PERANAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PT. INALUM DIVISI PLTA. SIGURAGURA TERHADAP
PENGEMBANGAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT
KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI
KABUPATEN TOBA SAMOSIR
T E S I S
Oleh
SITI ZALEHA
067003039/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
PT. INALUM DIVISI PLTA. SIGURAGURA TERHADAP
PENGEMBANGAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT
KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI
KABUPATEN TOBA SAMOSIR
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SITI ZALEHA
067003039/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERANAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) PT. INALUM DIVISI
PLTA. SIGURA-GURA TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR
Nama Mahasiswa : Siti Zaleha
Nomor Pokok : 067003039
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 27 Juni 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
3. Drs. Rujiman, MA
ABSTRAK
SITI ZALEHA, PERAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT. INALUM DIVISI PLTA SIGURA-GURA TERHADAP PENGEMBANGAN SOSIO-EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN PINTUPOHAN MERANTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR di bawah bimbingan Bapak Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, MSi.
PT. Inalum Divisi PLTA merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Co. Ltd dari Jepang. P.T. Inalum semakin meningkatkan aktivitas program CSR dalam lima tahun terakhir. Meskipun program CSR meningkat namun jumlah penduduk miskin tinggi, kecamatan masih dalam kriteria agak rawan pangan dan aktivitas ekonomi masyarakat lokal masih rendah. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran penelitian. Tujuan Penelitian adalah : 1) Mendeskripsikan format dan konsep CSR PT. Inalum yang telah diimplementasikan pada masyarakat 2) Menganalisis peran CSR terhadap peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat 3) Menganalisis korelasi antara CSR dengan perkembangan pasar lokal
Metoda/Teknik Analisis Data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis Uji Beda Rata-Rata (Compare Mean) dan Analisis Korelasi Sederhana (Simple Correlation Analisys).
ABSTRACT
SITI ZALEHA,THE ROLE OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) OF PT. INALUM OF PLTA SIGURA-GURA DIVISION ON THE COMMUNITY SOCIO-ECONOMIC DEVELOPMENT OF PINTUPOHAN MERANTI SUBREGENCY OF TOBA SAMOSIR REGENCY under consulate of Mr. Prof H.Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi Supriana,MS and Mr. Kasyful Mahalli, SE. MSi.
PT Inalum of PLTA Division is joint venture corporate between the Government of Indonesia and Nippon Asahan Co. Ltd of Japan. It has more increased in CRS program activity within the recently 5 years. Although the CSR program has increased, however, the number of poor population was higher, the subregency was still in criterion of food-sensitivity and the activity of local community was still lower. It is the rationale of the present study. The objectives of the study are 1) To describe CSR form and concept of PT. Inalum that have been implemented to the community of Pintupohan Meranti Subregency. 2) To analyze the role of CSR in improving social-economic conditions of the community. 3) To analyze the correlation of CSR to development of local markets of the Pintupohan Meranti Subregency.
The metode/technique of data analysis used in this study included descriptive analysis, Compare Mean Analysis and Simple Correlation Analysis.
The results of study showed that CSR of PT. Inalum still not has a planning document, CSR is still considered to be a cost and still not considered it to be a social investment, including lower knowledge (awareness) and participation of the community is still lower and it still not has a concept of welfare development of the community. Education, nominal and real incomes of the employees prior and after implementaion of CSR program was significantly different. Similarly, education and nominal income of the community prior and after implemented of CSR was significantly different, but the real income of the community was not significantly different. The average education of the community was relatively larger due to the average number of the family member was larger rather than that of the employees even the social factor of the community extremely supported the improvement of community education. Viewed in terms of the nominal income, the fund-aid has contributed to the economy of employees and community, however, it really still not played an important role due to the significantly higher inflation rate in 2005. The Contribution of CSR to the local economic development was the existence of 17 units of counterparts of PT. Inalum that recruited the local community workers. The correlation of working capital and fund of CSR to the activity (opening hour) of any market was significantly different with the negative correlation. It indicated that the marketing activity trend to reduce in compliance with the increase in capital/CSR fund due to the infrastructure (market) construction has been not valuable to create local community development. To support the success of community development in Corporate Social Responsibility (CSR) of PT. Inalum, a solution of partnership among government, PT. Inalum and community is significantly required (tripartied partnership) by developing the productive local community.
KATA PENGANTAR
Syukur dan Puji kepada Tuhan Yesus Kristus penulis panjatkan serta Allah
Bapa yang Maha Kuasa telah memberikan berkat-berkatNya kepada hamba untuk
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Peranan Corporate Social
Responsibility (CSR) PT. INALUM Divisi PLTA. Sigura-gura Terhadap
Pengembangan Sosio Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti
Kabupaten Toba Samosir”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar Magister Sains Program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu sangat manusiawi sekali bila dalam lembar
pengantar ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada beberapa pihak
yang sangat berperan dalam proses penyusunan tesis ini, yaitu kepada Bapak Prof.
Bachtiar Hassan Miraza, SE, Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua
Komisi Pembimbing Penulisan Tesis, yang banyak memberikan bimbingan dan saran
dalam penulisan ini, Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si, Anggota Komisi Pembimbing
Penulisan Tesis, yang bersedia untuk meluangkan waktu dan tanpa rasa letih, sabar
dengan lembah lembut membimbing, serta menyempurnakan penulisan tesis ini dan
Dalam pembuatan tesis ini tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Alpiter Simanjuntak, Assistant Manager-Power General Affair-PR Sub
Section PT. Inalum Divisi PLTA Sigura-gura, yang memberikan data-data,
informasi detail dan wawancara tentang PT. Inalum Divisi PLTA Sigura-gura.
3. Bapak Jakob Manurung Kepala Otorita Asahan Propinsi Sumatera Utara
di Medan yang telah bersedia melakukan wawancara (indepth interview) dan
data berkaitan dengan penulisan tesis ini.
4. Bapak M. Butar-Butar, Camat Kecamatan Pintupohan Meranti dan Isteri Ibu
Br. Manurung (Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Pintupohan Meranti),
para Tokoh dan Orang Tua serta seluruh masyarakat Kecamatan Pintupohan
Meranti yang membantu memberi informasi dan masukan kepada penulis.
5. Para staf administrasi sekretariat Program Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana USU.
6. Rekan-rekan pada Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Toba Samosir, yang
telah turut membantu
7. Rekan-rekan dan sahabat saya mahasiswa Sekolah Pascasarjana PWD USU
Penulis ucapkan terima kasih kepada Ibunda Mardiyati br. Surbakti yang telah
melahirkan, membesarkan, mendidik secara disiplin dan ayahanda Alm. Kapten
(Purn) Mansyur Bangko yang sepanjang hidupnya selalu memanjakan dan
membahagiakan saya.
Terima kasih tak terhingga kepada Ibunda Mertua Ellen Br. Samosir yang
selalu mendukung dan memberi perhatian berlebih dan tiada henti kepada saya dalam
menjalani perkuliahan dan kepada Bapak Mertua Alm. Drs. Salmon Sagala yang
menjadi inspirasi bagi penulis bahwa “Hidup adalah Belajar” dan “Belajar dengan
Jiwa”.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
orang-orang yang kucintai dan kukasihi Drs. Otto Dwana Sagala (suami) yang telah
turut dengan sabar membantu dan menemani hingga larut malam, serta anak-anakku
Monel Lindu Sagala, Monel Duat Sagala dan Tosina Sagala yang juga telah
memberikan semangat dalam proses penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan
menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata penulis
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukannya.
RIWAYAT HIDUP
Siti Zaleha dilahirkan di Simalungun pada tanggal 20 Januari 1968, merupakan anak pertama dari pasangan Kapten (Purn) Mansyur Bangko almarhum dan Ibu Mardiyati Surbakti.
Jenjang pendidikan dasar menengah yang dilalui adalah Sekolah Dasar Negeri No.112224 Kota Pinang lulus tahun 1980, SMP Negeri 1 Kota Pinang lulus tahun 1983, dan SMA Negeri 1 Pancurbatu lulus tahun 1986. Jenjang pendidikan tinggi dilalui di Universitas Sumatera Utara pada Fakultas Pertanian lulus tahun 1991.
Pengalaman penulis bekerja, pada tahun 1998 penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dan pada tahun 1999 pindah tugas ke Pemerintah Kabupaten Toba Samosir hingga sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK …...……… i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ...………….………... iii
RIWAYAT HIDUP ………..……… vi
DAFTAR ISI ………..……….. vii
DAFTAR TABEL …………..……….. x
DAFTAR GAMBAR ………..………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………..……….. xiii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ………... 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 9
1.3. Tujuan Penelitian ……… 9
1.4. Manfaat Penelitian ……….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) ……… 11
2.2. Pengembangan Masyarakat (Community Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ... 23
2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan Governance ……... 26
2.4. Konsep Pengembangan Wilayah ……… 32
2.5. Penelitian Terdahulu ………... 37
2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 38
2.7. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1. Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian ... 40
3.2. Populasi dan Sampel ... 41
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 3.3.1. Pengumpulan Data Primer ... 3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder ... 43 43 44 3.4. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Toba Samosir dan
Kecamatan Pintupohan Meranti ... 48 4.1.1. Sejarah Terbentuknya Kecamatan Pintupohan
Meranti... 50 4.1.2. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat ... 52 4.2. Profil Perusahaan PT. Inalum Divisi PLTA di Kabupaten
Toba Samosir ... 54 4.3. Format dan Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(CSR) PT. Inalum Divisi PLTA ... 58 4.3.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Internal ... 4.3.2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Eksternal ... 4.3.3. Kebijakan Pelaksanaan Program ...
58
63 69 4.4. Tingkat Pengetahuan (Awareness) dan Keterlibatan
Responden terhadap Keberadaan Program ... 75 4.4.1. Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden
terhadap Keberadaan Program ... 4.4.2. Tingkat Keterlibatan Responden terhadap
Keberadaan Program ... 75
80 4.5. Peran Corporate Social Responsibility (CSR) Internal
terhadap Pendidikan dan Pendapatan Karyawan ... 82 4.5.1. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendidikan... 4.5.2. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendapatan Nominal ... 4.5.3. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendapatan Riil ... 82
83
85 4.6. Peran Corporate Social Responsibility (CSR) Eksternal
terhadap Pendidikan, Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja Masyarakat Lokal ... 87 4.6.1. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendidikan ... 4.6.2. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendapatan Nominal ... 4.6.3. Peran Corporate Social Responsibility (CSR)
terhadap Tingkat Pendapatan Riil ... 4.6.4. Peran CSR Eksternal terhadap Pengembangan
Ekonomi Lokal...
87
89
90
92 4.7. Korelasi Modal/Dana CSR terhadap Perkembangan Pasar
4.8. Kemitraan antara Pemerintah, Perusahaan PT. Inalum dan Masyarakat ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... 104 5.2. Saran... 106
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial ... 26
2. Pendekatan dan Konsep Baru dalam Pembangunan ... 36
3. Jumlah Populasi dan Sampel Menurut Desa (CSR Eksternal) …... 42
4. Jumlah Pekerja Langsung (Tetap) di PT. Inalum Divisi PLTA
Sigura-gura ... 43
5 Bantuan Modal Usaha untuk Masyarakat dengan Berbagai Jenis
Usaha ... 69
6. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendidikan Karyawan ... 83
7. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Nominal Karyawan 84
8. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil Karyawan ... 85
9. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendidikan Masyarakat ... 87
10. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Nominal
Masyarakat ... 89
11 Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Riil Masyarakat .... 91
12. Komposisi Tenaga Kerja langsung PT. Inalum Divisi PLTA
Berdasarkan Asal Daerah ... 93
13. Data Kontraktor Lokal ... 95
14. Data Modal/Dana CSR dan Aktivitas Pasar di Kecamatan
Pintupohan Meranti ... 97
15. Hasil Uji Statistik Korelasi antara Besarnya Dana CSR dengan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Hubungan Garis Segitiga (Triple Bottom Line)... 12
2 Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model
Carrol ... 19
3 Garis Hubungan antar sektor dalam Program Corporate
Social Responsibility ... 31
4 Kerangka Pemikiran Corporate Social Responsibilty (CSR)
PT. Inalum Divisi PLTA Sigura-gura... 38
5 Peta Wilayah Kabupaten Toba Samosir Berdasarkan Batas
Wilayah Kecamatan ... 48
6 Peta Kecamatan Pintupohan Meranti ... 51
7 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap
Program Pembangunan Infrastruktur ... 76
8 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden tentang
Program Pendidikan ... 77
9 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden terhadap
Program Religius ... 78
10 Tingkat Pengetahuan (Awareness) Responden tentang
Bantuan Bidang Kesehatan ... 78
11 Tingkat Pengetahuan (Awarness) Responden terhadap
Program Bidang Kepemudaan dan Olahraga ... 79
12 Tingkat Pengetahuan Responden terhadap keberadaan
Program Bidang Ekonomi ... 80
Berdasarkan Asal Daerah ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Data Pendidikan dan Pendapatan CSR Internal (Karyawan PT. Inalum) .. 112
2 Rekapitulasi Data Pendidikan dan Pendapatan Rumah Tangga
Responden Desa Ambarhalim ……… 114
3 Rekapitulasi Data Pendidikan dan Pendapatan Rumah Tangga
Responden Desa Pintu Pohan ………. 115
4 Rekapitulasi Data Pendidikan dan Pendapatan Rumah Tangga
Responden Desa Halado ... 117
5 Rekapitulasi Data Pendidikan dan Pendapatan Rumah Tangga
Responden Desa Pintu Pohan Dolok ... 119
6 Rekapitulasi Data Pendidikan dan Pendapatan Rumah Tangga
Responden Desa Meranti Utara ... 120
7 Rata-rata Pendidikan Karyawan Tahun 2003 dan Tahun 2007 ... 122
8 Rata-rata Pendapatan Nominal Karyawan Tahun 2003 dan Tahun 2007 ... 123
9 Rata-rata Pendapatan Riil Karyawan Tahun 2003 dan Tahun 2007 ... 124
10 Rata-rata Pendidikan Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2007 ... 125
11 Rata-rata Pendapatan Nominal Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2007 127
12 Rata-rata Pendapatan Riil Masyarakat Tahun 2003 dan Tahun 2007 ... 129
13 Korelasi Modal/Dana CSR (Rp) dengan Aktivitas Pasar (jam) ... 131
14 Data Anggaran Kegiatan Program CSR PT. Inalum Divisi PLTA
Sigura-gura ... 132
15 Data Bantuan Pengembangan Masyarakat (Community Development)
16 Data Anggaran Program CSR Bidang Infrastruktur Tahun 2003 s/d 2007 134
17 Data Anggaran Program CSR Bidang Pemberdayaan Masyarakat Tahun
2003 s/d 2007 ... 135
18 Data Anggaran Program CSR Bidang Sosial Tahun 2003 s/d 2007 ... 136
19 Data Anggaran Program CSR Bidang Kesehatan Tahun 2003 s/d 2007... 137
20 Data anggaran Program CSR Bidang Olahraga Tahun 2003 s/d Tahun
2007 ... 138
21 Data Anggaran Program CSR Bidang Budaya Tahun 2003 s/d Tahun
2007 ... 139
22 Data Anggaran Program CSR Bidang Sosial Tahun 2003 s/d Tahun 2007 140
23 Data Kontraktor Lokal (List of Local Contractors) ... 141
24 Kuesioner ... 143
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wahana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility/CSR) yang sebelumnya merupakan isu marginal kini menjelma
menjadi isu sentral yang semakin populer dan bahkan ditempatkan pada posisi yang
kian terhormat. Karena itu kian banyak pula kalangan dunia usaha dan pihak-pihak
terkait mulai merespon wacana ini, tidak sekedar mengikuti tren tanpa memahami
esensi dan manfaatnya.
Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan
keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya
(cost centre) melainkan sebagai sarana laba (profit centre). Konsep ini menurut
World Bank (Fox, Wared and Howard 2002), merupakan komitmen sektor swasta
untuk mendukung terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development). Di lain sisi masyarakat mempertanyakan apakah sektor swasta atau
perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi keuntungan-keuntungan
ekonomis memiliki komitmen moral untuk meredistribusi
keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal. Memang sangat sulit dipahami bahwa
lembaga kapitalistik melakukan kegiatan nirlaba sebagai manifestasi tanggung jawab
moralnya pada masyarakat lokal yang hidupnya di sekitar perusahaan (Mulyadi,
Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan
perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan
belaka. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tak sekedar menuntut
perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan, melainkan juga
menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial.
Penerapan program merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Diperlukan tata
kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) agar perilaku para pelaku
bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk dengan mengatur hubungan seluruh
kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders) yang dapat dipenuhi secara
proporsional, mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi
korporasi dan memastikan kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan
segera.
Pengembangan program pada suatu perusahaan tidak bisa mengadopsi
penerapan dari perusahaan lain yang dinilai lebih sukses. Program yang
diimplemantasikan dengan baik (well implemented) di suatu perusahaan tidak akan
serta merta cocok untuk dipraktekkan di perusahaan lainnya. Jadi diperlukan
modifikasi dan kreativitas seperlunya agar program tersebut sesuai (inline) dengan
situasi kondisi yang dihadapi. Kegiatan kedermawanan perusahaan dari charity ke
dalam kemasan philanthropy berkembang dengan penekanan dari fasilitasi dan
dukungan pada sektor-sektor produktif kearah sektor sosial yang mengarah kepada
keterampilan, pembukaan akses pasar, hubungan inti plasma dan lain sebagainya,
hingga pada dasawarsa terakhir diwarnai dengan beragam pendekatan seperti
pendekatan integral, pendekatan stakeholder, pendekatan sistem dan proses, maupun
pendekatan masyarakat madani (civil society).
Konsep ini mencakup berbagai kegiatan dan tujuannya adalah untuk
mengembangkan masyarakat yang sifatnya produktif dan melibatkan masyarakat
di dalam dan di luar perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, meski
perusahaan hanya memberikan kontribusi sosial yang kecil kepada masyarakat tetapi
diharapkan mampu mengembangkan dan membangun masyarakat dari berbagai
aspek/bidang.
Kesadaran menjadi kondisi ideal dalam konteks pemberdayaan masyarakat
yang sering diimplementasikan dalam bentuk program Community Development
merupakan aktivitas yang lintas sektor dan menjadi modal sosial yang harus
dioptimalkan melalui mekanisme kemitraan yang berperanan meningkatkan
sosio-ekonomi masyarakat atau komunitas lokal yang berada di sekitar lokasi. Kesadaran
dalam meningkatkan produktivitas hanya dapat terjadi bila variabel-variabel yang
menahan orang miskin tetap miskin yakni pendidikan dan kesehatan memerlukan
bantuan dari luar harus dilakukan kajian yang tepat.
Program yang diimplementasikan dan diarahkan untuk memperbesar akses
masyarakat dalam mencapai sosial-ekonomi yang lebih baik bila dibandingkan
dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan sehingga masyarakat di tempat
yang lebih baik dengan tercapainya sasaran kapasitas masyarakat dan sasaran
kesadaran. Sasaran kapasitas masyarakat harus dapat dicapai melalui upaya
pemberdayaan (empowerment) agar anggota masyarakat dapat ikut dalam proses
produksi atau institusi penunjang dalam proses produksi, kesetaraan (equity) dengan
tidak membedakan status dan keahlian, keamanan (security), keberlanjutan
(sustainability) dan kerjasama (cooperation). Semua berjalan ideal secara simultan
dalam mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.
Sektor energi dan sumberdaya mineral di Indonesia sampai saat ini masih
memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pembangunan nasional. Kontribusi yang
diberikan oleh sektor ini diharapkan tidak hanya dalam bentuk sumbangan devisa
terhadap negara tetapi dapat juga dilihat dari efek pengganda (multiplier effect) yang
telah diciptakan oleh industri pada sektor ini di daerah. Salah satu multiplier effect
yang disumbangkan oleh sektor tersebut adalah melalui program dan penerapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Juga dalam kerangka mempersiapkan life after
mining/operation bagi daerah maupun masyarakat di sekitarnya.
PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) didirikan pada tahun 1976 yang
merupakan perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan
Aluminium Co. Ltd. Komposisi saham yang ada saat ini adalah 41,12 % dimiliki
oleh Nippon Asahan Aluminium dan 58,85% di miliki pemerintah Indonesia dan
pada tahun 2013 saham PT. Inalum sepenuhnya sebesar 100 % adalah menjadi milik
Dimulainya pembangunan PLTA pada tahun 1978 yaitu dengan dibangunnya
stasiun pembangkit listrik Tangga yang dikenal dengan PLTA Asahan 2 yang
berlokasi di Kabupaten Toba Samosir. Kedua stasiun pembangkit ini
mendayagunakan air Sungai Asahan, satu-satunya sungai yang mengalir dari Danau
Toba dan bermuara ke Selat Malaka, sehingga tenaga listrik yang dihasilkan sangat
tergantung pada tinggi permukaan air Danau Toba.
PT. Inalum memiliki sarana utama divisi PLTA Sigura-gura dan divisi
peleburan aluminium, merupakan dua unit perusahaan industri energi strategis yang
tumbuh dan berkembang sangat cepat menjadi perusahaan korporasi yang telah
memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional berupa annual fee, maupun bagi
kalangan masyarakat yang terakomodasi oleh perusahaan yaitu bagi masyarakat
Sumatera Utara, Kabupaten Toba Samosir dan Kecamatan Pintupohan Meranti
khususnya.
Setelah 30 tahun beroperasi, kelangsungan kehidupan perusahaan berjalan
dalam kondisi yang kondusif dan nyaman tanpa mengalami gangguan dan masalah
yang berarti dari masyarakat sekitar perusahaan. Dalam aktivitasnya, CSR secara
garis besar dilaksanakan dengan aktivitas yang dilaksanakan lebih banyak pada
pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan, rumah ibadah dan pasar. Pada
masa operasi selain pembangunan infrastruktur yang terus dijalankan, program CSR
telah dilaksanakan dengan program rutin tahunan dan sudah berlangsung selama 10
bantuan-bantuan pada HUT RI, HUT Kabupaten, kegiatan keagamaan dan layanan
sosial lainnya.
Belajar dari pengalaman yang dialami oleh industri tetangganya PT. Inti Indo
Rayon di Kecamatan Porsea yang mengalami konflik dengan masyarakat sekitar
sehingga operasi pabrik sempat dihentikan, maka sejak 5 tahun terakhir PT. Inalum
Divisi PLTA telah melakukan peningkatan aktivitas kegiatan dalam program CSRnya
seperti peningkatan kualitas SDM (pelatihan kepada guru dan kepala sekolah),
ekonomi, sosial dengan aktifitas-aktifitas lainnya kepada masyarakat Kecamatan
Pintupohan Meranti.
Jumlah rumah tangga kriteria miskin dan sangat miskin di Kecamatan
Pintupohan Meranti yaitu 461 KK dari 1750 KK (26,3% dari total jumlah rumah
tangga), dan jika ditambah dengan jumlah rumah tangga hampir miskin akan
bertambah menjadi 866 KK dari 1750 KK total jumlah rumah tangga (49,5 dari total
jumlah rumah tangga seluruhnya), menurut Bappeda dan BPS Kabupaten Toba
Samosir (2006). Tingginya jumlah rumah tangga miskin dan sangat miskin
di kecamatan ini merupakan sesuatu yang sangat kontradiktif bagi masyarakat yang
tinggal di sekitar lokasi perusahaan raksasa (multinasional) dengan Penanaman
Modal Asing (PMA) yang memiliki asset sangat besar serta menyangkut hajat hidup
orang banyak (sektor energi dan listrik) yang menggunakan tekhnologi sangat tinggi
dengan menggunakan sumber daya alam yang ada di wilayah Kecamatan Pintupohan
Hasil kajian dari Pemerintah Kabupaten Toba Samosir tentang Analisis
Kerawanan Pangan Kabupaten Toba Samosir yang menghasilkan Peta Kerawanan
Pangan (Food Insecurity Atlas/FIA) Kabupaten Toba Samosir Tahun 2006
menunjukkan Kecamatan Pintupohan Meranti memiliki kriteria “Agak Rawan
Pangan”. Kecamatan Pintupohan Meranti adalah satu-satunya kecamatan yang
memiliki kriteria “Rawan” di Kabupaten Toba Samosir dari sebelas kecamatan
di Kabupaten Toba Samosir (sebelum dimekarkan menjadi 14 kecamatan pada tahun
2007).
Kondisi pendidikan masyarakat yang dikaitkan dengan penyerapan tenaga
kerja juga masih sangat memprihatinkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi perusahaan. Penduduk lokal yang menjadi tenaga kerja langsung di PT. Inalum
Divisi PLTA semua masih bekerja pada level/jabatan paling rendah yaitu tingkat
operator di perusahaan meski masyarakat yang ingin bekerja dan melamar
di perusahaan tersebut sudah memiliki pendidikan yang memadai (setingkat SLTA).
Kondisi pasar lokal tradisional di Kecamatan Pintu Pohan Meranti memiliki
aktivitas memprihatinkan. Pasar yang buka 2 (dua) kali seminggu pada hari Selasa
dan Sabtu hanya buka pukul 08.00 WIB sampai pukul 09.00 WIB pagi. Aktivitas
pasar di sini menunjukkan interaksi antara penjual dan pembeli sangat sedikit,
sehingga aktivitas ekonomi masyarakat sangat terbatas, meski pekerja PT. Inalum
(karyawan) tetap tinggal di lokasi perumahan PT. Inalum menempati wilayah 3 (tiga)
dusun dari 6 (enam) dusun di Desa Pintupohan dan memiliki pendapatan yang tinggi
Melihat peran program CSR PT. Inalum PLTA Sigura-gura yang telah
diimplementasikan secara internal kepada karyawan dan secara eksternal kepada
masyarakat lokal yang tinggal disekitar lokasi perusahaan dan telah diklasifikasikan
pada beberapa bidang dan di antaranya adalah bidang pembangunan infrastruktur,
sosial, ekonomi dan lingkungan yang diharapkan tepat sasaran dan berhasil guna
secara efektif. Karena semua bidang ini akan saling mendukung dan menunjang
keberhasilan program dan dapat mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat melalui perluasan lapangan kerja (kesempatan berusaha) dan peningkatan
pendapatan dan pendidikan sekaligus diharapkan berhasil menciptakan
perkembangan pasar lokal yang dapat dijadikan sebagai salah satu wadah
keberhasilan dan kemajuan sosial dan ekonomi di Kecamatan Pintu Pohan Meranti.
Mengingat dan memperhatikan betapa penting peran PT. Inalum Divisi PLTA
Sigura-gura tersebut dalam mensejahterakan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan
maka CSR yang dilaksanakan oleh PT. Inalum Divisi PLTA Sigura-gura Paritohan,
Kecamatan Pintu Pohan Meranti tepat sasaran dan efektif guna untuk
mensejahterakan masyarakat. Selain itu untuk mengetahui apa yang dilakukan PT.
Inalum Divisi PLTA Sigura-gura pada CSR perusahaannya sekaligus untuk
mengetahui bagaimana peran CSR terhadap peningkatan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat dan perkembangan pasar lokal di Kecamatan Pintupohan Meranti, maka
penulis tertarik menulis tesis dengan judul ”Peranan Corporate Social Responsibility
(CSR) PT. Inalum Divisi PLTA Sigura-gura terhadap Sosio-Ekonomi Masyarakat
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana format dan konsep CSR yang telah diimplementasikan oleh PT.
Inalum (Divisi PLTA) ?
2. Bagaimana CSR berperan terhadap peningkatan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat Kecamatan Pintu Pohan Meranti ?
3. Bagaimana korelasi CSR terhadap perkembangan pasar lokal di Kecamatan
Pintupohan Meranti ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan format dan konsep CSR PT. Inalum yang telah
diimplementasikan pada masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti.
2. Menganalisis peran CSR terhadap peningkatan kondisi sosial-ekonomi
masyarakat.
3. Menganalisis korelasi CSR terhadap perkembangan pasar lokal di Kecamatan
Pintupohan Meranti.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan pada
manajemen PT. Inalum (Divisi PLTA) dalam menghasilkan perencanaan yang
lebih baik dalam Penerapan CSR Perusahaan.
2 Kajian ini diharapkan memberi informasi bagi para pengambil kebijakan pada
menciptakan regulasi yang tepat dalam mendinamisasi, mengkomunikasi,
menstimulasi dan memfasilitasi.
3 Bagi pihak lain yang terkait (stakeholder) dari unsur komunitas, LSM,
akademisi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), kajian ini juga
diharapkan memberi manfaat sebagai bahan evaluasi serta monitoring
pelaksanaan pengembangan ekonomi masyarakat dalam penerapan CSR
di PT. Inalum (Divisi PLTA).
4 Bagi ilmu pengetahuan kajian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi
penelitian lebih lanjut, terutama yang menyangkut konsep implementasi
kebijakan CSR dan pengembangan Community Development, Regional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) menjadi trend global dikarenakan perusahaan/korporasi sesungguhnya tidak
hanya memiliki tanggung jawab ekonomis kepada para Stakeholder seperti
memperoleh profit dan menaikkan harga saham, tanggung jawab kepada pemerintah
seperti membayar pajak, memenuhi persyaratan Amdal (Analisis Dampak
Lingkungan) dan ketentuan lain harus disertai tanggung jawab yang bersifat sosial
dan tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab berpijak pada single bottom line
saja.
Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) dipopulerkan oleh Jhon
Elkington, (1997) melalui bukunya “Cannibal with Forks, the Tripple Bottom Line of
Twentieth Century Business”. Elkington mengembangkan konsep Triple Bottom Line
dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice.
Melalui buku tersebut, Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang
ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan “3P”. Selain mengejar profit,
perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
lingkungan (planet). Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segitiga
sebagai berikut:
Lingkungan
(Planet) Ekonomi (Profit) Sosial (people)
[image:30.612.160.453.175.393.2]Sumber: Elkington, 1997
Gambar 1. Hubungan Garis Segitiga (Triple Bottom Line)
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi diharapkan pada tanggung
jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan
dalam kondisi financial-nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan
lingkungannya.
Achwan (2006), mengemukakan dua tesis yang melatar belakangi
perkembangan wacana CSR, yang pertama adalah bahwa konsep CSR merupakan
suatu bentuk kemampuan adaptasi perubahan perusahaan modern dalam
menyesuaikan dirinya dengan perubahan sosial politik yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Tesis kedua mengatakan, konsep CSR sebagai bentuk respon
terhadap setiap tantangan publik yang mengganggu kekuasaannya (Corporate Power)
dengan membangun aliansi dengan lembaga atau aktor strategis.
Pergulatan wacana tersebut bermuara pada tiga definisi dan praktik CSR,
definisi yang pertama berangkat dari asumsi the business of business is business,
bahwa setiap perusahaan pada hakekatnya memiliki tujuan tunggal yaitu
memaksimalkan keuntungan kepada pemiliknya dan keberadaannya dipercaya dapat
menciptakan lapangan pekerjaan. Inti dari definisi yang pertama ini lebih merupakan
penolakan terhadap prinsip-prinsip kedermawanan perusahaan, Community
Development atau donasi yang dianggap bertentangan dengan hakekat perusahaan.
Definisi kedua adalah Corporate Voluntarism yang menekankan aspek
kebajikan (virtue) dalam mengejar keuntungan. Asumsi dasar definisi ini yang
pertama adalah bahwa setiap perusahaan dengan sukarela sesuai dengan kekuatan dan
kelemahannya dapat mengembangkan CSR dan menolak campur tangan negara dalam
mengatur perusahaan. Asumsi yang kedua beranggapan bahwa kepedulian terhadap
masyarakat atau konsumen dapat mendorong keuntungan ekonomi suatu perusahaan,
dan yang ketiga adalah bahwa keberadaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari
masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
Defenisi yang ketiga adalah Corporate Involuntarism dengan asumsi dasar
bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial
yang harus dituangkan dalam bentuk undang-undang karena self regulation dan
pengaruh multi national corporation dianggap jauh berpengaruh dibanding negara/
bangsa.
Ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan
mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya.
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar
bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mesti
menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat.
Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas
penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang
kadang bersifat ekspansif dan ekploratif, di samping sebagai kompensasi sosial
karena timbulnya ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat, semua ini
diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan aturan yang memaksa
karena adanya market driven. Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan
CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat
global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan
memperhatikan kaidah-kaidah sosial.
Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang
bersifat simbiosa mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat,
setidaknya license to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan
kontibusi positif kepada masyarakat sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan
bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan. Implementasikan program
telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi
untuk menciptakan keuntungan (profit) demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga
tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ketiga, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk
meredam bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat
dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan struktural dan ekonomis
yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan, dan dipraktekkan lebih
karena faktor eksternal (external driven). Hampir bisa dipastikan implementasi adalah
sebagai upaya dalam konteks kehumasan (public relation) merupakan kebijaksanaan
bisnis yang hanya bersifat kosmetik.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga
internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 multinasional
company yang berasal dari 30 negara, dalam publikasinya Making Good Business
Sense mendefinisikan CSR atau Tanggung Jawab Sosial perusahaan, sebagai
“Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as
well as of the local community and society at large.” Maksudnya adalah komitmen
dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas
hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas
Implementasi CSR di perusahaan pada umumnya dipengaruhi beberapa
faktor. Yang pertama, adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Yang kedua,
menyangkut ukuran dan pematangan perusahaan, Ketiga, regulasi dan sistem
perpajakan yang diatur oleh pemerintah.
Kotler (2005), mengungkapkan bahwa CSR hendaknya bukan merupakan
aktivitas yang hanya merupakan kewajiban perusahaan secara formalitas kepada
lingkungan sosialnya, namun CSR seharusnya merupakan sentuhan moralitas
perusahaan terhadap lingkungan sosialnya Selanjutnya Philip Kotler dan Nancy Lee
(2005), berpendapat bahwa aktivitas CSR haruslah berada dalam koridor strategi
perusahaan yang diarahkan untuk mencapai bottom line business goal seperti
mendongkrak penjualan dan pangsa pasar, membangun positioning merk, menarik,
membangun, memotivasi loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional hingga
membangun citra korporat dipasar modal. Dengan argumentasi tersebut dapat dilihat
bahwa CSR bukan merupakan aktivitas tempelan atau yang terpinggirkan, tapi
merupakan denyut nadi perusahaan.
LEAD Indonesia dan LABSOSIO FISIP UI (2005), menyebutkan bahwa
dalam banyak kasus yang melibatkan industri ekstraktif dengan masyarakat sering
kali program Community Development mendominasi praktek CSR sebagai upaya
pendekatan khusus untuk mencegah konflik. Hal tersebut menyebabkan konsepnya
menjadi tersederhanakan atau disamakan dengan kegiatan Community Development,
padahal CSR merupakan konsep yang mencakup berbagai kegiatan dimana salah
Poerwanto (2006), menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial adalah
tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan perusahaan dalam interaksi dengan
lingkungannya yang didasarkan pada etika. Secara umum etika dipahami sebagai
aturan tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang mengarahkan perilaku
seseorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam pengambilan
kebijakan atau keputusan.
Terdapat tiga pendekatan dalam proses pembentukan tanggung jawab sosial
tersebut:
1. Pendekatan moral, yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip
kesantunan dengan pengertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau
merugikan pihak-pihak lain secara sengaja.
2. Pendekatan kepentingan bersama, yaitu bahwa kebijakan-kebijakan moral harus
didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang
bertanggung jawab.
3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggungjawab sosial yang didasarkan pada
nilai-nilai bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat
besar bagi pihak-pihak berkepentingan secara adil.
Suharto (2005), menyebutkan konsep CSR merupakan bentuk kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat di seputar perusahaan yang keberadaannya telah
memunculkan masalah sosial ekonomi yang tajam antara ‘masyarakat’ perusahaan
Munculnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan didorong oleh
terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat sebagai
fenomena DEAF (dalam Bahasa Inggris disebut tuli) sebuah akronim dari
Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumsasi dan Feminisasi (Suharto, 2005), dimana
munculnya fenomena-fenomena tersebut adalah karena terciptanya persoalan,
hubungan, tuntutan dan lain-lain antara masyarakat perusahaan dan masyarakat
sekitar perusahaan.
Carrol (dalam Poerwanto, 2006) membagi Tanggung Jawab Sosial perusahaan
ke dalam empat kriteria:
1. Tanggung jawab sosial ekonomi, dimana perusahaan harus dioperasikan dengan
berbasis laba serta dengan misi tunggal untuk meningkatkan keuntungan selama
berada dalam batas-batas peraturan pemerintah.
2. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab legal, dimana kegiatan bisnis
diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku dengan berlandaskan
kerangka kerja legal maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara
bertanggung jawab.
3. Tanggung jawab sosial sebagai tanggungjawab etika, yang didefinisikan sebagai
kebijakan dan keputusan perusahaan yang didasarkan pada keadilan, bebas dan
tidak memihak, menghormati hak-hak individu, serta memberikan perlakuan
berbeda untuk kasus yang berbeda yang menyangkut tujuan perusahaan.
4. Tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela atau diskresioner,
didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberikan kontribusi sosial yang
tidak memiliki kepentingan timbal balik secara langsung.
Tanggungjawab Sukarela
Tanggungjawab Etik
Tanggungjawab Legal
Tanggungjawab Ekonomi
[image:37.612.165.467.169.380.2]Sumber: Poerwanto, 2006
Gambar 2. Empat Kriteria Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Model Carrol
Dari keempat kriteria tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, tanggung
jawab sosial sebagai tanggung jawab sukarela menjadi kriteria ideal untuk
membangun suatu pola kemitraan dalam suatu model program pemberdayaan
masyarakat. Dengan berbasis pada nilai yang murni sebagai kontribusi sosial. Dengan
sendirinya kemitraan akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas. Melalui
kriteria tersebut juga kemitraan akan menjadi garis tegas yang memisahkan motif
tanggung jawab sosial perusahaan, antara tindakan ekonomi untuk memaksimalkan
keuntungan dengan tindakan sosial sukarela.
Sebagai tindakan sosial sukarela, kemitraan cenderung akan melibatkan
masyarakat serta masyarakat itu sendiri. Sebaliknya apabila tanggung jawab sosial
lebih berorientasi pada pencapaian tujuan ekonomi perusahaan maka partisipan yang
terlibat tentunya merupakan pelaku-pelaku ekonomi. Tindakan sosial sukarela akan
menjamin adanya kesesuaian tindakan masing-masing partisipan dengan tujuan
pemberdayaan masyarakat sebagai tujuan bersama, sementara dalam tindakan
ekonomi masing-masing partisipan lebih menyesuaikan tindakannya dengan nilai
ekonomi yang diharapkan dari kemitraan.
Konsep tanggungjawab sosial pada perkembangannya telah memunculkan
konsep baru, yakni konsep Investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social
Investment). Konsep ini lebih merupakan suatu kritik terhadap konsep CSR yang
dianggap filantropis dengan hanya melibatkan program-program sosial jangka pendek
dan pemberian uang atau barang dari perusahaan bagi sekelompok masyarakat.
Konsep CSR dengan program-program sosial dirancang dalam konsep CSI
(Corporate Social Investment) umumnya memiliki dampak yang berdimensi lebih
luas dan jangka panjang (sustainable). Konsep CSI juga tidak dipandang semata-mata
sebagai bentuk pelunasan tanggung jawab sosial perusahaan, namun lebih jauh
sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana
dan berorientasi pada keuntungan sosial jangka panjang bagi pihak perusahaan
maupun masyarakat.
Terdapat 5 (lima) prinsip GCG yang menjadi pedoman para perilaku bisnis
yaitu Transparancy, Accountability, Responsibility, Indenpendency dan Fairness
diberikan pada stakeholders perusahaan, dalam kegiatan operasionalnya dapat
menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung stakeholder sehingga
perusahaan secara wajar harus memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi
stakeholdernya, terutama masyarakat lokal yang tinggal di sekitar lokasi perusahaan.
Masyarakat juga mempunyai peran penting sebagai pendukung sosio-ekonomi
sustainability dimana masyarakat diharapkan dapat mengoreksi dampak negatif
perusahaan serta aktif menjadi dinamisator keberdayaan publik. Partisipasi aktif dari
komunitas lokal dalam setiap pelaksanaan CSR sangat diperlukan sehingga memberi
manfaat hubungan timbal balik (mutual benefit) dengan perusahaan atau korporasi.
Peran pemerintah sangat menentukan dalam membangun usaha yang kondusif
dan tidak manipulatif. Sinergi yang paling diharapkan adalah kemitraan antara
perusahaan, pemerintah dan komunitas (masyarakat) yaitu sinergi yang disebut
kemitraaan tripartit. Kemitraan dunia usaha membantu pemerintah memutar roda
perekonomian dan menggerakkan pembangunan dan merupakan mitra mengelola
sumberdaya daerah, maka pemerintah perlu mengoptimalisasi peran dalam
mendukung program CSR.
Warhurst (1998), mengajukan prinsip-prinsip Corporate Sosial Responsibility
(CSR) dengan adanya prioritas corporate, manajemen terpadu, proses perbaikan,
pendidikan bagi karyawan, pengkajian, produk dan jasa, informasi publik, fasilitas
operasi, penelitian, prinsip pencegahan, kontraktor dan pemasok, siaga menghadapi
Kasali (2005), menyatakan stakeholders bisa berarti pula setiap orang yang
mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan. Ibarat sebuah jagad yang di kelilingi
planet-planet, maka perusahaan juga di kelilingi dengan stakeholders dan membagi
stakeholders menjadi sebagai stakeholder internal dan stakeholders eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan
organisasi perusahaan, misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham
(shareholder) serta keluarga karyawan. Stakeholders eksternal adalah pihak-pihak
yang berada di luar kendali perusahaan (uncontrollable). Pemimpin perusahaan perlu
membekali diri dengan teknik untuk mendesain organisasinya sesuai dengan keadaan
lingkungan eksternalnya. Beberapa stakeholders eksternal diantaranya adalah
konsumen, penyalur, pemasok, pemerintah, pers, pesaing dan komunitas atau
masyarakat.
Mempraktekkan CSR dengan cara yang paling sederhana dapat dimulai dari
aktivitas karitas (charity). Langkah awal bisa dimulai dari lingkungan internal
perusahaan dengan memperhatikan kebutuhan karyawan. Programnya misalnya
memberikan fasilitas kerja karyawan diatas standar, menyediakan beasiswa untuk
anak-anak karyawan dan menyediakan ruang perawatan bayi atau taman bermain
anak dan setelah itu baru melihat dan mengimplementasikan CSR ke luar perusahaan
secara eksternal (Koestoer, 2007 dalam www. swa.co.id)
2.2. Pengembangan Masyarakat (Community Development) dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
Pengembangan Masyarakat (Community Development) dapat digambarkan
sebagai berikut: dari aspek keterlibatan masyarakat, praktek Community Development
dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk, yaitu: development for community,
development with community dan development of community.
Development for community adalah bentuk Community Development dimana
masyarakat pada dasarnya menjadi objek pembangunan karena berbagai inisiatif,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor luar.
Aktor luar ini dapat saja telah melakukan penelitian, melakukan konsultasi, dan
melibatkan tokoh setempat namun apabila keputusan dan sumber daya pembangunan
berasal dari luar maka pada dasarnya masyarakat tetap menjadi objek.
Development with community ditandai secara khusus dengan kuatnya pola
kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil
merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua
belah pihak.
Development of community adalah proses pembangunan yang baik inisiatif,
perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat
membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai
sistem pendukung bagi proses pembangunan.
Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama,
yang ada lebih berada pada sarana (means) yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat
ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat
tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada
masyarakat yang lain development with community justru yang dibutuhkan.
Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah
seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang
kelembagaannya sudah lebih berkembang development of community akan lebih
tepat. Pada saat ini community development telah mengalami proses pengkayaan
sehingga menjadi sebuah pendekatan yang multi aspek, dan sekarang secara umum
terdiri dari beberapa aspek kunci sebagai berikut:
a. Adalah sebuah proses ”akar rumput”.
b. Menjadi lebih swadaya (self reliance).
c. Berkembang menjadi komunitas pembelajar (learning Community).
d. Berkurangnya kerentanan dan kemiskinan.
e. Terciptanya peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan.
f. Menguatnya modal sosial.
g. Tercapainya keseimbangan tujuan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.
Sering terjadi Pengembangan Masyarakat (Community Development) justru
mengubah keseimbangan elemen-elemen dalam masyarakat yang ada dalam jangka
panjang akan merugikan masyarakat masyarakat. Community Development sebaiknya
dilaksanakan dengan mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada dalam
Secara umum Pengembangan Masyarakat (Community Development) dapat
didefinisikan sebagai kegiatan pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk
memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi untuk mencapai kondisi
sosial-ekonomi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya
kegiatan pembangunan, sehingga masyarakat ditempat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraannya.
Dengan community development sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih
bermakna dari pada sekedar aktivitas charity ataupun dimensi-dimensi lainnya, antara
lain yaitu community relation yang hanya mengembangkan hubungan yang dinamis.
Dalam pelaksanaan community development bersama-sama antara perusahaan dengan
komunitas, adanya partisipasi, produktifitas dan keberlanjutan.
Dalam aktualisasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance/GCG), kontribusi dunia usaha untuk turut serta dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis, dari aktivitas yang bersifat
charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan penciptaan kemandirian
masyarakat, yakni program pemberdayaan.
Metamorfosis aktualisasi kontribusi Sumbangan Sosial Perusahaan dapat
Tabel 1. Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial
Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate
Citizenship (GCC)
Motivasi Agama, tradisi, adaptasi
Norma, etika dan hukum universal
Pencerahan diri & rekonsiliasi dengan ketertiban sosial Misi Mengatasi
masalah setempat
Mencari dan mengatasi akar masalah
Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengelolaan Jangka pendek,
mengatasi masalah sesaat
Terencana, terorganisir dan terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana abadi/
profesionalitas
Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain Penerima Manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan
perusahaan Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah (sosial &
pembangunan serta keterlibatan sosial) Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber: Zaidi (2003)
2.3. Kemitraan dalam Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan
Governance
Perlunya upaya aktif diarahkan pada pemberdayaan potensi dan kekuatan
sosial-ekonomi masyarakat dan butuh dukungan dari usaha skala besar (perusahaan)
dan bermitra dengan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator, stimulator dan
koordinator dalam perekayaaan perkembangan masyarakat dalam pengentasan
masyarakat miskin (proverty community).
Sulistiyani (2004), menyatakan model kemitraan idealnya mencerminkan
masyarakat. Model kemitraan yang setara akan memberi citra positif bagi pemerintah
dengan berlaku transparan dan mengembangkan kemitraan yang partisipatif.
Budimanta, Prasetijo dan Rudito (2004), mengibaratkan corporate social
responsibility dan good governance sebagai dua sisi dari satu mata uang yang
menjadikan masyarakat sebagai komunitas dan sebagai warga negara sebagai
fokusnya serta pendekatan stakeholders sebagai pelakunya. Konteks implementasi
corporate sosial responsibility, partisipasi masing-masing stakeholdelrs sangat
menentukan berjalannya usaha pengembangan masyarakat yang sekaligus juga
memberikan keuntungan bagi perusahaan dan masyarakat.
Lebih jauh mengenai prinsip kemitraan Budimanta (2004) juga menjelaskan
bahwa kemitraan menciptakan keuntungan bersama, dan tidak menciptakan
persaingan negatif yang berpengaruh pada keberlanjutan perusahaan. Kemitraan yang
berwujud interaksi antar stakeholders pada dasarnya merupakan suatu bentuk
pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai muara dari corporate
sosial responsibility. Pemberdayaan dimaksud sebagai upaya peningkatan
kemampuan atau kualitas anggota-anggotanya yang tergabung dalam
komuniti-komuniti untuk dapat bermitra dan berfungsi satu dengan lainnya sebagai keseluruhan
anggota masyarakat. Konsep partisipasi menyangkut kesamaan dan kesepakatan
program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan terencana dalam
Tiga skenario kemitraan menurut Wibisono (2007), yaitu kemitraan antara
perusahaan dengan pemerintah maupun dengan komunitas/masyarakat sebagai
berikut:
1. Pola Kemitraan Kontra Produktif
Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional
yang hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal (shareholders) yaitu
mengejar keuntungan (profit) sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan
memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup kentungan
secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau
masyarakat hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan
targetnya sendiri, pemerintah juga tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat
tidak mempunyai akses apapun kepada perusahaan.
2. Pola Kemitraan Semi Produktif
Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap
sebagai obyek dan masalah di luar perusahaan. Perusahaan tidak tahu
program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang
kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat yang bersifat pasif. Pola
kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum
atau tidak menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) di pihak
masyarakat dan low benefit dipihak pemerintah. Kerjasama lebih
mengedepankan aspek kariatif atau public relation dimana pemerintah dan
lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan kepentingan
sendiri (self interest) perusahaan, bukan kepentingan bersama (common
interest) antara perusahaan dengan mitranya.
3. Pola Kemitraan Produktif
Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subjek dan dalam paradigma
kepentingan umum (common interest). Prinsip saling menguntungkan
(simbiosis mutualisme) sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai
kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim
yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif
kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan
berbasissumber daya (resource-based partnership) dimana mitra diberi
kesempatan menjadi bagian dari shareholders.
Menurut Parson (2005), sistem delivery model campuran sektoral, merupakan
model yang sangat dinamis dan paling sempurna. Sistem ini terdiri dari campuran
tanggung jawab publik dan privat, dan antara sektor sukarela (lembaga swadaya)
dengan agen komunitas. Kerjasama keempat sektor tersebut sangat dimungkinkan
terjadi dalam bidang kebijakan yang bersifat sosial dengan sifat hubungan yang saling
menguntungkan.
Dalam konteks kerjasama tersebut pemerintah (lokal) dapat mengambil
keuntungan berupa kemungkinan dana tambahan dan keahlian dari sektor privat,
mendapatkan keuntungan dari promosi dan pengakuan akan tanggung jawab sosial
dan etika bisnis mereka.
Kompleksitas model kemitraan dalam pembiayaan sektor privat dapat
mendukung aktivitas sukarela yang berasosiasi dengan pemerintah dan pemerintah
dapat memilih dan menyampaikan kebijakan melalui sektor sukarela dan
mendapatkan dana dari hibah, jejaring pendanaan dan dukungan yang memfasilitasi
pertukaran dana, keahlian dan komitmen.
Namun kompleksitas hubungan kepentingan di antara stakeholders dan motif
perusahaan merealisasi program CSR tidak terlepas dari substansi serta pendekatan
yang diadopsi dalam merealisasi program. Menurut Mulyadi (2003) rendahnya
tingkat partisipasi stakeholders, khususnya masyarakat dan pemerintah daerah,
mengakibatkan tidak terkoordinasinya program yang dijalankan perusahaan dengan
program pembangunan regional yang dijalankan pemerintah daerah serta ketidak
sesuaian program dengan kebutuhan masyarakat. Namun sebaliknya, banyaknya
stakeholders yang terlibat sebagai partisipan dalam program CSR perusahaan dapat
menjadi potensi konflik baru apabila setiap stakeholders memiliki kepentingan yang
berbeda, saling berseberangan dan sangat mungkin saling merugikan satu sama lain.
Pada era otonomi hubungan antara perusahaan dengan pemerintah kabupaten
akan lebih mudah untuk diwujudkan karena semua pihak yang berkepentingan
terhadap implementasi program lebih leluasa mengambil keputusan bersama. Prinsip
saling mendukung dalam sebuah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) melalui
masing-masing sektor dan sektor di sebelahnya. Hubungan dari berbagai pihak tersebut dapat
dilihat pada skema garis hubungan di bawah ini:
Pemerintah pusat (Government)
Pemerintah daerah (Government)
DAU, Desentralisasi OTDA Legitimasi
Masyarakat (Community)
Pajak, Royalty, Kemitraaan
Perusahaan (Corporate)
[image:49.612.109.499.169.528.2]Sumber: Modifikasi dari Soepomo, 2002
Gambar 3 : Garis Hubungan antar sektor dalam Program Corporate Social Responsibility
Konsensi, Lisensi Investasi, Regulasi Demokrasi,
Pelayanan lik Pub
Demokrasi Kepercayaan
Tenaga kerja, Jaminan Keamanan
Dwiyanto (2004) menyebutkan tiga dimensi yang menjadi ciri governance:
1. Dimensi kelembagaan dimana sistem administrasi dilaksanakan dengan
melibatkan banyak pelaku (multi satkeholders) baik dari pemerintah maupun
dari luar pemerintah.
2. Dimensi nilai yang menjadi dasar tindakan administrasi lebih kompleks dari
sekedar pencapaian efisiensi dan efektifitas namun lebih mengakodomir
nilai-nilai universal seperti keadilan, partisipasi, kesetaraan, demokratisasi dan
nilai-nilai lain yang terkandung dalam norma kehidupan masyarakat.
3. Dimensi proses, dimana proses administrasi merupakan suatu tindakan
bersama yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerja untuk merespon
tuntutan dan kebutuhan publik melalui upaya formulasi dan implementasi
kebijakan publik.
Selanjutnya Dwiyanto (2004) menekankan konsep governance pada
pelaksanaan fungsi memerintah (governing) yang dilaksanakan secara bersama-sama
(kolaboratif) oleh lembaga pemerintah, semi pemerintah, dan non pemerintah yang
berlangsung setara (balance) dan multi arah (partisipatif).
2.4. Konsep Pengembangan Wilayah
Konsep pengembangan wilayah yang konvensional sangat bertumpu pada
asumsi bahwa tingkat hidup masyarakat akan meningkat dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tercapai dengan pertumbuhan dan percepatan industri
pertumbuhan akan menebar kesekitarnya, dan proses globalisasi akan
menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan tadi dengan pusat pertumbuhan global dan
sekaligus akan mempercepat pusat pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu perlu
rencana pengembangan kawasan yang tersentralisasi untuk pertumbuhan dan
industrialisasi, menurut Muljarto (2004).
Dalam kenyataannya hipotesis makro ekonomi ini tidak selalu signifikan
teruji. Dalam masa-masa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 80-an
ternyata tetesan pembangunan tidak terasa bagi masyarakat miskin terutama
di pedesaan. Keadaan ini yang menuntut pergeseran paradigma pertumbuhan menuju
people centred development yang memperlakukan manusia sebagai yang utama
dalam pembangunan melalui kontribusi masing-masing serta partisipasi dalam
peningkatan setiap pelaku ekonomi.
Menurut Miraza (2006), pembangunan wilayah tidak hanya membangun fisik
wilayah saja tetapi membangun masyarakatnya juga. Harus terdapat keseimbangan
antara pembangunan fisik dengan aktivitas masyarakat agar keduanya saling
bersinergi menjadikan wilayah sebagai wilayah maju. Dengan demikian wilayah akan
menjadi wilayah yang nyaman untuk berproduksi dan berkonsumsi di tengah suatu
kehidupan wilayah yang dinamis dan produktif. Pemanfaatan potensi dan
sumber-sumber daya wilayah yang ada yang dibangun dana dikembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat hendaknya melalui pengembangan efisiensi ekonomi
dan equality adalah dua hal yang perlu diperhatikan bagi mencapai keunggulan
wilayah yang bersaing dengan wilayah lainnya.
Untuk mengembangkan sebuah wilayah secara optimal dibutuhkan intervensi
dan kebijakan agar mekanisme pasar tidak menimbulkan dampak-dampak negatif
terhadap lingkungan. Kebijakan tersebut meliputi upaya-upaya pengembangan
kegiatan-kegiatan sosial ekonomi di kawasan-kawasan yang terdapat di dalam
wilayah tersebut agar kegiatan-kegiatan tersebar sesuai dengan potensi kawasan dan
infrastruktur pendukungnya. Apabila dapat tersebar merata maka kesempatan kerja
akan tersebar. Diharapkan bahwa penduduk tersebar secara proporsional sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pembangunan prasarana wilayah yang dibutuhkan.
Konsepsi sebuah pembangunan yang merekomendasikan agar pembangunan
dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal dengan mengacu
kepada karakteristik yang spesifik yang dimiliki akan menciptakan sebuah
kemandirian lokal. Pembangunan seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kualitas
tatanan yang indikator utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua
komponen (Mappadjantji, 2005).
Kebijakan pengembangan wilayah adalah berupa arahan pengembangan
kawasan-kawasan produksi, pusat pemukiman, transportasi serta jaringan
infrastruktur pendukungnya sesuai dengan tujuan pembangunan sosial ekonomi yang
diharapkan. Perumusan kebijakan ini biasanya didasarkan pada kondisi fisik dan
Tujuan kebijakan pembangunan menurut Tukiyat (2002), antara lain:
1. Terciptanya kondisi umum yang dapat mendorong pembangunan.
2. Disadarinya potensi dan manfaat pengembangan, baik oleh kalangan pemerintah,
dunia usaha maupun masyarakat.
3. Terlaksananya sejumlah investasi dalam kelompok usaha dasar.
4. Terlaksananya langkah-langkah kebijakan dalam rangka memberikan kemudahan
dan dorongan investasi
Menurut Kuncoro (2002), bahwa teori pembangunan sekarang ini tidak
mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara
tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori
pembangunan adalah untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah
(lokal) Pendekatan pembangunan ekonomi daerah harus merupakan sintesis dan
perumusan kembali konsep-konsep yang telah dan memberikan dasar bagi kerangka
pikir dan rencana aksi atau tindakan yang diambil dalam konteks pembangunan
Tabel 2. Pendekatan dan Konsep Baru dalam Pembangunan
Komponen Konsep Lama Konsep Baru
Kesempatan kerja Semakin banyak perusahaan semakin banyak peluang
Perusahaan harus mengembangkan pekerjaan yang sesuai dengan penduduk daerah Basis pembangunan Pengembangan sektor
ekonomi