commit to user
TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME
DENGAN MEDIA VIDEOTRON DI KOTA SURAKARTA
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan
Oleh:
Pinastiti Agustina Suciwidati
NIM F3409051
PROGRAM DIPLOMA ΙΙI PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Seseorang harus punya mimpi dan cita-cita yang tinggi untuk mencapai
kesuksesan.
Penulis mempersembahkan kepada :
- Bapak Ibu RMP Denantyo Tarpinadi tercinta, dan
commit to user
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkanRahmat dan Karunia-Nya sehingga laporan Tugas Akhirdengan
judul Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Reklame dengan Media
Videotron di Kota Surakarta ini dapat diselesaikandengan baik.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
Ahli Madya pada Program Diploma 3 Program Studi Perpajakan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Dalam kesempatan ini penulissampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan tugas akhir ini:
1. Dr. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Faklutas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret.
2. Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi Diploma 3
Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
3. Arum Kusumaningdyah, S.E., M.M., Ak. selaku Pembimbing Tugas Akhir
yang telah memberikan pengarahan selama penyusunan tugas akhir.
4. Drs. AG. Agung Hendratno, M.Si selaku Kepala DPPKA Bagian Dafda
Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan magang kerja dan penelitian.
5. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dalam penulisan tugas
akhir ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Namun demikian, karya sederhana ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
ABSTRACT... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Gambaran Umum Perusahaan ... 1
B. Latar Belakang Masalah... 14
C. Perumusan Masalah... 17
D. Tujuan Penelitian... 18
E. Manfaat Penelitian ... 19
F. Metodologi Penelitian... 20
BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 25
A. Tinjauan Pustaka...
B. Analisis Data dan Pembahasan...
25
commit to user
BAB III TEMUAN ... 73
A. Kelebihan... 73
B. Kelemahan... 74
BAB IV PENUTUP ... 76
A. Simpulan ... 76
B. Rekomendasi... 78
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2.1 Running teks (petunjuk arah) yang berada di depan
Poltabes Jebres...
47
2.2 Visualisasi Bentuk Videotron yang Terletak di
Manahan Solo...
48
2.3 Kesemrawutan reklame di jalan protokol Brig. Jend.
Slamet Riyadi...
69
2.4 Penempatan videotron di sudut jalan dan halaman mol
di Jogyakarta...
[image:8.595.127.504.212.503.2]commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sistem perizinan pemasangan reklame
2 Sistem Lanjutan perizinan pemasangan reklame
3 Sistem Lanjutan perizinan pemasangan reklame
4 Sistem lanjutan pembayaran pajak reklame
5 Sistem Lanjutan perizinan pemasangan reklame
6 Sistem lanjutan perizinan pemasangan reklame
7 Sistem lanjutan perizinan pemasangan reklame
8 Sistem Penetapan Pajak Reklame
9 Sistem lanjutan pembayaran pajak reklame
10 Sistem pembayaran pajak reklame
11 Sistem Pembukuan
12 Surat Pernyataan Tugas Akhir
13 Surat Perizinan Magang dari DPPKA Surakarta
14 Surat Selesai Magang
commit to user
ii
ABSTRACT
TAX COLLECTION PROCEDURES FOR ADVERTISING BY VIDEOTRON MEDIA IN SURAKARTA
Pinastiti Agustina Suciwidati NIM F3409051
The issue of overlapping installation advertising clutter handling solution in Surakarta is by installation facilities for promotion through Videotron. Videotron is a form of video advertising prepared as a replacement billboard-advertising that is currently installed in Surakarta. Advertising Tax is significant potential to increase regional revenue.
The purposes of this research are: 1) Forms of visualization and structuring advertising in the form of Videotron; 2) Procedures for the auction; 3) Method of calculating the amount of tax advertisement; 4) Procedure for tax collection billboard; 5) Videotron mounting opinion on the way the protocol Brig. Jend. Slamet Riyadi of the taxpayer and the Government of Surakarta by such plan.
Final assignment research object is a billboard tax in the protocol of Brig. Jend Slamet Riyadi Surakarta. Research Location is in the Department of Finance and Asset Management Revenue Surakarta Regional. Data sources are the primary data and secondary data. Data collection techniques in research of this final project will be done using several methods, which are: Direct Interview, Observation, and Documentation. Technical Analysis of data using an interactive model analysis.
Based on this research can be concluded, that: 1) Videotron is a large television-sized 2 x 4 meter. Setup and Procedure for collection of ad / advertisement on Videotron arranged in Surakarta Mayor Decision No. 4 of 2001; 2) Implementation procedures in the form of advertisement in two stages i.e. Videotron through the auction process and publicity standpoint licensing procedures; 3) Method of calculating the amount of tax in the form of billboard advertising by media Videotron with the formula rate = Cost + Maintenance Costs per year.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah dan Perkembang DPPKA Surakarta
Setelah Proklamasi Kemerdekan RI, sampai dengan tahun 1946 di
Surakarta terjadi konflik sehubungan dengan adanya pertentangan pendapat
antara pro dan kontra Daerah Istimewa. Hal ini dapat diredam untuk
sementara waktu oleh pemerintah dengan mengeluarkan Surat Penetapan
Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 Nomor 16/S-D yang menetapkan Daerah
Surakarta untuk sementara sebagai daerah karesidenan dan dibentuk baru
dengan nama Kota Surakarta. Peraturan yang telah ada tersebut kemudian
disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi Haminte Kota Surakarta.
Kota Surakarta pada waktu itu terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 44
kelurahan di Surakarta, karena 9 kelurahan diwilayah Karanganyar belum
diserahkan. Kepada Bupati Karanganyar pelaksanaan penyerahan 9 kelurahan
dari itu baru terlaksana pada tanggal 9 September 1950 tersebut. Pelaksana
teknis pemerintah Hamite Kota Surakarta terdiri atas jawatan. Jawatan
tersebut antara lain jawatan sekertariat Umum, Keuangan, Pekerjaan Umum,
Sosial, Kesehatan, Perusahaan P.D & K, Pamong Praja, dan jawatan
Perekonomian Penerimaan Pendapatan Daerah pada waktu itu diurusi oleh
commit to user
Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang Perubahan Struktur Pemerintahan,
maka Jawatan Umum diganti menjadi Dinas Pemerintahan Umum yang
terbagi dalam urusan-urusan dan setiap urusan-urusan tersebut terbagi lagi
dalam bagian-bagian. Dengan adanya perubahaan tersebut disimpulkan
bahwa untuk penanganan pajak sebagai pendapatan daerah yang sebelumnya
ditangani oleh Jawatan Keuangan kini ditangani lebih khusus oleh urusan
pajak.
Berdasar surat keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Surakarta
tanggal 23 Febuari 1970 No.259/X.10/Kp.70 tentang Struktur Organisasi
Kotamadya Surakata termasuk Dinas Kepentingan Umum diganti menjadi
bagian dan bagian itu membawahi urusan-urusan sehingga dalam Dinas
Pemerintahan Umum, Urusan pajak diganti menjadi Bagian Pajak.
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta
tanggal 30 Juni 1972 No.162/Kep/Kdh.IV/Kp.72 tentang Penghapusan
Bagian Pajak dari Dinas Baru. Dinas Baru tersebut adalah dinas Pendapatan
Daerah yang kemudian sering disebut DIPENDA.
Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) dipimpin oleh Kepala Dinas
yang berkedudukan langsung dan bertanggung jawab kepada Walikota. Pada
saat itu Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi
Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pajak Pusat/Provinsi yang diserahkan
kepada Daerah dan Seksi Doleansi/P3 serta Retribusi dan Leges.
langsung dibawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
Pendapatan Daerah.
Tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) waktu itu
sebagai pelaksana walikota dibidang perencanaan, penyelenggaraan, dan
kegiatan bidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber
pendapatan daerah. Berdasarkan Undang-undang Darurat No.11 Tahun 1957
tentang Pajak Daerah, terdapat 13 macam Pajak Daerah di Kota Surakarta
yang wewenag pemungutan dan pengelolaanya ada pada DIPENDA. Tetapi
saat itu baru 4 macam Pajak Daerah yang dijalankan dan telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, yaitu: a) Pajak Pertunjukan yang diatur dalam
Peraturan Daerah No.1 tahun 1992; b) Pajak Reklame yang diatur dalam
Peraturan Daerah No.11 tahun 1971; c)Pajak Anjing yang diatur dalam
Peraturan daerah No. 54 tahun 1953; d)Pajak Penjualan Minuman Keras yang
diatur dalam Peraturan Daerah No.12 Tahun 1971.
DIPENDA juga bertugas mengelola Pajak Negara yang diserahkan
kepada daerah, yaitu: a) Pajak Potong Burung yang diatur dalam Peraturan
Daerah No.6 Tahun 1959; b)Pajak Pembangunan 1 yang diatur dalam
Peraturan Daerah No.8 Tahun 1960; c)Pajak Bangsa Asing yang diatur dalam
Peraturan Derah No.1 Tahun 1970; d)Pajak Radio yang diatur dalam
Peraturan Daerah No.5 Tahun 1957.
Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD
commit to user
makin memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah disesuaikan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No.473-442 tentang
Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah
lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan
berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah yaitu
pendapatan, penetapan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur
tersebut terkenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini
diterapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah No.6
Tahun 1990 tentang susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas Pendapatan
Daerah Tingkat II.
Penataan pemerintahan Kota Surakarta kembali mengalami perbaikan,
dengan pertimbangan yang matang Peraturan Daerah No.6 Tahun 1990
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat
II dirubah menjadi Peraturan Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan Daerah
No.6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota
Surakarta. Dalam peraturan baru ini nama Dinas Pendapatan Daerah
(DIPENDA) berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan
Aset atau yang sering disebut dengan DPPKA. Peraturan Daerah No.6 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta ini
berlaku mulai 1 Januari 2009.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) dalam
melaksanakan tugas kepemimpinan oleh seorang Kepala Dinas yang
Sekertariat Dinas. Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
(DPPKA) dibagi dalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh Kepala
Bagian atau biasa disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung
di bawah pimpinan dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA).
2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi DPPKA.
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) adalah unsur
pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan,
dan aset daerah yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas yang berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota Surakarta.
DPPKA Surakarta mempunyai tugas pokok seperti yang tercantum
dalam Peraturan Daerah No.6 Tahun 2008 pada Pasal 34 ayat (2) yaitu
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah. Fungsi DPPKA, antara lain: a) Penyelenggaraan
kesekretariatan dinas; b) Penyusunan rencana program,pengendalian,evaluasi
,dan pelaporan; c) Penyelengaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak
dan wajib retribusi; d) Pelaksanaan perhitungan, penetapan angsuran pajak
dan retribusi; e) Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi
serta pendapatan lain; f) Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak,
retribusi dan pendaptan lain; g) Penyelanggaraan pengelolaan anggaran,
commit to user
dan belanja daerah; j) Penyelangaraan administrasi keuangan daerah; k)
Penyelenggaraan sosialisasi; l) Pembinaaan jabatan fungsional; m)
Pengelolanaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
3. Struktur Organisasi DPPKA Surakarta
Struktur organisasi yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah
dalam pengawasan manajemen agar pelaksanaan sesuatu kegiatan dapat
berjalan dengan lancar. Penetapan struktur organisasi yang jelas sangat
diperlukan sesuai dengan masing-masing. Adapun tujuan disusunnya struktur
organisasi adalah: a) Mempermudah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan;
b) Mempermudah pimpinan dalam mengawasi pekerjaan bawahan; c)
Mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan; d)
Menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan sehingga
mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.
Susunan organisasi DPPKA Surakarta sesuai dengan Perda Kota
Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Kota Surakarta Bagian Keempatbelas Pasal 35, Susunan Organisasi
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut :
a. Kepala.
b. Sekretariat, membawahi: 1. SubbagianPerencanaan, Evaluasi dan
Pelaporan, 2. Subbagian Keuangan, 3. SubbagianUmum dan
Kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi : 1. Seksi
d. Bidang Penetapan, membawahi:1. Seksi Perhitungan, 2. Seksi Penerbitan
Surat Ketetapan.
e. Bidang Penagihan, membawahi: 1. Seksi Penagihan dan Keberatan, 2
SeksiPengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain
f. Bidang Anggaran, membawahi: 1. Seksi Anggaran I, 2. SeksiAnggaran II.
g. Bidang Perbendaharaan, membawahi:1. Seksi Pembendaharaan I, 2.
SeksiPerbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi, membawahi: 1. Seksi Akuntansi I, 2. SeksiAkuntansi
II.
i. Bidang Aset, membawahi:1. Seksi PerencanaanAset, 2. SeksiPengelolaan
Aset.
j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).
k. Kelompok Jabatan Fungsional, membawahi: 1. Sekretariat; 2) Bidang
pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi; 3) Bidang Penetapan; 4)
Bidang Penagihan; 5) Bidang Anggaran; 6) Bidang Perbendaharaan; 7)
Bidang Akuntansi; 8) Bidang Aset; 9) Bidang UPTD; 10) Kelompok
Jabatan Fungsional.
Dalam struktur organisasi yang baru ini Sekertariat dipimpin oleh
seorang Sekertaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh
seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung
commit to user
kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk bidang masing-masing
dipimpin oleh seorang Kepala Bidang atau Kabid yang berada dibawah dan
bertanggug jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan.
4. Diskripsi Tugas Jabatan Struktural
a. Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah
di bidang pendapatan daerah,yaitu: 1) Menyusun rencana strategis dan
program kerja tahunan dinas sesuai dengan Program Pembangunan
Daerah; 2) Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas agar
tercipta pemerataan tugas; 3) Memberi petunjuk dan arahan kepada
bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas.
b. Sekertariat
Posisi Sekertariat dibawah langsung Kepala Dinas mempunyai
tugas melaksanakan administrasi umum, perijinan, kepegawaian, dan
keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas. Sekertariat juga bertugas untuk melaksanakan penyusunan
rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas, mengadakan
monitoring dan pengendalian secara evaluasi, dan pelaporan sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.
c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi
Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi mempunyai
tugas yang penting yaitu menyelengarakan pembinaan dan
dan pengelolaan data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan
oleh Kepala Dinas.Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi
membawahi:
1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan
Seksi ini mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran,
pendataan dan pemerikasaan di lapangan terhadap Wajib Pajak
Daerah (WPD) dan Wajib Pajak Retribusi Daerah (WRD).
2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data
Tugas dari Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data adalah
menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data
Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah.
d. Bidang Penetapan
Bidang Penetapan bertugas menyelenggarakan pembinaan dan
bimbingan dibidang perhitungan, penerbitan Surat Penetapan Pajak dan
Retribusi secara perhitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bidang
Penetapan membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Perhitungan
Seksi Perhitungan mempunyai tugas melaksanakan
commit to user
2) Seksi Penertiban Surat Ketetapan
Seksi Penertiban Surat Ketetapan mempunyai tugas
menetapkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi
(SKR), dan surat-surat ketetapan pajak lainnya.
e. Bidang Penagihan
Bidang Penagiahan mempunyai tugas menyelengaakan
pembinaan dan bimbingan dibidang sumber pendapatan lain sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bidang
Penagihan membawahi seksi-seksi sebagai berikut:
1) Seksi Penagihan dan Keberatan
Tugas yang dipikul adalah melaksanakan penagihan
tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber pendapatan
lainnya serta melayani permohonan keberatan dan penyelesainnya.
2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lainnya
Seksi ini bertugas mengumpulkan data sumber-sumber
penerimaan lain diluar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Bidang Anggaran
Bidang anggaran ini bertugas untuk membuat rencana anggaran
penerimaan pajak,retribusi, dan rencana pembelanjaan keperluaan
instansi penerimaan serta mengatur pengeluaran-pengeluaran dana yang
seksi yang merupakan satu kesatuan tim kerja, yaitu: 1) Seksi Anggaran
I; 2) Seksi Anggaran II.
g. Bidang Perbendaharaan
Bidang Perbendaharaan memegang peranan sebagai pemegang
dana dalam instansi, bidang perbendaharaan dibantu oleh dua kelompok
seksi, yaitu: 1) Seksi Perbendaharaan I; 2) Seksi Perbendaharaan II.
h. Bidang Akuntansi
Bidang Akuntansi mempunyai tugas sebagai pencatat segala
bentuk kegiatan pendanaan, yang kemudian dibuat laporan sebagai
pertanggung jawaban kepada Kepala Dinas. Bidang Akuntansi
membawahi seksi-seksi sebagai berikut: 1) Seksi Akuntansi I; 2) Seksi
Akuntansi II.
i. Bidang Aset
Bidang Aset bertugas untuk mecatat dan mengelola semua aset
yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta, membawahi:
1) Seksi Perncanaan Aset ini mempunyai tugas merncanakan dan
mengembangkan semua aset yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota
Surakarta sehingga dapat berguna bagi masyarakat dan pemerintah.
2) Seksi Pengelolaan Asetbertugas sebagai pelaksana rencana yang
telah dibuat oleh Seksi Perencanaan Aset dan juga sebagai
commit to user
j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
UPTD bertugas untuk memungut dan mengelola Pajak Retribusi
Daerah Kota Surakarta.
k. Kelompok Jabatan Fungsional.
Tugas Kelompok Jabatan Fungsional melaksanakan sebagian
tugas Kepala Dinas pada Cabang Dinas di Kecamatan.
5. Tata Kerja DPPKA
Dalam melaksakan tugasnya DPPKA Kotamadya II Surakarta
mendapatkan pembinaan teknis fungsional dan DPPKA Tingkat I Jawa
Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas menerapkan
prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi baik dalam
lingkungan DPPKA sesuai dengan bidang tugasnya. Kepala Sekertariat,
Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis
Dinas harus menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,
dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Kepala
Sekertariat, para Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung
jawab memberikan bimbingan/pembinaan kepada bawahannya serta
melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya menurut herarkis jabatan
masing-masing. Kepala Sekertariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan,
dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Bertanggung jawab kepada
Para Kepala Seksi pada DPPKA bertanggung jawab kepada Kepala
Bagian Sekertariat/Kepala Bagian yang membidanginya. Kepala Dinas,
Kepala Sekertaria, dan Kepala Seksi dilingkungan DPPKA Kotamadya Dati
II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubenur Kepala Daerah Tingkat
II Surakarta. Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan di
lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tinggkat II Surakarta Diangkat dan
diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta.
6. Visi dan Misi DPPKA
Visi DPPKA adalah menwujudkan peningkatan pendapatan daerah,
pengelolaan keuangan dan aset daerah yang optimal, efektif, efisien,
transparan serta akuntable, menuju kemandirian keuangan daerah untuk
mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Surakarata. Sedangkan Misi DPPKA adalah: 1) Meningkatkan dan
mengintensifkan pendapatan daerah secara optimal; 2) Meningkatkan
kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan dan aset daerah sesuai
dengan peraturan yang berlaku; 3) Mewujudkan pengelolaan keuangan
daerah yang efektif efisien serta akuntable dengan memperhatikan azas
kepatutan dan keadilan; 4) Meningkatkan pemberdayaan aset daerah secara
commit to user
B. Latar Belakang Masalah
Salah satu sumber penerimaan daerah diperoleh melalui Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pajak Daerah yang
diperoleh melalui pungutan-pungutan yang dikumpulkan dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah sendiri. Jenis-jenis pajak yang dapat dipungut oleh
Pemerintah Daerah, salah satunya adalah Pajak Reklame.
Pajak Reklame ini sangat potensial untuk meningkatkan Penerimaan
Daerah. Sehingga dalam penyelenggaraan pajak reklame, Pemerintah Daerah
harus melaksanakan sesuai dengan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan.
Penyelenggaraan pajak reklame tersebut, meliputi: pemberian izin reklame,
perhitungan besarnya pajak, sampai pemungutan terhadap pajak reklame
tersebut. Dalam pelaksanaan pajak reklame di daerah tentunya terdapat
permasalahan-permasalahan, demikian pula di Kota Surakarta terutama dalam
hal penataan reklame. Berbicara permasalahan penataan reklame di Kota
Surakarata memegang tidak pernah selesai. Meski kasus tersebut sudah sejak
dulu mencuat, namun hingga saat ini belum ditemukan titik terang. Bahkan
yang lebih negrinya lagi penataan reklame sudah tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah (PERDA) No. 5 tahun 1999 dan Surat Keputusan (SK)
Walikota Nomor 4 tahun 2001. Banyak kerancuan di antaranya di dalam
SK Walikota, pasal 22 ayat dua (2) yaitu izin reklame berlaku untuk waktu
proses lelang berlaku hingga tiga tahun. Hingga saat ini perda reklame belum
berjalan secara maksimal. Akibatnya penataan reklame di Kota Solo masih
semrawut. Karena masih banyaknya reklame yang dipasang saling tumpang
tindih tanpa mengacu pada aturan yang ada. Pemda mencatat banyak reklame
dan baliho menjamur tanpa proses lelang. Saat ada titik reklame yang
dilelangkan, tiba-tiba banyak reklame-reklame disekitar lokasi tersebut yang
dibangun dengan bebas. Biro iklan yang telah memenangkan lelang titik
reklame jadi tidak bisa menjual lokasi tersebut. Sehingga perlu ada ketegasan
dalam aturan yang ada, termasuk penetapan angka pokok lelang yang saat ini
sudah dirasakan terlampau tinggi.
Isu solusi penangangan kesemrawutan pemasangan reklame yang
saling tumpang tindih di Surakarta adalah dengan pemasangan sarana
promosi melalui videotron. Videotron adalah reklame yang berbentuk video
yang disiapkan sebagai pengganti reklame-reklame yang saat ini terpasang di
Surakarta. Hal ini dilakukan untuk meringkas reklame-reklame besar yang
penataannya masih semrawut. Penataan titik-titik reklame di Surakarta
nantinya akan dibagi menjadi tiga zona atau kawasan, yaitu kawasan reklame,
kawasan reklame terbatas, dan kawasan bebas reklame. Disamping itu ada
zona atau kawasan yang nanti akan steril dari reklame yaitu di Jalan
Sudirman. Sedangkan kawasan reklame terbatas adalah sepanjang jalan
protokol Brig. Jend. Slamet Riyadi dan kedepan untuk penataan reklame di
commit to user
dibangun untuk menggantikan reklame-reklame besar yang penataannya saat
ini masih terkesan semrawut.
Videotron merupakan benda raksasa atau perangkat keras teknologi
elektronika yang berfungsi sebagai media informasi yang mampu mendukung
percepatan dan meningkatkan kualitas informasi. Dalam era sekarang ini
informasi menjadi semacam kebutuhan hakiki bagi manusia. Videotron
sebagai media audio visual sangat efektif untuk penyebarluasan informasi.
Karena kelebihan inilah maka videotron dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
atau pihak swasta untuk menunjang program-program pembangunan maupun
pengembangan usaha bagi masyarakat pengunanya atau produsen. Videotron
merupakan media yang cocok untuk produk komsumsi masal. Saat ini media
videotron di Surakarta sebagai media audio visual untuk penyebarluasan
informasi sudah terpasang di kawasan Manahan (jalan Adi Sucipto). Terkait
dengan pemungutan pajak reklame dengan media videotron, maka pertanyaan
mendasar adalah mekanisme bagaimana tata cara pelaksanaan lelang titik
reklame dalam bentuk videotron di Kota Surakarta; dan bagaimana cara
perhitungan besarnya pajak reklame dalam bentuk videotron di Kota
Surakarta; bagaimana tata cara pemungutan pajak reklame dengan media
videotron di Kota Surakarta; serta Bagaimana opini pemasangan videotron di
jalan protokol Brig. Jend. Slamet Riyadi terhadap Wajib Pajak dan
Pemerintah Daerah Surakarta dengan adanya rencana tersebut. Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk memilih judul tugas
PAJAK REKLAME dengan MEDIA VIDEOTRON di KOTA
SURAKARTA ”.
C. Perumusan Masalah
Salah satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pajak Daerah yang
diperoleh melalui pungutan-pungutan yang dikumpulkan dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah sendiri, salah satunya adalah Pajak Reklame. Pemda
mencatat banyak reklame dan baliho menjamur tanpa proses lelang.
Sehingga perlu ada ketegasan dalam aturan yang ada, termasuk penetapan
angka pokok lelang yang saat ini sudah dirasakan terlampau tinggi. Serta
kesemrawutan pemasangan reklame yang saling tumpang tindih. Sehingga
perlu disiapkan solusi pengganti yaitu dengan pemasangan sarana promosi
dengan videotron. Hal ini dilakukan untuk meringkas reklame-reklame besar
yang penataannya masih semrawut di Surakarta. Penataan titik-titik reklame
di Surakarta nantinya akan dibagi menjadi tiga zona atau kawasan, yaitu
kawasan reklame, kawasan reklame terbatas, dan kawasan bebas reklame.
Disamping itu ada zona atau kawasan yang nanti akan steril dari reklame
yaitu di Jalan Sudirman. Sedangkan kawasan reklame terbatas adalah
sepanjang jalan protokol Brig. Jend. Slamet Riyadi dan kedepan untuk
penataan reklame di jalan protokol Brig. Jend. Slamet Riyadi akan dibangun
Videotron. Media ini dibangun untuk menggantikan reklame-reklame besar
commit to user
di Surakarta sebagai media audio visual untuk penyebarluasan informasi
sudah terpasang di kawasan Manahan (jalan Adi Sucipto).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk visualisasi dan penataan reklame sebagai sarana
promosi dalam bentuk videotron?
2. Bagaimana tata cara pelaksanaan lelang titik reklame dalam bentuk
videotron di Kota Surakarta?
3. Bagaimana cara perhitungan besarnya pajak reklame dalam bentuk
videotron di Kota Surakarta?
4. Bagaimana tata cara pemungutan pajak reklame dengan media videotron
di Kota Surakarta?
5. Bagaimana opini pemasangan videotron di jalan protokol Brig. Jend.
Slamet Riyadi terhadap Wajib Pajak dan Pemerintah Daerah Surakarta
dengan adanya rencana tersebut?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan, sebagai berikut:
1. Bentuk visualisasi dan penataan reklame sebagai sarana promosi dalam
bentuk videotron.
2. Tata cara pelaksanaan lelang titik reklame dalam bentuk videotron di Kota
3. Cara perhitungan besarnya pajak reklame dalam bentuk videotron di Kota
Surakarta.
4. Tata cara pemungutan pajak reklame dengan media videotron di Kota
Surakarta.
5. Opini pemasangan videotron di jalan protokol Brig. Jend. Slamet Riyadi
terhadap Wajib Pajak dan Pemerintah Daerah Surakarta dengan adanya
rencana tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Dinas Pendapatan Kota Surakarta
Dapat mengetahui kelemahan sistem yang telah ada sebagai
bahan masukan dan dapat memberikan ide-ide baru guna membantu dan
menciptakan efisiensi dalam penataan reklame yang lebih baik.
2. Bagi Penulis
Sebagai tambahan wawasan serta pengetahuan tentang
pengelolaan Pajak Reklame dan perbandingan terapan ilmu di bidang
perpajakan yang telah di peroleh selama dalam proses perkuliahan
dengan keadaan yang sesungguhnya terjadi di lapangan mengenai Pajak
Reklame.
3. Bagi Pihak Lain
commit to user
informasi dan referensi, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dan
menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Obyek penelitian
Obyek penelitian Tugas Akhir adalah pajak reklame di jalan
protokol Brig. Jend Slamet Riyadi Surakarta. Sesuai dengan Keputusan
Walikota Surakarta Nomor 4 Tahun 2001 tentang pedoman pelaksanaan
reklame BAB I Ketentuan Umum Pasal 1.b (h: 58), pajak reklame
dikenakan atas semua penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda,
alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak
ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan dan memujikan suatu barang, jasa ataupun untuk menarik
perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan
atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat
umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Sesuai dengan
Keputusan Walikota Surakarta Nomor 4 Tahun 2001 tentang pedoman
pelaksanaan reklame pasal 22 ayat dua (2) yaitu izin reklame berlaku
untuk waktu tertentu selama-lamanya satu tahun.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) Kota Surakarta yang terletak di
666911, Fax. (0271) 646631, 642038 Kode Pos 57111. Pemilihan lokasi
penelitian Tugas Akhir ini berdasarkan pada alasan, sebagai berikut:
a. Titik lokasi pajak reklame di jalan Brig. Jend. Slamet Riyadi
memiliki potensi yang tinggi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan.
b. Titik lokasi pajak reklame di jalan Brig. Jend. Slamet Riyadi
merupakan aset Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surakarta.
c. Titik lokasi pajak reklame di jalan Brig. Jend. Slamet Riyadi ini
merupakan daerah pusat perekonomian yang memiliki tingkat
kemajuan cukup pesat dalam hal penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Surakarta.
d. Terkait dengan akan dibangunnya videotron di jalan protokol Brig.
Jend. Slamet Riyadi sebagai zona atau kawasan reklame terbatas
merupakan permasalahan pokok dalam pengambilan Tugas akhir.
3. Sumber Data
a. Data Primer yang digunakan adalah data yang diperoleh langsung
dari obyek yang diteliti berupa data-data tentang
permasalahan-permasalahan penangangan kesemrawutan pemasangan reklame
yang saling tumpang tindih di jalan protokol Brig. Jend. Slamet
Riyadi. Pemasangan sarana promosi dengan videotron. Videotron
adalah reklame yang berbentuk video yang disiapkan sebagai
commit to user
reklame-reklame yang besar yang penataannya masih semrawut
dijalan slamet riyadi karena jalan protokol tersebut akan ditetapkan
sebagai zona atau kawasan reklame terbatas.
b. Data Sekunder yang digunakan berupa data dokumentasi yaitu data
yang diperoleh dari buku-buku, literatur, makalah-makalah, majalah,
undang-undang pajak, surat keputusan, dan data lain yang terkait
dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data sekunder ini bersifat
melengkapi data primer dan juga digunakan sebagai landasan teori
untuk memecahkan masalah dalam penelitian Tugas Akhir yang
akan dilakukan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian Tugas Akhir yang
akan dilakukan ini menggunakan beberapa metode, sebagai berikut:
a. Metode Wawancara
Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara secara langsung dengan informan untuk memperoleh
data yang diperlukan mengenai Pajak Reklame. Informan dalam
penelitian yang akan dilakukan ini yaitu Drs. AG. Agung Hendratno,
M.Si selakuKepala Bidang Pendaftaran, Pendataan dan
Dokumentasi; Puguhno Mersiyanto, SE., MM selaku Kasi
Pendaftaran dan Pendataan; Sumitro,S.SOS selaku Staf seksi
Pendaftaran dan Pendataan di Dinas Pendapatan Pengelolaan
b. Metode Observasi
Observasi adalah kegiatan mengumpulkan dan mencari data
secara langsung terjun ke lapangan untuk mengamati bagaimana
pelaksanaan pemungutan Pajak Reklame di Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta serta pengamatan di
titik-titik lokasi penataan reklame di jalan protokol Brid Jend Slamet
Riyadi Surakarta.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu cara pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari
buku-buku, majalah, surat kabar, Undang-undang Peraturan
Pemerintah, Peraturan Pemerintah dan sumber-sumber lain yang
dianggap penting dan berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini.
5. Teknik Analisis Data
Teknis Analisis Data adalah suatu teknik menyeleksi,
mengorganisasikan dan menganalisis data sehingga menghasilkan data
yang obyektif. Dalam penarikan kesimpulan atau verifikasi dari hasil
penelitian setelah memandang data yang tersaji cukup memungkinkan
untuk ditarik kesimpulan. Proses analisis model interaktif dimulai dari
pengumpulan data dan penyajian data, pada saat pengumpulan data
berakhir maka untuk menarik kesimpulan dilakukan penarikan direduksi
commit to user
kurang mendukung maka pengumpulan data harus dilakukan kembali
commit to user
BAB II
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 25 Tahun 1999 yaitu sumber keuangan daerah yang digali
dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dalam rangka
kelancaran pembangunan daerah maka dibentuk daerah otonomi di
tingkat kabupaten dan kota agar dapat dilaksanakan pembangunan sesuai
kemampuan dan pemberdayaan daerah. Pembiayaan belanja
pembangunan juga tergantung pada sumber Pendapatan Asli Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan di daerah,
penerimaannya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (pajak, retribusi,
hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah). Pemerintah daerah
melakukan upaya maksimal dalam pengumpulan pajak dan retribusi
daerah. Besarnya penerimaan daerah dari sektor Pendapatan Asli Daerah
(PAD) akan sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan
commit to user
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat sesuai dengan harapan yang
di inginkan dalam otonomi daerah.
2. Pajak
2.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajakmenurut pendapat beberapa ahli, antara lain:1)
Usman dan K. Subroto(Usman dan Subroto, 1980 : 46), “Pajak diartikan
sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan
pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung
diberikan pada pembayaran sedangkan pelaksanaannya dimana perlu
dapat dipaksakan”; 2) Rochmad Soemitro(Soemitro dalam Mardiasmo,
2003:1), menyatakan: “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat cara
timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditujukan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.
Menurut Undang–undang No. 18 Tahun 1987, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah. Maka yang dimaksud dengan pajak daerah
adalah “Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan daerah”. Bentuk
pajak daerah antara lain: Pajak Reklame, Pajak Hotel, Pajak Restauran,
Pajak Penerangan Jalan, Pajak Hiburan, Pajak Pengambilan Galian
Golongan C.
Berdasarkan pendapat para ahli dan Undang-undang tersebut
diatas dapat disimpulkan, bahwa pajak adalah iuran atau pungutan yang
digunakan oleh suatu badan yang bersifat umum (negara) untuk
memasukkan uang ke dalam kas negara dalam menutupi segala
pengeluaran yang telah dilakukan di mana pemungutannya dapat
dipaksakan oleh kekuatan publik.
2.2 Fungsi pajak
Dalam pembuatan peraturan pajak daerah, harus didasarkan pada
pemungutan pajak secara umum yaitu demi meningkatkan kesejahteraan
umum. Untuk meningkatkan kesejahtaraan umum tidak hanya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara saja, tetapi juga
harus mempunyai sifat mengatur untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat. Pemasukan uang demi meningkatkan kesejahtaraan umum
perlu ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berasaskan dan
dilaksanakan menurut norma-norma yang berlaku. Fungsi pajak menurut
Mardiasmo (2003:1) dibagi menjadi dua yaitu 1) Fungsi budgetair, dalam
fungsi budgetair ini pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan
commit to user
baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme
pemerintahan maupun pengeluaran untuk membiayai pembangunan; dan
2) Fungsi mengatur, pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak
memberikan dorongan kepada pengusahan untuk memperbesar
produksinya, dapat juga memberikan keringanan atau pembesaran pajak
pada para penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan
menyalurkannya, antara lain ke sektor produktif. Dengan adanya industri
baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih bayak, sehingga
pengangguran berkurang dan pemerataan pendapatan akan dapat
terlaksana untuk mencapai keadilan sosial ekonomi dalam masyarakat.
2.3 Sistem Pemungutan Pajak
Waluyo (2007:17) mengemukakan bahwa ada beberapa sistem
pemungutan pajak, yaitu: a) Official Assessment System. Wewenang
pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya
utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP), yang merupakan bukti timbulnya suatu utang
pajak. Wajib Pajak pasif menunggu ketetapan fiskal mengenai utang
pajaknya; b) SemiSelf Assessment System.Suatu sistem pemungutan pajak
dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus.
Mekanisme pelaksanaan dalam system ini berdasarkan suatu anggapan
bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya pajak
System. Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada
pihak ketiga, dan bukan oleh fiskus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri.
2.4 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi beberapa persyaratan.
Persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan), bahwa dalam
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing wajib pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis), hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
c. Tidak menggangu perekonomian (syarat ekonomi), pemungutan
pajak tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efesien (syarat financial), sesuai dengan
fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pungutan.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana, dengan adanya
commit to user
2.5 Pengelompokan Pajak
Ilyas (2001:17) menggolongkan jenis-jenis pajak menjadi 3 (tiga)
golongan, yaitu:
a. Pengelompokan pajak menurut sifatnya terdiri dari:
1) Pajak Langsung yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain, contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contoh: Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Pengelompokan pajak menurut sasaran/objeknya terdiri dari:
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang
berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak, contoh: Pajak
Penghasilan.
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri
Wajib Pajak, contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
c. Pengelompokan Pajak menurut lembaga pemungut terdiri dari:
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara,
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan
Bermotor, dan b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel,
Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Parkir.
2.6 Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan Pemungutan Pajak menurut terdiri dari dua
perlawanan, yaitu: a). Perlawanan Pasif, masyarakat enggan (pasif)
membayar pajak disebabkan antara lain: 1. Perkembangan intelektuel dan
moral masyarakat, 2. Sistem Perpajakan yang mungkin sulit dipahami
masyarakat; 3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan
dengan baik; b). Perlawanan aktif, meliputi semua usaha dan perbuatan
yang secara secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak.
2.7 Tarif Pajak
Tarif pajak ada empat macam yang terdiri dari: a) Tarif
Sebanding atau Proporsional, yaitu tarif yang berupa presentase yang
tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya
pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai
pajak. Contoh: Pajak Reklame sebesar 25% dari NJOP; b) Tarif Tetap,
yaitu tarif yang berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapa jumlah
commit to user
nomiunal berapapun adalah Rp 6000,00; c) Tarif Progresif, yaitu
presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai
pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 Undang-Undang Pajak
Penghasilan; d) Tarif Degresif, yaitu presentase tarif yang digunakan
semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
3. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli
Daerah disamping Retribusi Daerah. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan. Menurut
Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada Pemerintah Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang hasilnya digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan
daerah. Berdasarkan kriteria di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
Pajak Daerah adalah pajak yang ditetapkan dan dipungut di wilayah
daerah dan ada bagi hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
3.1 Ciri-Ciri Pajak Daerah.
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip Pajak Daerah maka
perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang
dimaksud sebagai berikut: a) Pajak Daerah secara ekonomis dapat
dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar
dibandingkan ongkos pemungutannya; b) Relatif stabil, artinya
penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif terlalu besar, kadang-kadang
meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam; c) Tax
base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit)
dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).
3.2 Ketentuan Pungutan Pajak daerah dan Retribusi Daerah
Pengaturan kewenangan pengenaan pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah di Indonesia telah diatur sejak lama, terutama sejak
tahun 1997 dengan dikeluarkannya UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Namun dalam perkembangannya UU No.
18 Tahun 1997 dianggap kurang memberikan peluang kepada Daerah
untuk mengadakan pungutan baru. Walaupun dalam UU tersebut
sebenarnya memberikan kewenangan kepada daerah, namun harus
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Pada waktu UU No. 18
Tahun 1997 berlaku belum ada satupun daerah yang mengusulkan
pungutan baru karena dianggap hal tersebut sulit dilakukan.
commit to user
pusat juga dianggap telah mengurangi Otonomi Daerah. Seiring dengan
keluarnya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, maka UU No. 18
Tahun 1997 menjadi UU No. 34 Tahun 2000, diharapkan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah akan menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah
yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah. Dalam UU No. 34 Tahun 2000 pasal 2 ayat 2 dan
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi daerah menjelaskan jenis-jenis Pajak Daerah yang dapat
dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota.
Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk pajak ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, namun tidak boleh lebih tinggi dari tarif
maksimum yang telah ditentukan dalam UU tersebut. Dasar pengenaan
tarif Pajak Daerah ada dalam UU No. 34/2000 Pasal 3 ayat (1). Berikut
jenis Pajak Daerah beserta tarif maksimal yang dapat dipungut oleh
Pemerintah Daerah :
1. Jenis Pajak Propinsi
Jenis pajak prosinsi terdiri atas, berikut: a) Pajak Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen); b) Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air 10% (sepuluh persen); c)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen); d) Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah 20% (dua puluh
Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi
daerah Kabupaten atau Kota di Wilayah Provinsi yang bersangkutan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada daerah Kabupaten
atau Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen);
b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota peling sedikit
70% (tujuh puluh persen);
c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten
atau Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
2. Jenis Pajak Kabupaten atau Kota
Dalam pengelolaan pemungutan pajak daerah berpedoman pada
peraturan perundang-undangan. Menurut Undang-undang No. 34 Tahun
2000 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, menyebutkan jenis-jenis
pajak daerah terdiri dari: a) Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); b) Pajak
Restoran 10% (sepuluh persen); c) Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima
persen); d) Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen); e) Pajak
Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen); f) Pajak Pengambilan Bahan
Galian Golongan C 20% (dua puluh persen).Pengertian dari masing-masing
commit to user
a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah
bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat
menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau
fasilitas lain dengan dipungut termasuk bangunan lainya yang
menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama, kecuali untuk
pertokoan dan perkantoran.
b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan makanan. Restoran
adalah tempat menyantap makanan dan atau minimal yang
disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga
atau catering.
c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis pertunjukan, permainan, ketangkasan, dan
atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton
atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak
termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga.
d. Pajak Reklame ada dua pengenaan pajak reklame yaitu sebagai
beikut: 1) pajak atas penyenggaraan reklame. Reklame
merupakan benda, alat perbuatan, atau media yang menurut
bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,
dipergunaan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
memuji suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari
perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang
suatu tempat umum kecuali yang perlukan oleh pemerintah. 2)
Pajak Reklame tempat reklame adalah tempat reklame diluar
badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik
yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaran bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran.
e. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga
listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut
tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh
pemerintah daerah.
f. Pajak Pengambilan dan pengolahan bahan galian Golongan C
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut
retribusi. Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undang-undang No.
34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Seperti dengan
pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah. Retribusi
dipungut dengan menggunakan surat keterangan retribusi daerah atau
commit to user
Berdasarkan hal tersebut diatas maka seharusnya masyarakat
menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan retribusi adalah untuk
pembangunan daerah dan untuk lebih menegakkan kemandirian dalam
pembiayaan pembangunan daerah, sebab kemungkinan pada dasarnya
akan lebih menjamin ketahanan daerah khususnya ketahanan dibidang
ekonomi.
Kesadaran yang tinggi dalam melakukan pembayaran pajak akan
menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknya apabila
masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan
berkurang, dengan sedirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula
penerimaan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajak
daerah seluruhnya untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk
melaksanakan pembangunan daerah.
4. Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk
dan corak ragamnya untuk tujuan komersial. Dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau
orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa
atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau
didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh
4.1 Pengertian Pajak Reklame
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 tahun
2001 tentang Pajak Daerah, Pajak Reklame adalah pungutan daerah atas
penyelenggaraan reklame. Sedangkan pengertian dari reklame adalah
benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan
corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk
memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau
orang untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau
orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar
dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
4.2 Objek dan subjek Pajak Reklame
Objek pajak reklame di sini adalah semua penyelenggaraan
reklame.Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan atau melakukan pemasangan Reklame.Sementara itu,
yang dimaksud Wajib Pajak Reklame adalah Orang Pribadi atau Badan
yang menyelenggarakan Reklame yang mempunyai kewajiban untuk
membayar pajak tersebut.
4.3 Jenis-Jenis Pajak Reklame
Sebagaimana dimaksud pada Peraturan daerah No.4 Tahun 2001
tentang pajak reklame, jenis-jenis pajak reklame terdiri atas sembilan
commit to user
a. Reklame Papan atau Bilboard
Reklame papan atau billboard adalah reklame yang
diselenggarakan dengan menggunakan bahan kayu, plastik, fibre
glass, mika, plastik kaca, batu, logam, alat penyinar atau bahan lain
yang berbentuk lampu pijar atau antara lain yang bersinar yang
dipasang pada tempat yang disediakan berdiri sendiri atau dengan
cara digantungkan atau ditempelkan.
b. Reklame Kain
Reklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahan kain, dan atau bahan lain yang sejenis dengan
itu. Reklame kain contohnya adalah umbul-umbul, reklame jenis ini
sering digunakan pada acara-acara insidentiil, atau acara-acara
tertentu saja.
c. Reklame Melekat atau Stiker
Reklame Melekat atau Stiker adalah reklame yang berbentuk
lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara diberikan atau dapat
diminta untuk ditempelkan, dipasang, pada suatu benda milik pribadi
atau prasarana umum.
d. Reklame Selebaran
Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk selebaran
lepas diselenggarakan dengan cara diberikan atau dapat diminta
dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang,
g. Reklame Berjalan
Reklame berjalan adalah reklame yang berpindah dari lokasi
satu atau ke lokasi lain dengan suara atau tidak dengan suara.
Reklame pada bis yang berjalan dengan iklan ban mobil, jamu
tradisional dan mie instans adalah contoh reklame berjalan.
f. Reklame Kendaraan
Reklame kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau
ditempelkan pada kendaraan yang digerakkan oleh tenaga mekanik,
tenaga lain yang perusahaan dan perwakilannya berdomosili di
wilayah daaerah. Reklame jenis ini hampir sama dengan reklame
berjalan bisa kita lihat pada mobil-mobil suatu perusahaan.
g. Reklame Udara
Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan gas, pesawat, atau alat lain yang sejenis. Reklame ini
digunakan pada saat insidentiil saja misalnya launching produk.
h. Reklame Suara
Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan
menggunakan kata-kata yang diucapkan dengan atau yang
ditimbulkan dari atau oleh penggunaan alat atau pesawat apapun,
reklame jenis ini jarang sekali digunakan tetapi bukan berarti tidak
pernah, karena dirasa kurang efektif untuk berpromosi menurut
commit to user
i. Reklame peragaan
Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan
dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai
suara.
4.4 Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Reklame
Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Reklamemenurut Peraturan
Daerah Kota Surakarta No 4 Tahun 2001 tentang Dasar Pengenaan dan
Tarif Pajak adalah sebagai berikut :
a. Memperhitungkan dengan memperhatikan kawasan/zona
penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan dan ukuran media
reklame.
b. Reklame yang diselenggarakan orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka nilai sewa
reklame dihitung berdasarkan besarnya biaya pemasangan,
pemeliharaan, lama pemasangan, nilai strategis lokasi reklame, jenis
reklame, ketinggian pemasangan dan ukuran media.
c. Reklame yang diselenggarakan pihak ketiga, maka nilai sewa
reklame ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk suatu
masa penyelenggaraan reklame dengan memperhatikan biaya
pemasangan, pemeliharaan, waktu, nilai strategis lokasi reklame,
4.5 TataPenetapan Pajak Reklame
Terdapat beberapa tahapan dalam Tata cara penetapan pajak
reklame, sebagai berikut :
1) Langkah pertama wajib pajak akan diberikan Surat Pemberitahuan
Terutang Pajak Daerah (SPTPD) setelah wajib pajak
menyelenggarakan/atau mendirikan reklame. Wajib pajak yang
belum membayar pajak reklame akan ditetapkan sebagai pajak
terutang. Kemudian Pemerintah Daerah akan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) kepada wajib pajak tersebut. Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) adalah surat keputusan yang
menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;
2) Selanjutnya, apabila SKPD tidak dibayar atau kurang bayar setelah
lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD diterima akan
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dan
ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi
administrasi berupa bunga dan denda.
3) Jika surat-surat tersebut (pada nomor 1 dan 2) tidak dipenuhi atau
tidak dihiraukan oleh wajib pajak, maka Wali Kota dapat
menerbitkan:1)Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB). SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan
commit to user
dan jumlah yang masih harus dibayar; 2)Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). SKPDKBT adalah
surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
ditetapkan; 3) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN).
SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang
terutang sama besarnya dengan kredit pajak, atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak.
4.6 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Reklame
Tata cara pembayaran dan penagihan pajak reklame menurut
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2001 Pasal 26 sampai
pasal 31 adalah :
1. Pembayaran Pajak Reklame ini dilakukan di kas daerah atau tempat
lain yang ditunjuk oleh Wali Kota sesuai waktu yang ditentukan
dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Wali Kota
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Angsuran pembayaran
pajak harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan
dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum
dibayar atau kurang bayar.
2. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban untuk membayar
reklame, maka petugas berhak melakukan penagihan. Adapun
langkah-langkah dalam penagihan adalah sebagai berikut:a) Wali
Kota akan menerbitkan Surat Teguran kepada wajib pajak yang tidak
memenuhi kewajibanya setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh
termpo pembayaran; b) Wali Kota akan menerbitkan Surat Paksa
kepada wajib pajak, apabila setelah 21 (dua puluh satu) hari setelah
tanggal Surat Teguran Wajib Pajak tidak melunasi pajak
terutanganya; c) Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi
dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan
Surat Paksa, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah
melaksanakan penyitaan; d) Setelah dilakukan penyitaan, Wajib
Pajak belum juga melunasi hutang pajaknya setelah lewat 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melakukan
penyitaan, Wali Kota mengajukan permintaan penetapan tanggal
pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
B. PEMBAHASAN
1. Bentuk Visualisasi dan Penataan Reklame sebagai Sarana Promosi
dalam Bentuk Videotron
a. Bentuk Visualisasi Videotron sebagai Sarana Promosi
Menurut Bedjo Sukarno (2011: 4) disebutkan bahwa, Videotron
commit to user
dan meningkatkan kualitas informasi. Pada era sekarang ini informasi
menjadi semacam kebutuhan hakiki bagi manusia dan mampu
menempatkan diri bagaikan primadona dan menjadi komoditas yang
sangat potensial untuk memperoleh keuntungan ideal maupun materil.
Informasi yang bersumber dari manusia dan atau peristiwa dapat diolah
atau diproduksi menjadi karya artistik, proses produksi menjadi
pendekatan artistik yang menguntungkan keindahan.