• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

“Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon

Kepentingan Perempuan ”

(Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)

D

I

S

U

S

U

N

Oleh:

NAMA

: ASTI LATIFAH

NIM

: 070906008

DOSEN PEMBIMBING

: Drs. Tony P. Situmorang, M.Si

DOSEN PEMBACA

: Indra Fauzan, S.H.I, M.soc, Sc

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Asti Latifah

Nim : 070906008 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan

(Studi Kasus DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010)

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik

(Dra. T. Irmayani, M.Si) NIP.196806301994032001

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

(Drs. Tony P. Situmorang, M.Si) (Indra Fauzan, S.H.I, M.Soc. Sc)

NIP.196210131987031004 NIP.198102182008121002

Menyetujui: Dekan FISIP USU

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara pada :

Hari : Tanggal : Pukul :

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

Tim Penguji

Ketua Penguji : Drs. Zakaria Thaher

NIP. (_____________________)

Dosen Penguji I : Drs. Tony P. Situmorang, M.Si NIP.196210131987031004 (_____________________)

Dosen Penguji II : Indra Fauzan, S.H.I, M.Soc. Sc NIP.198102182008121002

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Tentang Kinerja DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kinerja Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Anggota Legislatif Yakni, Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara serta Meneliti Hambatan Yang Dialami Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai representasi kepentingan perempuan di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diolah dari hasil pengamatan dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD serta pihak-pihak yang terkait dengan pelaksaan fungsi legislatif perempuan untuk merespon kepentingan perempuan DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan data Sekunder diperoleh dari dokumen lembaga DPRD Provinsi Sumatera Utara. Unit analisis dalam penelitian ini adalah DPRD Provinsi Sumatera Utara sebagai suatu lembaga organisasi, adapun Variabel dalam penelitian ini adalah hasil kerja yang dicapai oleh lembaga DPRD sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang melaksanakan Akuntabilitas, Responsivitas Dan Efektivitas. Sedangkan yang menjadi variabel dependent adalah sejauh mana fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan dijalankan oleh anggota legislatif perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja anggota legislatif perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2010 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari belum ada kinerja yang kinerja yang di hasilkan dalam menjalankan fungsi legislatif, anggaran dan pengawasan. Dalam setahun menjalankan kinerja anggota legislatif perempuan kurang berhasil menjalankan fungsinya. Dapat dilihat dari belum adanya Perda Inisiatif yang berhasil dibuat guna merespon kepentingan perempuan. Demikian dengan fungsi Anggaran dimiliki anggota Dewan belum berjalan sesuai apa yang diharapkan masyarakat. APBD masih belum berpihak pada perempuan yang tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan lebih banyak membutuhkan biaya untuk bidang-bidang yang esensial. Seperti dalam bidang kesehatan dan untuk mengejar ketertinggalan perempuan yang selama ini terabaikan. Menjalankan fungsi pengawasan tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan perundangan-undangan yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Sehingga, karena Perda belum ada yang dihasilkan maka sejauh ini pengawasan yang dilakukan sejauh ini masih pengawasan terhadap SKPD yang berkaitan tentang Gender. Belum maksimalnya kinerja anggota legislatif perempuan juga tidak lepas dari tingkat pendidikan dan pengalaman di bidang politik. Sehingga dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang memiliki potensi. Perlunya rekrutmen yang jelas dari partai politik juga sangat menentukan kualitas para calon Legislatif, yang berfungsi sebagai representasi rakyat.

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak Allah SWT. Syukur

terbaik hanyalah kepunyaan_Nya Penguasa atas segala yang ada di bumi dan

dilangit. Puji terbesar hanyalah Milik_Nya, pemilik segala karunia yang

melingkup segenap makhluk diseluruh alam semesta. Atas keridhoan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Skripsi yang berjudul Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam

Merespon Kepentingan Perempuan. Disusun guna memenuhi salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini melibatkan

berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih

sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil dalam bentuk

dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran, informasi, data dan lain-lain

semoga Allah SWT membalas kebaikannya. Amin ya rabb…

Dalam menyusun Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan

pengarahan serta motivasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis

menyampaikan ucapan terimaksih yang setulusnya kepada :

1. Bapak, Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu, Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik

(6)

3. Bapak, Drs. Tony P. Situmorang, MA selaku Dosen Wali Dan Dosen

Pembimbing yang telah memberikan perhatiannya selama di perkuliahan

dan juga sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan banyak saran selama Penulisan Skripsi ini.

4. Bapak, Indra Fauzan, S.H.I, M.Soc. Sc selaku Dosen Pembaca yang telah

memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan Skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Sumatera

Utara Terutama Jurusan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal Ilmu

yang tidak ternilai harganya selama masa kuliah.

6. Teristimewa untuk Papa Darmansyah, yang selalu mendoakan dan

mendampingi penulis dengan penuh kasih sayang serta tiada hentinya

buat memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih buat

nasehat plus repetannya agar asty bisa menyelesaikan perkuliahan S1 ini,

serta kelak menjadi anak yang bisa Papa banggakan. Insya Allah Asty

udah sarjana Paa,…. Insya Allah Asty bisa menjadi anak yang Sukses

seperti apa yang Papa harapkan. Ibunda Rosnimar dan mama Eriani

terimakasih telah mendoakan dan mendampingi penulis serta tiada

hentinya memberikan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini.

7. Buat Bapak Hadi Susanto, SE, terimakasih banyak atas bantuan baik

bantuan materi yang selama ini di berikan buat asty, terimakasih pak buat

jajan nya tiap bulan. Dan juga Bu’ Yulinda SE, M.Si terimaksih banyak

atas kasih sayang dan perhatian yang selalu nanyain kapan Wisuda dan Itu

bikin asty smangat dalam menyelesaikan Skripsi ini. Bapak N Ibu asty

(7)

Mama N Bapak. Do’a in asty sukses ya Pak, Bu seperti Bapak N

Ibu…….

8. Terimakasih untuk kakak qu Puspa Arianna, Amd atas dukungan dan

doanya selama ini, kakak qu Elvianna ayo buruan wisuda raih Title

Sarjana biar hilang satu lagi beban Papa dan anak Gadisnya pada punya

nama tambahan dari yang telah di berikan waktu lahir. Hehehe. Buat

adik-adik qu cwok smua ni, bg Ermansyah Putra, bg Najib Fahmi, bg

Muhammad Arfan ayo buruan ikut jejak ka2k mu meraih gelar sarjana

dan klo bisa anak cwok harus bisa lanjutin S2 untuk anak cwok minimal

pendidikan terakhirnya S2 dunkzzzzz…. Chayo abg-abg ikut jejak ka2k

mu, biar smua anak Papa punya title di belakang namanya. hehehehe

9. Terimakasih juga bwt sahabat-sahabat seperjuangan dan sekaligus yang

Asty anggap keluarga. Buat Osha, Disha, Nusha, Hendra, Dino Dan

Irwan. Sukses slalu ya bwt qt, ntar suatu hari kita sukses slalu inget ya

kenangan qt dulu slama mengeyam pendidikan S1. Buat sha Cs

wujudkan truz cita yang kak disha pengen punya Pom bensin, Osha lanjut

truz ya buat Butiknya, ntar sha2 Cs shoping baju t4 Osha, kak lu apa

nich….. pengen jadi guru ngaji……?????

10.Buat bg Dana Permana, S.Sos trimakasih buat smangat dan selalu bilang “klo udah wisuda cakapnya udah di dengar orang”hingga Asty pengen

cepet2 wisuda biar cakapnya di dengar ma orang…. 

11. Terimakasih banyak buat Ibu Meilizar Latif SE,MSi Anggota Dewan

Legislatif DPRD, Prov SU Yang mw mengarahkan dan membimbing

penulis yang dari awal bersedia memfasilitasi Asty dalam penulisan

(8)

12. Buat pak Analisman Zalukhu S.Sos, MSP yang selalu nyediain waktu N

slalu Welcome buat Sharing-sharing tentang dunia politik.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran guna membantu

penyelesaian skripsi ini. Serta semua pihak yang telah dan keluarga besar

yang telah mendo’akan dan selalu memberi semangat.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Atas

segala kekurangan dalam skripsi ini , Penulis Memohon Maaf . Terimakasih

Wassalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, Februari 2011

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK……….. v

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I……….. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Perumusan Masalah………. 7

1.3.Tujuan Penelitian.………. 7

1.4. Manfaat Penelitian……… 7

1.5. Kerangka Teori………. 8

1.5.1. Politik Gender………. 8

1.5.1.1. Keterwakilan Perempuan Dalam Politik………. 9

1.5.1.2. Partisipasi Politik Perempuan………. 10

1.5.2. Kinerja Lembaga DPRD……….. 11

1.5.2.1. Pengertian Kinerja……… 11

1.5.2.2. Pengukuran Kinerja……….. 12

1.5.3. Teori Perwakilan Politik……… 17

1.5.3.1. Teori Mandat………. 17

1.5.3.2. Teori Abracian………... 17

1.6. Metodologi Penelitian………. 18

1.6.1. Jenis penelitian……… 18

1.6.2. Lokasi Penelitian………. 18

(10)

1.6.4. Populasi dan Sample………. 19

1.6.5. Teknik Analisis Data……… 20

1.6.6. Defenisi Konsep……… 20

1.6.7. Sistematika Penulisan………... 22

BAB II……….. Deskripsi Profil Susunan DPRD Provinsi Sumatera Utara……….... 23

2.1. Profil DPRD Provinsi Sumatera Utara………. 23

2.1.1. Sejarah Singkat Mengenai DPRD Provinsi Sumatera Utara……….… 23

2.2. Gambaran umum DPRD Provinsi Sumatera Utara……….…. 25

2.3. Partai Yang Memperoleh Kursi Di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009-2014………. 33

2.4. Kaukus Perempuan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara……….. 34

BAB III……… Hasil dan Pembahasan……… 37

3.1. Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan………... 37

a. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsi Legislatif……… 55

b. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsi Budgeting……….. 57

c. Kinerja Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan……… 58

3.2. Indikator Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan………. 59

(11)

a. Akuntabilitas……… 59

b. Responsivitas……… 60

c. Efektivitas………. 64

3.3. Hambatan Anggota Dewan Perempuan Dalam Memperjuangkan Kepentingan Perempuan……….. 65

3.3.1. Hambatan Ekonomi……….………… 65

3.3.2. Hambatan Budaya……… 66

3.3.3. Hambatan Pendidikan Dan Pengalaman Di Bidang Politik……….………. 67

BAB IV……… PENUTUP……….. 69

4.1. Kesimpulan………... 69

4.2. Saran……….. 70

(12)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan Dalam Merespon Kepentingan Perempuan (Studi Tentang Kinerja DPRD Provinsi Sumatera Utara 2009-2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan Kinerja Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Anggota Legislatif Yakni, Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara serta Meneliti Hambatan Yang Dialami Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai representasi kepentingan perempuan di Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diolah dari hasil pengamatan dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD serta pihak-pihak yang terkait dengan pelaksaan fungsi legislatif perempuan untuk merespon kepentingan perempuan DPRD Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan data Sekunder diperoleh dari dokumen lembaga DPRD Provinsi Sumatera Utara. Unit analisis dalam penelitian ini adalah DPRD Provinsi Sumatera Utara sebagai suatu lembaga organisasi, adapun Variabel dalam penelitian ini adalah hasil kerja yang dicapai oleh lembaga DPRD sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang melaksanakan Akuntabilitas, Responsivitas Dan Efektivitas. Sedangkan yang menjadi variabel dependent adalah sejauh mana fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan dijalankan oleh anggota legislatif perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja anggota legislatif perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2010 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari belum ada kinerja yang kinerja yang di hasilkan dalam menjalankan fungsi legislatif, anggaran dan pengawasan. Dalam setahun menjalankan kinerja anggota legislatif perempuan kurang berhasil menjalankan fungsinya. Dapat dilihat dari belum adanya Perda Inisiatif yang berhasil dibuat guna merespon kepentingan perempuan. Demikian dengan fungsi Anggaran dimiliki anggota Dewan belum berjalan sesuai apa yang diharapkan masyarakat. APBD masih belum berpihak pada perempuan yang tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan lebih banyak membutuhkan biaya untuk bidang-bidang yang esensial. Seperti dalam bidang kesehatan dan untuk mengejar ketertinggalan perempuan yang selama ini terabaikan. Menjalankan fungsi pengawasan tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan perundangan-undangan yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Sehingga, karena Perda belum ada yang dihasilkan maka sejauh ini pengawasan yang dilakukan sejauh ini masih pengawasan terhadap SKPD yang berkaitan tentang Gender. Belum maksimalnya kinerja anggota legislatif perempuan juga tidak lepas dari tingkat pendidikan dan pengalaman di bidang politik. Sehingga dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang memiliki potensi. Perlunya rekrutmen yang jelas dari partai politik juga sangat menentukan kualitas para calon Legislatif, yang berfungsi sebagai representasi rakyat.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Salah satu hak dan kewajiban perempuan adalah berpartisipasi dalam

politik. Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertujuan untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah1

1

Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan, Fisip Usu, 2004, Hal 147

. Perempuan dan politik

adalah wacana yang menarik untuk diperbincangkan dan menjadi suatu hal yang

politis untuk diperdebatkan. Peranan perempuan dalam menjalankan fungsinya di

badan legislatif belum mendapatkan tempat yang strategis, dimana kedudukan

laki-laki yang lebih mendominasi dan dalam menentukan kebijakan publik,

biasanya perempuan hanya menjadi peserta dan penikmat kebijakan saja.

Membahas mengenai peranan perempuan dalam politik yang dimaksud

disini adalah rumusan tentang perempuan dalam mengambil kebijakan yaitu

rumusan yang mengatur aktivitas perempuan atau ruang dan penampilan

perempuan dalam dunia politik dan kebijakan publik merupakan suatu keharusan,

sebab akses, kontrol dan partisipasi politik perempuan dalam tingkat pembuatan

keputusan dan pengambilan keputusan merupakan Hak Asasi Manusia. Alasan

perempuan penting dipahami anggota dewan yaitu pertama, ketiadaan perspektif

gender akan melahirkan perancangan anggaran yang tidak adil karena tidak

mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan realistis kaum perempuan. Padahal

perempuan lah yang menjadi korban terdepan dalam bidang-bidang yang esensial

seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, bantuan

(14)

Faktor rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen, dalam hal ini

ditingkat legislatif disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal ialah

faktor yang berkaitan dengan konstruksi dan tradisi yang berlaku didalam

masyarakat. Faktor internal ini juga disebut dengan nurture yaitu aspek sosial

budaya, perempuan terbentuk /terkonstruksi dengan tugas yang berbeda dengan

kaum laki-laki. Juga perannya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga tidak

selalu dapat “siap pakai” dalam peran mengurusi organisasi. Sikap alam yang

melekat pada seorang perempuan seperti hamil, menyusui, menstruasi dan

mengurus anak. Hal-hal inilah yang mematahkan gairah kaum perempuan

berpolitik. Faktor eksternal ialah faktor yang berkaitan dengan lemahnya

kebijakan-kebijakan yang diambil terutama untuk kaum perempuan. Dan bahkan

sering terdengar bahwa anggota legislatif perempuan tidak berdaya dalam

merespon persoalan-persoalan masyarakat. Hal ini disebabkan karena perempuan

belum mampu dalam melepaskan tugas sebagai ibu rumah tangga dan juga beban

kerja dan waktu kerja yang belum bisa diikuti secara penuh oleh anggota

legislatif perempuan, dan juga karena sikap mental yang lemah dan posisinya

yang dimarginalkan.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut Trias Politika.

Yang mana dalam konsep Trias Politika harus adanya pembagian kekuasaan

secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya yang dibagi

dalam tiga bagian yaitu : eksekutif, legislatif dan yudikatif2

2

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1992, hal 151

. Dalam hal ini

kekuasaan eksekutif ditingkat pusat dipegang oleh Presiden, ditingkat daerah

dipegang oleh Gubernur atau Walikota. Kekuasaan yudikatif dipegang oleh

(15)

Perwakilan Rakyat) ditingkat pusat dan DPRD (Dewan perwakilan Rakyat

Daerah). Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sejak otonomi daerah diberlakukan berdasarkan UU Nomor 22/1999

tentang pemerintah daerah pada tahun 2001. UU ini memisahkan dengan tegas

antara fungsi pemerintah daerah dengan (eksekutif) dengan fungsi perwakilan

rakyat (legislatif). Sehingga berdasarkan fungsi tersebut eksekutif melakukan

perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan atas anggaran daerah yang merupakan

manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif (DPRD) berperan

aktif dalam melaksanakan fungsinya sebagai legislasi, anggaran (budgeting) dan

pengawasan (controling).

Menurut Arbi Sanit DPRD dalam menjalankan fungsinya antara lain :

fungsi anggaran (budgeting), fungsi pengawasan (controling) dan fungsi

perundang-undangan (legislasi), merupakan sebagai salah satu unsur pemerintah

daerah dalam menjalankan fungsi legislasi yang mewakili kepentingan atau

aspirasi masyarakat. Sedangkan hak dan kewajiban DPRD adalah melaksanakan

secara konsekuen GBHN, ketetapan-ketetapan MPR serta mentaati segala

peraturan perundang-undangan yang berlaku. DPRD bersama kepala daerah

menyusun APBD untuk kepentingan daerah.

Keseluruhan dari fungsi DPRD telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun

2004. Melalui fungsi tersebut DPRD sebagai representasi rakyat dalam struktur

kelembagaan daerah menjalankan fungsi perundang-undangan dan juga fungsi

anggaran/ keuangan yang telah diatur dalam hak anggaran sampai pada fungsi

pengawasan. Fungsi DPRD berakar pada subtansi demokrasi yang terus

(16)

parlemen adalah wakil rakyat dan bukan wakil partai politik. Yang menjadi

persoalan kali ini dalam membicarakan badan legislatif jika dikaitkan dengan

perempuan adalah bagaimana perempuan yang duduk di kursi legislatif dalam

menjalankan fungsinya sebagai anggota legislatif khususnya di tingkat daerah.

Masih banyak hak-hak perempuan yang selama ini kurang mendapat

perhatian dari anggota legislatif perempuan yang berhasil duduk di DPRD. Masih

banyak hal yang perlu diperjuangkan. Diperlukan dukungan terhadap upaya

bersama demi tercapainya persamaan hak bagi perempuan, menghilangkan

diskriminasi, mengatasi persoalan kesehatan, pendidikan, kemiskinan,

meningkatkan keterwakilan di parlemen, dan lain-lain, sehingga perlu

mendapatkan perhatian dan perlakuan khusus. Hal ini karena kurangnya

pengetahuan, banyak perempuan yang terjebak dengan penyakit keperempuanan

seperti kanker rahim, kanker payudara, keputihan, menstruasi yang tidak teratur,

dan lain sebagainya. Belum lagi masalah kehamilan, persalinan, penyusuan, yang

kadang tidak seperti yang diharapkan. Perempuan akan tampil dengan sendirinya

sebagai manusia yang utuh apabila masalah keperempuanannya berlangsung

normal ataupun kalau bermasalah dapat teratasi. Suatu negara dikatakan negara

yang baik apabila mampu memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat

yang termasuk didalamnya adalah perempuan. perhatian tersebut dapat dilakukan

dalam bentuk memberikan pengetahuan, perawatan ataupun pengobatan yang

gratis atas masalah-masalah perempuan dengan campur tangan negara dalam

merespon kepentingan-kepentingan perempuan tersebut.

Oleh sebab itu perempuan harus mampu mengorganisir diri mereka

sendiri dengan meningkatkan pendidikannya, karena dengan pendidikan akan

(17)

mengemukakan pendapat di depan umum . Dalam memperjuangkan keadilan

dibidang politik bagi perempuan, berbagai gerakan Affirmative Action kembali di

lakukan oleh para aktivis untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di

parlemen. Salah satunya ialah pada saat parlemen mengesahkan dua

undang-undang politik yaitu UU No. 31/2002 tentang partai politik dan UU No.12/2003

tentang pemilu. Dalam dua undang-undang ini tercantum klausal mengenai

affirmative untuk perempuan. UU No. 12/2003 tertera pada Pasal 65 (1) secara

spesifik menyebutkan setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon

anggota DPR, DPRD Propinsi dan DPRD kabupaten/ kota untuk setiap daerah

pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya

30%. Walaupun pada Pasal ini tidak mencantumkan jumlah tetapi jelas. Pada

Pasal 13 ayat 3 tercantum dengan jelas bahwa kesetaraan dan keadilan gender

dicapai melalui peningkatan jumlah perempuan secara signifikan dalam

kepengurusan partai politik disetiap tingkatan.3

Sebelum abad 20, di Amerika sendiri banyak sistem hukum yang

mendiskriminasi kaum perempuan. Bahkan di negeri women’liberation

sebelumnya kaum perempuan dilarang mengikuti pemilihan umum dan dalam

sistem perkawinan perempuan tidak berhak menguasai harta miliknya sendiri,

harta menjadi milik suami sekalipun si istri bekerja. Dari ketimpangan inilah

timbul “pemberontakan” kaum perempuan kepada kaum pria. Di Amerika

lahirlah berbagai gerakan feminisme, feminisme liberal dan dibentuk women

Liberation. Kaum perempuan melalui gerakan feminisme berkampanye supaya

3

(18)

keluar dari kungkungan sistem yang mensubordinasikan mereka dari berbagai

bidang kehidupan sosial ekonomi dan politik. 4

Bahkan CEDAW (Convention On The Elimination Of All Forms Of

Discrimination Againts Women) sebagai konvensi internasional telah diratifikasi

negara kita menjadi UU No 7 Tahun 1984. Inti dari konfensi CEDAW adalah

menghentikan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. CEDAW

menentukan bahwa setiap undang-undang negara, diminta supaya menghapuskan

semua sistem-sistem yang membedakan kaum perempuan dengan laki-laki. Dan

pada tanggal 4 januari di undangkan sebuah Undang-Undang Partai Politik yaitu

UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti UU No.31 Tahun 2002. Dengan

hadirnya UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan

umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah Dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan perkembangan yang cukup

signifikan bagi kondisi feminisme di indonesia, karena undang-undang ini

menegaskan bahwa indonesia berusaha keluar dari dari sistem patriarki. Legalitas

keterlibatan perempuan dalam pemilu dengan kuota 30% dianggap suatu

kemenangan bagi para pengusung gender yang menyerukan keadilan dan

kesetaraan gender (KKG). Lebih jauh Pasal 66 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2008

juga menyebutkan : “KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota

mengumumkan persentasi keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap

Partai Politik pada media cetak harian dan media elektronik nasional”. Sementara

pada Pasal 2 ayat 3 UU Partai Politik disebutkan : “bahwa pendirian dan

pembentukan partai politik menyertakan 30% keterwakilan perempuan.

5

4

Astid Anugrah, Keterwakilan Perempuan Dalam Politik: Pancuran Alam, Jakarta 2009, Hal 5

5

Ibid hal

(19)

Berdasarkan pada hal-hal diatas maka penulis tertarik dan berminat

meneliti tentang peran perempuan dalam politik yang dalam hal ini melihat peran

anggota legislatif perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam merespon

kepentingan perempuan.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kinerja Anggota Legislatif Perempuan

Dalam Merespon Kepentingan Perempuan Terkait Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Anggota Legislatif Yaitu Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan di DPRD Provinsi Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk Melihat Kinerja Perempuan Dalam Menjalankan Fungsinya

Sebagai Anggota Legislatif Yakni, Legislasi, Anggaran Dan Pengawasan

Di DPRD Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk Melihat Hambatan Yang Dialami Anggota Legislatif Perempuan

Dalam Menjalankan Fungsinya Sebagai Wakil Rakyat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang ilmiah tentang

(20)

pertimbangan bagi pihak-pihak yang berada di instansi pemerintahan untuk

membuka kesempatan bagi wanita Indonesia untuk dapat berkiprah di kancah

politik dan membuktikan kemampuan yang dimiliki kaum perempuan dalam

pemerintahan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi peneliti

sendiri berupa fakta-fakta temuan dilapangan yang membantu menguji analisis

peneliti dalam mengungkapkan sesuatu yang menambah pengetahuan bagi

peneliti dari penelitian tersebut.

1.5. KERANGKA TEORI 1.5.1. Politik Gender

Gender merupakan suatu wacana yang menarik dan sedang juga menjadi

perhatian masyarakat sehingga ada suatu gerakan untuk mencapai kesetaraan

antara laki-laki dan perempuan. Pada suatu sisi hubungan gender menjadi

persoalan tersendiri, hal ini disebabkan karena persoalan emansipasi wanita

masih belum mendapat posisi yang sepenuhnya bisa diterima. Perempuan

seharusnya tidak diikat oleh aturan patriarki karena hal ini dapat membuat posisi

perempuan semakin lemah dan dapat menghambat pekerjaan atau pendidikan

yang sedang mereka jalani. Sehingga pada posisi inilah dibutuhkan pengertian

atau konsep gender agar masyarakat bisa membedakan emansipasi perempuan

dan gender.

Konsep gender pertama sekali di bedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu

Ann Oaekley dimana ia membedakan antara seks dan gender. Perbedaan seks

(21)

(menyusui, hamil, melahirkan dan menstruasi). Perbedaan gender adalah

perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak

selalu identik dengannya.6 Dalam khasanah ilmu-ilmu sosial, istilah gender

diperkenalkan untuk mengacu pada perbedaan-perbedaan antara perempuan dan

laki-laki tanpa konotasi-konotasi yang sepenuhnya bersifat biologis. Jadi bila

dimaknai lebih dalam bahwa rumusan gender merujuk pada perbedaan-perbedaan

antara perempuan dan laki-laki yang merupakan konstruksi dan terbentuknya

masyarakat secara sosial, ekonomi dan politik.7

Gender adalah perbedaan peran, perilaku, tingkah laki-laki dan

perempuan oleh budaya masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan

biologis laki-laki dan perempuan. Jadi gender tidak diperoleh sejak lahir tetapi

dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa8

1.5.1.1. Keterwakilan Perempuan Dalam Politik

.

Di indonesia kesetaraan gender sudah mulai dirasakan sejak emansipasi yang

dicita-citakan oleh kartini sedikit banyak telah melahirkan perubahan-perubahan

pada aspek kehidupan perempuan indonesia. Ditambah lagi dengan adanya

undang-undang untuk memasukkan perempuan dalam lembaga politik formal,

sehingga semakin tampak perjuangan keadilan terhadap gender.

Pada UUD 1945 Pasal 28 jelas mengatakan pengakuan Hak Asasi bagi

setiap warga negaranya adalah sama. Setiap warganya baik laki-laki maupun

perempuan mempunyai hak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa ada

batasan. Sehingga hak politik perempuan ditetapkan melalui instrumen hukum

6 Harmona Daulay, Op.Cit.,hal 3

7 Leo Agustino, Politik Ilmu Politik: sebuah bahasan memahami ilmu politik, PT.Graha Ilmu,

Yogyakarta 2007, hal.227

8

(22)

dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak dalam

perpolitikan tersebut. Hak-hak perpolitikan perempuan dibuktikan dengan telah

diratifikasinya konvensi PBB yang menjelaskan beberapa hal :

1. Perempuan berhak dalam memberikan suara dalam semua pemilihan

dengan syarat-syarat yang sama bagi laki-laki, tanpa suatu diskriminasi.

2. Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang telah dipilih

secara umum, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama

dengan laki-laki dan tanpa ada diskriminasi.

3. Perempuan berhak untuk memegang jabatan publik dan menjalankan

semua fungsi publik, diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat

yang sama dengan laki-laki.9

Pada tanggal 4 Januari di undangkan sebuah Undang-Undang partai

politik baru yaitu UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti UU.No. 31 tahun

2002. Dan juga UU. No 2 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan

Daerah merupakan peluang bagi perempuan untuk berkiprah dikancah

perpolitikan karena jika dilihat dalam UU tersebut maka indonesia berusaha

keluar dari sistem yang bersifat patriarki.

1.5.1.2. Partisipasi Politik Perempuan

Perjuangan dalam menggolkan perempuan di parlemen bukan hanya

memperjuangkan kuantitas saja tetapi, hal yang paling penting adalah kualitas

perempuan. bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk

mewujudkan kesetaraan, pemberdayaan perempuan dan keadilan.

9

(23)

Keikutsertaan perempuan dalam politik dapat menyumbangkan

pemikiran terhadap permasalahan politik yang sangat diperlukan. Ada beberapa

hal yang menyebabkan perempuan harus ikut dalam pengambilan kebijakan :

1. Perempuan adalah separuh penduduk dunia sehingga secara demokratis

pendapat dari perempuan harus dipertimbangkan. Dalam demokrasi

pandangan kelompok-kelompok yang berbeda jenis harus diformulasikan

dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan,

2. Partisipasi poliitik perempuan diharapkan dapat mencegah kondisi yang

tidak menguntungkan bagi kaum perempuan dalam menghadapi masalah

steriotipe terhadap perempuan, diskriminasi dibidang hukum, kehidupan

sosial dan kerja dan juga eksploitasi terhadap perempuan.

3. Partisipasi perempuan dalam pengambilan kebijakan politik dapat

berpengaruh pada pengambilan keputusan politik yang mengutamakan

maian.

4. Keterwakilan politik perempuan dalam parlemen akan membuat

perempuan lebih berdaya untuk terlibat dalam pembuatan budget

berperspektif gender. Penggunaan analisa berperspektif gender akan

meningkatkan efektivitas kebijakan sehingga penggunaan uang publik

juga akan mempertimbangkan perspektif gender tersebut.

1.5.2. KINERJA LEMBAGA DPRD 1.5.2.1. Pengertian Kinerja

Menurut Mangkunegara kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai

(24)

oleh sikap dan karakternya dalam menyelesaikan pekerjaannya yang didasari oleh

sebuah orientasi. Scott A. Snell dan Kenneth N. Wexley menyebutkan bahwa

kinerja ialah mencakup tiga elemen antara keterampilan (skill), upaya dan sifat

keadaan eksternal.10 Menurut Rue dan Byars kinerja didefenisikan sebagai

pencapaian hasil atau the degree of accomplishment.11

Kinerja atau Performance menurut Suyadi Prawirosentono adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Dengan kata lain kinerja

merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Atau dengan kata lain kinerja

merupakan suatu tingkatan sejauh mana proses kegiatan organisasi itu

memberikan hasil atau dalam mencapai tujuan.

12

1.5.2.2. Pengukuran Kinerja

Dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja

seorang pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman

dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian.

Menurut Soeprianto aspek-aspek yang perlu dinilai untuk level pimpinan atau

manager dalam suatu organisasi ialah: Tanggungjawab, ketaatan, kejujuran,

kerjasama, prakarsa atau inisiatif dan kepemimpinan. Untuk dapat mengetahui

kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran keberhasilan untuk dapat menilai

10

A.A Anwar Prabu Mangkunegara, evaluasi Kinerja SDM, cetakan ketiga, PT.Refika Aditama, Bandung.

11 Dalam Yeremias T Keban, 1995, Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan

Manajement Dan Kebijakan, Seminar Sehari Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapan, 20 Mie 1995, Yogyakarta , MAP-UGM. Hal 1

12

(25)

kinerja tersebut. Sehingga ada indikator atau tolok ukur atau ukuran yang jelas

dan tentunya harus dapat merefleksikan tujuan dan misi dari organisasi yang

bersangkutan. Dalam organisasi publik tujuan dan misi utama kehadiran

organisasi publik adalah untuk memenuhi dan melindungi kepentingan publik

maka kinerja organisasi publik dikatakan berhasil ketika mampu mewujudkan

misi dan tujuannya dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik. Menurut

Lenvine (dalam Dwiyanto) dalam mengukur kinerja organisasi publik ada tiga

konsep yaitu responsivenees, responsibility dan accountability.13

a. Akuntabilitas

Untuk

memperjelas penggunaan indikator tersebut berikut dikemukakan beberapa hal

yang berhubungan dengan teori dan konsep dari masing-masing indikator sebagai

berikut :

Menurut Affan Ghafar akuntabilitas adalah setiap pemegang jabatan

yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggung jawabkan kebijaksanaan

yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu juga ia harus dapat

mempertanggung jawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan tidak kalah

pentingnya juga adalah prilaku dalam kehidupan dan yang pernah dan bahkan

yang sedang akan dijalanainya.14

13 Agus Dwiyanto, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Makalah Dalam Seminar Sehari :

Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan Dan Penerapannya, Fisipol UGM, Yogyakarta Hal 7.

14

Affan Gaffar, 2000, Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal 7.

Dalam konteks di Indonesia menurut Agus

Dwiyanto mengatakan bahwa konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk

melihat seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten

dengan kehendak masyarakat banyak. Karena itu dilihat dari dimensi ini kinerja

(26)

dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target.

Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi

memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai

dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.15

Dari pendapat dan penjelasan diatas maka dijelaskan bahwa kinerja

dianggap berhasil apabila memiliki akuntabilitas yang baik dan apabila organisasi

tersebut melakukan kegiatan yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sehingga karena dalam penelitian ini

studi kasus DPRD jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja DPRD salah satunya

juga dinilai dari akuntabilitas sehingga untuk melihat seberapa besar pelaksanaan

kegiatan dan tugas dari fungsi legislasi yang berhubungan dengan upaya

menterjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan-keputusan politik yang

nantinya dilaksakan pihak eksekutif. Sehingga dalam akuntabiltas ini DPRD di

uji dimana ia harus merancang dan mementukan arah tujuan aktifitas

pemerintahan di Sumatera Utara khususnya dengan menyesuaikan kondisi dan

kebutuhan perempuan yang sampai saat ini masih banyak kebutuhan perempuan

yang belum terpenuhi serta anggota Dewan yang terhormat dapat

mempertanggungjawabkannya ke Publik.

15 Agus Dwiyanto, 1995, Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Makalah Dalam Seminar Sehari :

(27)

b. Responsivitas

Responsivitas sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja

pelayanan publik, atau secara sederhana dikatakan ketika mau mendengarkan

saran atau aspirasi.16 Menurut S.P Siagian adalah kemampuan aparatur dalam

mengantisipasi dan menghadapi aspirasi baru, kepentingan baru, tuntutan baru

dan pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal

dalam menjalankan tugas dan fungsinya.17

Dari pendapat-pendapat diatas maka diambil kesimpulan bahwa tolok

ukur dari kinerja organisasi publik ialah responsivitas dimana dalama hal ini

sejauh mana tingkat kepekaan organisasi publik ini untuk mau mendengarkan

tuntutan dan aspirasi masyarakat. Tingkat responsivitas yang akan diteliti ialah

kemampuan anggota DPRD perempuan dalam mengenali kebutuhan kaum

perempuan yang belum terpenuhi dan responsivitas anggota DPRD perempuan

dalam memberantas ketertindasan kaum perempuan serta mengengkat derajat Suatu organisasi yang memiliki peran

kepada pelayanan publik dituntut harus peka terhadap apa yang menjadi

kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Agus Dwiyanto dan Baveola Kusumari mengemukakan tentang

pentingnya responsivitas dalam hubungannya dengan penilaian kinerja yaitu

dalam kaitannya dengan penilaian kinerja pelayanan publik, responsivitas sangat

diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk

kemampuan organisasi untuk menggali kebutuhan masyarakat, menyusun

agenda, memprioritaskan pelayanan dan mengembangkan program-program

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan aspirasi masyarakat.

16 Jhon M Echols And Shadily, Hasan, 1992, An English-Indonesia Dictionary (Kamus Inggris

Indonesia), PT. Gramedia, Jakarta. Hal 481

17

(28)

kaum perempuan sehingga tercapainya kesetaraan gender yang hingga kini

nampak sekali ketimpangan anatara laki-laki dan perempuan. kemampuan untuk

merespon kebutuhan masyarakatlah maka suatu organisasi mampu untuk

mencapai keberlanjutan organisasi itu sendiri. Organisasi yang memiliki

responsivitas yang rendah dengan sendirinya menunjukkan kinerja yang jelek dan

menunjukkan kegagalan organisasi.

c. Efektivitas

Menurut Kumorotomo efektifitas adalah menyangkut apakah tujuan dari

didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut erat

kaitannya dengan teknis, nilai, misi tujuan organisasi serta fungsi agen

pembangunan.18

Dari pendapat diatas efektifitas dari kinerja DPRD dapat dilihat dari

seberapa jauh anggota dewan perempuan ini dalam menjalankan fungsinya untuk

merespon kepentingan perempuan yang dapat diperjuangkan dalam legislasi,

budgeting dan pengawasan. Legislasi seberapa besar perjuangan kaum

perempuan ini untuk membuat peraturan yang melindungi dan memperjuangakan

hak-hak kaum perempuan, pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap

pelaksaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) serta mengawasi

pelaksaaan peraturan yang telah dibuat atau yang telah dirumuskan dalam .

Budgeting ialah seberapa kuat para anggota dewan kaum perempuan di DPRD

dalam membuat anggaran yang tinggi untuk merespon kepentingan perempuan.

18

(29)

1.5.3. TEORI PERWAKILAN POLITIK

Teori hubungan perwakilan adalah duduknya seseorang dilembaga

perwakilan parlemen (DPR-DPRD) mengakibatkan timbulnya, ”hubungan si

wakil dengan terwakili”. Teori yang berhubungan dengan perwakilan. 19

1.5.3.1. Teori Mandat

a) Teori Mandat Imperatif, yaitu siwakil bertindak di lembaga perwakilan sesuai

dengan instruksi yang diberikan konstituennya. Si wakil tidak bisa bertindak

diluar instruksi tersebut, maka si wakil akan mendapat instruksi dari

konstituennya baru dapat dilaksanakan (sifatnya kaku).

b) Teori Mandat Bebas, yaitu si wakil adalah orang-orang terpercaya dan

terpilih, serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya,

sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakili atas nama

rakyat (tindakan wakil tidak tergantung indtruksi yang mewakili ia tidak bs

bebas mwakili individu lain).

c) Teori Mandat Representatif yaitu si wakil dianggap bergabung dengan suatu

lembaga perwakilan. Rakyat memilih dan memberikan mandat kepada

lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak memiliki

hubungan dengan pemilihnya apalagi pertanggungjawaban. Lembaga

perwakilan bertanggungjwab kepada rakyat.20

1.5.3.2. Teori Abracian

a) Trustee adalah wakil bebas bertindak tanpa konsultasi dengan yang

diwakilinya.

b) Delegate adalah wakil bertindak seolah sebagai utusan/ duta dari yang

19

Arbi Sanit, “Perwakilan Politik Indonesia”, CV. Rajawali, Jakarta hal 23.

20

(30)

diwakilinya.

c) Politico adalah bisa bertindak ”trustee” atau ”delegate”tergantung dari masalah

yang dihadapi.

d) Partisan adalah bertindak atas nama parpol, bukan yang diwakilinya.

1.6. Metodologi Penelitian

6.1. Jenis Penelitian

Untuk mendeskripsikan kinerja anggota legislatif perempuan dan fungsi

anggota legislatif perempuan di Provinsi Sumatera Utara maka dalam penelitian

ini yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode yang

bertujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi situasi berbagai variabel

yang timbul dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian.21

6.2. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini guna untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan, lokasi tempat penelitian adalah DPRD Provinsi Sumatera Utara,

yang beralamat dijalan Imam Bonjol No 5 Medan.

6.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis

dalam hal ini menggunakan teknik wawancara langsung dengan narasumber.

21

(31)

Ada 2 cara dalam pengumpulan data yaitu teknik data sekunder dan teknik data

primer.22

1. Data Sekunder

Data yang didapat dari tinjauan pustaka (library reseearch), yaitu dengan

mempelajari jurnal-jurnal, laporan penelitian, dokumen lembaga, buku-buku dan

dokumentasi yang relevan untuk data yang dibutuhkan pada penelitian. Data

juga diperoleh dari browsing dan clipping print yaitu untuk pencarian bahan

yang lengkap penulis menggunakan media internet.

2. Data Primer

Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan mengadakan wawancara

terstruktur ialah dengan mengadakan pembicaraan langsung dengan informen

yang terlibat dalam masalah dan mengetahui benar tentang masalah.

6.4. Populasi Dan Sample

6.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan elemen, sekelompok orang atau unsur yang

akan kita teliti. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 16 orang

Anggota dewan perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara.

6.4.2. Sample

Sample adalah merupakan perwakilan dari populasi yang dapat mewakili

sebanyak mungkin karakteristik populasi. Penarikan sample dalam penelitian ini

dilakukan dengan Accidental Sampling. Accidental Sampling ialah penarikan

sample pada saat seseorang yang dijadikan sample diambil sebagai sampel dari

22

(32)

populasi karena kebetulan berada ditempat saat peneliti melakukan wawancara

untuk kebutuhan penelitian.

6.5. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah

menggunakan metode kualitatif. Riset kualitatif menganalisis perilaku dan sikap

politik yang tidak dapat atau tidak di anjurkan untuk di kuantifikasikan. Dengan

kata lain penelitian kualitatif cenderung fokus pada usaha mengeksplorasikan

sedetail mungkin sejumlah contoh atau peristiwa yang dipandang menarik dan

mencerahkan, dengan tujuan untuk mendapatkan pamahaman yang mendalam.

Karena itu pada umumnya diakui bahwa penelitian dengan kualitatif memberikan

kesempatan ekspresi dan penjelasan yang lebih besar.23

1. Defenisi Konsep Dependent Variabel :

1.6.6. Definisi Konsep

Defenisi konsep dari masing-masing variabel pada penelitian ini adalah :

Kinerja lembaga legislatif perempuan di DPRD adalah hasil kerja yang

dicapai oleh lembaga DPRD sesuai dengan fungsi dan tugasnya yang

melaksanakan Akuntabilitas, Responsivitas Dan Efektivitas yang hasil

dari kerja mereka tersebut dapat dinikmati langsung masyarakat

khususnya kaum perempuan di Sumatera Utara.

2. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independentnya adalah :

a) Anggaran : diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD

bersama pemerintah daerah.

23

(33)

b) Legislasi : diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama

kepala daerah.

c) Pengawasan/controlling : diwujudkan dalam bentuk pengawasan

terhadap pelaksanaan undang-undang ataupun peraturan daerah yang

(34)

1.6.7. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang lebih terperinci, serta untuk

mempermudah pemahaman maka penulis membagi dalam empat bab.

Sistematika penulisannya antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : DESKRIPSI PROFIL DAN SUSUNAN DPRD PROVINSI SUMATERA UTARA

Bab ini membahas gambaran secara umum tentang kedudukan, fungsi, tugas, anggota legislatif DPRD Provinsi Sumatera Utara

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil dari penelitian mengenai analisis

deskriptif peran perempuan di DPRD Kota Gunungsitoli

Propinsi Sumatera Utara yaitu menjelaskan fungsi-fungsi yang

dijalankan berdasarkan data yang diperoleh guna menjawab

permasalahan dalam penelitian.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisikan

saran-saran yang berguna dan mendukung bagi penyusunan hasi

(35)

BAB II

DESKRIPSI PROFIL DAN SUSUNAN DPRD PROPINSI SUMATERA UTARA

2.5. Profil DPRD Provinsi Sumatera Utara

2.5.1. Sejarah Singkat Mengenai DPRD Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara dibentuk pada tanggal 15 April 1948,

berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1948. Daerah ini meliputi

keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli. Berdasarkan surat Penetapan

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus, Sumatera Utara

menjadi sebuah provinsi dan daerah adminstrasi. Seperti halnya pulau Jawa,

berangsur-angsur dibentuk Komite Nasional. Daerah yang kedudukannya diatur

oleh maklumat Gubernur Sumatera Utara tertanggal 12 April 1946 No. 2/MGS

yang isinya sesuai dengan undang-undang No.1 Tahun 1945. Dalam maklumat

tersebut ditetapkan bahwa Komite Nasional Daerah yang dibentuk diProvinsi dan

keresidenan tersebut manjadi kota otonom. Daerah-daerah tersebut memiliki

Dewan Perwakilan Rakyat dan berhak untuk mengatur rumah tangganya sendiri.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membentuk suatu badan eksekutif,

yang terdiri dari 5 orang anggota. Berdasarkan maklumat tersebut diatas, anggota

Dewan Perwakilan Daerah di Sumatera Utara berjumlah 100 orang mewakili

penduduk.

1. Sub Provinsi Sumatera Utara meliputi : Keresidenan Aceh, Sumatera

Timur dan Tapanuli.

2. Sub Provinsi Sumatera Selatan meliputi : Keresidenan Bangka, Belitung,

(36)

3. Sub Provinsi Sumatera Tengah meliputi : Keresidenan Sumatera Barat,

Jambi dan Riau.

Setiap sub provinsi diketuai oleh Gubernur Muda yang bertindak sebagai

koordinator dari keresidenan dan jabatan pemerintah yang ada diwilayahnya.

Pemerintahan Sumatera Utara dijalankan sesuai maklumat gubernur Sumatera

Utara tanggal 30 Agustus 1946, yang mengatakan bahwa pemerintah provinsi

disesuaikan dengan pemerintah pusat.

Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera

menjadi daerah yang dilegalisasi oleh pemerintah pusat. Ditetapkan melalui

peraturan pemerintah No.8 Tahun 1974 yang mengatakan dengan tegas bahwa

Provinsi Sumatera Utara dijalankan oleh Gubernur dan diserahkan kepada dewan

pertimbangan rakyat dan badan eksekutif pemerintah daerah Sumatera Utara

berhubungan dengan pemerintah pusat dan berada dibawah menteri-menteri dan

selanjutnya dalam peraturan pemerintah Nomor 8 Tahun 1974 dinyatakan yang

merupakan daerah otonom di Sumatera adalah keresidenan dan daerah-daerah

yang ditunjuk sebagai daerah otonom.

Dalam Undang-Undang Nomor 10. Tahun 10 Tahun 1948 tentang

pembagian Sumatera menjadi 3 Provinsi yaitu :

1. Provinsi Sumatera Utara

2. Provinsi Sumatera Tengah

3. Provinsi Sumatera Selatan

Pada tanggal 13 Desember 1948 untuk pertama kalinya anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sumatera Utara yang bertempat di

Tapak Tuan, yang anggotanya berasal dari masing-masing Sub Propinsi

(37)

dibekas keresidenan Aceh, dengan demikian Provinsi Sumatera Utara otomatis

menjadi tersendiri dari keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli. Sebagai

pelaksanaan Undang-Undang tertanggal 15 April 1948 tentang penetapan

Komisariat Pemerintah Pusat di Sumatera yang kemudian diubah menjadi

peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 1948, maka komisariat ini menjalankan

tugas gubernur Sumatera sehingga tugas-tugas tersebut diserahkan kapada

pelaksananya. Komisariat Pusat di Sumatera Utara yang berkedudukan di Bukit

Tinggi yang dipimpin oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan.

2.6. Gambaran umum DPRD Provinsi Sumatera Utara 2.6.1. Tugas DPRD

1. Menetapkan anggaran pandapatan dan belanja daerah bersama

dengan kepala daerah.

2. Membentuk peraturan daerah yang dibahas bersama dengan

kepala daerah untuk mencapai tujuan bersama.

3. Meminta laporan pertanggungjawaban kepala daerah dalam

pelaksanaan tugas desentralisasi.

4. Mengusulkan pendapat dan pertimbangan kepala daerah

terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut

kepentingan daerah.

5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan

daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan

kepala daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program

(38)

6. Tugas-tugas lain yang diberikan oleh undang-undang

7. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala

Daerah atau wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam

Negeri Republik Indonesia melalui Gubernur.24

2.2.2. Fungsi DPRD

1. Legislasi : Diwujudkan dalam membuat peraturan-peraturan

daerah bersama kepala daerah.

2. Anggaran : Diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan

APBD bersama pemerintah daerah.

3. Pengawasan: Diwujudkan dalam bentuk

pengawasan/controlling terhadap pelaksanaan Peraturan

Daerah, Undang-Undang Dan Kebijakan Yang Ditetapkan Oleh

Pemerintah Daerah.

2.2.3. Hak DPRD

DPRD mempunyai beberapa hak-hak tertentu yaitu sebagai berikut :

• Hak Angket

• Hak Interpelasi

• Hak mengajukan pernyataan pendapat

2.2.4. Hak Anggota DPRD • Mengajukan pertanyaan

• Mengajukan rancangan

24

(39)

• Menyampaikan usul dan pendapat

• Imunitas

• Protokoler

• Membela diri

• Memilih dan dipilih

• Keuangan dan adminstratif.25

2.2.5. Komisi DPRD

Untuk melakukan tugas dalam melaksanakan mekanisme kerja agar lebih

optimal maka DPRD di bagi dalam komisi-komisi. Komisi yang ada di DPRD

adalah sebagai berikut :

• Komisi A : Meliputi bidang pemerintahan dan keamanan yaitu

ketertiban, kependudukan, kebakaran, penerangan, perundang-undangan,

perizinan, agraria, pariwisata, pos dan telekomunikasi.

• Komisi B : Meliputi bidang keuangan yaitu perpajakan, perbankan,

perusahaan daerah dan perusahaan patungan.

• Komisi C : Meliputi bidang perekonomian yaitu distribusi,

perindustrian, pertanian, koperasi, perikanan, peternakan, kehutanan.

• Komisi D : Meliputi bidang pembangunan yaitu, pekerjaan umum,

tata kota, pertamanan, kebersihan dan perhubungan.

• Komisi E : Bidang Kesejahteraan Rakyat meliputi : Ketenagakerjaan,

Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata, Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, Pemuda dan Olah Raga, Agama, Sosial, Kesehatan, Keluarga

25

(40)

Berencana, Pengembangan Peranan Perempuan, Mobilitas Penduduk,

Penanganan Bencana.26

2.2.6. Panitia-Panitia Tetap Di DPRD

Panitia tetap adalah sebagai alat kelengkapan dewan yang mempunyai hak

dan kewajiban tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas DPRD. Pembentukan

panitia-panitia tetap ini merupakan hal yang penting dan logis karena dalam

menjalankan tugas DPRD yang terus ada tetapi tidak secara periodik. Adapun

jenis panitia yang ada dalam DPRD ialah :

1. Panitia Musyawarah

2. Panitia Anggaran

3. Panitia Legislasi

Panitia Musyawarah

Panitia musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat

tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.

Panitia Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan

dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Pemilihan

anggota Panitian Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD,

Komisi-komisi, Panitia Anggaran dan Fraksi. Panitia Musyawarah terdiri dari

unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan

sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD. Ketua dan Wakil

Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Panitia Musyawarah

merangkap anggota. Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan dalam

26

(41)

Rapat Paripurna. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia

Musyawarah bukan anggota.

Panitia Musyawarah menurut ketentuan Pasal 47 PP 25/2004, mempunyai

tugas :

a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPR, baik diminta

maupun tidak diminta;

b. menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD;

c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan

pendapat;

d. memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan;

e. merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus.

Berkaitan dengan tugas menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat

DPRD, Panitia Musyawarah menetapkan acara DPRD untuk satu masa sidang

atau sebagian dari suatu masa sidang dan perkiraan waktu penyelesaian suatu

masalah, serta jangka waktu penyelesaian suatu Rancangan dan penentuan

besarnya quota Rancangan yang dibahas oleh masing-masing alat kelengkapan

Dewan dengan tidak mengurangi hak Rapat Paripurna untuk mengubahnya.

Melihat pentingnya posisi Panitia Musyawarah dalam kelembagaan dewan,

seharusnya tugas Panitia Musyawarah tidak hanya ‘terpathok’ pada apa yang

telah diamanatkan oleh Pasal 47 PP No. 25/2004 di atas. Ada tugas-tugas lain

yang masih relevan dan substansi terkait dengan kewenangan Panitia

Musyawarah. Tugas-tugas dimaksud antara lain :

a. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis

(42)

b. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD

yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang

menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan tersebut;

c. mengatur lebih lanjut penanganan dalam hal peraturan perundang-undangan ()

menetapkan bahwa Pemerintah Daerah atau pihak lainnya diharuskan untuk

melakukan konsultasi dan koordinasi dengan DPRD mengenai suatu masalah;

d. menentukan penanganan suatu Rancangan atau pelaksanaan tugas DPRD

lainnya oleh alat kelengkapan DPRD. Namun Panitia Musyawarah tidak boleh

mengubah keputusan atas suatu Rancangan atau pelaksanaan tugas DPRD

lainnya oleh alat kelengkapan DPRD;

e. melaksanakan hal-hal yang oleh Rapat Paripurna diserahkan kepada Panitia

Musyawarah.

Berkaitan dengan tugas-tugas di atas, setiap anggota Panitia Musyawarah

wajib mengadakan konsultasi dengan fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat

Panitia Musyawarah dan menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Panitia

Musyawarah kepada fraksi.

Panitia Anggaran

Panitia anggaran terlibat dalam membahas anggaran pendapatan dan

belanja daerah merupakan perealisasian hak anggaran yang dimiliki DPRD.

Panitia anggaran dapat peran yang besar dalam menentukan jumlah dan proporsi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Adapun tugas panitia anggaran adalah

sebagai berikut :

(43)

b. Membantu kepala daerah dalam menyususn nota perubahan atas RAN

mengenai RAPBD.

c. Memberikan pendapat kepada DPRD mengenai nota keuangan dan RAPBD

yang oleh kepala daerah disampaikan kepada DPRD.27

Panitia Legislasi

Panitia legislasi terlibat dalam membahas kebijakan yang akan dibentuk

menjadi sebuah . Panitia legislasi bersama eksekutif bersama membahas tentang

apa saja yang akan menjadi kebijakan daerah yang berguna untuk kesejahteraan

rakyat di daerah tersebut, serta kebijakan juga dibuat agar untuk menertibkan

masyarakat di daerah tersebut. Dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 43 ayat (1)

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan

Peraturan Tata Tertib DPRD, tidak menyebut secara tegas Panitia Legislasi

sebagai salahsatu alat kelengkapan DPRD, namun yang disebut alat kelengkapan

DPRD adalah “pimpinan, komisi, panitia musyawarah, panitia anggaran, badan

kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan”. Poin yang terakhir

inilah sebagai ‘pintu masuk’ dibentuknya alat kelengkapan Panitia Legislasi,

sehingga tidak dianggap sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Untuk itu,

jika ada komitmen dan keinginan yang kuat dalam upaya meningkatkan

optimalisasi dalam fungsi legislasi, alat kelengkapan Panitia Legislasi di DPRD

hendaknya dipersamakan dengan alat-alat kelengkapan DPRD lainnya yang telah

ada dan ditetapkan keberadaannya bersifat tetap.

27

(44)

Alat kelengkapan ini dipandang perlu jika ada komitmen untuk

melakukan penguatan fungsi legislasi di DPRD. Tugas-tugas yang dapat

dilaksanakan oleh alat kelengkapan ini adalah :

a. Menyusun program legislasi daerah yang memuat daftar urutan rancangan

peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun

anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk

ditetapkan dengan Keputusan Ketua DPRD.

b. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul inisiatif DPRD berdasarkan

program prioritas yang telah ditetapkan.

c. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, dan gabungan

komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada

pimpinan dewan.

d. Memberikan pertimbangan terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah

yang diajukan oleh anggota, komisi, dan gabungan komisi diluar rancangan

peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah atau prioritas

rancangan peraturan daerah tahun berjalan.

e. Melakukan pembahasan dan perubahan/penyempurnaan rancangan peraturan

daerah yang secara khusus ditugaskan Panitia Musyawarah.

f. Melakukan penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan peraturan

daerah yang sedang dan/atau yang akan dibahas dan sosialisasi rancangan

peraturan daerah yang telah disahkan.

g. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan

(45)

h. Menerima masukan dari masyarakat baik tertulis maupun lisan mengenai

rancangan peraturan daerah;

i. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang

dibahas oleh Bupati/Walikota dan DPRD.

j. Menginventarisasi masalah hukum dan peraturan perundang-undangan pada

akhir masa keanggotaan DPRD untuk dipergunakan sebagai bahan oleh

Panitia Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

2.3. Partai Yang Memperoleh Kursi Di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2009-2014

1. Partai Demokrat : 27 Kursi

2. Partai Golongan Karya (GOLKAR) : 13 Kursi

3. Partai demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) : 12 Kursi

4. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) : 11 Kursi

5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) : 8 Kursi

6. Partai Amanat Nasional (PAN) : 7 Kursi

7. Partai Pelopor Peduli Rakyat Nasional (gabungan) : 7 Kursi

8. Partai Hanura : 5 Kursi

9. Partai Gerindra Bulan Bintang reformasi (gabungan) : 5 Kursi

(46)

2.4. Kaukus Perempuan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara

Kaukus yang terbentuk pada 15 September 2009 ini bertujuan untuk

menjalin jejaring sesama anggota kaukus perempuan mulai dari tingkat pusat,

propinsi dan kabupaten/kota.28

Program kegiatan ini akan menjalin sinergisitas dengan organisasi

perempuan, Biro Pemberdayaan Perempuan Pemprov Sumut dan PKK dalam

upaya memberdayakan kaum perempuan di semua sektor mulai di bidang politik,

social, ekonomi, budaya dan pendidikan. Guna memperjuangkan hal tersebut

diatas maka, perlu dibangun sinergi antara komponen perempuan anggota DPRD

SU sebagai upaya strategi dalam percepatan pengarusutamaan gender dalam

pembangunan khususnya di Sumatera Utara. Dengan dasar pemikiran seperti

itulah, maka Kaukus Perempuan Parlemen DPD RI terbentuk. Kaukus perempuan Susunan Kepengurusan KPP DPRD Sumut yakni

ketua Ristiawati, Sekretaris Syafrida Fitri, Bendahara Rinawaty Sianturi.

Pengarusutamaan gender merupakan sebuah strategi yang diambil untuk

mempercepat tercapainya kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan

laki-laki. Pada era reformasi dan otonomi daerah memang telah memberi ruang bagi

partisipasi masyarakat, namun perlu adanya dorongan yang kuat untuk segera

terwujudnya tata pemerintahan yang baik dengan menyertakan pertimbangan

dimensi gender dalam seluruh rangkaian proses pembangunan melalui upaya

peningkatan keterwakilan perempuan dalam pengambilan kebijakan publik. Hal

ini perlu untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya

perempuan, karena salah satu penyebab ketimpangan gender antara lain karena

rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga pengambil kebijakan publik di

legislasi.

28

(47)

di DPRD Provinsi Sumatera Utara yang masih seumur jagung ini masih banyak

belajar dari DPR RI untuk membangun jaringan. Kaukus perempuan ini minimal

dapat mendorong kesepahaman perempuan untuk masuk ke dalam partai politik.

Kaukus perempuan ini diharapkan berpihak pada perempuan baik dalam bidang

anggaran atau SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) yang ada di Sumatera

Utara. Seperti yang dikatakan Ibu Ristiawati Ketua Kaukus perempuan parlemen

mengatakan tujuan dari KPP Parlemen ialah untuk menjadikan organisasi yang

dibangun ini (KPP DPRD Sumut) mampu menjadi pipa saluran bagi kalangan

perempuan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan di daerah

ini.29

Periode 2009-2014.

Kaukus perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara beranggotakan

seluruh anggota legislatif perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Anggota

dewan di DPRD Provinsi Sumatera Utara berjumlah 100 orang, perempuan yang

berhasil duduk di parlemen sebanyak 16 orang. Berikut nama-nama anggota

legislatif perempuan di DPRD Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 1.1

Nama anggota Dewan Perempuan Di DPRD Provinsi Sumatera Utara 30

No. Nama Partai

1. Nurhasanah, S.sos Demokrat

2. Hj. Ida Budiningsih, SH Demokrat

3. Megalia Agustina Demoktrat

4. Dra. Ristiawati Demokrat

29

30

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

a) Rasa tidak percaya diri di kalangan anggota perempuan untuk mengajukan usul atau pendapat. Hal ini bisa terjadi dikarenakan sosok perempuan yang terbiasa berbicara

Kaum perempuan pada dasarnya memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki dalam bidang politik termasuk menjadi anggota DPRD, oleh karena itu

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang berusaha melihat bentuk literasi dan pengetahuan perempuan mengena media sosial untuk kemudian merumuskan bentuk

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Van Dyk Lumiu (2014) tentang partisipasi politik perempuan dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kecamatan Siau Barat Selatan. Metode

Selama beberapa periode keterwakilan perempuan dalam keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Sumatera Utara masih kurang terlihat,

“Perempuan lebih banyak dan lebih cepat menampung aspirasi, dan mereka bertujuh disini sudah terlatih, mereka sangat memperhatikan isu dan sensitif melihat aspirasi diluar yang

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa 50 kuesioner yang diedarkan, 25 orang informan atau 50% informan menyatakan bahwa dampak agregasi kepentingan politik

f) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah pusat terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah. g) Menampung dan