• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manifestasi Kardiovaskular Pada Penderita HIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Manifestasi Kardiovaskular Pada Penderita HIV"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MANIFESTASI KARDIOVASKULAR

PADA PENDERITA HIV

OLEH :

ANGGIA CHAIRUDDIN LUBIS

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN

KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

MANIFESTASI KARDIOVASKULAR

PADA PENDERITA HIV

Pendahuluan

Sejak pertama kali ditemukan pada sekumpulan pria homoseksual pada 1981 infeksi

human immunodeficiency virus (HIV) terus berkembang menjadi penyakit pandemik yang melibatkan berbagai organ, termasuk sistem kardiovaskular. Kondisi ini dapat dibabkan oleh virus HIV secara langsung maupun infeksi oportunistik yang memeperberatnya. Kaposi Sarkoma merupakan keterlibatan jantung pada HIV yang pertama ditemukan, sementara penyakit jantung koroner prematur pada penderita HIV menjadi fokus perhatian belakangan ini. 1-3

Penderita HIV dapat memiliki berbagai manifestasi terhadap jantung, sebelum era HAART kelainan yang paling sering ditemui antara lain kardiomiopati, pankarditis, hipertensi pulmonal, gangguan sistem konduksi dan infiltrasi neoplasma. Setelah memasuki era HAART, usia hidup penderitanya semakin panjang, di Amerika Serikat angka kematian turun hingga 47%, meski begitu hanya 1 diantara 5 penderita yang membutuhkan terapi HAART memiliki akses untuk memperolehnya. Pasca era HAART muncul manifestasi kardiovaskular baru yang tidak dijumpai sebelum era HAART, seperti hipertensi, kelainan metabolik, dan atherosclerosis yang dipercepat, termasuk penyakit jantung koroner. Pada tahun 2005 diperkirakan 38,6 juta orang dewasa dan anak terinfeksi HIV, dengan prevalensi manifestasi jantung berkisar antara 28% hingga 73%. 1,

3-5

Kelainan Perikard

Perikarditis dan efusi perikard merupakan komplikasi HIV yang paling sering ditemukan pada jantung, dengan prevalensi dari studi autopsi dijumpai sebanyak 37 %, sementara berdasarkan ekokardiografi sebesar 59 %, dengan insidens 11 % tiap tahunnya. Berbagai variasi manifestasi klinis dapat ditimbulkan, efusi perikard tanpa gejala, perikarditis, tamponade maupun perikarditis konstriktiva. Etiologi dari efusi perikard hingga kini masih belum jelas, dapat dihubungkan dengan infeksi HIV ataupun infeksi oportunistik, kelainan metabolik, ataupun keganasan, dan biasanya penyebab tidak dapat ditegakkan. Sebuah studi yang menggunakan gabungan autopsi dan ekokardiografi terhadap 1139 pasien HIV, didapati pada penderita dengan efusi perikard yang tidak disertai gejala, dua pertiga diantaranya disebabkan infeksi atau keganasan, sementara sepertiga lainnya tidak dapat ditegakkan penyebabnya. Efusi juga dapat merupakan bagian dari sindroma kebocoran kapiler, yang juga melibatkan lapisan pleura dan peritoneal, yang disebabkan peningkatan produksi cytokine pada infeksi tahap lanjut. 1, 3, 5-8

(3)

dengan ekokardiografi serial tanpa tindakan diagnostikataupun terapeutik khusus, dengan perbaikan spontan didapati pada 13 - 42 % penderitanya.

Tabel 1. Penyebab Efusi Perikard pada penderita infeksi HIV 7

Tetapi bila dijumpai adanya tamponade, dibutuhkan intervensi segera. Flum dkk. melaporkan 29 pasien yang menjalani tindakan bedah pericardial window, dan hanya 2 pasien yang menunjukkan perbaikan secara klinis, dan mortalitas 8 minggu setelah intervensi sebesar 69 %. Secara umum direkomendasikan pada penderita dengan efusi perikard luas dan etiologi yang belum dapat ditegakkan, dapat diterapi secara empiris untuk tuberculosis. Dan untuk pericarditis tuberculous dapat diberikan prednisone selama satu bulan, untuk mempercepat perbaikan dan menurunkan mortalitas.1, 4, 6, 8, 9

Gambar 1. Prevalensi Efusi Perikard dihubungkan dengan HIV. Garis vertikal menunjukkan diperkenalkannya terapi HAART sebagai pengobatan infeksi HIV.9

Kelainan Miokard

(4)

ekokardiografi, mampu mendiagnosa kardiomiopati dilatasi pada 8 % pasien, dengan angka kejadian 15.9 per 1000 pasien setiap tahunnya. Laporan-laporan selanjutnya menunjukkan angka keterlibatan yang bervariasi bergantung dengan metode yang dipergunakan. Gangguan fungsi ventrikel yang terjadi meliputi fungsi sistolik ventrikel kiri, fungsi diastolik ventrikel kiri dan fungsi sistolik ventrikel kanan. 3,7,8

Berbagai macam teori telah dikembangkan untuk menjelaskan. Infeksi miokard (miokarditis) merupakan etiologi yang paling banyak ditemukan dan dipahami, baik infeksi dari virus HIV sendiri ataupun oleh infeksi oportunistik lainnya. Barbaro dkk. melakukan biopsi miokard terhadap penderita kardiomiopati dilatasi pada HIV dan mendapatkan gambaran miokarditis pada sebesar 83 %. Biopsi endomiokard yang dilakukan Herskowitz dkk. terhadap 37 penderita HIV yang mengalami disfungsi ventrikel kiri global yang tidak bisa dijelaskan (28 diantaranya dengan gagal jantung NYHA III – IV), berhasil menemukan 21 penderita dengan miokarditis dan menyimpulkan miokarditis berperan penting dalam patogenesa kardiomiopati pada HIV.

3, 5-7, 9, 15

Berbagai penyebab lainnya adalah perubahan metabolik atau endokrin, cytokine, immunodefisiensi, obat-obatan dan sistem autoimmun. Infeksi HIV juga meningkatkan produksi sitokin (TNF, interleukin-1, interleukin-2, alfa-interferon) yang akan mengubah homeostasis kalsium intra-seluler dan meningkatkan produksi nitric oxide, mengubah faktor pertumbuhan-beta dan regulasi endothelin-1. Kadar nitric oxide yang tinggi secara eksperimental menimbulkan efek inotropik negatif dan bersifat sitotoksik terhadap miosit. 3,5

(5)

Defisiensi nutrisi yang lazim ditemui pada penderita HIV (terutama pada stadium lanjut), dikatakan turut berperan dalam terjadinya disfungsi miokard. Absorpsi yang buruk serta diare menyebabkan gangguan elektrolit dan defisiensi nutrisi. Defisiensi elemen-elemen penting ini kemudian dihubungkan dengan terjadinya kardiomiopati. Analisa wall motion pada ekokardiografi Doppler 2-dimensi ditemukan abnormal pada 8 dari 14 penderita dengan defisiensi nutrisi. Teori ini selanjutnya dikonfirmasi dengan membaiknya fungsi ventrikel kiri dan kardiomiopati pada penderita dengan defisiensi Selenium setelah dilakukan subsitusi Selenium.3,5,9

Perubahan fungsi yang terjadi dapat melibatkan baik fungsi sistolik maupun fungsi diastolikventrikel, dengan prevalensi disfungsi diastolik yang melebihi disfungsi sistolik. Mayoritas disfungsi ventrikel kiri justru tanpa gejala, terutama pada penderita infeksi tahap lanjut dan kadar CD 4 lebih rendah, dengan prevalensi disfungsi sistolik ventrikel kiri pada kelompok usia 35 – 44 tahun kurang dari 1 %. Hanya 8 % dari penderita kardiomiopati dilatasi pada penderita HIV yang disertai dengan gejala. 1, 8, 15, 16, 24 Disfungsi ventrikel dan kardiomipati dilatasi yang ditemui pada penderita HIV sudah mulai terjadi sebelum infeksi HIV memasuki tahapan lanjut, tetapi perubahan fungsi ini biasanya terjadi pada tahapan infeksi yang lebih lanjut. 1, 5, 13 Pemahaman lebih mendalam tentang kondisi disfungsi ventrikel kiri juga menunjukkan bahwa pada beberapa kondisi dapat bersifat reversibel. 6, 16

Penurunan fungsi ventrikel secara langsung juga mempengaruhi mortalitas, tanpa memandang kadar CD 4, usia, jenis kelamin dan resiko HIV lainnya. Mortalitas penderita HIV dengan kardiomiopati lebih tinggi dibandingkan penderita HIV tanpa kardiomiopati maupun penderita kardiomiopati tanpa HIV. Currie PF dkk. menemukan pebedaan bermakna pada berbagai kadar CD 4 dan fungsi jantung, median survival AIDS terhadap kematian untuk penderita dengan disfungsi ventrikel adalah 101 hari, dibandingkan dengan 472 hari pada penderita dengan tahapan infeksi yang sama dan fungsi jantung normal, dengan hazard ratio yang disebabkan gagal jantung sebesar 5.86. Penemuan Barbaro dkk. selanjutnya mengkonfirmasi buruknya pengaruh disfungsi ventrikel, penurunan fungsi ventrikel yang disertai dengan gagal jantung merupakan pertanda yang sangat buruk, dengan sekitar setengah penderitanya meninggal dalam 6 bulan hingga 1 tahun. 3, 5, 8, 9

(6)

Kanan: Waktu hingga kematian pada 81 penderita HIV dengan kadar CD 4 kurang dari 20 x 106 sel / mm3

Endokarditis

Infektif Endokarditis (IE) memiliki prevalensi sebesar 6.4 % - 34 % pada penderita HIV, bungan dengan regimen HAART. Angka insidens-nya sama besar pada

kecuali pada infeksi HIV tahap lanjut yang memlik

dan tidak berhu

penderita HIV maupun tanpa HIV, dan setelah ditemukannya HAART insidens berkurang dari 20.5 menjadi 6.6 per 1000 pasien tiap tahunnya. Pada negara berkembang angka insidens didapati lebih tinggi (10% - 15%). Pengguna obat intravena merupakan resiko terbesar untuk IE, dengan lokasi vegetasi paling sering ditemukan pada katup tricuspid, dan menyebabkan kematian terhadap 5 – 10 % penderitanya. Cicalini dkk. melaporkan dijumpai 108 episode IE pada 105 penderita infeksi HIV, dan 94.3 % merupakan pengguna obat intravena.1, 5, 8, 9

Manifestasi klinis yang ditampilkan dan angka survival sama seperti penderita tanpa infeksi HIV (85 % versus 93 %),

i mortalitas 30 % lebih tinggi dibandingkan asimptomatik HIV. Bakteri

Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbanyak (lebih dari 75 % kasus), diikuti oleh Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza dan Candida albicans. IE bertanggung jawab terhadap Bagaimanapun manajemen dari IE tidak berbeda dari penderita tanpa infeksi HIV. Endokarditis nonbacterial (marantic endocarditis) dijumpai pada 3% - 5% penderita HIV, terutama penderita dengan sindrom wasting. Ditandai dengan vegetasi endokard yang membeku. 1, 5, 6

Gambar 4. Kiri: Vegetasi yang melekat pada katup mitral anterior, terdeteksi menggunakan ekokardiografi trans-esophageal. Kanan: Vegetasi yang me kat pada

buluh Darah

RT, hubungan antara penyakit jantung koroner dengan hubungkan melalui peran cytomegalovirus ataupun HIV itu Sebelum memasuki era HAA

infeksi HIV telah coba di

(7)

Penggunaan HAART berhasil memperpanjang survival penderitanya, tetapi berbagai kompliaksi metabolik juga turut menyertai, hal inilah yang menjadi fokus perhatian berhubungan dengan kemungkinan meningkatnya resiko kardiovaskular. 6, 8, 17

Sebuah studi retrospektif selama periode 1993 – 2001 terhadap 36 766 penderita HIV, menunjukkan tidak didapati peningkatan kejadian kardiovaskular ataupun cerebrovaskular pada penderita dalam terapi HAART yang diikuti selama 40 bulan. Hasil yang serupa juga diperoleh pada sebuah meta-analisis dari 30 studi klinis acak, dengan angka kejadian dari penggunaan PI tidak lebih tinggi dibandingkan penggunaan nucleoside reverse-transcriptase inhibitor (NRTI); bagaimanapun kelemahan dari studi ini adalah masa penggunaan terapi yang singkat (1 tahun) dan angka kejadian yang rendah. Penemuan selanjutnya merubah pendapat sebelumnya, di mana frekuensi infark miokard meningkat setelah dipergunakannya PI. Studi selanjutnya terhadap 23 468 penderita HIV yang sudah mengkonsumsi ARV selama rerata 1.9 tahun diikuti selama 1.6 tahun, dan didapati kesimpulan semakin lama konsumsi kombinasi ARV akan meningkatkan resiko infark miokard. Secara menyeluruh, penelitian-penelitian ini mengasumsikan resiko terjadinya infark miokard meningkat pada penderita HIV yang mengkonsumsi PI, dan resiko ini semakin meningkat seiring bertambahnya durasi penggunaan. Angka kejadian pada studi ini masih tergolong rendah, tetapi diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya usia populasi penderita HIV. 6, 17

Tabel 2. Berbagai macam penelitian yang membandingkan angka kejadian koroner pada penggunaan dan tanpa penggunaan protease inhibitor (PI).17

oleh menjadi alasan untuk engh

Resiko kejadian kardiovaskular yang ditimbulkan penggunaan terapi HAART tertutupi oleh manfaat yang diperoleh, sehingga tidak b

(8)

Intervensi koroner perkutaneous menunjukkan hasil jangka pendek yang sangat baik, bagaimanapun tingkat restenosis lebih tinggi dibandingkan penderita tanpa infeksi HIV. Sebuah studi mendapatkan terjadi restenosis pada 15 dari 29 subjek HIV dibandingkan 3 dari 21 subjek non-HIV (52 % vs 14 %; p=0.006). Studi lainnya oleh Matezky dkk. juga menunjukkan angka restenosis yang memerlukan revaskularisasi pada 6 dari 14 penderita HIV dibandingkan 4 dari 38 kontrol yang non-HIV (43% vs 11%; p=0.02). Angka restenosis tinggi baik pada prosedur balon angioplasty maupun pemasangan stent, dan belum didapati data mengenai penggunaan stent bersalut obat. Untuk operasi CABG, didapati sebuah studi pada 37 penderita HIV yang diikuti selama rerata 28 bulan, didapati angka bebas kejadian sebesar 81 % pada 3 tahun. Data yang mengejutkan dari studi ini adalah median usia penderita yang dilakukan operasi adalah 44 tahun. Hingga saat ini belum didapati studi mengenai patensi graft CABG pada penderita HIV.17

Hipertensi Pulmonal

Hubungan antara HIV dan hipertensi pulmonal pertama kali dijabarkan oleh Kim dkk. jadian hipertensi pulmonal pada HIV yang sebesar 0.5 %, 2500 kali

dothel arteri pulmonalis. Usaha untuk endet

pa HIV, dispneu yang progresif erupa

pada 1987. Angka ke

lebih besar dibandingkan populasi umum, dan dijumpai pada 10 % dari penderita HIV dengan komplikasi kardiovaskular. Faktor resiko yang dihubungkan adalah pengguna obat-obatan intra-vena, infeksi paru berulang, tromboemboli vena dan disfungsi ventrikel kiri. Bagaimanapun banyak dijumpai kasus yang tidak memiliki resiko hipertensi pulmonal selain infeksi HIV itu sendiri.3, 7, 8, 17

Patofisiologi dari kondisi ini masih belum jelas, dan tidak diperoleh bukti bahwa virus HIV secara langsung menginfeksi en

m eksi HIV atau protein-nya pada jaringan paru menggunakan electron microscopy,

immunohistochemical ataupun tehnik molekular tidak berhasil membuktikannya. Peran HIV secara tidak langsung melalui pelepasan sitokin juga sudah diajukan. Penemuan histopatologi pada hipertensi pulmonal pada HIV serupa dengan yang dijumpai pada populasi tanpa HIV. Hubungan langsung antara kadar CD 4 dengan terbetuknya serta perburukan dari hipertensi pulmonal tidak terbukti. 7, 8

Gejala klinis, penampakan klinis dan hasil dari studi diagnostik menunjukkan gambaran yang sama seperti hipertensi pulmonal tan

m kan gejala yang paling sering ditemui. Pengobatan hipertensi pulmonal pada HIV juga serupa dengan pengobatan standar. Efek dari terapi anti retro-viral pada hipertensi pulmonal masih controversial, beberapa studi menunjukkan manfaat sementara beberapa lainnya menunjukkan hasil berbeda. Penampilan klinis yang memberat dengan terapi anti retro-viral juga pernah dilaporkan. Angka survival pada 1, 2 dan 3 tahun sebesar 73%, 60% dan 47%, sementara pada NYHA fc III – IV dengan survival yang lebih buruk 60%, 45% dan 28%. 3, 8, 17

Penyakit Arteri Perifer

Pada populasi umum, penyakit arteri perifer merupakan sebuah penyakit yang ktor resiko kadiovaskular tradisional, seperti merokok, diabetes, dihubungkan dengan fa

(9)

pengukuran indeks tekanan darah sistolik ankle-brachial (ABI) pada saat istirahat dan setelah latihan. Berdasarkan kuesioner didapatkan 15 % penderita dengan klaudikasio, dan berdasarkan ABI didapatkan 16 pasien dengan ABI yang tidak normal, hasil pada 16 pasien tersebut dikonfirmasi adanya atherosclerosis dengan menggunakan scanning

duplex. Usia, diabetes, merokok dan kadar CD 4 yang rendah didapatkan sebagai prediktor independen. Bagaimanapun pada studi lainnya terhadap 91 penderita HIV dengan minimal 2 resiko kardiovaskular, didapatkan prevalensi yang lebih rendah. 4

Trombosis Vena

Laporan kejadian thrombosis vena dalam terus meningkat, dan didapati fakta bahwa pada jumpai gangguan koagulasi, yang dapat menyebabkan prothrombotic

6 per 1000 tahun-orang, faktor yang penderita HIV di

state. Mesi kebanyakan perubahan yang dipaparkan adalah sitopenia (anemia, nutropenia dan trombositopenia), ternyata didapati juga peningkatan protein S, defisiensi kofaktor II heparin dan plasminogen activator inhibitor type 1.

Studi observasi yang dilakukan terhadap 42,935 penderita HIV selama 2,4 tahun mendapatkan angka kejadian thrombosis sebesar 2,

berpengaruh secara signifikan penyakit oportunistik, rawat inap dan usia lanjut. Studi lainnya terhadap 4752 penderita HIV/AIDS mendapati kejadian thrombosis vena dalam 10 kali lipat lebih besar dibandingkan populasi umum. Penelitian retrospektif pada 131 penderita infeksi HIV selama 5 tahun, mendapatkan 10 kejadian thrombosis vena dalam, dan 9 diantaranya dengan kadar CD 4 < 200 sel/micL. Secara menyeluruh, abnormalitas hasil laboratorium yang paling banyak ditemui adalah defisiensi protein S bebas (60 %), diikuti dengan peningkatan konsentrasi faktor VIII (41%), konsentrasi fibrinogen yang tinggi (22%) dan defisiensi protein C (9%). 4, 18

Hipertensi

Prevalensi hipertensi pada penderita HIV didapati sebesar 20 % - 25 % sebelum ra HAART. Laporan terkini pada era HAART menunjukkan peningkatan

emanjangan dari interval QT (long QT syndrome) dan Torsade de Pointes (TdP) telah ksi HIV, meski penderita tidak dalam pengaruh obat-memasuki e

tekanan darah berhubungan dengan penggunaa terapi protease inhibitor (PI) yang memicu lipodistrifi dan sindroma metabolik, dengan prevalensi sebesar 74 %. Hipertensi sistemik pada penderita HIV secara signifikan mempengaruhi resiko kardiovaskular premature: bila dibandingkan dengan penderita HIV normo-tensi, penderita hipertensi memiliki frekuensi penyakit jantung koroner lebih tinggi (16.1 % vs 1.3 %) dan angka kejadian infark miokard lebih tinggi (8.1 % vs 0.7 %). 6, 18

Long QT Syndrome (LQTS)

P

dijabarkan pada penderita infe

(10)

Tumor Jantung

erdapat dua tipe neoplasma malignan yang dijumpai pada jantung penderita HIV: an limfoma malignan.

rtama kali melaporkan Kaposi Sarcoma pada aposi Sarcoma pada jantung biasanya ditemukan secara kebetulan pada

penderita HIV si umum. Manifestasi yang ditimbulkan seperti gagal jantung atau T

Sarcoma Kaposi d Kaposi Sarcoma

Pada tahun 1983, Autran dkk untuk pe penderita HIV. K

pemeriksaan autopsy, dan jarang karena gejala yang melibatkan jantung. Berdasarkan studi autopsi retrospektif didapatkan insidens sebesar 12 % hingga 28 %, tetapi keterlibatan ini jarang dihubungkan dengan tumor jantung primer. Sarcoma Kaposi pada HIV dapat melibatkan miokardium, pericardium dan penemuan klasik efusi perikard. Gejala spesifik yang dapat ditimbulkan berhubungan dengan efusi perikard, dengan cairan perikard yang serosanguineous, dan tidak dijumpai sel malignan atau infeksi. Penanganan Kaposi Sarcoma cukup sulit, meski kebanyakan penderita meninggal lebih karena status imun yang menurun daripada keganasan itu sendiri.1, 3, 6-8

Limfoma Malignan

Limfoma non-hodgkin dijumpai 25 – 60 kali lebih banyak pada dibandingkan popula

aritmia ventrikel yang dapat disebabkan infiltrasi difus dinding ventrikel atau yang lebih jarang lagi obstruksi mekanis dari katup. Penggunaan kemoterapi dan radiasi biasanya bermanfaat, tetapi secara umum prognosis penderitanya buruk. Semenjak dipergunakannya HAART kejadian Kaposi sarcoma dan limfoma berkurang, hal ini diperkirakan karena perbaikan dari status imunologis dan pencegahan dari infeksi oportunistik. 1, 3, 6-8

Gambar 5. Prevalensi keterlibatan tumor jantung pada penderita HIV dalam periode 1995 – 2005. Garis vertikal menunjukkan dimulainya penggunaan terapi HAART.9

Kelai

ebelum memasuki era HAART, kelainan metabolik seperti hipertrigliserid dan

lipoprotein (HDL) sudah dijumpai pada penderita infeksi HIV,

nan Metabolik

S

rendahnya high-density

(11)

inhibitor (PIs). Penggunaan terapi PIs dalam HAART selanjutnya diketahui memberikan pengaruh peningkatan kejadian metabolik (hiperlipidemia, resistensi insulin) dan somatik (lipodistrofi / lipoatrofi), perubahan yang pada populasi umum meningkatkan resiko kejadian kardiovaskular.1,9

Tabel 3. Penampilan klinis penderita HIV yang berhubungan dengan syndrome lipodistrofi 19

Patogenesis HIV – Dislipidemia

ua mekanisme dihubungkan dengan terjadinya dislipidaemia pada penderita HIV, yang ilipidaemia yang disebabkan viraemia ditandai dengan

libatkan perubahan hormonal dan imunologis dan juga dipengaruhi D

pertama adalah viraemia HIV. D

penurunan konsentrasi plasma kolesterol total, LDL dan HDL, yang selanjutnya diikuti dengan peningkatan trigliserida. HIV yang menyebabkan dislipidemia sangat mirip dengan yang terjadi pada infeksi kronis, peningkatan interferon α pada HIV lanjut berhubungan dengan peningkatan trigliserida. Tumour necrosis factor (TNF) α yang meningkat pada penderita HIV yang belum diterapi juga mengambil peran, terlebih lagi kadarnya yang meningkat selama terjadi infeksi oportunistik. TNF α akan berinteraksi dengan metebolisme asam lemak bebas dan oksidasi lemak, sehingga mempercepat proses liposisis. Status nutrisi yang kurang pada penderita HIV, termasuk penurunan berat badan dan kekurangan protein juga berkontribusi dalam penurunan kolesterol total, HDL dan LDL. 19

Mekasnisme kedua adalah antiretroviral yang memicu dislipidemia, mekanisme kompleks yang me

oleh predisposisi genetik. Beberapa studi menunjukkan reistensi insulin mendahului terjadinya lipodistrofi, yang memnerikan asumsi bahwa resistensi insulin-lah yang faktor terpenting dalam sindrom metabolik. PI terbukti mempengaruhi glucose transporter

(12)

lipoprotein cholesterol (VLDL) dan penurunan pembuangannya. Sebagai tambahan PI juga meningkatkan kadar trigliserida.9,19,20

Gambar 6. Patofisiologi HAART menyebabkan sindroma me bolik

Hingga saat kini belum didapati studi prospektif, double-blinded, dan acak yang embu

ta

m ktikan keuntungan kardiovaskular dari penurunan lemak secara agresif, karenanya rekomendasi untuk evaluasi dan pengobatan hingga saat ini masih mengikuti anjuran dari

National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III. Bagaimanapun terapi PI merupakan pilihan yang penting dalam penatalaksanaan infeksi HIV, masalah yang mungkin ditimbulkan adalah obat ini dimetabolisme oleh cytochrome P450 CYP4-A pada hepar, sehingga penggunaan terapi lainnya yang dimetabolisme pada tempay yang sama harus dengan pertimbangan. Pada sebuah studi terhadap 45 penderita HIV yang mengkonsumsi PI, dan mengalami peningkatan abnormal lemak, dan dilakukan tatalaksana mengikuti National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel

(13)

Gambar 7. Insidens infark miokard per 10.000 tahun-orang pada penderita HIV pria berdasarkan lama penggunanan terapi PI (dalam bulan) dan dibandingkan dengan populasi pria umum dalam usia yang sama.9

Disfungsi Autonomis

Tanda-tanda awal dari suatu disfungsi autonomis pada penderita infeksi HIV meliputi syncope, pre-syncope, keringat yang berkurang, diare, disfungsi ginjal dan impotensi. Pada sebuah studi yang menilai variabilitas denyut jantung, rasio vasalva, respon hemodinamik terhadap latihan isometric dan tes tilt-table menunjukkan adanya gangguan autonomis pada penderita infeksi HIV dan semakin nyata padapenderita AIDS. Gangguan yang disebabkan pada sistem saraf autonom mempengaruhi divisi simpatis maupun parasimpatis.3, 4

Kesimpulan

Infeksi HIV mempengaruhi sistem kardiovaskular melalui berbagai aspek, dan secara langsung memperburuk prognosis penderitanya. Diperkenalkannya terapi HAART pada ujung abad ke-20 telah membawa perjalanan HIV/AIDS menuju era baru yang jauh lebih baik, yang juga memperbaiki komplikasi klasik kardiovaskular yang disebabkan infeksi HIV.

(14)

Daftar

 

Pustaka

 

1. Khunnawat C, Mukerji S, Havlichek D, et al. Cardiovascular Manifestations in Human  Immunodeficiency Virus‐Infected Patients. Am J Cardiol 2008; 102:635‐642. 

2. Quinn  TC,  Bartlett  JG,  McGovern BH.  The  global  human  immunodeficiency  virus  pandemic. Up to date version 17.1, 2009. 

3. Zipes DP, Libby P, Bonow RO, et al, editors. Braunwald’s Heart Disease A Textbook of  Cardiovascular Medicine. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005. 

4. Cheitlin MD, Bartlett JG, McGovern BH, et al. Cardiac involvement in HIV‐infected  patients. Up to date version 17.1, 2009. 

5. Fuster V, Alexander RW, O’Rourke RA, editors. Hurst’s The Heart. 11th ed. New York: Mc  Graw Hill, 2004. 

6. Barbaro G. Cardiovascular manifestations of HIV infection. Circulation 2002;106:1420‐ 1425. 

7. Rerkpattanapipat P,  Wongpraparut  N, Jacobs LE, et al.  Cardiac  manifestations of  acquired immunodeficiency syndrome. Arch Intern Med 2000;160:602‐608.MAYO  8. Murphy JG, Lloyd MA, editors. Mayo Clinic Cardiology. 3rd ed. Minnesota: Mayo Clinic 

Scientific Press. 

9. Barbaro G, Boccara F. Cardiovascular Disease in AIDS. Verlag: Springer, 2005. 

10. Nasronudin.  HIV &  AIDS  Pendekatan  Biologi  Molekuler,  Klinis  dan  Sosial.  1st  ed.  Surabaya: Airlangga University Press, 2007. 

11. Schuster I, Thoni GJ,  Edhery  S, et al.  Subclinial  Cardiac  Abnormalities in Human  Immunodeficiency Virus‐Infected Men Receiving Antiretroviral Therapy. Am J Cardiol  2008; 101:1213‐1217. 

12. Barbaro G, Lorenzo GD, Grisorio B, et al. Incidence of Dilated Cardiomyopathy and  detection of HIV in myocardial cells of HIV‐positive patients. N Engl J Med 2002;  347(2):140. 

13. Castro SD, d’Amati G, Gallo P. et al. Frequency of development of acute global left  ventricular dysfunction in human immunodeficiency virus infection. J Am Coll Cardiol  1994;24:1018‐24. 

14. Sudano I, Spieker LE, Noll G, et al. Cardiovascular disease in HIV infection. Am Heart J  2006;151:1147‐55. 

15. Herskowitz A, Wu TC, Willoughby SB, et al. Myocarditis and cardioropic viral infection  associated with severe left ventricular dysfunction in late stage infection with human  immunodeficiency virus. J Am Coll Cardiol 1994;24:1025‐32. 

16. Blanchard DG, Hagenhoff C, Chow LC, et al. Reversibility of cardiac abnormalities in  human immunodeficiency virus (HIV)‐infected individuals: a serial echocardiographic  study. J Am Coll Cardiol 1991;17(6):1270‐6 

17. Hsue PY, Waters DD. What a cardiologist needs to know about patients with human  immunodeficiency virus infection. Circulation 2005;112:3947‐57. 

(15)

19. Oh J, Hegele RA. HIV‐associated dyslipidaemia:pathogenesis and treatment. Lancet  Infect Dis 2007;7:787‐96. 

Gambar

Tabel 1. Penyebab Efusi Perikard pada penderita infeksi HIV  7
Gambar 2. Mekanisme kardiomiopati pada HIV. 9
Gambar 3. Kiri: Kurva survival 296  penderita terinfeksi HIV dengan struktur jantung normal, kardiomiopati dilatasi, disfungsi ventrikel kiri dan disfungsi ventrikel kanan
Gambar 4. Kiri: Vegetasi yang melekat pada katup mitral anterior, terdeteksi  katup aorta menggunakan ekokardiografi trans-esophageal
+6

Referensi

Dokumen terkait

Model Sistem cerdas penyortir apel berdasarkan warna dan ukuran dengan menggunakan sensor TCS3200 dan LDR yang berbasis arduino uno ini masih perlu pengembangan

Kresek and pale yellow leaf systemic symptoms of bacterial leaf blight of rice caused by Xanthomonas oryzae.. Hassanein WA, Awny NM, El-Mougith AA, Salah

Untuk pertanian dan perkebunan serta kelautan, pihaknya masih mencoba menjalin dengan beberapa perusahaan yang memang benar- benar berada di dalam lingkungannya, agar penempatan

Tugas kelompok (dilakukan di hari H): Mengenal lingkungan tempat perkuliahan Dalam upaya mengenalkan mahasiswa mengenai lingkungan kampus Semanggi Unika Atma Jaya, maka

lebih kecil bila dibandingkan de- ngan yang ada di pasaran?, dan (3) Seberapa jauh mesin penggiling daging dan pencampur bahan bakso.. dapat meningkatkan

“iya mbak, kami tahu, kalau obatnya tidak diminum, nanti “iya mbak, kami tahu, kalau obatnya tidak diminum, nanti  bisa kumat.”..  bisa

Layanan prima dalam perpustakaan sudah ditekankan dalam undang-undang perpustakaan nomor 47 tahun 2007, tentang layanan perpustakaan pasal 14 ayat (1) “ layanan