• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Harian Umum Bandung Ekspres

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik Pada Wartawan Harian Umum Bandung Ekspres"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh: SURYA FAJAR

NIM. 41805822

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G

(2)

iv

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PASAL 1 KODE ETIK JURNALISTIK PADA

WARTAWAN HARIAN UMUM BANDUNG EKSPRES

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui bagaimana implementasi pasal 1 kode etik jurnalistik pada wartawan Harian Umum Bandung Ekspres. Untuk mengukur focus penelitian masalah diatas, maka peneliti mengangkat sub focus Indenpendensi, Objektivitas, dan keseimbangan untuk mengukur focus penelitian.

Tipe penelitian adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Subyek pada penelitian adalah Wartawan Harian Umum Bandung Ekspres. informan diambil dengan teknik purposive sampling sehingga informan berjumlah tiga orang dan key informan dua orang dan data diperoleh melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, observasi dan internet serching. Teknik analisa data adalah: pertama pengumpulan data, kedua klasifikasi data, ketiga analisis data, proses akhir analisis data.

Hasil penelitian adalah, 1)Indenpendensi wartawan Harian Umum Bandung Ekspres telah berjalan dengan baik dan benar karena selama melakukan tugas jurnalisnya wartawan tidak pernah mendapatkan intervensi dari pihak manapun. 2)Objektivitas pemberitaan yang dilakukan oleh wartawan pun sudah sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik dengan mengedepankan unsur 5W+1H tanpa memasukkan opini pribadi dalam tulisan beritanya. 3)Keseimbangan pemberitaan juga selalu menggunakan dua narasumber sebagai syarat kefalidan data dalam pemberitaan.

Kesimpulan penelitian adala implementasi pasal 1 kode etik jurnalistik pada wartawan Harian Umum Bandung Ekspres telah berjalan dengan baik dan benar karena sanksi yang diberikan sangat tegas kepada wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya.

(3)

v By : SURYA FAJAR

NIM 41805822

This thesis under the guidance of: Desayu Eka Surya S.Sos., M.Si

Research objectives are as follows: To find out how the implementation of article 1 of the journalistic code of ethics in Bandung Daily Express journalist. To measure the focus of the research problem above, the researchers raised the sub focus Indenpendensi, objectivity, and balance to measure the focus of research. This type of qualitative research is descriptive method. Subjects in the study are Common Bandung Daily Reporter Ekspres.informan taken with a purposive sampling technique so that the informants were three men and two key informants and the data obtained through in-depth interviews, library research, observation and internet serching. Data analysis techniques are: first data collection, both data classification, three data analysis, the final data analysis.

The results are, 1) Indenpendensi Bandung Daily Express reporter has gone well and correctly perform the task of the journalist as long as journalists never get intervention from any party. 2) Objectivity reporting done by journalists who had been in accordance with the rules of language with the advanced elements of journalism 5W +1 H without entering a personal opinion in news writing. 3) The balance of coverage is also always use two sources as a condition of validity of the data.

Conclusion of research is the implementation of article 1 of journalistic ethics in Bandung Daily Express reporter has gone well and correctly because of the sanctions given very firm, told reporters that violate journalistic ethics in carrying out their duties.

(4)

vi

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi guna menyelesaikan pendidikan sarjana.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengalami kesulitan serta

hambatan baik itu hambatan teknis maupun hambatan non teknis. Namun berkat izin Allah SWT, usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang

peneliti terima secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan harapan.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Saudara dan keluarga yang telah memberikan semangat, doa, motivasi serta bantuan moril dan materil sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini. Peneliti juga ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku

Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik, atas izinnya melakukan penelitian.

2. Yang terhormat Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., selaku Ketua Program Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pengesahan untuk melaksanakan sidang skripsi dan sekaligus dosen wali peneliti, atas

(5)

vii

4. Yang terhormat Ibu Desayu Eka Surya S.Sos., M.Si selaku pembimbing penelitian, atas bimbingan nasehat serta motivasinya selama penelitian.

5. Yang terhormat Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unikom, atas bimbingan, nasehat serta motivasinya selama

peneliti menuntut ilmu di universitas.

6. Yang terhormat Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi Astri

Ikawati A.Md.Kom dan R.R Sri Intan S.ikom, atas semua bantuannya. 7. Rekan-rekan mahasiswa UNIKOM angkatan 2006 Program Ilmu

Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik dan Humas yang sudah membantu

peneliti dalam melakukan penulisan skripsi ini.

8. Rekan-rekan badminton yang selalu memberi semangat kepada peneliti untuk selalu semangat.

9. Keluarga besar Sumedang Motor mama Ageng, Apa, A nanang, Bang Nova, teh Iya, bu Nina, pa Anwar yang selalu membantu selama saya

di Bandung dan terimakasih atas saran dan nasehatnya.

10.Terima kasih Herawati yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti untuk selalu semangat dan jangan pernah

(6)

viii

Peneliti menyadari skripsi ini masih memerlukan penyempurnaan dari

berbagai aspek, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi yang telah peneliti buat.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam melakukan kegiatan pembuatan skripsi ini dan semoga semua ini menjadi rahmat serta manfaat dari Allah SWT kepada kita

semua.

Bandung, Juli 2011

(7)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Norma etika bersifat pada ketaatan, dan penegakannya pada hati nurani manusia (wartawan) yang melaksanakannya. Di bidang jurnalistik pemberitaan yang bersifat penyebaran kabar bohong, fitnah, pelanggaran privasi, asas praduga

tidak bersalah, plagiat dan lain-lain, bisa masuk pada kategori pelanggaran baik etika maupun hukum. Pelanggaran etika yang sifatnya tidak fatal lazimnya

diselesaikan dengan peryataan ralat atau permintaan maaf, wartawan yang melanggar etika akan diperingatkan, dikenai sanksi atau skorsing. Media atau wartawan yang sering melanggar etika pada akhirnya akan mendapat sanksi moral

atau sosial, seperti konsumen tidak berminat membeli, karena meragukan kredibilitas media atau wartawan itu. Namun, pelanggaran etika yang berat,

bersifat merugikan dan berakibat fatal, bisa berimplikasi pada ancaman hukuman.

Agar mampu berperan, seperti diamanatkan undang-undang, maka pers dituntut memiliki sumberdaya manusia yang berkemampuan, berpengetahuan, dan beretika. Permasalahannya adalah bagaimana mungkin pers bisa menerapkan fungsinya dengan baik jika sebagian besar perusahaan pers justru tidak tertib dan mengabaikan kaidah-kaidah jurnalisme (Dewan Pers, 2004:12).

Banyak perusahaan pers yang berdiri dengan sumber daya seadanya, yang sesungguhnya tidak layak untuk disebut sebagai perusahaan/ lembaga pers yang

(8)

2

wartawan yang memenuhi syarat dan mampu membangun sumberdaya wartawan

yang profesional.

Menurut data serikat penerbit surat kabar (SPS) tahun 2006, dari 695 media cetak hanya sekitar 30 persen yang bisa dikategorikan sehat dan berkembang secara bisnis (Leo Batubara, Leo Batubara.blogspot.com). Sedangkan

berdasarkan profesionalitas manajemen pengelolaan dan produk jurnalistiknya, Pers cetak di Indonesia bisa dikatagorikan dalam “lima kelas”. Bahkan media

mainstream (perusahaan pers yang baik dan sehat) di Indonesia dinilai baru masuk kategori kelas dua dan ketiga, belum ideal, namun manajemen internalnya

memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri.

Menjamurnya media cetak baru lima tahun terakhir, masuk pada kategori kelas keempat dan kelima. Pers pinggiran ini biasanya dikelola secara

sembarangan dengan modal seadanya. Media semacam ini biasanya mengalami kesulitan untuk meningkatkan sumberdaya wartawannya agar menjadi

profesional, dan tidak merasa perlu memperbaiki kualitas jurnalistiknya atau menaati etika.

Pers sering dianggap tidak mengindahkan kode etik jurnalistik,

mengabaikan prinsip keseimbangan dan keakuratan, dan cenderung mengembangkan sajian konflik, kekerasan, dan pornografi. Salah satu pandangan

(9)

provokatif, iklan yang menyesatkan, serta wartawan yang tidak profesional (bodrek).

Banyak media massa yang melakukan penyimpangan dalam melakukan tugas jurnalistik. Ada beberapa media yang berani menyiarkan berita tidak

berdasarkan fakta atau bertentangan dengan kaidah hukum, yang dapat memunculkan berita bohong mengandung fitnah dan hasutan. Ada pula media massa yang berani memunculkan pemberitaan “jurnalisme berselera rendah” yaitu

mengemas berita gossip, sensasi, konflik, dan seks menjadi berita “yang asal laku

dijual” tanpa memedulikan etika, dampak negatifnya, dan tentu saja tanpa

mengikuti kode etik jurnalistik. Untuk itulah maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme wartawan secara teknis dan meletakkan nilai tersebut di atas landasan etos pers jurnalistik yang utuh.

Sejarah menunjukkan, pers yang dibangun di atas pilar profesionalisme, lambat atau cepat selalu mendapat tempat di hati masyarakat, melahirkan

kebanggan, kecintaan, dan kehormatan bagi siapa pun para pelaku yang terlibat di dalamnya, menjadi sumber andalan ekonomi dan masa depan kehidupan keluarga, serta senantiasa tunduk kepada kaidah serta pendekatan manajemen modern.

Sejak jaman Presiden Habibie, kebebasan pers dibuka, sayangnya kalangan pers Indonesia belum siap menikmati kebebasan itu sehingga terjadilah

kebablasan. Pers Indonesia belum siap mental dan profesionalisme.

Kebebasan pers, yang merupakan bagian dari kebebasan berekpresi saat ini sudah jauh lebih maju daripada apa yang ditemukan pada akhir 30-tahun rezim

(10)

4

menerima keberadaan UU No.40/1999 sebagai instrumen negara yang bukan saja menjamin kebebasan profesi mereka, tetapi juga menjaga kepentingan masyarakat

dari kemungkinan penyalahgunaan kebebasan tersebut.

Pers juga pemegang kekuasaan keempat (the fourt estate) setelah

kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Namun di tegaskan Ketua Balai Jurnalistik ICMI Jawa Barat, Asep Samsul Romli dalam Mahi (2011:108) menyebutkan bahwa:“Kebebasan pers adalah pemberitaan tanpa sensor dari pihak

manapun, makanya dalam undang-undang pers disebutnya kemerdekaan pers. Kalau sudah merdeka tidak ada yang mengikat”.

Kenyataan menunjukkan bahwa kebebasan pers cenderung tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja pers dan profesionalisme wartawan. Kredibilitas pers dipertanyakan masyarakat karena pers selalu menginginkan prinsip swa-regulasi, menolak diatur pihak luar. Dipihak lain ternyata tidak mampu memperbaiki “korp” wartawan (Dewan Pers, 2004:2).

Profesi wartawan kemudian dinilai menjadi profesi yang tidak jelas. Predikat wartawan bukan hanya bisa disandang mereka yang bekerja pada media mainstream(perusahaan pers yang baik dan sehat), namun juga dapat dengan

mudah terus dimiliki oleh mereka yang tidak lagi bekerja di media. Semakin banyaknya jumlah penerbitan pers yang baru muncul dan pers yang kurang

bertanggung jawab, maka disadari atau tidak diikuti oleh wartawan liar yang seolah-olah membenarkan sinyalemen pers yang kebablasan. Persoalan itu semakin ditambah dengan kecenderungan bahwa menjadi wartawan, dan bahkan

(11)

Etos dan etika profesional yang bermutu tinggi merupakan syarat utama yang harus dihayati oleh pers dan wartawan. Jika ini dapat dilakukan maka

barulah profesi kewartawanan akan dapat berdiri sejajar dengan pemerintah dan profesi-profesi lain di Negeri ini.

Secara umum jurnalisme bertujuan melayani publik, oleh sebab itu jurnalisme memilih menyebarkan informasi sekalipun mungkin itu menyangkut kepentingan seseorang. Jurnalisme juga adalah pekerjaan yang berbahaya dan

beresiko. Dimana tugas wartawan adalah mencari, mengolah, menyebarkan informasi dilakukan bukan tanpa kendala, banyak resiko yang dihadapi wartawan,

mengingat tidak semua orang senang atau setuju dengan informasi yang disampaikan. Pelanggaran etika umumnya tidak berkonsekuensi pada hukuman penjara ataupun denda. Namun, pelanggaran etika bisa pula menjadi persoalan

hukum, jika memang terdapat pasal-pasal hukum yang dilanggar.

Wartawan Indonesia yang telah memiliki Kode Etik Jurnalistik sebagai

pegangan dan pedoman pengabdiannya kepada negara dan masyarakat, tentu tidak perlu merasa khawatir saat mereka bertugas untuk meliput sebuah berita. Karena dengan pegangan dan pedoman tersebut,wartawan lebih bisa memiliki

rambu-rambu dalam hal pencarian, pengolahan, penyampaian suatu informasi kepada khalayak.

Bersikap demokratis merupakan syarat fundamental yang mendasari tercapainya saling pengertian secara timbal balik. Bagi pihak pers, adanya kode etik yang menyertai kerjanya profesinya sehari-hari, dapatlah dianggap sebagai

(12)

6

menjadi teroris. Tetapi pers bisa menjadi sarana kontrol sosial, penyalur aspirasi masyarakat, dan ikut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana

diamanatkan oleh UUD 1945.

Pencanangan Pers Pancasila merupakan tantangan yang harus dijawab

dengan karya jurnalistik yang bernilai luhur. Juga bagi Persatuan Wartawan Indonesia menjadi tantangan untuk dijawab dengan membenahi diri lebih intensif, jangan sampai masih berlaku di masyarakat, istilah-istilah ironis dan yang

dilekatkan pada wartawan Indonesia, seperti: wartawan amplop, wargad (wartawan gadungan), WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar), Muntaber ( Muncul

tanpa berita), dan lain-lain.

Jargon bad news is a good news (berita buruk adalah berita baik) tak dapat terus diutamakan oleh para insan pers. Masyarakat sekarang memerlukan

berita-berita yang mengandung harapan, optimisme, positif. Good news is also news (berita baik biasanya berita) harus terus di sosialisasikan pada calon wartawan

atau wartawan muda.

Hukum dan etika pers adalah pedoman yang penting bagi jurnalis dan mereka yang bekerja di bidang media agar dapat menerapkan praktek-praktek

terbaik dalam jurnalisme. Undang-undang dan segala peraturan dan kode etik merupakan perangkat penting bagi para pelaku agar dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik dan menggunakan kebebasan yang terjamin tanpa terjerumus ke arah penyalahgunaan kebebasan tersebut.

Hikmat (2011: 116) mengemukakan bahwa wartawan adalah orang yang

(13)

disiarkan atau dimuat melalui media massa. Untuk menjadi seorang komunikator yang efektif, seorang wartawan harus berusaha menampilkan komunikasi (baik

verbal maupun non verbal) yang disengaja seraya memahami budaya orang lain. Wartawan adalah sebuah profesi, sehingga orang yang bertugas sebagai

wartawan adalah orang yang profesional. Lakshamana Rao (Hikmat, 2011:151) mengemukakan, bahwa sebuah pekerjaan dapat disebut sebagai sebuah profesi jika memiliki empat hal sebagai berikut:

1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tersebut.

2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan tersebut.

3. Harus ada keahlian.

4. Harus ada tanggung jawab yang teriakt pada kode etik pekerjaan Tampaknya, empat hal tersebut memenuhi pekerjaan wartawan, sehingga

wartawan adalah profesi, tidak hanya menyangkut kemampuan atau keterampilan dalam menjalankan tugas kewartawanan, mencari, meramu dan menyajikan berita,

tetapi juga mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan kode etik dengan ikhlas, konsekuen dan konsisten. Dalam setiap gerak langkah menjalankan tugas jurnalistik, wartawan selalu dipenuhi semangat penjiwaan dan pengalaman

kode etik jurnalistik.

Seperti halnya profesi lainnya, wartawan memiliki

kesepakatan-kesepakatan yang berlandaskan hati nurani mereka, landasan moral tersebut yang disebut sebagai kode etik wartawan atau lebih populer dengan sebutan KEJ (Kode Etik Jurnalistik). Naungan Harahap dalam Hikmat mengatakan bahwa:

(14)

8

dilakukan dan tentang apa yang seharusnya tidak dilakukan wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya”(Hikmat, 2011:152).

Peneliti melihat bahwa etika jurnalistik adalah sebuah aturan tentang bagaimana seharusnya secara normatif, profesionalisme kerja wartawan dalam

menyampaikan berita. Profesionalisme wartawan adalah bagian dari kompetensi wartawan, yaitu mencakup penguasaan keterampilan (skill), didukung dengan

pengetahuan (knowledge), dan dilandasi kesadaran (awareness) yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi jurnalistik (Sirikit, 2011). Menarik sekali bila membahas etika jurnalistik secara general, serta penerapan etika profesi itu

dalam kesehariannya. Jadi secara khusus wartawan harus sudah memahami seluk beluk kode etik tersebut dalam prakteknya wartawan sudah dapat

mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.

Dengan adanya kode etik, pers menetapkan sikapnya yang tegas mengenai

ruang lingkup dan batasan-batasan kebebasan pers, yaitu dengan menegaskan batas-batas mana terjadi penyimpangan terhadap kepentingan pribadi, kepentingan negara dan kepentingan publik. Atas dasar itulah diperlukan adanya

pemahaman dan penerapan tentang etika jurnalistik.

Demikianlah kritik terhadap pers media surat kabar, dan tentunya peneliti

berharap adanya perbaikan tatanan nilai etos kerja profesionalisme wartawan sehingga mengurangi kelemahan-kelemahan pers. Dalam kode etik jurnalistik Seperti terdapat dalam pasal 1 kode etik Jurnalistik, Wartawan Indonesia bersikap

(15)

Penelitian tentang implementasi pasal 1 kode etik jurnalistik menurut peneliti adalah sesuatu yang sangat istimewa karena memberikan payung

perlindungan yang kuat, baik untuk pihak pers maupun untuk masyarakat luas, terlebih bila itu ditinjau dari sudut pandang profesionalisme wartawan itu sendiri,

yaitu mengupas tuntas baik secara konseptual maupun secara praktis implementasi wartawan dalam peliputan berita di masyarakat.

Pada penulisan ini, peneliti mengambil objek penelitian pada Harian

Umum Bandung Ekpres yang merupakan media cetak lokal yang terbit di Kota Bandung dan sekitarnya. Harian Pagi Bandung Ekspres merupakan salah satu

media yang berada dalam jejaring usaha Jawa Pos Group yang berpusat di Surabaya. Sebagai sebuah grup besar, Jawa Pos memiliki sejarah yang cukup panjang. Awalnya Jawa Pos lahir dengan mengusung nama Java Pos, kemudian

berubah menjadi Djawa Pos, yang akhirnya berubah kembali menjadi Jawa Pos. Sebagai salah satu perusahaan pers yang baru dan bergerak dibidang

media cetak, Harian Umum Bandung ekpres berusaha untuk mewujudkan fungsinya sebagai lembaga pers. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh perusahaan pers dalam menunjang para wartawan dalam melakukan pekerjaan

secara profesional adalah dengan dukungan yang baik dan tentunya komunikasi yang efektif untuk mendukung terhadap tercapainya sasaran dan tujuan

perusahaan.

Sebagai media baru yang terus berkembang saat ini, Harian Umum Bandung Ekpres terus memprioritaskan para wartawannya untuk bekerja

(16)

10

jurnalistik yang berkualitas. Hal itu dipengaruhi motivasi dan dedikasinya yang tinggi bagi perusahaan.

Secara konseptual, pemberitaan perlu dilandasi oleh prinsip mengutamakan kepentingan khalayak. Berdasarkan prinsip inilah para wartawan

utamanya yang meliput berita dituntut untuk mengerahkan segala sumber daya mereka dan menjalin komunikasi yang baik dengan narasumber untuk melaporkan peristiwa dan pernyataan yang akan menguntungkan khalayak.

Hal-hal yang dijelaskan di atas merupakan tantangan perusahaan media. Terutama Harian Umum Bandung Ekpres dalam membina wartawannya, sehingga

memiliki kepribadian dan karakter yang baik guna meningkatkan pemahaman atas landasan pers nasional sebagai rambu-rambu kerja seorang jurnalis.

Dengan adanya pemahaman kode etik sebelum wartawan turun

kelapangan untuk mencari berita, para wartawan dituntut untuk mengeluarkan ide mereka dalam diskusi dan pengarahan dari kepala redaksi atas segala tujuan yang

akan dicapai dengan masalah yang mungkin timbul tentunya dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah yang baik, dengan begitu di harapkan segala evaluasi yang mungkin timbul dapat memberikan perkembangan bagi perusahaan sehingga

segala hasil karya jurnalistik dapat diakui dan diterima oleh masyarakat secara umum yang membutuhkan informasi pemberitaan bernilai tinggi dan dapat

dipertanggung jawabkan.

(17)

lebih lanjut untuk mengetahui “Bagaimana Implementasi pasal 1 kode etik

Jurnalistik pada Wartawan Bandung Ekspres?”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengambil susunan identifikasi masalah penelitian. Identifikasi masalah penelitian yang peneliti susun adalah sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana Indenpendensi pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

2. Bagaimana objektivitas pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

3. Bagaimana Keseimbangan pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

4. Bagaimana Implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik pada wartawan harian umum Bandung Ekpres?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

(18)

12

1.3.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Indenpendensi pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres, terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.

2. Untuk mengetahui Objektivitas pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres, terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.

3. Untuk mengetahui Keseimbangan pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres, terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik.

4. Untuk mengetahui Implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik pada wartawan harian umum Bandung Ekpres.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu pada kajian Komunikasi secara umum dan konsentrasi Jurnalistik secara khusus yaitu tentang implementasi kode etik jurnalistik.

1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Untuk Peneliti

Hasil penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai aplikasi keilmuan yang selama diterima secara teori, khususnya tentang implementasi

(19)

2. Untuk Universitas

Hasil penelitian ini berguna sebagai litelatur bagi mahasiswa

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) secara umum. Dan mahasiswa program studi ilmu komunikasi konsentrasi jurusan

jurnalistik secara khusus terutama bagi peneliti yang meneliti pada kajian yang sama.

3. Untuk Harian Umum Bandung Ekspress

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi dan evaluasi wartawan Harian Umum Bandung Ekpres dalam menerapkan Kode

Etik Jurnalistik kepada semua wartawannya.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teoritis

Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan

menyampaikan informasi melalui medianya baik media cetak maupun media elektronik seperti radio, televisi, dan internet. Tetapi, tugas dan fungsi pers yang bertanggung jawab tidaklah hanya sekedar itu, melainkan

lebih dalam lagi yaitu mengamankan hak-hak warga negara dalam kehidupan bernegaranya.

Spencer Crump dalam bukunya “Fundamental of Jurnalism”, Jurnalistik diibaratkan sebagai kunci pembuka saluran informasi. Tanpa kunci yang sesuai, pintu tak akan terbuka. Tanpa Jurnalistik yang tepat,

(20)

14

tujuannya dan ada sarana yang mengatur penyalurannya, yang kesemuanya terjalin kait mengait, bukan saja antara unsur-unsur tersebut, tetapi juga

dengan faktor-faktor yang terpautkan dengannya (Effendy,2003:12). Penelitian yang peneliti lakukan, merupakan salah satu penelitian

dalam ruang lingkup konteks komunikasi massa, dan ruang lingkup media komunikasi eksternal. Yaitu bagaimana harian umum Bandung Ekspres dalam mengimplementasikan pasal 1 kode etik jurnalistik pada

wartawannya dalam hal mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi. Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,

kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap (Mulyasa, 2003:94).

Pasal 1 pada kode etik jurnalistik berbunyi Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan

tidak beritikad buruk. Rumusan ini memberikan payung perlindungan yang kuat, baik untuk pihak pers maupun untuk masyarakat luas(Sirikit, 2011:173).

Sebagai salah satu institusi yang ada di masyarakat, maka keberadaan media menjadi tak lepas dari perkembangan masyarakat itu

sendiri. Artinya untuk memahami bagaimana sebuah media berkembang akan terkait dengan keterikatannya pada situasi dan kondisi masyarakat. Kekuasaan yang menguasai media berimplikasi pada bagaimana khalayak

(21)

Dennis Mc Quail sebagaimana dikutif Mondry (2008 : 159), pers di Indonesia sudah saatnya memiliki empat syarat, yaitu:

Pertama : bebas dan independen, yaitu hendaknya pers berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, bukan pada kepentingan tertentu.

Kedua : tertib dan terciptakan solidaritas, yitu pers aktif dalam memelihara dan mendukung ketertiban dan menciptakan solidaritas sosial.

Ketiga : keragaman yaitu pemberitaan pers diupayakan secara maksimal merefleksikan keragaman masyarakat. Selain itu memberikan

akses yang sama bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Keempat: objektivitas yaitu informasi yang disampaikan harus faktual dan

impartial ( tidak memihak)

Bertolak dari uraian di atas, maka peneliti mengangkat sub focus penelitian sesuai dengan focus yaitu sebagai berikut :

1. Independen adalah kondisi tidak memihak, terbebas dari interest conflict , atau terhindar dari muatan kepentingan (Mulyadi, 2002:54) 2. Objektivitas adalah melaporkan keadaan senyatanya, apa adanya, tanpa

dipengaruhi pendapat dan analisis pribadi, lepas dari rasa perseorangan, tidak memihak, tidak miring sebelah dan hanya berhubungan dengan objeknya (Junaedi, 1991 : 58).

(22)

16

1.5.2. Kerangka Konseptual

Dalam melakukan sebuah penelitian, diperlukan sebuah

kerangka konseptual yang berfungsi sebagai konseptualisasi dari landasan teoritis. Konseptualisasi disini dimaksudkan untuk

menyelaraskan landasan teoritis terhadap objek penelitian/ permasalahan penelitian.

Dalam membuat kerangka konseptual, peneliti melakukan

penyesuaian dengan tujuan landasan teori yang digunakan peneliti dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan permasalahan

yang dikaji oleh peneliti.

Berikut adalah aplikasi fokus dari sub fokus pada masalah yang ditetapkan pada wartawan Harian Umum Bandung Ekspres.

1. Indenpendensi

Wartawan Harian Umum Bandung Ekspres harus bebas nilai

dan ditambah dengan keberanian dalam mewartakan kebenaran serta berani untuk melawan berbagai tekanan yang datang kepada mereka, baik tekanan politik maupun tekanan dari pemilik media

yang notabene adalah pemilik modal dimana wartawan tersebut bernaung.

(23)

beritanya memang murni untuk diketahui oleh masyarakat. Bukan karena atas pesanan ataupun keberpihakan kepada siapapun.

2. Objektivitas

Wartawan Harian Bandung Ekspres dalam hal pencarian, mengolah dan menyampaikan informasi harus bersih dari opini, yaitu tidak adanya opini wartawan dalam pemberitaannya. Opini

itu dapat berupa kesimpulan-kesimpulan atau dugaan-dugaan yang dilakukan oleh si wartawan terhadap suatu kejadian yang

dilihatnya.

Dalam jurnalistik, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang lugas, yaitu bahasa yang dipergunakan langsung kepada sasaran

makna yang ingin disampaikan oleh si wartawan. Objektif dalam hal ini juga, Kemudian, berita ditulis apaadanya, maksudnya, apa

yang disaksikan oleh si wartawan ditulis tanpa dilebih-lebihkan, jadi hanya faktanya saja. Hal ini bisa dilihat dari pemakaian kata dan dari penyusunan kalimat, yang digunakan oleh wartawan

Harian Bandung Ekspres tersebut dalam menulis beritanya.

3. Keseimbangan

Seimbang dalam hal ini, dilihat dari sisi pemberitaannya yaitu, berita ditulis dari dua sisi dan keseimbangan dalam memaparkan

(24)

18

dari kedua belah pihak. yang kemudian disajikan seimbang di dalam satu berita.

Kemudian keseimbangan yang harus di terapkan oleh wartawan Harian Bandung Ekspres adalah dalam memaparkan

fakta suatu kejadian harus melibatkan beberapa narasumber, maksudnya memberikan kesempatan kedua nara sumber untuk mengemukakan pendapatnya masing-masing, sehingga dalam

penulisan berita nanti tidak ada yang merasa dipojokkan salah satu pihak.

1.6. Pertanyaan Penelitian

1.6.1 Pertanyaan Untuk Informan

1. Bagaimana Indenpendensi pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

a) Apakah menurut saudara wartawan di Bandung Ekspres sudah bersikap independen?

b) Apakah anda sebagai wartawan Harian Bandung Ekspres

merasa bebas?

c) Apakah selama anda bekerja di Harian Umum Bandung

Ekpres sudah terhindar dari kepentingan /pesananan dari pihak-pihak yang berkepentingan?

(25)

a) Apakah anda dalam meliput berita sesuai dengan keadaan senyatanya dilapangan?

b) Bagaimana menurut anda membuat pemberitaan yang objektif tetapi tidak membuat berita tersebut bias ?

c) Bagaimana metode yang anda pakai untuk membuat tulisan anda tetap objektif?

3. Bagaimana Keseimbangan pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

a) Apakah anda merasa adanya keseimbangan antara anda dengan wartawan Bandung Ekspres lainnya?

b) Apakah pimpinan/ redaktur Harian Umum Bandung

Ekspres tidak memihak kepada seseorang seperti yang terdapat dalam pasal 1 KEJ bahwa wartawan harus

independen dan bebas?

c) Apakah Anda selalu menggunakan beberapa narasumber sebagai acuan dalam meliput suatu kejadian/peristiwa?

1.6.2 Pertanyaan Untuk Key Informan

1. Bagaimana Indenpendensi pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik? a) Bagaimana menurut anda pemberitaan wartawan Bandung

(26)

20

b) Apakah wartawan Bandung Ekspres terhindar dari kelompok tertentu?

c) Apakah menurut anda pemilik modal mendominasi dalam hal pemberitaan?

2. Bagaimana objektivitas pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik? a) Apakah menurut anda wartawan di Indonesia sudah objektif

dalam hal pemberitaan?

b) Bagaimana agar pemberitaan terhindar dari unsur subjektif?

c) Bagaimana wartawan untuk tetap idealis sesuai dengan kaedah kode etik jurnalistik tanpa menghilangkan unsur komersil?

3. Bagaimana Keseimbangan pemberitaan oleh wartawan harian umum Bandung Ekspres,terkait Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik?

a) Apakah menurut anda pemberitaan media cetak dewasa ini sudah berimbang?

b) Apakah wartawan dalam menyusun suatu pemberitaan

memiliki kriteria tertentu dalam memilih narasumber? c) Apakah pemilik modal memiliki hak dalam menentukan

(27)

1.7. Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1. Subjek Penelitian

Oleh Spradley dalam Sugiyono (2005:49) dinamakan ”Social situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.”. Pada penelitian ini, penulis mengamati implementasi kode etik

jurnalistik oleh watawan. Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian

ini adalah wartawan Harian Umum Bandung Ekpres.

1.7.2. Informan

Informan merupakan bagian dari subjek penelitian, dimana merupakan atau menjadi sumber informasi/data penelitian. Adapun

peneliti memilih informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana peneliti memilih informan yang sekiranya dapat memberikan data yang sesuai dan berkaitan dengan aspek penelitian.

Berikut tabel informan yang peneliti anggap memiliki informasi yang bisa menjawab tentang bagaimana implementasi pasal 1 kode etik

jurnalistik pada wartawan Bandung Ekspres. Tabel 1.1 Data Informan

Nama Jenis Kelamin Jabatan

Nana Hanafi Laki-laki Pemred

Hendrik Kaparyadi Laki-laki Wartawan

Dodi Ramdhani Laki-laki Wartawan

(28)

22

1.7.3. Key Informan

Key-informan adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas dari masyarakat, layanan, serta orang. Tujuan dari penilaian kebutuhan dapat membantu menentukan jenis orang yang paling tepat untuk bertindak sebagai key-informan.

Penelitian ini memakai key-informan sebagai informan data pelengkap penelitian. Key-informan penelitian ini adalah mantan wartawan

Bandung Ekspres dan masyarakat umum yang telah berlangganan surat kabar Harian Umum Bandung Ekspres

Berikut tabel key-informan yang peneliti anggap memiliki informasi yang bisa menjawab tentang bagaimana implementasi pasal 1 kode etik jurnalistik pada wartawan Bandung Ekspres.

TABEL 1.2 DATA KEY-INFORMAN

NAMA KETERANGAN

Eko Prasetyo Mantan Wartawan Bandung Ekspres

Soni Gunawan

Pelanggan surat kabar Harian Umum Bandung Ekspres

1.8. Metode Penelitian

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena tidak bermaksud mengadakan pengujian,

(29)

deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status suatu kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada saat

sekarang.

Penelitian kualitatif tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak

menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2001:24). Metode Deskriptif menurut Jalaludin Rakhmat, dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi mengungkapkan : “Metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta

atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.” (Rakhmat, 2001 : 28). Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa penelitian

kualitatif ditujukan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada; mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku; membuat perbandingan atau evaluasi; dan

menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan

pada waktu yang akan datang.

1.9. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan cara-cara/teknik yang digunakan seorang peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk

menyelesaikan sebuah penelitian.

(30)

24

1. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah tanya jawab secara tatap muka untuk mendapatkan

data dari pihak yang terkait atau responden terpilih, adapun jenis wawancara yang dipilih adalah “Opinion Interview”, yakni wawancara yang bertujuan

untuk mengungkapkan pendapat untuk dijadikan data serta untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peneliti.

Wawancara menurut Esterberg (2002) mendefinisikan “a meeting of two

persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in comunication and joint construction of meaning about a particular topic”. Pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono 2010:231).

2. Observasi (Pengamatan)

Observasi pada aktivitas manusia memberi data bagi peneliti mengenai perilaku konsumen dan proses sosial, ketika orang-orang menjalankan peran dalam dunia realitas sosialnya. Observasi memungkinkan peneliti untuk

mengidentifikasi tindakan-tindakan sadar, juga tindakan-tindakan yang dianggap terjadi secara otomatis, namun jarang diungkapkan atau

(31)

3. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah suatu cara untuk mendapatkan data atau

mengumpulkan informasi melalui buku-buku atau dokumen-dokumen ilmiah yang tersedia sebagai rujukan atau referensi untuk mendapatkan atau

mendukung masalah yang akan diteliti.

Dalam buku The Intrepretation of Documents and Material Culture mengatakan bahwa dokumen yang pernah dihasilkan seseorang dapat menjadi

sumber penting dalam bukti tambahan maupun bukti utama riset. Dokumen perusahaan akan menunjukkan bagaimana sebuah perusahaan memandang

tindakan, prestasi dan dan orang-orang di masa lalu maupun masa kini. Dokumen tersebut penting dalam riset kualitatif karena secara keseluruhan untuk mengaksesnya tidak memerlukan banyak biaya dan lebih efektif.

Dokumen mampu bertahan sepanjang waktu. Karena itu, dokumen mampu memberikan pemahaman historis.

4. Penelusuran online.

Burhan Bungin mengatakan bahwa metode penelusuran data online

adalah cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga

(32)

26

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan layanan internet dengan cara membuka alamat mesin pencari (search angine) kemudian membuka alamat

website yang berhubungan dengan kebutuhan penelitian.

1.10. Teknik Analisis Data

Dalam melalukan penelitian melalui pendekatan kualitatif, maka diperlukan teknik langkah-langkah untuk menganalisa data-data yang telah

diperoleh.

Pengertian lain bahwa teknik analisis data adalah suatu kegiatan yang

mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematis mengenai suatu hal dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan diantara bagian, dan hubungan antara bagian dan keseluruhan.

Menurut Bodgan and Biklen dalam Moleong (2005:248) bahwa:

”Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan orang lain”.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis data adalah sebagai

berikut :

1. Pengumpulan data, adalah langkah untuk mengumpulkan berbagai

(33)

dan penelusuran online. Kesemua teknik itu peneliti lakukan untuk menyelesaikan penelitian ini.

2. Klasifikasi data, adalah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan data kasar dari catatan tertulis lapangan penelitian,

membuat ringkasan, penggolongan kategori jawaban dan kualifasi jawaban responden/informan/penelitian kembali catatan yang telah diperoleh setelah mengumpulkan data.

3. Analisis data, yakni penyusunan penyajian kategori jawaban informan dalam tabel/tabulasi serta gambar/kecenderungan dari

informan disertai analisis awal terhadap berbagai temuan data di lapangan sebagai proses awal dalam pengolahan data.

4. Proses akhir analisis data, yaitu dilakukannya pembahasan yang

berdasarkan pada rujukan berbagai teori yang digunakan dimana di dalamnya ditentukan suatu kepastian mengenai aspek teori dan

kesesuaian/ketidaksesuaian dengan fakta hasil penelitian di lapangan dimana peneliti juga membuat suatu analisis serta interpretasi/membuat tafsiran atas tampilan data secara deskriptif

sesuai dengan permasalahan penelitian serta memberikan verifikasi teoritis temuan penelitian implementasi pasal 1 kode etik jurnalistik

(34)

28

1.11. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Kantor Bandung Ekspres yang terletak di Jl. Soekarno Hatta No 627, Bandung. Telp: (022) 7302838 atau (022)

7311949 dan Faks: (022) 7316634. E-mail redaksi@bandungekspres.com atau bdgekspres@gmail.com

1.11.2.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu terhitung dari bulan

Februari 2011 sampai dengan Juli 2011. Untuk lebih memperjelas waktu kegiatan dalam penelitian ini peneliti telah menyusunnya kedalam bentuk

(35)

Tabel 1.3

Jadwal Penelitian Maret sampai Juli 2011

(36)

30

1.12. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah yang melandasi penelitian melalui judul, rumusan masalah dan identifikasi

masalah, maksud dan tujuan, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta waktu dan lokasi penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan komunikasi, komunikasi massa, tinjauan tentang surat kabar,etika, etika profesi, kode etik jurnalistik dan wartawan.

BAB III OBJEK PENELITIAN

Bab ini membahas sejarah perusahaan tempat penelitian ini

dilaksanakan, struktur organisasi, job description,dan tinjauan tentang wartawan Bandung Ekspres.

BAB IV ANALISA DATA PENELITIAN

Bab ini menganalisa semua data yang diperoleh mengenai Implementasi Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berlandaskan pada

(37)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan

(38)

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama, sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.

Jika tidak terjadi kesamaan makna antara kedua aktor komunikasi (communication actors) yakni komunikator dan komunikan itu, dengan kata lain komunikan tidak mengerti pesan yang diterimanya, maka

komunikasi tidak terjadi. Situasi komunikatif bisa berupa pidato, ceramah, khotbah, rapat, seminar dan lain-lain.

Carl I. Hovland (dalam Deddy Mulyana,2003:62) mendefinisikan “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)

menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk merubah perilaku orang lain (komunikan).

Gerald R. Miller (dalam Deddy Mulyana) menjelaskan bahwa

komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku

(39)

menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2003:62)

Gambar 2.1

Model Komunikasi Lasswell

Sumber : (Mulyana, 2003:62)

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi tidak berarti hanya menyampaikan sesuatu kepada orang lain, tetapi

bagaimana caranya penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan ikhlas. Keberhasilan suatu komunikasi sangat dibutuhkan oleh faktor manusianya. Karena manusia memiliki akal dan

pikiran serta perasaan untuk dapat menentukan sikap, dan manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.

Dalam proses komunikasi yang ditinjau dari jumlah komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara tersebar, maka berdasarkan situasi komunikan tersebut,

(40)

34

Effendy (1993:53-54) mengklasifikasikan bentuk-bentuk komunikasi ke dalam:

1. Komunikasi Pribadi (Personal Communication) - Komunikasi Intrapribadi

- Komunikasi Antarpribadi

2. Komunikasi Kelompok (Group Communication) - Komunikasi kelompok kecil

- Komunikasi kelompok besar

3. Komunikasi Massa (Mass Communication)

- Komunikasi media massa cetak/pers - Komunikasi media massa elektronik

2.1.2 Tujuan Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi, tentu mempunyai tujuan. Menurut

Effendy (2003:55) tujuan dari komunikasi adalah: 1. Perubahan sikap (to change the attitude)

2. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)

3. Mengubah perilaku (to change the behavior) 4. Mengubah masyarakat (to change the society)

Menurut Joseph A. Devito (1997: 30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan yakni :

1. Menemukan

(41)

3. Untuk meyakinkan 4. Untuk bermain

Adapun yang dimaksud menemukan dalam salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery), bila anda

berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. Dengan berbicara tentang diri sendiri dengan orang lain kita memperoleh umpan balik yang berharga mengenai,

perasaan, pemikiran, dan perilaku kita. Cara lain untuk melakukan penemuan diri melalui proses perbandingan sosial, melalui pembandingan

kemampuan, prestasi, sikap, pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain.

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan

dengan orang lain-membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai dan kita juga ingin, mencintai dan menyukai

orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita dalam membina dan memelihara hubungan sosial.

Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antar

pribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam perjumpaan antar pribadi sehari-hari kita berusaha utnuk merubah sikap

dan perilaku orang lain, berusaha untuk merubah sikap dan perilaku orang lain, berusaha untuk mengajak mereka melakukan sesuatu.

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi untuk bermain dan

(42)

36

untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat

perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain (DeVito, 1997:30).

2.1.3 Proses Komunikasi

Komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pesan

oleh komunikator kepada komunikan. Menurut Effendy (2000:31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua perspektif.

1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologis

Proses komunikasi ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada

komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses, yaitu pengemasan isi pesan dan lambang. Isi pesan pada umumnya adalah

pikiran, sedangkan lambang umumnya adalah bahasa (Effendy, 2003:31). Kemudian pesan tersebut ditransmisikan kepada komunikan. Apabila komunikan mengerti isi pesan atau pikiran

komunikator, maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana komunikan tidak mengerti, maka komunikasi pun tidak terjadi.

2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistik

Pada proses komunikasi ini dapat diklasifikasikan secara dua tahap, yakni sebagai berikut :

(43)

b. Proses komunikasi secara sekunder c. Proses komunikasi secara linear

d. Proses komunikasi secara sirkular

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian

pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media atau saluran. Adapun lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar,

warna dan lain sebagainya yang secara langsung dapat menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Pada proses

komunikasi secara primer adalah bahasa yang paling banyak digunakan, sebab bahasa mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain, apakah itu berbentuk ide, gagasan, informasi atau opini.

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau

sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Pentingnya peranan media, yakni media sekunder dalam proses

komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai sasaran yaitu komunikan, karena proses sekunder ini merupakan sambungan dari proses

komunikasi primer, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator, harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang digunakan. Proses

(44)

38

menggunakan media massa yang mempunyai sirkulasi yang luas dan memiliki daya keserempakan. Seperti surat kabar, televisi siaran, radio,

film, leafleat, brosur, dan lain-lain.

Istilah linear mengandung makna lurus. Dalam konteks

komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal (Effendy, 2003:38). Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap

muka (face-to-face communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated communication).

Proses komunikasi linear umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia, kecuali komunikasi melalui telepon. Komunikasi melalui telepon hampir tidak pernah berlangsung linear,melainkan dialogis, tanya

jawab dalam bentuk percakapan.

Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses

sirkular itu adalah terjadinya feed back atau umpan balik yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Oleh karena itu ada kalanya feed back tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah respon atau tanggapan komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator.Konsep umpan balik ini dalam proses komunikasi sangat

(45)

2.2 Komunikasi Massa

2.2.1 Pengertian Mengenai Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa menurut pendapat Tan dan Wright (dalam Nurudin, 2007:6) merupakan bentuk komunikasi yang

menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.

Ahli komunikasi lainnya, Joseph A. Devito merumuskan definisi komunikasi massa yang pada intinya merupakan penjelasan tentang

pengertian massa, serta tentang media yang digunakannya. Ia mengemukakan definisinya dalam dua item, yakni ;

1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,

kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton

televisi, tetapi bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar didefinisikan.

2. Kounikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh

pemancar-pemancar yang audio/visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya : televisi,

(46)

40

2.2.2 Karakteristik Komunikasi Massa

Komunikasi massa melalui definisi komunikasi massa yang

dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu komunikasi. Kita juga sudah mengetahui bahwa definisi-definisi komunikasi massa itu secara prinsip

mengandung suatu makna yang sama, bahkan antara satu definisi dengan definisi yang lain saling melengkapi.

Melalui definisi juga kita dapat mengetahui karakteristik

komunikasi massa. Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya, seperti komunikasi antarpersona dan komunikasi kelompok.

Perbedaan itu meliputi komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, juga proses berlangsungnya komunikasi tersebut.

Karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto,Komala (2005)

dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa membagi dalam delapan karakteristik yaitu:

1. Komunikator Terlembagakan 2. Pesan Bersifat Umum

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen

4. Media massa Menimbulkan Keserempakan

5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan

6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah

7. Stimulasi Alat Indra”Terbatas”

(47)

Dengan mengingat kembali bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang

kompleks, apabila pesan itu akan disampaikan melalui surat kabar, maka prosesnya adalah sebagai berikut : komunikator menyusun pesan dalam

bentuk tulisan, apakah atas keinginannya atau atas permintaan media massa yang bersangkutan. Selanjutnya, tulisan tersebut diperiksa oleh penanggung jawab rubrik. Dari penanggung jawab rubrik diserahkan

kepada redaksi untuk diperiksa layak tidaknya pesan itu untuk dimuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga

media massa itu. Ketika sudah layak, tulisan dibuat setting-nya, lalu diperiksa oleh editor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya bagus kemudian masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah dicetak merupakan

tugas bagian distribusi untuk mendistribusikan surat kabar yang telah berisi tulisan yang berupa informasi itu kepada pembacanya.

Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau

opini. Namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang

dikemas dalam bentuk apa pun harus memenuhi kriteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian besar komunikan.

Pada komunikasi antarpersonal, komunikator akan mengenal

(48)

42

pekerjaan, tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak

mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya media tetap dan tidak tatap muka. Di samping anonim, omunikan komunikasi massa adalah

heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, latar belakang budaya, agana dan tingkat ekonomi.

Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapinya

relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama. Contohnya : berita-berita yang mengisi kolom surat

kabar atau yang disiarkan radio dan televisi secara serempak dapat diterima oleh pembaca dan pendengar atau pemirsa di berbagai tempat.

Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi antarpersona, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya, pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Pada

komunikasi antar persona, pesan yang disampaikan atau topik yang dibicarakan tidak perlu sistematika tertentu, misalnya dibagi-bagi menjadi

pendahuluan, pembahasan dan kesimpulan. Topik yang dibahas pun berbagai macam, tidak harus relevan antara satu dengan yang lainnya, perpindahan satu topik ke topik lainnya mengalir begitu saja dan fleksibel.

(49)

berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karateristik media massa yang akan digunakan.

Selain ada ciri yang merupakan keunggulan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, ada juga ciri komunikasi massa

yang merupakan kelemahannya. Secara singkat, komunikasi massa itu adalah komunikasi dengan menggunakan media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan

kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat

melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpersona. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah.

Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap salah satu

kelemahannya, adalah stimuli alat indra yang “terbatas”. Pada komunikasi antarpersona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra perlu

komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat di-gunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra

bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif,

khalayaknya hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.

Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan

(50)

44

Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Umpan balik sebagai respons mempunyai

volume yang tidak terbatas pada komunikasi antarpersona. Bila dosen memberikan kuliah pada mahasiswa secara tatap muka, dosen akan

memperhatikan bukan saja ucapan mahasiswa, tetapi juga kernyitan mata, gerak bibir, posisi tubuh, intonasi suara, dan gerakan lainnya yang dapat diartikan. Semua simbol tersebut merupakan umpan balik yang dosen

terima lewat seluruh alat indranya. Umpan balik ini bersifat langsung (direct feedback) atau umpan balik yang bersifat segera (immediated

feedback).

2.2.3 Fungsi Komunikasi Massa

Para pakar mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan.

Pembahasan fungsi komunikasi telah menjadi diskusi yang cukup penting, terutama konsekuensi komunikasi melalui media massa.

Menurut Nurudin (2007 :63-72) mengemukakan fungsi komunikasi

massa secara umum adalah :

1. Fungsi Informasi 2. Fungsi Pendidikan 3. Fungsi Memengaruhi

Fungsi memberikan informasi ini diartikan bahwa media massa

(51)

Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk

sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang terjadi.

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayak (mass education). Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada

pemirsa dan pembaca. Media massa melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel. Contohnya, dalam televisi swasta ada acara pendidikan

bagi ibu dan balita yang dipandu oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidang-bidang yang ada kaitannya dengan pendidikan anak-anak.

Semua situasi ini, nilai-nilai yang harus dianut masyarakat, tidak

diungkapkan secara langsung, tetapi divisualisasikan dengan contoh-contoh misalnya bagaimana mendidik anak-anak yang sedang dalam masa

pertumbuhan, apa makanan yang layak, bagaimana merawat bayi yang baik, bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan anak balita, dan sebagainya.

Fungsi memengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel, dan sebagainya. Media massa sering kali membuat atau mengukuhkan nilai-nilai yang telah kita yakini sebelumnya. Orang religius memiliki kecenderungan mendengarkan acara-acara televisi yang berbau religius. Dalam posisi ini, media mampu

(52)

46

memihak partai politik akan berubah aspirasi politiknya karena pengaruh pemberitaan di media massa. Perubahan gaya berpakaian yang dialami

mahasiswa sedikit banyak dipengaruhi televisi.

2.2.4 Proses Komunikasi Massa

Seperti halnya komunikasi yang merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi

massa pun pada hakekatnya adalah melalui suatu proses juga, namun ada yang membedakan keduanya adalah media massa sebagai saluran pada

komunikasi massa. Singkatnya, bahwa proses komunikasi massa adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media massa.

Wilbur Schramm (komala, dalam karlinah.2007) mengatakan bahwa untuk berlangsungnya suatu kegiatan komunikasi, minimal

diperlukan tiga komponen yaitu source, message, destination atau komunikator, pesan, komunikan. Apabila salah satu dari ketiga komponen tersebut tidak ada, maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Namun

demikian, selain ketiga komponen tersebut masih terdapat komponen lainnya yang berfungsi sebagai pelengkap. Artinya, jika komponen

(53)

komunikasi antarpersona (interpersonal), kelompok maupun komunikasi massa.

Harold D. Lasswell, seorang ahli politik di Amerika Serikat mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan

penelitian komunikasi massa. Ungkapan tersebut merupakan suatu formula dalam menentukan scientific study dari suatu proses komunikasi massa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : Who (siapa), Say What (berkata apa), In Which Channel (melalui saluran apa), To Whom (kepada siapa), dan With What Effect (dengan efek apa).

Masing-masing unsur dalam formula Lasswell mengandung problema tertentu. Formula tersebut, meskipun sangat sederhana telah membantu mengorganisasikan dan memberi struktur kajian bidang

komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen dalam komunikasi massa, Laswell sendiri menggunakan formula ini dengan

tujuan untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi.

2.3 Tinjauan Tentang Media Massa

Media massa (mass media) singkatan dari media komunikasi massa dan merupakan channel of mass communication yaitu saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa. Menurut Romli (2005: 5-6) karakteristik media massa itu meliputi :

1. Publisitas, disebarluaskan kepada khalayak.

(54)

48

3. Periditas, tetap atau berkala. 4. Kontinuitas, berkesinambungan.

5. Aktualitas, berisi hal-hal baru

Isi media massa secara garis besar terbagi atas tiga kategori : berita, opini,

feature. Karena pengaruhnya terhadap massa (dapat membentuk opini publik), media massa disebut “kekuatan keempat” setelah lembaga eksekutif, legislatif,

yudikatif. Bahkan karena idealisme dengan fungsi kontrolnya media massa

disebut-sebut “musuh alami” penguasa. (Romli, 2005 :5)

Media yang termasuk ke dalam kategori media massa adalah surat kabar,

majalah, radio, TV, dan film. Kelima media tersebut dinamakan “The Big Five Of Mass Media” (lima besar media massa), media massa sendiri terbagi dua macam, media massa cetak (printed media), dan media massa elektronik (electronic

media). Yang termasuk media massa elektronik adalah radio, TV, film.

2.3.1 KarakteristikMedia Massa

Menurut Hapied Cangara (2002:122),karakteristik dari media massa terbagi menjadi lima yaitu sebagai berikut :

1. Bersifat Melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan,

sampai pada penyajian informasi.

(55)

Kalaupun terjadi interaksi atau umpan balik biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas

dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televisi,

surat kabar, film, dan semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja

tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

2.3.2 Jenis-Jenis Media Massa

1. Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas

dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini

terdapat ciri-ciri seperti:

a. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya

(56)

50

b. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

c. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

2. Media Massa Modern

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang

kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:

1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak

penerima (melalui SMS atau internet misalnya)

2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi

namun juga oleh individual

3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu

4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam 5. Penerima yang menentukan waktu interaksi

2.3.3 Pengaruh Media Massa Pada Budaya

Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks,

dampak bisa dilihat dari:

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.3
Gambar 2.1 Model Komunikasi Lasswell
Tabel 2.1 Perjalanan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Struktural Numbered Heads Together (NHT) dapat

Kelompok kaum muda termasuk mahasiswa dengan populasi yang cukup besar dan peran yang penting di masa depan, menghadapi berbagai risiko yang berkaitan dengan kesehatan

Dari hasil observasi dan wawancara yang di lakukan terhadap nelayan di Kecamatan Pesisir Tengah menunjukkan bahwa nelayan banyak yang sudah bekerja keras dengan

Pelaksanaan kebijakan pengembangan kapasitas penambang dan pengaturan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua sebenarnya tidak cukup diperhatikan oleh

individu atau kelompok. Jika struktur kesempatan politik tertutup dalam memilih kelompok hal tersebut sulit menciptakan sebuah perubahan inovatif. Jika struktur bersifat terbuka

/HVLQJ PHQJHPXNDNDQ SDGD LQWLQ\D EDKZD VHFDUD IRUPDO PHPDQJ ³FDVH ODZXQZULWWHQODZRQJHVFKUHYHQUHFKW´ EXNDQODKVXPEHUKXNXP1DPXQGDODP SUDNWHNFDVHODZLWXPHUXSDNDQVXPEHU KXNXP \DQJ

Uji reliabilitas untuk pelanggaran kode etik jurnalistik pada pasal 2 (poin 1) yaitu wartawan tidak profesional dengan tugasnya seperti: tidak menunjukkan identitas

Perlakuan strangulasi double dengan jarak 10 cm (T3) pada 13 sampai 19 MSP memiliki jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (T0) tetapi berbeda sangat nyata dengan