseases.

Arikunto, S., 2007. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi IV.

Jakarta: Rineka Cipta

Centers for Disease Control and Prevention, 2006. Hepatitis A Vaccine: What You

Need to Know. Department of Health and Human Services. Vaccine

Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2007. Hepatitis B Vaccine: What You

Need to Know. Department of Health and Human Services. Vaccine

Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2007. Vaccination Coverage Among

Adolescent Aged 13-17 Years. MMWR Morbidity dan Mortality Weekly

(50)

Centers for Disease Control and Prevention, 2007. Vaccine Management:

Recommendations for Storage and Handling of Selected Biologicals.

Department of Health and Human Services.

Centers for Disease Control and Prevention, 2008. Chickenpox Vaccine: What

You Need to Know. Department of Health and Human Services. Vaccine

Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2008. Tetanus, Diphtheria (Td) or

Tetanus, Diphtheria, Pertusis (Tdap) Vaccine: What You Need to Know.

Department of Health and Human Services. Vaccine Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Inactivated Influenza Vaccine:

What You Need to Know. Department of Health and Human Services.

Vaccine Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Live, Intranasal Influenza

Vaccine: What You Need to Know. Department of Health and Human

Services. Vaccine Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Tetanus, Diphtheria, Pertusis

(Tdap) Vaccine: What You Need to Know. Department of Health and Human

Services. Vaccine Information Statement.

Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Recommended Immunizations

Schedules for Persons Aged 0 Through 18 Years. Department of Health and

Human Services.

Hadinegoro, S.R., 2005. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI. In Ranuh I.G.N.,

et al, Edisi kedua. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter

(51)

Hainsworth, T., 2002. Travel vaccines: a guide to appropriate use. Mid Sussex

Primary Care Trust. Available from:

April 2010]

Hidayat, B., & Pujiarto, P.S., 2005. Hepatitis A. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi

kedua. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 144-149.

Hidayat, B., & Pujiarto, P.S., 2005. Hepatitis B. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi

kedua. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 92-97.

IDAI., 2009. Overview adolescent health problems and services. Available from:

2010]

Infectious Diseases Society of America, 2007. Executive Summary – actions to

Strengthen Adult and Adolescent Immunization Coverage in the United

States: Policy Principles of the Infectious Diseases Society of America.

Clinical Infectious Diseases, 44, 1529-31

Kartasasmita, S., 2005. Influenza. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi kedua. Pedoman

Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 150-158.

Kennedy, A., 2008. Adolescent Vaccine Knowledge and Attitudes. CDC

Immunization Services Division.

Lee, G.M., Lorick, S.A., Pfoh, E., Kleinman, K., Fishbein, D., 2008. Adolescent

Immunizations: Missed Opportunities for Prevention. American Academy of

Pediatrics, 122:711-717.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka

(52)

Oster, N.V., Mc-Phillips-Tangum, C.A., Averhoff, F., Howell, K., 2004. Barries to

Adolescent Immunization: A Survey of Family Physicians and Pediatricians.

PKID., 2005. Teen Vaccine Initiative. Available from:

http://www.pkids.org/pdf/pkidstvireport.pdf. [Accesed 18 April 2010]

Rand, C.M., Shone, L.P., Albertin,C., Auinger, P., Klein, J.D., Szilagyi.G., 2010.

National Health Care Visit Patterns of Adolescent. American Medical

Association, 161:252-259.

Rampengan, T.H., 2005. Demam Tifoid. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi kedua.

Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia,

136-139.

Satari, H.I., 2005. Varisela. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi kedua. Pedoman

Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 140-143.

Satroasmoro, S. & Ismael, S., 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Edisi ketiga. Jakarta : Sagung Seto.

Siregar, S.P., & Matondang, C.S., 2005. Aspek Imunologi Imunisasi. In: Ranuh,

I.G.N., et al., Edisi kedua. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 7-18.

Suyitno, H., 2005. Jenis Vaksin. In Ranuh I.G.N., et al, Edisi kedua. Pedoman

Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 19-23.

Tumbelaka, A.R., & Hadinegoro, S.R., 2005. Difteria, Pertusis, Tetanus. In Ranuh

I.G.N., et al, Edisi kedua. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Ikatan

Dokter Anak Indonesia, 98-108.

Wilson, T.R., 2006. Update on Adolescent Immunization: Review of Pertusis and

(53)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cindy Putri

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 14 Januari 1989

Agama : Katholik

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah Blok SS no 36

Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD Budi Murni 3 Medan

2. SMP Santo Thomas 1 Medan

3. SMA Santo Thomas 1 Medan

Riwayat Pelatihan : -

(54)

LAMPIRAN 2

KUESIONER

DATA PESERTA

Nomor kuesioner : ________________

Tanggal Lahir: ___________________

Umur: __________________________

Jenis Kelamin: ___________________

Kelas: __________________________

(55)

□ Dua orangtua

□ Dua orangtua dan saudara

□ Satu orangtua dan saudara

□ Satu orangtua

□ Saudara kandung

□ Paman dan/atau tante

□ Kakek dan/atau nenek

□ Sendiri

□ Teman Kos

Silahkan beri tanda pada semua media yang Anda gunakan untuk mendapat

informasi tentang imunisasi remaja:

□ Koran

Dalam beberapa tahun belakangan ini, pernahkah anda membicarakan menganai

imunisasi remaja kepada dokter anda?

□ Ya

□ Tidak

□ Tidak tahu

Jika jawaban anda ‘Ya’, siapakah yang memulai pembicaraan mengenai imunisasi

remaja?

□ Saya

□ Dokter

(56)

Dalam beberapa tahun belakangan ini, pernahkah anda membicarakan menganai

imunisasi remaja kepada orang tua atau wali anda?

□ Ya

□ Tidak

□ Tidak tahu

Jika jawaban anda ‘Ya’, siapakah yang memulai pembicaraan mengenai imunisasi

remaja?

□ Saya

□ Orang tua/wali

□ Tidak tahu

PETUNJUK CARA MENGERJAKAN

Berilah jawaban yang jujur, sesuai dengan yang ada yakini benar. Kuesioner ini

bukanlah suatu bentuk ujian, sehingga tidak ada jawaban yang benar ataupun

salah.

Tabel dibawah ini berisi pernyataan mengenai pengetahuan akan imunsiasi remaja

Silakan memilih kolom benar, salah, atau tidak tahu. Pilihlah jawaban sesuai dengan yang paling Anda yakini.

Benar Salah Tidak Tahu

1. Remaja tidak akan sakit tifus lagi, walaupun

remaja tersebut tidak di imunisasi. 0 1 0

2. Remaja sudah terlalu dewasa untuk di

imunisasi. 0 1 0

3. Jika remaja diimunisasi, maka remaja tersebut

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Mereka
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses peletakan atau pengambilan mobil, terdapat 3 gerakan utama yaitu proses naik turun lift menuju antai yang diinginkan, proses pemutaran lift untuk mengarahkan mobil

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014.. Di bawah bimbingan Dra. Heraeni Tanuatmodjo, MM. Penelitian ini mengkaji fenomena menurunnya Profitabilitas pada PT. Al Ijarah

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pergaulan antar siswa dan persepsi tingkat pendidikan guru terhadap prestasi belajar siswa khusunya

Maharani Kusuma Daruwati, D0211058, KOMUNIKASI DAN IDENTITAS KULTURAL (Studi tentang Dampak Komunikasi terhadap Pembentukan Identitas Kultural pada Pernikahan Berbeda

Siswa mampu menyebutkan usia Nabi Muhammad pada saat menerima wahyu yang

Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan anara peubah respon (variabel dependen) dengan faktor – faktor yang mempengaruhi lebih dari satu

Dalam penelitian ini prestasi belajar sebagai variabel penelitian adalah hasil belajar siswa pada jenjang sekolah sebelumnya yaitu SMP atau MTs terutama berupa

Penelitian ini bertujuan untuk membuat jadwal frekuensi perjalanan bus/trip frekuensi scheduling yang mampu mengatasi fluktuasi aliran penumpang dan waktu tempuh serta mampu