• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran pasien dermatitis atopi anak umur 0-7 Tahun di RSUP Fatmawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran pasien dermatitis atopi anak umur 0-7 Tahun di RSUP Fatmawati"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PASIEN DERMATITIS ATOPI ANAK

UMUR 0-7 TAHUN DI RSUP FATMAWATI

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh

Bentito Zulyan Pamungkas

NIM: 1111103000068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF

(2)
(3)
(4)
(5)

Kata Pengantar

Pertama-tama, penulis ucapkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT karena atas rahmat dan keajaibanNYA, penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang

berjudul “Gambaran Pasien Dermatitis Atopi Anak Umur 0-7 Tahun di RSUP

Fatmawati”. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis telah mendapatkan

dukungan dan bimbingan dari pelbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap:

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, dr. HM. Djauhari Widjajakusumah ,AIF.,PFK, Dr. H. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, dan Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter. 3. dr. Riva Auda, SpA, M. Kes, dan dr. Debbie Latupeirissa, SpA (K) selaku dosen

pembimbing yang telah merelakan waktu, tenaga, serta pikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. dr. Flori Ratnasari, Phd, selaku penanggung jawab modul riset yang senantiasa mengingatkan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.

5. drg. Danik, selaku staf Diklit RSUP Fatmawati yang dengan sabar telah memberikan kemudahan dan informasi bagi penulis

6. dr. Dewi, SpKK, selaku ketua komisi etik RSUP Fatmawati.

7. Ibu Dian dan Bapak Kholil, selaku staf IRMIK RSUP Fatmawati yang senantiasa dengan sabar membantu mencarikan rekam medis pasien.

(6)

10. Om, Tante, dan segenap keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungna moril dan semangat.

11. Indra Nurakhir Raharja, Ahmad Riza Faisal Herze, dan Diana Nurmalasari, selaku teman satu kelompok riset saya, yang telah berjuang bersama dan saling mengingatkan demi kelancaran penelitian ini.

12. Teman-teman satu kontrakan saya, Akbar Sepadan, Andika Prasdipta Hidayat, Apriangga Sastriawan, Faizal Rachmadi, Indra Fauzi, Seflan Syahir Ahliadi, dan Yoga Eka Prayuda yang telah menciptakan suatu suasana kondusif bagi pengerjaan dan penulisan skripsi.

13. Teman-teman angkatan 2011 yang telah saling mengingatkan satu sama lain demi cepat selesainya skripsi.

14. Dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan skripsi ini, penulis bersedia menerima kritik dan saran demi penyempurnaan hasil penulisan penelitian ini.

Ciputat, September 2014

(7)

Abstrak

Bentito Zulyan Pamungkas. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran

Pasien Dermatitis Atopi Anak Umur 0-7 Tahun di RSUP Fatmawati

Prevalensi penyakit atopi diketahui meningkat signifikan setelah Strachan mengemukakan hasil studinya yang akhirnya mengemukakan sebuah teori, yaitu

hygiene hypothesis. Diperkirakan angka kejadian dermatitis atopi di masyarakat sekitar 1-2% dan meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Telah lama diketahui beberapa gen yang berperan dalam terbentuknya penyakit alergi, namun, studi beberapa tahun berakhir lebih banyak mengemukakan interaksi antara lingkungan dengan kejadian alergi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran risiko terjadinya dermatitis atopi pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional.

Populasi penelitian ini adalah semua pasien anak yang terdiagnosis dermatitis atopi, dengan atau tanpa riwayat penyakit lainnya di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang lahir antara tahun 2004-2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan

consecutive sampling dengan sampel 100 anak didiagnosis dermatitis atopi.

Hasil penelitian menunjukkan 54 anak (54%) berjenis kelamin laki-laki, 46 anak (46%) berjenis kelamin perempuan, hanya 20 anak (20%) memiliki riwayat orang tua alergi, 80 anak (80%) tidak memiliki riwayat orang tua alergi, 24 anak (24%) sudah divaksinasi BCG, 76 anak (76%) belum divaksinasi BCG, 94 anak (94%) memiliki status gizi buruk, kurang, dan baik, 6 anak (6%) dengan status gizi

(8)

Abstract

Bentito Zulyan Pamungkas. Medical Study Department. Atopic Dermatitis

Depiction on 0-7 Years Old Patient in Fatmawati Teaching Hospital

The prevalence of atopic disease were known showing higher significantly since Strachan presenting his study where he concluded a new theory on allergy, called Hygiene Hypothesis. It believed that prevalence of atopic dermatitis 1-2% and increased to 5-10% for last 20-30 years. For long time, it was believed that some gen responsible for developing allergy disease, but recently, there was more study on interaction between allergy and environment. The purpose of this study is for observe depiction on children with atopic dermatitis in Fatmawati Teaching Hospital.

This descriptive study using cross sectional method. The population on this studi was all children who diagnosed with atopic dermatitis with or without other diagnoses in Fatmawati Teaching Hospital who were born between 2004-2014. Sample obtained using consecutive method sampling with 100 child with atopic dermatitis.

(9)

DAFTAR ISI

Bab II TINJAUAN PUSTAKA……….4

2.1 Tinjauan Pustaka……….4

2.1.1 Definisi dan Konsep Dasar Alergi………... 4

2.1.2 Definisi Dermatitis Atopi……….. 5

2.1.3 Gen yang Berpengaruh pada Dermatitis Atopi……….6

2.1.4 Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopi……….6

2.1.5 Gen Lain yang Berpengaruh pada Atopi………7

2.1.6 Faktor Risiko Alergi……….8

2.1.7 Hygiene Hypothesis, Alergi, dan Revolusi Industri di Britania Raya………. 8

2.1.8 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Dermatitis Atopi………..10

2.1.9 Dermatitis Atopi dan Tidak Vaksinasi BCG……….11

2.1.10 Dermatitis Atopi dan Obesitas……… 12

2.1.11 Dermatitis Atopi dan Usia……… 12

2.1.12 Dermatitis Atopi dan Jenis Kelamin………13

2.2 Kerangka Teori………. 13

2.3 Definisi Operasional………. 14

Bab IIIMETODOLOGI PENELITIAN………..15

3.1 Desain Penelitian………15

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian……….15

3.3 Populasi Penelitian……….……… 15

(10)

3.10 Kerangka Konsep………...17

3.11 Jadwal Penelitian………..17

3.12 Alur Penelitian………18

Bab IV Hasil dan Pembahasan……….19

4.1 Prevalensi Dermatitis Atopi Anak Umur 0-7 Tahun di RSUP Fatmawati…………..19

4.2 Pembahasan………..20

4.6 Keterbatasan Penelitian……….22

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN………23

5.1 Kesimpulan………23

5.2 Saran………23

DAFTAR PUSTAKA……….24

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Frekuensi penyakit alergi………...5

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari RSUP Fatmawati…..……….………26

(14)

Daftar Singkatan

AB : Asma Bronkial

BCG : Bacil Calmette Guerin

DA : Dermatitis Atopi

IgE : Imunoglobulin E

RA : Rinitis Alergi

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

Th1 : T Helper 1

Th2 : T Helper 2

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan terhadap alergen tertentu, dan pajanan ulang menimbulkan manifestasi akibat kemampuan bereaksi yang berlebihan.1 Bentuk dari reaksi alergi ini dapat bermacam-macam, seperti gatal pada kulit, asma, bahkan, pada tingkat yang paling parah, dapat menjadi syok anafilaktik. Alergi dapat diterapi dengan beberapa preparat, paling utama adalah dengan steroid. Namun, karena efek jangka panjang steroid yang membahayakan, dipertimbangkan penggunaan terapi farmakologik lainnya seperti antihistamin.2

Diperkirakan angka kejadian dermatitis atopi di masyarakat adalah sekitar satu sampai dua persen. Kasus di Bristol pada anak <5 tahun sebesar 3,1% dan meningkat 5-10% pada dua puluh sampai tiga puluh tahun terakhir.3 Salah satu yang diperkirakan mempengaruhinya adalah hygiene hypothesis. Hygiene hypothesis,

secara sederhana, dapat dikatakan sebagai salah satu pencetus alergi dan autoimun, seperti penyakit asma, hay fever, multiple sklerosis, bahkan diabetes mellitus tipe 1.

Hygiene hypothesis berpendapat bahwa seorang anak yang tinggal di perkotaan memiliki peluang lebih tinggi untuk terkena asma dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan.3 Hal ini dicurigai karena kebiasaan anak-anak di perkotaan lebih sering di dalam rumah dan jarang keluar rumah, sehingga jarang terpapar endotoksin, yang pada akhirnya akan terjadi ketidakseimbangan imunitas, menyebabkan dominasi Th1 dibanding Th2. Pada akhirnya, anak perkotaan akan

(16)

2

Pemikiran awal dari hygiene hypothesis dicetuskan oleh Strachan.4 Strachan pada tahun 1989 mengemukakan bahwa rendahnya insidensi infeksi pada masa awal kanak-kanak dapat menjadi penjelasan mengenai banyaknya insidensi penyakit alergi seperti asma dan hay fever pada abad 20 ini di negara barat dan baru-baru ini di negara berkembang.4,5 Pemikiran Strachan diperkuat oleh Graham Rook pada tahun 2003 yang mengemukakan old friends hypothesis yang mana merupakan penjelasan lebih rasional terhadap hubungan antara paparan mikroba dan kelainan inflamasi.6

(17)

3

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran risiko terjadinya dermatitis atopi pada anak di RSUP Fatmawati.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran risiko dermatitis atopi dan riwayat vaksinasi BCG.

2. Untuk mengetahui gambaran risiko dermatitis atopi dan usia.

3. Untuk mengetahui gambaran risiko dermatitis atopi dan jenis kelamin. 4. Untuk mengetahui gambaran risiko dermatitis atopi dan status gizi. 5. Untuk mengetahui gambaran risiko dermatitis atopi dan familial. 1.4Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti di bidang alergi, terutama dermatitis atopi

2. Dapat mengaplikasikan ilmu yang selama ini didapat selama menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4.2 Bagi Institusi

1. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang gambaran risiko dermatitis atopi.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi dan Konsep Dasar Alergi

Konsep alergi pertama kali dikemukakan oleh The Clemens Freiherr von-Pirquet pada tahun 1906 sebagai “perubahan reaktivitas spesifik yang didapat yang diawali dengan paparan terhadap protein yang dianggap asing bagi tubuh”, suatu deskripsi yang mengarah pada alergi dan imunitas. Walaupun alergi saat ini

dibedakan dengan imunitas karena terdapat suatu kerusakan yang tidak proporsional

pada jaringan pejamu, reaksi imunologis yang mendasari respon imun dan alergi

adalah sama, perbedaan hanya terdapat pada gejala klinis. Ketika terpapar oleh

schistosoma dan filaria, reaksi imun terkait IgE adalah imunitas, sedangkan ketika

terpapar oleh debu dan serbuk sari, reaksi imun terkait IgE adalah alergi.15

Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan terhadap antigen tertentu, dan pajanan ulang menimbulkan manifestasi akibat kemampuan bereaksi yang berlebihan. Biasanya pada kulit ditandai dengan gatal disertai kemerahan atau pada saluran respirasi terjadi penyempitan bronkus sehingga terdengar bunyi seperti “ngik” ketika ekspirasi. Atopi didefinisikan sebagai produksi IgE spesifik dikarenakan paparan alergen di lingkungan yang bersifat umum, seperti debu, rumput, dan kucing. Atopi berkaitan erat dengan penyakit alergi seperti asma,

hay fever, dan eksema, namun tidak semua orang dengan atopi menunjukkan

manifestasi klinis alergi dan tidak semua orang yang menunjukkan sindrom klinis

(19)

5

Gambar 1, Frekuensi penyakit alergi

Sumber: Baratawidjaja, 2009.2

2.1.2 Definisi Dermatitis Atopi

Dermatitis atopi (DA), yang sering disebut juga eksema karena agen eksogen, dikarakteristikan dengan eritema, pruritus, dan vesikulasi. Pada kasus yang lebih kronik, terjadi deskuamasi bersisik.17

Ekzema merupakan istilah umum yang digunakan untuk setiap jenis dermatitis atau inflamasi kulit. DA, sinonim dengan ekzema konstitusional, ekzema fleksularis, neurodermatitis diseminata, dan prurigo Besnier, merupakan jenis ekzema yang paling berat dan kronis. Meskipun begitu, terdapat juga beberapa penyakit lain yang disebut ekzema seperti ekzema numular, ekzema dishidrotik, ekzema seboroik, dermatitis kontak iritan, dan dermatitis kontak alergi.2

(20)

6

menghilang DAnya dan seiring dengan waktu digantikan dengan RA dan atau asma. Sembilan puluh persen bayi dengan DA pada usia 3 bulan akan mengalami sedikitnya alergi terhadap satu alergen pada usia 5 tahun. 2

Rasa gatal sudah ditemukan pada bayi yang baru lahir. Menggaruk tidak ditemukan pada bayi <2 tahun, tetapi pruritus dapat menjadi sebab bayi sulit untuk tidur di malam hari. Kerusakan kulit terbanyak disebabkan oleh efek garukan. Lesi DA terbanyak merupakan lesi sekunder yang menimbulkan eksoriasi dan likenifikasi. Rasa gatal dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti panas, keringat, wol, emosi, makanan tertentu, alkohol, pilek, dan tungau debu rumah. DA termasuk ke dalam kelompok penyakit atopi. Atopi pada awalnya hanya terdiri dari asma dan RA. DA ditambahkan pada kelompok atopi karena sering terjadi bersamaan pada mereka yang menderita asma dan atau RA atau anggota keluarga ada yang menderitanya, karenanya ketiganya sering disebut triad atopi.2

2.1.3 Gen yang Berpengaruh pada Dermatitis Atopi

Studi klinis menunjukkan risiko atopi yang lebih tinggi di garis keturunan ibu. Kromosom 5q31-33 yang menyandi IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF dilaporkan berhubungan dengan insiden DA yang lebih tinggi.2

Faktor tersering yang memacu eksaserbasi DA dapat berupa perubahan suhu dan keringat, kelembaban yang menurun, mencuci/mandi yang berlebihan, kontak dengan iritan, alergi kontak, aeroallergen, mikroba seperti Straphyllococcus aureus, makanan seperti telur, kacang tanah, susu, ikan, soya, gandum, terutama pada usia <2 tahun, emosi/stress, dan hormonal.2

2.1.4 Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopi

(21)

7

 Ditambah dengan tiga kriteria minor:

o Serosis/iktiosis, hiperliniaris palmaris o Aksentuasi perifolikular

o Fisura belakang telinga o Skuama di kulit yang kronis.

Hal-hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita misalnya asma, rinitis alergi, dan konjungtivitis yang sering menyertai DA. Morfologi dan distribusi lesi kulit perlu dievaluasi. Demikian pula komplikasi potensial yang berhubungan dengan terapi KS kronis (strie atau atrofi kulit). Lesi akut, subakut, atau kronis biasanya terlihat pada DA. Tanda-tanda infeksi juga perlu diperhatikan. Distribusi lesi pada dewasa dan anak berbeda. DA dapat ditemukan pada semua usia, tetapi 60% DA timbul pada usia sekitar 1 tahun, dan 90% pada usia 5 tahun.2, 18

Rinitis dapat didefinisikan secara klinis sebagai kondisi inflamasi pada hidung dengan gejala khas yaitu obstruksi nasal, bersin, gatal, atau rhinorrhea, yang terjadi selama satu jam atau sepanjang hari. Pada suatu studi di London, prevalensi rinitis pada orang dewasa 16-65 tahun adalah 16%.19

Tabel 1 Faktor risiko atopi pada anak dan hubungannya dengan orang tua

Orang tua Risiko atopi (%) pada usia 12 tahun Tanpa atopi Sekitar 10-25

Satu orang tua atopi Sekitar 20-30 Dua orang tua atopi (manifestasi organ berbeda Sekitar 30-40 Dua orang tua atopi (manifestasi organ sama) Sekitar 60-80

Sumber: Baratawidjaja, 2009.2

2.1.5 Gen Lain yang Berpengaruh pada Atopi

(22)

8

2.1.6 Faktor Risiko Alergi

Telah lama disepakati bahwa faktor risiko tunggal dan mutlak untuk terjadinya insidensi alergi adalah faktor genetik yang diturunkan dari orangtua.21 Namun, peningkatan prevalensi DA 5-10% pada 20-30 tahun terakhir diduga berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan karena perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.18

Hygiene hypothesis dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu faktor risiko yang menyebabkan seorang anak mengalami kelainan perkembangan sistem imun dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga anak tersebut rentan mengalami kelainan imun berupa alergi atau bahkan, dalam kasus parah, autoimun.

Hygiene hypothesis, dalam arti yang lebih dalam, adalah terganggunya sistem imunitas berupa dominasi Th1 dibanding Th2 karena kurangnya paparan terhadap endotoksin bakteri dalam proses tumbuh kembang sehingga akan rentan menderita alergi.3

2.1.7 Hygiene Hypothesis, Alergi,dan Revolusi Industri di Britania Raya

(23)

9

agen patogen bahkan merupakan flora normal usus dan kulit. Karena proses tersebut, terjadi dominasi pada sistem imun Th1 dibanding Th2.6

Revolusi industri di Britania Raya sendiri dimulai pada tahun 1750 sampai dengan 1850.21 Pada rentang tahun tersebut, Britania Raya membangun pabrik-pabrik secara besar-besaran, perkebunan dan pertanian ditutup. Semua orang yang biasa bertani dan berdagang, dipekerjakan untuk menjadi karyawan dan ditempatkan di berbagai industri. Bahkan, karena masih kekurangan pekerja, pemilik pabrik memutuskan untuk mempekerjakan anak-anak. Baru setelah beberapa dekade, pemerintah Britania Raya menerapkan peraturan bagi pekerja anak-anak 22

(24)

10

Gambar 2, Old Friends Hypothesis oleh Graham Rook

Sumber: Yazdanbakhsh, 2002.8

Gambar di atas menjelaskan secara garis besar teori yang dibuat oleh Rook. Rook, yang menyempurnakan hygiene hypothesis Strachan berkesimpulan bahwa ketika seseorang seimbang antara infeksi yang memicu Th1 dan Th2, maka akan terjadi perkembangan T-regulasi sehingga terjadi keseimbangan yang mengarah pada ketiadaan imunopatologi. Sedangkan ketika salah satunya lebih dominan, T-regulasi tidak terbentuk sehingga akan terjadi autoimunitas (bila infeksi yang memicu Th1 lebih dominan), dan alergi (bila infeksi yang memicu Th2 lebih dominan).24

2.1.8 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Dermatitis Atopi

(25)

11

binatang peliharaan, kasur kapuk memiliki proporsi rendah.20 Pajanan asap rokok tersebut didasarkan pada teori bahwa pajanan asap rokok dapat menimbulkan sensitisasi dengan meningkatkan respons IgE.20

2.1.9 Dermatitis Atopi dan Riwayat Tidak Vaksinasi BCG

Riwayat tidak vaksinasi BCG juga merupakan salah satu faktor risiko atopi yang pada beberapa studi terbukti kemaknaannya secara statistik, walaupun beberapa studi yang lain menyimpulkan hal tersebut diperkirakan tidak memberikan efek proteksi dari atopi. Pada studi yang dilakukan oleh Ahmadiasfhar tahun 2005, didapatkan bahwa terdapat korelasi yang berkebalikan antara bekas luka BCG dengan dermatitis atopi dan asma, namun gagal menunjukkan hubungan antara bekas luka BCG dan rinitis alergi. Studi tersebut merupakan studi cross sectional yang melibatkan 1000 anak yang berumur 10-15 tahun di kota Zanjan. Dari 1000 anak tersebut, 501 anak adalah perempuan dan 499 anak adalah laki-laki. Didapatkan 137 anak dengan asma, 121 anak dengan dermatitis atopi, dan 141 anak dengan rinitis alergi. Dalam studi tersebut, disebutkan bahwa diameter bekas luka BCG merupakan marker untuk aktivitas limfosit Th1, sebagai efek inhibitor untuk limfosit Th2 dan induksi alergi. 9

Pada studi lain yang dilakukan oleh Al-Yaseen, yang juga mencari hubungan antara dermatitis atopi dan riwayat vaksinasi BCG, ditemukan bahwa persentase anak dengan dermatitis atopi yang memiliki diameter bekas luka kurang dari 1mm (bekas luka BCG negatif) lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol. Studi tersebut menyimpulkan bahwa risiko dermatitis atopi pada anak dengan bekas luka BCG negatif (diameter <1mm) lebih besar 3,2 kali dibanding dengan anak dengan reaksi BCG lemah atau positif. Studi tersebut melibatkan 252 anak dengan dermatitis atopi dibandingkan dengan kelompok kontrol sebanyak 350 anak. Adapun reaksi BCG dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

(26)

12

BCG merupakan vaksin yang paling sering dipakai di seluruh dunia. Vaksin BCG dibuat dengan strain Mycobacterium bovis yang dilemahkan. BCG biasanya secara rutin diberikan selama bulan pertama kehidupan, lalu luka terbentuk dalam waktu 6 minggu setelah vaksinasi.21 Pada saat itu, imunitas telah terbentuk dan seiring dengan berjalannya waktu, imunitas akan menghilang setelah 5-7 tahun.22 Namun, pada studi tersebut gagal menjelaskan hubungan antara jenis kelamin, usia, dan kejadian dermatitis atopi.20 Pada editorial oleh Obihara, 2007, disebutkan juga beberapa studi yang mencari hubungan antara riwayat vaksinasi BCG dan penyakit atopi.23

2.1.10 Dermatitis Atopi dan Obesitas

(27)

13

2.1.12 Dermatitis Atopi dan Jenis Kelamin

Dari penelitian yang dilakukan oleh Mandhane, 2005, terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian DA dan jenis kelamin. Studi tersebut menunjukkan bahwa anak laki-laki tiga kali lebih banyak terdiagnosis penyakit atopi daripada perempuan. Namun, di studi tersebut juga ditemukan bahwa prevalensi tersebut menjadi sama jumlahnya antara laki-laki dan perempuan saat remaja, untuk kemudian prevalensinya bergeser ke lebih banyak perempuan daripada laki-laki ketika dewasa. Hal tersebut diperkirakan karena faktor hormonal, namun mekanismenya belum diketahui.25

(28)

14

2.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

Dermatitis atopi kelainan kulit yang merupakan peradangan kronik, bersifat pruritik dan eksematosa pada individu dengan predisposisi herediter terhadap pruritus pada kulit; sering disertai dengan rinitis alergika, hay fever, dan asma.

Sesuai rekam medis. Kategorik, Ordinal

Vaksin BCG Vaksin Bacillus Calmette-Guerin, biasa disebut BCG, dimana diperuntukkan untuk memperkuat dan mengenalkan sistem imun pada bakteri yang memiliki dinding guanine, terutama bakteri Tuberkulosis.

Sesuai rekam medis, dibedakan atas ya dan tidak. kemudian dihitung kembali dengan growth chart dari Center for Disease Control (CDC), atau telah tertera pada rekam medis. Dalam penelitian ini, status gizi dikategorikan lagi menjadi gizi buruk, gizi kurang atau gizi baik dan overweight, obesitas ringan, obesitas sedang, obesitas berat.

Kategorik, Ordinal

Usia Usia pasien dihitung dari pasien lahir sampai pada saat pasien terdiagnosis dermatitis atopi

Sesuai dengan rekam medis, dibedakan menjadi 0-1, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-6, dan 6-dikarenakan terdapat riwayat alergi dari orang tua ataupun generasi diatasnya.

Sesuai dengan rekam medis, dibedakan menjadi ya dan tidak.

Kategorik, Ordinal

Jenis Kelamin

Sesuai dengan rekam medis, dibedakan atas laki-laki dan perempuan

(29)

BAB III

Metodologi Penelitian

3. 1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode potong lintang (cross sectional design).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat Penelitian di IRMPDI Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2014.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi terjangkau p ada penelitian ini adalah semua anak dengan kejadian alergi.

3.4 Sampel dan cara pemilihan sampel

Sampel target pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus analitik deskriptif:

n = jumlah sampel minimal

Zα = derivate baku alfa

(30)

16

Ditetapkan kesalahan tipe 1 (α) pada penelitian ini sebesar 5%, didapatkan nilai derivat baku alfa (Zα) sebesar 1,96. Nilai P yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 0,5 sehingga didapatkan nilai Q sebesar 0,5 agar didapatkan jumlah perkalian P dan Q yang paling besar (0.25). nilai presisi yang ditetapkan peneliti sebesar 10%. Berdasarkan nilai-nilai variabel yang telah ditentukan, didapatkan nilai n sebesar 96.

3.5 Kriteria Inklusi

Pasien yang datang ke poli anak atau kulit dan terdiagnosis DA, baik diagnosis utama atau diagnosis penyerta yang berusia antara 0-7 tahun.

3.6 Kriteria Eksklusi

Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap atau pasien yang lebih dari umur 7 tahun atau pasien dicurigai atau terdiagnosis tuberkulosis intra maupun ekstra paru.

3.7 Identifikasi Variabel

- Variabel terikat adalah anak dengan dermatitis atopi.

- Variabel bebas dari penelitian ini terdiri dari faktor familial, riwayat vaksinasi BCG, umur, jenis kelamin, dan status gizi.

3.8 Cara Kerja Penelitian

(31)

17

3.9 Etika Penelitian

Ethical Clearance telah diajukan ke komisi etik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sedang diproses. Adapun untuk ethical clearance dari RSUP Fatmawati telah mendapat persetujuan dari divisi pendidikan dan penelitian RSUP Fatmawati pada Agustus 2014.

3.10 Kerangka Konsep

3.11 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Bulan

Juni Juli Agustus September 1. Proposal dan

pengajuan izin 2. Pelaksanaan

penelitian

3. Analisis data

4. Penulisan laporan

Faktor Risiko Familial

Status Gizi

Alergi Riwayat tidak

Vaksinasi BCG

Jenis Kelamin

(32)
(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Prevalensi dermatitis atopi anak umur 0-7 tahun di RSUP Fatmawati

Tabel 4.1 Prevalensi dermatitis atopi RSUP Fatmawati

Variabel Kategori Jumlah Persentase % Faktor familial Dengan faktor familial 20 20

Tanpa faktor familial 80 80

(34)

20

Tabel 4.2 Sebaran usia pada pasien dermatitis atopi RSUP Fatmawati

Variabel Kategori Jumlah Persentase %

Usia 0-1 35 35

Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa dari 100 anak dengan dermatitis atopi, 35 (35%) anak diantaranya adalah anak di bawah 1 tahun, lalu cenderung menurun lalu tetap pada umur 1-2 tahun, 2-3 tahun, dan 3-4 tahun dimana berturut-turut jumlahnya adalah 13 (13%) anak, 12 (12%) anak, dan 14 (14%) anak. Lalu kejadian menurun lagi pada anak 4-5 tahun, yaitu 9 (9%) anak dan meningkat kembali pada umur 5-6 tahun, yaitu 11 (11%) anak, dan pada 6-7 tahun didapatkan 6 (6%) anak.

Pembahasan

Dari data tersebut, ditemukan perbedaan dengan penemuan dari penelitian sebelumnya dan referensi dengan data yang ditemukan penulis. Baratawidjaja menjelaskan bahwa salah satu yang sangat mempengaruhi terjadinya penyakit atopi adalah riwayat familial. Persentase risiko atopi bagi anak ketika tidak ada orang tua alergi adalah 10-25%, meningkat menjadi 20-30% ketika salah satu orang tua alergi, dan 30-40% ketika kedua orang tua alergi, namun manifestasi organ berbeda, lalu terjadi peningkatan yang sangat signifikan bila kedua orang tua terdapat riwayat atopi dengan manifestasi organ yang berbeda, yaitu sampai dengan 60-80%.16

(35)

21

ke Th1 lah yang mengurangi gejala atopi, namun karena berkembangnya sel T-regulasi, sehingga menyebabkan terjadinya keseimbangan antara respon imun Th1 dan Th2. Pendapat Rook berdasarkan studi bahwa pada penderita diabetes melitus tipe 1 (hipersensitivitas imun terkait Th1) juga insiden alergi (hipersensitivitas imun terkait Th2) berkorelasi dekat di Eropa. Argumen Rook juga diperkuat oleh bukti bahwa beberapa bakteri yang menginfeksi saluran nafas justru menjadi pemicu alergi.

Sebagai perlawanan terhadap teori Strachan, Rook mencetuskan teori “Old Friends

Hypothesis”. Old friends hypothesis berpendapat, bahwa bukan infeksi dan bukan higienitaslah yang dapat menurunkan insiden alergi, namun lebih kepada flora normal usus, seperti Lactobacillus, dan cacing helminth, dan Saprophytic mycobacteria.24

Untuk usia dan DA, didapatkan bahwa DA lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Tidak ada studi yang menemukan hubungan antara jenis kelamin dan kejadian atopi. Studi yang dilakukan oleh Eldin, 2008, menemukan hubungan yang lemah antara kejadian alergi dan jenis kelamin perempuan.24 Mandhane et al, melaporkan bahwa kejadian atopi sebelum pubertas pada laki-laki 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan wanita, dan menjadi sama banyak saat remaja.25

Dari data tersebut dapat kita lihat kecenderungan dermatitis atopi seiring peningkatan umur adalah menurun. Hal ini sesuai dengan Baratawidjaja, 2009, yang menyatakan dalam bentuk grafik dengan puncak bifasik yang mana kejadian puncak pertama dermatitis atopi pada anak adalah pada umur 0-2 tahun, lalu cenderung menurun sampai umur 7-8 tahun untuk kemudian cenderung naik lagi sehingga mencapai puncak keduanya pada umur 8-16 tahun.2

(36)

22

Namun, dalam studi tersebut justru ditemukan hubungan yang berkebalikan antara serum hormon leptin dan serum total IgE.24

4.6 Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian ini, ditemukan keterbatasan penelitian sebagai berikut:

1 Desain penelitian potong lintang

Penelitian ini berdesain penelitian potong lintang (cross sectional design), penelitian ini hanya mendapatkan gambaran berupa variabel yang diteliti, baik berupa variabel terikat atau variabel bebas, sehingga tidak bisa didapatkan hubungan sebab akibat.

2 Data berupa rekam medis

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari 100 anak dengan dermatitis atopi tahun kejadian 2008-2014 umur 0-7 tahun, 80% diantaranya tidak memiliki faktor risiko familial.

2. Dari 100 anak dengan dermatitis atopi tahun kejadian 2008-2014 umur 0-7 tahun di RSUP Fatmawati, 76% diantaranya belum divaksin BCG

3. Dari 100 anak dengan dermatitis atopi tahun kejadian 2008-2014 umur 0-7 tahun di RSUP Fatmawati, 56% diantaranya adalah anak laki-laki

4. Dari 100 anak dengan dermatitis atopi tahun kejadian 2008-2014 umur 0-7 tahun di RSUP Fatmawati, 35% diantaranya berumur 0-1 tahun, dan 6% berumur 6-7 tahun.

5.2 Saran

1. Jumlah sampel sebaiknya diperbanyak lagi sehingga didapatkan data yang lebih banyak, karena dengan data yang lebih banyak maka penelitian dapat diteruskan menjadi case control, sehingga bisa didapatkan hubungan kausatif antara variabel terikat dengan variabel bebas.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mahode, Albertus Agung dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi 28. Jakarta: EGC. 2012, h. 37.

2. Baratawidjaja, Karnen Garna & Iris Rengganis. Alergi Dasar. Jakarta: Interna

Publishing, 2009, h. 8-19.

3. Fauci, Anthony S et al. Harrison‟s Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw-Hill, 2011.

4. Strachan DP. Hay fever, hygiene, and household size. BMJ. 1989;299:1259–

60.

5. Okada, H. The „hygiene hypothesis‟ for autoimmune and allergic diseases: an update. British society for immunology. 2010;160:1-9.

6. Rook GA. Innate immune responses to mycobacteria and the downregulation of atopic responses Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2003;3(5):337-42.

7. Smith, SR, Bloomfield S. The hygiene hypothesis and implications for home

hygiene, Lifestyle, and Public Health. International Scientific Forum on Home

Hygiene. 2012.

http://www.ifh-homehygiene.org/sites/default/files/publications/Hygiene%20hypothesis%20r eview_19092012.pdf. Diunduh pada 13 September 2013.

8. Obihara, C. C. dan P.G. Bardin. Hygiene Hypothesis, allergy, and BCG: a dirty mix?. Clinical experimental allergy. 2007;38:388-92.

9. Ahmadiafshar, Akefeh et al. A Study of Relation between BCG Scar and

Atopy in Schoolchildren of Zanjan City. Iran J Allergy Asthma Immunol.

2005;4(4):185-8.

10.Al-Yassen, Asaad KT. Relationship between Atopic Dermatitis and BCG

(39)

25

13.Eldin, Lerine B et al. Relation between Obesity, Lipid Profile, Leptin, and

Atopic Disorder in Children. Egypt J pediatr Allergy Immunol. 2008;6(1):

27-34.

14.Mandhane, P J, Greene J M, Cowan J O, Taylor D R, Sears M R. Sex Differences in Factors Associated with childhood and adolescent onset wheeze. Am J Respir Crit Care Med. 2005;172(1):45-54.

15.Taylor, A J Newman. ABC of Allergies Asthma and Allergy. British Medical Journal. 1994;316:997-9.

21.Guyton, Arthur C dan Hall J E. Textbook of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Inc. 2006, h. 449-450.

22.Galbi, Douglas A. Child Labor and the Division of Labor in the Early English Cotton Mills. Journal of Population Economics. 1997;10:357-75.

23.Koot, Gerard M. Aspect of the Industrial Revolution in Britain. University of Massachusetts. 2006.

(40)

LAMPIRAN

(41)
(42)

28

Gambar

Gambar 2 Penjelasan singkat Old Friends Hypothesis Graham Rook……………………10
Tabel 4.2 Sebaran usia pasien dermatitis atopi di RSUP Fatmawati………………….20
gambaran risiko dermatitis atopi.
Gambar 1, Frekuensi penyakit alergi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung biasanya lebih kecil dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal lebih dari

Wellsin (2006) Iso-Britanniassa tekemässä tutkimuksessa, jossa kartoitettiin yleisön tietoisuutta zoonoosiriskistä Toxocara spp. aiheuttamana, vain 5,8 % tutkimukseen

Selanjutnya pada uji koagulasi, larutan kuning telur, putih telur dan ikan giling ditambahkan larutan asam asetat yang kemudian dipanaskan sehingga dapat menghasilkan

tidak mau harus memiliki kemampuan belajar mandiri, karena media baru telah. menyediakan berbagai informasi yang begitu

2) Uji thitung pada SMA Negeri 7 Surakarta Maringgai dengan taraf signifikansi 0,05 didapatkan nilai thitung (3,078)&gt; ttabel (1,655), menunjukkan bahwa Ho ditolak atau H1

Dari pembahasan di atas dapat diambil perbandingan bahwa untuk analisis pelaksanaan pelayanan gigi dan mulut pasien JKN dilihat dari pola komunikasi petugas di poli gigi,

a) Tafsir ini berbahasa Indonesia sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami al-Qur’an sebagai pedoman atau petunjuk bagi manusia. Memberi warna yang

Alfared Binnet dalam Susanto (2013: 15) membagi kecerdasan dalam 3 aspek kemampuan, yaitu: (a) kemampuan yang digunakan untuk memusatkan pada masalah yang akan diselesaikan;