• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN KEMAMPUAN BERBAHASA

PADA ANAK PRA SEKOLAH DI KOTA MEDAN

Oleh:

Susi Diriyanti Novalina Sitompul

031301078

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan, rahmat, karunia dan petunjuk-Nya yang tidak terhingga, sehingga penelitian ini dapat selesai tepat waktu. Sholawat dan salam semoga tetap terunjuk pada junjungan seluruh umat, Nabi Muhammad SAW.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak kesulitan, namun berkat rahmat dan karunia Allah SWT serta bantuan dari semua pihak, maka skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K)

2. Dekan fakultas psikologi universitas sumatera itara Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.AK

3. Ibu Rr Lita Hadiati Wulandari, S. Psi, Psikolog selaku pembimbing utama, yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, memberikan dukungan, mengarahkan dan memberikan sebuah pengalaman yang berharga bagi penulis. Terima kasih ya bu. Maaf sudah banyak merepotkan.

(3)

5. Kak Arliza Juairiani Lubis, M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah begitu banyak membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. Terima kasih ya kak atas segala masukan, saran, dan arahannya selama masa perkuliahan dan semangat yang tetap diberikan pada peneliti selama masa perkuliahan.

6. “My Inspirator”, kedua orang tua penulis yang tak pernah berhenti mendorong, memberikan semangat, memberikan kasih sayang selama ini, dan yang tak pernah berhenti berdoa buat penulis. Terima kasih banyak buat bapak “my lovely father” dan mama’. Terima kasih atas segala dukungan, doa dan segala fasilitas yang diberikan pada peneliti selama ini, kasih sayang kalian sepanjang hayat peneliti yang tak akan terbalaskan. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua. Juga buat adik-adikku tercinta, Safriani S dan Verdinan S, terima kasih atas dukungannya selama ini, semoga kita semua selalu sukses, menjadi anak yang selalu dibanggakan orang tua, dan selalu dalam lindungan Alla SWT. Kakak sayang kalian…..terus berjuang ya.

7. Buat Mhd. Delfi Hrp, S. T yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyelesaikan proposal skripsi ini. Terima kasih untuk kesabarannya. Semoga semuanya berakhir indah. Juga terima kasih yang mendalan buat nenek dan kak sari yang selalu direpotkan oleh peneliti, terutama buat nenek, terima kasih buat doa dan dukungannya yang sangat berarti buat peneliti.

(4)

Khususnya buat dosen pendidikan yang turut menguji peneliti pada saat penyelesaian proposal skripsi ini.

9. Staf adminstrasi, Bapak Iskandar, Pak Aswan dan Pak Anto yang juga telah sangat membantu penulis selama ini. Terutama buat semua pegawai yang berada di ruangan bu Lita dan kakak-kakak bagian administrasi dan bagian kemahasiswaan.

10.Kepala sekolah dan staf pengajar TK Namira Pasar 1 Tangjung Rejo, terima kasih atas informasi, masukan dan waktu yang diberikan dalam membantu penulis. Terima kasih atas segala informasi yang diberikan terutama pada saat observasi pra penelitian.

11.Buat Junaidi yang telah memberikan informasi mengenai TK Namira dan memberikan informasi lainnya yang dibutuhkan penulis.

12.Terima kasih juga buat semua personil Persona, atas kritik, saran dan pengertiannya. Maaf atas segala kesalahan dan kemunculan peneliti ke Persona selama proses penyelesaian skripsi ini.

13.Buat “my spirit”, teman-teman yang membuat kuliah menyenangkan, pendorong, tempat bertanya dan menjalani suka duka bersama. yulia, nani, anita dan ulfi, Thanks for the friendship. Best I ever had

(5)

15.Teman-teman 2003 yang selama ini sangat banyak membantu penulis, tempat bertanya dan bertukar pikiran, khususnya vivi dan nina ginting yang membantu penulis meminjamkan buku untuk penyelesaian proposal skripsi ini, buat astri evana juga, makasih atas semangat yang telah kau tularkan padaku.

16.Juga terima kasih peneliti ucapkan pada semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu dalam skripsi ini. Kalian semua sangat berarti buat diriku....semoga Alla SWT membalas segala kebaikan dan ketulusan kalian.

Semoga Allah membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dengan berlipat ganda. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan pada skipsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang sudah membantu walaupun mungkin masih banyak nama yang belum tersebutkan, kepada Allah penulis mohon ampun dan kepada semua pembaca penulis mohon maaf.

Medan, Desember 2007

(6)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2007 Susi Diriyanti Novalina Sitompul : 031301078

Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan ix + 122 Halaman + 45 Tabel +1 Bagan + 2 Lampiran

Bibliografi 38 (1993-2004)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan. Anak pra sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki batasan usia 3-6 tahun seperti yang dikemukakan oleh Biechler dan Snowman (1993). Pada tahap usia ini berbagai kemmapuan anak berkembang dengan pesat dan salah satu diantaranya adalah kemampuan berbahasa.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak pra sekolah di kota Medan sebanyak 210 orang, dimana untuk kategori usia 3-4 tahun sebanyak 70 orang, usia 4,1-5 tahun sebanyak 70 orang dan usia 5,1-6 tahun sebanyak 70 orang. Subjek diperoleh dengan teknik probability sampling secara incidental. Alat ukur berupa tes kemampuan berbahasa yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones dalam Papalia, 2003 dan dibantu dengan metode observasi untuk melihat respon anak ketika diberi pertanyaan dan kecepatan waktu anak menjawab pertanyaan tersebut. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reliabiltas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba yang diolah dengan program SPSS Version 12.0 for Windows, maka diperoleh koefisien alpha 0.886 untuk kategoti usia 3-4 tahun, untuk usia 4,1-5 tahun diperoleh koefisien alpha 0.945 dan untuk usia 5,1-6 tahun diperoleh koefisien alpha 0.812.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk mendapatkan gambaran skor kemampuan berbahasa, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di tergolong sedang. Jika ditinjau dari bentuk-bentuk kemampuan berbahasa sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) ditemukan bahwa anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa reseptif yang tinggi dibanding kemampuan berbahasa ekspresif. Sedangkan jika dilihat dari masing-masing indikator kemampuan berbahasa untuk tiap kategori usia, anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa yang tergolong sedang.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR GAMBAR………... viii

DAFTAR TABEL………... ix

BAB I PENDAHULUAN………... 1

I.A. Latar Belakang Masalah……….………... 1

I.B. Pertanyaan Penelitian.………. 14

I.C. Tujuan Penelitian………... 15

I.D. Manfaat Penelitian….……….. 15

I.E. Sistematika Penulisan ……….. 16

BAB II LANDASAN TEORI ………. 18

II. A Kemampuan Berbahasa……….. 18

II.A.1 Defenisi Kemampuan Berbahasa……… 18

II.A.2 Fungsi Bahasa ………. 20

II.A.3 Tahapan Perkembangan Berbahasa Anak……… 24

II.A.4 Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara dan Kemampuan Berkomunikasi……….... 33

II.A.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak ……..……... 36

II.B. Anak Pra Sekolah……… 39

II.B.1 II.B.2 II.B.3 II.B.4 Pengertian Anak Pra Sekolah………... Ciri-Ciri Anak Pra Sekolah ……….…………. Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal………… Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal…………. 39 40 41 44 II.C. Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Pra Sekolah………... 47

BAB III METODE PENELITIAN………. 55

III.A. Pertanyaan Penelitian ………..………... 56

III.B. Identifikasi Variabel Penelitian ………..………... 57

(8)

III.D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ..………... 61

III.D.1 Populasi …………..………... 61

III.D.2 Jumlah Subjek Penelitian ….………... 62

III.D.3 Teknik Pengambilan Sampling ...……… 63

III.E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………. 63

III.E.1 Tes Kemampuan Berbahasa………... 66

III.F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….. 68

III.F.1 Uji Validitas..……..………... 69

III.F.2 Uji Daya Beda Aitem ……….. 69

III.F.3 Reliabilitas ……….. 70

III.F.4 Hasil uji Coba Alat Ukur……… 70

III.G. Prosedur Penelitian………. 77

III.G.1 Persiapan Penelitian………... 77

III.G.2 Pelaksanaan Penelitian ……… 78

III.H. Metode Analisa Data………... 78

BAB IV ANALISA DATA ………... 80

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian ………. 80

IV.A.1 Usia Subjek Penelitian ……… 80

IV.A.2 Jenis Kelamin Subjek Penelitian ………. 81

IV.A.3 Urutan Kelahiran Subjek Penelitian ……… 83

IV.A.4 Jumlah Penghasilan Orang Tua Subjek Penelitian ………. 84

IV.A.5 Kemampuan Berbahasa Subjek Penelitian ………. 87

IV.B. Hasil Utama Penelitian ……….. 90

IV.B.1 Gambaran Umum Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah ……… 90

IV.B.2 Gambaran Skor Indikator-Indikator Kemampuan Berbahasa ……… 93

(9)

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ……… 111

V.A. Kesimpulan ……… 111

V.B. Diskusi……… 116

V.C. Saran……… 119

V.C.1 Saran Metodologis ……….. 119

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 64

Tabel 2 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 65

Tabel 3 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Sebelum Uji Coba……… 65

Tabel 4 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 73

Tabel 5 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 74

Tabel 6 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa Setelah Uji Coba……….. 74

Tabel 7 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 75

Tabel 8 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 76

Tabel 9 Blue Print Tes Kemampuan Berbahasa yang Memiliki Daya Diskriminasi Tinggi ……… 76

Tabel 10 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ……… 80

Tabel 11 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 81

Tabel 12 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 81

Tabel 13 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 82

Tabel 14 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 83

Tabel 15 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 83

Tabel 16 Penyebaran Subjek Berdasarkan Urutan Kelahiran ………... 84

Tabel 17 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 85

Tabel 18 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 85

Tabel 19 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orang Tua ………. 86

Tabel 20 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 3- 4 Tahun ……….. 87

Tabel 21 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 4,1- 5 Tahun ……… 87

Tabel 22 Gambaran Mean, Skor Minimum, Maksimum Dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa Usia 5,1-6 Tahun ………. 88

(12)

Tabel 24 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala

Kemampuan Berbahasa Usia 3-4 Tahun ……… 89

Tabel 25 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala Kemampuan Berbahasa Usia 4,1-5 Tahun ………. 89

Tabel 26 Penggolongan Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Skor Skala Kemampuan Berbahasa Usia 5,1-6 Tahun ………. 90

Tabel 27 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 3-4 Tahun ………. 91

Tabel 28 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 3-4 Tahun ……….. 91

Tabel 29 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 4,1-5 Tahun……….. 91

Tabel 30 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 4,1-5 Tahun………. 92

Tabel 31 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Empirik) Usia 5,1-6 Tahun……….. 92

Tabel 32 Gambaran Mean, Skor Minimum, Skor Maksimum, dan Standar Deviasi Kemampuan Berbahasa (Mean Hipotetik) Usia 5,1-6 Tahun………. 92

Tabel 33 Mean Empirik Per Indikator usia 3-4 tahun ……….. 93

Tabel 34 Mean Hipotetik Per Indikator usia 3-4 tahun ………. 93

Tabel 35 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 94

Tabel 36 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 94

Tabel 37 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 95

Tabel 38 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 95

Tabel 39 Mean Empirik Per Indikator 3-4 tahun ………... 96

Tabel 40 Mean Hipotetik Per Indikator 3-4 tahun ...……….. 96

Tabel 41 Mean Empirik Per Indikator 4,1-5 tahun ……… 97

Tabel 42 Mean Hipotetik Per Indikator 4,1-5tahun ………... 97

Tabel 43 Mean Empirik Per Indikator 4,1-5 tahun ……… 98

Tabel 44 Mean Hipotetik Per Indikator 5,1-5 tahun ……….……. 98

(13)

Tabel 46 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 99

Tabel 47 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 100

Tabel 48 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 100

Tabel 49 Mean Empirik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……… 100

Tabel 50 Mean Hipotetik Per Indikator usia 4,1-5 tahun ……….. 101

Tabel 51 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……… 101

Tabel 52 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 101

Tabel 53 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 102

Tabel 54 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 102

Tabel 55 Mean Empirik Per Indikator usia 5,1-6 tahun………. 103

Tabel 56 Mean Hipotetik Per Indikator usia 5,1-6 tahun ……….. 103

Tabel 57 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (3-4 tahun) ………. 104

Tabel 58 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (4,1-5 tahun)……….. 105

Tabel 59 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jenis Kelamin (5,1-6 tahun) ……….. 105

Tabel 60 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (3-4 tahun) ……….. 106

Tabel 61 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (4,1-5 tahun) ……….. 107

Tabel 62 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Urutan Kelahiran (5,1-6 tahun) ……….. 107

Tabel 63 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orangtua (3-4 tahun) ……….. 108

Tabel 64 Gambaran Kemampuan Berbahasa Berdasarkan Jumlah Penghasilan Orangtua (4,1-5 tahun) ……….. 109

(14)
(15)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2007 Susi Diriyanti Novalina Sitompul : 031301078

Gambaran Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah di Kota Medan ix + 122 Halaman + 45 Tabel +1 Bagan + 2 Lampiran

Bibliografi 38 (1993-2004)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan. Anak pra sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini memiliki batasan usia 3-6 tahun seperti yang dikemukakan oleh Biechler dan Snowman (1993). Pada tahap usia ini berbagai kemmapuan anak berkembang dengan pesat dan salah satu diantaranya adalah kemampuan berbahasa.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak pra sekolah di kota Medan sebanyak 210 orang, dimana untuk kategori usia 3-4 tahun sebanyak 70 orang, usia 4,1-5 tahun sebanyak 70 orang dan usia 5,1-6 tahun sebanyak 70 orang. Subjek diperoleh dengan teknik probability sampling secara incidental. Alat ukur berupa tes kemampuan berbahasa yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones dalam Papalia, 2003 dan dibantu dengan metode observasi untuk melihat respon anak ketika diberi pertanyaan dan kecepatan waktu anak menjawab pertanyaan tersebut. Uji daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan untuk mengetahui reliabiltas alat ukur menggunakan teknik koefisien Alpha dari Cronbach. Berdasarkan hasil estimasi daya beda aitem dan reliabilitas terhadap data uji coba yang diolah dengan program SPSS Version 12.0 for Windows, maka diperoleh koefisien alpha 0.886 untuk kategoti usia 3-4 tahun, untuk usia 4,1-5 tahun diperoleh koefisien alpha 0.945 dan untuk usia 5,1-6 tahun diperoleh koefisien alpha 0.812.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk mendapatkan gambaran skor kemampuan berbahasa, peneliti melakukan pengolahan dan analisa datanya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Data yang akan diolah yaitu skor minimum, skor maksimum, mean dan standar deviasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran kemampuan berbahasa anak pra sekolah di tergolong sedang. Jika ditinjau dari bentuk-bentuk kemampuan berbahasa sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) ditemukan bahwa anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa reseptif yang tinggi dibanding kemampuan berbahasa ekspresif. Sedangkan jika dilihat dari masing-masing indikator kemampuan berbahasa untuk tiap kategori usia, anak pra sekolah memiliki kemampuan berbahasa yang tergolong sedang.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai “usia emas” (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak (Nugraha, 2003).

(17)

tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu formal, non formal, maupun pendidikan program pra sekolah informal (Nugraha, 2003).

Pendidikan anak pra sekolah (PAPS) pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang sangat penting. Sejak seorang bayi lahir, sel-sel otak berkembang secara luar biasa dan membuat sambungan antar sel. Proses yang kemudian membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Ann Kesis (dalam Beth, 1997) menunjukkan lebih dari 50 persen perkembangan individu, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak terjadi pada usia pra sekolah. Usia pra sekolah, khususnya usia tiga sampai lima tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga sering disebut sebagai masa peka. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik dan psikis (intelektual, motorik, bahasa, sosial dan emosional).

(18)

pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Menurut Fagot dan Gauvam (dalam Murray, 1997) bimbingan kognitif dari orang tua juga sangat menentukan perkembangan kognitif tiga tahun pertama. Anak yang mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis serta strategis pada saat bermain bebas dari ibunya, mendapatkan skor kecerdasan yang tinggi pada usia lima tahun. Berdasarkan hasil penilaian guru, anak-anak tersebut kurang bermasalah dalam hal belajar. Namun sebaliknya menurut Hart (dalam Murray, 1997) anak-anak yang ibunya sering memberikan komentar atau pengarahan pada tugas-tugas akan mendapatkan skor kecerdasan lebih rendah dan peringkat yang tinggi pada ketidakmampuan belajar . Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Burgess (1997) bahwa kepedulian akan bahasa pada orang tua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan sensitivitas fonologi anak.

(19)

Stimulus berupa ajakan untuk berbahasa akan membuat percabangan otak menjadi lebih banyak dan daerah kortikal otak lebih tebal, sehingga anak menjadi lebih terampil, kemampuan berbahasa berkembang dengan pesat dan koordinasi indera menjadi lebih baik. Otak yang jarang atau tidak pernah digunakan karena tidak mendapatkan stimulasi untuk berbahasa akan menyebabkan musnahnya sambungan dan percabangan daerah kortikal otak (Sunarti, 2004).

Proses berbahasa melibatkan sejumlah saraf otak untuk menyusun kata-kata agar dapat dipahami. Berbahasa juga dapat dipahami sebagai proses berpikir. Sejak awal usia batita (bawah tiga tahun), anak mulai mampu mengucapkan sebuah kata yang mempunyai arti, tetapi belum mampu mengucapkan kata dengan artikulasi yang baik dan benar seperti orang dewasa. Oleh karena itu pengucapan seorang anak pada usia ini lebih merupakan potongan kata. Kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan otak, khususnya limbik otak bahasa dan pengaruh lingkungan, terutama dipengaruhi oleh orang tua. Semakin banyak orang tua memberikan stimulus pada anak, maka efeknya akan bersifat positif yaitu anak akan semakin kaya dengan kosa kata. Dengan kata lain, semakin sering orangtua merespon ajakan anak untuk berkomunikasi, mengenalkan banyak konsep, dan benda, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik (Sears, 2004).

(20)

ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Jarang terjadi pembicaraan antar anggota keluarga dan anak kurang didorong untuk berbicara. Ketiga adalah pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi akan lahir anak yang memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang tinggi pula.

Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan perkembangan bahasa yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan, berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas (Patmonodewo, 2003).

(21)

Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri. Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa. Dengan demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Pendengar ataupun penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain (Patmonodewo, 2003).

Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan-kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami ketidakteraturan dalam dunianya. Seiring perkembangan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia (Rifai, 1993).

(22)

Orang tua adalah guru pertama bagi anak. Apabila anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru. Orang tua juga mempunyai berbagai peran yaitu orang tua sebagai pelajar, relawan, pembuat keputusan, dan sebagai anggota tim kerja sama antara guru dan orang tua. Peran-peran tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka (Patmonodewo, 2003).

Lingkungan tempat anak hidup selama tahun pembentukan awal hidupnya mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan mereka. Pengaruh orang tua pada awal perkembangan anak tetap akan tampak nyata walaupun waktu yang dihabiskan lebih banyak dengan anggota kelompok teman sebayanya, di lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Empat alasan yang menjadikan pendidikan awal sangat penting yaitu pertama, hasil belajar dan pengalaman merupakan peran dominan dalam perkembangan seiring bertambahnya usia anak, mereka dapat diarahkan kearah penyesuaian yang lebih baik. Pada dasarnya tugas ini harus ditangani oleh keluarga, walaupun kelompok sosial yang lebih besar juga dapat memberi pengaruh budaya dimana anak-anak dapat memenuhi kemampuannya (Hurlock, 1993).

(23)

buruk bahkan jika itu merupakan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan penyesuaian anak (Hurlock, 1993).

Alasan keempat, karena ada sesuatu perubahan yang diinginkan dalam apa yang diajarkan pada anak, semakin cepat perubahan itu dibuat, semakin mudah bagi anak-anak untuk berubah sehingga anak lebih mudah bekerja sama dalam mengadakan perubahan itu (Hurlock, 1993).

Menurut Ann Kesis (dalam Beth, 1997) bahasa menggunakan banyak sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa merupakan hal yang sangat kritis dan akan memperluas kemampuan mental. Betty Tood (dalam Beth, 1997) yang meneliti lingkungan berbahasa di rumah menemukan perbedaan yang signifikan dalam lingkungan berbahasa yang berbeda yaitu antara anak yang dibesarkan di lingkungan kumuh, kelas menengah dan keluarga profesional.

(24)

Kemampuan berbahasa anak juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satu yang paling penting diantaranya adalah kebutuhan anak untuk berbahasa sebagai penyeimbang bagi kebutuhan lain yang tidak terpenuhi dalam kehidupan anak. Misalnya, anak yang tidak memperoleh kasih sayang, pada waktu mereka bersama dengan orang dewasa lebih banyak menuntut perhatian daripada anak yang memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tua. Keluarga yang menggunakan pendekatan otoriter terhadap anak memiliki keyakinan tradisional bahwa “anak seharusnya dilihat bukan didengar”. Hal ini menyebabkan anak kurang belajar berbahasa daripada anak berada dalam keluarga yang menggunakan disiplin permisif atau demokratis. Keluarga yang permisif memperbolehkan anak bicara pada waktu dan sebanyak yang mereka inginkan (Hurlock, 1993).

Keluarga yang demokratis mendorong anak untuk mengungkapkan pendapat mereka dan berperan serta dalam percakapan keluarga sebagai bagian dari filsafat keluarga yang demokratis. Anak dari keluarga besar umumnya kurang belajar berbahasa daripada anak yang berasal dari keluarga kecil, sebagian karena dalam keluarga besar diterapkan pendekatan yang otoriter dan adanya tekanan jumlah pembicaraan setiap anggota keluarga untuk menghindarkan kebisingan. Anak pertama umumnya didorong untuk berbicara lebih banyak dan lebih banyak memperoleh bantuan orang tua dalam belajar berbahasa ketimbang saudara mereka yang lahir kemudian (Hurlock, 1993).

(25)

dengan kepala sekolah salah satu taman kanak-kanak di kota Medan diperoleh data jika terdapat masalah dalam kemampuan berbahasa anak, hal ini akan terlihat sejak anak tersebut berada di Taman Bermain (play group). Persentase anak yang mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa sekitar sepuluh persen dari jumlah populasi tiap kelasnya. Taman kanak-kanak ini satu kelasnya rata-rata terdiri dari 15 orang siswa, berarti sekitar dua orang anak mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa untuk setiap kelasnya, mulai dari masalah ringan seperti masalah dalam pengaturan dan perbendaharaan kata hingga masalah kemampuan berbahasa yang cukup berat seperti sedikitnya frekuensi berbahasa pada anak pra sekolah tersebut.

(26)

hari Kamis tanggal 15 Februari 2007 jam 07.50 ketika anak-anak akan masuk sekolah.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo juga menunjukkan bila anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbahasa ditangani sejak dini maka masalah tersebut akan semakin berkurang, terutama jika anak tersebut sehat secara fisik dan mengalami gangguan perkembangan bahasa hanya karena kurangnya stimulus yang diperoleh dari lingkungan keluarga. Hal ini juga dihubungkan dengan peran serta pendidik untuk mengkomunikasikan masalah kemampuan berbahasa dengan para orang tua, salah satu caranya dengan membuat buku komunikasi dan mengundang orang tua dari anak yang mengalami masalah maupun yang tidak mengalami masalah untuk datang ke sekolah menghadiri pertemuan orangtua dengan pendidik sebulan sekali dan kemudian menangani masalah anak secara bersama-sama.

(27)

Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004) juga menegaskan lingkungan anak pra sekolah terdiri dari lima lapisan yaitu kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, dan mikrosistem dimana masing-masing mengandung ekologi yang berorientasi pada enam hal, pertama, lingkungan fisik, terdiri dari objek, materi dan ruang. Lingkungan fisik yang berbeda akan mempengaruhi anak. Sebagai contoh anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan objek yang serba mewah, alat mainan yang bervariasi serta ruang gerak yang luas, akan lebih memungkinkan berkembang secara optimal bila dibandingkan dengan mereka yang serba kekurangan dan tinggal di rumah yang sempit.

Kedua, lingkungan yang bersifat aktivitas, terdiri dari kegiatan bermain, kebiasaan sehari-hari, dan upacara yang bersifat keagamaan. Sebagai contoh anak yang aktivitas sehari-hari diisi dengan kegiatan yang bermakna misalnya bermain bersama dengan ibu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan bila anak bermain sendiri. Ketiga, berbagai orang yang ada disekitar anak dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan tingkat pendidikannya. Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang disekitarnya berpendidikan dibandingkan bila lingkungannya terdiri dari orang yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal (Santrock, 2004).

(28)

merasa kebutuhannya terpenuhi oleh lingkungannya, akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang lebih mantap dibandingkan apabila hubungannya lebih banyak mendatangkan kecemasan (Santrock, 2004).

Newfeld (1997) menyatakan bahwa orang tua berperan sangat penting dalam perkembangan bahasa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan segala materi tulisan. Begitu pula kesuksesan dalam membaca dan menulis di sekolah, diawali dengan pembelajaran di rumah.

Murray (1997) berpendapat bahwa kenyataan menunjukkan dejarat intensitas orang tua berbicara dengan anak-anaknya semasa pra sekolah merupakan determinan yang sangat kuat terhadap prestasi akademik yang akan datang. Namun pada kenyataannya banyak para orang tua yang mengetahui perannya dalam mempengaruhi pertumbuhan kognitif anak, tetapi masih banyak yang belum menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam mempersiapkan kesiapan anak untuk berbahasa.

Slabbert (1997) menegaskan bahwa skor perbendaharaan kata, pengetahuan akan literacy dan pengalaman dengan bacaan, berkolerasi dengan kemampuan menulis pada anak-anak yang secara aktif diajari oleh orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua yang berperan aktif menemani bahkan mengajarkan perbendaharaan kata, menemani anak membaca berbagai sumber bacaan yang sesuai dengan usia perkembangan anak, akan turut serta pula mengembangkan kemampuan menulis anak tersebut.

(29)

signifikan. Demikian pula membaca dan berbagi pengalaman tentang buku seorang anak sebagai kegiatan sehari-hari dan rutin mereka (Alexander, 1997).

Melalui uraian diatas mengenai kemampuan berbahasa anak, khususnya mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, peneliti ingin mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak sesuai dengan tahap perkembangan bahasanya, khususnya pada anak pra sekolah. Maka permasalahan yang akan diteliti adalah gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.

I. B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, artinya bagaimanakah kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan? Hal-hal apa saja yang menjadi pengaruh tumbuh kembangnya kemampuan berbahasa seorang anak, terutama anak pra sekolah ? Inilah yang menjadi fokus peneliti untuk melakukan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan.

I. C. Tujuan Penelitian

(30)

I. D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat mengenai gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang psikologi pendidikan terutama mengenai kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah.

b. Manfaat praktis

(31)

I. E. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika penulisan berikut ini:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan yaitu penjelasan mengenai fenomena yang terjadi dalam penelitian ini yaitu bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak. Bab ini juga berisi tentang pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang terdiri dari teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah .

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan termasuk subjek dan lokasi penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai teknik pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data yang digunakan.

Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian

(32)

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

(33)

BAB II LANDASAN TEORI

II. A. Kemampuan Berbahasa

II. A. 1. Defenisi Kemampuan Berbahasa

Bahasa adalah sistem dari komunikasi, dimana kata-kata dan berbagai bentuk kombinasi simbol tertulis lainnya, yang teratur sehingga menghasilkan sejumlah pesan (Parke, 1999).

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu pengeahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur (Setiawan, 2007).

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajajk berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi. Kemampuan berbahasa akan berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak (Morgan, 1981).

(34)

Josep Broam (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang terstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sebagai alat bergaul satu sama lain.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh sekumpulan aturan tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna, akan tetapi setiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam menggunakannya. Bahasa menyediakan pembendaharaan kata atau tanda (vocabulary) serta perangkat aturan bahasa (grammar dan sintaks) yang harus dipatuhi jika hendak menghasilkan sebuah ekspresi yang bermakna. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang dalam mengutarakan maksud atau berkomunikasi tertentu secara tepat dan runtut sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain (Sears, 2004).

Empat komponen dari bahasa (Parke, 1999):

a. Fonologi: sistem dari suara yang digunakan dalam bahasa. Fonologi dalam bahasa terdiri dari fonem. Fonem adalah bagian dari sistem fonetik bahasa. Fonem merupakan bagian terkecil dari unit bahasa yang mempunyai arti. b. Semantik: mempelajari arti dari kata dan kombinasi kata, seperti frase, klausa

(anak kalimat) dan kalimat.

(35)

d. Pragmatik: aturan dari bahasa yang digunakan dalam konteks sosial, pengetahuan yang individu miliki tentang peraturan-perauran yang mendasari penggunaan bahasa. Pragmatik tidak hanya mencakup tentang berbicara dan menulis tetapi juga berhubungan dengan bagaimana sumber komunikasi mengemukakan bahasanya sehingga dapat dimengerti orang lain.

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan orang lain. Dimana individu dapat mengerti ucapan/bahasa yang disampaikan orang lain dan mampu menunjukkan/mengucapkan bahasa pada orang lain.

II. A. 2. Fungsi Bahasa

Anak-anak melakukan percakapan untuk melatih fungsi bicaranya sekaligus melatih diri dan kepribadiannya, karena didorong oleh hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dalam proses belajar menguasai bahasa, terdapat periode stagnasi, dimana anak dihadapkan pada kesulitan dalam penguasaan bahasanya dan kemajuan anak sangat lambat sekali (Setiawan, 2007).

Menurut Karl Buhler (dalam Setiawan 2007), ada beberapa dorongan yang menyebabkan anak ingin berbahasa, yaitu :

(36)

b. Auslosung (pelepasan). Yaitu ada dorongan yang kuat pada anak untuk melepaskan kata-kata dan kalimat-kalimat, sebagai hasil dari peniruan.

c. Dorstellung (pengungkapan, penyampaian, pemaparan). Anak ingin mengungkapkan keluar segala sesuatu yang menarik hati dan memikat perhatiannya.

Sis Heyster (dalam Setiawan, 2007) menyatakan bahwa fungsi bahasa itu adalah:

a. Bahasa sebagai alat penyatuan isi jiwa. Misalnya ketika anak berkelahi dengan temannya dan anak tersebut melapor pada gurunya.

b. Bahasa sebagai peresapan (untuk mempengaruhi orang lain) dan

c. Bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pendapat. Misal: di dalam belajar anak kurang paham dan mempunyai pendapat yang lain, anak mengeluarkan pendapatnya serta disampaikan kepada guru.

Menurut Holliday (dalam Setiawan, 2007) bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut :

a. Fungsi instrumental: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makanan, minuman dan sebagainya.

b. Fungsi regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.

c. Fungsi interaksional: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan, pemikiran antara seseorang dan orang lain.

(37)

e. Fungsi imajinatif: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).

f. Fungsi representasional: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.

Sedangkan menurut Desmon Morris dalam (Setiawan, 2007) mengemukakan empat fungsi bahasa, yaitu :

a. Pertukaran keterangan dan informasi (Information talking),

b. Bahasa yang terarah pada diri sendiri, hal ini sama dengan fungi bahsa ekspresif yaitu mood talking

c. Sebagai ujaran, untuk kepentingan ujaran sebagimana fungsi estetis (Exploratory talking), dan

d. Tuturan yang sopan, diungkapkan melalui percakapan, yakni menggunakan bahasa untuk memperlancar sosial dan menghindari pertentangan (Grooming talking).

(38)

bertahan lama karena popularitasnya tersaingi oleh konsep linguistik generatif dari Noam Chomsky. Hipotesis Noam Chomsky (dalam Hidayat, 2004) mengenai proses kemampuan berbahasa menggugat postulat John Locke (tokoh empirisme) yang menyatakan segala pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari rangsangan luar (pengalaman) yang ditangkap oleh indera-indera manusia, sehingga meniadakan pengetahuan apriori (pengetahuan yang langsung tertanam pada diri manusia). Noam Chomsky menyatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang bersifat khas dan bawaan (tertanam) pada manusia sejak lahir. Secara khusus Chomsky dipengaruhi Descartes tentang bahasa dan pikiran yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang bahasa bisa membuka pengetahuan tentang pikiran manusia (Hidayat, 2004).

Chomsky (dalam Hidayat, 2004) menyatakan bahwa kemampuan berbahasa pada diri manusia bukanlah produk (setting) alam, melainkan lebih merupakan potensi bawaan manusia sejak lahir. Teori ini sebagai hasil dari penelitian yang ia lakukan terhadap perkembangan berbahasa seorang anak. Seorang anak dapat menguasai bahasa ibunya dengan mudah dan cepat, bahkan pengetahuan itu juga diikuti oleh sense of language dari bahasa itu, yang lebih mengarah pada keterampilan dalam tata bahasa. Hal itu ia yakini sebagai kemampuan naluriah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, sehingga apabila kemampuan itu dianggap sebagai hasil pembelajaran dari alam atau dari kedua orang tua (Hidayat, 2004).

(39)

bayi yang dilahirkan di Jepang dibawa dan dibesarkan di Indonesia, ia akan menguasai bahasa serta tata bahasa Indonesia, dan begitu juga dengan bayi-bayi lainnya. Oleh karena itu, Chomsky (dalam Hidayat, 2004) meyakini bahasa potensial yang ada pada setiap manusia sebagai bahasa universal. Teori linguistik Chomsky (dalam Hidayat, 2004) lebih humanis daripada teori behaviouris. Aliran behaviourisme menganggap manusia sebagai patung yang diukir oleh sang arsitek bernama lingkungan, atau bagaikan robot yang sudah diatur sedemikian rupa oleh ilmuwan penciptanya. (Hidayat, 2004).

II. A. 3. Tahapan Perkembangan Berbahasa Anak

Papalia, Olds dan Fieldman (2001) menjelaskan perkembangan bahasa terdiri dari tahapan sebagai berikut :

a. Prelinguistic speech (0-12 bulan). Pada tahap ini anak hanya mulai mengeluarkan suara saja bukan kata-kata. Cara pertama berkomunikasi dengan orang lain adalah dengan cara menangis kemudian berkembang kearah mengeluarkan suara seperti “uhh”, “aaa” yang disebut sebagai “babbling” atau “cooing”

b. Linguistic speech (1-6 tahun). Pada tahap ini anak sudah mulai menggunakan bahasa. Perkembangan pada tahap ini terbagi atas tiga, yaitu :

(40)

2) Anak membentuk kata menjadi frase (2-3 tahun), dimana anak mulai menggabungkan 2-3 kata untuk menyusun kalimat. Kata-kata dalam kalimat banyak yang hilang dan yang terdengar hanya kata-kata awal dan akhirnya saja ataupun hanya kata kunci dan kalimat ini menyerupai kalimat yang ada dalam telegram sehingga disebut juga dengan “telegraphic speech”. Seperti “mau…su” atau “kat…gigi”.

3) Anak menggunakan kalimat lengkap (diatas 3 tahun). Menurut Papalia, anak diatas tiga tahun sudah dapat membentuk kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, serta dapat menggunakan beberapa jenis kata penghubung seperti “di bawah, di depan, di belakang”.

c. Symbolic language

Setiap anak tentu akan memiliki tahapan perkembangan bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan perkembangannya.

Perkembangan bahasa anak terbagi menjadi beberapa tahapan, dimana secara keseluruhan terlihat bagaimana proses seorang anak dalam memahami bahasa. Berikut ini adalah tahapan perkembangan berbahasa anak (Hidayat, 2004):

a. Usia 1 tahun:

(41)

mungkin saja, "Aku ingin digendong oleh bunda," atau "Aku ingin ikut jalan-jalan bersama bunda."

b. Usia 2 tahun:

Hampir sama dengan kemampuan diusia satu tahun, tetapi diusia ini anak sudah mampu menggabungkan dua kata atau lebih menjadi satu kalimat yang bermakna dan berarti. Contohnya, "Minum susu," atau "Pergi sana," hingga "Tidak susu. Putih saja" ,dimana kalimat ini bisa saja berarti anak tidak ingin minum susu tetapi air putih saja.

c. Usia 3 tahun:

Anak sering melakukan hal yang sangat menarik perhatian karena ia tengah memasuki tahap “membangkang”, yaitu melakukan yang dilarang dan tidak melakukan yang diizinkan. Tidak heran jika dalam perkembangan bahasanya, anak senang mengatakan sesuatu yang membuat orangtua cemas dan malu, seperti "bego", "mampus", dan kata-kata kasar lainnya. Terutama jika ditunjang dengan seringnya orangtua melarang anak mengucapkan kata-kata tersebut tanpa memberi penjelasan yang tepat. Ditambah lagi kosakata yang diperoleh anak diusia ini semakin banyak dan tidak hanya diperoleh dari orangtua. Mulai usia ini anak umumnya mengeluarkan kalimat yang terdengar janggal karena susunan kata yang tidak tepat/terbalik, sehingga apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan maksud anak.

(42)

a. Anak pertama kali baru bisa bicara menyambungkan lebih dari satu hingga dua kata hingga membentuk sebuah kalimat yang berarti.

b. Anak pertama kali baru bisa berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa yang mempunyai arti dan bisa dipahami.

c. Anak banyak mempunyai kosakata untuk dijadikan sebuah kalimat yang digunakannya saat berkomunikasi.

d. Anak mulai memperoleh banyak informasi kata dan kalimat baru yang menarik.

e. Kemampuan mengolah kata dalam bentuk kalimat hingga menjadi sebuah bahasa diotaknya masih sangat terbatas.

f. Pengalaman berbahasa anak masih sangat minim.

Produk bahasa anak meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitannya seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditujukan pada rangkaian, percepatan perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya. Terdapat tiga butir yang perlu dibicarakan dalam membahas perkembangan bahasa, yaitu (Patmonodewo, 2003):

(43)

b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing). Bahasa pengertian/reseptif (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan kemampuan anak untuk memahami komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa pernyataan/ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.

c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila sedang berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyesuaikan gerakan dengan bahasa mereka.

Kemampuan berbahasa merupakan hasil kombinasi seluruh sistem perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap kelambatan atau kerusakan pada sistem yang lain. Kemampuan berbahasa melibatkan kemampuan motorik, psikologis, emosional dan sosial. Seperti kemampuan motorik, kemampuan anak untuk berbahasa terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan usianya (Widyani, 2001).

Seorang anak memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang berbeda-beda, dimulai ketika usia baru lahir hingga dewasa, mulai dari yang sederhana hingga yang paling kompleks. Perkembangan kemampuan berbahasa ini akan meningkat seiring bertambahnya usia dan stimulus yang diperoleh anak (Parke, 1999).

(44)

a. Usia baru lahir 1. Menangis

2. Menanggapi pembicaraan orang lain

3. Tertarik dengan suara manusia dan sekelilingnya b. Usia 1-6 bulan

1. Intensitas menangis menurun 2. Membuat suara-suara yang lembut 3. Tertawa kecil

4. Meniru kata-kata /suara-suara pendek, mencoba mengeluarkan suara dengan orang lain disekelilingnya

5. Peningkatan pada pengeluaran suara-suara

6. Memberikan respon terhadap perubahan-perubahan nada/suara 7. Intonasi yang berubah-ubah makin sering didengar

c. Usia 6-12 bulan

1. Lebih sering berceloteh.

2. Bercelotehnya lebih sering pada keadaan yang sudah anak kenal daripada keadaan yang tidak dikenal.

3. Suaranya sedikit menyerupai dengan kata-kata.

4. Lebih menggunakan kata-kata yang merupakan bahasanya sendiri daripada kata-kata yang tidak dikenal.

5. Menghasilkan suara untuk objek-objek yang dikenal seperti permainan-permainan.

(45)

7. Mulai menggunakan kata-kata seperti “bo” untuk botol dan “ma” untuk mama.

8. Sering menggunakan kata-kata “tidak” tetapi tidak selalu berarti “tidak”. 9. Menggunakan dua atau tiga kata yang berbeda untuk satu kategori.

Sebagai contoh : “aus” untuk air dan susu. 10.Mampu mengucapkan satu atau dua buah kata. d. Usia 12-18 bulan

1. Menggunakan kalimat, umumnya hanya satu kalimat. 2. Berusaha keras untuk membuat dirinya mengerti. 3. Memberikan gesture simbolik.

4. Memulai mengungkapkan kata per kata.

5. Meniru kata-kata, sering kali meniru dengan kata yang baru.

6. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan beberapa/dua buah kata. 7. Intensitas yang meningkat dalam menggunakan kata sifat untuk

menunjukkan pada dirinya. Misalnya: “anak baik”. 8. Mengerti proses penamaan.

e. Usia 18-24 bulan

1. Mulai belajar cara menamai, rata-rata anak mulai belajar kata-kata (500-900 kata dalam enam bulan).

2. Menggunakan dua buah kata/kalimat.

(46)

f. Usia 24-36 bulan

1. Intensitas menurun dalam menggunakan gesture. 2. Mulai berkurang dalam berceloteh.

3. Peningkatan dalam menggunakan kata yang bermacam-macam, misalnya kata yang menggambarkan masa lalu.

4. Menggunakan tiga kata yang telah dikombinasikan. 5. Tingkat pemahaman yang lebih baik.

6. Meningkatkan penggunaan kata-kata dalam berkomunikasi.

7. Mampu mengucapkan satu kalimat yang terdiri dari beberapa buah kata. g. Usia 36-48 bulan

1. Menggunakan kata tanya/pertanyaan “ya/tidak”, pertanyaan mengapa, kalimat yang tidak menyetujui, dan kalimat perintah.

2. Menyambung kalimat dengan klausa/anak kalimat. 3. Lebih baik dalam menggunakan pengaturan kata. 4. Perbendaharaan kata meningkat sekitar seribu kata.

5. Mampu mengkoodinasikan kalimat sederhana dan menggunakan kata depan.

h. Usia 48-60 bulan

1. Intensitas yang meningkat dalam hal menggunakan aturan kata pragmatik dalam berkomunikasi.

2. Menggunakan humor dan kiasan.

(47)

i. Usia 5 tahun dan diatasnya

1. Menggunakan kalimat yang lebih kompleks.

2. Peningkatan dalam perbendaharaan kata sampai dengan 14.000 kata. 3. Peningkatan dalam kesadaran metalinguistik.

4. Mampu mengungkapkan apa yang dirasakan anak dengan kalimat yang terdiri dari kata-kata lengkap.

5. Menggunakan beberapa macam kata sifat, kata benda, kata sambung dalam satu kalimat.

6. Menggunakan humor/lelucon sesuai tata bahasa yang benar.

Tahapan perkembangan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Parke (1999) di atas ternyata tidak jauh berbeda dengan tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003). hanya terdapat beberapa tambahan kemampuan berbahasa yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003) dan kemampuan berbahasa dibagi kedalam dua bagian yaitu kemampuan berbahasa ekspresif dan kemampuan berbahasa reseptif.

a. Usia 3-4 tahun 1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “d, g, n, k, t, y”. 2. Ekspresif

a) Menjawab beberapa bentuk pertanyaan sederhana

(48)

c) Menceritakan keadaan yang berhubungan dengan teman dan pengalaman menarik

b. Usia 4,1-5 tahun 1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “f, l, v” b) Mengkombinasikan enam atau lebih kata menjadi sebuah kalimat 2. Ekspresif

a) Menjawab pertanyaan sederhana dan bercerita mengenai diri mereka b) Bercerita dan fokus pada satu topik

c) Membuat kalimat c. Usia 5,1-6 tahun

1. Reseptif

a) Mengucapkan kata yang mengandung huruf konsonan “r, s, z” 2. Ekspresif

a) Mengenal lawan kata

b) Mengklasifikasikan objek/benda

Kemudian selanjutnya dalam penelitian ini tahapan kemampuan berbahasa seorang anak yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Milestones (dalam Papalia, 2003).

II. A. 4. Perbedaan Kemampuan Berbahasa, Kemampuan Berbicara, dan Kemampuan Berkomunikasi

(49)

sehari-hari, ketiga hal ini sepertinya hampir tidak memiliki perbedaan dan batasan yang jelas satu dengan lainnya. Padahal ketiga hal ini merupakan hal yang berbeda walaupun saling berkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini adalah perbedaan kemampuan berbahasa, kemampuan berbicara, dan kemampuan berkomunikasi (Gleason, 1998) :

a. Kemampuan berbahasa

Bahasa mempunyai karakteristik sendiri dan mempunyai suatu struktur hierarki dan pesan/bahasa dapat dibagi menjadi unit terkecil dari analisis. Bahasa anak-anak terdiri dari kalimat yang terdiri dari elemen terkecil seperti kata dan suara, kedua hal tersebut bisa dikombinasikan menjadi suatu ucapan. Bahasa yang baik yaitu bahasa yang diproduksi dan dapat dimengerti menjadi suatu kesatuan kalimat yang utuh. Jadi, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain disekitarnya.

b. Kemampuan berbicara

(50)

menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa sistem utama yang terdiri dari vokal, larynk, paru-paru gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan.

c. Kemampuan berkomunikasi

Komunikasi itu memegang peranan yang penting, hampir setiap menit kita berkomunikasi. Sebagai contoh ketika dirumah kita berkomunikasi dengan orang tua, saudara, pembantu. Juga termasuk komunikasi dengan teman dan guru di lingkungan sekolah serta di lingkungan masyarakat/dalam berorganisasi individu juga melakukan proses berkomunikasi. Melalui berkomunikasi individu dapat menyatakan pendapat, mengajukan permohonan, meminta pertolongan, menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain.

Jadi, kemampuan komunikasi merupakan bagian yang penting dari kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Beberapa orang berpendapat bahwa kemampuan berkomunikasi yang efektif merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial individu. Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa membantu menyelesaikan banyak masalah dan mendatangkan banyak keuntungan bagi individu. Sebaliknya, kegagalan dalam berkomunikasi dapat berakibat fatal. Kegagalan ini dapat menyebabkan berbagai bencana, sebagai contoh bertengkar dengan saudara, bermasalah dengan guru, merusak persahabatan, tidak mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya (Gleason, 1998).

(51)

jelas mengenai ketiga hal yang hampir sama tersebut dan batasan yang jelas mengenai pengertian dari masing-masing komponen kemampuan. Oleh karena itu kemampuan berbahasa yang dianggap paling tepat dan dapat diukur dari anak pra sekolah, yaitu kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan/suatu kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain. Melalui hal ini dapat dilihat sejauh mana perkembangan kemampuan berbahasa anak pra sekolah (Gleason, 1998).

II. A. 5. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak

Menurut Hurlock (1993) ada beberapa hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, antara lain:

1. Intelegensi. Perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Dimana dalam hal ini intelegensi memegang peran penting dalam mempengaruhi sejauh mana kemampuan berbahasa anak. Semakin cerdas anak, semakin cepat keterampilan berbahasa dikuasai sehingga semakin cepat anak berbicara.

(52)

3. Pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi perkembangan kemampuan berbahasanya.

Menurut Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) mengatakan bahwa ada dua faktor yang berperan dalam pengembangan bahasa pada anak, antara lain:

1. Faktor internal, adalah fakor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu:

a. Faktor intelegensi, anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. b. Faktor jenis kelamin, anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek

bahasa. Namun, perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini hilang.

c. Faktor perkembangan motorik, kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik dengan cepat.

d. Faktor kondisi fisik, kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak cacat, atau anak yang kondisi fisiknya lemah e. Faktor kesehatan fisik, kesehatan fisik sangat berhubungan dengan

(53)

2. Faktor eksternal, adalah faktor yang mempengaruhi di luar diri anak, antara lain:

a. Faktor keluarga, anak memperoleh tempat yang membuatnya dapat memahami bunyi bahasa yang tepat, dapat menyimak dengan baik. Keluarga yang memotivasi anak menyediakan lingkungan bahasa yang sesuai, maka anak akan lebih maju. Para psikolog menyatakan bahwa faktor lingkungan memiliki peran penting terhadap perkembangan bahasa anak. Anak-anak bervariasi selaras dengan pembawaannya, demikian pula dengan lingkungan yang ada disekitar anak dan diatas landasan lingkungan itulah kebudayaan mereka dibangun. Setiap anak memiliki sifat dan pengalaman yang khas yang tidak dimiliki oleh anak lain, karena itu terciptalah perbedaan individual diantara anak. Anak dapat mentransfer bahasa dari kelompoknya, begitu pula sebaliknya. Terkadang anak menguasai puluhan kata dan memahami maknanya dengan baik, tetapi dia tidak mampu menggunakan sejumlah kata yang membingungkan itu, anak hanya menggunakan beberapa buah kata saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya.

(54)

II. B. Anak Pra Sekolah

II. B. 1. Pengertian Anak Pra Sekolah

Menurut Biechler dan Snowman (1993) anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Usia tersebut mereka biasanya mengikuti program pendidikan pra sekolah. Anak pra sekolah di Indonesia, umumnya mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Pada dasarnya program pendidikan pra sekolah yang ada di Indonesia terbagi menjagi tiga bagian, yakni program pendidikan pra sekolah formal, non formal, dan informal.

Menurut teori Erik Erikson (dalam Patmonodewo, 2003) yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial tahapan nol sampai satu tahun, berada pada tahapan orang sensorik dengan krisis emosi antara trust versus mistrust, tahapan tiga sampai enam tahun anak berada dalam tahapan dengan krisis autonomy versus shame and doubt (dua sampai tiga tahun), initiative versus guilt (empat sampai lima tahun) dan tahap usia enam sampai sebelas tahun mengalami krisis industry versus inferiority.

(55)

Disimpulkan bahwa anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun. Mereka biasanya mengikuti program pra sekolah dan kindergarten. Umumnya di Indonesia anak pra sekolah mengikuti program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), dan program Taman Kanak-Kanak (TK).

II. B. 2. Ciri-Ciri Anak Pra Sekolah

Snowman (dalam Patmonodewo, 2000) mengemukakan ciri-ciri anak pra sekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

a. Ciri fisik

(56)

b. Ciri sosial

Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak pra sekolah juga sudah menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.

c. Ciri emosional

Anak pra sekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak pra sekolah pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.

d. Ciri kognitif

Anak pra sekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, memahami dan kasih sayang.

II. B. 3. Tahap Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal

(57)

1. Perkembangan fisik

a. Hilangnya kesan bayi montok dengan pertumbuhan tangan dan kaki yang memanjang, serta fisik yang semakin proporsional.

b. Energi yang tidak habisnya untuk aktivitas motorik seperti berlari, berguling, memanjat dan berayun.

c. Kemampuan motorik lain seperti menggunakan pensil dan gunting. 2. Perkembangan kognitif

a. Perkembangan bahasa yang cepat

b. Berpikir bahwa standar yang diberikan orang dewasa adalah tidak logis c. Sering berbicara sendiri

d. Bermain sosiodramatik

e. Sedikit pemahaman tentang bagaimana orang dewasa menginterpretasikan suatu keadaan

3. Intelegensi

a. Keberhasilan dalam mengerjakan tes seperti nama-nama objek, menyusun balok, menggambar lingkaran, menggambar persegi, mengingat daftar sederhana serta mengikuti perintah sederhana

b. Perhatiannya sangat singkat c. Skor tes yang bervariasi 4. Perkembangan bahasa

a. Berkembangnya perbendaharaan kata dan sintaksis

(58)

c. Pemahaman yang dangkal tentang arti “mendengarkan yang baik” d. Kesulitan dalam mengucapkan beberapa fonem tertentu seperti huruf “r” e. Meningkatkan kemampuan dalam membuat naratif

5. Perkembangan kemampuan literasi

a. Menggunakan materi bacaan dalam aktivitas bermain

b. Meningkatkan kemampuan pada pengenalan huruf dan bunyi huruf c. Mengidentifikasikan beberapa kata yang biasa digunakan

6. Perkembangan emosional

a. Keinginan untuk dekat dengan orang tua ketika merasa takut, sakit dan lain sebagainya

b. Keadaan emosi yang bervariasi misalnya senang, sedih, takut, marah dan lain-lain

c. Mulai adanya kesadaran diri akan rasa malu dan rasa bersalah

d. Pemahaman akan karakteristik yang unik, bakat dan kelemahan yang belum sempurna

e. Sifat yang optimis tentang tugas-tugas akademis dan tugas-tugas fisik dapat diselesaikan

7. Emosional dan pemahaman sosial

a. Timbulnya kesadaran akan mental dan emosi seseorang

b. Meningkatnya kemampuan untuk mengerti perspektif orang lain, dengan tanda-tanda empati pada distress yang dialami olah orang lain

(59)

d. Kesadaran bahwa perilaku dapat menimbulkan kerusakan fisik dan psikologis

e. Lebih memperhatikan kebutuhan diri sendiri daripada kebutuhan orang lain

8. Perkembangan motivasi

a. Sedikit pemahaman tentang alasan pada kesuksesan dan kegagalan b. Fokus hanya pada tujuan utama

c. Fokus untuk memperoleh izin dari orang dewasa daripada teman sebaya untuk melakukan berbagai hal

d. Terlalu percaya diri tentang kemampuan diri dan performa tertentu 9. Hubungan interpersonal

a. Marah ketika keinginan tidak tercapai b. Sangat agresif terhadap teman sebaya

c. Lebih agresif secara verbal daripada secara fisik d. Agresi lebih tinggi ketika mereka sudah saling kenal e. Ada hierarki dalam bermain

II. B. 4. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Awal

Havighurst (dalam Rifai 1993), mengemukakan beberapa tugas perkembangan masa kanak-kanak awal, yaitu :

(60)

dapat berdiri sendiri. Tentang toilet training ini Havighurst berpendapat : “Toilet training is the first moral training that child receives. The stamp of the first moral training probably persist in the child’s later character.

b. Belajar membedakan jenis kelamin, serta dapat bekerja sama dengan jenis kelamin lain. Melalui observasi, maka anak akan melihat tingkah laku yang berbeda jenis kelamin satu dengan yang lain dan melalui latihan-latihan mereka akan bertingkah laku seperti anak laki-laki atau anak perempuan. Anak juga akan sadar dan tertarik soal-soal seks pada manusia dan usaha kerja sama dengan adanya perbedaan kenyataan seksnya dan seks yang lain.

c. Belajar mencapai stabilitas fisiologis. Manusia pada waktu lahir, sangatlah labil jika dibandingkan dengan fisiologis orang dewasa, anak akan cepat sekali merasakan perubahan dari panas ke dingin. Oleh karena itu anak harus belajar menjaga keseimbangan terhadap perubahan-perubahan itu, akan tetapi hal tersebut memerlukan waktu sekitar lima tahun.

d. Pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataan-kenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami kehancuran-kehancuran dan ketidakkeruan dalam dunianya. Lama-kelamaan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia.

(61)

orang lain menjadikannya mampu meniru dan dapat mengidentifikasikan diri terhadap orang lain sesuai dengan keinginannya.

f. Belajar membedakan baik dan buruk yang berarti mengembangkan kata hati (hati nurani). Belajar mengembangkan kata hati, berarti supaya anak dapat hidup dalam masyarakat anak harus mengetahui apa yang benar dan yang salah, teladan, hukuman dan ganjaran. Anak harus mengetahui jika berbuat salah akan mendapat ganjaran atau hukuman dan jika berbuat baik akan mendapat respon berupa pujian.

Selain tugas-tugas perkembangan di atas, Rifai (1993) menambahkan bahwa terdapat tugas perkembangan yang

Gambar

Tabel  1
Tabel  3
Tabel 4
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya perbedaan jarak genetik 16 genetik tanaman gaharu pada 4 lokasi, setelah dilakukan amplifikasi berdasarkan analisis RAPD dan perbedaan morfologi

Hasil wawancara dengan Bapak Saiful staff Angkutan di Dinas Perhubungan Kota Malang pada 16 maret 2015.. penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek mengenai alih

Sebagai bahan rujukan penulis untuk melakukan wawancara kepada para hakim Pengadilan Agama Banjarmasin mengenai pemberian radd harta warisan terhadap suami atau istri, maka

DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI (Gangguan Pola Berkemih) Et Causa POST OP PROSTATECTOMI DI RUANG DAHLIA..

Kegiatan ini perlu dilakukan di awal suatu proses perubahan, karena seperti diketahui bersama, tingkatan resistensi pertama dari penolakan adalah berhubungan dengan tidak

a) Self acceptance (penerimaan diri), merupakan dimensi yang menekankan pada penerimaan terhadap diri sendiri dan masa lalu. Individu yang memiliki sikap positif

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 tipe kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal persamaan garis lurus yaitu (1) Kesalahan