• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pola komunikasi orang tua - remaja dengan konsep diri remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pola komunikasi orang tua - remaja dengan konsep diri remaja"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

SITI AISYAH

NIM: 103070029161

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

(Pendekatan Analisis Transaksional)

Skripsi

Diajukan kepada Fakuitas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Pembimbing I

NIP. 150 238 773

Oleh:

SIT! AISYAH

N!M : 103070029161

Di Bawah Bimbingan

M. Si

Pembimbing II

セ@

Yufi Adriani, M.\)Si

FAKUL.TAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul l-IUBUNGAN ANT ARA POLA KOMUNIKASI ORANG TUA

-REMAJA DENGAN KONSEP DIRI -REMAJA (Pendekatan Analisis Transaksional) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jal<arta pada tanggal 27 Desember 2007. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Jakarta, 27 Desember 2007 Sidang Munaqasyah

Ketua Mer Jgkap Anggota ' Sekretaris Merangkap Anggota

Penguji I

Yunita Faela l\lisa, MllSi NIP. 150368748

Pembimbing I

Anggota

(

/

Penguji II

Dra. Zahrotun 1 a ah M.Si.

NIP. 150 38 773

Pembimbing II

セセlM

(4)

"CJ"ufaftkfi,h kfi,mu perhatiftan, 6agaimana}Illah tefah mem6uat

perumpamaan ftaumat yang

V。ゥセ@

Seperti pohon yang

V。ゥセ@

akfi,mya teguh aan ca6angnya (menjufang)

kg

fangit

"

"<Dan perumpamaan kfi,umat yang 6uruftseperti pohon yang

Vオイオセ@

yang tefah cfica6ut aengan aftar-aftarnya aari pennuftaan

Vオュセ@

titfaftaapat tetap (tegaRJ secfikjtpun

"

(QS. Ibrahim:

24

dan

26)

"You don't think what you are, but you

(5)

Karya ini ku persembahkan untuk

ayah dan umi tersay·ang

(6)

(C) Siti Aisyah

(B) Desember 2007

(D) Hubungan Antara Pola Komunikasi Orang Tua - ャセ・ュ。ェ。@ Dengan

Konsep Diri Remaja (Pendekatan Analisis Transaksional)

(E) xiv+82 halaman

(F) Remaja adalah fase yang penting dalam kehidupan seseorang. Dalam

fase ini seseorang bertransisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam masa transisi itu remaja mengalami banyak perubahan dan peralihan yang akhirnya menimbulkan

permasalahan-permasalahan baru yang tidak mereka alami ketika mereka masih kanak-kanak (Hurlock, 1980). Dalam transisi tersebut remaja juga mulai melepaskan peran orang tua dalam kehidupannya padahal dalam kenyataannya mereka tidak bisa sepenuhnya melepaskan peran itu sehingga yang timbul adalah konflik antara orang tua dan remaja. Pada saat-saat seperti ini komunikasi yang baik antara remaja dan orang tua sangat diperlukan karena remaja sebenarnya

memerlukan bimbingan orang tua untuk membantu menghadapi masalahnya. Penyelesaian pada masing-masing orang tua berbeda dan akan menimbulkan persepsi tersendiri pada cliri anak. Reaksi yang ditampilkan pada orang tua baik pada konflik antara orang tua dan remaja maupun permasalahan remaja dalam kehidupan sehari-hari mereka adalah bentuk komunikasi yang pada analisis transaksional disebut sebagai belaian atau sentuhan yang sifatnya bisa verbal, nonverbal atau konta"k fisik (Corey, 2003). Belaian itu akan menjadi proses transaksi yang selanjutnya menjadi pola komunikasi antara orang tua dan remaja. Ada tiga macam transaksi yang terjadi yaitu transaksi melengkapi, bersilang dan tersembunyi. Masing-masing transaksi akan menimbulkan dampak yang berbeda pada anak yang beranjak remaja, semua penilaian dalam transaksi yang diterima oleh remaja akan terinternalisasi dalam diri remaja karena orang tua adalah lingkungan terdekat pada remaja dan itu semua akan membentuk konsep diri pada remaja karena lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor yang menentukan perkembangan kepribadian seseorang.

(7)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala pola

komunikasi yang mengacu pada transaksi-transaksi antara manusia yang dikemukakan oleh Eric Berne dan skala konsep diri yang mengacu pad a ciri-ciri konsep diri positif dan negatif yang dikemukakan oleh V1rilliam D Brooks dan Phillip Emmert.

Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan de•ngan analisa statistik yaitu korelasi pruduct moment dari pearson unt.uk menguji validitas item, Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul

data, dan contingency coeficient untuk pengujian hipotesis penelitian.

Jumlah item valid untuk skala pola komunikasi sebanyak 49 item dan jumlah item valid untuk skala konsep diri sebanyak 46 item. Adapun reliabilitas skala pola komunikasi adalah 0,945, reliabilitas skala

konsep diri 0,934. Berdasarkan analisis contingency coeficient

terhadap hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil

:I

hitung (5,42)

>:I

tabel (9,49) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara pola komunikasi orang tua - remaja dengan konsep diri remaja. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah, sebaiknya sample yang diambil lebih bervariasi sehingga data yang didapat bisa lebih beragam.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, karunia serta kasih sayangnya kepada penulis sehingga karya ini

dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan dan inspirasi seluruh

umat manusia.

Karya ini tidak muncul begitu saja, banyak pihak yang telah membantu

sehingga penulis bisa menyelesaikannya. Tidak sedikit kekurangan dan

kesulitan yang penulis temui tetapi penulis tetap seman9at dan orang-orang

disekitar penulislah yang dengan setia memotivasi penulis. Maka dengan

bangga penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Yang tercinta dan teristimewa untuk kedua orang tuaku H.Salim Na'i

dan Hj.Muzdalifah yang tidak lelah memberikan doa, dukungan dan

kasih sayang kepada penulis. Harapan mereka untuk melihat penulis

meneyelesaikan studinya dan menjadi orang yang berhasil menjadi

motivasi terbesar penulis.

2. lbu Ora. Hj Netty Hartati, M.Si. Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan dosen pembimbing Akaclemik, Bapak. Miftahuddin, M.Si.

3. lbu Ora. Zahrotun Nihayah, M.Si. Pembantu Oekan Bidang Akademik

clan Pembimbing I yang selalu memberikan perhal:ian, dukungan dan

bimbingan kepacla penulis untuk menyelesaikan skripsi.

4. lbu Yufi Aclriani M.Si sebagai Pembimbing II, ditengah tugasnya

mengemban amanah menjadi calon ibu tetap setia memberikan saran

dan kritik untuk penulis serta selalu memberikan motivasi kepada

(9)

bersama) 4 tahun yang telah kita torehkan atas nama persahabatan

semoga menjadi hal indah untuk di pertahankan dan menjadi

kenangan untuk kita ... sela11anya.

7. Untuk yang istimewa Dedi Fernando atas dukungan, doa dan

perhatian yang indah dan rulus.

8. Teruntuk sahabat specialku Sun, Nisa, Farah, Fitri, Laila, Ratna,

Rahmi, Yulisa, Faqih, lbnu. Ashry, Wisnu, Adang dan teman-teman

kelas D lainnya atas canda. tawa, dan kebahagiaan selama 4 tahun.

"Kos Ceria" Lisma, Farah, Rara, untuk kebersamaan selama 4 tahun.

Sahabat klasikku Prita, Fir.a untuk support jarak jauh. Juga untuk Ria,

Elham, Ridwan.

9. Kepada pihak SMAN 3 DeJok khususnya lbu Ora. Hj. Meirilyn TP

sebagai Guru BK yang telah menyediakan tempat kepada penulis

untuk melakukan ー・ョ・ャゥエゥRセ@ dan juga kepada siswa/siswi SMA Negeri

3 Depok yang telah bersecia menjadi responden penelitian.

10. Untuk Mbah dan komputer-komputernya yang sud ah membantu

penulis.

Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi diri penulis dan

pembaca.

Jakarta, 27 Desember 2007

(10)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... ... ... v

ABSTRAKSI . .. . ... ... . . .. . . .. . .. ... . . .. . .. . .. . . ... .. ... .. . .. .. ... ... ... vi

KAT A PENGANT AR . . .. . .. . .. . . . .. . . .. .. .. . . ... . . . .. . .. .. .. .. . .. .. . . .. .. .. .. ... ... viii

DAFT AR ISi ... x

DAFT AR T ABEL . . .. . . .. . . .. . . .. . . .. . . ... . . ... ... .. . .. ... xiii

DAFT AR LAMPI RAN . . . .. . . .. . . . .. . .. .. . . . .. . . .. ... . . .. ... . .. .. ... ... . ... xiv

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah . . . . .. . . ... . . .. .. . . .. .. ... .. 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... ... 9

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah .. . .. ... ... .. . 9

1.3.1 Batasan Masalah ... 9

1.3.2 Rumusan Masalah ... 10

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan penelitian ... 11

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Sistematika Penulisan .... . . .. . . .. . ... ... ... .. ... ... ... 11

(11)

2.1.3 Proses Pembentukan Konsep Diri ... 20

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri .... 22

2.2 Pola Komunikasi Antara Orang Tua dan Remaja Menurut Pendekatan Analisis Transaksional ... ... 29

2.2.1 Jenis-Jenis Transaksi Dalam /\nalisis Transaksional 29 2.2.2 Stroke (Belaian) ... 32

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga ... 34

2.2.4 Komunikasi Antara Orang Tua - ャセ・ュ。ェ。@ Dalam Keluarga Berkaitan dengan Analisis Transaksional 35 2.3 Masa Remaja ... 38

2.3.1 Remaja ... 38

2.3.2 Tahapan Remaja ... ... 40

2.3.3 Kebutuhan-Kebutuhan Khas Remaja ... 42

2.3.4 Pentingnya Pemenuhan Kebutuhan ... 45

2.4 Kerangka Berpikir ... 46

2.5 Hipotesis ... 49

BAB 3 METODOLOGJ PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 50

(12)

3.2.2 Definisi Operasional ... ... 52

3.3 Pengambilan Sampel ... 53

3.3.1 Populasi dan Sampel .. . . .. .. ... .. .. . .... .. ... ... 54

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 55

3.4 Pengumpulan Data . ... . . ... .. . .. . . .. . . . .. . . ... . . ... ... 56

3.4.1 Metode dan lnstrumen Penelitian ... 56

3.4.2 Uji lnstrumen Penalitian ... ... 58

3.4.3 Uji Persyaratan ... ... ... ... 60

3.4.4 Uji Hipotesis ... ... ... 60

3.5 Prosedur Penelitian ... ... . 61

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1 Gamba ran Um urn Respond en .. ... 63

4.2 Uji lnstrumen Penelitian ... 64

4.2.1 Hasil Uji Validitas Skala Pola Komunikasi ... 65

4.2.2 Hasil Uji Validitas Skala Konsep Diri ... 66

4.2.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Pola Komunikasi dan Skala Konsep Diri .. . .. . .... .. . . . .. . . .. . ... .. . . .. ... .... ... 68

4.3 Uji Persyaratan . . . .. . . ... .. ... .. . . . ... .. .... ... .... ... 69

4.3.1 Uji Normalitas ... ,... 69

4.3.2 Uji Homogenitas ... 71

(13)

BABS PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Diskusi ... 78

5.3 Saran ... 81

DAFT AR PUST AKA

(14)

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 3.3

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Table 4.3

Table 4.4

Table4.5

Table 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Blue Print Skala Pola Komunikasi Berdasarkan Teori Eric Berne

Blue Print Skala Konsep Diri Berdasarkan Teori Willian D

Brooks dan Philip Emmert

Nilai Kategori Jawaban

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia

Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil Uji lnstrumen Item yang Valid dari Skala Pola Komunikasi

Blue Print Skala Pola Komunikasi Setelah Uji Instrument

Hasil Uji lnstrumen Item yang Valid dari Skala Konsep Diri

Blue Print Skala Konsep Diri Setelah Uji lnstrumen

Norma Reliabilitas

Klasifikasi Responden berdasarkan Pola Komunikasi

Skor Konsep Diri

Tabel Fo

Tabel fh

[image:14.595.43.445.140.489.2]
(15)

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

: Data Mentah Hasil Tryout Pola Komunikasi

: Data Mentah Hasil Tryout Konsep Diri

: Uji Validitas dan Reliabilitas Pola Komunikasi

Lampiran 4 : Uji Validitas dan Reliabilitas Konsep Diri

Lampiran 5 : Skala Penelitian

Lampiran 6 : Data Mentah Hasil Penelitian Pola Kornunikasi

Larnpiran 7 : Data Mentah Hasil Penelitian Konsep Diri

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Uji Normalitas

Uji Homogenitas

Tabel Nilai Z-Score

Lampiran 11 : Tabel Nilai T-Score

Lampiran 12 : Tabel Klasifikasi Pola Komunikasi

Lampiran 13 : Surat lzin Penelitian Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14 : Surat Keterangan Telah Melakukakan Penelitian di SMA

[image:15.595.38.432.158.480.2]
(16)

1.1. Latar Belakang Masalah

"FENOMENA remaja yang melakukan bunuh diri akhir-akhir ini mencuat,

sebagai contoh dalam sepekan ini lima orang tewas gantung diri ("PR",

26/7/06) yang diantaranya para remaja. alasan mereka melakukan bunuh diri

sangatlah beragam di antaranya ada yang tidak mampu membayar uang

SPP, ada yang merasa tidak diperhatikan orang tuanya !antas melakukan

bunuh diri, ada pula yang melakukan bunuh diri karena tidak naik kelas."

(Pikiran Rakyat Bandung, Jum'at 11 Agustus 2006)

Remaja adalah fase yang penting dalam kehidupan seseorang, dalam fase

ini seseorang bertransisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa

dimana dalam masa transisi itu remaja mengalami banyak perubahan dan

peralihan yang akhirnya menimbulkan permasalahan-permasalahan baru

yang tidak mereka alami ketika mereka masih kanak-kanak, seperti yang di

ungkapkan oleh Hurlock (1980). Selain permasalahan baru, perubahan pada

remaja juga menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi baik

oleh remaja maupun oleh lingkungan di sekitar remaja tersebut tinggal dalam

hal ini lingkungan terdekat remaja yaitu keluarga.

(17)

Banyak aspek yang meliputi perubahan pada remaja salah satunya menurut

Hurlock (1980) adalah remaja bersikap ambivalen terhadap setiap

perubahan, bahwa mereka menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi

mereka takut untuk bertanggung jawab dan akhirnya mereka ragu akan

kemampuan mereka untuk mempertanggung jawabkan tingkah laku mereka.

Keinginan mereka akan kebebasan inilah yang kadang memicu pertengkaran

dengan orang tua karena tuntutan remaja akan kebebasan kadang membuat

orang tua merasa tidak nyaman atau juga marah. lni mungkin disebabkan

karena kadang orang tua memposisikan diri mereka sebagai yang lebih tahu

dari pada anak dan orang tua belum mau melepaskan BAセ・ョァァ。ュ。ョB@ mereka

dari anak-anaknya.

Menurut Collin dan Luebker (1993), orang tua mungkin nampak frustasi

karena mereka berharap remaja mau menuruti nasihat rnereka, meluangkan

waktu bersama keluarga, dan tumbuh melakukan apa yang benar.

Sedangkan remaja cenderung melakukan hal yang sebaliknya diinginkan

oleh orang tuanya. lni mungkin disebabkan akibat perubahan sosial yang

dialami remaja, dimana remaja mempunyai nilai-nilai baru yang di perolehnya

dari lingkungan sosialnya khususnya peer group. Pad a rnasa remaja

kedekatan dengan teman sebaya juga menjadi hal yang penting, kebanyakan

remaja lebih nyaman berada dengan komunitas teman sebayanya dibanding

(18)

seolah-olah menemukan jati diri mereka. Hal ini senada dengan penelitian

yang dilakukan oleh sarjana psikologi J.S Volpe pada tahun 1991 di

Washington DC dengan responden remaja (10-24 tahun} di dapati hasil

bahwa perasaan positif dan keterbukaan remaja terhadap teman sebayanya

lebih besar di banding dengan orang tua. Dengan berclasarkan kenyamanan

itulah remaja bertindak berdasarkan pendapat teman-temannya, misalnya

saja pada masalah pakaian mereka akan lebih nyaman bila mengikuti aturan

yang berlaku dalam kelompok mereka sedangkan belum tentu aturan

kelompok mereka adalah aturan yang sama di terapkan oleh orang tua

mereka sehingga akhirnya memicu pertengkaran antara orang tua dan anak.

Menurut Steinberg (1993), konflik antara orang tua dan remaja memang

cenderung meningkat pada masa remaja ini. Sesuai dengan penalaran logis

dan idealisme yang semakin berkembang sesuai dengan perkembangan

kognitifnya, remaja juga mempunyai stanclar ideal tentan9 orang tua sesuai

dengan harapannya dan orang tuapun mempunyai harapan-harapan

tersendiri untuk anaknya yang beranjak remaja. Pandangan yang berbeda

antara orang tua dan anak inilah yang kadang menimbulkan konflik antara

orang tua dan remaja dan dalam penyelesaiannya orangtua yang jengkel

akhirnya menumpahkan ekspresi kemarahannya dan remaja yang menolak

kemarahan orangtua akan semakin marah dan komunikasi menjadi

(19)

melakukan penyelesaian masalah dengan caranya sendiri misalnya dengan

lari dari rumah, berkeliaran dimal-mal, pulang larul malarn alau bahkan

lerlibal dalam obal-obal lerlarang. Harapan-harapan orang lua seharusnya di

sampaikan secara pcisilif melalui cara berkomunikasi yang baik, telapi yang

lerjadi juslru sebaliknya bila anak mereka lidak menuruli apa yang mereka

perinlahkan orang lua umumnya akan berusaha mengendalikannya dengan

keras dan memberi banyak lekanan kepada remaja agar menlaali

slandar-slandar orang lua.

Dari beberapa artikel di alas dapal dilihal akibal dari permasalahan yang

dialami remaja saal ini dan di dalam artikel lersebul selanjulnya dijelaskan

kemungkinan penyebab perilaku remaja yang mengarah pada perilaku kabur

dari rumah dan lebih ekslrimnya bunuh diri. Para psikolog yang

mengomenlari kasus-kasus lersebul menyebutkan salah salunya adalah

lenlang komunikasi anlara orang lua dan remaja tersebut. Mengapa hal

lersebul dapal berpengaruh kepada perilaku ekstrim remaja dan remaja

seperti apa yang melakukan hal lersebut (kabur dari rumah atau bun uh diri).

Seperti yang sudah disebutkan di alas, penyelesaian atas konflik alau

permasalahan yang dialami remaja pada masing-masing keluarga adalah

berbeda dan itu lerganlung pada pola asuh masing-masing keluarga dalam

(20)

sebagai bentuk komunikasi orang tua dan remaja. Dalam analisis

transaksional reaksi yang diterima oleh remaja disebut sebagi belaian atau

sentuhan karena itu merupakan bentuk pengakuan atau perhatian yang

diberikan oleh orang tua (Corey, 2003). Belaian diartikan sebagai perlakuan

dan itu tidak hanya sebatas sentuhan fisik tetapi bisa berupa verbal dan

nonverbal seperti senyuman, kerlingan mata, isyarat dengan mata atau

kepala dan bentuk lain sebagai bentuk pengakuan. Berne menyebut itu

sebagai recognition-hungeryaitu kebutuhan orang dewasa untuk menerima

belaian (stroke). Jadi tidak hanya anak kecil saja yang membutuhkan

pengakuan berupan pelukan, atau sekedar sentuhan sebagai tanda

menguatkan tetapi remaja juga membutuhkannya, apalagi pada masa-masa

yang labil dan sulit yang harus dilewati.

Selanjutnya belaian itu akan menjadi proses transaksi karena nantinya tidak

hanya orang tua yang memberikan reaksi, remaja akan rnenganggap reaksi

yang diberikan orang tua sebagai stimulus dan membalasnya dengan respon

dan itu semua akan membentuk pola komunikasi antara orang tua dan

remaja. Transaksi yang terjadi antara orang tua dan remaja tergantung

bagaimana mereka menampilkan keinginan mereka. Belaian yang terdapat

dalam transaksi ikut membantu berlanjut atau tidaknya sebuah transaksi.

Transaksi dapat berjalan dengan baik atau malah terputus sehingga tidak

(21)

Pada saat seperti inilah segala perasaan muncul sebagai hasil dari interaksi

dalam transaksi tersebut. Tidak jarang karena diawali oleh konflik maka yang

muncul adalah perasaan negatif seperti pe-asaan terabaikan, merasa ditolak,

marah, sedih dsb. Semua itu berlanjut pada perilaku ekstrim seperti pada

artikel di atas, selanjutnya terdapat dilihat pada artikel berikut yang

menyebutkan bahwa "Bunuh diri pada rerraja era! kaitannya dengan

kekacauan dalam keluarga yang berkepan:angan, kekerasan (verbal, motorik

dan emosional) dalam keluarga, penolakan anak oleh orang tua serta

ketidakmampuan orang tua mengembangkan keterampilan anak dalam

mengatasi berbagai masalah stresor. Anak dan remaja berisiko lebih besar

untuk bunuh diri bila mereka dibanjiri oleh situasi yang kacau, penganiayaan

dan pengabaian. Hasil dari eksposure pen;aniayaan dan kekerasan pada

anak dan remaja terus menerus dapat merampilkan perilaku agresif,

mencederai diri dan perilaku bunuh diri" (SJara Pembaruan, Kamis 2

September 2004)

Semua itu mungkin dapat dijelaskan ウ・「。セN。ゥ@ hasil dari yang didapat dari

transaksi yang terputus dan remaja mencai jalan keluarnya sendiri. Semua

penilaian dalam transaksi yang diterima oleh remaja akan terinternalisasi

dalam diri remaja karena orang tua adalah !ingkungan terdekat pada remaja

dan itu semua akan membentuk konsep din pada remaja karena lingkungan

(22)

kepribadian seseorang. Transaksi yang sehat akan menghasilkan perasaan

yang baik pada remaja dan itu akan membentuk konsep diri yang positif,

remaja akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri

dan kemampuan untuk melihat dirinya secara re.alistis dan kemudian mereka

dapat menilai hubungan dengan orang lian sec2ra tepat dan ini

menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik (Hurlock, 1999). Sebaliknya

transaksi yang buruk akan menimbulkan perasaan yang buruk pula pada

remaja dan akan membentuk konsep diri yang negatif, remaja akan

mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, mereka ragu dan

kurang percaya diri. Hal ini akan menumbuhkan penyesuaian pribadi sosial

yang buruk (Hurlock, 1999).

Pada masa remaja awal, sikap-sikap menentang yang dimunculkan oleh

remaja memang menjadi ciri khas mereka kare11a mereka ingin meninggalkan

peran mereka sebagai anak dan berusaha tidak tergantung pada orang tua

seperti yang disebutkan oleh Konopka dalam Pi'-unas. Begitu juga dengan

konsep diri mereka, semua hal yang terekam p2da masa kecil mereka dari

lingkungan keluarga akan dimunculkan sebagai konsep diri, tetapi mungkin

konsep diri pada remaja awal belum stabil dikarenakan banyaknya

perubahan dan peralihan pada masa remaja awal tersebut. Pada masa

remaja madya dan akhir mereka diharapkan telah mempunyai konsep diri

(23)

positif atau negatif untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam

dirinya. Menurut Atkinson (dalam Hendriati Agustiani, 2006) konsep diri yang

labil itu umum dialami pada remaja karena masa transisi dari peran anak ke

dewasa tapi jika kalabilan tersebut berdampak buruk karena remaja tersebut

tidak dapai menanganinya dengan baik maka perlu peran orang dewasa

dalam hal ini orang tua untuk membantu anak mendapatkan konsep diri yang

ideal.

Orang tua memang berperan untuk membemuk konsep diri seseorang

karena orang tua adalah lingkungan terdekai seorang anak ketika mereka

dilahirkan di dunia. Hal-ha! yang dilakukan orang tua akan direkam oleh anak

sebagai caranya berperilaku dan bersikap, dalam hal ini belaian yang

dirasakan oleh anak akan membentuk penilaian anak terhadap dirinya sendiri

baik yang positif maupun negatif. Anak yang mempunyai konsep diri negatif

akan mewujudkan penilaian negatif dalam dirinya pada perilaku negatif juga

seperti seperti kabur dari rumah dan melakukan hal-hal yang ekstrim seperti

bunuh diri. Apalagi pada usia remaja dimana konflik antara orang tua dan

remaja sedang berkembang. Berbagai fenomena bunuh diri pada anak

banyak terjadi belakangan ini dan menurut ketua KPAI Giwo Rubianto

Wiyogo salah satu penyebabnya adalah adanya komunikasi yang kurang

baik antara orang tua dan anak dan perlakuan yang kuran9 baik itu dapat

(24)

membentuk konsep diri yang negatif pada anak dimana anak merasa

terabaikan atau tidak dihargai oleh orang tuanya dan anak akan melakukan

sesuatu untuk menarik perhatian orang tuanya.

1.2. ldentifikasi Masalah

Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa permasalahan yang

diidentifikasi yaitu :

1. Apakah pola komunikasi mempengaruhi terbentuknya konsep diri?

2. Bagaimana pola komunikasi secara umum yang diterima oleh remaja saat

ini?

3. Bagaimana konsep diri remaja pada usia remaja khususnya remaja

mad ya?

4. Apakah pendekatan transaksional analisis efektif dalam komunikasi

antara orang tua dengan remaja?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.3.1. Batasan Masalah

• Pola Komunikasi

Pola komunikasi yang dimaksud adalah transaksi dalam teori analisis

transaksional dimana ketika orang bereaksi terhadap orang lain dengan

(25)

analisa transaksional disebut sebagai stroke atau belaian. Dua atau lebih

stroke akan menimbulkan transaksi. Semua transaksi dapat digolongkan

ke dalam transaksi yang komplementer, bersilang dan tersembunyi

(ulterior) (Eric Berne dalam Abu Bakar Baraja, 2004).

• Konsep Diri

Konsep diri yang dimaksud ciri konsep diri positif dan negatif yang

sampaikan oleh William D. Brooks dan Phillip Emmert (dalam Rakhmat,

2002). Ciri konsep diri positif yaitu : yakin mampu mengatasi masalah,

merasa setara dengan orang lain, rendah hati, menyadari bahwa tidak

semua keinginannya dapat terpenuhi, mampu memperbaiki diri. Ciri

konsep diri negatif yaitu : peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian,

hiperkritis dengan orang lain, merasa tidak disenangi oleh orang lain,

bersifat pesimis.

• Remaja

Remaja madya atau masa remaja pertengahan yang berusia 15-17 tahun,

masih tinggal bersama orang tua dan masih memiliki orang tua

1.3.2. Rumusan Masalah

"Apakah ada hubungan yang signifikan antara pola komunikasi orang tua

(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara pola

komunikasi orang tua - remaja dengan konsep diri pada remaja.

1.4.2. Manfaat Penelitian

1.4.2.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam keilmuan

psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi komunikasi.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

• Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan

pengetahuan bagi para orang tua agar dapat berkomunikasi yang baik

dengan anaknya.

• Pengetahuan tambahan bagi remaja agar dapat menjalin komunikasi

yag baik dengan orang tua sehingga gap komunikasi dapat di hindari.

1.5. Sistematika Penulisan

(27)

Bab 1

Bab 2

Bab 3

Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah penelitian, tujuan serta manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Kajian Teoritis

Terdiri dari konsep diri, pengertian konsep diri, konsep diri positif

dan konsep diri negatif, proses pembentukan konsep diri,

faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, pol81 komunikasi antara

orang tua dan remaja menurut pendekatan analisis transaksional,

jenis-jenis transaksi dalam analisis transaksional, stroke (belaian),

faktor-faktor yang mempengaruhi kornunikasi keluarga,

komunikasi antara orang tua dan remaja dalarn keluarga berkaitan

dengan analisis transaksional, masa remaja, pengertian remaja,

tahapan remaja, kebutuhan-kebutuhan khas remaja, pentingnya

pemenuhan kebutuhan, kerangka berpikir dan pengajuan

hipotesis.

Metodologi Penelitian

Terdiri dari jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode

penelitian, variabel penelitian, definisi variabel, definisi

(28)

Bab4

Bab 5

pengambilan sampel, pengumpulan data, prosedur uji instrumen

penelitian dan metode analisa data.

Presentasi dan Analisis Data

Terdiri dcri gambaran umum responden, uji instrumen penelitian,

uji persy;:;ratan, uji hipotesis dan hasil hipotesis

Kesimpulan, Diskusi dan Saran

(29)

2.1. Konsep

Diri

BAB 2

KAJIAN TEORITIS

2.1.1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang

terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungan. Konsep diri bukan faktor bawaan melainkan berkembang

dari pengalaman yang didapat oleh indiviclu. Dasar dari konsep cliri individu

ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang

mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.

William H. Fits mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting

dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka

acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. la

menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa

ketika indiviclu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya,

memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya,

(30)

untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan

terhadp dunia di luar dirinya (Fits dalam Hendriati Agustiani, 2006:138-139).

Carl R Rogers berpendapat bahwa konsep diri menyangkut persepsi diri yang

menunjuk bagaimana seseorang memandang dirinya, menilai dirinya, menilai

kemampuannya dan bagaimana ia berpikir tentang dirinya. Di samping itu

konsep diri juga menyangkut bagaimana seseorang mempersepsikan

hubungannya dengan orang lain dan berbagai macam aspek dalam

kehidupan serta nilai-nilai yang menyertai persepsi itu.

William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai persepsi diri sendiri

tentang aspek fisik, sosial, dan psikologis yang individu peroleh melalui

pengalaman dan interksinya dengan orang lain (Savitri Ramadhani, 2006:85).

Dimensi dari konsep diri adalah apa yang diketahui tentang diri sendiri, dalam

benak seseorang ada satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya :

Usia, Jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan sebagainya. Jadi,

konsep diri seseorang dapat didasarkan pada "asas dasa(

2.1.2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif

Pandangan seseorang tentang dirinya akan jatuh diantara kedua kutub

(31)

perbedaan itu, individu bisa lebih mengatahui secara lebih jauh tentang

konsep diri.

a. Konsep Diri Positif

Jika seseorang menempatkan nilai tinggi pada sifat rendah hati, berarti ia

berasumsi bahwa suatu konsep diri yang benar-benar positif adalah suatu

kuantitas yang agak berbahaya. Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah

kebanggaan yang besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri. Dan

kualitas ini lebih mungkin mengarah pada kerendahan hati dan

kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert orang yan!J memiliki konsep

dari positif ditandai dengan lima hal (Jalaluddin Rakhmat, 2002:105), yaitu:

1. la yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

2. la merasa setara dengan orang lain

3. la menerima pujian tanpa rasa malu

4. la menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

5. la mampu memperbaiki dirinya, karena ia sangflLIP mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

(32)

Menurut D.E. Hamachek (Jalaluddin Rakhmat, 2002:10(3) menyebutkan

sebelas karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif yaitu :

1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia

mempertahankan, walaupun menghadapi kelompok yang kuat tetapi ia

juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu

bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukan dirinya bersalah.

2. Bertindak berdaasarkan kebenaran yang diyakini namun dapat

menerima atau memahami sikap orang lain yang tidak menyetujui

tindakannya tersebut.

3. Realistis, tidak mencemaskan apa yang telah terjadi kemarin, apa

yang sedang dialami dan apa yang akan terjadi besok.

4. Memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam rnengatasi masalah

dan yakin dapat menghadapi tersebut.

5. Tidak merasa rendah diri saat berhadapan denga orang lain meski

diakui adanya perbedaan.

6. Memiliki perasaan bahwa dirinya berguna untuk orang lain.

7. Menerima penghargaan dan pujian secara wajar.

8. Tidak membiarkan dirinya untuk dikuasai orang lain atau terlalu

didominasi oleh orang lain.

9. Menyatakan dengan wajar dorongan yang ada dalam dirinya atau

(33)

1 O. Mampu menikmati secara utuh setiap kegiatan yang dilakukannya dan

diaplikasikannya dalam berbagai kegiatan.

11. Memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.

Seseorang dengan konsep diri yang positif akan memberikan banyak

kemuliaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, cukup objektif dalam

memberikan penilaian, berimbang antara keterlibatan emosi dengan

ketajaman pikirannya dalam memecahkan masalah. Dengan demikian

individu tersebut akan meletakkan harga dirinya sesuai clengan, realistis,

tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.

Oleh karenanya orang clengan konsep diri positif akan lebih tepat

memberikan nilai keberartian dirinya. Orang dengan har9a diri rendah

menyebabkan kurang percaya diri, sehingga tidak efel<lif dalam pergaulan

sosial.

b. Konsep Diri Negatif

Ada dua konsep negatif, yaitu : (1) Pandangan seseorang tentang clirinya

sendiri benar-benar tidak teratur. Dia tidak memiliki perasaan kestabilan dan

keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya. K.onclisi ini umum dan

normal diantara para remaja. Konsep diri mereka kerap k:ali menjadi tidak

(34)

ke peran orang dewasa (Erikson, 1968). Tetapi pada orang dewasa hal itu

mungkin satu ketidak mampuan menyesuaikan. (2) Tipe kedua dari konsep

diri negatif hampir merupakan lawan dari yang pertama. Disini konsep diri itu

terlalu stabil dan terlalu teratur dan kaku. Mungkin karena dididik dengan

sangat keras, individu tersebut terciptakan ciri diri yang tidak mengijinkan

adanya penyimpangan.

Pada kedua tipe konsep diri negatif, informasi baru tentang diri hampir pasti

menjadi penyebab kecemasan, rasa ancaman terhadap diri. Tidak satupun

dari kedua konsep diri cukup bervariasi untuk menyerap berbagai macam

informasi tentang diri.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert, ada empat tanda orang yang

memiliki konsep diri negatif (Jalaluddin Rakhmat, 2002:105), yaitu:

1. Peka terhadap kritik orang lain, ia sangat tidak tahan terhadap kritik

yang diterimanya, mudah marah, baginya koreksi sering kali dipersepsi

sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.

2. Sangat responsive terhadap pujian, walaupun mungkin ia

berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan

antusiasmenya pada waktu menerima pujian, baginya segala macam

label yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatian, bersifat

(35)

meremehkan apapun atau siapapun, mereka tidak bisa

mengungkapkan penghargaan atau kelebihan orang lain.

3. Orang yang konsep dirinya negatif cenderung merasa tidak disenangi

orang lain, merasa tidak diperhatikan, karena itu bereaksi pada orang

lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan

keakraban persahabatan, ia tidak akan mempersalahkan dirinya, tetapi

akan menganggap dirinya sebagi korban dari sistem sosial yang tidak

be res.

4. la akan cenderung bersikap pesimis terhadap kompetisi, seperti

terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain

dalam membuat prestasi.

2.1.3. Proses Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan

seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan

pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan

menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab

itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang

keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung

mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang

(36)

melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pemah memuji, suka

marah-marah, dsb - dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan,

kesalahan atau pun kebodohan dirinya, Jadi anak menilai dirinya

berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan, Jika

lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa

dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif,

Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidal< luput dari

perubahan, Ada aspek-aspek yang bisa benahan dalam jangka waktu

tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi

sesaat Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil

mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah, Bisa

saja saat itu ia jadi merasa "bodoh", namun karena dasar keyakinannya yang

positif, ia berusaha memperbaiki nilaL

Sejalan dengan kemampuan persepsi dan pembedaan, lwnsep diri terbentuk

pula melalui interaksi individu dengan orang lain dan lingkungannya, Sullivan

menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam membentuk konsep diri

seseorang, Melalui interaksi dengan orang lain, seseorang mendapatkan

penilaian dirinya yang kemudian menjadi simbol,atau label bagi dirinya dan

menggunakan penilaian tersebut sebagai tolok ukur dalam berfikir dan

(37)

Konsep diri berkembang dari kontak antara anak dengan orang lain di

sekitarnya, yaitu dari apa yang mereka lakukan atau mereka katakan pada

anak tersebut, juga status apa yang didapat anak tersebut dalam kelompok

identifikasinya. Yang berpengaruh pada pembentukan konsep diri terutama

adalah orang-orang lain yang dianggap penting oleh individu (significant

people). Mula-mula orang yang dianggap penting adalah anggota keluarga

sendiri, tetapi setelah hubungan sosial anak meluas keluar, peran anggota

keluarga sebagai "significant people" akan digantikan oleh orang lain seperti :

kelompok sebaya (peer group), guru dan lainnya.

Adanya perkembangan konsep diri menunjukkan bahwa konsep diri

seseorang tidak langsung terbentuk dan menetap (stabil) tetapi suatu

keadaan yang mempunyai proses perkembangan dan masih dapat berubah.

Menurut Felker (1979), derajat kestabilan konsep diri yang tertinggi adalah

pada masa pra remaja dan tahap remaja akhir. Konsep diri mulai sulit

berubah pada masa remaja akhir yaitu usia 16-20 tahun. Pada usia ini

konsep diri seseorang sudah mantap karena konsep diri yang dibentuknya

sudah relatif menetap dan stabil.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Sejalan dengan kemampuan persepsi dan pembedaan konsep diri, terbentuk

(38)

pada pentingnya interaksi dengan orang orang lain, individu mendapatkan

penilaian tetang dirinya yang kemudian menjadi label ba!;Ji dirinya yang

kemudian menjadi label bagi dirinya, dan menggunakan penilaian tersebut

sebagai tolak ukur dalam berfikir dan bertingkah laku (Jalaluddin Rakhmat,

2002: 101 ).

Hal ini juga didukung oleh pendapat Fits, menurutnya konsep diri seseorang

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Fits dalam Hendriati

Agustiani, 2006: 139):

• Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan

perasaan positif dan perasaan berharga.

• Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

• Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi

yang sebenarnya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri

seseorang adalah (Jalaluddin Rakhmat, 2002):

a. Orang Tua

Dalam hal informasi atau cermin tentang diri, orang tua memegang peranan

penting dan istimewa. Jika mereka secara tulus dan konsisten menunjukan

(39)

memandang dirinya pantas untuk dicintai, baik oleh orang lain maupun oleh

dirinya sendiri. Sebaliknya, jika dari orang tua anak tidak mendapatkan

kehangatan perhatian dan cinta, maka ia akan tumbuh sebagai individu yang

memiliki perasaan ragu-ragu apakah ia pantas dicintai dan diterima.

Jika seorang anak menghargai dirinya, maka ia akan melihat dirinya sebgai

individu yang berharga. Tetapi jika tanggapan orang tua terhadap dirinya

berupa kritikan, hukuman dan koreksian selalu, ia akan meyangkal

kebaikannya sebagai pribadi dan ia menjadi yakin bahwa ia pantas untul<

diperlakukan buruk. Mengkritik atau meyalahkan anak secara berlebihan

menimbulkan rasa bersalah dan malu lebih dari pada yang diperlukan untuk

membuat anak berubah.

Penilaian orang tua yang ditujukan kepada anak untuk sebagian besar

menjadi penilaian yang dipegang tentang dirinya. Harapan orang tua

terhadapnya dimasukkan kedalam cita-cita dirinya, jika ia tidak mampu

memenuhi sebagian dari harapan itu atau jika keberhasilannya tidal< diakui

oleh orang tuanya • maka anak akan mengembangkan rasa tidak mampu dan

akan memiliki harga diri yang rendah.

Dengan berbagai macam cara orang tua memberitahu tentang siapa

(40)

cemas dan merasa harus terus menerus dekat dengan anaknya, maka akan

mengahasilkan anak yang penakut dan merasa tidak aman. Orang tua yang

selalu menuntut dan tidak pernah puas dengan apapun yang dilakukan

anaknya, maka akan gaga! menumbuhkan rasa percaya diri atau

rnenurnbulilrnn pandangan positif dalam dirinya.

b. Orang Lain

Harry Stack Sullivan menjelaskan bahwa jilrn individu diterima orang lain,

dihormati, disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung

bersikap menghormati dan menerirna dirinya. Sebaliknya, bila orang lain

selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan

cenderung tidak menyenangi dirinya.

Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap dirinya.

Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan

individu. George Herbert Mead menyebut mereka orang lain yang sangat

penting (significant others). Ketika individu masih kecil, mereka adalah orang

tua, saudara-saudaranya, dan orang yang tinggal satu rurnah dengannya.

Richard Dewey dan W.J. Humber menamainya orang lain yang dengan

mereka kita mempunyai ikatan emosional (affective others). Dari merekalah

(41)

penghargaan, pelukan mereka menyebabkan ia menilai dirinya secara positif.

Ejekan, cemoohan dan hardikan, membuat ia memandang dirinya secara

negatif.

c. Kelompok Rujukan (Reference Group)

Adapun yang mempengaruhi konsep diri individu selain orang lain adalah

kelompok rujukan. Kelompok rujukan yaitu kelompok secara emosional

mengingat individu dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya.

Dengan melihat kelompok rujukan ini, orang mengarahkan perilakunya dan

menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Maka individu cenderung

menjadikan norma-norma dalam kelompol< tersebut sebagai ukuran

perilakunya dan ia merasa sirinya sebagai bagian dari kelompok lengkap

dengan seluruh sifat-sifat dari anggota kelompok tersebut menurut

persepsinya.

d. Keyakinan Diri

Seperti telah disebutkan diatas bahwa persepsi dari orang atau pihak lain

terhadap seseorang akan membentuk persepsi orang tersebut terhadap

dirinya sendiri yang seiring dengan berjalannya waktu dapat berubah menjadi

konsep diri bagi yang bersangkutan. Hal tersebut menjad'1 serupa dengan self

sugesti yang akhirnya diyakini kebenarannya. Dengan demikian berpikir

(42)

atau membangun terhadap seseorang dan akan membentuk konsep diri yang

positif pula.

Di samping faktor-faktor tersebut ada pula faktor spesifik lainnya yang

berkaitan erat dengan konsep diri yang bagaimana yang dikembangkan oleh

seorang remaja. Menurut Hurlock (1980) faktor-faktor yang mempengaruhi

konsep diri remaja adalah:

a. Usia Kematangan

Remaja yang matang lebih awal, akan ュ・ョァ・ュ「。ョセjォ。ョ@ konsep diri

yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

Sebaliknya remaja yang keatangannya terlambat, maka akan cenderung

kesulitan dalam menyesuaikan diri.

b. Penampilan Diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri

meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat

dianggap sebagai suatu sumber yang memalukan yang mengakibatkan

rasa rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang

menyenangkan tentang cirri kepribadian dan menambah dukungan

(43)

c. Kepatutan Seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patuan seks membuat remaja rendah diri dan hal ini memberi akibat buruk bagi perilakunya. d. Nama dan Julukan

Remaja peka dan merasa malu jika teman-teman sekelompoknya

menilai namanya buruk atau mereka memberinama julukan yang

bernada cemoohan. e. Hubungan Keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin

mengembangkan pola keprbadian yang sama. Bila tokoh ini sesama

jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang

layak untuk jenis seksnya. f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua, ia

berada dalam tekanan untuk mengenbangkan cini-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

(44)

Remaja yang masa kanak-kanaknya di dorong agar kreatif dalam

bermain dan dalam tugastugas akademis, mengembangkan perasaan

individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik tentang

dirinya. Sebaliknya remaja yang sejak awal masa kanak-kanak di dorong

untuk mengikuti pola asuh yang sudah diakui akan kurang mempunyai

perasaan identitas dan individualitas.

h. Cita-cita

Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistis. ia akan mengalami

kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan

reaksi-reaksi bertahan individu akan menyalahkan orang lain atas

kegagalannya. Remaja yang realistis akan kemampuannya lebih banyak

mengalami keberhasilan dari pada kegagalan. lni akan menimbulkan

kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan

konsep diri yang lebih baik.

2.2. Pola Komunikasi Antara Orang Tua dan Rernaja Menurut

Pendekatan Analisis Transaksional

2.2.1. Jenis-Jenis Transaksi Dalam Analisis Transaksional

Setiap kali orang bereaksi terhadap orang lain dengan senyuman, anggukan

kepala, sapaan dan sebagainya. Hal ini dalam analisis transaksional disebut

(45)

transaksi. Menurut Eric Berne semua transaksi dapat digolongkan ke dalam

transaksi yang komplementer, bersilang dan tersembunyi (ulterior) (Abubakar

Ba raj a, 2004: 18-19).

1. Transaksi yang saling melengkapi (Complementary Transactions)

Transaksi dikatakan saling melengkapi jika berita atau perilaku yang

diperlihatkan oleh suatu ego state menerima respon yang tepat dan

sesuai dengan yang diharapkan oleh ego state itu. Menurut Berne, ini

adalah transaksi yang sehat dan menggambarkan interaksi yang normal,

hal ini juga di sebutkan dalam bukunya yang berjudul Games People Play

"communication will proceed as long as transactions are complementary''

(www. ericberne. com)

2. Transaksi Silang (Crossed Transactions)

Transaksi ini terjadi jika berita/perilaku yang diperlihatkan oleh suatu ego

state mendapatkan reaksi yang tidal< diharapkan oleh ego state tersebut.

Sehingga jalur komunikasi menjadi tertutup, orang akan saling

menghindar, menarik diri atau mengubah topik pembicaraan.

3. Transaksi Tersembunyi (Ulterior Transactions)

Transaksi ini menghambat kelancaran hubungan komunikasi. Seseorang

mengatakan sesuatu yang menurut dirinya merefleksikan "ego state

dewasa", namun penerima menanggapinya sebagai "ego state orang tua".

Karena transaksi ini menyangkut pikiran yang terdalam (inner thought)

(46)

Dalam analisis transaksional, diharapkan orang dapat mencapai otonomi

untuk dirinya sendiri, dimana menurut Berne seseorang yang otonom adalah

seseorang yang mempunyai 3 macam sifat ini :

a.

Kesadaran.

Kesadaran, adalah kemampuan manusia untuk benar-benar mengetahui

(knowing) apa yang sesungguhnya terjadi sekarang (dalam dunia riil

aktual). Kesadaran memungkinkan manusia menepis kontaminasi yang

tertebar pada khazanah hidup dewasanya yang rasional dan realistik.

Penepisan kontaminasi memungkinkan manusia mendengarkan, melihat,

rnerasakan, mempelajari, dan mengevaluasi dunia secara independen.

Manusia yang memiliki kesadaran mampu mengetahui di mana dirinya

berada, apa yang dia lakukan, dan bagaimana dia merasakan semuanya

itu.

b. Spontanitas.

Spontanitas, adalah kemerdekaan untuk memilih di hadapan spektrum

penuh yang merangkum seluruh kemungkinan sikap dan perilaku, baik

yang berasal dari Parent, Adult, maupun Child. Manusia otonom memiliki

spontanitas yang memungkinkan. dia bersikap fleksibel dan tidak impulsif

naif. Dia melihat berbagai pilihan yang tersedia dan menjatuhkan pilihan

yang tepat untuk situasi riil aktual. Pilihan itu juga mendukung pencapaian

tujuan yang telah ia canangkan.

(47)

Intimacy adalah kemampuan manusia untuk mengekspresikan

kehangatan, kelembutan, dan kedekatan pada orang lain untuk

memberdayakan kejujuran dan otentisitas manusia p13milih. la hanya bisa

ditumbuhkembangkan jika manusia berani menjadi manusia terbuka dan

tidak terlalu banyak menutupi kelemahan, kekurangan, dan kesalahannya.

Manusia yang mau menumbuhkembangkan intimacy niscaya berani

melepaskan topeng-topeng yang.mungkin sering dipakai dalam

transaksinya dengan orang lain. Dengan dernikian, intimacy

mencerminkan otentisitas dan kejujuran.

2.2.2.

Stroke (Belafan)

Semua orang mempunyai kebutuhan untuk diakui oleh orang lain,

mendapatkan sapaan yang bersahabat, serta kebutuhan untuk dfcintai.

Menurut Berne ini merupakan kebutuhan biologis yang disebut 'Hunger'. Hal

tersebut dapat terpenuhi melalui 'stroke' yang diberikan oleh orang lain

melalui suatu transaksi. Dalam teori analisis transaksional sebuah belaian

merupakan bagian dari suatu perhatian yang melengkapi stimulasi yang

optimal kepada individu. Belaian adalah istilah untuk semua bentuk

penghargaan dan rasa pengakuan oleh orang lain (A.J. Hukom, 1990:43).

Belaian ini merupakan kebutuhan dalam setiap interaksi sosial dan

(48)

ataupun tua dapat memperoleh belaian. Jadi belaian tidak terbatas pada

anal< kecil semata dan belaian yang diterima atau diberikan akan

menguatkan posisi hidup seseorang. Dr. Rene Spitz mengatakan bahwa

setiap orang membutuhkan strokes atau belaian. Seorang bayi membutuhkan

physical strokes untuk bertahan hidup. la akan meninggal jika ia tidak

セ@ disentuh. Orang dewasa juga membutuhkan belaian yang Jain (perhatian)

(www.sabda.org).

Jadi dapat disimpulkan bahwa belaian atau stroke dalam analisis

transaksional ini merupakan perlakuan atau stimulus dari orang lain yang

akhirnya memunculkan respon balil< sehingga terjadi transaksi. Perlakuan ini

tidak hanya terbatas pada perilaku secara fisil< saja tetapi juga secara isyarat

dan perkataan.

Ada dua jenis belaian yang diterima oleh manusia sepanjang hidupnya, yaitu:

(Corey, 2005:162)

a. Belaian Positif (stroke positif)

Belaian yang positif adalah esensial bagi perkemban9an pribadi yang

sehat secara psikologis dengan perasaan OK. Belaian-belaian yang

positif, yang bisa bernebtuk ungkapan-ungl<apan afel<si atau

penghargaan, bisa disalurkan melalui l<ata-kata, elusan, pandangan, atau

(49)

b. Belaian Negatif (stroke negatif)

Belaian yang negatif oleh orang tua mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan anak. Belaian-belaian negatif mengambil bentuk

pesan-pesan (verbal dan nonverbal) yang merampas kehorrnatan dan

menyebabkan seseorang merasa dikesampingkan dan tak berarti.

Pesan-pesan itu menyangkut pengecilan, penghinaan, pencemoohan,

kesewenangan, dan perlakuan terhadap seseorang sebagai objek.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasii Keluarga

_ Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga menurut

Kartini Kartono, antara lain (Kartini Kartono, 1992:95-96, Ed. 1, eel. Ke-2):

a. Keadaan masyarakat dimana keluarga itu hidup

Apa yang terjadi dalam masyarakat secara timbal balik mempunyai

pengaruh pada kehidupan keluarga. Aspirasi yang acla dalam masyarakat

mungkin saja diambil menjadi aspirasi individu dalam keluarga.

Perubahan nilai yang terjadi dalam masyarakat akan mempengaruhi

pandangan dan nilai-nilai maupun kehidupan orang tua dan anal<,

sekaligus juga mempengaruhi sifat hubungan antara orang tua-anak di

daerah kola dengan pedesaan.

b. Kesempatan yang diberikan orang tua

Sikap dan tingkah laku anak dalam hubungan dengan orang tua sering

(50)

membuka kesempatan kepada anak untk bereaksi atau bertingkah laku

tertentu, maka anak menanggapinya. Kesempatan ini dibuka oleh orang

tua, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. d・ョQセ。ョ@ kata lain, sifat

dan bentuk hubungan antara orang tua - anak ditentukan oleh kedua

belah pihak.

c. lndividu orang tua dan anak

Baik orang tua maupun anak mempunyai pribadi sendiri-sendiri,

masing-masing unit berbeda satu dari yang lain. hubungan mereka dipengaruhi

pula oleh pengamatan masing-masing tentang diri sendiri dan tentang

orang lain dengan siapa mereka berhubungan. Juga nilai yang dianut

masing-masing berpengaruh pada hubungan yang mereka bina.

2.2.4. Komunikasi Antara Orang Tua - Remaja Dalam Keluarga Berkaitan

dengan Analisis Transaksional

Komunikasi sangat penting dalam hubungan antar anggota keluarga. Tanpa

adanya komunikasi hubungan yang akrab tidak dapat dijalin. Banyak problem

yang timbul berakar pada masalah komunikasi dalam keluarga. Melalui

komunikasi secara verbal atau dengan kata lain berbic;ara atau

bercakap-cakap, baik orang tua maupun anak dapat mengungkapkan perasaan hati,

memperjelas pikiran, menyampaikan ide ataupun keinginan masing-masing.

(51)

respon antar individu. Transaksi itu terlihat ketika orang berkomunikasi, baik

dengan kata, nada suara atau isyarat (verbal atau nonverbal)

(www.sabda.org). lnilah yang disebut strokes atau belaian, belaian

didefinisikan sebagai suatu tidakan untuk menyatakan pengakuan orang lain.

Belaian dapat berupa verbal, nonverbal dan kontak fisik dan belaian itu dapat

bersifat positif maupun negatif. Jadi komunikasi tidak hanya sekedar

bercakap-cakap tapi juga melalui tatapan ataupun sentullan.

Dalam analisis transaksional, komunikasi antara orang tua dan anak sudah

terjadi sejak dini karena orang tua adalah lingkungan terdekat anak yang

nantinya membantu anak untuk membentuk naskah yan!J akan digunakannya

dalam kehidupan. naskah adalah skrip kehidupan yang di clapat anak

semenjak anak masili kecil, naskah itu akan membentuk 3 tingkatan ego

yang nantinya berperan dalam kellidupan anak untuk berinteraksi clengan

orang lain.

Orang tua berkomunikasi dengan anaknya melalui belaian tersebut, tatapan

mata, sentuhan, senyuman, pelukan, dan lain sebagainya. Walaupun

bersifat negatif belaian itu tetap diperlukan oleh seorang anak karena asumsi

dasar analisis transaksional adalah : "negative strokes" sekali pun jauh lebih

berguna daripada ketiadaan "strokes" sama sekali. Walaupun begitu orang

tua harus berhati-hati dalam memberikan stroke karena stroke yang positif

(52)

diatasi oleh orang tua.

_ Di dalam analisis transaksional, konflik terjadi ketika penerima pesan salah

menanggapi pesan yang di berikan oleh pengirim pesan dalam hal ini adalah

orang tua sebagai pemberi pesan dan anak sebagai pen•erima pesan. Konflil<

juga bisa timbul ketika penerima pesan salah mempersepsikan maksud

pesan dan pemberi pesan memberikan belaian yang negatif (verbal,

nonverbal dan psikomotor).

ldealnya orangtua dapat menggunakan ego yang tepat ketika berkomunikasi

dengan anaknya yang beranjak remaja agar kesalahan dalam komunikasi

dapat diminimalisir sehingga komunikasi yang diterima anak adalah

komunikasi yang sehat. Komunikasi yang sehat menurut analisis

transaksional adalah ketika pemberi pesan mampu menampilkan stimulus

yang tepat dan mendapatkan respon yang tepat pula ini disebut transaksi

melengkapi (complementer). Tetapi pada kenyataannya tidak semua orang

tua dapat menampilkan stimulus yang tepat sehingga tidak dapat direspon

dengan baik juga oleh anak.

-Komunikasi yang melengkapi antara orang tua dan anak sangat diperlukan

oleh anal< untuk mengahadapi perubahan-perubahan dalam dirinya.

Komunikasi yang melengkapi dapat menjadi kunci terbentuknya hubungan

(53)

karena kebanyakan orang tua masih menggunakan 12 gaya populer untuk

berkomunikasi dengan anaknya, ke-12 gaya populer itu adalah : memerintah,

menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap/label, mengancam,

menasehati, membohongi, menghibur, mengkritik, menyindir, dan

menganalisa (modul Yayasan Kita dan Buah Hati).

- 2.3. Masa Remaja

2.3.1 Remaja

lstilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang

berarti "tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa". Hurlock menyatakan bahwa

masa remaja adalah salah satu periode dalam kehidupan dengan

perkembangan fisik dan psikis. Masa remaja menggambarkan periode

pertumbuhan dan perubahan di hampir semua aspek kellidupan seorang

anal<, baik secara fisik, mental, sosial, dan emosional. Masa ini juga disebut

sebagai masa yang penuh dengan pengalaman-pengalaman baru, tanggung

jawab baru dan hubungan baru dalam kelompok (Chotimah, skripsi 2004:35).

Awai masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 tahun

atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun-18 tahun,

yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1980: 206). S<"dangkan di dalam

(54)

antara pubertas dan kedewasaan. Usia yang diperkirakan: 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis yang lebih cepat menjadi matan£1 daripada anak laki-laki dan antara 13 hingga 22 tahun bagi laki-laki-laki-laki.

Masa remaja merupakan suatu masa yang penting dalam periode

perkembangan manusia. Pada masa ini, remaja mengalami suatu periode peralihan (transition) dari masa kanak-kanak, yang ditandai dengan adanya

kebutuhan untuk bergantung pada orang lain (dependent), menuju masa kedewasaan yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bebas dari

campur tangan orang lain (independent).

Periode peralihan ini juga ditandai dengan adanya perubahan-perubahan

baik secra fisik, kognitif, maupun psikologis. Perubahan psikologis yang

paling menonjol di tandai dengan perubahan emosi, baik emosi positif

maupun emosi negatif, ketika menghadapi berbagai persoalan baik yang datangnya dari lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan maupun lingkungan sekolah.

- Seperti halnya tahapan kehidupan yang lain, masa remaja memberikan

(55)

bercerita masalahnya dengan temannya sehingga komunikasi dengan orang

tua berkurang.

2.3.2 Tahapan Remaja

Konopka dalam Pikunas menjelaskan secara umum masa remaja dibagi

menjadi tiga bagian (Hendriati Agustiani, 2006:29), yaitu sebagai berikut:

1) Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa usia ini individu mulai meninggalkan peran sebagai

anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan

tidak tergantung pada orang tua. fokus dari tahap ini adalah penerimaan

terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat

dengan teman sebaya.

2) Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang

baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu

sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self directed). Pada masa

ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar

mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal

yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu

penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3) Masa remaja akhir (19-22 tahun)

(56)

orang dewasa. Selama peride ini remaja berusaha memantapkan tujuan

vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan

yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman

sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini.

Salah satu tokoh yang juga menerangkan tahapan perkembangan dalam

kurun usia remaja adalah Petro Blas (1962). Dalam proses penyesuaian diri

menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu (dalam

Sarlito. W.S, 2005:24-25) :

1) Remaja Awai (Early Adolescence)

Seorang rema pada tahap ini masih terheran-heran akan

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan

yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran

baru, cepat tertarik pad a lawall" jenis dan mud ah terangsang secara

erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah

berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan

berkurangnya kendali terhadap "ego". Hal ini yang rnenyebabkan para

remja awal suiit dimengerti orang dewasa.

2) Remaja Madya (Middle Adolescence)

Pada tahap ini remja sangat membutuhkan kawan-kawan. la senang

kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan

(57)

yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia

berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memillih

yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis

atau pesimis, idealis atau matrealis dan sebagainya. Remaja pria harus

membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu

sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan

kawan-kawan dari lain jenis.

3) Remaja Akhir (Late Adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian lima hal di bawah ini.

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu 、・ョゥセ。ョ@ orang-orang lain

dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara l<epentingan diri sendiri dengan

orang lain.

e) Tumbuh "dinding" yang memisahl<an diri pribadinya (private self) dan

masyaral<at umum (the public).

2.3.3. Kebutuhan-Kebutuhan Khas Remaja

(58)

Kebutuhan itu bersangkutan dengan psikologik-sosiologis yang mendorong

remaja untuk bertingkah laku yang juga khas. Akan tetapi, apa bentuk

kebutuhan-kebutuhan yang khas itu, dan diantaranya l<ebutuhan mana yang

terkuat bagi remaja, rupanya belum ada kesepakatan pai-a ahli. Sesuai

dengan penekanannya masing-masing.

Kalau dititik-beratkan pada kebutuhan yang bersangkutan dengan pribadi;

psikologis-sosologis remaja, agaknya perangkat kebutuhan yang pernah

dicatat oleh Garrison, relevan untuk dijadikan pencerminan. Garrison pernah

mencatat 7 kebutuhan khas remaja, yaitu (Andi Mappiam, 1982:152):

1) Kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan ini ada sejak remaja

dilahirkan dan menunjukan berbagai cara perwujudan selama masa

remaja.

2) Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalarn kelompok

merupakan ha! yang sangat penting, sejak remaja "melepaskan diri"

dari keterikatan keluarga dan berusaha memantapkan

hubungan-hubungan dengan teman lawan jenis.

3) Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda

(remaja awal), menjadi sangat penting selama masa remaja; mana

kala remaja dituntut untuk membuat berbagai macam pilihan dan

mengambil keputusan.

(59)

seirama dengan pertumbuhannya secara individual mengarah pada

kematangan atau kedewasaan.

5) Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain sangat penting, sejak

mereka berg.antung dalam hubungan teman sebaya dan penerimaan

teman sebaya.

6) Kebutuhan untuk dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan atau

ukurannya sendiri yang menurutnya pantas ba£1i dirinya (sesuai

dengan kenyataan), dan menjadi bertambah penting seirama dengan

pertambahan kematangan.

7) Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh terutama nampak

dengan bertambahnya kematangan (kedewasaan). Untuk

mendapatkan ketetapan dan kepastian, remaja memerlukan beberapa

petunjuk yang akan memberikannya dasar dan ukuran dalam

membuat keputusan-keputusan.

Tetapi kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak mutlak berlaku bagi seluruh

remaja karena kebutuhan khususnya terdiri dari berbagai tingkat intensitas.

lntensitas masing-masing kebutuhan dibatasi oleh berbagai faktor, antara lain

faktor individual, faktor sosial, kultural dan faktor religius (termasuk nilai-nilai).

Bagi remaja Indonesia, agaknya terdiri dari 2 kelo

Gambar

Tabel Nilai Z-Score
Tabel 3.1 Blue print skala pola komunikasi berdasarkan tt;mri Eric Berne
Blue Tabel 3.2 print skala Konsep diri berdasarkan teori V\fillian D Brooks dan
Tabel 3.3 Nilai kategori jawaban
+7

Referensi

Dokumen terkait

berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan pada penelitian ini tidak menguji Dividen Per Share dan NPM secara simultan maupun

[r]

Khusus untuk calon peserta yang mengajukan permohonan tugas belajar secara mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, menyampaikan bukti kelulusan seleksi yang

Az is feltehet ő kérdés, hogy miért lesz valaki konzer- vatív vagy liberális, feltéve, ha elismerjük, hogy a politikai orientációk sokdimen- ziósak, változtathatóak, és

pada angka IPM ini pun disebabkan karena terjadinya peningkatan pada semua komponen yang termasuk kedalam komponen Indeks Pembangunan Manusia yaitu terjadinya

Sepertimana yang diketahui umum, aplikasi multimedia serta proses untuk membangunkan sesebuah laman web bukanlah merupakan sesuatu proses yang mudah dan boleh

Sedangkan saran yang dapat disampaikan untuk penelitian tentang kepatuhan masyarakat membayar PBB-P2 di kelurahan kadomas kabupaten pandeglang yaitu agar lebih

Berdasarkan kajian pustaka dan hasil interview yang didapat dari tiga sampel, maka dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai tantangan apa saja yang dihadapi