• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) Terkait Dengan Peresapan Air Tanah Dan Pengolahan Sampah Organik (Eksperimen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) Terkait Dengan Peresapan Air Tanah Dan Pengolahan Sampah Organik (Eksperimen)"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI LUBANG RESAPAN BIOPORI TERKAIT

DENGAN PERESAPAN AIR TANAH DAN PENGOLAHAN

SAMPAH ORGANIK

(EKSPERIMEN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010

(2)

ABSTRAK

Lubang Resapan Biopori merupakan salah satu teknologi yang diciptakan oleh anak bangsa pada tahun 2004 silam. Sang penemu yang bernama lengkap Ir. Kamir R. Brata M. Sc. merupakan salah seorang staf pengajar di salah satu perguruan tinggi negri di pulau Jawa, yaitu Institute Pertanian Bogor. Teknologi ini sendiri mempunyai peranan sebagai pengganti areal resapan air yang telah dibangun ataupun dilapisi aspal atau semen. Dalam fungsinya, Lubang Resapan Biopori berperan sebagai pintu masuk air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.

Pengumpulan data primer dan data sekunder, merupakan langkah awal dalam penelitian ini. Data primer didapatkan dari pengamatan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder didapatkan dari arsip data yang telah ada pada penelitian personal atau pun dari arsip data suatu instansi, yang terkait dalam penelitian LRB ini.

Dalam penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis kembali. Data primer yang didapat berupa data laju infiltrasi air ke dalam tanah. Metode analisa yang dipakai untuk mendapatkan data tersebut adalah metode HORTON. Selain itu data intensitas hujan harian maksimum juga akan dicari, dengan menggunakan metode analisa Log Pearson, yang akan diparalelkan dengan metode Ishiguro, Van Breen, Sherman, dan Tallbot. Hasil akhir yang dihasilkan dari penelitian ini berupa analisa efisiensi Lubang Resapan Biopori dalam meresap air hujan, kedalam tanah. Pada bagian penguraian sampah organik, data yang didapat merupakan data pengamatan langsung dari lapangan, yang merupakan data-data indikator kematangan kompos, yaitu, Ph ( tingkat keasaman ), warna, bau, dan kondisi kompos.

(3)

KATA PENGANTAR

Tiada yang pantas diucapkan selain rasa syukur penulis kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih yang kasih-Nya tiada terpilih, Tuhan Yang Maha Penyayang yang sayang-Nya tiada terbilang, yang telah memberikan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “TEKNOLOGI LUBANG RESAPAN BIOPORI ( LRB ) TERKAIT DENGAN PERESAPAN AIR TANAH DAN

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK ( EKSPERIMEN ) ”. Tugas Akhir ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Sufrizal, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing yang telah

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

(4)

4. Bapak Ir. Boas Hutagalung, M.Sc, Bapak Ir. Ivan Indrawan MT., Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan hingga selesainya tugas akhir ini.

6. Bapak/Ibu Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyukseskan tugas akhir ini.

7. Ayahanda Nursyam dan Ibunda Ermawati, dan ibu Yus Emmi tercinta, yang telah mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. “Ayah, Bunda : Karunia terindah bagi ananda yang telah dilahirkan sebagai anakmu. Tanpa kenal lelah dalam membimbing ananda untuk menjadi manusia yang mampu menghadapi hidup dengan ketekunan dan ketegaran”.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan ’05, abang-abang angkatan ’02,. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini, sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik dan tanpa menemui hambatan serta rintangan yang berarti.

(5)

perbaikan tugas akhir ini. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010 Hormat Saya, Penulis

Muhammad Andrisyam

NIM : 05 0404 071

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

(6)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... I-1

I.1. Uraian Umum ... I-1 I.2. Latar Belakang ... I-3 I.3. Perumusan Masalah ... I-4 I.4. Tujuan Penelitian ... I-5 I.5. Pembatasan Masalah ... I-6 I.6. Metodologi Penelitian ... I-6 BAB II METODOLOGI PENELITIAN ………... II-1

II.1. Gambaran Umum Tentang Biopori ... II-1 II.1.1. Manfaat Lubang Resapan Biopori ( LRB ) ... II-3 II.1.2. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... II-4 II.1.3. Tempat yang Dapat Dibuat / Dipasang Lubang

Resapan Biopori ... II-5 II.2. Cara Pengumpulan Data ... II-6 II.2.1. Data Primer ... II-6 II.2.2. Data Sekunder ... II-7 II.3. Cara Pengolahan Data ... II-8 II.4. Cara Analitis Data ... II-8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1

(7)

III.2.1. Pengukuran... III-9 III.2.1.a. Analisa Hidrograf ... III-9

(8)

III.5.2.a. Sifat Fisik Tanah ... III-41 III.5.2.b. Sifat Kimia Tanah ... III-41 III.5.2.c. Sifat Biologi Tanah ... III-43 III.5.3. Jenis dan Sumber Bahan Kompos ... III-44 III.5.3.a. Sisa Tanaman ... III-44 III.5.3.b. Kotoran Hewan ... III-46 III.5.3.c. Sampah Kota ... III-47 III.5.2.d. Vermikompos ...,,,,,,... III-49 III.5.4. Proses Pengomposan ………... III-50 III.5.4.a. Proses Mikrobiologi ... III-55 III.5.4.b. Tahapan Proses Pengomposan ... III-56 BAB IV ANALISA PEMBAHASAN ... IV-1

IV.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... IV-1 IV.1.1. Posisi dan Lokasi Penelitian ... IV-1 IV.2. Kondisi Tanah ... IV-1 IV.2.1. Jenis Tanah ... IV-1 IV.2.2. Sifat Fisika Tanah ... IV-2 IV.2.3. Infiltrasi ... IV-3 IV.2.4.Curah Hujan ... IV-14 IV.3. Peresapan Air Pada Lubang Resapan Biopori ... IV-16

(9)

IV.4. Penguraian Bahan Organik ... IV-38 IV.4.1. Analisa Frekuensi Curah Hujan ... IV-40 IV.4.1.1. Metode Van Breen ... IV-40

IV.4.1.2. Penentuan Metoda Perhitungan Intensitas

Hujan ... IV-40 IV.5. Penguraian Bahan Organik ... IV-40

IV.5.1. Data dan Hasil Pengamatan Terhadap Proses Pengomposan ... IV-40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... V-1

V.1. Kesimpulan ... V-1 V.2. Saran ... V-3 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

(10)

Gambar II.2. Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori ... II-2 Gambar II.3. Skema Fungsi LRB ... II-3 Gambar II.4. Cara Pembuatan LRB ... II-4 Gambar II.5. Lokasi Pembuatan Lubang Resapan Biopori ... II-5 Gambar III.1. Siklus hidrologi ... III-2 Gambar III.2. Skema Infiltrasi dan Perkolasi pada Dua Lapis Tanah ... .. III-6 Gambar III.3. Bentuk Umum Kurva Infiltrasi dan Run-Off

(Schwab and frevert,1981)... III-8

Gambar III.4. Kurva Laju Infiltrasi ( Horton, 1939 dalam

Schwab and frevert, 1981)... III-9 Gambar III.5. Sketsa penetapan indeks Phi... III-10 Gambar III.6. Single Ring Infiltrometer ... III-13 Gambar III.7. Double Ring Infiltrometer ... III-15 Gambar III.8. Hubungan Butir-Butir Tanah, Air, dan Udara ... III-20 Gambar III.9. Zona Jenuh dan Zona Tak Jenuh ... III-27 Gambar III.10. Diagram Kadar Air ... III-28 Gambar III.11. Pengandaian Ruang Pori Sebagai Pipa Kapiler ... III-31 Gambar III.12. Grafik Distribusi Kadar Air Pada Percobaan Pasir Halus ... III-32 Gambar III.13. Akuifer Alluvial ... III-37 Gambar IV.1. Grafik Hubunga t dan log ( fo-f c) ... IV-6 Gambar IV.2. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc )

Pada Tanah Lapangan Sepak Bola Departemen Teknik

Sipil F.T. USU ... IV-7

(11)

Gambar IV.4. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc )

Pelataran Parkir Departemen Teknik Sipil F.T. USU ... IV-11 Gambar IV.5. Grafik f(t) HORTON pada Pelataran Parkir Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ... IV-12 Gambar IV.6. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc )

Pada Lubang Resapan Biopori I Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-18 Gambar IV.7. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc )

Pada Lubang Resapan Biopori II Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-19

Gambar IV.8. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori III Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-20 Gambar IV.9. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc )

Pada Lubang Resapan Biopori IV Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-21

Gambar IV.10. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori V Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-22 Gambar IV.11. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori VI Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-23

(12)

Pengomposan ... IV-24 Gambar IV.13. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori VIII Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-25

Gambar IV.14. f(t) HORTON pada Lubang I ... IV-28 Gambar IV.15. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-30 Gambar IV.16. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-31

Gambar IV.17. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-32 Gambar IV.18. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Sebelum Adanya Proses

Pengomposan ... IV-33 Gambar IV.19. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-34

Gambar IV.20. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-35

Gambar IV.21. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

(13)

Gambar IV.22. Grafik Hubungan Antara Waktu Komulatif dengan Log ( fo-fc ) Pada Lubang Resapan Biopori I Setelah Adanya Proses

Pengomposan ... IV-37

Gambar IV.23. Kurva IDF Daerah Perencanaan... IV-49 Gambar IV.24. Grafik Perubahan kadar Ph dalam Lubang

Resapan Biopori I... IV-55

DAFTAR TABEL

Tabel III.1. Contoh Hitungan Pengukuran Infiltrasi dengan Ring

Infiltrometer ... III-15 Tabel III.2. Porositas Beberapa Bahan Redimen ... III-26 Tabel III.3. Komposisi Hara Dalam Tanaman ... III-45 Tabel III.4. Sumber Bahan Kompos, Kandungan Nitrogen,

(14)

Tabel III.6. Kandungan Hara Vermikompos ... III-50 Tabel III.7. Organisme yang Aktif Dalam Proses Pengomposan ... III-55 Tabel III.8. Tahapan Pengomposan ... III-57 Tabel III.9. Diagnosis Permasalahan yang Mungkin Timbal, Identifikasi

Penyebabnya,dan Cara Memperbaikinya ... III-58 Tabel IV.1. Klasifikasi Permeabilitas Menurut Uhland dan O’neil

(1951) ... IV-3 Tabel IV.2. Hasil Pengujian Laju Infiltrasi Pada Lapangan Sepak Bola

Departemen Teknik Sipil F.T. USU ( data mentah ) ... IV-7 Tabel IV.3. Hasil Pengujian Laju Infiltrasi Pada Lapangan Sepak Bola

Departemen Teknik Sipil F.T. USU ... IV-10 Tabel IV.4. Hasil Pengujian Laju Infiltrasi Pada Pelataran Parkir

Departemen Teknik Sipil F.T. USU ( data mentah ) ... IV-11 Tabel IV.5. Hasil Pengujian Laju Infiltrasi Pada Pelataran Parkir

Departemen Teknik Sipil F.T. USU ... IV-12

Tabel IV.6. Klasifikasi Laju Iniltrasi Menurut U.S. Soil Conversation ... IV-13 Tabel IV.7. Tabel Curah Hujan Bulanan Maksimum 10 Tahun ... IV-15 Tabel IV.8. Hasil Pengujian Pada Lubang I Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-18 Tabel IV.9. Hasil Pengujian Pada Lubang II Sebelum ada Proses

Pengomposan... IV-19 Tabel IV.10. Hasil Pengujian Pada Lubang III Sebelum ada Proses

(15)

Tabel IV.11. Hasil Pengujian Pada Lubang IV Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-21 Tabel IV.12. Hasil Pengujian Pada Lubang V Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-22 Tabel IV.13. Hasil Pengujian Pada Lubang VI Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-23 Tabel IV.14. Hasil Pengujian Pada Lubang VII Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-24 Tabel IV.15. Hasil Pengujian Pada Lubang VIII Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-25 Tabel IV.16. Perhitungan Laju Resapan Air Pada Lubang I sebelum adanya Pengomposan ... IV-28 Tabel IV.17. Hasil Pengujian Pada Lubang I Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-30 Tabel IV.18. Hasil Pengujian Pada Lubang II Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-31 Tabel IV.19. Hasil Pengujian Pada Lubang III Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-32 Tabel IV.20. Hasil Pengujian Pada Lubang IV Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-33 Tabel IV.21. Hasil Pengujian Pada Lubang V Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-34 Tabel IV.22. Hasil Pengujian Pada Lubang VI Setelah ada Proses

(16)

Tabel IV.23. Hasil Pengujian Pada Lubang VII Setelah ada Proses

Pengomposan ... IV-36 Tabel IV.24. Hasil Pengujian Pada Lubang VIII Sebelum ada Proses

Pengomposan ... IV-37 Tabel IV.25. Perbandingan Antara Kecepatan Resapan Air pada Lubang

Resapan Air Sebelum dan Setelah Terjadinya Proses

Pengomposan. ………... IV-38 Tabel IV.26. Skew Curve Faktor (K) digunakan dalam Distribusi Peluang Log Pearson Type III. ………... IV-39 Tabel IV.27. Perhitungan curah hujan metode Log Person. ………. IV-40 Tabel IV.28. Nilai Intensitas Hujan Menurut Distribusi Peluang Log Pearson Type III . ………... IV-40 Tabel IV.29. Perhitungan curah hujan metode Van Breen. ………... IV-41

Tabel IV.30. Perhitungan Intensitas Hujan Menurut Metoda Hasper Der

Weduwen. ………... IV-43 Tabel IV.31. Uji kecocokan Intensitas Hujan (I) Dengan PUH (Periode Ulang Hujan) 2 tahun. ……….... IV-46

Tabel IV.32. Persamaan Intensitas Hujan menurut Van Breen dengan pola

Talbot. ………... IV-48 Tabel IV.33Intensitas Hujan menurut Van Breen dengan pola

Talbot. ………... IV-48

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I.1. Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi Air pada Lapangan Sepak Bola dan Pelataran Parkir Departemen Teknik Sipil F.T.

Universitas Sumatera Utara ... VI-1 Lampiran I.2. Hasil Pengujian Berat Jenis Tanah pada Areal Kampus

(18)

Tanah Departemen Teknik Sipil USU ... VI-6 Lampiran I.4. Laporan Pengamatan Penguraian Sampah... VI-7 Lampiran I.5. Foto-Foto Dokumentasi selama Proses Eksperimen ... VI-15 Lampiran I.6. Tahapan-Tahapan dalam Penguraian Zat Organik dan Organisme yang Berperan dalam Penguraian Zat Organik ... VI-21 Lampiran I.7. Data Curah Hujan Harian Maksimum Daerah Medan Selayang dan Sekitarnya ... VI-24 Lampiran I.8. Tabel dan Grafik Hasil Perhitungan Kecepatan Resapan Air Pada Lubang Resapan Biopori I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, Sebelum Adanya Proses Pengomposan ... VI-27 Lampiran I.9. Tabel dan Grafik Hasil Perhitungan Kecepatan Resapan Air Pada Lubang Resapan Biopori I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, Setelah Adanya Proses Pengomposan ... VI-34 Lampiran I.10. Profil Alat-Alat yang Digunakan Selama Eksperimen ... VI-7

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Uraian Umum

(19)

ABSTRAK

Lubang Resapan Biopori merupakan salah satu teknologi yang diciptakan oleh anak bangsa pada tahun 2004 silam. Sang penemu yang bernama lengkap Ir. Kamir R. Brata M. Sc. merupakan salah seorang staf pengajar di salah satu perguruan tinggi negri di pulau Jawa, yaitu Institute Pertanian Bogor. Teknologi ini sendiri mempunyai peranan sebagai pengganti areal resapan air yang telah dibangun ataupun dilapisi aspal atau semen. Dalam fungsinya, Lubang Resapan Biopori berperan sebagai pintu masuk air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.

Pengumpulan data primer dan data sekunder, merupakan langkah awal dalam penelitian ini. Data primer didapatkan dari pengamatan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder didapatkan dari arsip data yang telah ada pada penelitian personal atau pun dari arsip data suatu instansi, yang terkait dalam penelitian LRB ini.

Dalam penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis kembali. Data primer yang didapat berupa data laju infiltrasi air ke dalam tanah. Metode analisa yang dipakai untuk mendapatkan data tersebut adalah metode HORTON. Selain itu data intensitas hujan harian maksimum juga akan dicari, dengan menggunakan metode analisa Log Pearson, yang akan diparalelkan dengan metode Ishiguro, Van Breen, Sherman, dan Tallbot. Hasil akhir yang dihasilkan dari penelitian ini berupa analisa efisiensi Lubang Resapan Biopori dalam meresap air hujan, kedalam tanah. Pada bagian penguraian sampah organik, data yang didapat merupakan data pengamatan langsung dari lapangan, yang merupakan data-data indikator kematangan kompos, yaitu, Ph ( tingkat keasaman ), warna, bau, dan kondisi kompos.

(20)

Tanah Departemen Teknik Sipil USU ... VI-6 Lampiran I.4. Laporan Pengamatan Penguraian Sampah... VI-7 Lampiran I.5. Foto-Foto Dokumentasi selama Proses Eksperimen ... VI-15 Lampiran I.6. Tahapan-Tahapan dalam Penguraian Zat Organik dan Organisme yang Berperan dalam Penguraian Zat Organik ... VI-21 Lampiran I.7. Data Curah Hujan Harian Maksimum Daerah Medan Selayang dan Sekitarnya ... VI-24 Lampiran I.8. Tabel dan Grafik Hasil Perhitungan Kecepatan Resapan Air Pada Lubang Resapan Biopori I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, Sebelum Adanya Proses Pengomposan ... VI-27 Lampiran I.9. Tabel dan Grafik Hasil Perhitungan Kecepatan Resapan Air Pada Lubang Resapan Biopori I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, Setelah Adanya Proses Pengomposan ... VI-34 Lampiran I.10. Profil Alat-Alat yang Digunakan Selama Eksperimen ... VI-7

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Uraian Umum

(21)

Disamping itu, dengan semakin berkembangnya populasi penduduk di seluruh dunia ini, akan berkembang juga jumlah maupun jenis pemanfaatan akan sumber daya air untuk mencukupi pola kehidupan yang akan semakin maju mengikuti kemajuan peradaban.

Proses pembangunan yang ada saat ini juga mengurangi kemampuan alam untuk menyimpan kelebihan air pada saat pasokan alam melimpah. Hal ini adalah dampak dari berkurangnya jumlah permukaan bumi yang akan menyerap air apabila pembangunan yang terjadi dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan alam. Semakin banyaknya jenis aktifitas hidup dan aktifitas ekonimi yang juga akan meningkatkan industri disegala bidang, akan makin banyak juga limbah yang akan diproduksi sebagai hasil samping atau byproduct kemajuan peradaban ini yang akan mencemari lingkungan hidup khususnya sumber daya air.

Ironisnya, Negara kita yang berada pada daerah yang hanya memiliki 2 musim dan beriklim tropis, yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi, masih juga mengalami krisis sumber daya air.

Oleh karena itu, kita sebagai pewaris alam semesta, sepatutnya juga menjaga dan memelihara stabilitas alam semesta ini, agar dapat kembali diwariskan kepada anak cucu kita kelak.

Salah satu teknologi yang tergolong murah, mudah dan cukup berguna dalam pemanfaatan serta penyimpanan sumber daya air adalah dengan menerapkan system

Lubang Resapan Biopori. Lubang Resapan Biopori ( LRB ) adalah suatu lubang

(22)

cekungan air dalam tanah. Untuk selanjutnya air yang disimpan tersebut dapat dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari kita.

Sebenarnya teknologi yang ditemukan oleh seorang staf pengajar Institute Pertanian Bogor ini sudah diperkenalkan sejak tiga tahun silam. Akan tetapi masyarakat masih belum mengerti cara kerja, manfaat, dan cara pembuatannya.

Cara kerja Lubang Resapan Biopori ini sebenarnya menggantikan fungsi areal

terbuka hijau sebagai daerah resapan air. Akan tetapi akibat pembangunan yang

berjalan seiring perkembangan peradaban manusia, maka areal terbuka hijau tersebut jumlahnya semakin berkurang. Dan kita tidak dapat memanfaatkan sumber daya air dengan maksimal yang diberikan oleh alam.

Disamping berfungsi sebagai areal penyerapan air, Lubang Resapan Air juga berfungsi sebagai areal penguraian sampah organik, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alami.

I.2 Latar Belakang

Masalah yang paling sering kita perhatikan sekarang ini yang berkaitan dengan air adalah banjir dan krisis air bersih. Padahal air itu sendiri merupakan berkah dari alam yang diberikan kepada seluruh mahkluk hidup yang ada dibumi ini, demi kelangsungan hidup mereka. Akan tetapi, manusia sebagai makhluk yang diberikan kuasa untuk mengelola, dan melestarikan alam, tidak mensyukuri berkah yang diberikan oleh alam, dan mereka hanya mementingkan diri sendiri.

(23)

Tertutupnya areal resapan air tersebut menyebabkan, air tidak lagi terserap kedalam tanah, akan tetapi langsung menuju ke saluran drainase, dan langsung menuju ke laut. Dalam kasus-kasus tertentu, akibat dari koefisien run-off pada suatu daerah mendekati nilai 1, akan menyebabkan saluran drainase tidak dapat lagi menampung seluruh curah hujan, dan mengakibatkan drainase tersebut meluap dan membanjiri wilayah tersebut.

Yang paling ironis, air tersebut langsung menuju ke laut tanpa disimpan, dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup kita. Dan manyebabkan kita kekurangan air. Oleh sebab itu perlu disadari lagi bahwa air sebagai berkah gratis dari alam harus bisa kita manfaatkan sebaiknya, untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak cucu kita dikemudian hari.

I.3 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam eksperimen yakni penulis ingin mengetahui :

1. Masalah yang timbul pada zaman sekarang ini, dimana masyarakat lebih condong mengikuti pembangunan seiring peradaban dunia tanpa mengindahkan fungsi alam, dan berdampak pada ketidakstabilan iklim, pencemaran sumber daya air, dan rusaknya sumber daya air yang dapat mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi ini.

2. Pemanfaatan air tanah secara berlebihan, yang berpengaruh pada penurunan permukaan tanah serta terjadinya intrusi air laut yang terjadi.

(24)

4. Jalan keluar dalam mengatasi masalah keterbatasan sumber daya air. Disamping dengan membangun reservoir, kita juga dapat menerapkan sistem

Lubang Resapan Biopori dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya

air yang tersedia.

5. Bagaimana cara kerja Lubang Resapan Biopori. 6. Manfaat lain dari Lubang Resapan Biopori.

7. Seberapa efisien Lubang Resapan Biopori dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya air yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari makhluk hidup.

8. Seberapa besar daya resap tanah terhadap air, dalam hal ini jenis tanah yang ada di Indonesia.

9. Pentingnya mensosialisasikan pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya air, agar dapat selanjutnya menyelamatkan kehidupan anak cucu kita nantinya.

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah :

1. Meneliti efektifitas Lubang Resapan Biopori dalam menyerap air.

2. Menghitung kecepatan air dan debit air yang mengalir pada Lubang Resapan Biopori.

(25)

4. Menghitung kapasitas Lubang Resapan Biopori pada suatu areal tertentu. Dalam hal ini berapa jumlah LRB yang akan dibuat untuk luas areal tertentu, serta berapa radius jarak antara LRB yang satu dengan yang lain.

5. Meneliti tahapan-tahapan dalam menguraikan bahan organik yang terdapat pada Lubang Resapan Biopori.

6. Agar dapat mensosialisasikan tentang pentingnya menjaga dan memelihara sumber daya air yang diberikan alam.

1.5 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Tanah yang khususnya dominan di Indonesia berupa tanah Podsol (lempung berpasir).

2. Air dengan viscositas = 1 x 10-6 ( air hujan ).

3. Diameter lubang 10-30 cm dengan kedalaman 80-100 cm. 4. Pada daerah yang relatif datar ( tidak berbukit ).

5. Bahan yang diuraikan ( dikomposkan ) merupakan bahan yang dapat terurai dan tidak berbau ( bahan organik seperti dedaunan ).

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : a. Pengambilan Data

1. Data Primer

(26)

suatu wilayah tertentu dengan kondisi dan jenis tanah pada wilayah tersebut. Adapun data primer yang didapat adalah :

1) Hasil pengukuran terhadap kecepatan infiltrasi air pada wilayah lapangan sepak bola dan areal parkir didepan Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, seperti pada lampiran 1.1.

2) Hasil penelitian terhadap bobot isi tanah ( berat jenis tanah ) pada kedalaman 0 – 80 cm pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, sep$erti pada lampiran 1.2.

3) Hasil penelitian terhadap koefisien rembesan tanah pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, seperti pada lampiran 1.3.

4) Hasil pengamatan penguraian bahan organik pada Lubang Resapan Biopori pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, seperti pada lampiran 1.4.

5) Hasil pengamatan berupa foto dokumentasi pada saat penelitian dilakukan, seperti pada lampiran 1.5.

2. Data sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data sekunder yang didapat adalah :

(27)

untuk memperoleh data jenis tanah dan koefisien permeabilitas tanah, seperti pada.

2) Dari data perpustakaan digital Institute Teknologi Bandung, seperti : Tahapan-tahapan dalam penguraian zat organik, serta makhluk hidup yang berperan dalam penguraian zat organik tersebut, seperti pada lampiran 1.6. 3) Dari Data Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) Balai

Besar Wilayah I Medan seperti : data curah hujan harian maksimum daerah Medan Selayang dan sekitarnya, seperti pada lampiran 1.7.

b. Pembuatan Lubang Resapan Biopori

Pembuatan lubang resapan biopori dilakukan di lapangan sepak bola dan di pelataran parkir mahasiswa Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

c. Penelitian di Lapangan

Melakukan penelitian dilapangan dengan prosedur sebagai berikut :

 Penyediaan alat pembuatan lubang resapan biopori, yaitu alat pengebor

tanah manual ( hand bor ).

Membuat Lubang Resapan Biopori, Lubang Resapan Biopori tersebut

(28)

yang telah terbukti, untuk selanjutnya, untuk menentukan jumlah dan jarak lubang akan diformulasikan.

 Mengisi lubang-lubang tersebut dengan sampah-sampah organik, berupa

dedaunan. Dan dibiarkan selama beberapa hari agar terbentuk lubang resapan biopori dan sampah tersebut terurai menjadi kompos. Serta mencatat berapa lama waktu yang dibutuhkan sampah tersebut dapat berubah menjadi kompos. Berikut disajikan proses kimia pengomposan oleh bakteri baik secara aerob maupun secara anaerob :

Mikroba Aerob

Bahan organik + O2 H2O + CO2 + Hara + Humus + Energi

N, P, K

Mikroba Anaerob

Bahan organik CH4 + Hara + Humus

N, P, K

 Melakukan pengujian secara eksperimental, dengan memasukkan air pada

lubang resapan biopori yang telah terbentuk, untuk mendapatkan data : • Kecepatan resapan air dalam Lubang Resapan Biopori.

Debit resapan air dalam Lubang Resapan Biopori

 Mengambil contoh tanah dan melakukan pengujian sample tanah

dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, untuk mendapatkan nilai permeabilitas tanah. d. Pengolahan data

(29)

1) Melakukan pengukuran infiltrasi dengan menggunakan alat Single Ring

Infiltrometer.

2) Melakukan pengukuran kecepatan infiltrasi dalam Lubang Resapan

Biopori.

3) Menganalisa Laju infiltrasi dengan menggunakan rumus Horton ( 1939 )

f = fc + ( f0 – fc ) x e-kt ……….. I.1

4) Mengambil sampel tanah dan melakukan pengujian sample tanah untuk mengetahui jenis tanah dan koefisien permeabilitas tanah tersebut.

(30)
(31)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir

MAKSUD

Untuk mendapatkan gambaran hasil penelitian apabila digunakan beberapa prosedur

TUJUAN

Untuk menganalisa apakah Lubang Resapan Biopori dapat menjadi salah satu alternatif

TINJAUAN PUSTAKA

PENGAMBILAN DATA

Analisa frekuensi curah hujan maksimum

pengamatan penguraian sampah Kecepatan infiltrasi

ANALISA DAN PERBANDINGAN

KESIMPULAN

Parameter yang digunakan :

ph

 perubahan warna

tekstur Metode yang digunakan :

• Metode HORTON

Metode yang digunakan :

 Metode Van Breen

 Hasper Der Weduwen

Kombinasi metode dengan pola Talbot

SARAN

PERMASALAHAN

(32)

II.1 Gambaran Umum Tentang Biopori

Kondisi kota besar seperti DKI Jakarta, Medan, dan kota besar lain yang memiliki lahan resapan air yang sangat sedikit sekali disertai dengan penggunaan air tanah yang sangat berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah serta mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan air berkualitas baik dan cukup di kawasan tersebut.

Dengan demikian keseimbangan lingkungan yang harus terus menerus dilestarikan dan dijaga pun semakin rusak dan tidak terkendali. Untuk itulah diperlukan adanya gerakan pelestarian alam sekitar yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak serta berkesinambungan.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah mengalirnya air hujan ke selokan yang kemudian terbuang percuma ke laut lepas adalah dengan pembuatan lubang biopori resapan atau LBR.

(33)

tanaman (Gambar 1). Gambar 2 menunjukkan penampang dari lubang resapan biopori.

Gambar II.1 . Foto Mikroskop Elektron dari Lubang Cacing dan Akar pada Matriks Tanah (dalam lingkaran kuning)

(34)

II.1.1 Manfaat Lubang Resapan Biopori ( LRB ) :

1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.

2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar. 3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.

4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut. 5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.

6. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah. 7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor. 8. Memperbaiki kondisi ekosistem tanah yang dapat menghidupi keanekaragaman hayati di dalam tanah (biodiversitas tanah).

9. Mengurangi dampak emisi gas CO2 akibat pembakaran sampah organik.

10. Sebagai tempat pengolahan sampah organik. 11. Meningkatkan kualitas tanah.

(35)

II.1.2 Cara Pembuatan Lubang Biopori Resapan Air :

1. Membuat lubang silindris di tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 80-100 cm serta jarak antar lubang 50-100 cm.

2. Mulut lubang dapat dikuatkan dengan semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 centimeter serta diberikan pengaman agar tidak ada orang yang terperosok. 3. Lubang diisi dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting pohon, sampah makanan dapur non kimia, dan sebagainya. Sampah dalam lubang akan menyusut sehingga perlu diisi kembali dan di akhir musim kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami.

4. Jumlah lubang biopori yang ada sebaiknya dihitung berdasarkan besar kecil hujan, laju resapan air dan wilayah yang tidak meresap air dengan rumus = intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap air (meter persegi) / laju resapan air perlubang (liter / jam).

(36)

II.1.3 Tempat yang dapat dibuat / dipasang lubang biopori resapan air :

1. Pada alas saluran air hujan di sekitar rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. 2. Di sekeliling pohon.

3. Pada tanah kosong antar tanaman / batas tanaman. 4. Pada dasar saluran.

3. Pada areal kosong, dimana areal tersebut sudah ditutup bagian Top Soilnya ( dilapisi oleh suatu lapisan beton, paving block ) untuk suatu keperluan,

seperti lahan parkir dan sebagainya.

(37)

b. di sekeliling pohon c. pada batas tanaman

II.1 Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian, data merupakan hal yang memiliki peranan yang penting sebagai alat penelitian hipotesis pembuktian untuk mencapai tujuan penelitian. Data yang dibutuhkan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan pengamatan/ pengukuran/penelitian langsung dilapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait atau badan tertentu.

II.1 .1 Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dilapangan secara pengamatan, peninjauan, pendataan dan pengukuran daripada lubang resapan biopori pada suatu wilayah tertentu dengan kondisi dan jenis tanah pada wilayah tersebut. Adapun data primer yang didapat adalah :

3. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dilapangan secara pengamatan, peninjauan, pendataan dan pengukuran daripada lubang resapan biopori pada suatu wilayah tertentu dengan kondisi dan jenis tanah pada wilayah tersebut. Adapun data primer yang didapat adalah :

1) Hasil pengukuran terhadap kecepatan infiltrasi air pada tanah pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

(38)

0 – 80 cm pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3) Hasil penelitian terhadap koefisien rembesan tanah pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4) Hasil penelitian tahapan-tahapan penguraian bahan organik pada Lubang Resapan Biopori pada wilayah lapangan sepak bola Universitas Sumatera Utara dan areal parkir didepan gedung sekretariat Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5) Hasil pengamatan berupa foto dokumentasi pada saat penelitian dilakukan.

II.1 .2 Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data sekunder yang didapat adalah :

1) Dari data Praktikum Mekanika Tanah yang dilakukan oleh mahasiswa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, untuk memperoleh data jenis tanah dan koefisien permeabilitas tanah. 2) Dari data perpustakaan digital Institute Teknologi Bandung, seperti :

Tahapan-tahapan dalam penguraian zat organik, serta makhluk hidup yang berperan dalam penguraian zat organik tersebut.

(39)

II.3. Cara Pengolahan Data

Adalah metode analisa data hasil pengamatan untuk mengambil kesimpulan dari tujuan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Melakukan pengukuran infiltrasi dengan menggunakan alat Single Ring

Infiltrometer.

2) Melakukan pengukuran kecepatan infiltrasi dalam Lubang Resapan

Biopori.

3) Menganalisa Laju infiltrasi dengan menggunakan rumus Horton ( 1939 )

f = fc + ( f0 – fc ) x e-kt

4) Mengambil sampel tanah dan melakukan pengujian sample tanah untuk mengetahui jenis tanah dan koefisien permeabilitas tanah tersebut.

II.4. Cara Analisis Data

Metode yang dilakukan untuk menganalisis data pada suatu analisa penelitian yaitu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dalam suatu perhitungan untuk memperoleh hasil penelitian yang selanjutnya akan diambil kesimpulan dari tujuan penulisan ini. Adapun cara analisis penelitian adalah :

1) Identifikasi permasalahan yang timbul pada masa sekarang ini khususnya tentang sumber daya air, dan pengolahan limbah organik.

(40)

3) Melakukan penelitian pada Lubang Resapan Biopori yang telah dibuat, dengan mencurahkan air dengan volume tertentu untuk mendapatkan nilai kecepatan rembesan air oleh tanah dan untuk mendapatkan nilai debit rembesan oleh tanah tersebut.

4) Menganalisa jumlah Lubang Resapan Biopori yang sesuai pada suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dengan persamaan :

n = v

L I *

……… II.1

Keterangan :

n : Jumlah Lubang Resapan Biopori

I : Intensitas hujan terbesar dalam 10 tahun ( mm/detik )

L : Luas bidang kedap air ( m2 )

(41)

Error! Bookmark not defined.

 Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di

tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Siklus Hidrologi

Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1.3-1.4 Juta km3 air : 97.5% adalah air laut, 1.75% berbentuk es, dan 0.73% berada di dataran sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0.001 % berbentuk uap di udara.

(42)

 Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

 Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran

(43)

Gambar III.1 Siklus Hidrologi

III.2. Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pengertian infiltrasi ( infiltration ) sering dicampurkan-adukkan untuk kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi

(percolation). Yang terakhir ini merupakan proses aliran air dalam tanah secara

vertical akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoretik pengertian keduanya dibedakan.

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu kapasitas infiltrasi, dan laju infiltrasi. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Secara fisik terdapat faktor yang berpengaruh, yaitu :

(44)

3. kelembaban tanah

4. tutup tumbuhan ( vegetation cover ) 5. kemiringan suatu daerah

6. penambahan zat kimia pada tanah

7. menutup areal permukaan tanah ( top soil )

(45)

tanah, sehingga struktur tanah menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan air di dalam tanah (perkolasi). Yang kedua dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.

Buckman and brady mengemukakan beberapa hal tentang infiltrasi sebagai berikut :  Pori tanah terdiri dari dua macam yaitu pori makro dan pori mikro. Pori

makro bersifat memudahkan lalu lintas udara dan air tanah. Pori mikro bersifat menghambat gerakan air, sehingga gerakan air hanya menjadi gerakan kapiler yang lambat. Total atau banyaknya kapasitas kedua pori tersebut kurang menentukan dalam mengalirkan air tanah karena tergantung pada jenis pori yang mendominasi. Untuk tanah bertekstur berpasir walaupun total porinya sedikit tetapi karena didominasi pori makro, maka tanah lebih mudah melalukan air. Sebaiknya untuk tanah-tanah berkadar liat tinggi, total pori tinggi, tetapi karena yang mendominasi adalah pori mikro, maka akan sulit melalukan air.

 Pengurangan bahan organik, akan mengakibatkan pengurangan pori makro

(46)

banyak zat organik serta unsur hara, maka organisme tanah akan berperan dalam menyediakan pori makro bagi tanah melalui pergerakan mereka.

 Tanah dengan struktur butir lebih mudah melalukan air daripada tanah

berstruktur pejal. Pembutiran tanah ini sangat dipengaruhi oleh bahan organik tanah. Sifat elektrokimia bahan organik dan liat sangat membantu dalam pembentukan agregate tanah dan memantapkannya sehingga tanah lebih remah dan tidak mudah menjadi pejal.

 Jumlah air yang bergerak di dalam tanah dipengaruhi oleh sejumlah faktor.

(1) jumlah pemakaian air tanah, (2) kemampuan infiltrasi tanah, (3) total daya hantar air dari horison-horison yang lebih bawah,serta (4) jumlah air yang ditahan oleh tanah dalam kondisi kapasitas lapangan ( jenuh ).

Keempat faktor tersebut juga ditentukan oleh tekstur dan struktur dari berbagai horison tanah. Sebagai contoh tanah berpasir, tanah ini memiliki kemampuan infiltrasi dan total daya hantar air yang tinggi. Sedangkan kemampuan mengikat airnya rendah sehingga perkolasi cepat dan mudah.

(47)

seluruhnya. Akan tetapi hendaknya diketahui bahwa dalam aplikasi dilapangan, proses yang terjadi tidak sesederhana hal tersebut, karena adanya kemungkinan aliran antara.

Infiltrasi terjadi secara demikian sehingga pada saat-saat awal mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi makin lama makin rendah sehingga mencapai laju infiltrasi tetap.

Laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah persatuan waktu, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju air yang dapat memasuki tanah pada satu saat.

Dalam menentukan infiltrasi suatu permukaan tanah yang dihitung adalah lajunya. Laju infiltrasi diberi satuan inci per jam atau milimeter per jam. Kemampuan suatu tanah dalam menyerap air hujan ada batas maksimumnya dan ini dinamakan kapasitas infiltrasi. Steel mendefenisikan kapasitas infiltrasi sebagai laju infiltrasi maksimum yang dimiliki suatu tanah dalam meresap air hujan yang jatuh dipermukaannya. Jika curah hujan sama atau lebih besar daripada infiltrasi maka laju infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi. Pada Gambar III.3, Schwab and frevert memberikan ilustrasi yang baik dalam bentuk kurva antara infiltrasi, curah hujan dan

run-off . pada awalnya laju infiltrasi lebih besar daripada curah hujan. Beberapa saat Gambar III.2 Skema infiltrasi dan perkolasi pada dua lapis tanah

(48)

kemudian, laju infiltrasi terus menurun sampai akhirnya laju infiltrasi sama dengan curah hujan, dan laju infiltrasi telah mencapai kapasitas infiltrasi, dalam gambar ditunjukkan sebagai perpotongan antara kurva infiltrasi dengan curah hujan. Dalam periode waktu yang singkat tersebut, run-off belum terjadi, dalam gambar terlihat kurva off masih nol. Ketika curah hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka

run-off mulai terjadi. Laju infiltrasi terbesar biasanya terjadi pada permulaan hujan dan

berangsur-angsur berkurang hingga mencapai angka minimum yang konstan. Maka untuk perhitungan potensial aliran permukaan digunakan angka minimum konstan.

Gambar III.3 Bentuk Umum kurva infiltrasi dan run-off (Schwab and frevert, 1981)

Dalam melakukan perhitungan laju infiltrasi, Horton mengemukakan rumusan infiltrasi sebagai berikut :

(49)

fc = laju infiltrasi tetap (cm/jam)

f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam)

k = konstanta HORTON t = waktu ( t )

e = 2.718281820

Gambar III.4 Kurva Laju Infiltrasi ( Horton, 1939 dalam Schwab and frevert, 1981)

III.2.1 Pengukuran

III.2.1.a Analisa Hidrograf

(50)

precipitation, aliran permukaan (surface runoff), aliran antara

(interflow,subsurface flow), dan aliran dasar (base flow, groundwaterflow).

(51)

Ada beberapa cara dalam mengukur laju infiltrasi pada suatu daerah tertentu, antara lain :

Dengan menggunakan alat Single ring infiltrometer. Dengan menggunakan alat Double ring infiltrometer. Rainfall Simulator.

(52)

III.2.1.a.1 Single ring infiltrometer

Pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya tanah yang terkelupas dapat dibuang.

b) Silinder ditempatkan tegak lurus dan diletakkan tegak lurus ke dalam tanah, sehingga bersisa kurang lebih 10 cm diatas permukaan tanah. Apabila tanah yang akan diukur merupakan tanah lunak, hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi apabila tanahnya merupakan tanah keras, maka untuk dapat memasukkan silinder tersebut memerlukan pemukulan dengan pukulan besi yang cukup berat. Dalam pemukulan tersebut hendaknya bagian atas pipa dilindungi terlebih dahulu dengan balok kayu yang cukup tebal, dan pemukulan harus dilakukan sedemikian sehingga silinder dapat masuk ke dalam tanah dengan tegak lurus. Pemukulan tidak dilakukan pada satu sisi karena silinder akan miring. Apabila pemukulan dilakukan pada sisi lain, maka silinder akan menjadi tegak, tetapi antara tanah dan silinder akan terbentuk rongga. Rongga demikian ini tidak boleh terjadi.

c) Air secukupnya disiapkan demikian pula stopwatch dan alat tulis.

d) Tabel disiapkan dan telah disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan hitungan (lihat contoh).

(53)

1. Pada skala yang terdapat pada dinding silinder, ditarik dua garis dengan jarak misalnya 5 cm (tergantung dari jenis tanah yang diukur). Bila laju infiltrasi relative sangat kecil, untuk menghemat waktu pengamatan jarak 2 garis tersebut dapat diperkecil.

2. Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air tersebut seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghilangkan retak-retak tanah yang merugikan pengukuran.

3. Air dituangkan kedalam silinder, sampai mencapai batas garis atas.

4. Waktu yang diperlukan oleh muka air untuk turun sampai garis batas bawah dicatat dengan stopwatch dan dicatat pada tabel yang telah disiapkan.

5. Air dituangkan kembali secepatnya kedalam silinder sampai garis batas atas, waktu penurunan muka air sampai garis batas bawah diukur lagi. 6. Hal tersebut dilakukan terus menerus, sampai waktru yang diperlukan

oleh muka air turun sampai garis batas bawah selalu tetap. Dalam hal demikian berarti laju infiltrasi telah tetap, atau nilai fc telah tercapai. 7. Dari data yang terkumpul dalam tabel dapat dihitung laju infiltrasi tiap

waktu tertentu. Dan apabila hasilnya digambarkan maka akan terlihat liku infiltrasi eksponensial.

(54)

Catatan : untuk menghemat waktu, apabila diperhatikan waktu penurunan

relative lama, maka garis batas bawah dapat diubah, sehingga jaraknya menjadi lebih pendek.

II.2.1.a.2 Double ring infiltrometer

Pengukuran dengan double ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan yang dijelaskan sebelumnya (single ring infiltrometer). Perbedaannya adalah berikut ini :

(55)

1. Pada alat ini terdapat dua silinder, dengan diameter luar kurang lebih sama dengan dua kali diameter silinder sebelah dalam.

2. Dalam pemakaian, silinder dalam dimasukkan terlebih dahulu kedalam tanah, seperti yang dilakukan pada single ring infiltrometer. Setelah itu baru silinder kedua (silinder luar) dimasukkan secara konsentris kedalam tanah. Cara pemasukkannya sama dengan cara pemasukkan silinder pertama.

3. Setelah itu, ruang antara silinder luar dan silinder dalam diisi air, dan dibiarkan beberapa lama sampai habis.

4. Kemudian ruang tersebut diisi kembali, dan diikuti dengan pengisian ruang dalam silinder dalam.

5. Selanjutnya cara pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan cara yang disebutkan terlebih dahulu, dengan memperhatikan agar air diruang antara silinder luar dan silinder dalam selalu tetap tergenang.

Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus HORTON.

f(t)= fc + (f0 - fc)e-kt

Dengan,

f(t) = Laju Infilterasi pada waktu t ( cm/jam )

f0 = Laju Infiltasi awal ( cm/jam ) fc = Laju Infiltasi Tetap ( cm/jam )

k = Konstanta Geofisik t = Waktu

(56)

f(t) - fc = (f0 - fc)e-kt ……….(3.1)

Kemudian kedua persamaan tersebut di log kan menjadi :

Log ( f(t) - fc ) = log (f0 - fc) – kt log e……….…...….(3.2)

Persamaan diatas sama dengan persamaan Y= mX + C ……….……(3.5) Dengan, Y = t

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus yang

mempunyai nilai

= . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut di

(57)

Gambar III.7 Grafik Hubungan t dan log ( fo-fc )

Contoh hitungan yang dilakukan dalam salah satu percobaan dapat dilihat dalam contoh berikut ini :

(58)

Waktu

Dari hitungan tersebut dapat digambarkan liku infiltrasi seperti dalam Gambar III.4.

Di bagian terdahulu dikatakan bahwa laju infiltrasi sangat dipengaruhi pula oleh kelembaban tanah. Oleh sebab itu, pengukuran yang dilakukan pada saat musim kemarau dapat sangat berbeda dengan pengukuran ditempat yang sama pada musim hujan.

III.2.1.a.3 Rainfall Simulator

(59)

1. Memampatkan lapisan tanah teratas yang mengakibatkan mengecilnya kapasitas infiltrasi tanh tersebut.

2. Akibat pukulan oleh partikel hujan, maka partikel-partikel halus tanah akan terlempar. Bila terbawa aliran permukaan dan diendapkan dapat mengakibatkan penyumbatan pada pori-pori permukaan tanah, berakibat menurunnya kapasitas infiltrasi.

Untuk mensimulasikan kejadian itu maka dipergunakan rain simulator. Simulator ini tidak saja dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat infiltrasi, akan tetapi juga sangat bermanfaat untuk mempelajari karakteristik hidrograf untuk berbagai keadaan DAS, berbagai keadaan dan sifat hujan.

Pengukuran dengan rainfall simulator dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penyiapan petak tanah yang akan digunakan sebagai tempat percobaan dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran alatnya. Hendaknya diyakini bahwa petak tanah tersebut benar-benar telah dari daerah sekitarnya.

2. Alat dipasang ditempatnya. Intensitas hujan buatan yang akan digunakan perlu ditetapkan dahulu dengan mengatur debit pompa. 3. Hujan buatan dioperasikan dengan intensitas sesuai dengan yang telah

(60)

buatan dapat dihentikan. Pada keadaan demikian berarti telah tercapai keseimbangan antara hujan, debit, dan kehilangan air (infiltrasi). 4. Pada saat hujan buatan telah dihentikan tidak berarti debit yang keluar

dari petak tanah itu berhenti. Karena masih adanya surface detention maka masih terdapat aliran keluar dari petak tanah tersebut. Oleh sebab itu, pengukuran debit masih harus terus dilakukan sampai betul-betul debit keluar petak tanah sama dengan nol.

5. Selama masih terdapat air dipermukaan tanah, maka selama itu pula masih terjadi proses infiltrasi. Dalam hal ini laju infiltrasi diperkirakan sebanding dengan perbandingan debit dan infiltrasi pada saat hujan buatan dihentikan.

6. Evaluasi terhadap hasil percobaan ini dapat dilakukan dengan pengertian berikut. Memperhatikan bahwa pada saat hujan buatan mulai dihentikan sampai dengan debit keluar petak tanah sama dengan nol, maka pengertian serupa dapat dianalogikan pada saat pertama kali hujan buatan dioperasikan. Didalam petak tanah juga akan terjadi penampungan, sampai saat hujan seimbang dengan debit dan infiltrasi. Sehingga dengan pengertian tersebut maka volume air yang keluar melalui hujan buatan dihentikan (termasuk infiltrasi) dapat dianggap sama dengan volume air yang berbentuk pada saat hujan dimulai sampai terjadi keseimbangan. Maka garis lengkung infiltrasi dapat ditarik dengan coba-coba sehingga volume yang terjadi sama.

(61)

III.3.1 Keadaan kelembaban tanah

Bilamana curah hujan itu mencapai permukaan tanah, maka seluruh atau sebagiannya akan diabsorbsi ke dalam tanah. Bagian yang tidak diabsorbsi akan menjadi limpasan permukaan ( surface run-off ). Kapasitas infiltrasi curah hujan dari permukaan tanah ke dalam tanah sangat berbeda-beda yang tergantung pada kondisi tanah di tempat bersangkutan.

Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah. Tetapi perbedaan tekstur dan struktur menentukan juga kapasitas menahan kelembaban tanah.

Air dalam tanah ditahan oleh gaya absorbsi permukaan butir-butir tanah dan tegangan antara molekul air.

Disekeliling butir-butir tanah terdapat membran (lapisan tipis) iar higroskopis yang diabsorbsi secara intensif. Makin jauh air itu dari permukaan butir tanah, maka makin lemah gaya absorbsi tersebut. Pada suatu jarak tertentu air itu hanya akan ditahan oleh tegangan antara butir-butir tanah. Air ini disebut air kapiler. Jika air bertambah, maka air itu akan lebih dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan akan bergerak dalam rongga-rongga antara butir-butir tanah. Air ini disebut air gravitasi. Gaya yang menahan pergerakan air ini disebut kapasitas menahan air

(waterholding capacity) dan dinyatakan oleh gaya yang diperlukan untuk

memisahkan air dari tanah.

(62)

maksimum adalah kapasitas pada keadaan permukaan air tanah tinggi. Keadaan ini adalah keadaan menahan air yang terdapat pada bagian lapisan tanah yang terdekat dengan permukaan air tanah. Kapasitas menahan air minimum adalah banyaknya air yang tersisa (dinyatakan dalam %) dari darinase alami tanah yang jenuh air. Keadaan ini disebut kapasitas lapangan (field capacity), karena keadaan ini adalah sama dengan keadaan menahan air dari tanah yang kering dengan permukaan tanah yang rendah sesudah mendapatkan curah hujan yang cukup selama satu sampai dua hari. Kapasitas air minimum ini juga penting dalam masalah infiltrasi. jika infiltrasi dari curah hujan lebih besar dari kapasitas menahan air yang minimum, maka air akan terus jatuh ke permukaan air tanah, tetapi jika infiltrasi lebih kecil dari kapasitas menahan air yang minimum, maka air akan tertahan dalam tanah dan tidak akan terjadi lairan ke permukaan tanah.

Kapasitas menahan air yang minimum yang menentukan infiltrasi disebut kapasitas menahan air normal.

(63)

Berat air Ww = W – Ws (g)... III.2

Laju Volume Air m = (Error! Bookmark not defined.Error!

Bookmark not defined.

(64)

III.3.2 Udara dalam tanah.

Tanah terdiri dari butir-butir tanah yang padat da bagian ruang yang terisi oleh udara dan air. Sebagian dari udara larut dalam air dan diabsorbsi dalam butir-butir halus koloidal ( diameter lebih kecil dari 0.001 mm ). Akan tetapi sebagian besar tersebar dalam bagian itu kecuali dalam ruang kapiler.

Komponen udara dalam tanah hampir sama dengan komponen-komponen udara di atmosfir. Tetapi kadar karbon dioksida jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di atmosfir dan kelembaban udara hampir 100%.

Jika porositas dan laju volume air untuk setiap kedalaman lapisan-lapisan tanah didapat, ( lihat rumus III.5 ), maka laju kadar udara pada setiap kedalaman dapat di ketemukan. Volume ini disebut kapasitas menahan udara ( air-holding capacity ) dan volume udara terhadap volume keseluruhan disebut laju menahan udara (

air-holding rate ).

Kapasitas menahan udara dalam keadaan kapasitas menahan air yang maksimum adalah hampir nol. Mengingat tanah yang mengandung banyak koloid mengembang pada waktu mengabsorbsi air, maka dalam beberapa hal kapasitas menahan udara menjadi negatif.

Laju menahan udara dalam lapisan-lapisan tanah bukan hanya sangat bersangkutan dengan pertumbuhan tanaman tetapi juga dengan siklus hidrologi seperti terhentinya curah hujan untuk sementara waktu atau variasi permukaan air tanah. Laju menahan udara Pa = n – m (%) ... III.7

Porositas = (

V Vv

(65)

= ( 1 - G Ga

) x 100 % ... III.9

Dimana :

Vv : Volume bagian ruang, Vv = Va + Vw V : Volme seluruh contoh tanah.

Ga : Berat jenis semu butir-butir tanah. G : Berat jenis butir-butir tanah.

m : Laju volume air ( lihat rumus III.3 ).

III.4. Air Tanah

Hidrologi air tanah adalah pengetahuan mengenai terjadinya distribusi dan gerakan air tanah di bawah permukaan tanah. Geohidrologi mempunyai konotasi identik dengan hidrologi air tanah, sedangkan hidrogeologi lebih banyak mempunyai penekanan pada geologinya.

(66)

Beberapa pengetahuan yang menyangkut tanah seperti geologi, hidrologi, meteorologi, dan oceanografi sangat berkepentingan dengan air tanah. Tetapi hidrologi air tanah tidak dapat dipandang sebagai pengetahuan khusus yang merangkum unsur geologi, hidrologi, dan mekanika fluida. Geologi mempengaruhi distribusi air tanah, hidrologi menentukan pemasokan ( supply ) air ke tanah, dan mekanika fluida menjelaskan pergerakan air tanah.

Air tanah merupakan sumber daya yang penting dalam menyediakan air diseluruh dunia. Penggunaannya dalam irigasi, industri, dan air minum makin meluas. Sedangkan penggunaannya sebagai air pendingin ”air conditioning” menyebabkan adanya permintaan yang membesar sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Dengan adanya kekurangan-kekurangan akan air tanah di banyak kawasan, memaksa kita untuk mengadakan perkiraan yang tepat, mengembangkan kearah yang benar, mengatur dan melindungi sumber-sumber yang ada demi kelestarian sumber daya alam tersebut.

III.4.1 Terjadinya Air Tanah

Untuk menguraikan bagaimana terjadinya air tanah, diperlukan peninjauan kembali bagaimana air tanah tersebut berada. Distribusinya dibawah permukaan tanah dalam arah vertikal dan horizontal harus dimasukkan dalam pertimbangan. Zone geologi yang sangat mempengaruhi air tanah, dan strukturnya dalam arti kemampuannya dalam menyimpan diidentifikasi. Dengan anggapan bahwa kondisi hidrologi menyediakan air kepada zone bawah tanah, maka lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan terhadap air tanah tidak dapat diabaikan.

(67)

Hampir semua air tanah dapat dianggap sebagai bagian luar dari daur hidrologi, termasuk air permukaan dan air atmosfir. Sejumlah kecila air tanah yang berasal dari sumber lain dapat pula masuk ke dalam daur tersebut. Air connate adalah air yang terperangkap dalam rongga-rongga batuan sedimen pada saat diendapkan. Air tersebut dapat berasal dari air laut atau air tawar, dan bermineral tinggi. Air yang berasal dari magma gunung berapi atau kosmik yang bercampur dengan air terestik dinamakan air juvenil. Dilihat dari sumbernya, air juvenil dapat disebut air magma, air vulkanik, atau air kosmik.

III.4.1.b Sifat-sifat batuan yang Mempengaruhi Air Tanah

Air tanah berada dalam formasi geologi yang tembus air (permeable) yang dinamakan akuifer, yaitu formasi-formasi yang mempunyai struktur yang memungkinkan adanya gerakan air yang melaluinya dalam kondisi medan ( field

condition ) biasa. Sebaliknya formasi yang sama sekali tidak tembus air

(impermeable) dinamakan aquiclude. Foemasi tersebut mengandung air, tetapi tidak memungkinkan adanya gerakan ar yang melaluinya, sebagai contoh dalam tanah liat.

Aquifuge adalah formasi kedap air yang tidak mengandung atau mengalirkan air,

dan yang termasuk dalam kategori ini adalah granit keras.

(68)

terbentuk selama proses geologi yang mempengaruhi asal dari formasi geologi, yang didapatkan pada batuan sedimen dan batuan beku. Rongga-rongga sekunder terjadi setelah batuan terbentuk; sebagai contoh joints, fractures, lubang-lubang yang dibuat oleh binatang dan tumbuhan. Mengingat besarnya rongga-rongga tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kapiler, super-kapiler, dan sub-kapiler. Rongga-rongga kapiler cukup kecil, sehingga menimbulkan adanya tegangan permukaan yang menahan air. Rongga-rongga super-kapiler lebih besar dari pada rongga kapiler, sedangkan rongga-rongga sub-kapiler lebih kecil, sehingga dapat menahan air karena gaya-gaya adhesinya. Tergantung kepada hubungan antara rongga-rongga tersebut dapat digolongkan rongga berhubungan dan tertutup. Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di dalamnya. Ini dinyatakan dalam persentasi antara ruang-ruang kosong terhadap volume massa. Jika n nerupakan porositas, maka

n =

V w

100

... III.10

dengan w = volume air yang diperlukan untuk mengisi semua lubang- lubang pori

V = volume total batuan atau tanah.

(69)

lebih dari 15%, tergantung kepada faktor-faktor tersebut diatas dan tipe material. Nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen dapat dilihat pada Tabel III-1

Bahan Porositas (%)

Tanah Tanah liat Lanau (silt)

Pasir medium sampai kasar

Pasir berbutir serba sama (uniform) Pasir halus sampai medium

Kerikil

III.4.1.c Distribusi Vertikal Air Tanah.

(70)

lapisan jenuh atau lapisan kedap air, sampai kebawah yang merupakan lapisan kedap air, berupa tanah liat atau batuan kasar (bedrock).

Kalau tidak terdapat lapisan kedap air disebelah atas air tanah, lapisan atas zona jenuh merupakan permukaan air tanah atau permukaan freatik. Ini ditentukan oleh permukaan tekanan atmosfir, dan dipandang sebagai permukaan dengan air agar menunjukkan tinggi piezometrik diatas sumur pada waktu menembus akuifer. Sebenarnya zona jenuh berada agak diatas permukaan tersebut akibat adanya tarikan kapiler, tetapi tekanan airnya disini lebih kecil dari tekanan atmosfer.

Air yang berada didalam zona jenuh dinamakan air tanah. Sedangkan air yang berada didaerah tidak jenuh dinamakan air mengambang atau air dangkal (vadose

zone). Zona tidak jenuh dibagi atas zona dangkal, zona antara, dan zona kapiler.

Besarnya masing-masing zona tersebut serta distribuís air dalam masing-masing zona itu akan diuraikan dibawah ini.

i. Zona air dangkal

(71)

Tanah di zona air dangkal berada di dalam keadaan tidak jenuh, kecuali kadang-kadang bila terdapat banyak air di permukaan tanah seperti berasal dari curah hujan dan irigasi. Zona tersebut dimulai dari permukaan tanah sampai ke perakaran utama ( major root zone ). Tebalnya beragam menurut jenis tanaman dan jenis tanah. Karena mempunyai arti penting bagi pertanian, maka banyak ahli pertanian serta ahli tanah yang telah melakukan studi mengenai pembagian air serta gerakannya secara intensif.

BRIGGS telah mengklasifikasikan air dangkal dalam 3 kategori yang bergantung pada konsentrasinya di dalam zona air dangkal. Air higroskopis yang dihisap dari udara membentuk lapisan air yang sangat tipis di permukaan partikel-partikel tanah. Gaya adhesinya yang sangat besar, sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman. Air kapiler berada dalam lapisan tipis diseputar partikel-partikel tanah. Ia ditahan oleh tegangan pemukaan surface tension, digerakkan oleh aksi kapiler dan dapat diserap oleh tanaman. Air gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir lewat sela-sela butir tanah dibawah pengaruh gaya gravitasi.

(72)

Gambar III.10 menunjukkan diagram kadar air yang memberikan kelas-kelas air dangkal dan titik-titik keseimbangannya. Semua kadar air berikut ini dinyatakan dalam persentasi berat air dan berat tanah kering. Konversi ke persentase volume, agar dapat dibandingkan dengan porositas diperoleh dengan mengalikannya dengan berat jenis tanah kering.

Koefisien higroskopis merupakan kadar air maksimum tanah kering yang

pertama-tama menghisap air dari atmosfer dengan kelembaban relatif 50% pada suhu 250C. Titik layu ( wilting point ) adalah besarnya kadar air dalam keadaan terjadinya kelayuan tetap pada tanaman. Banyaknya percobaan telah membuktikan bahwa titik layu tersebut bukanlah nilai khas, tetapi tergantung pada tanamannya, iklim, sistem perakaran, dan volume tanah yang diuji. Kapasitas lapangan didefenisikan sebagai jumlah air yang ditahan dalam tanah setelah kelebihan air gravitasi dan setelah gerakan air kebawah mengecil. Kadar air ekivalen adalah jumlah air yang disimpan oleh tanah jenuh setelah dikeluarkan dengan gaya sentrifugal sebesar 1000 kali gaya gravitasi. Kapasitas lapangan pasir lebih tinggi dari kadar air ekivalennya, tetapi pada tanah loam hampir sama. Karena kapasitas lapangan dan titik layu merupakan batas atas dan batas bawah air untuk pertumbuhan tanaman, maka perbedaan kedua titik tersebut merupakan air yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan ruang-ruang kosong diantara butir-butir tanah merupakan kadar air maksimum yang dimungkinkan. Ini dinamakan kapasitas air maksimum.

Cara untuk mengukur kadar air ini yang paling teliti adalah cara pengukuran

(73)

menimbang kembali. Cara lain adalah menggunakan tensiometer untuk mengukur tekanan atau potensial kapiler tanah, seperti yang dikembangkan oleh RICHARD. Pengukurannya dapat dinyatakan dalam kadar air pada tanah tertentu, dan menghasilkan pencatatan yang tidak terputus naik turunnya kadar air. Tensiometer tersebut berupa piala berpori yang dimasukkan kedalam tanah yang dihubungkan oleh pipa berisi air dengan manometer. Pengukuran kadar air dengan tensiometer terbatas pada tekanan antara 0 sampai 0.85 x tekanan atmosfir. Ini telah meliputi lebih dari setengah jumlah air tesedia, tergantung dari tekstur tanahnya.

Cara pengukuran dengan pemancaran neutron merupakan cara yang baru yang mempunyai masa depan yang baik untuk menentukan besarnya kadar air. Telah diketahui bahwa dibandingkan dengan bahan lain, neutron cepat setelah bertumbukan dengan hidrogen akan diperlambat secara lebih efektif, dan pada umumnya hidrogen di dalam tanah berbentuk air. Dengan menerapkan prinsip tersebut, penggabungan antara sumber neutron cepat dengan penghitungan

neutron lambat dimasukkan kedalam lubang yang telah dipersiapkan secara

khusus dalam tanah. Banyaknya penghitungan neutron yang diperlambat oleh hidrogen dalam tanah merupakan kadar air dalam tanah. Bila pernah dilakukan kalibrasi terhadap lubang tanah yang telah diketahui kadar airnya, maka keragaman kadar air dalam waktu dan kedalaman tertentu dapat ditentukan dengan mudah.

ii. zona antara

Gambar

Gambar II.1 . Foto Mikroskop Elektron dari Lubang Cacing dan Akar pada Matriks Tanah
Gambar III.1 Siklus Hidrologi
Gambar III.6 Single Ring Infiltrometer
Gambar III.10 Zona Jenuh dan Zona Tak Jenuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang mempengaruhi penetapan harga Cimory Yoghurt Drink di Cimory Shop adalah nilai tambah yaitu kenyamanan yang dijual dari pelayanan dan pemandangan yang

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Berbagai bentuk

analisis yang telah dilakukan dilihat dari hasil perbandingan tujuannya didapatkan bahwa hasil perbandingan antara tujuan dibuatnya kampus konservasi oleh UNNES

secara kumulatif (ketiga bahan induk tanah) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata signifikan (P<0,01) antara kandungan hara daun tanaman karet pada pemupukan

IOI Loders Croklaan Wormerveer M0489 PALMERAS DE PUERTO WILCHES S.A... IOI Loders Croklaan Wormerveer

Jika terjadi penjualan atau reklasifikasi atas investasi dimiliki hingga jatuh tempo dalam jumlah yang lebih dari jumlah yang tidak signifikan, maka sisa investasi dimiliki hingga

Sebaliknya, pertanyaan terbuka memberikan informasi lebih dari pertanyaan tertutup, dan tidak memerlukan model ekonometrik untuk menganalisis, karena rata-rata nilai

Untuk mengkaji lebih dalam tentang penguasaan atas tanah timbul menurut kebiasaan masyarakat di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, status penguasaan atas tanah timbul