PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT TANAH ANDISOL AKIBAT PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.)
SKRIPSI
OLEH:
BAYDO MAMOLIN H 100301229 AET-ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIKA DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT TANAH ANDISOL AKIBAT PEMBERIAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea maysL.)
SKRIPSI
OLEH:
BAYDO MAMOLIN H 100301229 AET-ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Perubahan Beberapa Sifat Fisika dan Kandungan Logam Berat Tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Nama : Baydo Mamolin H
NIM : 100301229
Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui, Komisi Pembimbing :
ABSTRAK
Erupsi Gunung Sinabung menyebabkan debu vulkanik menutupi sebagian wilayah dataran tinggi Karo dengan ketebalan berkisar antara 1- 10 cm. Hal ini dapat mempengaruhi sifat tanah dan pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan beberapa sifat fisika dan kandungan logam berat tanah Andisol akibat pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan perlakuan V0 (tanpa debu vulkanik), V1 (659,79 g/10 Kg BTKU), V2 (1319,59 g/10 Kg BTKU), V3 (1979,38 g/10 Kg BTKU), V4 (2639,17 g/10 Kg BTKU), V5 (3298,96 g/10 Kg BTKU) dengan 4 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah/ketebalan debu vulkanik secara nyata meningkatkan nilai BD, PD, persentase debu, Pb tanah, dan menurunkan persentase pasir dan pH tanah serta tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
Kata kunci : Debu vulkanik, sifat fisika tanah, logam berat, jagung.
ABSTRACT
Eruption of Sinabung caused volcanic ash covered the a part of area on Karo high level land with ranging thickness from 1 - 10 cm. This causes influence on soil properties and plant growth.
This study aimed to determine the changes of several physical properties and heavy metals content on andisol influence giving Sinabung volcanic ash and its effect on growth and production of maize. This study used a non-factorial randomized block design with treatment V0 (without volcanic ash), V1 (659.79 g/ 10 kg air soil dried), V2 (1319.59 g / 10 kg air soil dried), V3 (1979.38 g / 10 kg air soil dried), V4 (2639.17 g / 10 kg air soil dried), V5 (3298.96 g / 10 kg air soil dried) with four replications.
The results showed that the amount or thickness of volcanic ash significantly affect increase the value of BD, PD, silt percentage, soil Pb, and decrease the value of pH and sand percentage and does not significantly affect the growth and production maize.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Duri pada tanggal 24 Juni 1992 dari ayah
H. Hutabarat dan Ibu S.A.R. Simorangkir. Penulis merupakan putra kedua dari
tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Mandau dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
ujian tertulis Seleksi Masuk Nasional Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih
Program Studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai Koor. Bidang
Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi, Kabid. Keagamaan
Pemerintahan Mahasiswa, sebagai asisten praktikum di Laboratoratorium
Konservasi Tanah dan Air, mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah
(IMILTA) FP USU. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi ekstra
universitas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara III Kebun Ambalutu di Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan,
Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Perubahan Beberapa Sifat Fisika Dan Kandungan Logam Berat Tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.)” dimana skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
selaku ketua komisi pembimbing da selaku
anggota komisi pembimbing, serta kepada semua pihak yang yang telah berperan
dalam memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam
perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.
Medan, November 2014
DAFTAR ISI
Persyaratan Iklim dan Media Tumbuh Tanaman Jagung ... 17
Iklim ... 17
Pelaksanaan Penelitian... 20
Analisis Tanah Awal ... 21
Analisis Debu Vulkanik Awal ... 21
Aplikasi Debu Vulkanik ... 21
Aplikasi Pupuk Dasar, Penanaman dan Pemeliharaan ... 21
Pengamatan Parameter Tanaman ... 22
Pemanenan ... 22
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 29
Tinggi Tanaman ... 39
Pertumbuhan dan Produksi tanaman ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Nilai rataan BD, PD, dan Porositas tanah akibat debu vulkanik ... 25
2. Nilai rataan fraksi tanah akibat debu vulkanik ... 26
3. Nilai rataan pH tanah akibat debu vulkanik ... 28
4. Nilai rataan kandungan logam berat Pb tanah akibat debu vulkanik... 29
5. Nilai rataan tinggi tanaman per MST ... 29
6. Nilai rataan jumlah daun tanaman per MST ... 31
7. Nilai rataan bobot kering tajuk tanaman ... 32
8. Nilai rataan bobot kering akar tanaman ... 33
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Bagan Percobaan ... 46
2. Peta Pengambilan Sampel Tanah ... 47
3. Peta Pengambilan Sampel Debu Vulkanik ... 48
4. Deskripsi Jagung Varietas Pioner 23 ... 49
5. Hasil Analisis Tanah Andisol ... 50
6. Hasil Analisis Debu Vulkanik Gunung Sinabung ... 50
7. Nilai Bulk Densiti Tanah Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 51
8. Nilai Partikel Densiti Tanah Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 51
9. Nilai Porositas Tanah Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 52
10. Persentase Fraksi Pasir Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 52
11. Persentase Fraksi Debu Akibat Pemberian Debu Vulkanik... 53
12. Persentase Fraksi Liat Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 53
13. Tekstur Tanah Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 54
14. Nilai pH (H2O) ... 54
15. Nilai Pb tanah Andisol Akibat Pemberian Debu Vulkanik... 55
16. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 2 MST ... 55
17. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 3 MST ... 56
18. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 4 MST ... 56
19. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 5 MST ... 57
20. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 6 MST ... 57
21. Nilai Tinggi Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 7 MST ... 58
22. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 2 MST .... 58
23. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 3 MST .... 59
24. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 4 MST .... 59
25. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 5 MST .... 60
26. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 6 MST .... 60
27. Nilai Jumlah Daun Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik pada 7 MST .... 61
28. Bobot Kering Tajuk Tanaman ... 61
29. Bobot Kering Akar Tanaman ... 62
30. Bobot Pipilan Kering ... 62
31. Batas Kritis Logam Berat Pada Tanah dan Tanaman ... 63
32. Analisis Partikel Densiti Tanah Metode Perendaman (submersion) ... 63
33. Gejala Visual Tanaman Akibat Pemberian Debu Vulkanik ... 64
ABSTRAK
Erupsi Gunung Sinabung menyebabkan debu vulkanik menutupi sebagian wilayah dataran tinggi Karo dengan ketebalan berkisar antara 1- 10 cm. Hal ini dapat mempengaruhi sifat tanah dan pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan beberapa sifat fisika dan kandungan logam berat tanah Andisol akibat pemberian debu vulkanik Gunung Sinabung serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial dengan perlakuan V0 (tanpa debu vulkanik), V1 (659,79 g/10 Kg BTKU), V2 (1319,59 g/10 Kg BTKU), V3 (1979,38 g/10 Kg BTKU), V4 (2639,17 g/10 Kg BTKU), V5 (3298,96 g/10 Kg BTKU) dengan 4 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah/ketebalan debu vulkanik secara nyata meningkatkan nilai BD, PD, persentase debu, Pb tanah, dan menurunkan persentase pasir dan pH tanah serta tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
Kata kunci : Debu vulkanik, sifat fisika tanah, logam berat, jagung.
ABSTRACT
Eruption of Sinabung caused volcanic ash covered the a part of area on Karo high level land with ranging thickness from 1 - 10 cm. This causes influence on soil properties and plant growth.
This study aimed to determine the changes of several physical properties and heavy metals content on andisol influence giving Sinabung volcanic ash and its effect on growth and production of maize. This study used a non-factorial randomized block design with treatment V0 (without volcanic ash), V1 (659.79 g/ 10 kg air soil dried), V2 (1319.59 g / 10 kg air soil dried), V3 (1979.38 g / 10 kg air soil dried), V4 (2639.17 g / 10 kg air soil dried), V5 (3298.96 g / 10 kg air soil dried) with four replications.
The results showed that the amount or thickness of volcanic ash significantly affect increase the value of BD, PD, silt percentage, soil Pb, and decrease the value of pH and sand percentage and does not significantly affect the growth and production maize.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung yang terdapat di
Sumatera Utara, Indonesia, selain gunung Sibayak. Gunung ini berada pada
gugusan Bukit Barisan yang memiliki ketinggian 2.460 meter di atas permukaan
laut. Aktifitas vulkanik berupa letusan terakhir kali terjadi pada tahun 2013 hingga
sekarang (Wikipedia, 2014).
Hasil Erupsi Gunung Sinabung menyebar ke 15 Desa dan 2 Dusun yang
tersebar dalam 4 Kecamatan yaitu : Kecamatan Tiga Nderket (Desa Mardinding,
Desa Temberun, dan Desa Perbaji); Kecamatan Payung (Desa Selandi, Desa Sukameriah, dan Guru Kinayan); Kecamatan Simpang Empat (Desa Berastepu,
Dusun Sibintun, dan Desa Gamber); Kecamatan Naman Teran (Desa Bekerah,
Desa Simacem, Desa Sukanalu, Desa Kuta Tonggal, Desa Sigarang-garang, Desa
Kuta Rakyat, Desa Kuta Gugung, dan Dusun Lau Kawar). Erupsi yang
menghasilkan material berukuran abu (hujan abu lebat) sampai lapili (berukuran
2-6 cm) yang ancamannya dapat mencapai radius 5 km dan juga dapat
disertai awan panas serta memiliki Fluks SO2 mencapai 4457 ton/hari
(Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2014).
Lahan pertanian tidak luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Seluas
652 ha tanaman pangan di sekitar Gunung Sinabung rusak. Tanaman buah-buahan
tercatat seluas 1.927 ha. Tanaman hias yang seluas 9 ha, seluruhnya terkena
gangguan. Tanaman sayur-mayur juga terganggu hingga seluas 3.589 ha
Debu yang jatuh dan menutupi lahan pertanian memberikan dampak positif dan
negatif bagi tanah dan tanaman. Dampak positif bagi tanah, secara tidak langsung
adalah memperkaya dan meremajakan tanah yang juga meningkatkan kesuburan
tanah, sedangkan dampak negatifnya adalah debu tersebut menutupi permukaan
daun sehingga menghambat proses fotosintesis dan menyebabkan tanaman
tersebut lambat laun akan mati.
Partikel debu vulkanik setelah jatuh ke tanah akan memadatkan tanah yang
akan meningkatkan bulk densiti dari tanah tersebut. Dari penelitian
Suriadikarta dkk.,(2010) terjadi pemadatan tanah akibat penutupan tanah oleh debu vulkanik Gunung Merapi yang terlihat dari peningkatan BD, yaitu pada
ketebalan 29 cm BD tanah menjadi 1,37-1,41g/cm3 dengan permeabilitas
0,92-5,69 cm/jam di daerah Kepuharjo. Pada daerah Balerante dan Paten dengan
ketebalan 10 cm dan 5 cm masih berpengaruh terhadap kepadatan tanah dan
cukup sulit untuk ditembus oleh air. Dampak negatif lainnya adalah
terkandungnya logam-logam berat dalam debu vulkanik tersebut. Berdasarkan
analisis di PPKS Sumatera Utara diketahui bahwa debu vulkanik gunung
Sinabung memiliki pH (H2O) 4.3, mengandung S (3.36 %); P (0.040%); MgO
(0.31%); K2O (0.141%); K (0.26 me/100gr); Na (0.23 me/100gr); Mg (4.77
me/100gr); S-SO4 (62 ppm); Fe2O3 (0.151%); SiO2 (74.47 %); Cu (0.28 ppm); Cd
(0.09 ppm) dan Pb (1.07 ppm) (Andreita, 2011). Hasil penelitian Andhika (2011)
menunjukkan bahwa pemberian debu vulkanik pada tanah inceptisol berpengaruh
nyata meningkatkan Cd-dd, Cu-dd, dan Pb-dd tanah dibandingkan dengan tanpa
Adanya logam berat pada tanah pertanian dapat menurunkan produktifitas
dan kualitas hasil pertanian karena logam berat dapat menganggu penyerapan
unsur hara lain dan menjadi racun bagi tanaman. Hal inilah yang menyebabkan
perlunya diketahui sejauh mana debu vulkanik mempengaruhi sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan serta produksi tanaman. Untuk itu, diperlukan penelitian untuk
mengetahui perubahan sifat - sifat tanah khususnya kepadatan tanah dan logam
berat yang terjadi akibat debu vulkanik serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan beberapa sifat fisika
dan kandungan logam berat tanah Andisol akibat pemberian debu vulkanik
Gunung Sinabung serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman jagung (Zea mays L.). Hipotesis Penelitian
Semakin tebal debu vulkanik, semakin meningkat nilai bulk densiti (BD);
partikel densiti (PD); kemasaman tanah; kandungan logam berat (Cd, Pb) dan
fraksi debu tanah serta menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
(Zea mays L.).
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan petani daerah Kabupaten Karo
dalam mengetahui perubahan sifat fisika tanah dan kandungan logam berat serta
dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan pada tanah Andisol akibat debu vulkanik
dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi
TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik
Letusan gunung berapi skala besar dapat melepaskan partikel debu ke
stratosfer yang menyebabkan bahaya yang signifikan di lingkungan baik dekat
maupun jauh dari gunung berapi. Partikel kasar (> 1 mm) bahan piroklastik yang
dilepaskan ke atmosfer oleh letusan tersebut jatuh dalam satu jam, tetapi sisa
halus partikel (<10 mm) dapat tetap bertahan selama beberapa hari bahkan sampai
berbulan-bulan. Partikel halus ini dapat terbang hingga jarak yang jauh dan
jumlah yang tidak teratur dari sumber vulkanik. Jarak perpindahan oleh partikel
debu tergantung pada beberapa faktor termasuk bentuk partikel yang
mempengaruhi aerodinamis dan sifat partikel (Riley, dkk., 2003).
Bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai
bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang
berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas dan tumpul, lapilli
atau little stone (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar. Batuan hasil erupsi gunung api berdasarkan
kadar silikanya dapat dikelompokkan menjadi batu vulkanis masam
(kadar SiO2 > 65%), sedang (35 – 65%) dan basa / alkali (<35%)
(McGeary dkk.,2002 dalam Fiantis, 2006).
Debu vulkanik Gunung Sinabung mengandung 0,28 ppm Cu, 0,09 ppm Cd
vulkanik Gunung Sinabung mengandung Cu, Pb dan B tertinggi berturut-turut
12,59 ppm Cu, 61,01 ppm Pb, dan 10,73 ppm B.
Berdasarkan hasil penelitian Andhika (2011), diketahui bahwa debu
vulkanik Gunung Sinabung berpengaruh nyata dalam meningkatkan BD tanah
0,17 g/cm3, PD 0,27 g/cm3, persentase fraksi debu 4,5%. Namun, menurunkan
porositas 1,31%, persentase fraksi pasir 4,5% dan persentase fraksi liat 0,5%.
Perbedaan atau peningkatan nilai BD dan PD tanah diakibatkan karena ukuran
debu vulkanik yang kecil atau berukuran 0.002–0.05 mm sehingga mampu
mengisi pori-pori tanah dan mampu meningkatkan bulk densiti dan partikel
densiti tanah.
Debu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman dengan komposisi total unsur tertinggi yaitu Ca, Na, K, dan Mg, unsur
makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, dan
Cu. Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral tanah,
memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga
dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah
miskin hara atau tanah yang sudah mengalami pelapukan
(Sediyarso dan Suping, 1987 dalam Rostaman, dkk., 2010). Sebaran Tanah Andisol
Tanah yang berasal dari bahan vulkanik (Andisol) memiliki penyebaran
yang terpisah dengan jenis tanah lain dimana tersebar di sekitar gunung api yang
aktif maupun tidak aktif lagi. Andisol memiliki penyebaran cukup luas yaitu di
Eropa (Italia, Sardinia, dan Perancis), di Afrika (Kenya, Ethiopia, Kamerun,
Rica, Panama, Colombia, Peru, Cili, Argentina, dan Bolivia), dan di Asia (Hawai,
Jepang, Korea, Pilipina, Indonesia, Papua New Guinea, dan New Zealand). Tanah
Andisol tersebar hampir 124.000.000 ha atau 0,84% dari daratan dunia dan 60%
berada pada daerah tropis (Takahashi dan Shoji, 2002).
Tanah Andisol di Indonesia diperkirakan luasnya ± 5.395.000 ha
atau ± 2,9% dari luas daratan di Indonesia. Andisol terluas terdapat di provinsi
Sumatera Utara dengan luas ±1.062 ha atau sekitar ± 19,86 % dari luas seluruh
Andisol di Indonesia, diikuti provinsi Jawa Timur 0,73 juta ha, Jawa Barat 0,50
juta ha, Jawa Tengah 0,45 juta ha, dan Maluku 0,32 juta ha. Tanah Andisol di
Sumatera menyebar pada dataran tinggi sepanjang Bukit Barisan yang ada gunung
vulkaniknya (Mukhlis, 2011; Musa dkk., 2006).
Tanah Andisol terbentuk dari endapan debu vulkanik yang telah
mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini
berwarna cokelat kehitaman. Tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api
aktif seperti Sumatera bagian barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara.
Umumnya terdapat pada ketinggian >600 m dpl pada wilayah yang berbukit
sampai bergunung (Ariyanto, 2012).
Tanah andisol memiliki potensi yang tinggi untuk pertanian. Banyak
daerah produktif di dunia berlokasi dekat dengan gunung berapi aktif atau yang
sudah tidak aktif lagi, dan daerah yang berpenduduk padat, seperti di Indonesia,
ditemukan dekat gunug berapi dimana Andisol terdapat. Tanah ini menempati
wilayah dataran tinggi sekitar 700 m dpl atau lebih tinggi, penggunaan utama
umumnya untuk pertanian pangan lahan kering (jagung, kacang tanah, ubi kayu,
kacang merah), bunga, dan juga tanaman perkebunan (teh, kopi, cengkeh, vanili)
(Mukhlis, 2011).
Andisol merupakan tanah yang didominasi oleh alumunium silikat amorf
dan/atau kompleks Al-humus. Biasanya memiliki sekuen horizon A-Bw-C.
Mineral sekunder non-kristalin dan sedikit mengkristal mempengaruhi sifat fisika
tanah Andisol. Akumulasi sejumlah besar humus membuat agregat yang sangat
porous (Mukhlis, 2011).
Sifat Fisik Tanah Andisol
Sifat fisik tanah sangat perlu diketahui karena mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman, menentukan penetrasi akar di dalam tanah,
retensi air, drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman serta mempengaruhi sifat kimia
dan biologi tanah. Sifat-sifat fisika tanah diantaranya adalah tekstur, struktur, bulk
density, warna, konsistensi, kadar air tanah, plastisitas, dan laju infiltrasi.
Andisol memiliki porositas, permeabilitas, dan stabilitas agregat yang
tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur
hara jika tidak tercuci berat. Mineral sekunder non-kristalin dan sedikit
mengkristal mempengaruhi sifat fisika tanah Andisol. Rendahnya bulk densiti
Andisol sebagian disebabkan oleh tingginya bahan organik dan rendahnya partikel
densiti yaitu 1,4 – 1,8 g/cm3. Rendahnya PD debu vulkanik 2,4 g/cm3 juga
menyumbang rendahnya bulk densiti Andisol. Rendahnya bulk densiti Andisol
utamanya merupakan refleksi dari porositas yang tinggi (Mukhlis, 2011).
Bulk densiti adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang
dikering-ovenkan per satuan volume. Nilai bulk densiti tanah berbanding lurus dengan
yang bertekstur liat dan berstruktur granular mempunyai bulk densiti antara
1,0-1,3 g/cm3 sedangkan yang bertekstur kasar antara 1,3-1,8 g/cm3 (Hanafiah, 2005).
Bulk densiti merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan
karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya,
seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility (COLE) dan kadar air tanah. Nilai bulk densiti tanah sangat bervariasi antara satu
titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur
tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah, dan kadar air tanah (Djunaedi, 2008).
Semakin tinggi bulk densiti semakin sulit ditembus air atau ditembus oleh
akar tanaman dan memiliki porositas yang rendah, juga sebaliknya. Bulk densiti
merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah semakin tinggi
bulk densiti. Selain itu, bulk densiti berperan terhadap infiltrasi, permeabilitas,
struktur, dan porositas tanah (Achmad, 2003 dalam Manfarizah dkk., 2011).
Partikel densiti berhubungan langsung dengan berat volume tanah.
Volume udara tanah, serta kecepatan sedimentasi partikel didalam zat cair.
Penentuan tekstur tanah dengan metode sedimentasi, perhitungan-perhitungan
perpindahan partikel oleh angin dan air memerlukan data berat jenis partikel.
Untuk tanah mineral partikel densiti sering diasumsikan sekitar 2,65 g/cm3. Akan
tetapi, sebernarnya partikel densiti tanah sangat bervariasi tergantung kepada
komposisi mineral tanah tersebut (Blake, 1986 dalam Kurnia dkk.,2006).
Porositas merupakan perbandingan antara massa total fase padat tanah
dengan volume fase padat. Massa bahan organik dan anorganik diperhitungkan
sebagai massa padatan tanah dalam penentuan berat jenis partikel tanah.
pori total. Berat jenis partikel berhubungan langsung dengan berat volume tanah,
volume udara tanah serta kecepatan sedimentasi partikel didalam zat cair. Berat
jenis partikel tanah sangat tergantung kepada komposisi mineral tanah tersebut
(Kurnia dkk.,2006).
Porositas dinyatakan dalam persen. Porositas yang terbaik terdapat pada
struktur yang baik (lempung) dibanding tekstur kasar (pasir). Porositas lebih besar
pada tanah berpasir dibanding tanah berliat. Jika bulk densiti dan partikel densiti
diketahui, porositas dapat diketahui melalui hubungannya. Meskipun porositas
total tanah adalah penting, distribusi ukuran pori adalah sama pentingnya.
Pori-pori individu dapat dikategorikan secara umum sebagai Pori-pori makro, yang besar
dari pori-pori mikro. Pori-pori makro memungkinkan gerakan bebas udara dan air.
Pori-pori mikro mempertahankan lebih banyak air dan membatasi pergerakan
udara dan air. Pembatasan aerasi tanah menyebabkan pertumbuhan tanaman
berkurang karena akar membutuhkan oksigen. Beberapa reaksi biologi dan kimia
dihambat oleh aerasi rendah (Dingus, 1999).
Dalam masalah porositas per satuan volume tanah ada tiga fenomena yang
perlu diperhatikan, yaitu:
a. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro
(dari 5.700 partikel per gram tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), luas
permukaan sentuh sangat sempit (45 cm2 per gram tanah) sehingga daya
pegang air sangat lemah.
b. Dominasi fraksi liat akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro
permukaan sentuh sangat luas (8 juta cm2 per gram tanah) sehingga daya
pegang air sangat kuat.
c. Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam
jumlah sedang (dari 5.776 juta partikel tanah terbentuk 1.250 pori meso), luas
permukaan sentuh menjadi cukup luas (454 cm2 per gram tanah) sehingga
menghasilkan daya pegang air yang cukup kuat.
(Hanafiah, 2005).
Tekstur tanah menggambarkan kandungan relatif (%) butir pasir, debu,
dan liat. Tanah mineral terdiri dari tiga bahan utama yaitu pasir, debu, dan liat.
Ketiganya dengan komposisi yang berbeda-beda menentukan tekstur tanah.
Kandungan bahan organik tanah yang mempengaruhi aspek kimia, fisika, dan
biologi tanah tidak menentukan tekstur tanah. Ukuran yang sangat kecil dan fraksi
tanah adalah koloid tanah, memilki luas permukaan besar. Koloid ini menentukan
kemampuan tanah memegang unsur-unsur hara juga berperan dalam menyimpan
air (Musa dkk.,2006).
Dari hasil analisis Yuinafatmawita dkk.,(2007), tanah andisol memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir 4,46%, debu 61,68%, dan
liat 33,86% yang menunjukkan jumlah pori makro dan mikro yang cukup bagi
retensi dan transmisi air. Selain itu, tanah Andisol memiliki bulk densiti
0,64 g/cm3 dan porositas 74,85% yang menunjukkan bahwa tanah Andisol tidak
padat.
Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro
(porous), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso
mikro (tidak porous). Tanah yang baik dicerminkan oleh komposisi ideal ketiga
fraksi, sehingga tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan
yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik
dibanding tanah bertekstur debu (Hanafiah, 2005).
Sifat Kimia Tanah Andisol
Andisol atau Andosol berasal dari kata 'Ando' yang berarti hitam atau
gelap, dan 'Sol' yang berarti tanah, sehingga Andisol atau Andosol berarti
juga tanah hitam. tidak semua jenis Andisol berwarna hitam, di beberapa
tempat dijumpai dengan warna kecokelatan. Tanah-tanah Andisol pada
umumnya mempunyai karakteristik utama yaitu memiliki sifat andik, yaitu
satu sifat tanah yang mengandung jumlah mineral Al (aluminium) ditambah
Fe (ferum/besi) lebih dari atau sama dengan 2 %, dan berat jenisnya kurang
dari 9 gr/cc, serta memiliki retensi fosfat lebih dari 85%; atau memiliki paling
sedikit 30% fraksinya berukuran 0,002 - 2 mm, serta memiliki kandungan
gelas vulkanik antara 5% sampai lebih dari 30% (tergantung kandungan
jumlah Al dan Fe-nya) (Rizalmahdi, 2009).
Kebutuhan kapur tanah tidak hanya berhubungan dengan pH tanah tetapi
juga berhubungan dengan kemampuan menyangga tanah. Jumlah total liat, bahan
organik tanah, dan jenis liat akan menentukan kemapuan tanah untuk
mempertahankan kondisinya atau daya sangga (buffer). Daya sangga ini adalah seberapa kuat tanah tahan terhadap perubahan pH. Kemampuan menyangga
semakin tinggi/meningkat sesuai dengan jumlah liat dan bahan organik tanah
Nilai pH tanah dapat juga digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah
karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. pH optimum untuk
ketersediaan unsur hara adalah 7,0 karena pada pH ini semua unsur makro tersedia
secara maksimum sedangkan unsur hara mikro tidak maksimum sehingga
kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan (Hanafiah, 2005).
Unsur hara sulfur (S) termasuk unsur hara esensial. Suplai unsur sulfur
bagi tanah dan tanaman dapat berasal dari atmosfir (gas sulfur dari gunung berapi,
asap dari pabrik industri, bensin, dan minyak residu) dan mineral tanah (batuan
beku). Dalam kondisi aerobik, sulfur akan dioksidasikan menjadi asam sulfat.
Asam sulfat akan mengalami reaksi kembali menjadi ion H+ dan sulfat. Berikut
merupakan reaksinya : 2S + 3O2 + 2H2O 2H2SO4
2H2SO4 4H+ + 2SO42-
(Damanik, dkk., 2011).
Karena proses pembentukannya yang relatif muda, tanah Andisol lainnya
tidak memiliki lapisan-lapisan penciri khusus selain apa yang dinamakan
epipedon Mollik atau Umbrik. Epipedon adalah suatu istilah yang ditujukan bagi
lapisan di daerah permukaan tanah. Epipedon Mollik adalah lapisan permukaan
tanah setebal 18 cm atau lebih, mengandung bahan organik sedikitnya 1%,
memiliki warna gelap bila basah, dan agak terang bila kering. Kejenuhan basanya
lebih dari 50%, dan tidak pernah kering lebih dari 3 bulan. Tidak keras atau
padu apabila kering. Adapun epipedon Umbrik adalah sama dengan Mollik,
namun kejenuhan basanya kurang dari 50%. Berdasarkan kandungan kejenuhan
subur (secara kimiawi) dibandingkan tanah Andisol yang memiliki epipedon
Umbrik (Rizalmahdi, 2009).
Tanaman membutuhkan unsur hara yang cukup pada pertumbuhannya.
Unsur hara yang dibutuhkan yaitu unsur hara makro dan mikro yang saling
mendukung untuk pertumbuhan yang didapat dari alam ataupun dengan
penambahan pupuk kedalam tanah. Pada Andisol terjadi retensi P yang tinggi
atau >85% sehingga ketersediaan P bagi tanaman cukup rendah. Fiksasi fosfat
(P) yang besar pada Andisol merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan
(Chairunnisa, dkk., 2013). Logam Berat Pada Tanah
Logam berat adalah elemen/unsur logam atau metaloid yang memiliki
massa jenis atau densitas yang tinggi dan bersifat sangat toksik meski pada
konsentrasi sangat rendah. Logam berat merupakan penyusun utama pada
kerak bumi yang tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat
meliputi tembaga (Cu), timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn), raksa (Hg),
arsenik (As), perak (Ag), kromium (Cr), besi (Fe) dan kelompok logam
platina (Pt) (Duruibe dkk.,2007 dalam Ghifari, 2011).
Kadmium adalah suatu logam putih, mudah dibentuk, lunak dengan warna
kebiruan. Titik didih relatif rendah (76ºC) membuatnya mudah terbakar,
membentuk asap kadmium oksida. Kadmium dan bentuk garamnya banyak
digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya
Ketersediaan logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh (1) KTK
(Kapasitas Tukar Kation), (2) Reaksi pengkompleksan, (3) pH larutan, (4) Anion
dalam larutan tanah, (5) Potensial redoks tanah (Notohadiprawiro, 2006).
Kadmium dan Timbal merupakan mineral yang tergolong mikro elemen,
merupakan logam berat dan berpotensi menjadi bahan toksik. Jika terakumulatif
dalam tubuh, maka berpotensi menjadi bahan toksik pada makhluk hidup.
Masuknya unsur Pb dan Cd ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui saluran
pencernaan (gastrointestinal), saluran pernafasan (inhalasi) dan penetrasi melalui kulit (topikal) (Sudarwin, 2008).
Logam Tembaga, Seng, dan Kadmium merupakan bahan pencemar tanah.
Bahan pencemar tanah dapat dipilah menjadi dua, yakni bahan anorganik dan
bahan organik. Bahan anorganik terutama logam berat seperti seng, tembaga,
timbal dan arsenikum. Bahan – bahan tersebut cenderung berada didalam tanah
dalam waktu yang lama, meskipun status kimianya kemungkinan berubah
menurut waktu (Hanafiah, 2005).
Timbal termasuk logam berat ”trace metals” karena mempunyai berat jenis lebih dari lima kali berat jenis air. Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh
melalui makanan kan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan terbuang
bersama bahan sisa metabolisme (Sudarwin, 2008).
Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar
13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam
padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya
berkisar antara 0,1 -1,0 µg/kg berat kering (Sudarmaji dkk.,2006).
Berpengaruh langsung terhadap kelarutan unsur logam berat adah pH
tanah. Kenaikan pH menyebabkan logam berat mengendap. Pengaruh tidak
langsung adalah pengaruh KTK. Sebagian KTK berasal dari muatan tetap dan
sebagian lagi berasal dari muatan terubahkan (variable charge). Muatan terubahkan bergantung pda pH yang meningkat sejalan dengan peningkatan pH
(Notohadiprawiro, 2006).
Masuknya logam berat secara berlebihan pada tumbuhan, misalnya Pb
akan mengurangi asupan Mg dan Fe, sehingga menyebabkan perubahan pada
volume dan jumlah kloroplas. Perubahan kandungan klorofil akibat meningkatnya
konsentrasi logam berat terkait dengan rusaknya struktur kloroplas. Pembentukan
struktur kloroplas sangat dipengaruhi oleh nutrisi mineral seperti Mg dan Fe
(Widowati, 2011).
Logam berat masuk ke lingkungan oleh sumber-sumber alam dan
antropogenik kecuali tanah yang berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari bahan
induk yang mengandung logam berat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan logam berat yang dapat diserat tanaman antara lain adalah pH tanah,
kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik, tekstur tanah, dan interaksi
antara unsur-unsur (Jung, 2008).
Penyerapan logam berat oleh tanaman terutama tergantung pada spesies,
kultivar, umur atau fase fisiologisnya serta kualitas tanah. Faktor lain adalah
manajemen agronomi, dan jenis sistem akar tanaman serta respon tanaman untuk
terhadap logam berat juga ditentukan oleh jenis logam beratnya. Sebagian besar
logam berat diakumulasikan tanaman di akar. Struktur tanah juga telah dianggap
sangat penting yang mempengaruhi tingkat logam diambil oleh tanaman.
Kelarutan logam dalam tanah secara dominan dipengaruhi oleh pH, jumlah logam
kation, kapasitas tukar, kandungan karbon organik dan oksidasi
(Kabata-Pendias dan Pendias, 1984 dalam Malik, dkk., 2010).
Ketersediaan logam berat dalam tanah sangat di pengaruhi oleh reaksi
pengkompleksan. Ion logam berat berikatan pada senyawa organik, terutama
asam-asam humat dan fulvat membentuk kelat.
COO COO
R L R O O
Dimana L adalah kation logam yang terkelat, R adalah radikal hidrokarbon, dan
COO serta O adalah kelompok fungsional yang telah mendisosiasikan H+. Dalam
hal ini mobilitas logam berat meningkat sehingga logam berat lebih mudah
terlindi (leached). Kelasi juga menurunkan toksisitas larutan logam berat. Selain itu, pH juga berpengaruh langsung atas keterlarutan unsur logam berat. Kenaikan
pH menyebabkan logam berat mengendap (Notohadiprawiro, 2006).
Zat humat adalah zat makromolekul dan kompleks dan terdiri dari
substitusi aromatik dan bahan hidrokarbon alifatik. Stabilitas kompleks
logam-organik tergantung pada mekanisme pengikatan logam pada molekul logam-organik.
Jenis pengikatan komples adalah pengekelatan, di mana setidaknya dua atom
ligan milik molekul yang sama terikat melalui koordinat obligasi dengan logam
kompleks di mana molekul yang mengandung atom donor yang melekat satu
sama lain dan juga dengan ion logam. Sebuah molekul yang bertindak sebagai
pengkelat harus memiliki minimal dua kelompok fungsional, misalnya gugus
asam yang telah kehilangan proton. Stabilitas pengkelatan meningkat ketika
cincin menyatu, yaitu dimana ion logam berikatan pada gugus organik lain
menutup siklus pengompleksan. Berikut contoh reaksi pengkelatan logam oleh
asam humat :
(Falck, 1990).
Persyaratan Iklim dan Media Tumbuh Tanaman Jagung
Iklim yang dikehendaki oleh tanaman adalah daerah-daerah beriklim
sedang dan daerah beriklim subtrpopis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh
didaerah yang terletak antara 0-500 LU – 0-400 LS. Pada lahan yang tidak
berigasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar
85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembuangan dan pengisian biji
tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh
karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan
penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai
Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah tanah
alluvial atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung
tidak toleran pada genangan air (Kartasapoetra, 1988).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Keasaman tanah erat
hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah
yang baik adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Analisis debu vulkanik dilakukan di Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Medan dan analisis tanah di Laboratorium
Kimia/Kesuburan Tanah, Laboratorium Riset dan Teknologi dan Laboratorium
Fisika Tanah Fakultas Pertanian USU, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada
Mei sampai September 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah Andisol Tigapanah, Kecamatan
0-20 cm, benih jagung varietas Pioner 23, debu vulkanik Gunung Sinabung,
pupuk urea, SP-36, dan KCL sebagai pupuk dasar, serta bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk analisis di laboratorium.
Alat yang digunakan adalah GPS, cangkul untuk pengambilan sampel
tanah, polibag, karung goni, timbangan serta alat-alat yang digunakan untuk
analisis di laboratorium.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non Faktorial.
Faktor perlakuannya adalah debu vulkanik (V) dengan 6 taraf ketebalan debu,
Faktor Perlakuan Debu Vulkanik (V) :
V0 = Tanpa debu (0 g/ 10 Kg BTKU)
V1 = Ketebalan debu vulkanik setara 2 cm (659,79 g/ 10 Kg BTKU)
V2 = Ketebalan debu vulkanik setara 4 cm (1319,59 g/ 10 Kg BTKU)
V3 = Ketebalan debu vulkanik setara 6 cm (1979,38 g/ 10 Kg BTKU)
V4 = Ketebalan debu vulkanik setara 8 cm (2639,17 g/ 10 Kg BTKU)
V5 = Ketebalan debu vulkanik setara 10 cm (3298,96 g/ 10 Kg BTKU)
Model linier Rancangan Acak Kelompok:
Yij = µ + αi + єij
Dimana :
Yij = Respon tanaman yang diamati
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh ketebalan debu vulkanik ke-i
єij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Untuk pengujian lebih lanjut terhadap masing-masing perlakuan diuji dengan uji
DMRT pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Tanah dan Debu
Pengambilan contoh tanah diambil secara zig-zag pada kedalaman
0-20 cm dan dikompositkan. Kemudian dikering udarakan dan diayak dengan
ayakan 10 mesh. Sedangkan, pengambilan debu dilakukan dengan menggunakan
kuas pada teras-teras bangunan dan dikompositkan. Lalu debu dikeringudarakan
Analisis Tanah Awal
Tanah yang telah kering udara dan telah diayak, dianalisis %KL dan %KA
untuk menentukan jumlah air yang diberikan dan berat tanah yang dimasukkan ke
tiap polibag. Kemudian dianalisis tanah awal seperti pH (H2O).
Analisis Debu Vulkanik Awal
Debu vulkanik yang telah kering udara dan telah diayak, dianalisis bulk
densiti (BD) debu untuk mengetahui kerapatannya. Sehingga dapat diketahui
jumlah debu yang diberikan untuk tiap polibag. Kemudian dianalisis kandungan
logam beratnya (Cd dan Pb).
Aplikasi Debu Vulkanik
Setelah tanah dimasukkan ke polibag, kemudian dilakukan penyusunan
dan pengacakan berdasarkan RAK non Faktorial dan diletakkan di lahan
percobaan. Diberikan debu vulkanik di permukaan tanah sesuai dengan
perlakuan, lalu diaduk dan diinkubasi selama 4 minggu. Dilakukan penyiraman
tanah sampai kondisi kapasitas lapang.
Aplikasi Pupuk Dasar, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Setelah tanah diinkubasi kemudian dilakukan pemupukan dasar
menggunakan Urea 3 g/polibag (½ dosis diberikan sebelum penanaman, ½ dosis
pada awal fase generatif), SP-36 0,5 g/polibag dan KCL 0,5 g/polibag dengan cara
meletakkannya pada lubang yang telah dibuat. Aplikasi pupuk dilakukan 1 hari
sebelum penanaman. Kemudian dilakukan penanaman benih jagung. Benih
jagung yang telah direndam dimasukkan ke polibag. Pemeliharaan dilakukan
dengan pemberian air secara rutin serta pembersihan gulma dilakukan setiap hari
Pengamatan Parameter Tanaman
Parameter tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman (cm) dan jumlah
daun (helai). Pengamatan parameter tanaman dilakukan hingga sekitar 80% dari
tanaman jagung mulai memasuki fase generatif atau pembungaan.
Pemanenan
Untuk pengamatan pertumbuhan jagung pemanenan dilakukan setelah
tanaman jagung mulai berbunga (akhir fase vegetatif). Bagian tajuk dan bagian
akar dipotong lalu dibersihkan dan dikeringkan untuk selanjutnya diovenkan.
Dihitung berat kering tajuk dan berat kering akarnya setelah diovenkan.
Sedangkan untuk pengamatan produksi jagung dipanen pada umur 120 hari.
Pemanenan dilakukan setelah biji pada tongkol berwarna kuning kemudian
ditimbang bobot kering pipilan.
Analisis Akhir Tanah dan Tanaman
Diambil tanah dekat perakaran secukupnya untuk keperluan analisis.
Parameter yang diukur meliputi analisis tanah dan tanaman.
Analisis tanah dilakukan pada akhir fase vegetatif meliputi :
1. Bulk Densiti (g/cm3) dengan metode ring sampel.
2. Partikel Densiti (g/cm3) dengan metode perendaman (submersion) (Lampiran 32)
3. Porositas (%) dengan menggunakan rumus :
Porositas = 1- (BD / PD) X 100%
4. Kemasaman tanah dengan metode elektrometris (pH H2O) dengan
5. Kadar Cd (ppm) dengan metode ekstraksi HNO3 dan HCl lalu diukur
dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry).
6. Kadar Pb (ppm) dengan metode ekstraksi HNO3 dan HCl lalu diukur
dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). 7. Tekstur Tanah dengan metode Hydrometer Bouyoucos.
Analisis tanaman meliputi :
1. Tinggi tanaman (cm) diukur sekali seminggu hingga akhir fase
vegetatif, mulai dari leher akar dekat permukaan tanah sampai bagian
ujung daun yang tertinggi.
2. Jumlah daun (helai) dihitung sekali seminggu hingga akhir fase
vegetatif yaitu daun yang telah terbuka sempurna.
3. Bobot kering tajuk tanaman jagung (g) diukur pada akhir fase vegetatif
setelah diovenkan ± 48 jam dengan temperatur 750C hingga
beratnya konstan.
4. Bobot kering akar tanaman jagung (g) diukur pada akhir fase vegetatif
setelah diovenkan ± 48 jam dengan temperatur 750C hingga
beratnya konstan.
5. Berat kering pipilan (g) diukur saat akhir fase generatif dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Pengaruh ketebalan debu vulkanik Gunung Sinabung terhadap perubahan
sifat fisika dan kandungan logam berat tanah Andisol serta pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) disajikan seperti berikut:
Sifat Fisika Tanah
BD, PD, dan Porositas Tanah
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 7, 8, dan 9) diketahui bahwa debu
vulkanik berpengaruh nyata terhadap bulk densiti dan partikel densiti tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap porositas tanah.
Berdasarkan uji DMRT pada rataan bulk densiti tanah diketahui bahwa
perlakuan V0 dan V1 tidak saling berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan V2, V3, V4, dan V5. Antara perlakuan V1, V2, dan V3 tidak berbeda
nyata tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V4, dan V5. Perlakuan V4
berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V2, dan V5 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan V3. Perlakuan V5 berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1,
V2, V3, dan V4. Pada rataaan partikel densiti tanah juga diketahui bahwa
perlakuan V0 dan V1 tidak saling berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan V2, V3, V4, dan V5. Antara perlakuan V1, V2, dan V3 tidak berbeda
nyata tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V4, dan V5. Perlakuan V4
berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V2, dan V5 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan V3. Perlakuan V5 berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1,
Tabel 1. Nilai rataan BD, PD, dan Porositas tanah akibat debu vulkanik.
V1= Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU)
1,182 ab 1,782 ab 33,566
V2= Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU)
1,200 b 1,805 b 33,518
V3= Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU)
1,211 bc 1,818 bc 33,373
V4= Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU)
1,237 c 1,865 c 33,570
V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU)
1,335 d 2,003 d 33,327
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama berarti tidak berbeda nyata (5%) menurut uji DMRT
Dari Tabel 1. dapat diketahui bahwa nilai rataan BD tanah tertinggi setelah
3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik
3298,96 g/ 10 kg BTKU) sebesar 1,335 g/cm3 dan yang terendah pada perlakuan
V0 (Debu vulkanik 0 g/ 10 kg BTKU) sebesar 1,154 g/cm3. Nilai rataan PD tanah
tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik
3298,96g/ 10 kg BTKU) sebesar 2,003 g/cm3 dan yang terendah pada perlakuan
V0 ( Debu vulkanik 0 g/ 10 kg BTKU) sebesar 1,743 g/cm3. Sedangkan nilai
rataan porositas tanah tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan terdapat pada
perlakuan V0 (0 g/ 10 kg BTKU) sebesar 33,640% dan yang terendah terdapat
pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/ 10 kg BTKU) sebesar 33,327% .
Persentase Fraksi Tanah
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 10, 11, dan 12) diketahui bahwa
pemberian debu vulkanik berpengaruh nyata terhadap persentase fraksi debu dan
pasir tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase liat.
Berdasarkan uji DMRT pada rataan persentase pasir diketahui bahwa
perlakuan V2, V3, V4, dan V5. Perlakuan V2 berbeda nyata terhadap perlakuan
V0, V1, V4, dan V5 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan V3. Perlakuan
V3 berbeda nyata terhadap perlakuan V0 dan V1 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan V2, V4, dan V5. Antara perlakuan V4 dan V5 tidak saling
berbeda nyata dan juga tidak berbeda nyata terhadap perlakuan V3 tetapi berbeda
nyata terhadap perlakuan V0, V1, dan V2. Sedangkan pada rataan persentase debu
diketahui bahwa perlakuan V0 berbeda nyata terhadap perlakuan V3, V4, dan V5
tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan V1 dan V2. Perlakuan V1 berbeda
nyata terhadap perlakuan V3, V4, dan V5 tetapi tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan V0 dan V2. Perlakuan V2 berbeda nyata terhadap perlakuan V4 dan V5
tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V2, dan V3. Perlakuan V3
berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V4, dan V5 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan V2. Perlakuan V4 berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1,
V2, dan V3 tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan V5. Perlakuan V5
berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V2, dan V3 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan V4 (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai rataan fraksi tanah akibat debu vulkanik.
Perlakuan Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
V0 = Tanpa debu (0g/ 10 kg BTKU) 77 c 9 a 14
V1 = Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU) 77 c 9 a 14
V2 = Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU) 73 b 11 ab 16
V3 = Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU) 72 ab 12 b 16
V4 = Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU) 70 a 15 c 15
V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU) 70 a 15 c 15
Dari Tabel 2. dapat diketahui bahwa rataan persentase pasir tertinggi
setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada perlakuan V0
(0 g/10 Kg BTKU) dan V1 (Debu vulkanik 659,79 g/10 kg BTKU) sebesar 77%
dan yang terendah pada perlakuan V4 (debu vulkanik 2639,17 g/10 kg BTKU)
dan V5 (Debu vulkanik 3298,96g/10 kg BTKU) yaitu 70%. Rataan persentase
debu setelah 3 bulan aplikasi tertinggi terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik
3298,96 g/ 10 kg BTKU) dan V4 (debu vulkanik 2639,17 g/10 kg BTKU) sebesar
15% dan yang terendah pada perlakuan V0 (0g/10 kg BTKU) dan V1 (Debu
vulkanik 659,79g/10kg BTKU) sebesar 9%. Sedangkan rataan persentase liat
setelah 3 bulan aplikasi tertinggi terdapat pada perlakuan V2 (Debu vulkanik
1319,59 g/10 kg BTKU) dan V3 (Debu vulkanik 1979,38 g/ 10 kg BTKU) sebesar
16% dan terendah pada perlakuan V0 (0 g/10 kg BTKU) dan V1 (Debu vulkanik
659,79g/10kg BTKU) sebesar 14%. Peningkatan dan penurunan persentase
fraksi-fraksi tanah belum mampu merubah tekstur tanah (Lampiran 13).
Sifat Kimia Tanah pH Tanah
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 14) diketahui bahwa debu vulkanik
berpengaruh nyata terhadap pH tanah.
Berdasarkan uji DMRT pada rataan pH tanah diketahui bahwa perlakuan
V0, V1, V2, dan V3 tidak berbeda nyata antara satu sama lain tetapi berbeda nyata
terhadap perlakuan V4 dan V5. Perlakuan V4 dan V5 tidak berbeda nyata antara
satu sama lain tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan V0, V1, V2, dan V3
Tabel 3. Nilai rataan pH tanah akibat debu vulkanik.
Perlakuan pH
V0 = Tanpa debu (0g/ 10 kg BTKU) 5,425 b
V1 = Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU) 5,275 b
V2 = Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU) 5,273 b
V3 = Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU) 5,190 b
V4 = Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU) 4,613 a
V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU) 4,508 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama berarti tidak berbeda nyata (5%) menurut uji DMRT
Dari Tabel 3. Dapat dilihat bahwa nilai rataan pH tertinggi setelah 3 bulan
diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada perlakuan V0 (0 g/10 kg BTKU)
sebesar 5,425 dan terendah pada perlakuan V5 (debu vulkanik 3298,96 g/10 kg
BTKU) yaitu 4,508 dan termasuk kriteria masam.
Logam Berat Pb Tanah
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 14) diketahui bahwa debu vulkanik
berpengaruh nyata terhadap logam berat Pb tanah.
Berdasarkan uji DMRT pada rataaan kandungan logam berat Pb tanah
diketahui bahwa perlakuan V0 berbeda nyata terhadap perlakuan V1, V2, V3, V4,
dan V5. Perlakuan V1, V2, V3, dan V4 tidak berbeda nyata antara satu sama lain
tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan V0 dan V5. Perlakuan V5 berbeda nyata
Tabel 4. Nilai rataan kandungan logam berat Pb pada tanah akibat debu vulkanik.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama berarti tidak berbeda nyata (5%) menurut uji DMRT
Dari Tabel 4. dapat diketahui nilai rataan kandungan logam berat Pb tanah
tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada perlakuan V5
(Debu vulkanik 3298,96 g/ 10 kg BTKU) sebesar 6,850 ppm dan yang terendah
pada perlakuan V0 (0 g/ 10 kg BTKU) yaitu 4,500 ppm.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tinggi Tanaman
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, dan 21) diketahui
bahwa debu vulkanik tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung.
Tabel 5. Nilai rataan tinggi tanaman per MST.
MST Tinggi Tanaman (cm)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
Dari Tabel 5. dapat diketahui nilai rataan tingi tanaman jagung tertinggi
V4 (Debu vulkanik 2639,17 g/ 10 kg BTKU) sebesar 177,25 cm dan yang
terendah pada perlakuan V1 (1319,59 g/ 10 kg BTKU) yaitu 168,00 cm.
Hubungan antara tinggi tanaman jagung per MST dengan pemberian debu
vulkanik disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik nilai rataan tinggi tanaman jagung per MST.
Dari Gambar 1 dapat dilihat nilai rataan tingi tanaman jagung tertinggi
setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik pada 7 MST terdapat pada perlakuan
V4 (Debu vulkanik 2639,17 g/ 10 kg BTKU) sebesar 177,25 cm dan yang
terendah pada perlakuan V1 (1319,59 g/ 10 kg BTKU) yaitu 168,00 cm.
Jumlah Daun
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 22, 23, 24, 25, 26, dan 27) diketahui
Tabel 6. Nilai rataan jumlah daun tanaman per MST.
MST Jumlah Daun (helai)
V0 V1 V2 V3 V4 V5
Dari Tabel 6. dapat diketahui nilai rataan jumlah daun tanaman jagung
tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik pada 7 MST terdapat pada
perlakuan V2 (Debu vulkanik 1319,59 g/ 10 kg BTKU) sebesar 13,50 helai dan
yang terendah pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/ 10 kg BTKU) yaitu
13,00 helai.
Hubungan antara jumlah daun tanaman jagung per MST dengan
pemberian debu vulkanik disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik nilai rataan jumlah daun tanaman jagung per MST.
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai rataan jumlah daun tanaman jagung
tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik pada 7 MST terdapat pada
perlakuan V2 (Debu vulkanik 1319,59 g/ 10 kg BTKU) sebesar 13,50 helai dan
yang terendah pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/ 10 kg BTKU) yaitu
13,00 helai.
Bobot Kering Tajuk Tanaman
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 28) diketahui bahwa debu vulkanik tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman jagung.
Tabel 7. Nilai rataan bobot kering tajuk tanaman per MST.
Perlakuan Bobot Kering
Tajuk (g) V0 = Tanpa debu (0g/ 10 kg BTKU)
199,76 V1 = Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU)
186,32 V2 = Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU)
235,93 V3 = Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU)
226,47 V4 = Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU)
196,21 V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU)
213,53
Dari Tabel 7. dapat diketahui nilai rataan bobot kering tajuk tanaman
jagung tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada
perlakuan V2 (Debu vulkanik 1319,59 g/ 10 kg BTKU) sebesar 235,93 g dan
yang terendah pada perlakuan V1 (Debu vulkanik 659,79 g/ 10 kg BTKU) yaitu
186,32 g.
Bobot Kering Akar Tanaman
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 29) diketahui bahwa debu vulkanik tidak
Tabel 8. Nilai rataan bobot kering akar tanaman per MST.
Perlakuan Bobot Kering
Akar (g) V0 = Tanpa debu (0g/ 10 kg BTKU)
52,64 V1 = Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU)
52,89 V2 = Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU)
63,93 V3 = Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU)
58,05 V4 = Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU)
57,08 V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU)
58,16
Dari Tabel 8. dapat diketahui nilai rataan bobot kering akar tanaman
jagung tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada
perlakuan V2 (Debu vulkanik 1319,59 g / 10 kg BTKU) sebesar 63,93 g dan yang
terendah pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/ 10 kg BTKU) yaitu 52,64 g.
Bobot Pipilan Kering
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 30) diketahui bahwa debu vulkanik tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering tanaman jagung.
Tabel 9. Nilai rataan bobot pipilan kering.
Perlakuan Bobot pipilan
kering (ton/ha) V0 = Tanpa debu (0g/ 10 kg BTKU)
2,223 V1 = Ketebalan 2cm (659,79g/ 10 kg BTKU)
2,521 V2 = Ketebalan 4cm (1319,59g/ 10 kg BTKU)
2,687 V3 = Ketebalan 6cm (1979,38g/ 10 kg BTKU)
2,666 V4 = Ketebalan 8cm (2639,17g/ 10 kg BTKU)
2,824 V5 = Ketebalan 10cm (3298,96g/ 10 kg BTKU)
2,916
Dari Tabel 9. dapat diketahui nilai rataan bobot pipilan kering tanaman
jagung tertinggi setelah 3 bulan diaplikasikan debu vulkanik terdapat pada
yang terendah pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/ 10 kg BTKU) yaitu
2,223 ton/ha.
Pembahasan
Gejala Visual Tanaman
Pada umur 7 MST tanaman jagung mulai menunjukkan gejala klorosis dan
nekrosis (Lampiran 31). Tanaman mengalami defisiensi unsur hara N (nitrogen)
yang ditandai daun berwarna kuning pada ujung daun dan melebar menuju tulang
daun, defisiensi unsur hara K (kalium) yang ditandai dengan warna kuning atau
kecoklatan sepanjang pinggir daun pada daun tua dan warna tersebut akan
berkembang ke arah tulang daun dan defisiensi unsur hara Mg (magnesium) yang
menyebabkan timbulnya warna keputihan sepanjang kanan dan kiri tulang daun
pada daun tua (Damanik, dkk., 2011).
Pada produksi tanaman jagung, tanaman menghasilkan tongkol normal
(Lampiran 32) yang ditandai dengan terbentuknya semua biji tanpa adanya bagian
kosong pada tiap baris tongkol, ukuran tongkol yang cukup besar, dan biji
berwarna kuning yang sesuai dengan deskripsi jagung varietas Pioner 23
(Lampiran 4).
Sifat Fisika Tanah
Pemberian debu vulkanik pada tanah secara nyata meningkatkan nilai bulk
densiti tanah setelah 3 bulan diaplikasikan. Nilai rataan bulk densiti tertinggi
terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/10 kg BTKU) sebesar
1,335 g/cm3 yang berbeda nyata dengan perlakuan V1, V2, V3, dan V4. Nilai bulk
densiti terendah terdapat pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/10 kg BTKU)
akibatkan oleh debu vulkanik yang memiliki diameter partikelnya < 0.26 mm
yang mampu memenuhi pori-pori tanah dan memadatkannya. Hal ini sesuai
pernyataan Achmad, (2003 dalam Manfarizah dkk., 2011), bulk densiti merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah semakin tinggi
bulk densiti dan semakin tinggi bulk densiti maka semakin sulit ditembus air atau
ditembus oleh akar tanaman dan memiliki porositas yang rendah, juga sebaliknya.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa peningkatan rataan nilai bulk densiti tanah
meningkat sejalan dengan peningkatan bobot debu vulkanik yang diberikan. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin banyak debu vulkanik yang diberikan maka
semakin terisinya pori-pori tanah yang dimana debu vulkanik ditranslokasikan
bersamaan dengan penyiraman yang mengakibatkan semakinnya padatnya tanah.
Pemberian debu vulkanik pada tanah secara nyata meningkatkan nilai partikel
densiti tanah setelah 3 bulan aplikasi. Nilai tertinggi secara nyata berada pada
perlakuan debu vulkanik pada taraf V5 (Debu vulkanik 3298,96 g /10 kg BTKU)
sebesar 2,003 g/cm3 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu V0, V1,
V2, V3, dan V4, dan nilai terendah terdapat pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0
g/10 kg BTKU) yakni 1,743 g/cm3. Peningkatan rataan nilai partikel densiti tanah
diakibatkan karena debu vulkanik yang berukuran < 0,26 mm (McGeary
dkk.,2002 dalam Fiantis, 2006) mampu mengisi pori-pori tanah sehingga menambah partikel tanah. Dimana partikel densiti merupakan berat suatu volume
kepadatan tanah, sehingga semakin sedikit pori-pori tanah semakin meningkat
nilai partikel densiti tanah tersebut.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa peningkatan rataan nilai partikel
diberikan pada tanah. Hal ini disebabkan karena terisinya pori-pori tanah oleh
partikel-partikel debu vulkanik sehingga semakin berkurangnya pori-pori tanah
yang diikuti bertambahnya partikel-partikel tanah.
Bulk densiti adalah perbandingan massa tanah yang dikeringovenkan per
satuan volume termasuk pori-pori tanah sedangkan partikel densiti adalah berat
tanah kering persatuan volume partikel-partikel tanah (jadi tidak termasuk
pori-pori tanah). Sehingga dengan mengetahui besarnya nilai partikel densiti dan bulk
densiti, maka dapat dihitung persentase pori-pori tanah (porositas).
Pemberian debu vulkanik pada tanah tidak berpengaruh nyata menurunkan
persentase porositas tanah setelah 3 bulan aplikasi. Nilai tertinggi berada pada
perlakuan debu vulkanik pada taraf V0 (Debu vulkanik 0 g/10 kg BTKU) yakni
33,640 % yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yakni V1, V2, V3,
V4, dan V5 dan nilai terendah terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik
3298,96 g/ 10 kg BTKU) sebesar 33,327 %. Penurunan persentase porositas tanah
diakibatkan bertambahnya fraksi debu (Lampiran 11) yang mampu mengisi
pori-pori tanah yang mengakibatkan menurunnya porositas tanah.
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pemberian debu vulkanik secara nyata
meningkatkan persentase fraksi debu dengan nilai rataan persentase fraksi debu
tertinggi pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/10 kg BTKU) sebesar
15% dan nilai terendah terdapat pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/10 kg
BTKU) yakni 9%. Debu vulkanik juga berpengaruh nyata terhadap persentase
fraksi pasir dikarenakan perubahan komposisi persentasi fraksi tanah terutama
fraksi debu. Namun, tidak berpengaruh nyata terhadap persentase fraksi liat tanah.
tekstur tanah (Lampiran 13). Hal ini disebabkan bahwa waktu pemberian debu
vulkanik yang masih terlalu singkat sehingga tekstur yang membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk berubah, tidak menunjukkan perubahannya.
Sifat Kimia Tanah (pH)
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pemberian debu vulkanik secara nyata
menurunkan pH tanah. Hasil analisis (Lampiran 6) diketahui bahwa pH awal debu
sebesar 4,3 (kriteria sangat masam). Artinya, ada indikasi bahwa hal ini akan
mempengaruhi nilai pH tanah tersebut. Nilai rataan pH terendah terdapat pada
perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/10 kg BTKU) sebesar 4,508 yang
berbeda nyata dengan perlakuan V0, V1, V2, V3, V4, dan nilai rataan pH tertinggi
terdapat pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/10 kg BTKU) yakni 5,425.
Penurunan nilai pH tanah sejalan dengan meningkatnya pemberian debu
vulkanik. Dari hasil analisis awal debu (Lampiran 6), diketahui bahwa debu
vulkanik mengandung sulfur 0,70 % sehingga dapat menyebabkan pH tanah
menjadi lebih asam (pH turun).
Berdasarkan uji DMRT pada nilai rataan pH tanah (Tabel 3) diketahui
bahwa antara perlakuan V0, V1, V2, dan V3 berbeda tidak nyata tetapi berbeda
nyata terhadap perlakuan V4 dan V5. Tanah Andisol masih mampu menyangga
(buffer) penurunan pH akibat pemberian debu vulkanik hingga taraf perlakuan V3 tetapi karena semakin meningkatnya taraf pemberian debu, tanah Andisol tidak
mampu lagi menyangga penurunan pH sehingga pH tanah menurun drastis (V4
dan V5). Ini disebabkan kandungan bahan organik pada Andisol yang tinggi yaitu
15,99% (Lampiran 5) dimana kemampuan tanah dalam menyangga perubahan pH
Perubahan pH tanah juga di pengaruhi oleh kandungan sulfur (S) dari debu
vulkanik. Dimana kandungan sulfur (S) dalam debu vulkanik yaitu 0,70%
(Lampiran 6). Semakin banyak debu yang diberikan, maka semakin banyak
kandungan sulfur (S) dalam tanah sehingga dapat menurunkan pH tanah
(Damanik, dkk., 2011).
Kandungan Logam Berat Tanah
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemberian debu vulkanik secara nyata
meningkatkan kandungan logam berat Pb pada tanah setelah 3 bulan aplikasi.
Nilai rataan kandungan logam berat Pb tertinggi terdapat pada perlakuan V5
(Debu vulkanik 3298,96 g/10 kg BTKU) sebesar 6,850 ppm yang berbeda nyata
dengan perlakuan V0, V1, V2, V3, V4, dan nilai rataan kandungan logam berat Pb
terdapat pada perlakuan V0 (Debu vulkanik 0 g/10 kg BTKU) yakni 4,500 ppm.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf pemberian debu vulkanik akan
meningkatkan nilai Pb tanah.
Peningkatan nilai Pb pada tanah sejalan dengan peningkatan taraf
pemberian debu vulkanik yang juga disebabkan karena penurunan nilai pH tanah.
Nilai pH tanah menurun sejalan dengan peningkatan taraf perlakuan dimana nilai
rataan pH terendah terdapat pada perlakuan V5 (Debu vulkanik 3298,96 g/10 kg
BTKU) sebesar 4,608 dan nilai rataan pH tertinggi terdapat pada perlakuan V0
(Debu vulkanik 0 g /10 kg BTKU) yakni 5,425. Notohadiprawiro (2006)
menyatakan bahwa ketersediaan logam berat di dalam tanah dipengaruhi oleh (1)
KTK (Kapasitas Tukar Kation), (2) Reaksi pengkompleksan, (3) pH larutan, (4)
Berdasarkan uji DMRT pada nilai rataan kandungan logam berat Pb tanah
diketahui bahwa antara perlakuan V1, V2, V3, dan V4 tidak berbeda nyata tetapi
berbeda nyata terhadap perlakuan V5. Ini disebabkan tanah Andisol yang
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi yaitu 15,99% (Lampiran 5) masih
mampu mengikat logam berat membentuk kelat hingga taraf perlakuan V4 tetapi
pada perlakuan V5, Andisol tidak mampu lagi mengikat logam berat sehingga
terjadi peningkatan logam berat Pb yang berbeda nyata dibanding perlakuan lain.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Dari Tabel 5 dan 6 dapat diketahui bahwa pemberian debu vulkanik tidak
berpengaruh secara nyata dalam menghambat pertumbuhan tinggi dan daun
tanaman jagung setelah 3 bulan aplikasi. Sebagai tanaman indikator, tanaman
jagung memperlihatkan pertumbuhan yang normal dan tidak menunjukkan
perbedaan pertumbuhan yang berarti antara tiap perlakuan. Diketahui tinggi
tanaman tertinggi pada 7 MST terdapat pada perlakuan V4 (Debu vulkanik
2639,17g/ 10 kg BTKU) sebesar 177,25 cm dan yang terendah pada perlakuan V1
(1319,59g/ 10 kg BTKU) yaitu 168,00 cm. Sedangkan jumlah daun terbanyak
pada 7 MST terdapat pada perlakuan V2 (Debu vulkanik 1319,59 g/ 10 kg BTKU)
sebesar 13,50 helai dan yang terendah pada perlakuan V5 (Debu vulkanik
3298,96 g/ 10 kg BTKU) yaitu 13,00 helai. Ini dikarenakan tanaman jagung
merupakan tanaman monokotil yang menyerap logam berat dalam jumlah sedikit,
selain itu logam berat dalam tanah tidak diserap tanaman dalam jumlah maksimal