• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pembelajaran pendidikan agama islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pembelajaran pendidikan agama islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Muhammad Zul Akmal

NIM 109011000084

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

SMPN 226 Jakarta Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik. Penelitian ini dilakukan di SMPN 226 Jakarta Selatan dan waktu penelitiannya dilakukan pada bulan september 2014. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitain kuantitatif dengan teknik kolerasional product moment. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

cluster sampling. Penulis telah menetapkan kelas IX yang terdiri 286 peserta didik

dari 8 kelas untuk menjadi sampel daerah. Setelah itu penulis mengambil 40 sampel dari kelas IX. Jadi masing-masing setiap kelas IX diwakili oleh 5 responden. Hasil dari analisis data pada penelitian ini diperoleh hasil t-hitung 0,353 dan t-tabel pada taraf 5 % sebesar 0,304, maka t-hitung>t-tabel. Maka dari itu hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik.

(7)

226 South Jakarta.

This study aims to determine whether there is a relationship between the learning of Islamic education to the emotional intelligence of students. This study was conducted in South Jakarta SMPN 226 and a study conducted in september 2014. The method used in this research is quantitative method with techniques correlation product moment. Sampling was done using cluster sampling technique. The author has set the IX class comprised 286 students from 8 classes to be sampled area. After that the author took 40 samples of class IX. So each every class IX is represented by 5 respondents. Results of the analysis of data on this study showed t count .353 and t-table at 5% level of 0.304, then the t-count> t-table. Thus the null hypothesis is rejected and the alternative hypothesis is accepted. This indicates that there is a positive correlation between the learning of Islamic education to emotional intelligence of students.

(8)

ii

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

Illahi Rabbi yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat seiring salam semoga

tercurankan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW sebagai suri

tauladan kita semuanya, yang telah membawa kita dari alam kegelapan sampai

kealam terang benderang seperti sekarang ini.

Skripsi ini berjudul Hubungan Antara Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

terhadap Kecerdasan Emosional Peserta Didik di SMPN 226 Jakarta Selatan,

merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana

Pendidikan Islam.

Atas selesainya Skripsi ini, tidak terlepas dari upaya berbagai pihak yang

telah memberikan kontribusinya dalam rangka penyusunan dan penulisan Skripsi

ini, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini. Yaitu penulis ucapkan terima

kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, beserta seluruh staffnya.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam bapak Dr. H. Abdul Majid Khon,

M.Ag dan seketaris Jurusan Pendidikan Agama Islam ibu Marhamah Saleh,

LC. MA beserta seluruh staffnya.

3. Ibu Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi yang telah sabar dan meluangkan waktunya

untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis, semoga bapak dan ibu dosen selalu

dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan

(9)

iii

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, atas segala kemudahan yang diberikan

kepada penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian

skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis, yaitu H. Ahmad Syamsuri S.Ag dan Hj. Maswanih

S.Ag yang telah merawat dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang

secara tulus, mendoakan dan mencukupi moril serta materil kepada penulis

dari sejak kecil sampai sekarang dan seterusnya. (kasih sayang mereka tidak

akan terputus sepanjang hayat).

8. Keluarga besar penulis terutama adik-adik penulis yang telah membantu

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepala Madrasah SMPN 226 Jakarta Selatan Drs. Moh. Khotim, M.Pd serta ibu

Hj.Nurhayati,M.Pd yang telah bersedia membantu penulis melakukan

penelitian di sekolah.

10. Teman-temanku dan semua Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jurusan PAI angkatan 2009 khususnya kelas B yang senantiasa memberikan

support dan motivasi kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini mendapatkan balasan pahala

dan rahmat dari Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata hanya kepada Allah Swt jualah kita

berserah diri dan semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya untuk selalu

berjuang di jalan-Nya.

Amin ya Rabbal’alamin

Jakarta,24 Maret 2015

(10)

iv

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... ... 5

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah... ... 6

E. Tujuan Penelitian... ... 6

F. Kegunaan Penelitian... ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... ... 8

2. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam... ... 11

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam... ... 13

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam... ... 15

5. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... ... 16

6. Pelaksanaan Proses Pembelalaran Pendididikan Agama Islam ... 19

B. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional... ... 20

2. Hal-hal yang Perlu dipelajari Peserta Didik tentang Kecerdasan Emosional... ... 26

3. Perkembangan Emosi Pada Manusia... ... 26

4. Karakter Anak yang Baik dan Merosot dalam Kecerdasan Emosional... ... 27

C. Hasil Penelitian yang Relevan... ... 28

D. Kerangka Berpikir... ... 31

(11)

v

B. Metode dan Variabel Penelitian

1. Metode Penelitian... ... 34

2. Variabel Penelitian... ... 34

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi... ... 35

2. Sampel... ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi... ... 36

2. Angket... ... 36

E. Teknik Pengolaan Data dan Analisis Data... ... 40

F. Hipotesis Statistik... ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DATA A. Gambaran Umum SMPN 226 Jakarta Selatan... ... 45

B. Hasil Observasi ... 52

C. Pengolahaan Data ... 56

D. Analisa dan Interpretasi Data 1. Uji Validitas... 85

2. Uji Realibilitas ... 86

3. Uji Korelasi ... 87

4. Uji Determinasi ... 90

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(12)

vii

Tabel 3.3 Interpretasi korelasi “r” product moment

Tabel 4.1 Keadaan guru

Tabel 4.2 Kualifiasi pendidik (Kepala sekolah)

Tabel 4.3 Kualifikasi pendidik (Guru)

Tabel 4.4 Keadaan pegawai

Tabel 4.5 Keadaan peserta didik

Tabel 4.6 Data ruang belajar

Tabel 4.7 Data ruang kantor

Tabel 4.8 Data ruang penunjang

Tabel 4.9 Prestasi bidang akademik (Ujian Nasional)

Tabel 4.10 Prestasi bidang akademik (Ujian Sekolah)

Tabel 4.11 Prestasi bidang non akademis

Tabel 4.12 Guru pai memberikan motivasi kepada peserta didik

Tabel 4.13 Guru pai menjelaskan indikator pembelajaran

Tabel 4.14 Guru pai mengkondisikan suasana belajar sebelum memulai pelajaran

Tabel 4.15 Guru pai menanyakan hal yang bisa memperbaiki perasaan peserta

didik

Tabel 4.16 Guru pai menanyakan kondisi dan perasaan peserta didik sebelum

memulai pelajaran

Tabel 4.17 Guru pai memberikan pre test kepada peserta didik

Tabel 4.18 Guru pai memerintahkan mencari informasi dari berbagai sumber

tentang materi yang akan diajarkan

Tabel 4.19 Guru pai menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang diajarkan

Tabel 4.20 Guru pai menggunakan kata-kata yang baik dalam mengajar

Tabel 4.21 Guru pai memilki pengetahuan yang mendalam tentang materi yang

diajarkan

(13)

viii

Tabel 4.26 Guru pai memberikan kesempatan peserta didik untuk berdiskusi

Tabel 4.27 Guru pai memberikan fasilitas berupa bahan-bahan kepada peserta

didik untuk tugas individu atau kelompok

Tabel 4.28 Guru pai memberikan kepada peserta didik untuk berpendapat

Tabel 4.29 Guru pai memfasilitasi peserta didik untuk mempresentasikan hasil

diskusinya

Tabel 4.30 Guru pai membantu peserta didik ketika mengalami masalah dalam

belajar

Tabel 4.31 Guru pai memberikan apresiasi kepada peserta didik yang berhasil

Tabel 4.32 Guru pai menjawab pertanyaan yang sulit dijawab oleh peserta didik

Tabel 4.33 Guru pai memberikan post test kepada peserta didik

Tabel 4.34 Guru pai memberikan motivasi atau nasihat kepada peserta didik

yang belum terlihat aktif dalam kegiatan belajar

Tabel 4.35 Guru pai mengajak peserta didik untuk merenungi materi yang telah

diajarkan

Tabel 4.36 Guru pai memberikan kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan

Tabel 4.37 Guru pai mengadakan remedial

Tabel 4.38 Guru pai menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan

berikutnya

Tabel 4.39 Konsisten dalam melakukan pekerjaan

Tabel 4.40 Dapat beradaptasi dengan suasana yang baru

Tabel 4.41 Percaya diri dalam melakukan sesuatu

Tabel 4.42 Mampu mengendalikan emosi

Tabel 4.43 Optimis dalam melakukan sesuatu

Tabel 4.44 Dapat mengendalikan kecemasan

Tabel 4.45 Merasa punya tujuan dalam hidup

(14)

ix

Tabel 4.51 Melakukan sesuatu dengan ceroboh

Tabel 4.52 Mampu berdialog dengan orang lain dengan cara yang baik

Tabel.4.53 Mau mendengarkan curhat orang lain ketika ada masalah

Tabel.4.54 Dalam bertindak atau mengambil keputusan sudah dipikirkan dengan

matang-matang

Tabel.4.55 Dalam bergaul saya melihat status teman saya

Tabel.4.56 Dapat memaafkan kesalahan orang lain

Tabel.4.57 Ada perasaan senang ketika bisa membantu orang lain

Tabel.4.58 Ada kemauan untuk menjadi lebih baik

Tabel.4.59 Dapat bertoleransi terhadap teman saya

Tabel.4.60 Mengajak teman untuk melakukan hal yang positif

Tabel.4.61 Memiliki sifat egois terhadap orang lain

Tabel.4.62 Dapat menerima nasihat dari orang lain

Tabel.4.63 Mudah terpengaruh dengan hal yang negatif

Tabel.4.64 Hasil uji validitas tes pembelajaran pendidikan agama Islam

Tabel.4.65 Hasil uji validitas tes kecerdasan emosional

Tabel.4.66 Perhitungan untuk memperoleh angka indeks korelasi antara variabel

(15)

x

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah

Lampiran 4 Hasil Angket Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebelum

diuiji Validitas

Lampiran 5 Hasil Angket Pembelajaran Kecerdasan Emosional Sebelum diuji

Validitas

Lampiran 6 Pedoman Agket Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Kecerdasan Emosioanal

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Angket Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Angket Kecerdasan Emosional

Lampiran 9 Hasil Angket Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Setelah diuji

Validitas

Lampiran 10 Hasil Angket Kecerdasan Emosional Setelah diuji Validitas

Lampiran 11 Hasil Uji Realibilitas Pembelajaran pendidikan agama Islam

(16)

1

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam Islam.

Sebab melalui pendidikan diharapkan seseorang bisa mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan juga “proses untuk mendewasakan manusia, dengan kata

lain pendidikan adalah suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui

pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan

sempurna sehingga ia dapat melaksanakan tugas sebagai manusia”.1

Pendidikan agama merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas pasal 12) memiliki kontribusi yang besar dalam penanaman nilai-nilai spiritual dan perilaku keberagamaan peserta didik. Penanaman nilai-nilai keagamaan ini sangat diprioritaskan dalam pembelajaran pendidikan agama karena pendidikan agama merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral bangsa (nation character building).2

Dari sinilah pembelajaran agama Islam yang dilaksanakan di sekolah

khususnya diharapkan mampu membentuk kepribadian peserta didik yang

kuat dan baik berdasarkan pada ajaran agama Islam.

Pentingnya pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah merupakan upaya penyampaian ilmu pengetahuan

agama Islam tidak hanya untuk dihayati dan dipahami tetapi juga

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama hendaknya juga

ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan masa kanak-kanak merupakan

dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya.

1

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2008), h. 1 2

(17)

Pendidikan agama Islam tampil sebagai mata pelajaran dalam

kurikulum pendidikan. Sebagai suatu bidang kajian atau mata pelajaran,

pendidikan agama Islam diberikan mulai tingkat SD sampai perguruan

tinggi. Sebagaimana dikemukakan dalam Tap MPR Tahun 1983 bahwa

diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi

pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama yang dimasukkan

dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari Sekolah Dasar sampai

dengan perguruan tinggi. Kemudian pada pasal 30 ayat 3 (UU Sisdiknas

tahun 2003) dijelaskan bahwa “pendidikan agama dapat diselenggarakan

pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal”.

Pendidikan agama Islam diharapkan mampu memberikan nuansa baru

bagi sistem pengembangan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu

pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran pendidikan agama Islam sangat

penting untuk dilaksanakan tidak saja di madrasah atau disekolah-sekolah

yang bernuansa Islam, tetapi di sekolah-sekolah umum.

Setiap anak yang dilahirkan, telah membawa karakter dan sifatnya

sendiri. Termasuk juga telah membawa kecerdasan intelektual dan

kecerdasan emosional dalam dirinya. Semua itu sangat mempengaruhi

kepribadiannya, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun,

bukan bearti proses semuanya itu selesai, tidak dapat dirubah, dan tidak

dapat dipengaruhi.

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam perkembangan anak adalah perkembangan emosional (emotional intelligence). Beberapa dekade yang lalu perkembangan anak lebih didominasi oleh aspek kognitif sehingga lebih mementingkan kecerdasan intelektual (intelellectual intelligence). Kenyataan membuktikan bahwa dengan kecerdasan intelektual saja tidak cukup. Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua masalah dapat diatasi dengan kemampuan intelektual. Ada kecenderungan, semakin tinggi intelektualitas jika tanpa disertai dengan

kepekaan rasa, maka semakin tinggi kering jiwa seseorang.3

3

Anwar Efendi. Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak Melalui Kebiasaan

(18)

Hal ini tidak bearti kecerdasan emosional sama sekali tidak

berpengaruh dalam menentukan keberhasilan seseorang. Tentu saja

seseorang tetap perlu memiliki kecerdasan tinggi agar dia bisa memasuki

sekolah atau universitas yang dia inginkan. Hanya saja, setelah sesorang

tersebut memasuki sekolah atau universitas, keberhasilan dan kemajuan

prestasinya tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya saja,

tetapi juga oleh faktor-faktor sosial dan emosional. Dengan kata lain,

seseorang yang cerdas membutuhkan kecerdasan intelektual tinggi agar dia

bisa meraih prestasi, gelar dan pekerjaan. Hanya saja, setelah itu dia butuh

kemampuan bersikap secara tepat dalam menghadapi kesulitan dan

tantangan. Pada fase ini pertambahan kemampuan bergaul lebih di

butuhkan daripada pertambahan kemampuan intelektual semata.4

Setiap manusia memilki kecerdasan emosional dan intelektual yang

berbeda-beda dan semua itu tergantung dari cara pola hidup dan lingkungan

sekitarnya baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat yang akan

lebih mempengaruhi pada proses perkembanganya.

Menurut Goleman, kusus pada laki-laki yang murni

(mengesampingkan keceradasan emosinal) hanya memilki kecerdasan intelektual yang tinggi mempunyai karakter penuh ambisi, produktif, tekun, cenderung bersikap kritis, meremehkan, pilih-pilih, malu-malu, kurang ekpresif, menjaga jarak, secara emosional membosankan dan dingin. Sebaliknya, bagi laki-laki yang tinggi kecerdasan emosionalnya secara sosial mantap, mudah bergaul, jenaka, tidak mudah takut atau gelisah, mereka berkemampuan besar untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral, mereka simpatik, mereka nyaman dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dunia peergaulan lingkungannya. Sedangkan pada wanita yang semata-mata memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi mempunyai karakter lancar mengungkapkan gagasan, menghargai masalah-masalah intelektual, mempunyai minat intelektual dan estetika yang amat luas. Mereka juga cenderung mawas diri, mudah cemas, gelisah, merasa bersalah, dan ragu-ragu mengungkapkan kemarahan secara terbuka. Sebaliknya, wanita yang cerdas secara emosional cenderung bersikap tegas, mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya sendiri secara positif, dan kehidupannya memberi makna bagi mereka.

4

Makmum Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak Referensi Penting bagi

(19)

Sebagaimana laki-laki, mereka mudah bergaul, ramah, serta mengungkapkan perasaan mereka dengan takaran yang wajar, mereka mampu menyesuaikan diri dengan beban stres, dan kemantapan

pergaulan mereka membuat mereka mudah menerima orang-orang baru.5

Fenomena pada jaman sekarang kita pernah mendengar atau melihat

dari beberapa media bahwa peserta didik terjerumus kepada emosi yang

negatif, mereka melakukan sesuatu yang tidak wajar atau tidak mesti

dilakukan oleh peserta didik , mereka melakukan perbuatan seperti

bullying, penggunaan narkotika, tawuran, mencuri, pelecehan seksual,

membolos sekolah dan sebagainya. Mereka tahu (secara intelektual)

perbuatan yang seperti itu tidak baik untuk dilakukan tapi karena mereka

tidak memilki emosi yang baik sehingga mereka melakukan saja perbuatan

tersebut tanpa memikirkan rugi dan untungnya melakukan perbuatan

tersebut untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Seharusnya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam yang

mereka dapatkan di sekolah, para peserta didik mempunyai kecerdasan

emosional yang baik. Sehingga fenomena yang telah disebutkan di atas

tidak dilakukan oleh peserta didik.

Bisa jadi titik lemahnya penerapan nilai-nilai agama di sekolah

sehingga perkembangan kecerdasan emosional peserta didik tidak

berkembang secara baik disebabkan oleh penghayatan nilai-nilai agama

kurang mendapat penekananan, kurangnya interaksi guru dengan murid

ketika proses belajar mengajar menjadikan suasana seperti hampa,

kurangnya jam pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dan dalam

menyampaikan materi guru kurang variatif dalam menggunakan metode

pembelajaran membuat peserta didik menjadi bosan akibatnya peserta didik

kurang tertarik pada pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran yang

diharapkan tidak sampai kepada peserta didik.

Diharapkan melalui penekanan nilai-nilai agama, interaksi antara guru

dengan peserta didik lebih ditekankan dalam kegiatan pembelajaran

5

(20)

pendidikan agama Islam, penambahan jam pada mata pelajaran pendidikan

agama Islam dan penggunaan metode pembelajaran pendidikan Islam yang

sesuai diharapkan akan menimbulkan perubahan peserta didik yang

memiliki ranah cipta, ranah rasa, dan ranah karsa. Sehingga tujuan dari

pembelajaran yang diharapkan oleh semua pihak bisa tercapai.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan

penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMPN 226

JAKARTA SELATAN”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut:

1. Dalam mengajarkan pelajaran agama sebagian guru

menyampaikannya kurang menarik

2. Kurangnya bimbingan dan perhatian dari sebagian guru agama pada

perkembangan emosi peserta didik

3. Kurangnya waktu yang proporsional untuk mata pelajaran

pendidikan agama Islam

4. Interaksi antara guru agama dengan peserta didik ketika di sekolah

maupun ketika belajar masih kurang terlalu aktif

C.

Pembatasan Masalah

Untuk mengatasi agar permasalahan yang akan dibahas pada penelitian

ini tidak terlalu kompleks dan meluas maka peneliti memberikan

batasan-batasan masalah. Pembatasan-batasan masalah ini bertujuan agar penelitian yang

akan dilakukan dapat tercapai pada sasaran dan tujuan yang baik. Adapun

pembatasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran pendidikan agama Islam yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam

(21)

2. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sikap mengenali emosi sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri

sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka

perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam di

SMPN 226 Jakarta Selatan?

2. Bagaimana gambaran kecerdasan emosional peserta didik di SMPN

226 Jakarta Selatan?

3. Adakah hubungan antara pembelajaran pendidikan agama Islam

terhadap kecerdasan emosional peserta didik di SMPN 226 Jakarta

Selatan?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan

agama Islam di SMPN 226 Jakarta Selatan.

2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran kecerdasan emosional

peserta didik di SMPN 226 Jakarta Selatan.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pembelajaran

pendidikan agama Islam terhadap kecerdasan emosional peserta didik

di SMPN 226 Jakarta Selatan.

F.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi para pembaca umumnya

2. Melatih penulis dalam membuat karya ilmiah

3. Dapat memberi kontribusi positif bagi sekolah, untuk lebih

mengembangkan perannya dalam mendidik para peserta didik

(22)

4. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan bagi siapa saja yang berkecimpung di dunia

pendidikan mengenai pentingnya kecerdasan emosional dalam

(23)

8

A.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran secara sederhana diartikan sebagai usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran menggambarkan kreativitas peserta didik.1

Pembelajaran juga bermakna “sebagai upaya membelajarkan seseorang

atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan berbagai strategi, metode

dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”.2

Pembelajaran juga bisa diartikan “sebagai proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU

SPN No.20 tahun 2003)”.3

Sadirman dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi dalam

Belajar Mengajar menyebutkan istilah pembelajaran dengan interaksi

edukatif.

Menurut beliau, yang dianggap interaksi edukatif adalah interaksi yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan untuk mendidik dalam

rangka mengantarkan peserta didik kearah kedewasaannya.

Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing peserta didik di dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri: ada tujuan yang ingin di capai, ada pesan yang akan ditransfer, ada pelajar, ada guru, ada metode, ada situasi, dan ada penilaian.4

1

Abuddin Nata, Perpekstif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h.85

2

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h. 4

3

Ibid., h. 4

4

(24)

Pembelajaran itu sendiri merupakan suatu upaya membelajarkan atau

suatu upaya mengarahkan aktivitas peserta didik kearah aktivitas belajar.

Di dalam proses pembelajaran, terkandung dua aktivitas sekaligus, yaitu aktivitas mengajar (guru) dan aktivitas belajar (peserta didik). Proses pembelajaran merupakan interaksi, yaitu interaksi antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik. Proses pembelajaran merupakan situasi psikologis, di mana banyak ditemukan

aspek-aspek psikologis ketika proses pembelajaran berlangsung.5

Berdasarkan pada kajian di atas, maka sebenarnya yang diharapkan

dari penggunaan istilah pembelajaran adalah “usaha membimbing peserta

didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses

belajar untuk belajar”.6

Menurut PP 19/2005 proses pembelajaran setidaknya harus meliputi

empat tahapan, yaitu:

perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksanannya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam implementasinya, keseluruhan tahapan proses pembelajaran itu hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Lebih penting dari itu semua, dalam proses pembelajaran

pendidik harus memberikan keteladanan.7

Menurut menurut Muhibbin Syah yang mengutip pendapat Jerome S.

Bruner, dalam proses pembelajaran seorang peserta didik menempuh tiga

fase, yaitu:

a. Fase informasi (tahap penerimaan materi). Dalam fase ini seorang

peserta didik yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara infomasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru atau berdiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki

5

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 8

6

Abuddin Nata, op. cit, h. 87

7

Choirul Fuad Yusuf, Kajian Peraturan dan Perundang-undangan Pendidikan Agama

(25)

b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi). Dalam fase ini informasi yang diterima oleh peserta didik dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual suapaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang luas.

c. Fase evaluasi. Dalam fase yang terakhir ini seorang peserta didik akan menilai sendiri sejauh mana pengetahuan yang telah ia peroleh tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau

memecahkan masalah yang dihadapi.8

Banyak orang merancukan pengertian istilah pendidikan agama Islam

dan pendidikan Islam. Kedua istilah ini dianggap sama, sehingga ketika

seseorang berbicara tentang pendidikan Islam ternyata isinya terbatas pada

pendidikan agama Islam, atau sebaliknya ketika seseorang berbicara

tentang pendidikan agama Islam justru yang dibahas di dalamnya adalah

tentang pendidikan Islam. Padahal kedua istilah itu memiliki subtansi yang

berbeda.

Tafsir membedakan antara pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan agama Islam, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata

“pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam

hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan Matematika (nama mata pelajarannya adalah matematika), pendidikan olahraga (nama mata pelajarannya adalah olahraga), pendidikan biologi (nama mata pelajarannya adalah biologi) dan seterusnya. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah

Pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan

hadis.9

Menurut Muhaimin, bahwa pendidikan agama Islam merupakan salah

satu bagian dari pendidikan Islam. Istilah pendidikan Islam dapat dipahami

dalam beberapa perspektif, yaitu:

8

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 111

9

(26)

a. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu

al-Qur’an dan al-Sunnah/hadis

b. Pendidikan Ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya

mendidikkan agama islam atau ajaran agama Islam dan nilai-nilainya, agar menjaid way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang

c. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan

pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dari beberapa definisi tersebut intinya dapat dirumuskan sebagai berikut: pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan niat untuk mewujudkan

ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan pendidikannya.10

Ada beberapa pasal dalam UU No.20 tahun 2003 yang menyinggung

tentang pendidikan Islam. Di dalam aturan tersebut setidaknya ada tiga hal

yang terkait dengan pendidikan Islam.

Pertama, kelembagaan formal, non formal dan informal didudukannya lembaga madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang diakui keberadaanya setara dengan lembaga pendidikan sekolah. Dan dipertegas pula tentang kedudukannya sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam, selanjutnya diakui majlis taklim sebagai pendidikan nonformal dan masukan Raudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan anak usia dini, dan dipertegas pula tentang pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Kedua, pendidikan Islam sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik disemua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Ketiga, pendidikan Islam sebagai nilai, terdapat

seperangkat nilai-nilai dalam sistem pendidikan nasional.11

2. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar

yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dapat ditinjau dari berbagai

segi:

a. Dasar Yuridis/Hukum

Dasar pelaksanaan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam

10

Ibid., h.7 11

(27)

melaksanakan pendidikan agama disekolah secara formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:

1. Dasar ideal, yaitu falsafah negara pancasila, sila pertama:

Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD 45 dalam bab XI

pasal 29 ayat 1 dan 2, yaitu berbunyi: (1)Negara berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama

masing-masing dan beribadah menurut agama dan

kepercayaannya itu.

3. Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No

IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR 1978. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang Garis Besar Haluan Negara.

b. Segi Religius

Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah

kepada-Nya. Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menunjukkan

perintah tersebut, antara lain:

               ... 

“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik……” (Q.S. Al-Nahl: 125).12

c. Aspek Psikologis

Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek

kejiwaan kehidupan bermasyarakat.13

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ra’ad ayat

28, yaitu:            

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”

(Q.S. Al-Ra’ad:28) 14

12

Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 383

13

Abd. Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Rosda, 2006), h.132-134

14

(28)

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada tujuan umum,

tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional.

Tujuan umum adalah tujuan yang akan di capai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.15

Pendidikan Agama juga bertujuan untuk “meningkatkan keimanan,

pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama

Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa

kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

Tujuan pendidikan agama Islam merupakan penjabaran dari bunyi

Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, bab

II pasal 4 yaitu: “Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur”.16

Paradigma baru dari tujuan baru pendidikan saat ini tidak lagi

bertumpu pada pemberian pengetahuan yang bersifat kognitif yang

sebanyak-banyaknya, melainkan harus disertai dengan mengamalkannya (to

do), menginternalisasikannya (to be), dan menggunakannya bagi

kepentingan masyarakat (to life together). Hal ini sejalan dengan sifat

sebuah ilmu yang di samping memiliki dimensi akademis berupa teori dan

konsep-konsep, juga memiliki dimensi pragmatis berupa keterampilan

15

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Pers, 2002), h. 18-19

16

(29)

menerapkan teori dan konsep tersebut. Dengan cara demikian, setiap ilmu

yang dipelajari tidak hanya untuk ilmu, melainkan untuk kehidupan yang

lebih bermanfaat bagi orang banyak. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibnu

Ruslan yang menyatakan ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang

tidak berbuah.

Sehubungan dengan itu, lembaga pendidikan Islam di masa sekarang

tidak hanya mencukupkan belajar di kelas dengan modal bangku dan papan

tulis, melainkan harus dilengkapi dengan peralatan pratikum, magang, kerja

sosial dan lain sebagainya. Selain itu, lembaga pendidikan Islam juga harus

diarahkan pada upaya membentuk manusia yang utuh kepribadiannya, yaitu

manusia yang terbina dimensi fisik, akal, iman, akhlak, kejiwaan,

keindahan, sosial dan kemasyarakatan. Pendidikan Islam saat ini harus

mampu mengutuhkan kepribadian manusia yang sudah terpecah belah

bagaikan sekrup dari sebuah mesin. Akidah mereka misalnya, mengakui

sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT, namun dalam praktik

sosialnya cenderung hedonistik, dan dalm praktik ekonominya kapitalis,

dan sebagainya.17

Menurut Imam al-Ghazali bahwa tujuan pendidikan Islam dapat

diklasifikasikan kepada: “(a) Membentuk insan purna yang pada akhirnya

dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt, (b) Membentuk insan purna

untuk memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat”.18

Menurut Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibany bahwa tujuan

pendidikan mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Tujuan individual. Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing

individu dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan pada tingkah laku dan aktivitasnya, disamping untuk mempersiapkan mereka dapat hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat

b. Tujuan sosial. Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat

sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka secara umum, di samping juga berkaitan dengan perubahan dan pertumbuhan

17

Abuddin Nata, op. cit., h. 19-20 18

(30)

kehidupan yang diinginkan serta memperkaya pengalaman dan kemajuan

c. Tujuan professional. Tujuan ini berkaitan dengan pendidikan dan

pengajaran sebagai sebuah ilmu, sebagai seni dan sebagai profesi

sebagai satu aktivitas di antara aktivitas masyarakat.19

Sedangkan Fungsi dari Pendidikan Agama Islam adalah:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan

peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari

e. Pencegahan, yaitu untuk menagkal hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,

sistem dan fungsionalnya

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki

bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan orang lain.20

4. Ruang Linkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan agama islam mencakup usaha mewujudkan

keserasian, keselarasan, dan kesimbangan antara:

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia

c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

19

Armai Arief,op.cit. h. 25-26 20

(31)

d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan alam21 Ruang lingkup materi pendidikan agama Islam pada dasarnya

mencakup tujuh unsur pokok, yaitu:

a. Al-Qur’an hadis

b. Keimanan atau akidah (ushuluddin)

c. Syariah

d. Ibadah

e. Muamalah

f. Akhlak

g. Tarikh (sejarah Islam).22

Menurut Heri Jauhari Muchtar yang mengutip pendapat Dr. Abdullah

Nasikh Ulwan yang secara umum ruang lingkup materi pendidikan Islam

terdiri dari tujuh unsur yaitu:

a. Pendidikan keimanan,

b. pendidikan moral/akhlak,

c. Pendidikan jasmani

d. Pendidikan rasio

e. Pendidikan kejiwaan/hati nurani,

f. Pendidikan sosial

g. Pendidikan seksual.23

5. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang

sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni

dalam mentrasfer ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik

dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Sebuah adigum

mengatakan bahwa (al-thariqah ahammu min al-maadah) metode jauh lebih

penting dibanding materi adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian

yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya

materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya,

21

Hafni Ladjid, op. cit., h. 71 22

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 80

23

(32)

materi yang cukup baik karena disampaikan dengan cara yang kurang

menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna oleh peserta didik.24

Pentingnya metode dalam sebuah kegiatan pengajaran dan lainnya juga

dikemukakan oleh Ali Syari’ati dalam ungkapannya yang mengatakan

“bahwa seorang boleh kehilangan sesuatu, namun tidak boleh kehilangan

tentang metode mencari sesuatu itu”.25

Metode diartikan “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.

Dalam bahasa Arab metode disebut Thariqat, dalam kamus besar bahasa

Indonesia, metode adalah: cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk

mencapai maksud”.

Sedangkan yang dimaksud dengan metodologi pendidikan Islam adalah

“cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan

pendidikan”.

Penggunaan metode dalam satu mata pelajaran bisa lebih dari satu

macam (bervariasi). Metode yang variatif dapat membangkitkan motivasi

belajar anak didik. Dalam pemilihan dan penggunaan sebuah metode harus

dipertimbangkan aspek efektivitasnya dan relevansinnya dengan materi

yang disampaikan.

Sebelum menjelaskan macam-macam metode pendidikan Islam

terlebih dahulu dijelaskan tentang pendekatan dalam pendidikan Islam.

Karena metode lahir untuk merealisasikan pendekatan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Metodologi pendidikan Islam yang dinyatakan dalam al-Qur’an

menggunakan sistem multi approach yang meliputi antara lain:

a. Pendidikan religius, bahwa manusia diciptakan memiliki potensi

dasar (fitrah) atau bakat agama. Allah Ta’ala berfirman:

                                             24

Armai Arief,op.cit., h. 39 25

(33)

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

(Qs. AR-Ruum:30).26

b. Pendidikan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional atau

berakal. Allah Ta’ala berfirman:

                             

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

(Q.S.An-Nahl:78)27

c. Pendekatan rasio-kultural, bahwa manusia adalah makhluk

bermasyarakat sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses

pendidikan. Allah Ta’ala berfirman:

                                      



“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

(Q.S. At-Tahrim:6)28

d. Pendekatan scientific, bahwa manusia mempunyai kemampuan

kognitif dan afektif. 29Allah Ta’ala berfirman:

                             

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

(Q.S.An-Nahl:78)30

26

Kementerian Agama RI, op.cit., h.574

27

Kementerian Agama RI, op.cit.,h. 375 28

Kementerian Agama RI, op.cit., h. 820 29

Armai Arief,op.cit., h. 39-41 30

(34)

Beberapa metode yang dapat dipakai dalam pendidikan dan pengajaran

agama Islam, dapat dilihat sebagai berikut:

a. Metode ceramah

b. Metode demonstrasi

c. Metode karyawisata

d. Metode pembiasaan

e. Metode penugasan

f. Metode pemecahan masalah

g. Metode diskusi

h. Metode simulasi

i. Metode eksperimen

j. Metode penemuan (discovery-inquiry)

k. Metode proyek.31

6. Pelaksanaan proses pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.

Pelaksanaan pembelajaran meliputi :

a. Kegiatan pendahuluan. Kegiatan pendahuluan merupakan

kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditunjukkan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran

b. Kegiatan Inti. Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses

pem-belajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

c. Kegiatan Penutup. Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian

dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.32

31

Abuddin Nata, op. cit., h. 181-195

32

Badan Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 41 tentang Standar Proses untuk

(35)

B.

Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Sebelum penulis memberikan pengertian tentang kecerdasan emosional,

penulis akan terlebih dahulu menguraikan pengertian dari kecerdasan dan

emosional.

Menurut Howar Gardner, “kecerdasan adalah kemampuan untuk

memecahkan atau menciptakan suatu yang bernilai bagi budaya tertentu”.33

Definisi kecerdasan lain adalah definisi kecerdasan dari piaget. Menurut

William H. Calvin, dalam How Brain Thinks (bagaimana otak berpikir),

piaget mengatakan, “intelligence is what you use when you don’t know what

to do (kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita tidak tahu apa

yang harus kita lakukan)”.34

Menurut David Wechsler, “kecerdasan dalah kemampuan sempurna

(komprehensif) seseorang untuk berperilaku terarah, berpikir logis, dan

berinteraksi secara baik dengan lingkungannya”.

Menurut Alfred Binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga

komponen: “(1). Kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan, (2).

Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan,

dan (3). Kemampuan mengkritik diri sendiri.”35

Sedangkan pengertian emosi menurut James adalah “keadaan jiwa yang

menampakkan diri dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh”. Emosi

setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak

secara nyata pada perubahan jasmaninya. Sebagai contoh ketika seseorang

diliputi rasa marah, wajahnya memerah, napasnya menjadi sesak, otot-otot

tangannya akan menegang, dan energi tubuhnya memuncak.

Chaplin merusmuskan emosi sebagai “suatu keadaan yang terangsang

dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang

mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku”. Emosi merupakan keadaan

33

Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Successful intelligence atas IQ, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 81

34

Ibid., h. 83

35

(36)

yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Emosi cenderung terjadi dalam

kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir

(avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai

adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa

seseorang sedang emosi. Misalnya kalau orang mengalami ketakutan

mukanya menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya

perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh

individu yang bersangkutan.36

Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori umum

jika dilihat dari dampak yang ditimbulkannya.

Kategori pertama adalah emosi positif atau biasa disebut dengan afek positif. Emosi positif memberikan dampak yang menyenangkan dan menenangkan. Macam dari emosi positif ini seperti tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru, dan senang. Ketika kita merasakan emosi positif ini, kita pun akan merasakan keadaan psikologis yang positif. Kategori kedua adalah emosi negatif atau afek negatif. Ketika kita merasakan emosi negatif ini maka dampak yang kita rasakan adalah negatif, tidak menyenangkan dan menyusuhkan. Macam dari emosi negatif di antaranya sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi, marah, dendam, dan masih banyak lagi.37

Emosi adalah unsur penting dalam kehidupan manusia. Tanpa emosi

manusia menjadi orang yang sakit jiwa, suka mengganggu ketentraman

masyarakat, dan menikmati penderitaan orang lain tanpa ada perasaan empati

pada mereka. Kita dapat menjumpai banyak sekali ragam penyakit jiwa yang

dikaitkan dengan kegoncangan emosi dan perasaan. Misalnya, sedih dan gila

bisa jadi diakibatkan oleh kegoncangan jiwa dan ketakutan38.

Dan apabila emosi dalam keadaan yang tidak stabil, maka spiritualitas

tidak dapat bekerja secara maksimal.39

36

Trianto Safaria dan Nofran Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 11-12

37

ibid., h. 13

38

Makmun Mubayyidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak Referensi Penting bagi Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010) h. 207

39

(37)

Emosi yang dikelola baik bisa memperbaiki hubungan, menumbuhkan

cinta antar manusia, memperbesar potensi solidaritas dan kerjasama, dan

memperbaiki semangat persaudaraan dalam masyarakat.40

Al-qur’an mendorong kita untuk memahami perasaan dan emosi kita41.

Allah Ta’ala berfirman:

                                

”Yusuf berkata, Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada

memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi

keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”

(Q.S.Yusuf:33)42

Al-Qur’an juga memerintahkan kita untuk selalu berusaha memahami

perasaan dan emosi orang lain.43

Allah Ta’ala berfirman:

                      

Berkata Ya’qub: Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat

menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang

kamu lengah daripadanya.” (Q.S.Yusuf:13)44

Di saat kita sedang membaca Al-Qur’an dan merenungkan maknanya

maka kita akan menjumpai banyak kosakata yang menyinggung masalah

emosi. Barangkali kosakata-kosakata tersebut merefleksikan karakter

kejiwaan manusia yang menjadi sasaran dari wahyu Tuhan, serta kehidupan

mereka yang penuh dengan warna emosi dan perasaan.

Kadangkala Al-Qur’an menggunakan kata yang tunggal untuk

menggambarkan emosi seperti panik dan kasih sayang. Terkadang ia

40

Mubayyidh, loc. cit., h. 170

41

Mubayyidh, op.cit., h. 190

42

Kementerian Agama RI, op. cit., h. 322

43

Mubayyidh, op. cit., h. 191 44

(38)

menggunakan banyak kata mengungkapkan satu emosi. Hal ini dimaksudkan

untuk lebih menunjukkan tingkat kedalaman emosi tersebut pada diri

seseorang. Misalnya:





...



Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa.” (Q.S.Al-Qashash: 10)45

Kita juga melihat, bagaimana Al-Qur’an melukiskan emosi-emosi

negatif dengan bahasa yang sangat baik, agar kita menjauhinya. Di antara

sifat negatif yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah marah. Al-Qur’an

menyebutkan emosi-emosi positif sehat, agar kita menghias diri dengannya.

Di antara emosi positif adalah perasaan aman dan rela. Terkadang Al-Qur’an

mengubah emosi negatif menjadi positif. 46Sikap sedih dengan maknanya

yang positif dilukiskan dalam Al-Qur’an dalam ayat berikut:

                                          

“Dan tiada (pula berdosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang

kepadamu, suapaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata:

“aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka

kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan,

lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka

nafkahkan.”(Q.S.At-Taubah:92)47

Para peneliti terus berdebat tentang emosi mana benar-benar yang dapat

dianggap sebagai emosi primer biru, merah, dan kuningnya setiap campuran

perasaan atau bahkan mempertanyakan apakah memang ada emosi primer

semacam itu. Sejumlah teoretikus mengelompokkan emosi dalam

golongan-golongan besar, meskipun tidak semua sepakat tentang gologan itu.

Calon-calon utama dan beberapa anggota golongan tersebut adalah:

45

Kementerian Agama RI, op. cit., h. 544 46

Mubayyidh, op. cit., h. 194 47

(39)

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan dan barang kali yang paling hebat tindak kekerasan dan kebencian pantologis

b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melakonlis, mengasihani

diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi pantologis, depresi berat

c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut,

gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, taku sekali, kecut, sebagai patologi, fobia, dan panik.

d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,

terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania.

e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana

g. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur48

Dalam repertoar emosi, setiap emosi memainkan peran khas,

sebagaimana diungkapkan oleh ciri-ciri biologis mereka. Dengan

menggunakan metode-metode baru untuk meneliti tubuh dan otak, para

peneliti menemukan lebih banyak detail-detail fisiologi tentang bagaimana

masing-masing emsoi mempersiapkan tubuh untuk jenis reaksi yang sangat

berbeda:

a. Bila darah amarah mengalir ke tangan, mudahlah tangan

menyambar senjata atau menghantam lawan, detak jantung meningkat, dan banjir hormon seperti adrenalin membangkitkan gelombang energi yang cukup kuat untuk bertindak dahsyat

b. Bila darah ketakutan mengalir ke otot-otot rangka besar, seperti di

kaki, kai akan menjadi lebih mudah diajak mengambil langkah seribu dan wajah menjadi pucat seakan-akan darah tersebut dari situ (menimbulkan perasaan bahwa darah menjadi dingin). Pada waktu yang sama, tubuh membeku, bila hanya sesaat, barangkali mencari tempat persembunyian adalah reaksi yang baik

c. Salah satu diantara perubahan-perubahan biologis utama akibat

timbulnya kebahagiaan adalah meningkatnya kegiatan di pusat otak

48

(40)

yang menhambat perasaan negatif dan meningkatkan energi yang ada, dan menenangkan perasaan yang menimbulkan kerisauan.

d. Cinta, perasaan kasih sayang, dan kepuasan seksual mencakup

rangsangan parasimpatetik secara fisiologi adalah lawan mobilisasi bertempur atau kabur yang sama-sama dimiliki oleh rasa takut maupun amarah.

e. Naiknya alis mata sewaktu terkejut memungkinkan diterimanya

bidang penglihatan yang lebih lebar dan juga cahaya yang masuk ke retina. Reaksi ini membuka kemungkinan lebih banyak informasi tentang peristiwa tak terduga, sehingga memudahkan memahami apa yang sebenarnya terjadi dan menyusun rencana rancangan tindakan yang terbaik

f. Di seluruh dunia, ungkapan jijik tampaknya sama, dan memberi

pesan yang sama: sesuatu yang menyengat rasa atau baunya, atau secara metaforis demikian.

g. Salah satu fungsi pokok rasa sedih adalah untuk menolong

menyesuaikan diri akibat kehilangan yang menyedihkan, seperti kematian sahabat atau kekecewaan yang besar. Kesedihan menurunkan energi dan semangat hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari, terutama kegiatan perintang waktu dan kesenangan. Dan bila kesedihan itu semakin dalam dan mendekati depresi,

kesedihan akan memperlambat metabolism tubuh.49

Menurut Daniel Goleman, “kecerdasan emosional adalah kemampuan

mengenali perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam

hubungannya dengan orang lain”.

Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf, mendefinisikan” kecerdasan

emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif

mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber

energi manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh”.50

Kecerdasan emosional juga menekankan tentang bagaimana “seseorang

mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, menanamkan rasa

empati, juga bagaimana cara mengalahkan emosi dengan cara memotivasi

diri”.51

49

Ibid., h. 8-9

50

Agus Efendi, op. cit., h. 171-172

(41)

Menurut definsi kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Daniel

Goleman, terdapat kemampuan yang ada di kecerdasan emosional, yaitu:

a. Kemampuan mengenali emosi sendiri

b. Kemampuan mengelola emosi

c. Kemampuan memotivasi diri sendiri

d. Kemampuan engenali emosi orang lain

e. kemampuan membina hubungan.52

2. Hal-hal yang Perlu dipelajari Peserta Didik tentang Kecerdasan Emosional

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam

mengembangkan kecerdasan emosional kepada peserta didik, yaitu:

a. Mengenali emosi dendiri, di antaranya: mengenali emosi dan

perasaan yang sedang dirasakan peserta didik, menyebut emosi-emosi ini dengan sebutan yang tepat

b. Menyikapi emosi, diantaranya: memperbaiki cara peserta didik

dalam menyikapi perasaan marah dan gagal, mengurangi intensitas pertentangan dan perselisihan di dalam kelas

c. Memperbaiki konsekuensi emosi, diantaranya: menambah

kesadaran peserta didik akan tanggung jawabnya terhadap semua tindakan dan perilakunya, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengonsentrasikan diri untuk mengerjakan hal-hal yang penting dan kewajibannya

d. Simpati terhadap orang lain, diantaranya: meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam memahami situasi dan emosi orang lain, meningkatkan sensitivitas peserta didik terhadap perasaan orang lain

e. Menyikapi berbagai bentuk hubungan dengan baik, diantaranya:

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menganalisa situasi,

Meningkatkan kesiapan peserta didik untuk membantu sesama.53

3. Perkembangan Emosi pada Anak

Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase, yang kita bagi

menjadi lima fase berdasarkan usianya:

a. Dari bayi hingga 18 bulan. Tujuan utama perkembangan emosi pada

fase ini adalah perkembangan kepercayaan pada diri si bayi yang sedang menyusui.

52

Daniel Goleman, op. cit., h. 5 53

(42)

b. 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini, anak mulai merasa bebas dan merdeka dari orang lain. Ke depan, perasaan ini akan membantunya untuk menjadi orang bebas merdeka dan mandiri.

c. Usia antara 3 tahun sampai 5 tahun. Tujuan fase ini adalah anak

mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri.

d. Usia antara 5 sampai 12 tahun. Pada fase ini, anak mempelajari

kaidah dan aturan yang mengendalikan suatu pekerjaan. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia.

e. Remaja (pubertas). Pada usia ini, si anak puber memiliki pandangan

yang lebih kompleks dan teratur tentang dirinya sendiri.54

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada

remaja, diataranya:

a. Perubahan jasmani

b. Perubahan pola Interaksi dengan orang tua

c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya

d. Perubahan pandangan luar

e. Perubahan interaksi dengan sekolah55

4. Karakter Anak yang Baik dan Merosot dalam Kecerdasan Emosionalnya

Anak yang memiliki kecerdasan emosional yang baik memiliki

karakter-karakter berikut:

a. Memiliki kemampuan bersosialisasi: ia sangat fleksibel dalam

berhubungan dengan

Gambar

Tabel.3.1.
Tabel.3.2.
Tabel.3.3.
Tabel.4.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara: (1) kecerdasan emosional dengan prestasi belajar mahasiswa;

agama Islam dalam keluarga dengan budaya religius sekolah secara. bersama-sama mempengaruhi kecerdasan emosional peserta didik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara: (1) kecerdasan emosional dengan prestasi belajar mahasiswa;

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan kecerdasan emosional dan disiplin belajar dengan hasil belajar tema 6 peserta didik kelas V SD Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui gambaran kecerdasan emosional peserta didik kelas VIII Pondok Pesantren Abnaul Amir Moncobalang Kabupaten Gowa 2)

Berdasarkan hasil penelitian dilihat dari kategori setiap aspek Kecerdasan Emosional yaitu maka didapat pada peserta didik kelas XI di SMAN 39 Jakarta Timur untuk aspek kecerdasan

kecerdasan emosional peserta didik di SMK Kartikatama memiliki beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam mencapai indikator pembelajaran, faktor pendukung yaitu bimbingan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan tingkah laku peserta didik dengan minat belajar pada bidang studi