• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PERKAWINAN SUKU BANGSA PUNJABI

( Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “Anand Karj” di Karang Sari, Medan Polonia )

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi Sosial

Oleh :

Surya Kristina Nababan 070905032

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

SURYA KRISTINA NABABAN, 2011. Judul skripsi : Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi (Anand Karj). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 105 halaman, 8 daftar gambar.

Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman suku, dari keanekaragaman tersebut menjadikan Negara ini menjadi masyarakat majemuk. Salah satu dari keanekaragamannya adalah suku bangsa Punjabi, dimana suku bangsa ini bukanlah suku bangsa asli dari Negara Indonesia. Namun suku bangsa ini telah bermukim di kawasan Indonesia atau telah melakukan penyebaran di berbagai wilayah dan salah satu wilayah yang ditempati suku bangsa ini adalah wilayah kota Medan. Kota Medan yang merupakan salah satu kota yang juga memiliki keanegaraman suku bangsa dan salah satu suku bangsa yang terdapat didalamnya adalah suku bangsa Punjabi, yang mana menjadikan kota ini penuh dengan berbagai ragam budaya didalam setiap suku bangsa yang ada. Suku bangsa Punjabi yang ada di Medan menempati beberapa wilayah, yaitu: wilayah Marindal, Deli Tua, Karang Sari, Padang Bulan, Tanjung Morawa, Helvetia. Kehadiran suku bangsa Punjabi ini melahirkan berbagai versi tentang awal kedatangan suku bangsa ini. Jumlah suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan ini, jika dibanding dengan suku bangsa lain masih menempati urutan terendah, namun sedikitnya jumlah suku bangsanya, tidak mengurangi rasa ingin menguatkan identitas suku bangsa Punjabi. Untuk mengenali suku bangsa Punjabi adalah dengan melihat tanda gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan, memakai pangge atau sering disebut sorban sebagai penutup kepala dan suku bangsa Punjabi ini,

umumnya mengikuti ajaran Sikh atau pengikut Guru yang mempercayai kitab suci. Identitas lainnya yang membedakan suku bangsa Punjabi dengan suku bangsa lainnya adalah adat-istiadat yang dilakukan oleh suku bangsa ini baik itu dalam melaksanakan acara pemberian nama pada bayi yang baru lahir, peringatan hari Guru, acara perkawinan dan acara kematian. Disetiap acara atau upacara pada suku bangsa ini dilakukan secara ajaran Sikh dan ditambahi dengan adat atau kebiasaan yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh suku bangsa ini.

(3)

tentang aturan-aturan yang akan dilaksanakan maupun sistem perjodohannya. Dalam hal pengumpulan data, si peneliti menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 10 informan. Observasi dalam penelitian ini, dilengkapi dengan alat bantuan berupa kamera yang akan memotret atau merekam berbagai kegiatan seputar acara perkawinan suku bangsa Punjabi. Wawancara yang digunakan dalam penellitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, karena si peneliti disini akan memulainya dari sebuah obral biasa yang secara berlahan-lahan akan menuju ke rumusan masalah. Dalam hal ini, si peneliti belum dapat menentukan mana informan kunci dan mana informan biasa dan karena itu, peneliti akan memulainya dari salah satu pengurus Gurdwara atau Salwinder Singh dan Baldave Singh untuk mencari data awal tentang suku bangsa Punjabi. Untuk pengumpulan data, peneliti memakai pedoman wawancara atau interview guide yang dilengkapi dengan catatan lapangan.

(4)

PENGALAMAN PENELITIAN

(5)
(6)
(7)
(8)

PERYATAAN ORIGINALITAS

Judul : SISTEM PERKAWINAN SUKU BANGSA PUNJABI (Studi Deskriptif Mengenai Sistem Perkawinan Punjabi “ Anand Karj” di Karang Sari, Medan Polonia

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan…..,Maret 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Surya Kristina Nababan, Lahir di Padang Mahondang 09

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirant Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan saya menyelesaikan penelitian yang berjudul tentang “ Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi” ke dalam bentuk skripsi. Adapun penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana S-1 bidang Antropologi Sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dengan dilaksanakannya penelitian, si penulis berharap agar hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan lebih berguna bagi orang-orang yang berkepentingan, baik itu dikalangan Mahasiswa maupun masyarakat. Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang ada di daerah Karang Sari. Sebagaimana yang diketahui suku bangsa ini adalah salah satu suku bangsa pendatang di wilayah Indonesia dan dari penelitian ini akan melihat serta mendeskripsikan adat-istiadat perkawinan yang ada pada suku bangsa ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf atas kekurangan atau kelemahan dari penulisan skripsi, untuk itu saran dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian yang telah ditulis ke dalam bentuk sripsi dapat bermanfaat.

Medan,… Maret 2010

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan peran serta kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badarrudin,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr.Fikarwin Zuska, sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah banyak membantu mulai awal perkulihan hingga penulisan skripsi.

3. Bapak Drs.Agustrisno,M.SP., sebagai Pembimbing utama, yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan berbagai masukan terkait penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra.Nita Savitri,M.Hum, sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis, yang telah memberikan perhatian serta semangat pada penulis.

5. Seluruh staf pengajar Antropologi Sosial FISIP USU, yang telah membimbing penulis mulai dari awal perkuliahaan sampai penulisan skripsi.

6. Pak Pritam Singh, Pak Salwinder Singh, Pak Harjjit Singh, Pak Shardol Singh, Pak Gurdip Sing, Ibu Harmel Kour dan seluruh yang telah bersedia membantu penulis . 7. Papah (H.P Nababan), Mamah (T.Sianturi), yang telah memberikan dukungan,doa

kepada penulis sampai skripsi ini selesai.

8. Abang saya Hendra Joni Nababan serta Kakak Ipar Dewi Turnip, yang telah memberikan semangat pada penulis.

(12)

10.Seluruh keluarga Nababan dan keluarga Sianturi, yang juga telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis.

11.Seluru teman-teman guru sekolah minggu, yang telah memberikan semangat peda penulis.

12.Seluruh teman-teman mahasiswa Antropologi, khususnya kepada stambuk 07, yang telah memberikan semangat kepada penulis.

13.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini, yang telah membantu penulis.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan-kebaikan kepada seluruh pihak-pihak yang telah bersedia membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

Menyadari akan keterbatasan penulis, hasil dari skripsi atau penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis mengharapkan saran guna menyempurnakan hasil penulisan. Semoga hasil dari penulisan ini, dapat berguna bagi semua berbagai pihak yang membutuhkannya.

Medan, Maret 2011

(13)

DAFTAR ISI

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………....12

1.6. Metode Penelitian ……….13

1.7. Lokasi Penelitian ………..15

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Suku Bangsa Punjabi di Medan dan Karang Sari ………17

2.2. Gambaran Suku Bangsa Punjabi di Medan ………..21

2.3. Sejarah Gurdwara di Karang Sari ………...22

2.4. Sistem Religi ………26

(14)

2.6. Bahasa ………..30

2.7. Sistem Mata Pencaharian ……….31

BAB III. SISTEM KEKERABATAN DAN ATURAN – ATURAN SEBELUM PERKAWINAN 1.1. Sistem Kekerabatan ………33

1.2. Arti dan Tujuan Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi ………38

1.3. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh ………..39

1.4. Bentuk Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi ………..41

BAB IV. SISTEM PERKAWINAN DAN ADAT SESUDAH MENIKAH 4.1. Tahapan-tahapan Sistem Perkawinan ………45

4.2. Pelaksanaan Acara Perkawinan ( Anand Karj ) ………51

4.3. Adat Menetap Sesudah Menikah ………...62

- Kuesioner / Interview guide ( Instrumen Penelitian ) - Daftar Informan

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Tempat ibadah Sikh (Gurdwara ) ………...23

2. Gambar 2 : Kitab Suci ajaran Sikh ( Guru Granth Shaib ) ……….25

3. Gambar 3 : Acara tepung tawar (Thle Crah / What thenah ) ………..82

4. Gambar 4 : Upacara Perkawinan di dalam Gurdwara ………92

(16)

ABSTRAK

SURYA KRISTINA NABABAN, 2011. Judul skripsi : Sistem Perkawinan Suku Bangsa Punjabi (Anand Karj). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 105 halaman, 8 daftar gambar.

Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman suku, dari keanekaragaman tersebut menjadikan Negara ini menjadi masyarakat majemuk. Salah satu dari keanekaragamannya adalah suku bangsa Punjabi, dimana suku bangsa ini bukanlah suku bangsa asli dari Negara Indonesia. Namun suku bangsa ini telah bermukim di kawasan Indonesia atau telah melakukan penyebaran di berbagai wilayah dan salah satu wilayah yang ditempati suku bangsa ini adalah wilayah kota Medan. Kota Medan yang merupakan salah satu kota yang juga memiliki keanegaraman suku bangsa dan salah satu suku bangsa yang terdapat didalamnya adalah suku bangsa Punjabi, yang mana menjadikan kota ini penuh dengan berbagai ragam budaya didalam setiap suku bangsa yang ada. Suku bangsa Punjabi yang ada di Medan menempati beberapa wilayah, yaitu: wilayah Marindal, Deli Tua, Karang Sari, Padang Bulan, Tanjung Morawa, Helvetia. Kehadiran suku bangsa Punjabi ini melahirkan berbagai versi tentang awal kedatangan suku bangsa ini. Jumlah suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan ini, jika dibanding dengan suku bangsa lain masih menempati urutan terendah, namun sedikitnya jumlah suku bangsanya, tidak mengurangi rasa ingin menguatkan identitas suku bangsa Punjabi. Untuk mengenali suku bangsa Punjabi adalah dengan melihat tanda gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan, memakai pangge atau sering disebut sorban sebagai penutup kepala dan suku bangsa Punjabi ini,

umumnya mengikuti ajaran Sikh atau pengikut Guru yang mempercayai kitab suci. Identitas lainnya yang membedakan suku bangsa Punjabi dengan suku bangsa lainnya adalah adat-istiadat yang dilakukan oleh suku bangsa ini baik itu dalam melaksanakan acara pemberian nama pada bayi yang baru lahir, peringatan hari Guru, acara perkawinan dan acara kematian. Disetiap acara atau upacara pada suku bangsa ini dilakukan secara ajaran Sikh dan ditambahi dengan adat atau kebiasaan yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh suku bangsa ini.

(17)

tentang aturan-aturan yang akan dilaksanakan maupun sistem perjodohannya. Dalam hal pengumpulan data, si peneliti menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara kepada 10 informan. Observasi dalam penelitian ini, dilengkapi dengan alat bantuan berupa kamera yang akan memotret atau merekam berbagai kegiatan seputar acara perkawinan suku bangsa Punjabi. Wawancara yang digunakan dalam penellitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, karena si peneliti disini akan memulainya dari sebuah obral biasa yang secara berlahan-lahan akan menuju ke rumusan masalah. Dalam hal ini, si peneliti belum dapat menentukan mana informan kunci dan mana informan biasa dan karena itu, peneliti akan memulainya dari salah satu pengurus Gurdwara atau Salwinder Singh dan Baldave Singh untuk mencari data awal tentang suku bangsa Punjabi. Untuk pengumpulan data, peneliti memakai pedoman wawancara atau interview guide yang dilengkapi dengan catatan lapangan.

(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Masalah dan Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman suku bangsa di Indonesia, yaitu: dari Sabang sampai Marauke, dan di dalam setiap suku bangsa memiliki kebudayaan serta adat-istiadat yang berbeda-beda antara satu suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya. Sebagaimana yang dikatakan Koenjaraningrat (1985:89) bahwa :

“Keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut “stage a long the life cycle” seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya”.

Dari keberagaman yang ada, masing-masing suku bangsa memiliki sebuah penekanan dalam menunjukkan atau memperlihatan jati diri suatu suku bangsa yang ada disetiap wilayah.

(19)

perbedaan adat-istiadat, kebudayaan serta ajaran atau agama yang dianut oleh masing-masing suku bangsa.

Berbicara mengenai kebudayaan, setiap manusia bisa dikatakan tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Dan hal ini disebabkan, karena manusia itu sendiri adalah pendukung dan bahkan pelaksananya. Hal ini tercermin dari setiap adat-istiadat yang dipegang, diterapkan oleh semua suku bangsa dan bahkan tanpa menyadarinya telah diwariskan pada generasi atau keturunannya (Poerwanto,2000:87-88). Dengan diwariskannya kebudayaan itu, manusia akan menganggap bahwa hal itu adalah kebiasaan dan itu akan menjadi sebuah ciri khas dari setiap suku bangsa atau masyarakat pada setiap wilayah tertentu.

Kebudayaan yang telah melekat di dalam masyarakat dapat menjadi seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Malinowski bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah ada menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat (T.O.Ihrohmi,2006:59).

(20)

individu yang bersangkutan. Saat peralihan yang paling penting dalam lingkaran hidup semua manusia di seluruh dunia adalah peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga dan ini disebut perkawinan ( Koentjaraningrat,1892:75).

Perkawinan yang mencakup adat dan upacaranya merupakan unsur kebudayaan yang ada dari masa ke masa dan akan ada dalam suatu masyarakat yang berbudaya, meskipun dalam batas waktu dan ruang akan mengalami sebuah perubahan-perubahan. Dalam adat-istiadat, upacara perkawinan ini terdapat nilai-nilai, norma-norma yang sangat luas dan kuat, dimana akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku setiap individu serta mengukuhkan hubungan yang sangat sensial antara manusia yang berlainan jenis. Dan dalam suatu suku bangsa tertentu, perkawinan itu merupakan salah satu tindakan yang penting, karena kedua individu yang berlainan jenis tersebut akan menuju ke suatu tingkat sosial yang baru atau beralih dari masa lajang menjadi memiliki ikatan (suami/istri).

Dipandang dari suatu kebudayaan tertentu, perkawinan adalah pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya terutama persetubuhan. Pada masyarakat suku bangsa lain tata aturan perkawinan yang berlaku antara laki-laki dengan perempuan menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat bersetubuh dengan sembarangan perempuan tetapi hanya dengan satu atau beberapa perempuan tertentu saja kecuali sebagai pengatur seksnya. Perkawinan juga mempunyai fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan pada hasil perkawinan yaitu anak-anak atau buah hati mereka, memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, gengsi dan kelas dalam masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok tertentu (Koentjaraningrat,1985:93).

(21)

individu. Dan sesuai dengan tujuan perkawinan itu, perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang dilaksanakan dengan upacara-upacara sakral dalam setiap suku bangsa di wilayah tertentu.

Upacara perkawinan yang ada dalam kehidupan suatu masyarakat itu akan berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Tahap-tahap pertumbuhan sepanjang hidup individu akan mempengaruhi dan membawa perubahan-perubahan terhadap individu itu sendiri baik secara biologi, sosial budaya maupun jiwa. Oleh karena itu tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan lingkungan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh bahaya dan dianganggap suatu masa yang krisis.

Keberagaman suku bangsa yang ada di dunia ini dan terutama di Indonesia, banyak memunculkan berbagai tradisi-tradisi atau kebudayaan yang berbeda. Dan keberagaman ini juga terdapat pada negara India, dimana dalam negara ini masih terdiri dari beberapa-beberapa suku bangsa dan salah satunya adalah suku bangsa India Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan dan suku ini dikenal dengan ajaran atau agama Sikh. Agama Sikh merupakan Non-Semit,Non-Vedic1

Suku bangsa Punjabi yang identik menganut ajaran Sikh, pertama kalinya digagas oleh Guru Nanak (1469-1539). Dan dalam hal ini, menurut suku bangsa Punjabi hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan ini sering disebut dengan IWaheguru. Waheguru atau universal God yang dimaksud oleh suku bangsa Punjabi adalah yang Maha Besar. Dalam

suku bangsa Punjabi adalah identik dengan ajaran Sikh, dimana yang ditandai dengan dan

merupakan agama terbesar ke-6 di dunia yang berasal dari Sultanpur yang berada di wilayah Punjabi.

(22)

sepuluh guru2

1. Kesh artinya adalah rambut yang tidak dipotong,

. Pada tahun 1708 selepas kematian Gobind Singh yang tidak meninggalkan satu himpunan skrip suci atau disebut dengan Adi Granth dan kemudian diganti menjadi Guru Granth Sahib. Seiring dengan pergantian nama kitab suci tersebut, terdapat penentuan sebagai tanda bagi kaum laki-laki Sikh yang mengikuti ajarannya dan ini dikenal dengan istilah lima “K” atau Panj kakaar yang berlaku pada tahun 1699 di daerah Anandapur Sahib. Lima K atau panj kakaar yang dimaksud adalah :

2. Kanga artinya sebuah sisir dirambut dan ini melambangkan ketertiban dan disiplin,

3. Kara artinya sebuah gelang baja yang dikenakan ditangan kanan dan ini

melambangkan persatuan dengan Allah,

4. Kirpan artinya sebuah pisau kecil atau pedang yang tidak begitu tajam dan ini

menggambarkan martabat,keberanian dan rela berkorban,

5. Kachha artinya celana pendek yang merupakan pakaian dalam dan secara tidak

langsung memperlihatkan kesederhanaan serta melambangkan pengendalian moral. (http://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/info/sukahati/sh13.htm1:08/27/08/2010)

Suku bangsa Punjabi telah ada di Kota Medan sejak pertengahan abad ke-18 (Lubis,2005:140). Asal-usul suku bangsa Punjabi di Sumatera adalah dari Amritsar ataupun Jullundur, India Utara dan suku ini hadir di Sumatera3

2 Suku bangsa Punjabi yang dikenal dengan agama Sikh memiliki kesepuluh guru, yang tidak lain pengikut ajaran Guru Nanak yakni: Sri Guru Nanak Dev Ji, Sri Guru Angad Dev Ji, Sri Guru Amar Das Ji, Sri Guru Ram Das Ji, Sri Guru Arjan Dev Ji, Sri Guru Har Gobind Ji, Sri G. Har Rai Sahib Ji, Sri Guru Hair Kris Han Ji, Sri Guru Teg Bahadur Sahib Ji, dan Sri Guru Gobind Singh Ji.

melalui wilayah Aceh ( Sabang). Kebanyakan mereka datang dengan tujuan berdagang dan menetap di Kota Medan, tetapi ada juga yang bekerja sebagai penjaga rumah atau gudang dan pengawas bagi orang-orang Belanda pada zaman perkebunan tembakau dibuka. Pada saat sekarang ini para suku bangsa

3

(23)

Punjabi sudah beralih ke berbagai kegiatan-kegiatan seperti beternak sapi, usaha toko sport, serta dalam bidang pendidikan membuka tempat kursus bahasa inggris.

Ajaran Sikh yang identik pengikutnya adalah suku bangsa Punjabi, mencerminkan kebudayaan berada pada ajaran ini dan akan menjadi sebuah peraturan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gertz (1973) bahwa agama sebagai kebudayaan tidak dilihat sebagai peraturan melainkan sebagai inti dari kebudayaan manusia itu sendiri.

Sikh yang dikenal dengan mempercayai kitab suci atau Sri Grand Sahib memiliki berbagai aturan atau tradisi, ritual dalam keagamaan yang mereka anut, misalnya ; Dalam pemberian nama bayi, akan diberi selepas Granthi membaca Ardas, setelah itu pendeta akan membuka kitab Sri Grand Sahib4 secara rambang dan bayi akan dinamakan mengikuti huruf pertama dalam muka surat, dimana nama akhir sikh adalah sama dan berbeda hanya mengikuti Jantina yaitu Singh bagi laki-laki yang berarti singa dan kaur pada perempuan yang berarti putri. Sebagaimana dengan acara pemberian nama bayi dalam acara pernikahan5

Perkawinan atau Anand Karj pada agama Sikh merupakan upacara yang sangat ritual atau sakral. Dalam upacara pernikahan ini, terdapat empat tahap yang harus dijalankan, yakni :

juga dijalankan acara ritual yang lebih dulu diawali dengan pembacaan kitab suci atau Sri Grant Sahib (http://id.wikipedia.org/wiki/Guru_Granth_Sahib 2:05 30/08/2010).

1. Swarah, artinya upacara tukar cicin dan acara dilangsungkan di dalam kuil atau Gurdwara,

2. Sangeet naight, artinya nyanyian syukur yang dilaksanakan sebelum 1-2 hari

pernikahan berlangsung,

4 Tempat Ibadah dalam Agama Sikh disebut dengan Gurdwara dan Kitab Suci yang mereka percaya disebut dengan Sri Granth Sahib.

5

(24)

3. Marrige atau anand karj, artinya inti dari upacara atau upacara pernikahan.

4. Manglawa, artinya pengantin laki-laki serta keluarga menjemput pengantin

wanita,

Berdasarkan uraian di atas, maka si peneliti tertarik untuk meneliti tentang upacara perkawinan yang disebut dengan Anand Karj pada suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh. Si peneliti tertarik pada upacara perkawinan suku bangsa Punjabi, karena si peneliti ingin mengetahui lebih banyak tentang perkawinan tersebut dan ini akan dan menambah informasi tentang upacara perkawinan, dimana penelitian ini akan memperlihatkan atau menggambarkan kebudayaan yang ada pada suku bangsa Punjabi.

1.2. Tinjauan Pustaka

(25)

kepercayaan, nilai- nilai dan cara serta pola berpikir masyarakat (Garn dalam Ranjabar Jacobus, 2006:121).

Kebudayaan yang dimasukkan ke dalam sebuah nilai-nilai serta tradisi berada dalam wujud kebudayaan itu sendiri, dimana wujud kebudayaan itu dibagi atas tiga wujud (Koentjaraningrat, 1980:200-202) , yakni :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (sistem budaya),

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial),

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia ( artefak).

Ketiga wujud kebudayaan ini saling berkaitan antara wujud yang pertama sampai ketiga di dalam kehidupan masyarakat atau suku bangsa dan terkait dengan wujud kebudayaan, sistem perkawinan pada suku bangsa punjabi yang menganut ajaran Sikh masuk ke dalam wujud yang pertama dan ketiga dan ini karena pada wujud yang pertama kebudayaan itu berada dalam kepala manusia dan bersifat abstrak, dimana mengandung nilai-nilai serta norma-norma yang tidak dapat diraba maupun didokumentasikan namun wujud ideal dari kebudayaan itu adalah adat-istiadat dan dikatakan masuk ke dalam wujud yang ke tiga, karena semua hasil gagasan serta nilai-nilai yang ada di dalam kepala manusia tersebut dituangkan ke dalam perbuatan atau tindakan yang bersifat kongkreat yang dapat dilihat serta difoto bahkan didokumentasikan.

(26)

kembali semangat kehidupan sosial dalam tiap masyarakat yang ada di dunia. Dan karena itu Van Gennep menyatakan bahwa ritus serta upacara dapat di bagi atas tiga bagian, yakni :

1. Upacara Perpisahan di status semula (rites de Separation),

2. Upacara Peralihan atau perjalanan ke status yang baru (rites de marge),

3. Integrasi kembali atau Upacara Penerimaan dalam status yang baru ( rites de agregation).

Upacara merupakan wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, sedang pelaksanaannya selalu dibayangkan sebagai upacara yang hikmat dan bersifat keramat, karena para pendukungnya mengikuti dengan hikmat dan merasa sebagai suatu yang bersifat magis dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Peragaan dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interprestasi orang-orang yang ada didalamnya maupun para penganutnya (T.Syamsuddin,1985:1).

(27)

upacara perkawinan tidak lepas dari nilai-nilai, agama,moral,sosial dan budaya, maka dari itu petuah atau nasihat selalu diberikan pada mempelai guna mempersiapkan diri dalam mengurangi samudrah rumah tangga (Kutipan dari : http//melayuounline.com).

Sebuah perkawinan pada umumnya memiliki syarat-syarat perkawinan yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk (Koentjaraningrat,1980:99), yakni :

1. Mas kawin (bride price)

2. Pencurahan tenaga kerja (bride service) 3. Pertukaran gadis (bride exchange)

Ketiga bentuk ini menurut Koentjaraninggat adalah bagian dari ritual perkawianan yang ada di dalam setiap suku bangsa yang ada. Melalui perkawinan (Anand Karj) pada ajaran Sikh, maka dapat direproduksi kebudayaan suku bangsa Punjabi di luar daerah asalnya. Proses inilah diwujudkan dalam Anand Karj, yang dilihat dari nilai, norma dan upacara yang masih berlaku pada suku bangsa Punjabi. Perkawinan ini adalah bagian dari religi, dimana religi adalah suatu sistem gagasan dan praktek kepercayaan yang ada hubungannya dengan hal yang sakral (Durkheim dalam Van Baal,1987:213).

Sebagaimana yang dikatakan bahwa peristiwa perkawinan adalah bagian dari acara ritual, maka menurut Prof.Dr.Hazairin,S.H ada tiga rentetan perbuatan-perbuatan magis yang bertujuan menjamin ketenangan (Kortel), kebahagiaan (wel vaare), dan kesuburan (uruchbaarheid).

Dalam sistem perkawinan, ada beberapa adat yang harus dipilih oleh suatu suku bangsa atau masyarakat setelah berlangsungnya perkawinan dan adat yang dimakasud dibagi atas lima bagian, yakni :

“Istri dapat tinggal dengan keluarga suaminya dan ini disebut tempat tinggal Patrilokal (Patrilokal residence),

“ Suami dapat tinggal dengan keluarga Istri dan ini disebut tempat tinggal matrilokal (matrilokal residence),

(28)

“Pasangan yang kawin dapat membentuk rumah tangga sendiri di tempat lain dan ini disebut tempat tinggal neolocal,

“Pola yang terakhir sama sekali tidak umum seperti lainnya, pasangan yang baru menikah dapat tinggal di tempat saudara laki-laki ibu si suami dan ini disebut tempat tinggal avunkulocal,( Haviland,1988:94)”.

Secara umum kebudayaan adalah bagian dari perilaku manusia dan berada di dalam pikiran manusia itu sendiri dan ini diwujudkan dalam sistem perkawinan setiap suku bangsa yang terkhusus suku bangsa Punjab ( Ajaran Sikh).

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diajukan adalah Bagaimana sistem perkawinan ( Anand Karj ) serta aturan-aturannya pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh?. Permasalahan ini dijabarkan ke dalam 3 ( tiga ) pertanyaan penelitian yakni :

1. Bagaimana sistem perkawinan dalam suku bangsa Punjabi ? 2. Apa saja aturan-aturan dalam pelaksanaan upacara perkawinan ? 3. Bagaimana cara perjodohan dalam suku bangsa Punjabi

1.4. Ruang Lingkup

(29)

setiap suku bangsa dan si peneliti akan berfokus pada suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan tekhusus di daerah Karang Sari, Medan Polonia. Penelitian ini akan memberikan gambaran atau keterangan-keterangan yang jelas tentang suku bangsa Punjabi, sehingga masyarakat yang ingin mengetahuinya mendapatkan informasi yang benar. Penelitian tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi yang ada di kota Medan dan khususnya di daerah Karang Sari, dapat memberikan inspirasi atau pemikiran yang baru tentang kebudayaan suku bangsa di Indonesia.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi atau Anand Karj. Lebih khususnya menggambarkan tentang keberadaan upacara perkawinan pada suku bangsa Punjabi yang menganut agama Sikh, syarat-syarat yang dibutuhkan dalam perkawinan Sikh.

(30)

1.6. Metode Penelitian

1. Tipe dan pendekatan penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara sitematis tentang perkawinan suku bangsa Punjabi (Ajaran Sikh). Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskripstif yang mendukung kajian penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dideskripsikan sesuai dengan kajian ilmu Antropologi.

2. Informan Penelitian

Untuk menghasilkan data yang valied mengenai sistem perkawinan suku bangsa Punjabi serta kebudayaan-kebudayaannya. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menentukan informan dan informan itu terbagi atas dua jenis, yaitu:

o Informan Kunci adalah orang yang dapat memberikan berbagai informasi penting dan jenis informan ini biasanya memiliki pengetahuan yang luas, dalam arti informan ini memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti dan yang tepatnya sesuai dengan fokus penelitian dan informan kunci yang akan dipakai sipeneliti adalah pengurus Sikh Community Education Centre itu sendiri yaitu pak Pritam singh, Salwinder singh,

pendeta serta pak Harjit singh. Namun dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa informan kunci ini dapat juga diperankan oleh informan biasa.

o Informan Biasa adalah orang yang juga memberikan informasi, namun bedanya informan ini tidak begitu memiliki pengertian yang banyak tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi penganut ajaran Sikh. Informan biasa ini adalah umat agama Sikh itu sendiri, yaitu simmi kaour, nermat singh, Baldave singh, Sardol singh dan yang lainnya.

(31)

memakai pendekatan kualitatif dan karena itu dalam penelitian ini ada dua jenis data yang harus dikumpulkan, dimana data itu terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari lapangan atau tempat dimana si peneliti sedang melakukan penelitian. Data ini juga diperoleh melalui beberapa metode, yaitu :

o Observasi ( pengamatan )

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai sistem perkawinan dalam ajaran Sikh. Dan setelah melihat bagaimana berjalannya acara perkawinan itu, maka observasi awal ini dapat menjadi data awal si peneliti untuk lebih melengkapi data yang diperlukan. Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi tanpa partisipasi, dimana peneliti tidak ikut terlibat atau melibatkan diri dalam segala sistem perkawinan pada suku bangsa Punjabi (Sikh).

o Wawancara

(32)

Setelah memenuhi data primer, peneliti juga memerlukan data sekunder. Dimana data ini akan lebih melengkapi data-data yang sudah ada dari lapangan, melalui studi kepustakaan yang diperoleh dari berbagai buku-buku ilmiah, jurnal, media massa serta internet yang terkait dengan sistem perkawinan.

3. Analisa data

Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif yang menganalisa tentang sistem perkawinan suku bangsa Punjabi. Seluruh data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sumber kepustakaan akan disusun berdasarkan pemahaman atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian yang selanjutnya, hasil pencatatan tersebut disusun dan menggabungkan, menghubungkan atas jawaban yang telah disampaikan informan. Dengan begitu, peneliti mencapai tujuan penelitian yang sebelumnya telah dipaparkan. Dan juga dalam penelitian ini peneliti akan bersikap objektif, data yang diperoleh tidak sama sekali dilebih-lebihkan atau dikurangi dan bahkan dirubah dan itu akan terlihat dari keaslian data. Dengan analisa data ini, maka akan menghasilkan sebuah penulisan skripsi yang sistematis.

1.7. Lokasi Penelitian

(33)
(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Punjabi di Medan dan Karang Sari

Suku bangsa Punjabi merupakan salah satu suku bangsa dari Negara India yang telah menyebar ke berbagai tempat atau wilayah. Di lihat dari asal-usulnya, suku bangsa ini pemeluk ajaran Sikh. Asal-usul suku bangsa ini dari daerah Amritsar, Jullundur dan juga ada yang dari daerah Seriala dan Serialy yang berada di kawasan Pundjab-India Utara. Pada abad keenam belas, ajaran ini belum berkembang namun seiring berjalannya waktu serta ketekunan para pengikut Sikh, ajaran ini pun mulai berkembang sebagai sekte yang terpisah dan tepatnya pada abad kedelapan belas. Dan akhirnya salah satu pemimpin suku bangsa Punjabi yaitu Randjit Singh6

Kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara memiliki beberapa versi. versi pertama mengatakan bahwa kehadiran suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada berhasil mempersatukan seluruh daerah Pundjab sebelah barat sungai Satludji sampai keperbatasan Tibet sebelah utara, Peshawar sebelah barat dan Sindh sebelash selatan. Saat ini, telah menyebar di wilayah Indonesia, dan salah satunya pada daerah Sumatera Utara. Kedatangan suku bangsa Punjabi ke daerah Sumatera Utara berlahan-lahan semakin bertambah, dan akhirnya dapat membuat suatu komunitas yang berfungsi sebagai jalan interaksi serta mempererat tali persaudaraan antar suku bangsa Punjabi itu sendiri.

(35)

abad ke-14, dimana suku bangsa ini menjadi seorang pasukan perang Inggris pada peristiwa perang dunia II untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagimana menurut informan, suku bangsa Punjabi ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan RI tersebut dan bahkan dari suku bangsa Punjabi banyak yang gugur pada masa peperangan tersebut. Dan salah satu pejuang dari suku bangsa Punjabi adalah Canan Sing. Dan setelah peperangan itu selesai, sebahagian suku bangsa Punjabi memutuskan untuk tinggal menetap di Sumatera Utara (Wawancara,27 November 2010).

Versi ke dua menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera dimulai pada abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dimana tujuan mereka awalnya adalah berdagang. Dengan seiring waktu berjalan, mereka pun memutuskan untuk menetap dan menyebar di seluruh wilayah Sumatera Utara. Penyebaran ini berada pada wilayah Medan, Binjai, Tebing, Kisaran, Pematang Siantar, dan daerah-daerah lainnya.

Versi ke tiga menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera dimulai pada abad ke 19. Pada abad ini suku bangsa Punjabi bekerja sebagai buruh kontrak di Perkebunan tembakau raya yang dimiliki oleh Negara Belanda (Shandhu dan Mani 1993:83, dalam Eva Yanthi). Dan hal ini dijelaskan lagi, Veneta (1998:23) bahwa suku bangsa Punjabi yang datang di Indonesia khususnya di Sumatera adalah laki-laki yang belum menikah untuk memenuhi hidup mereka dengan bekerja di Perkebunan miliki Belanda. Pekerjaan yang ditetapkan dengan sistem kontrak, membuat suku bangsa Punjabi mempunyai keinginan untuk menetap di Indonesia dan bahkan salah satu dari suku bangsa ini setelah masa kontraknya habis, ia kembali ke Negara asalnya dan membawa kembali keluarganya untuk menetap di Indonesia. Pilihan yang ditetapkan oleh suku bangsa Punjabi untuk tinggal di Indonesia adalah awal mereka dapat membuat suatu komunitas suku mereka sendiri.

(36)

dengan baik. Saat itu, tempat ini penuh dengan rerumputan dan lahan kosong yang ditempati sedikit penduduk.Wilayah ini juga adalah milik Belanda, karena saat itu ada berdiri beberapa Perusahaan perkebunan tembakau, karet yaitu: Perusahaan Delimas mas keeping di Medan, Senembah mas keeping di Tanjung Morawa, Herison Cros mas keeping atau yang sekarang diberi nama Lonsum.

(37)

Surat izin tersebut dapat kita lihat pada bagian lampiran yang telah dibuat oleh si peneliti. Setelah surat izin ini keluar, suku bangsa Punjabi pada saat itu juga diberikan aturan hasil dari perahan atau susu sapi akan diberikan kepada pihak Belanda dan suku bangsa ini akan diberi imbalan per bulannya.

Dalam mengenali suku bangsa Punjabi di Karang Sari tidak begitu sulit meskipun ada kemiripan antara orang Benggali dengan suku bangsa Punjabi. Dan ini terlihat dari identitas mereka yaitu dengan memakai penutup kepala atau sorban, gelang baja yang dikenakan pada tangan kanan. Kemiripan antara orang Benggali dengan suku bangsa Punjabi adalah pada pemakaian sorban. Dan dengan adanya kemiripan ini, tidak jarang masyarakat Karang Sari salah menentukan mana suku bangsa Punjabi dan mana orang Benggali. Benggali berasal dari benggala yaitu dari daratan Pakistan, dimana pada umunya orang Benggali ini menganut agama islam. Dan ini salah satu kemiripan antar kedua suku bangsa tersebut, dimana dalam suku bangsa Punjabi terdapat juga unsur agama Islam, baik itu bentuk ibadah yang ditandai dengan kubah serta sedikit tentang ajaran-ajarannya, seperti dalam beribadah bahwa tempat antara laki-laki dan perempuan terdapat batas pemisah namun perbedaannya terletak pada alat pemisahnya, jika pada agama Islam mereka dipisahkan dengan kain panjang dimana tujuannya agar antara laki-laki dan perempuan tidak dapat saling melihat sementara dalam ajaran Sikh hanya ditanda dengan karpet merah (Wawancara, 24 November 2010).

(38)

Karang Sari yang dulunya dikenal dengan suku bangsa Punjabi, sekarang menjadi daerah yang tercampur dengan suku bangsa lain dan agama lain. Dan ini, karena suku bangsa ini pada saat itu membagi-bagi lahan kosong tersebut pada masyarakat yang telah tinggal lama di daerah tersebut. Dan menurut informan, daerah ini telah sah menjadi milik penduduk setempat, karena telah dikuatkan dengan hak kepemilikan tanah. Daerah ini juga telah dibagi menjadi 9 (Sembilan) lingkungan. Dan Karang Sari ini terdiri dari beberapa suku bangsa yaitu suku bangsa Batak Toba, Karo, Jawa, Tami dan suku bangsa Punjabi. Sementara untuk suku bangsa Punjabi sendiri, tinggal dibeberapa lingkungan yaitu pada lingkungan 4,5,6 dan lingkungan 9. Dan untuk saat ini jumlah suku bangsa Punjabi di daerah Karang Sari ini ± 40 kepala keluarga. Namun meskipun jumlah penduduk suku bangsa Punjabi tidak terlalu banyak, tetap saja daerah ini telah dikenal dengan wilayah Punjabi. Berkurangnya suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara dan terkhusus pada wilayah Medan, itu karena adanya peraturan Pemerintah (1952) bahwa bangsa asing tidak dapat masuk ke wilayah Indonesia. Dan saat peraturan itu ditetapkan seluruh suku bangsa Punjabi langsung menggantikan kewarganegaraannya menjadi Negara Indonesia dan menurut informan jika pun ada saat itu yang berhasil masuk, karena adanya zaminan dari konsulat India agar dapat memasuki wilayah Indonesia.

2.2. Gambaran Suku Punjabi di Medan

(39)

serta Setia Budi. Dari keseluruhan wilayah yang ditempati suku bangsa Punjabi, jumlahnya sekitar ± 1000 kepala keluarga ( Eva Yanthi,2010:29).

Pada suku bangsa Punjabi terdapat nama yang menentukan bahwa ia adalah penganut Sikh. Jika pada pria dikenakan kata Singh di belakang nama dan sebaliknya pada wanita dikenakan kata Kaor di belakang nama. Dan jika dilihat dari identitas pengenal atau KTP, penganut Sikh membuat identitasnya sebagai agama Hindu dan ini terlihat dari beberapa kartu pengenal suku bangsa Punjabi yang diperlihatkan kepada si peneliti. Menurut informasi yang di dapatkan si peneliti, suku bangsa ini membuat di identitas pengenalnya sebagai penganut agama Hindu, karena saat suku bangsa ini ingin membuat surat perkawinan yang sah secara hukum atau membuat catatan sipil, mereka terlebih dulu mendapatkan stempel Hindu Parisada yang merupakan sebagai pengurus yang mensahkan berbagai surat secara hukum dan melalui Hindu Parisada inilah suku bangsa Punjabi dapat membuat surat perkawinan yang diakui oleh Negara.

2.3. Sejarah Gurdwara di Karang Sari

Gurdwara adalah tempat ibadah suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh dan

keberadaan Gurdwara ini bagi umat Sikh sangatlah penting dalam melakukan berbagai kegiatan-kegiatan rohani serta kegiatan sosial. Gurdwara ini ditandai dengan adanya sebuah bendera berwarna kuning atau disebut dengan Nisham Sahib. Di Medan, Gurdwara yang merupakan tempat ibadah ajaran Sikh telah berdiri 4 (empat) bangunan,yakni :

1. Gurdwara Nanak Dev ji atau Cental Sikh Temple, di jalan Karya Murni Gg A daerah

Mongonsidi,

2. Gurdwara Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji (yayasan Missi), di jalan Polonia No.172

Medan,

(40)

4. Gurdwara Shree Arjundev Ji, di jalan Mawar daerah Karang Sari.

Gurdwara di Karang Sari didirikan pada tahun 1953. Pada saat itu bangunan Gurdwara

(41)

Kemegahan Gurdwara ini terlihat dari bangunannya yang besar dan banyak dilapisi dengan warna emas pada setiap bangunan dan pada setiap kubah yang ada. Bentuk bangunan ini mengikuti bentuk Gurdwara di India sebagai identitas ajaran Sikh itu sendiri. Dan pada bagian Pintu depan Gurdwara ini terdapat lukisan Guru Shree Arjundev Ji yang sedang mengenakan kostum prajurit dan selain ini pada bagian dalam Gurdwara dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti karpet yang lembut pada lantai dan ini menandakan kenyamanan untuk beribadah, terdapat beberapa unit kipas angin yang menandakan adanya kesejukan pada tempat ibadah serta di tengahnya terdapat kubah kecil, yang dihiasi dengan kain (ramllah) guna menutupi kitab suci agar terhindar dari serangga-serangga kecil untuk tempat sang Pendeta dalam membacakan Guru Granth Sahib, terdapat kamar khusus Guru Granth Sahib (kitab suci). Sementara pada bagian kiri altar terdapat tempat pemain musik

(level) dalam mengiring acara ibadah dan pada bagian kanan altar terdapat tempat penyimpanan manisan atau manisan berkah yang akan diberikan usai acara ibadah.

Guru Granth Shaib adalah kitab suci pada ajaran Sikh. Setiap Sikh menganggap kitab

ini sebuah kitab yang menyimpan berbagai ajaran-ajaran suci yang akan menuntun orang Sikh ke jalan Tuhan. Keberadaan Guru Granth Shaib ini menjadi hal yang terpenting dan bersifat sakral. Hal ini terlihat dari cara ajaran Sikh dalam menjaga kitab suci tersebut dengan menyediakan kamar khusus yang dilengkapi dengan tempat tidur serta selimut guna menutupi kitab suci ini dan ini dilakukan karena bagi ajaran Sikh, Guru Granth Shaib dianggap nyata dan hidup sehingga semua ajaran Sikh memperlakukan dengan sangat teliti.

Kemewahan lainnya pada Gurdwara ini adalah terdapat lampu Kristal dan ini langsung didatangkan dari Chekos Loavia dengan biaya sebesar Rp.78.000.000 juta pada tahun 2003. Pada setiap sudut bangunan juga terdapat simbol-simbol Sikh yaitu ik kiwangkar, khenda kerpan perisai. Dan pada bagian depan altar terdapat tempat peletakkan sumbangan

(42)

paling sepesial dari Gurdwara ini adalah terdapat dapur umum (langger) dan ini dibuat guna untuk memberikan makanan pada semua jemaat Sikh serta orang-orang yang datang ke Gurdwara. Dalam dapur umum ini terdapat berbagai jenis makanan seperti roti chane yang

terbuat dari tepung roti dan kacang hijau dan sayur-sayuran terkecuali telur dan daging karena suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh, tidak mengkonsumsi daging karena bagi mereka hewan itu adalah makhluk hidup yang memiliki nyawa sama halnya seperti manusia (Wawancara,25 November 2010).

Gambar : Kitab Suci Sikh (Guru Granth Shaib )

(43)

2.4. Sistem Religi

Setiap suku bangsa Punjabi identik dengan ajaran Sikh. Ajaran Sikh merupakan sebuah ajaran baru. Dan ajaran Sikh dimulai oleh Guru Nanak sekitar 530 tahun yang silam dan ini dimulai dari desa kelahirannya yaitu Talwandi dekat Lahore (Pakistan). Kata Sikh yang berarti pengikut atau murid, dimana hanya mempercayai adanya satu Tuhan dan mereka menyebutnya dengan Waheguru. Jadi setiap ada sesuatu kejadian yang mengejutkan,mereka langsung menyebut waheguru. Suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh disini berlandaskan kepada ajaran-ajaran kesepuluh guru yang berpedoman pada Sri Guru Granth Shaib (Aulakh,Sukdev Singh,1999:1).

Guru Nanak merupakan guru pertama dari semua ajaran Sikh dan disini guru Nanak memberikan tiga ajaran yang harus dipatuhi yaitu seorang Sikh harus beribadah atau sembahyang (Nan Chepu), seorang Sikh harus bekerja, berkarya dengan halal (Kherte Kheru), dan Seorang Sikh harus berbagi, berbuat social pada siapa saja (Whende Shepu).

Guru Nanak ini mendirikan ajaran Sikh pada tahun 1469 M.Seperti yang dijelaskan bahwa guru Nanak mewajibkan pengikutnya untuk mematuhi ketiga peraturan yang telah diajarkan oleh Guru Nanak tersebut. Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Shaib,mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10% (dash whaten). Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak,harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh (Wawancara, 26 November 2010).

(44)

sisir, Kara atau gelang putih dari baja, Kachehra atau celana pendek, Kirpan atau pedang (Wawancara, 25 November 2010). Ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh Guru Gobind Singh, guna memperkuat ajaran Sikh serta sebagai identitas suku bangsa Punjabi itu sendiri.

Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan Gurdwara dan jemaat Sikh. Pada hari minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 04.30 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib.

Dan pada ajaran Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru, kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran-ajaran yang ditinggalkan oleh kesepuluh Gurunya.

(45)

Pendeta akan memberikan huruf awal7

Ajaran Sikh adalah sebuah ajaran yang melakukan berbagai acara atau upacara harus diawali dengan pembacaan Guru Granth Shaib. Dan ini juga berlaku pada upacara kematian. Dalam upacara kematian, suku bangsa Punjabi ini memiliki berbagai ritual yang harus dijalankan, dimana sebelum membawa jenajah ke tempat pembakaran yang berada di daerah Deli Tua, jenajah akan dimandikan terlebih dulu oleh keluarga kandungnya dan setelah itu dipakaikan kain kafan. Dan setelah itu akan dibawa ketempat pembakaran, disana jenajah akan dibaringkan diatas tumpukan kayu yang telah disusun dengan rapi dan pada setiap sudut kayu akan dilobangi sebagai tempat membakar jenajah. Dan pada bagian dekat kepala jenajah juga akan diberi lobang, karena pembakaran akan dimulai dari depan jenajah, namun sebelum pembakaran, Pendeta akan membacakan ayat-ayat suci yang terkait dengan kematian dan

saja dan jika yang pertama juga belum bisa maka akan dicoba sampai tiga kali, pemberian yang terakhirlah yang menjadi nama bayi tersebut. Hal ini dilakukan agar suku bangsa Punjabi berlahan-lahan dapat mengerti mengenai ajaran yang ada pada setiap pengikut Sikh. Setelah itu, jika juga ada salah satu suku bangsa Punjabi yang telah memiliki niat untuk tidak akan pernah memakan-makanan yang berbau amis, maka ia harus di baptis untuk kedua kalinya (ampret shake two) dan ini dilakukan untuk menjaga kesucian badannya karena sesungguhnya orang yang benar-benar pengikut Sikh adalah harus memakan-makanan yang vegetarian. Namun dalam hal ini, informan mengatakan “jika orang yang memakan-makanan vegetarian ingin memakan yang berbau amis, seperti daging; dia harus terlebih dulu memotong secara Sikh (Charka) yaitu memotong habis dan kerena itu orang tersebut tidak boleh membeli daging di restoran-restoran melainkan dia harus memasak sendiri. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya dia harus menjaga kesucian badannya, sebagaimana yang ada pada ajaran Sikh.

(46)

setelah itu akan diberikan susu diatas tubuh jenajah, pembakaran jenajah pun dimulai dan ini dilakukan oleh orang tua atau saudara kandung yang meninggal. Setelah pembakaran selesai, semua keluarga kembali ke kediaman masing-masing dan pada hari keempat debu jenajah akan dikumpulkan, pada pengumpulan debu ada berbagai ritual yang dilakukan yaitu Pendeta membacakan ayat-ayat suci, memberikan persant atau kue suci pada keluarga dan bunga, susu, kacang hijau akan dituangkan pada abu dan abu pun dapat dikumpulkan ke sebuah tempat yang telah disediakan. Debu jenajah ini akan dibuang ke sungai sebagai tanda perpisahan dan akan menuju surga. Menurut suku bangsa Punjabi, tidak ada penghukuman terakhir diakhirat, karena setelah meninggal, mereka akan menuju surga. Setelah selesai, keluarga tinggal menunggu hari ketujuh belas (starwih) yaitu hari awal dan terakhir jenajah8. Dan jika keluarga ingin memperingati hari kematian salah satu keluarganya, maka dilakukan di dalam Gurdwara dan memanggil sanak-keluarga untuk memberikan makan pada semua umat Sikh yang datang ke Gurdwara.

2.5. Kesenian

Kesenian adalah sebuah bentuk keindahan dalam menghidupkan sebuah acara, baik itu pertunjukkan, acara keagamaan maupun yang lainnya. Dan dengan adanya kesenian segala sesuatunya dapat diungkapkan secara lembut. Dalam suku bangsa Punjabi terdapat beberapa alat musik yang sering dimainkan pada acara keagamaan. Seperti alat musik harmonium yang dimainkan dengan cara dipetik, tebbla yaitu berupa gendang dan Chepta yaitu alat musik berupa kerincing, dholki, chane dan whajja. Dan selain alat-alat musik, kesenian yang lain adalah sebuah tarian-tarian. Namun dalam tarian-tarian ada jenis tarian yang harus dilakukan oleh siapa, yaitu jenis tarian penggra adalah jenis tarian yang dilakukan

8

(47)

oleh perempuan dan laki-laki, sedangkan untuk jenis tarian Nacche adalah jenis tarian yang dilakukan oleh orang biasa atau siapa saja bisa melakukan.

Alat-alat musik ini akan mengiringi setiap acara ibadah agar terlihat indah saat melantunkan nyanyian-nyanyian syukur. Dengan iringinan musik ini, nyanyian-nyayian syukur yang dilantunkan pun terdengar lembut. Alat-alat musik yang terdapat pada Suku bangsa Punjabi ini lebih sering dimainkan oleh para Pendeta, sebelum membacakan kitab suci dan tidak jarang juga yang memainkannya adalah kaum pemuda-pemudi Punjabi itu sendiri Namun ada jenis alat musik yang memainkannya adalah seorang Pendeta yaitu dholki, chane, whajja. Dengan demikian alat-alat musik serta tarian-tarian ini adalah sebagai bentuk

ekspresi dalam memuliakan Guru Granth Shaib.

2.6. Bahasa

Bahasa merupakan suatu bentuk perantara dalam melakukan komunikasi,baik itu secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini,suku bangsa Punjabi pada umumnya menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari, baik itu antar suku bangsa Punjabi itu sendiri maupun dengan suku bangsa yang lainnya. Namun tidak jarang juga mereka menggunakan bahasa Punjabi dalam berkomunikasi diantar suku mereka.

(48)

sangat sulit dimengerti jadi orang-orang yang menggunakannya adalah orang-orang tertentu seperti para pendeta serta orang yang telah belajar bahasa yang ada dalam kitab suci tersebut sedangkan bahasa Punjabi kampung masih bisa dimengerti karena jenis bahasa tersebut dicampur dengan bahasa inggris. Pada suku bangsa Punjabi terdapat 35 (tiga puluh lima) vokal yang masing-masing huruf mengandung arti yang berbeda. Dan dalam suku bangsa Punjabi tidak ada kata tunggal dan kata jamak.

Untuk tetap menjaga kelestarian dari bahasa suku bangsa Punjabi, warga Punjabi membuka sekolah Sikh, dimana didalamnya belajar berbahasa Punjabi yang benar dan jelas dan juga belajar bahasa Inggris. Di daerah Karang Sari, suku bangsa Punjabi pada umumnya memakai bahasa Indonesia dan bahkan tidak jarang ada yang memakai bahasa Jawa, Batak. Hal ini terjadi, karena di daerah tersebut telah tercampur dengan suku bangsa lainnya. Sementara untuk bahasa mereka sendiri digunakan hanya sesekali dan bahkan jarang digunakan. Dan karena itulah, setiap orang tua suku bangsa Punjabi menyarankan agar anak-anaknya mengikuti kursus berbahasa Punjabi. Dengan demikian bahasa daerah mereka dapat tetap terjaga.

Kesulitan berbahasa Punjabi membuat suku bangsa itu sendiri menjadi asing dengan bahasa ibunya. Dan karena kesulitan itu, para pengurus Gurdwara membuat sebuah kursus bahasa Punjabi setiap hari sabtu sore di Gurdwara. Dengan demikian generasi pemuda-pemudi Punjabi lambat-laun dapat memahami bahasa Punjabi. Dan bahkan informan mengatakan bahwa orang yang mengetahui bahasa Punjabi dengan baik hanya sekitar 20% di Sumatera Utara.

2.7. Sistem Mata Pencaharian

(49)
(50)

BAB III

SISTEM KEKERABATAN DAN ATURAN-ATURAN SEBELUM PERKAWINAN

3.1Sistem Kekerabatan

Kekerabatan merupakan sebuah lembaga yang bersifat umum dalam suatu masyarakat, dimana di dalamnya memainkan peranan penting pada aturan tingkah laku dan susunan kelompok. Dengan adanya kekerabatan ini akan tetap menjaga hubungan sosial antar sesama, keluarga. Di dalam sebuah kekerabatan terdapat unsur-unsur yang berkaitan dengan kekerabatan tersebut, yakni keturunan, perkawinan, hak dan kewajiban serta istilah-istilah kekerabatan. Kelima unsur ini merupakan suatu sistem yang dapat dilihat sebagai pola tingkah laku dan sikap para anggota masyarakat (Budhisanto,1989:21).

(51)

siapa yang akan berperan dalam setiap acara keluarga, misalnya dalam acara perkawinan, didalam acara perkawinan ini yang boleh berperan pada setiap berjalannya adat-istiadat atau kebiasaan yang telah dilakukan suku bangsa ini adalah saudara-saudara sekandung dari pihak ayah atau ibu. Misalnya, pada saat acara tepung tawar atau Thle crah atau What thenah ini, yang berperan adalah saudara perempuan dari yang menikah atau kakak (Penji) atau adik (Wire ji) perempuan, ibu ( Mata ji ) dari mempelai atau adik atau kakak ibu (Salli ji ), adik atau abang dari ibu, yang statusnya sebagai paman ( mama ji, mami ji ). Dan jika salah satunya telah tiada, maka dapat digantikan oleh saudara yang satu marga atau saudara jauh.

Dalam sistem kekerabatan terdiri dari beberapa jenis keluarga, yaitu keluarga inti, keluarga luas. Sistem kekerabatan terkecil atau keluarga inti (Nuclear Family) atau dalam bahasa Punjabi Khar de Phande yang terdiri dari Pitaji (Ayah), Mataji (Ibu), dan anak laki-laki (kwara) atau anak perempuan (kwari) yang belum menikah. Dan untuk lebih jelas, dapat dilihat melalui sistem keturunan secara visual, yakni :

(52)

Keturunan

Ikatan perkawinan Saudara sekandung

Bagan 1: Keluarga Inti / Nuclear Family

(53)

Kakek / dada ji Nenek / dadi ji Marga : Rendawah Shenduh

Marga /gell Ibu / Mata ji Ayah / Pitaji

Istri / Mashi ji Suami /marshi ji

Tarigan Dillon Kaliwal Dillion Jawa

A B C D E

A2 B1 C2 D1 E2

Ket :

Paman atau adik laki-laki ayah : Cha-cha ji

Bibi atau adik perempuan ayah : Pua ji

ABCDE : Menantu dari bermarga rendawah A manggil B,C,D,E : Salli ji, Shallaji (Adik ipar)

B,C,D,E manggil A : Paya ji, dida ji (Kakak Ipar atau Abang Ipar) A2 manggil B,C,D,E : Mama ji, Mami ji (adik dari Ibu )

(54)

B1, E2 manggil A2 : Pauh ji ( Abang) D1 manggil C2 : Pen ji (Kakak) C2 manggil D1 : Wire ji

Bagan 2 : Keluarga Luas / Extended Family

Keluarga batih atau inti adalah rumah tangga yaitu sebuah kesatuan ekonomi dan sosial yang mandiri, dalam hal ini laki-laki tidak dititik beratkan tanggung jawabnya dalam berbagai usaha baik itu perekonomian, maupun hubungan kemasyarakatan. Laki-laki tidak dititik beratkan tanggung jawabnya, karena di dalam suku bangsa Punjabi yang menganut ajaran Sikh menyatakan bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan sama. Dan karena itu, tidak ada ketentuan bahwa laki-laki harus memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan.

(55)
(56)

Struktur Kekerabatan Pak Jarjit Singh Chimah

Nenek / dadi ji Q Kakek / dada ji

Inder Kour Shendhu Makhan Singh Chimah

Q1

Swaren Kour Dhaburje I Bhadur Singh Chimah R Q2

Swaren Singh II Sharjit Kour Chimah Mhemet Phur

Harjit Kour Chimah Sarwan Singh Chimah Y U

Q1.1 Q1.2 Gran Singh Khutlli Kharen jit Kour Mhemet Phure R2

R1 Raja Singh Dhelti Juli Kour Mhemet Phure

Y1 Y2 Y3 Y4 Kumar Singh Dhelti Thina Kour Dhelti U1 U2

(57)

Q3

Harmel Kour III Jarjit Singh Chimah Khalem

Q3.5 Q3.6

Pritibar Singh Chebal Harjit Singh Khataniah Q3.2 Nardip Singh Chimah Tarenjit Singh E Q3.1 Rajib Prif Kour Chimah O . Sukhwinder Kour Rajiber Kour Rabethalah

Chimah Zhas Prit Singh

Chimah Q3.4 Chimah

Sheren Kour Khataniah O2 Haikal rat Singh E1 E2 E3 E4 O1 Shejel deep O3 Khataniah Sathisphal Shifran Singh Chesel Khismel Prayangka Kour Khataniah

(58)

P Q4

Hardial Singh IV Narenjen Kour Brandh Pure Chimah

Madit Singh Shendhu Deny Jawa

P1 Zhasbir Kour P2 Markit Kour P3 Khalwan Singh P4 Charen Singh Brandh Pure Brandh Pure Brandh Pure Brandh Pure

Z

Khuldip Kour Sherhalih Q5

V Barguan Singh Chimah

Q5.1 Manrat Singh Chimah Kharenjit Kour Q5.4 Q5.5 Maninder Singh Q5.2 Q5.3Chimah

(59)

Q7 Q6 Gowinder Kour VIII Khalwan Kour VI Gurnam Singh Chimah

Raniullah Chager Singh Dhole nanggel

Chimah

Q6.1 Q7.1

Simren Kour Chimah Dhufel deep Kour Chimah

Q8

Narinder Kour VII Amarjit Singh Chimah Q9

Rurkhi

IX Harir Singh

Chimah Q8.1 Q8.2 Q8.3 Q8.4

(60)

M Q10 T Q11

Minder Singh X Ranjit Kour Zhas Winder Singh XI Swinder Kour Benggali Phure

Chimah

Brandh Pure Chimah

Harbier dam Singh Gurdip Singh Baldave Singh

Brandh Pure M1 Ranjit Kour M2 M3 Brandh Pure Brandh Pure T3

Benggali Phure Suraz Singh Iren Kour Benggali Phure T1 T2 Tarjit Singh Benggali Phure Brand Phure

Kumar Singh Brandh Pure Q12

Gita Kour XII Manjit Singh Chimah Shedemah

Q12.1 Q12.2

(61)

J Q13 Jhonni wire Singh Q14 Mita Kour XIII Resep Singh Chimah Benggali Phure

XIV Nermall Kour Chimah Boorje

J1

Q13.1 Q132. Rajiber Singh Benggali Phure Sanje Kour Chimah Tholne Kour Chimah

Ket :

Menantu dari Keluarga Makhan Singh Chimah Menantu dari Keluarga Mhemet Phure

(62)

Menantu dari keluarga Hardial Singh Brandh Phure Menantu dari keluarga Barguan Singh Chimah

Menantu dari keluarga Minder Singh Benggali Phure

Q1 , Q4 Q = Pita ji, Mata ji (Kakek, Nenek ) Q1.1 ,Q1.2 Q1 = Pita ji, Mata ji (Kakek, Nenek )

Q1.1 , Q1.2 Q = Dada ji, Dadi ji (Kakek, Nenek dari Ayah)

Q1.1 , Q1.2 R,Q2 , P, Q4, M,Q10, T,Q12, J,Q14 = Puah ji, Hufer ji (Adik perempuan ayah) R1,R2 , Q1 Q1 = Mama ji, Mami ji ( Abang, adik dari Ibu)

R1,R2 Q = Nana ji, Nani ji ( Kakek, Nenek dari Ibu)

Q1.1,Q1.2, Q3.1, Q3.6, Q6.1, Q7.1, Q8.1, Q8.4 R1- R2, P1 – P4, M1 – M3, T1 – T3, J1 ( Dipanggil sesuai dengan umur dan jika lebih tua disebut pauh ji untuk laki-laki,

penh ji untuk perempuan dan untuk

termudah disebut wire ji ) Q1.1-Q1.2, Cha-Cha ji, Cha-Chi ji ( Adik laki-laki ayah)

(63)

Menantu dari keluarga Pritam Singh Khalem Menantu dari keluarga Jarjit Singh Chimah

A1,A2,A3,A4,A5, F1,F2,F3, G1,G2 J = Nana ji, Nani ji H1,H2,H3,H4,H5,S1,S2,S3,S4

C1-C5, D1-D3 A = Nana ji, Nani ji

(64)

Struktur Kekerabatan Harmel Kour Khalem ( Ibu dari Nardip Singh Chimah) J

Nenek/ Nani ji Kakek / Nana ji

Gurdip Kour Moggah Pritam Singh Khalem A J1

Jarjit Singh Chimah I. Harmel Kour Khalem

C A1 D A2 A3 A4 A5

(65)

F J2 G J3 Shersen Singh Raniwullah II. Gurwan Kour Khalem Sukhdep Singh III. Charni Kour

Khemoh Khalem

G1 G2

F1 F2 F3

H J4 J5

Narinder Singh Dhetti IV. Chinder Kour Khalem Lista jawa V.Rajibier Singh

Khalem \

(66)

S J6 J7

Pitte Kour VII.Manjit Singh Harwel Singh VI. Gurnip Kour Khalem Sheallka Khalem

Remareh Chake

S1 S2 S3 S4 J2.1 J2.2 J2.3

L J8

VIII. Mitta Kour Baldave Singh Khalem

(67)

3.2. Arti Dan Tujuan Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi

Perkawinan yang merupakan sebuah ikatan antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya perkawinan hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat sah baik itu dimata hukum maupun agama. Dan disini arti dari perkawinan menurut setiap suku bangsa, hampir memiliki arti yang sama yaitu suatu bentuk penyatuan dua jenis kelamin yang berbeda. Berkaitan dengan hal itu suku bangsa Punjabi mengartikan bahwa perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang mengitari Guru Granth Shaib, dimana ikatan itu tidak dapat dipisahkan oleh manusia dan hanya dapat dipisahkan oleh maut atau kematian. Dan dengan adanya peristiwa perkawinan, seseorang akan dapat melangsungkan keturunannya atau keluarganya dapat berkembang dengan adanya individu baru dari hasil perkawinan. Pengertian perkawianan ini menurut suku bangsa Punjabi sangatlah sakral atau suci dan karena itu bagi suku bangsa Punjabi tidak ada sebuah perceraian. Misalnya jika ada salah satu suku bangsa Punjabi meminta surat perceraian dari pendeta (Phayi) Sikh, surat itu tidak akan diberikan. Dan jika tetap ingin bercerai maka harus dilakukan melalui jalur hukum.

Perkawinan dalam bahasa Punjabi disebut dengan Anand Karj, yang berarti memiliki tahapan-tahapan dalam melakukan sebuah perkawinan dan menyatukan atau mengikat kedua keluarga. Hal ini dilakukan dengan melakukan berbagai pertemuan antara keluarga di dalam Gurdwara. Perkawinan yang dilakukan oleh setiap suku bangsa memiliki tahapan-tahapan yang berbeda sesuai dengan suku bangsa masing-masing, namun meskipun adanya tahapan yang berbeda, perkawinan tetap saja menyatukan kedua keluarga agar saling mengenal dan membentuk keluarga luas.

(68)

mendapatkan keturunan atau meneruskan garis keturunan. Sedangkan menurut suku bangsa Punjabi, tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang sesuai dengan ajaran Sikh, yaitu mempercayai adanya Guru Grant Shaib, melaksanakan semua ajaran-ajaran yang terdapat dalam Sikh dan juga meneruskan garis keturunan. Dengan adanya tujuan perkawinan ini, maka seseorang yang melakukan sebuah perkawinan dapat menjalani kehidupan keluarga yang baru sesuai dengan ajaran-ajaran yang didapat sebelum kawin. Dengan demikian perkawinan itu menumbuhkan sebuah keluarga yang berjalan diatas aturan-aturan yang berlaku secara agama maupun hukum.

3.3. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh

Suku bangsa Punjabi merupakan salah satu suku bangsa yang menganut kepercayaan atau keyakinan yang berbeda di luar agama-agama yang telah diakui Negara Indonesia, dimana suku ini adalah penganut ajaran Sikh. Dalam setiap ajaran Sikh ini memiliki aturan-aturan yang berbeda pada berbagai acara atau upacara yang dilakukan. Dan ini berlaku pada sebuah perkawinan, dimana hal ini merupakan suatu acara yang sangat sakral atau suci. Dalam ajaran Sikh sebuah perkawinan yang dinyatakan sah adalah perkawinan yang telah mengitari Guru Granth Shaib sebanyak empat kali putaran. Sebagaimana dengan tujuan sebuah perkawinan, suku bangsa Punjabi memiliki kriteria perkawinan yang dianggap ideal.

(69)

atau perempuan di luar sukunya dan tetap mengikuti ajaran Sikh. Dengan demikian suku bangsa Punjabi dan ajaran Sikh tetap endogami suku, endogami agama. Namun seiring berkembangnya zaman, hal ini sangatlah jarang ditemukan dalam satu keluarga yang tetap mengikuti aturan-aturan bahwa dilarang mengawini diluar suku bangsanya. Dan ini terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu salah satunya adalah pergaulan kaum remaja atau pemuda-pemudi Punjabi yang sangat luas dan tempat tinggal yang dikelilingi beragam suku bangsa.

Suku bangsa Punjabi, mempunyai berbagai larangan dalam memilih jodoh, yaitu dilarang mengawini seseorang diluar suku bangsanya, dilarang mengawini seseorang yang satu kampung, dilarang mengawini seseorang yang satu marga. Beberapa larangan-larangan tersebut ditentukan atau dilakuukan, karena seseorang yang satu kampung, satu marga adalah saudara atau satu keturunan. Jadi dalam hal ini, suku bangsa Punjabi adalah endogami suku, exogami kampung dan exogami marga.

(70)

3.4Bentuk Perkawinan Menurut Suku Bangsa Punjabi

Perkawinan menurut suku bangsa Punjabi adalah sebuah hal yang sakral. Dalam suku Punjabi, perkawinannya lebih bersifat endogami yaitu perkawinan yang dilakukan dengan satu sukunya sendiri, namun suku bangsa ini lebih membaginya lagi bahwa dalam suku bangsa ini tidak boleh menikah dengan satu marga (exogami marga), dan tidak boleh satu kampung, karena suku bangsa Punjabi beranggapan bahwa orang yang satu marga, satu kampung dengan kita masih ada ikatan darah atau saudara sekandung. Ketentuan ini dilakukan karena ingin tetap menjaga tali persaudaraan.

Suku bangsa Punjabi yang selalu menjunjung tinggi adat-istiadat yang berlaku pada suku bangsa tersebut mengupayakan agar adat yang selama ini telah terjaga atau diwariskan dari orang tuanya tetap dapat dipertahankan. Dan karena itulah seluruh suku bangsa Punjabi tetap menjalankan adat yang berlaku pada suku bangsanya. Hal ini terlihat dari sebuah acara perkawinan, dimana meskipun secara ajaran Sikh bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang telah mengitari Guru Granth Shaib tetapi suku bangsa ini tetap saja melaksanakan adat yang telah ada setelah selesai secara agama. Dengan demikian adapun bentuk Perkawinan yang umumnya pada suku bangsa Punjabi, yakni :

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Wiyono, Djoko, Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien: Prinsip dan Praktek.. Capper, Stuart

Patch merupakan bentuk sediaan yang bertujuan untuk menghantarkan obat melewati kulit masuk ke dalam sirkulasi darah 6.. Patch akan efektif apabila obat yang

Selama bulan April 2013, sebanyak dua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks harga yang mengakibatkan deflasi di Kota Kupang. Kelompok bahan makanan

Batako mutu A2 adalah bata beton yang digunakan hanya untuk konstruksi.. seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan dinding

Proses ini memiliki tujuan untuk memasak nira kental hasil dari Stasiun Penguapan dan juga untuk membentuk kristal gula.Nira kental hasil dari Stasiun Evaporasi yang berada

Mengingat senyawa fitokimia yang dikandung oleh buah Kawista bermanfaat sebagai pengobatan, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan bahwa buah Kawista

Salah satu problem yang sangat penting untuk dikaji pertama kali dari sebuah ilmu adalah epistemologi, tidak terkecuali dalam ilmu keislaman khususnya ilmu tafsir1. Geliat