• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Industri Kayu Sekunder Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Industri Kayu Sekunder Di Kota Medan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL INDUSTRI KAYU SEKUNDER DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

SEFRYANI SIMARMATA

051203022/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Usulan : Profil Industri Kayu Sekunder di Kota Medan

Nama : Sefryani Simarmata NIM : 051203022

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Arif Nuryawan S.Hut, M. Si Iwan Risnasari S. Hut, M. Si NIP : 197804162003121003 NIP : 197308192000032002

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(3)

ABSTRACT

SEFRYANI SIMARMATA, Profile of Secondary Wood Industries in Medan Area. Under Supervised by Arif Nuryawan and Iwan Risnasari

The objectives of this research were to get primary datas about profile of secondary wood industries in Medan area, to obtain the commodities finished goods and to know the types of tools were used both a manual and machine. This research was conducted in 21 districts spread in the area of Medan, North Sumatra for 1 month in May until June 2009. The results of this research showed the product to be sold half-shaped beam, board, rafter and lath. So the most product sold was kusen form because the process was easy handling while the sash, doors, cupboards, desks and chairs were produced depend on orders from consumers. Main tools were used such as handsaw, sand paper, screwdriver, chisel, lathe knife, hatchet, spray gun, back saw, meter, and wrench. While the secondary tools were used pencil, hammer, ruler, try-square, teaser stones, nails, brush, tongs. Type of machine were used such as circular saw, band saw, drill, planner, rip saw, crab profile ,sander, crab machine, router, and the engine teaser. Thus, the using of machines by the secondary wood industry was known that 9 of the secondary wood industries or 42.9% which does not use the machine and 12 the secondary industries or 57.1% which use machine. While yield was earned as much as 70.76%.

(4)

ABSTRAK

SEFRYANI SIMARMATA, Profil Industri Kayu Sekunder di Kota Medan.

Dibawah Bimbingan oleh Arif Nuryawan dan Iwan Risnasari.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data-data primer mengenai profil industri kayu sekunder di kota Medan, mendapatkan data komoditas barang jadi dan mengetahui jenis-jenis alat yang digunakan baik yang bersifat manual maupun masinal. Penelitian ini dilaksanakan di 21 kecamatan yang tersebar di wilayah kota Medan, Sumatera Utara selama 1 bulan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan untuk produk setengah jadi yang dijual berbentuk balok, papan, kaso dan reng. Produk jadi yang diperdagangkan paling banyak berupa kusen karena proses pengerjaan sangat mudah sedangkan daun jendela, pintu, lemari, meja dan kursi diproduksi tetapi tergantung pesanan dari konsumen. Alat utama yang dipakai diantaranya gergaji tangan, ampelas, obeng, pahat, pisau bubut, kapak, spray gun, back saw, meteran, dan kunci pas. Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah pensil, palu, penggaris, besi siku, kikir, batu asah, paku, kuas, tang. Jenis mesin yang dipakai antara lain circular saw, band saw, bor, planner, rip saw, ketam profil, sander, mesin ketam, router, maupun mesin asah. Dengan demikian penggunaan mesin oleh industri kayu sekunder diketahui bahwa sebanyak 9 industri kayu sekunder atau 42,9% tidak menggunakan mesin dan 12 industri sekunder atau 57,1% menggunakan/memiliki mesin. Sedangkan rendemen yang diperoleh sebesar 70,76%.

(5)

RIWAYAT HIDUP

SEFRYANI SIMARMATA dilahirkan di Jambi pada tanggal 23

September 1987 merupakan anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan

Bapak Walman Simarmata dan Ibu Rensi Manik.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD. Negeri 94 Jambi pada tahun

1999, dilanjutkan di SLTP Xaverius 2 Jambi tahun 2002 dan lulus di SMA Negeri

4 Jambi pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studinya di

perguruan tinggi negeri dan lulus melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen

Kehutanan, Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Sylva USU. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan

Pengolahan Hutan (P3H) pada bulan Juni tahun 2007 di hutan mangrove di Desa

Mesjid Lama Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau Kawar di Kabupaten

Karo dan Praktik Kerja Lapang (PKL) pada bulan Januari-Maret tahun 2009 di

Perum Perhutani Unit 1 Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Kayu Cepu (KBM-IKC)

Jawa Tengah.

Pada akhir studi, penulis melaksanakan penelitian di bawah bimbingan

Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si dan Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si dengan mengambil

topik pengerjaan kayu dengan judul penelitian skripsi “Profil Industri Kayu

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian ini dapat

selesai dengan baik. Judul dari hasil penelitian ini adalah ”Profil Industri Kayu

Sekunder di Kota Medan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif Nuryawan, S.Hut,

M.Si dan Ibu Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah

banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan

hasil penelitian ini. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya

Siregar, MS selaku ketua Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua dan

saudara-saudara atas dukungan dan doanya kepada penulis serta teman-teman

yang membantu dalam penulisan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa

hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima

kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Atas kritikan dan sarannya

penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2009

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

Identifikasi Bidang Usaha Potensial ... 4

Bentuk Yuridis Perusahaan ... 5

Industri Pengolahan Kayu... 5

Jenis Kayu ... 9

Rendemen ... 10

Tipe-Tipe Kayu Gergajian dan Teknologinya ... 13

Alat Manual ... 14

Alat Masinal ... 15

Faktor-Faktor Pemilihan Mesin ... 17

Pandangan pada Mesin dalam Proses Produksi ... 18

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat Penelitian ... 21

Metode Penelitian ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Industri Kayu Sekunder di Kota Medan ... 22

Jenis Badan Usaha Perkayuan ... 23

Tenaga Kerja ... 24

Daerah Asal Bahan Baku ... 25

Jenis Kayu yang Diperdagangkan ... 27

Jenis Produk ... 28

Jenis Alat Manual dan Alat Masinal di Industri Kayu Sekunder ... 31

(8)

Rendemen ... 37 Inspeksi Pemerintah ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 39 Saran ... 39

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan ... 7 2. Keberadaan Industri Kayu Sekunder Berdasarkan Lamanya Membuka

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk Badan Usaha Perkayuan di Kota Medan ... 24

2. Grafik Jumlah Tenaga Kerja ... 25

3. Bentuk Produk Setengah Jadi yang Dijual ... 30

4. Bentuk Produk Jadi yang Diperdagangkan di Industri Kayu Sekunder .. 31

5. Gergaji Tangan di Kecamatan Medan Labuhan ... 32

6. Pahat di Kecamatan Medan Tuntungan ... 32

7. Besi Siku di Kecamatan Medan Perjuangan... 32

8. Mesin Circular saw di Kecamatan Medan Sunggal ... 33

9. Mesin Small band saw di Kecamatan Medan Selayang ... 33

10.Mesin Bor di Kecamatan Medan Sunggal ... 34

11.Mesin Planner di Kecamatan Medan Amplas ... 34

12.Mesin Rip saw di Kecamatan Medan Amplas ... 34

13.Grafik Jenis Mesin ... 35

14.Merek Planner AC-12MT ... 36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(12)

ABSTRACT

SEFRYANI SIMARMATA, Profile of Secondary Wood Industries in Medan Area. Under Supervised by Arif Nuryawan and Iwan Risnasari

The objectives of this research were to get primary datas about profile of secondary wood industries in Medan area, to obtain the commodities finished goods and to know the types of tools were used both a manual and machine. This research was conducted in 21 districts spread in the area of Medan, North Sumatra for 1 month in May until June 2009. The results of this research showed the product to be sold half-shaped beam, board, rafter and lath. So the most product sold was kusen form because the process was easy handling while the sash, doors, cupboards, desks and chairs were produced depend on orders from consumers. Main tools were used such as handsaw, sand paper, screwdriver, chisel, lathe knife, hatchet, spray gun, back saw, meter, and wrench. While the secondary tools were used pencil, hammer, ruler, try-square, teaser stones, nails, brush, tongs. Type of machine were used such as circular saw, band saw, drill, planner, rip saw, crab profile ,sander, crab machine, router, and the engine teaser. Thus, the using of machines by the secondary wood industry was known that 9 of the secondary wood industries or 42.9% which does not use the machine and 12 the secondary industries or 57.1% which use machine. While yield was earned as much as 70.76%.

(13)

ABSTRAK

SEFRYANI SIMARMATA, Profil Industri Kayu Sekunder di Kota Medan.

Dibawah Bimbingan oleh Arif Nuryawan dan Iwan Risnasari.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data-data primer mengenai profil industri kayu sekunder di kota Medan, mendapatkan data komoditas barang jadi dan mengetahui jenis-jenis alat yang digunakan baik yang bersifat manual maupun masinal. Penelitian ini dilaksanakan di 21 kecamatan yang tersebar di wilayah kota Medan, Sumatera Utara selama 1 bulan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan untuk produk setengah jadi yang dijual berbentuk balok, papan, kaso dan reng. Produk jadi yang diperdagangkan paling banyak berupa kusen karena proses pengerjaan sangat mudah sedangkan daun jendela, pintu, lemari, meja dan kursi diproduksi tetapi tergantung pesanan dari konsumen. Alat utama yang dipakai diantaranya gergaji tangan, ampelas, obeng, pahat, pisau bubut, kapak, spray gun, back saw, meteran, dan kunci pas. Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah pensil, palu, penggaris, besi siku, kikir, batu asah, paku, kuas, tang. Jenis mesin yang dipakai antara lain circular saw, band saw, bor, planner, rip saw, ketam profil, sander, mesin ketam, router, maupun mesin asah. Dengan demikian penggunaan mesin oleh industri kayu sekunder diketahui bahwa sebanyak 9 industri kayu sekunder atau 42,9% tidak menggunakan mesin dan 12 industri sekunder atau 57,1% menggunakan/memiliki mesin. Sedangkan rendemen yang diperoleh sebesar 70,76%.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia terkenal dengan sumber daya hutannya yang memiliki potensi

untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa harus mengalami kerusakan secara

berlebihan dan selalu memperhatikan kelestarian hutan. Kegiatan pemanfaatan

sumber daya hutan mulai meningkat dari tahun 1980-an sampai dengan sekarang.

Berdasarkan pada Undang-Undang (UU) No. 19 Tahun 2004 tentang kehutanan

menyebutkan ketentuan bahwa pengolahan hasil hutan tidak boleh melebihi daya

dukung hutan secara lestari. Artinya, UU ini telah mempertimbangkan faktor

menurunnya produktivitas sumber daya hutan saat ini.

Pemanfaatan kayu secara lestari terus dilakukan guna menjaga kondisi

hutan supaya tidak cepat punah. Maka pengolahan kayu secara efisien sangatlah

diperlukan pada industri baik industri primer dan industri sekunder. Kota Medan

sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya merupakan

kota yang masih memiliki sebagian hutan yang dapat dimanfaatkan dan

dikembangkan.

Industri primer merupakan industri yang melakukan kegiatan pengolahan

kayu mulai dari kayu bulat (log) hingga berupa produk-produk kayu gergajian

yang siap digunakan untuk aplikasi selanjutnya. Industri kayu yang berada di Kota

Medan umumnya berupa industri kayu sekunder. Industri kayu sekunder

merupakan industri yang mengolah kayu setelah dari industri pengolahan kayu

primer.

Industri kayu sekunder justru lebih banyak menggunakan peralatan yang

(15)

banyak faktor. Faktor yang perlu diperhatikan bagi industri kayu adalah

ketersediaan bahan baku yaitu kayu dan mesin yang dipakai serta tidak

ketinggalan faktor sumber daya manusia yang mampu untuk mengolah kayu

menjadi kayu yang memiliki kualitas yang baik.

Data-data mengenai industri kilang penggergajian telah ada dan dapat

diperoleh di Departemen Kehutanan RI dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

Kayu (IUPHHK) sebagai industri primer hasil hutan kayu. Sementara data-data

profil industri kayu sekunder yang menggunakan jenis alat yang bersifat manual

maupun masinal dalam mengolah produk lanjutan baik setengah jadi maupun

produk jadi belum banyak diketahui khususnya di Kota Medan. Guna memperoleh

data profil industri sekunder diperlukan suatu survei penelitian atau pengamatan.

Oleh karena itu penelitian mengenai “Profil Industri Kayu Sekunder di

Kota Medan” sangat diperlukan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan informasi mengenai industri kayu sekunder di Kota Medan dan

metode penelitian ini dapat diterapkan untuk mengetahui profil industri-industri

kayu sekunder lainnya di kota lain.

Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan data-data primer mengenai profil industri kayu sekunder di Kota

Medan

2. Mendapatkan data komoditas yang dihasilkan dari industri kayu tersebut baik

produk setengah jadi atau jadi

3. Mengetahui jenis-jenis alat yang digunakan baik yang bersifat manual maupun

(16)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi mengenai data primer industri kayu sekunder di Kota

Medan.

2. Memberikan informasi dan bermanfaat untuk digunakan oleh berbagai pihak

yang berkepentingan

3. Metode penelitian yang digunakan diharapkan dapat diterapkan untuk

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum

Kota Medan secara geografis terletak di antara 20 27'-20 47' Lintang Utara

dan 980 35'-980 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian utara Provinsi

Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah utara dan berada pada ketinggian

tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah

265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan

dengan jumlah penduduk 1.899.327 jiwa (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,

2009).

Identifikasi Bidang Usaha Potensial

Perekonomian Kota Medan tahun 2000 didominasi oleh kegiatan

perdagangan, hotel dan restoran (35,02%), yang disusul oleh sektor industri

pengolahan sebesar 19,70%. Dari besaran nilai kedua sektor tersebut maka dapat

dikatakan bahwa potensi unggulan yang paling mungkin berkembang di Kota

Medan adalah sektor perdagangan dan industri. Seperti diketahui, dengan status

Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia maka wajar bila arahan

pembangunan kota lebih menitikberatkan pada kedua sektor tersebut, apalagi

dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana

perhubungan di Kota Medan terdiri atas prasarana perhubungan darat, laut, udara.

Transportasi lainnya adalah kereta api. Disamping itu juga telah tersedia prasarana

listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan (KIM) I

(18)

Bentuk Yuridis Perusahaan

Menurut Fuad et al. (2005) menyebutkan bahwa beberapa bentuk badan

usaha yang dikenal di Indonesia adalah perusahaan perseorangan, firma, perseroan

komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), badan usaha milik negara (BUMN) dan

koperasi. Pemilihan bentuk badan usaha harus disesuaikan dengan modal yang

tersedia. Misalnya perusahaan perorangan pada umumnya memiliki kegiatan

berskala kecil sampai menengah, sehingga perusahaan jenis ini kurang mendapat

kepercayaan dari penyedia modal. Sebagai akibatnya, kemungkinan untuk

memperoleh dana juga terbatas. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang

memiliki modal besar biasanya mempunyai pilihan dan penggunaan dana yang

tepat.

Menurut Madura (2001) menyebutkan bahwa mendirikan perusahaan

perseorangan relatif mudah. Perusahaan perseorangan tidak harus mendirikan

badan hukum. Pemilik cukup mendaftarkan perusahaannya ke pemerintah daerah,

yang biasanya bisa via pos surat. Pemilik juga perlu mengajukan suatu lisensi

pekerjaan untuk menjalankan bisnis. Salah satu bentuk perusahaan perseorangan

diantaranya adalah panglong.

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan (1985) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

bahwa panglong memiliki definisi sebagai perusahaan penebangan kayu

(19)

Industri Pengolahan Kayu

Pada masa orde baru, kewenangan perizinan industri pengolahan kayu

dikuasai oleh pemerintah pusat (sentralistik), dibawah kewenangan Departemen

Perindustrian dan Perdagangan. Upaya mempercepat tumbuhnya industri

pengolahan kayu juga didukung dengan kemudahan birokrasi. Meskipun fakta

membuktikan bahwa industri pengolahan kayu belum juga mampu memberikan

kontribusi yang proporsional terhadap penerimaan negara, jika dibandingkan

dengan kerusakan yang ditimbulkan.

Pada periode 1966-1980, berkembangnya produksi kayu hutan alam

mencapai 220% pertahun dengan ekspor kayu bulat hutan alam sebagai andalan.

Periode 1981-1990, tingkat persediaan produksi kayu hutan alam mulai menurun,

menjadi rata-rata sebesar 141% pertahun, dimana pada periode 1981-1984, ekspor

log hutan alam masih dilakukan. Periode 1991-2001, hutan alam hanya mampu

menyediakan rata-rata 88% pertahun dari total konsumsi kayu bulat legal industri

kayu. Pada periode 1985-1997 larangan ekspor kayu bulat hutan alam

diberlakukan yang kemudian ekspor kayu bulat hutan alam tersebut dibuka lagi

pada periode 1998-2001. Periode 2002-2004, kontribusi suplai kayu dari hutan

alam diturunkan secara regulatif oleh pemerintah, yang hanya rata-rata sebesar

20% pertahun terhadap total konsumsi bulat legal untuk industri kayu. Kebijakan

tersebut diikuti oleh larangan ekspor kayu bulat hutan alam (Greenomics, 2004).

Menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam, Departemen Kehutanan

telah mengambil beberapa kebijakan yaitu mengurangi peran hutan alam sebagai

pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti pulp/kertas, kayu lapis dan

(20)

hutan rakyat merupakan harapan yang diunggulkan mengganti peran hutan alam

tersebut (Pasaribu dan Roliadi, 2006).

Menurut Dephut (2009) bahwa perkembangan produksi kayu bulat dan

kayu olahan 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan

No. Tahun Kayu Bulat Sumber: Ditjen Bina Produksi Kehutanan

Dinas Kehutanan Provinsi

Pembangunan industri kehutanan (wood based industry) di Indonesia

didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi (i) meningkatkan

penghasilan devisa melalui ekspor, (ii) meningkatkan penciptaan lapangan kerja,

dan (iii) mencapai nilai tambah. Industri kehutanan selalu dianggap sebagai sektor

ekonomi utama yang mempunyai keunggulan comparative karena melimpahnya

bahan baku dan upah buruh yang murah. Akibat adanya persepsi keunggulan

comparative itulah maka terlihat kecenderungan industri kehutanan Indonesia

terus tumbuh dan berkembang. Kapasitas industri terpasang dari tahun ke tahun

meningkat dengan pesat. Kondisi ini sebetulnya sudah menggambarkan realitas

dimana produksi yang mengandalkan bahan baku kayu berukuran diameter besar

dari hutan alam mulai berkurang, sedangkan industri yang tidak mengandalkan

ukuran diameter kayu besar (yang bisa ditambahkan dari kayu hutan tanaman

(21)

Kayu merupakan komponen terpenting dalam pembangunan perumahan

dan bangunan gedung lainnya di Indonesia. Menurut data statistik, dalam satu

tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m3 kayu gergajian yang diproduksi untuk

memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan permukiman. Pada

kenyataannya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari di atas angka

tersebut karena banyak sekali kayu-kayu yang dipergunakan sebagai bahan

konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak tercatat.

Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi

kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi

jenis-jenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau dan ulin yang termasuk

jenis-jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002).

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah

untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga

reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,

tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri sekunder adalah industri yang bahan

mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.

Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya

(Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2006).

Suatu produk dibuat melalui proses pengolahan dari bahan baku menjadi

barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi (finished goods)

berdasarkan mutu yang diciptakan. Secara umum pengertian produksi adalah

suatu proses di mana barang atau jasa diciptakan (production is the process by

(22)

interaksi antara berbagai faktor produksi seperti input (berupa bahan baku, tenaga

kerja, mesin, dan sebagainya) bersatu padu untuk menciptakan barang (jasa) yang

mempunyai nilai tambah dan nilai guna yang lebih tinggi yang diperlukan

konsumen. Hal ini perlu ditekankan bahwa konsep memproduksi barang dengan

cara asal jadi harus sepenuhnya ditinggalkan (Nurdin, 2009).

Jenis Kayu

Berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai bahan bangunan,

diantaranya adalah:

1. Kayu jati: cocok untuk pintu dan jendela, mebel, konstruksi berat terutama

yang tidak terlindung,

2. Kayu kalimantan: jenisnya; kamper, kruing, bangkirai, meranti, laban dan

sebagainya, cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama yang

terlindung dari pengaruh panas dan air,

3. Kayu glugu (kelapa): masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda

rumah,terutama pohonnya yang sudah benar-benar tua,

4. Kayu nangka, sawo, mahoni, rasamala: masih banyak digunakan rumah-rumah

di desa

(Puspantoro, 1992).

Menurut Martawijaya et al. (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan

diantaranya agathis (Agathis spp), balau (Shorea spp. dan Hopea spp.), bangkirai

(Shorea laevis Ridl), bintangur (Calophyllum spp.), durian (Durio spp.), eboni

(Diospyros celebica), gerunggang (Cartoxylon arbosences BI), jati (Tectona

(23)

(Dipterocarpus spp), mahoni (Swietenia spp), matoa (Pometia spp), medang

(semua famili Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon), mentibu (Dactylocladus

stenostachys Oliv), meranti kuning (Shorea spp.), meranti putih (Shorea spp.),

merawan (Hopea spp), mersawa (Anisoptera spp), nyatoh (Ganua sp., Palaquium

spp., Payena spp), palapi (Heritiera spp), pasang (Litocarpus spp., dan Quercus

spp.), pulai (Alstonia spp.), ramin (Gonystylus spp.), rengas (Gluta spp), resak

(Vatica spp), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), sonokembang (Pterocarpus

indicus Willd), sungkai (Peronema canescens Jack).

Pada saat sekarang ini dengan meningkatnya permintaan akan kayu untuk

perumahan dan gedung, penyediaan kayu yang kualitas tinggi mengalami

penurunan. Kualitas kayu terutama kelas awet makin langka didapatkan, maka

pada era sekarang dalam penggunaan kayu untuk pembangunan perumahan dan

gedung mulai didominasi jenis-jenis kayu yang kurang awet. Peningkatan jumlah

penduduk Indonesia yang mencapai 2,5% per tahun mengakibatkan meningkatnya

permintaan akan bahan kayu konstruksi dan untuk mebel. Dalam tahun 2000 saja

seperti dilaporkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, bahwa

Indonesia telah membangun lebih dari 700 ribu unit rumah per tahun, dengan

kebutuhan kayu 2,2 juta m3. Kebutuhan kayu tersebut dihitung hanya untuk bahan

konstruksi rumah baru tanpa memperhitungkan kebutuhan kayu untuk renovasi

rumah-rumah yang rusak (Rudi, 2002).

Rendemen

Pada industri penggergajian, pengertian rendemen adalah perbandingan

volume kayu gergajian yang dihasilkan dan volume log yang digunakan, secara

(24)

keberhasilan proses produksi, sebagai dasar perhitungan biaya produksi (harga

pokok) dan untuk mengetahui besarnya limbah yang terjadi dalam proses

penggergajian. Pengukuran rendemen di lapangan dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu cara percobaan penggergajian dan cara statistik (Dephutbun, 1999).

Tinggi rendahnya rendemen dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling

berinteraksi dalam suatu kilang penggergajian. Walau tidak satupun kilang

penggergajian yang sama satu dengan yang lain, namun faktor yang

mempengaruhi rendemen umumnya sama antar satu kilang penggergajian dengan

yang lainnya. Dephutbun (1999) yang menyebutkan faktor-faktor tersebut dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Keadaan Log

Keadaan log yang mempengaruhi rendemen adalah diameter, panjang, taper,

kebundaran dan kualitas log. Rendemen semakin meningkat dengan

bertambahnya diameter log. Kekecualian dari hubungan tersebut dapat terjadi

bila log tersebut terlalu besar, biasanya ditemui pada kayu keras tropis. Log ini

biasanya sudah terlalu tua, banyak mengandung bagian yang tidak sehat atau

gerowong. Log yang panjang pada hakekatnya tidak mempengaruhi rendemen

dengan asumsi tapernya nol sehingga dapat diperoleh kayu gergajian dengan

panjang penuh (full lenght lumber). Akan tetapi semakin panjang log biasanya

mengandung taper semakin besar sehingga rendemen menurun. Penurunan

rendemen sangat nyata pada panjang lebih dari 5 m. Hal ini karena banyak kayu

yang hilang menjadi sebetan. Hubungan antara taper dan rendemen adalah

semakin besar taper maka rendemen semakin turun. Log yang berkualitas

(25)

disebabkan bagian kayu yang cacat harus dibuang untuk meningkatkan

kekuatan dan penampilan kayu gergajian sehingga rendemen menurun.

2. Lebar Irisan Gergaji (Kerf)

Penurunan lebar irisan gergaji akan meningkatkan nilai rendemen karena

mengurangi limbah serbuk gergaji dan kemungkinan penambahan sortimen

sebagai akibat akumulasi pengurangan lebar irisan gergaji. Sebagai contoh,

pengurangan lebar irisan dari 9,5 mm menjadi 7,1 mm akan meningkatkan

rendemen sekitar 7 %.

3. Ukuran Kayu Gergaji

Kilang penggergajian akan memproduksi ukuran kayu gergajian yang

dimensinya cukup besar maka lintasan gergaji dibuat semakin sedikit sehingga

serbuk gergaji yang terbuang semakin kecil. Hal ini menyebabkan rendemen

yang diperoleh semakin besar. Walaupun demikian semakin banyak campuran

sortimen yang dibuat dengan berbagai macam ukuran maka rendemen dapat

pula meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya kayu dapat

dimanfaatkan dari sebetan.

4. Ukuran Kasar Kayu Gergajian Basah

Ukuran kasar kayu gergajian basah pada dasarnya mengandung beberapa spilasi

(allowance). Spilasi ini merupakan ukuran yang dilebihkan pada waktu

menggergaji agar ukuran akhir sortimen sesuai dengan ukuran permintaan.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan ukuran permintaan secara tepat maka

ukuran akhir harus ditambahkan dengan spilasi penyusutan kayu, spilasi

penyusutan dan variasi penggergajian yang dalam istilah teknis disebut sebagai

(26)

yang berlebihan menyebabkan ukuran target menjadi besar dan mengakibatkan

ukuran akhir akan menjadi ukuran-lebih (over size) atau sebaliknya akan

menjadi ukuran-kurang (under size). Keadaan ini akan menyebabkan turunnya

rendemen baik karena penurunan mutu maupun penolakan (rejected).

5. Personel

Personel yang paling menentukan rendemen penggergajian adalah saw master

dan operator mesin gergaji. Keputusan personel ini dalam menentukan

pembelahan log sangat mempengaruhi rendemen yang akan diperoleh. Oleh

karena berbagai macam ragam log yang masuk ke dalam kilang penggergajian

maka saw master dan operator mesin harus membuat beribu-ribu keputusan

setiap hari. Kelelahan, keterbatasan pengetahuan atau kemampuan, atau kurang

hati-hati dapat menghasilkan keputusan yang kurang baik. Dalam beberapa

kasus, demikian banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam waktu

yang pendek sehingga saw master atau operator yang paling baik sekalipun

hampir-hampir tidak mungkin membuat keputusan maksimum.

6. Kondisi dan Pemeliharaan Mesin

Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan

beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan

dengan mesin yang kurang baik. Semua mesin-mesin tersebut di atas apabila

tidak dipelihara dengan baik maka ketepatan kerja semakin lama semakin

menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut

semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen

(27)

Tipe-Tipe Kayu Gergajian dan Teknologinya

Perubahan kayu bulat ke kayu gergajian, suatu proses sederhana dalam

bentuknya yang elementer, terdiri atas penggergajian papan dari kayu bulat,

membuat persegi pinggir-pinggirnya dengan menggergaji dan memotongnya

menurut ukuran panjang. Proses tersebut dapat diselesaikan dengan kekuatan

tangan apabila perlu, dengan cara pengolahan kayu gergajian seperti yang

dilakukan disejumlah negara-negara kurang maju di dunia. Tetapi perusahaan

penggergajian modern sekarang ini telah menjadi proses teknik yang tinggi yang

menggunakan pengamat elektronik dan komputer untuk mengatur

langkah-langkah penting dalam operasinya. Ekonomi yang mengharuskan bahwa sebanyak

mungkin kayu gergajian diperoleh dari kayu bulat, dengan menggunakan metode

yang mampu membuat laju produksi tinggi (Bowyer et al., 2003).

Alat Manual

Menurut Willy (2005) bahwa mistar, besi siku (try-square), bor, palu,

obeng, penjepit (cramp), pahat dan lain-lain merupakan peralatan sederhana yang

membutuhkan kemahiran dalam menggunakannya. Peralatan pendukung tersebut

merupakan alat untuk menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan

terhadap rupa, kontur dan kecukupan dimensi.

Gergaji tangan (hand saw) terdapat berbagai macam jenis ukuran dan

variasi handle, dan mata gergaji. Dua jenis handle yang sering digunakan adalah

kayu dan plastik. Sedangkan mata gergaji, bila mata gergaji pendek, seragam dan

rapat maka berfungsi sebagai gergaji potong (crosscut saw), dan bila mata gergaji

(28)

Inti dari beragam alat potong tersebut menjaga agar potongan gergaji lurus, tipis,

siku dan kontinu.

Alat Masinal

1. Mesin Potong/Gergaji Lingkar (Cross-cutting Saw dan Edging Saw)

Pengoperasian mesin gergaji lingkar umumnya tidak membawa kesulitan

namun tetap diperlukan tentang jenis-jenis dan sifat kayu. Bila tidak maka akan

banyak kayu terbuang karena kesalahan menguasai cara potong terhadap ragam

kayu. Hasil setinggi-tingginya tergantung pada baik atau tidaknya daun gergaji.

Menurut Koch (1964) menyebutkan bahwa gergaji lingkar digunakan

dalam seluruh tahapan pengerjaan kayu dari industri primer penggergajian hingga

toko perabotan dan bengkel perumahan. Prinsip kerja dan penggunaan dari mesin

gergaji pita tidak jauh berbeda dengan gergaji lingkar.

2. Mesin Ketam/Serut

Mesin ketam atau serut sangat membantu dalam proses penghalusan kayu,

cost-saving dan time-saving. Dapat pula dengan pilihan mata pisau tertentu

membuat groove, untuk celah kaca jendela, ataupun pintu. Perlu keterampilan

khusus karena ketidakstabilan dalam menahan getaran akan menghasilkan gagal

serut/tatal yang sangat buruk bagi sebuah kayu. Suara mesinnya merupakan yang

paling bising diantara seluruh jenis mesin, dan menghasilkan serpihan sampah

kayu/serutan yang sangat banyak. Sebaiknya mulai dengan sisi yang cekung.

Penting pula diketahui keadaan mesin, kecepatan putar pisau. Mesin yang sudah

tua dengan bantalan peluru sudah longgar dan goyang atau daun meja yang miring

dapat menghasilkan ketaman yang buruk. Kecepatan putar minimal 4.500

(29)

3. Mesin Bor (Drill)

Mesin bor bekerja dengan putaran mata bor searah jarum jam dengan

berbagai ukuran, dan jenis pisau disesuaikan dengan bahan, berbagai jenis kayu,

besi, tembok beton, granite. Kecepatan putar mata bor lebih dari 1000 rpm tanpa

beban. Perlu kemahiran khusus untuk menghasilkan permukan kayu agar tetap

halus, serta kejelian dalam mengatur derajat vertikal bor.

4. Mesin Girik (Router)

Mesin untuk membuat pola lubang celah dengan bentuk atau pola tertentu

pada kayu seperti sekoneng, bentuk lubang persegi pada tengah kayu, atau pola

ukir seperti gambar atau tulisan. Mesin yang menghasilkan bentuk dengan rupa

kedalaman, profil, serta dapat mencetak figur-figur atau ornamen. Dengan

menyertakan model fixture nya sehingga gerakan mata pisau akan mengikuti

fixture-nya. Prinsip kerja pisau seperti mata bor vertikal yang berputar kencang

dan memakan kayu menjadi serpihan, hanya saja belum dapat membentuk sudut

siku persegi, sehingga harus dibantu tahap berikutnya oleh tatah/pahat. Kecepatan

pisau lebih dari 27000 rpm.

5. Mesin Profil (Moulding Machine)

Mesin profil dapat digunakan untuk menghasilkan cornice, plinth serta

edging mengikuti mall yang telah dibuat terlebih dahulu, dan prinsip kerja mesin

menyerupai mesin router.

(30)

Mesin bekerja dengan prinsip gerak orbital (4000 s/d 5000 orbit per

menit), dengan memasang lembaran ampelas pada mesin kemudian

menggerakannya ke sekeliling permukaan. Kelalaian posisi, seperti miring, dapat

membuat permukaan kayu tergores (scratch) sehingga semakin sulit untuk

dikembalikan seperti semula. Sulit menjangkau celah atau rongga tertentu pada

furniture, khususnya ukiran. Jenis lainnya adalah ampelas dengan bentuk tabung

kecil untuk menjangkau sudut yang sulit dijangkau, namun dalam beberapa hal

masih jauh lebih baik menggunakan tangan.

Budianto (1987) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan jenis mesin yang

akan dipergunakan. Mesin-mesin tunggal yang ada dipasaran dapat dibedakan

atas:

1. Mesin Standar (general purposes machine) merupakan mesin dasar pada jalur

proses produksi, mesin yang harus ada atau paling banyak digunakan untuk

mengerjakan benda kerja yang bervariasi (job order), contoh: mesin ketam

perata, mesin ketam penebal, mesin gergaji potong. Mesin ini tidak otomatis

dan menuntut keahlian operator.

2. Mesin Spesial (special purpose machine) merupakan mesin otomatis yang

bekerja langsung pada satu fungsi atau pengerjaan. Tidak banyak dibutuhkan

keahlian operator, cukup seorang ahli yang mengatur pada persiapan produksi

saja, setelah itu hanya diperlukan pengawasan. Contoh: Mesin multispindle,

yang berporos 6, Mesin pres panas.

(31)

Di Indonesia, banyak sekali perusahaan yang mempunyai mesin industri

kayu modern, tetapi mesin-mesin itu tidak dapat digunakan secara maksimal.

Kesalahan tersebut sebenarnya sangat kompleks. Yang terutama, waktu pemilihan

dan pembelian mesin tersebut tidak memperhatikan keadaan dan situasi bengkel

dan perusahaan. Suatu investasi yang sia-sia dan lebih parah lagi dapat

menghambat jalur proses produksi yang sudah berjalan, karena masalah tempat.

Penyusunan mesin-mesin produksi tanpa rencana perkembangan usaha sangat

mengacaukan sistem produksi, terutama pada produksi seri (Budianto, 1987).

Pandangan pada Mesin dalam Proses Produksi

Kedudukan dan fungsi mesin sangat menentukan proses produksi.

Jalur-jalur jalan benda kerja dari suatu mesin ke mesin yang lain memerlukan

perencanaan, terutama pada sistem produksi job-order yang memerlukan rencana

waktu bulanan menurut urutan order yang akan dikerjakan. Perhitungan kapasitas

mesin merupakan dasar perencanaan proses produksi. Maka besarnya kapasitas

mesin merupakan hal yang penting untuk diperhatikan (Budianto, 1987).

Dalam suatu perusahaan kayu, mesin-mesin merupakan bagian terbesar

modal perusahaan. Karena itu wajarlah, bila perawatan menuntut perhatian penuh.

Ada mesin yang sudah hancur dalam 3 sampai 5 tahun. Ada pula yang setelah 15

tahun masih berjalan lancar baik. Semua mesin harus dibersihkan setiap minggu

sekali. Bukan hanya bagian luar yang dapat terlihat dari saja. Justru pada bagian

dalam mesin terdapat banyak tempat (roda gigi, poros mesin) yang sering

mengakibatkan macetnya mesin bila tidak dibersihkan dengan teliti. Bagian mesin

(32)

dengan minyak tanah, ulir atau drat dapat berakibat permukaan menjadi kasar, dan

lapisan kasar itu sukar sekali dihilangkan (Lerch, 1991).

Menurut Lerch (1991) menyebutkan bahwa motor mesin elektro sekali

seminggu harus dibersihkan dengan kipas mesin (tangan atau elektro) pada

kumparannya untuk menghilangkan debu yang melekat. Satu kali setahun mesin

harus dibersihkan menyeluruh. Beberapa kali bagian mesin harus dilepas.

Bagian-bagian yang berputar harus dicuci dahulu dan kemudian diberi lemak. Pada motor

yang banyak terkena debu (mesin ampelas misalnya), baiklah kalau tutup-tutup

motor bagian luar dilepas, agar kumparan-kumparan dapat dibersihkan dengan

baik. Pembersihan dilakukan dengan kain yang dibasahi bensin. Untuk melumas

bantalan peluru digunakan lemak yang tidak mengandung asam, tetapi jangan

terlalu penuh. Sering bantalan peluru menjadi panas, bukan karena kurang lemak,

melainkan justru kebalikannya, terlalu banyak lemak. Cukup tiap dua sampai tiga

minggu sekali ditambahkan lemak sedikit (1-2 kali putaran pada press lemak).

Pemeliharaan mesin dan alat pembangunan menolong agar kecelakaan

terjadi sejarang mungkin. Pekerjaan pemeliharaan yang teratur juga

menghindarkan kerusakan yang berat dan biaya perbaikan yang tinggi. Alat-alat

dan suku cadang mesin yang biasanya dibeli dari luar negeri mahal sekali

sehingga pemeliharaan penggunaan mesin dan alat pembangunan secara teratur

akan bermanfaat. Pemeliharaan mesin dan alat tersebut dapat dibagi atas:

pembersihan, pencegahan kerusakan, termasuk pelumasan dan perlakuan

(33)

Istilah-istilah yang digunakan pada pekerjaan pemeliharaan dapat

didefinisikan sebagai berikut: perawatan, inspeksi, perbaikan dan pemeliharaan

pencegahan.

1. Perawatan

Tindakan-tindakan bagi perlindungan dalam keadaan baik. Perawatan terdiri

atas: pelumasan, pembersihan dan penyetelan yang tepat.

2. Inspeksi

Kontrol dan pertimbangan keadaan sebagai dasar penentuan pekerjaan

perbaikan revisi.

3. Perbaikan

Tindakan-tindakan bagi penyediaan keadaan baik. Perbaikan terdiri atas:

perbaikan dan revisi.

4. Pemeliharaan pencegahan

Inspeksi dan service dilakukan secara teratur pada waktu tertentu, walaupun

mesin atau alat masih dalam keadaan baik.

Tujuan pekerjaan pemeliharaan ialah pencegahan kerusakan beserta

butir-butir lainnya seperti berikut:

1. Penetapan standar dan nilai inventaris. Ketentuan ini berarti agar alat dan

mesin pembangunan, kendaraan dan sebagainya (inventaris) selalu dapat

digunakan dan gangguan oleh kerusakan agak jarang terjadi

2. Minimalisasi ongkos-ongkos perbaikan, gangguan dan alat-alat pengganti

(34)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 21 kecamatan yang tersebar di wilayah Kota

Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai

dengan bulan Juni tahun 2009.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang dijadikan objek pada penelitian adalah industri

sekunder yang berada di kota Medan. Alat yang digunakan pada penelitian ini

adalah kuesioner, kamera digital dan alat-alat tulis.

Metode Penelitian

Industri kayu sekunder didefinisikan sebagai industri yang mengolah kayu

menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi seperti mebel, furniture, ukiran

dan sebagainya. Kota Medan yang terdiri atas 21 kecamatan, diambil satu sampel

dari tiap kecamatan tentang keberadaan industri kayu sekunder. Dengan cara

purposive sampling, yaitu sampel yang sengaja dipilih.

Pengambilan data berdasarkan kriteria industri yang memiliki badan

hukum atau berjenis usaha panglong. Objek penelitian yang menjadi titik

perhatian ialah mengetahui jenis-jenis alat yang digunakan baik yang bersifat

manual maupun masinal di industri tersebut. Setiap industri yang bersedia,

dilakukan wawancara diberi kuesioner dan diisi dengan dipandu peneliti. Data

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Industri Kayu Sekunder di Kota Medan

Menurut Greenomics (2004) industri pengolahan kayu merupakan

barometer peningkatan perekonomian dan faktor kunci dalam upaya

meningkatkan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Keberadaan industri

kayu di kota Medan khususnya yang terdapat di 21 kecamatan dikaitkan dengan

lamanya waktu beroperasi dan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Keberadaan Industri Kayu Sekunder Berdasarkan Lamanya Membuka Usaha

Lama Membuka Usaha (Tahun)

Jumlah Industri Kayu

Sekunder Kuantitas (%)

1 0 0,00

Sumber: Data Primer Penelitian (2009)

Industri kayu sekunder yang diperoleh didominasi oleh industri kayu yang

sudah lama membuka usaha yaitu > 16 tahun sebanyak 9 industri kayu dengan

persentase sebesar 42,86% dari total seluruh sampel. Sedangkan industri kayu

sekunder yang belum lama membuka usaha antara 2-5 tahun sebanyak 3 industri

kayu sekunder dengan persentase sebesar 14,29%. Dengan demikian, keberadaan

industri kayu sejak tahun 1993 atau sebelumnya sudah mulai berdiri. Hal ini

sesuai dengan Greenomics (2004) bahwa pada periode 1991-2001, hutan alam

hanya mampu menyediakan rata-rata 88% pertahun dari total konsumsi kayu bulat

(36)

ini. Hal ini juga didukung oleh Sutigno (1999) yang menyebutkan bahwa industri

kayu gergajian merupakan industri kayu yang berkembang lebih dahulu. Pada

tahun 1980-an berkembang keterpaduan antara industri kayu gergajian dengan

industri pengerjaan kayu dan keterpaduan dengan industri kayu lapis.

Jenis Badan Usaha Perkayuan

Industri kayu sekunder dengan jenis badan usaha perkayuan berupa

panglong paling banyak diperoleh yaitu sebanyak 11 atau sebesar 52,38 % dari

seluruh sampel yang diambil. Sedangkan yang berbentuk usaha dagang diperoleh

sebanyak 9 buah atau 42,86%. Hal ini didukung oleh Sukirno et al. (2004) bahwa

perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dimiliki satu individu. Akan

tetapi dalam praktiknya badan usaha ini kerap kali merupakan perusahaan

keluarga yaitu perusahaan yang menggunakan seluruh atau sebagian anggota

keluarga untuk menjalankan usaha tersebut. Dengan demikian dapat dijelaskan

bahwa panglong maupun usaha dagang (UD) merupakan salah satu bentuk dari

perusahaan perseorangan.

Sementara tingkat keberadaan industri berbentuk CV diperoleh sebanyak 1

buah atau 4,76%. Menurut Fuad et al. (2005) bahwa perseroan komanditer (CV)

adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang (sekutu) yang

menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.

Dengan demikian, dari hasil survei yang dilakukan, hampir jarang keberadaan

jenis usaha CV di Kota Medan dijumpai melainkan keberadaan jenis usaha

panglong maupun usaha daganglah dijumpai di Kota Medan. Bentuk badan usaha

(37)

52,38

Gambar 1. Bentuk Badan Usaha Perkayuan di Kota Medan

Tenaga Kerja

Fuad et al. (2005) menyebutkan bahwa faktor tenaga kerja memegang

peranan penting dalam proses produksi, dalam kaitannya dengan variasi

kemampuan maupun jumlah serta ditribusinya. Hasil survei yang diperoleh

menunjukkan jumlah tenaga kerja yang terbanyak pada kisaran 6-10 orang sebesar

47,62% dan jumlah terkecil >10 orang sebesar 9,52% dari total seluruh sampel.

Dengan demikian dari data yang diperoleh dari hasil survei industri

sekunder yang ada di Kota Medan jumlah tenaga kerja tidaklah menentukan jenis

badan usaha yang didirikan baik itu panglong, UD maupun CV. Maka dapat

dijelaskan, banyaknya tenaga kerja tergantung kebutuhan pemilik usaha industri.

Hal ini diketahui bahwa jumlah tenaga kerja sebesar 6-10 orang didominasi oleh

jenis usaha panglong dan UD. Sementara jumlah tenaga kerja >10 orang diketahui

pada jenis usaha CV maupun panglong. Tenaga kerja yang diperoleh pada

(38)

42,86

2-5 Orang 6-10 Orang >10 Orang

Jumlah Te naga Ke rja

P

Gambar 2. Grafik Jumlah Tenaga Kerja

Daerah Asal Bahan Baku

Berdasarkan survei yang dilakukan bahwa industri sekunder yang ada di

kota Medan mendapatkan bahan baku baik dari dalam provinsi maupun luar

provinsi Sumatera Utara. Bahan baku yang didapat dari dalam provinsi berasal

dari daerah Deli Tua, Biru-Biru, Tembung, Binjai, Simalingkar, Tuntungan,

Sembahe, Sibolangit, Karo, Dolok Sanggul, Tebing Tinggi, Kisaran, Tanjung

Balai, Rantau Prapat, Sidamanik, Aek Nauli, Sibolga, Sidimpuan dan Madina.

Sedangkan bahan baku yang didapat dari luar provinsi berasal dari daerah Aceh

dan Riau.

Bahan baku yang diperoleh dari luar provinsi disebabkan karena

kelangkaan bahan baku yang ada di dalam provinsi. Selain itu industri kayu

sekunder yang ada di kota Medan memiliki jaringan dengan pengusahaan hutan di

luar provinsi. Boerhendhy et al. (2003) menyebutkan bahwa persediaan kayu dari

hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi mutu maupun

(39)

Seiring berjalannya waktu membuktikan bahwa pasokan bahan baku pada industri

perkayuan semakin sulit. Malik dan Rachman (2002) yang menyebutkan bahwa

industri perkayuan di Indonesia saat ini dan masa yang akan datang menghadapi

masalah, yaitu menurunnya pasokan bahan baku. Semakin menurunnya pasokan

kayu bulat dari hutan alam baik jumlah maupun ukuran diameternya dan

sebaliknya permintaan kayu untuk berbagai keperluan khususnya industri

penggergajian cenderung terus meningkat, maka upaya-upaya untuk mengatasi

permasalahan dengan berbagai alternatif perlu terus dikembangkan. Salah satu

upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah memanfaatkan kayu-kayu yang

berasal dari diameter kecil yang umumnya termasuk jenis-jenis kurang

dimanfaatkan (lesser used species).

Adapun faktor yang mempengaruhi menurunnya pasokan bahan baku yang

tersedia di hutan alam karena pemanenan yang tidak seimbang dengan

pertumbuhan, adanya tebangan liar yang sulit untuk diatasi sehingga

menyebabkan kerusakan maupun berkuranganya persediaan di hutan alam. Hal ini

didukung oleh Hadjib et al. (2007) yang menyebutkan bahwa salah satu hasil

hutan yang sampai saat ini masih belum tergantikan adalah kayu dari hutan alam

dan kebutuhannya semakin meningkat dengan kenaikan jumlah penduduk. Akan

tetapi karena kecepatan pemanenan yang tidak seimbang dengan kecepatan

pertumbuhan, maka tekanan terhadap hutan alam semakin besar dan ketersediaan

kayu-kayu yang berasal dari hutan alam semakin menurun, baik dari segi mutu

maupun volumenya.

Sianturi (2001) yang menyebutkan bahwa terjadinya tebangan liar

(40)

serta persepsi yang salah dari masyarakat akan keberadaan hutan. Pengawasan

hutan saat ini tidak dilakukan pada hutannya melainkan pada kayu yang diangkut.

Dengan perkataan lain penebangan kayu di hutan tidak diawasi, sehingga

kerusakan hutan tidak dapat diatasi. Hal ini terlihat dari metode penempatan polisi

hutan yang selalu berada di kota atau paling tidak di jalan yang dilalui kayu, dan

bukan di hutan seperti namanya polisi hutan. Jumlah polisi hutan walaupun belum

mencukupi tetapi telah cukup banyak yang bertugas di kantor dinas dan di

jalan-jalan yang dilalui kayu. Kondisi ini akan merusak mental para polisi hutan,

terutama karena hampir tiap hari tidak ada pekerjaan kecuali menunggu angkutan

kayu yang lewat. Dengan cara ini yang paling diutamakan adalah pendapatan dari

riba kayu, sedang keadaan hutan tidak mendapat perhatian.

Jenis Kayu yang Diperdagangkan

Sutigno (1999) menyebutkan bahwa penggunaan jenis kayu makin

beragam sehingga jenis kayu kurang dikenal makin banyak dipakai. Berdasarkan

survei terdapat beberapa jenis kayu yang diperdagangkan di industri kayu

sekunder, baik jenis kayu yang berasal dari hutan atau pun yang berasal dari jenis

kayu buah-buahan dan dari jenis palma. Jenis kayu yang paling umum dijual oleh

industri kayu tersebut adalah jenis meranti, sengon, cengal, merbau, jati dan kayu

yang lainnya berasal dari sembarang keras. Hal ini sesuai dengan Sumardjani dan

Waluyo (2007) bahwa kayu sengon banyak digunakan untuk peti kemas, pulp,

perabot rumah tangga, bahan bangunan. Kayu jati atau mahoni dan kayu keras

lainnya lebih digunakan untuk perabot rumah tangga dan bahan bangunan rumah

(41)

nangka, mangga, dan lainnya berupa kemiri, petai, dan jengkol sedangkan yang

berasal dari jenis palma adalah kelapa.

Maka dapat dijelaskan bahwa penggunaan kayu di Kota Medan masih

banyak digunakan sesuai dengan Nursandah (2007) yang menyebutkan bahwa

kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Berdasarkan hasil

survei yang diperoleh dapat diketahui dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan

penjualan kayu didominasi oleh jenis meranti sebesar 100% dan jenis cengal

sebesar 47,62%. Namun, untuk jenis kayu buah-buahan seperti jenis kayu durian

sebesar 95,24% hampir semua industri kayu sekunder menjualnya. Penggunaan

jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 3. berikuti ini:

Tabel 3. Penggunaan Jenis Kayu Hutan di Industri Kayu Sekunder Kota Medan

Jenis Kayu Persentase

Meranti 100,00

Sumber: Data Primer Penelitian (2009)

Tabel 4. Penggunaan Jenis Kayu Buah-Buahan di Industri Kayu Sekunder Kota Medan

Jenis Kayu Persentase

Durian 95,24

Nangka 28,57

Mangga 19,05

Lain-lain 33,33

(42)

Jenis Produk

Hasil industri kayu sekunder yang telah disurvei, diperoleh produk-produk

berupa produk setengah jadi dan produk jadi. Untuk produk setengah jadi yang

dijual oleh industri tersebut berbentuk balok, papan, kaso dan reng (Gambar 3).

Berdasarkan hasil survei dari 21 kecamatan dapat diketahui 100% produk kaso

dan papan sebesar 95,24% dijual oleh industri yang ada di Kota Medan. Hal ini

sesuai dengan Pasaribu et al. (2003) bahwa pertumbuhan industri perkayuan di

Indonesia sangat pesat. Sejalan dengan keadaan tersebut maka kebutuhan kayu

untuk memasok industri baik perkayuan maupun pulp dan kertas meningkat. Hal

ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5. Kuantitas Industri Sekunder yang Menjual Produk Setengah Jadi Produk Setengah Jadi Persentase (%) Jumlah Industri

Balok 66,67 14

Papan 95,24 20

Kaso 100,00 21

Reng 76,19 16

Sumber: Data Primer Penelitian (2009)

Menurut Puspantoro (1992) bahwa di dalam perdagangan, kayu umumnya

mempunyai ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai untuk bangunan

rumah. Masing-masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama-nama sebagai

berikut :

1. Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya

terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar, misalnya b/h

(cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14, 10/10, 12/12.

2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya

(43)

3. Kaso/usuk : yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7

4. Reng : yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai untuk

penumpu genting.

Gambar 3. Bentuk Produk Setengah Jadi yang dijual

Industri sekunder dapat melakukan pengolahan lanjutan apabila pihak

konsumen melakukan pemesanan terlebih dahulu. Tidak semua industri yang ada

di kota Medan yang menerima pengolahan lanjutan untuk menghasilkan produk.

Hanya industri sekunder yang memiliki mesinlah yang bisa mengolah kayu

menjadi produk jadi. Suatu produk kayu olahan dapat berasal dari berbagai jenis

kayu yang berbeda, dan tidak semua kayu baik digunakan untuk satu produk yang

sama. Beberapa produk jadi yang diperdagangkan di industri sekunder adalah

berbentuk daun jendela, daun pintu, lemari, meja, kursi dan lainnya seperti kusen

pintu dan jendela. Keseluruhan produk jadi yang diperdagangkan paling banyak

berupa kusen karena proses pengerjaan sangat mudah sementara daun jendela,

pintu, lemari, meja dan kursi diproduksi juga tergantung pesanan dari konsumen

(44)

Gambar 4. Bentuk Produk Jadi yang Diperdagangkan di Industri Sekunder

Jenis Alat Manual dan Alat Masinal di Industri Kayu Sekunder

Pengerjaan kayu untuk menghasilkan produk barang jadi maupun setengah

jadi diperlukan alat utama, alat bantu dan mesin yang dipakai sesuai dengan

pernyataan Budianto (1987) bahwa kedudukan dan fungsi mesin sangat

menentukan proses produksi. Hasil survei yang dilakukan diperoleh alat utama

yang dipakai diantaranya gergaji tangan (Gambar 5), ampelas, obeng, pahat

(Gambar 6), pisau bubut, kapak, spray gun, back saw dan lain-lainnya seperti

meteran, kunci pas. Sementara survei untuk alat bantu yang digunakan adalah

pensil, palu, penggaris, besi siku (Gambar 7), kikir, batu asah dan lainnya seperti

(45)

Gambar 5. Gergaji Tangan di Kecamatan Medan Labuhan

Gambar 6. Pahat di Kecamatan Medan Tuntungan

Gambar 7. Besi siku di Kecamatan Medan Perjuangan

Hasil survei yang dilakukan terhadap penggunaan mesin oleh industri kayu

(46)

tidak memiliki mesin dan sebanyak 12 industri sekunder dengan persentase 57,1%

yang memiliki mesin. Hal ini dikarenakan pada industri tersebut hanya menjual

produk kayu yang berbentuk balok, papan, kaso dan reng tanpa melakukan

pengolahan lanjutan. Berdasarkan pada hasil survei, diketahui jenis mesin yang

dipakai pada industri kayu sekunder antara lain circular saw (Gambar 8), small

band saw (Gambar 9), mesin bor (Gambar 10), planner (Gambar 11), rip saw

(Gambar 12), ketam profil, sander dan lain-lainnya seperti mesin ketam, router,

maupun mesin asah.

Gambar 8. Mesin Circular Saw di Kecamatan Medan Sunggal

(47)

Gambar 10. Mesin Bor di Kecamatan Medan Sunggal

Gambar 11. Mesin Planner di Kecamatan Medan Amplas

(48)

Kepemilikan mesin ketam, router maupun mesin asah yang digolongkan

ke dalam lain-lain yang memiliki tingkat persen sebesar 57,14% dan mesin sander

sebesar 19,05%. Namun, jenis mesin planner, dan circular saw dalam industri

kayu sangat memiliki peranan penting dalam pengerjaan. Hampir semua kegiatan

memerlukan mesin tersebut. Budianto (1987) menyebutkan bahwa mesin ketam

perata, mesin ketam penebal dan mesin gergaji potong termasuk dalam mesin

standar (general purposes machine) yang merupakan mesin dasar pada jalur

proses produksi, mesin yang harus ada atau paling banyak digunakan untuk

mengerjakan benda kerja yang bervariasi (job order). Persentase jenis mesin yang

diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.

42,86

Gambar 13. Grafik Jenis Mesin

Jenis mesin yang digunakan oleh industri kayu sekunder di kota Medan

pada umumnya sama. Dapat diketahui bahwa jenis mesin yang digunakan

memiliki bermacam-macam merek dan buatan seperti Teco (Taiwan), AC-12 MT,

Jiang Dong (China), Modern, Hitachi, SEM (China), Carpenter, Yinq-Veno,

Makita (Jepang), Bosch, Jointer, Bench Grinder, Jepson (Taiwan), MK 4018

(49)

Toyoda, Norita, Chi Ing (Taiwan), JCK (Taiwan), Urotec Soligen, J3GBHDI, PX,

dan Matsuna. Beberapa merek dan buatan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Merek Planner AC-12MT

Pemeliharaan Alat Manual dan Masinal

Menurut Frick (1990) bahwa pekerjaan pemeliharaan dapat didefinisikan

sebagai berikut: perawatan, inspeksi, perbaikan dan pemeliharaan pencegahan.

Berdasarkan hasil survei yang didapat bahwa setiap industri sekunder yang ada di

kota Medan berbeda-beda dalam melakukan perawatan terhadap mesin manual

dan masinal yang dimilikinya, ada yang harian maupun bulanan. Hal ini

dipengaruhi oleh kemauan dari pemilik industri, tuntutan dari mesin yang dipakai.

Kegiatan perawatan yang dilakukan antara lain dengan membersihkan mesin yang

telah dipakai, memberikan oli bekas pada bagian mesin yang memerlukan,

mengasah bilah gergaji, mata bor, mata pisau. Bilamana ditemukan kerusakan

pada mesin yang tak bisa diperbaiki dan hindari lagi maka pihak pemilik industri

mengirimkannya kepada bagian service mesin yang ahli dalam mengatasi mesin

yang rusak. Tujuan ini dilakukan untuk menghindari kerusakan yang lebih parah

(50)

produksi. Hal ini didukung oleh Lerch (1991) bahwa dalam suatu perusahaan

kayu, mesin-mesin merupakan bagian terbesar modal perusahaan. Karena itu

wajarlah, bila perawatan menuntut perhatian penuh. Artinya, tanpa ada mesin dan

pemeliharaan maka akan mempengaruhi semua kegiatan.

Rendemen

Berdasarkan hasil wawancara bahwa sampel yang diperoleh dari 12

industri kayu sekunder yang memiliki jenis mesin maka didapat total rendemen

sebesar 70,76% per minggu. Hasil rendemen yang diperoleh dari perbandingan

banyaknya bahan baku yang dihasilkan (output) dan bahan baku yang dibutuhkan

(input), secara umum dalam satuan persen. Menurut Dephutbun (1999)

menyatakan bahwa tinggi rendahnya rendemen dapat dipengaruhi oleh personel

(saw master). Kelelahan, keterbatasan pengetahuan atau kemampuan, atau kurang

hati-hati dapat menghasilkan keputusan yang kurang baik sehingga akan

berpengaruh terhadap hasil gergajian. Dalam praktiknya bahwa rendemen

dipengaruhi oleh bahan baku, kondisi dan pemeliharaan alat/mesin dan

pengalaman atau kemampuan dari operatornya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

dari rendemen yang didapat merupakan kriteria keberhasilan dari proses produksi

dan pemilik industri dapat mengetahui dasar perhitungan biaya produksi sehingga

bisa menetukan harga pokok dari produk yang akan dijual.

Inspeksi Pemerintah

Hasil survei yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa inspeksi yang

dilakukan oleh pemerintah daerah/kota sebesar 85,71% dan Departemen

(51)

pemerintah tersebut dalam rangka memeriksa surat izin usaha, pajak, surat kayu,

artinya bukti kelegalitasan sebuah industri kayu sekunder. Walaupun demikian

masih ada industri kayu sekunder dimana inspeksi pemerintah tidak dilakukan

baik dari pemerintah kota/daerah maupun Departemen Kehutanan. Hal ini

disebabkan beberapa faktor yaitu pihak pemerintah yang kurang menjangkau

penyebaran industri yang ada di Kota Medan, pemilik industri yang tidak mau

mendaftar ke pemerintah dengan alasan ini hanya usaha kecil-kecilan yang suatu

saat bisa tutup atau beralih ke usaha lain serta pemilik industri bersifat tertutup

tidak mau memberitahukan karena khawatir tentang publikasi pemasaran kayunya

dianggap ilegal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 15.

85,71

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk produk setengah jadi yang

dijual oleh industri tersebut berbentuk balok, papan, kaso dan reng. Dari

keseluruhan produk jadi yang diperdagangkan paling banyak berupa kusen karena

proses pengerjaan sangat mudah sedangkan daun jendela, pintu, lemari, meja dan

kursi tetap diproduksi tetapi tergantung pesanan dari konsumen.

Berdasarkan survei terhadap 21 industri kayu sekunder yang dilakukan alat

utama yang dipakai diantaranya gergaji tangan, ampelas, obeng, pahat, pisau

bubut, kapak, spray gun, back saw dan lain-lainya seperti meteran, kunci pas.

Sedangkan alat bantu yang digunakan adalah pensil, palu, penggaris, besi siku,

kikir, batu asah dan lainnya seperti paku, kuas, tang. Jenis mesin yang dipakai

pada industri kayu sekunder sebagai berikut circular saw, small band saw, bor,

planner, rip saw, ketam profil, sander dan lain-lainnya seperti mesin ketam,

router, maupun mesin asah.

Dengan demikian dapat diketahui dari 21 industri sekunder yang disurvei

sebanyak 9 industri kayu sekunder atau 42,9% tidak menggunakan mesin dan

sebanyak 12 industri kayu sekunder atau 57,1% menggunakan/memiliki mesin.

Sedangkan rendemen yang diperoleh pada industri yang menggunakan mesin

(53)

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengendalian mutu produk

terhadap mesin yang digunakan serta kapasitas produksi yang diharapkan dapat

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Boerhendhy, I., Nancy, C. dan Gunawan, A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet sebagai Substitusi Kayu Alam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Tropis Kayu. Vol. 1. No. 1. Bogor.

Budianto, A. D. 1987. Teknik Dasar Memilih Mesin dan Perlengkapan Industri Kayu. Kanisius. Semarang.

Budianto, A. D. 1990. Pengelolaan Gudang dalam Industri Kayu. Kanisius. Semarang.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2009. 10 Tahun Terakhir. Diakses

dar

[270809].

Frick, H. 1990. Peralatan Pembangunan Konstruksi, Penggunaan dan Pemeliharaan. Kanisius. Yogyakarta.

Fuad, M., H. Christine, Nurlela, Sugiarto, dan F. Paulus, Y. E. 2005. Pengantar Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Greenomics. 2004. Industri Pengolahan Kayu. Indonesia Corruption Watch. Jakarta.

Hadjib, N., Hadi, Y. S. dan Setyaningsih, D. 2007. Sifat Fisis dan Mekanis Sepuluh Provenans Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dari Parung Panjang, Jawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Tropis Kayu. Volume 5. No. 1. Bogor.

Haygreen, J. G, Shmulsky, R. dan Bowyer, J. L. 2003. Forest Product and Wood Science. An Introduction. Fourth Edition. Lowa State Press. United State of America.

Koch, P. 1964. Wood Machining Processes. The Ronald Press Company. NewYork

Lerch, E. 1991. Pengerjaan Kayu Secara Masinal. Kanisius. Semarang.

Madura, Jeff. 2001. Pengantar Bisnis. Salemba Empat. Jakarta.

(55)

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. dan Prawira, S. A. 1995. Atlas Kayu Indonesia. Jilid 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor

Nurdin, F. 2009. Kesesuaian Mutu Produk dan Berbagai Aspek yang

Melingkupinya. Diakses dari

Nursandah, A. 2007. Kawat Baja sebagai Pengganti Batang Tarik pada Konstruksi Kuda-Kuda Kayu. Jurnal Teknik Sipil. Volume 7. No. 2. Surabaya.

Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia. 2006. Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia

Perekonomian Bisnis. Diakses dari:

//organisasi.org/pengertian_definisi_macam_jenis_dan_penggolongan_ind ustri_di_indonesia_perekonomian_bisnis [27102009].

Pasaribu, R. A., Setyawan, D. dan Winarni, I. 2003. Pengaruh Pencampuran Beberapa Jenis Kayu dan Perubahan Sulfiditas Proses Sulfat Terhadap Sifat Pengolahan dan Kualitas Pulp Kayu Karet (Hevea brasiliensis muell Arg.). Buletin Penelitian Hasil Hutan. Volume 21. No. 1. Bogor.

Pasaribu, R. A. dan Roliadi, H. 2006. Kajian Potensi Kayu Kayu Pertukangan dari Hutan Rakyat pada Beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 2009. Diakses dari://www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_medan [03072009].

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Puspantoro, B. 1992. Konstruksi Bangunan Gedung Sambungan Kayu Pintu Jendela. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta

Rudi, 2002. Status Pengawetan Kayu Di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sianturi, A. 2001. Pengelolaan Hutan dalam Rangka Otonomi Daerah Menuju Self Regulating Organization. Info Sosial Ekonomi. Volume 2. No. 1. Bogor.

Sukirno, S., Husin, W. S., Indrianto, D., Sianturi, C. dan Saefullah, K. 2004. Pengantar Bisnis. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta.

(56)

Sutigno, P. 1999. Prospek dan Tantangan Industri Kayu Indonesia Menuju Era Pasar Global. Info Hasil Hutan. Volume 5. No. 3. Bogor.

Tim Redaksi Fokusmedia. 2007. Undang-Undang Kehutanan dan Illegal Logging. Fokusmedia. Bandung.

(57)

KUISOENER PENELITIAN

PROFIL INDUSTRI KAYU SEKUNDER DI KOTA MEDAN

Nama Responden : _______________________ Umur: _________

Bentuk Badan Usaha : _______________________

Alamat : _______________________________________

Kecamatan : _______________________

No. Telp/HP : _______________________________________

HARI : ______________________TANGGAL : _________________________

Peneliti :

Nama : Sefryani Simarmata

NIM : 051203022

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009 Data hanya untuk keperluan penelitian

(58)

1. Lamanya membuka usaha industri kayu sekunder

2. Jenis kayu yang diolah pada industri tersebut

a. Jati

3. Jenis kayu buah-buahan yang diolah pada industri tersebut

a. Durian

b. Nangka

c. Mangga

d. Kelapa

e. Lain-lainnya...

4. Bahan baku di dapat dari (Daerah)

a. Dalam Provinsi

b. Luar Provinsi

5. Asal bahan baku diperoleh dari

a. Hutan Tanaman Industri

b. Hutan Rakyat

c. Industri Primer

d. Perkebunan sendiri

e. Lain-lainnya...

6. Produk yang dihasilkan barang setengah jadi

a. Balok

b. Papan

c. Kaso

d. Reng

e. Lain-lainnya...

Data hanya untuk keperluan penelitian

(59)

7. Produk yang dihasilkan barang jadi

8. Adakah tempat penyimpanan hasil produk yang dibuat (Jelaskan)

a. Ada

b. Tidak

9. Memiliki mesin-mesin sendiri

a. Ya

b. Tidak

10. Pembelian jenis-jenis alat mesin yang digunakan berasal dari

a. Dalam negeri

b. Luar negeri

11. Jenis-jenis alat utama (Non Mesin)

a. Ketam panjang

j. Mesin kempa manual

k. Pisau bubut

l. Lain-lainnya...

12. Jenis-jenis alat bantu (Non Mesin)

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan
Tabel 2. Keberadaan Industri Kayu Sekunder Berdasarkan Lamanya Membuka Usaha Lama Membuka Usaha Jumlah Industri Kayu
Gambar 1. Bentuk Badan Usaha Perkayuan di Kota Medan
Gambar 2. Grafik Jumlah Tenaga Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Orang Kelantan, walau pun yang berkelulusan PhD dari universiti di Eropah (dengan biasiswa Kerajaan Persekutuan) dan menjawat jawatan tinggi di Kementerian atau di Institusi

Untuk menghadirkan layanan akses informasi kepada pemustaka penyandang disabilitas, kemajuan teknologi informasi di bidang perpustakaan dan kemampuan pustakawan yang

kesesuaian tindakan aktor yang terlibat. • Yang menunjukkan bahwa lebih berpengaruh dibandingkan variabel lainnya, yang mana menunjukkan besarnya kekuatan masyarakat dalam

Kontribusi dari penambahan jumlah wajib pajak orang pribadi baru hasil kegiatan ekstensifikasi pada penerimaan pajak penghasilan orang pribadi KPP Pratama Kepanjen yaitu

dan ukuran dewan direksi muslim secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Corporate Social Responsibility (ICSR) pada

Selain kedua informan di atas, informan D, dan E juga mengatakan hal yang serupa bahwa penerapan layanan sirkulasi di Perpustakaan SMAN 1 Soromandi Kecematan

Untuk mengevaluasi kinerja dosen dalam pembelajaran pada setiap mata kuliah, maka dilakukan penyebaran kuesioner yang harus diisi mahasiswa serta pemberian kritik dan saran

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segalaa anugerah-Nya sehinga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PEMBERDAYAAN KARYAWAN DAN