CRASHING OPTIMAL PADA CPM DENGAN PENDEKATAN LINEAR PROGRAMMING
(Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)
SKRIPSI
AGUSTINUS SIANTURI 030803015
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
CRASHING OPTIMAL PADA CPM DENGAN PENDEKATAN LINEAR PROGRAMMING
(Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
AGUSTINUS SIANTURI 030803015
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : CRASHING OPTIMAL PADA CPM DENGAN PENDEKATAN LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)
Kategori : SKRIPSI
Nama : AGUSTINUS SIANTURI
Nomor Induk Mahasiswa : 030803015
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Januari 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Drs.Henry Rani Sitepu, M.Si Dra. Suwarno Ariswoyo, M.Si
NIP. 131 283 729 NIP. 130 810 774
Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
CRASHING OPTIMAL PADA CPM DENGAN PENDEKATAN LINEAR PROGRAMMING
(Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2009
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah membimbing dan menyertai penulis selama proses pengerjaan sampai akhirnya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.
Adapun penulisaan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains. Terkait dengan keberadaan penulis di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, maka penulis
dalam hal ini memilih judul “CRASHING OPTIMAL PADA CPM DENGAN
PENDEKATAN LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)”
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs.Suwarno Ariswoyo, MSi selaku Pembimbing 1 atas segala bimbingan, arahan dan kebaikan untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan bantuan pengetahuan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, MSi selaku Pembimbing 2 atas segala nasehat dan saran yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, dorongan serta fasilitas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Dr. Saib Suwilo, Msc dan Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, Msc selaku Ketua
dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU yang membantu kelancaran studi penulis.
3. Seluruh Staff Pengajar Departemen Matematika FMIPA USU atas segala ilmu dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
4. Bapak Ir. Petra Sibero atas bimbingan yang diberikan selama pengambilan data di
STMIK Kristen Neumann Indonesia.
5. Andi Sijabat, Jeffrey, Sutrisno, Santi, Maranatha, Saut Dame, Pudan, Natra,
Gunawan, Richie, Anggiat dan Rekan-rekan mahasiswa Departemen Matematika stambuk 2003 atas dorongan yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu demi perbaikan dan penyempurnaan, penulis terbuka atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Januari 2009 Penulis,
ABSTRAK
CPM adalah metode yang digunakan pada jaringan kerja (network) untuk perencanaan dan penjadwalan kegiatan, yang menghasilkan sebuah jalur yang tidak boleh diperlambat, karena akan memperlambat kegiatan secara keseluruhan, jalur ini disebut jalur kritis.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi Daftar Isi vii Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar Belakang 1 1.2Perumusan Masalah 2
1.3Pembatasan Masalah 2
1.4Tujuan Penelitian 3
1.5Manfaat Penelitian 3
1.6Tinjauan Pustaka 3
1.7Metodologi Penelitian 7
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Analisa Jaringan Kerja 8 2.2 Sistematika Menyusun Jaringan Kerja 10
2.3 Diagram Jaringan Kerja 11
2.4 Menyusun Urutan Kegiatan 15
2.5 Metode Yang Digunakan 17
2.5.1 CPM (Critical Path Method) 17
2.5.1.1 Cara Menghitung Jalur Kritis 21
2.5.1.1.1 Cara Forward Pass 22
2.5.1.1.2 Cara Backward Pass 24
2.5.2 Metode Simpleks 25
2.6 Model Linear Programming 26
2.7 Penentuan Biaya Dalam CPM 27 2.8 Waktu Aktivitas Crashing 28
2.8.1 Crashing Dengan Model Linear Programming 31 Bab 3 Pembahasan 3.1 Bentuk Permasalahan 48 3.2 Cara Penyelesaian 51 3.2.1 Penentuan jalur Kritis 53 3.2.1.1 Cara Forward Pass 53
3.2.1.2 Cara Backward Pass 58
Bab 4 Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan 71
4.2 Saran 71
Daftar Pustaka 72
DAFTRAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Proyek Pembangunan Gudang Kerangka Besi 16
Tabel 2.2 Bentuk Umum Tabel Simpleks 26
Tabel 2.3 Logika Ketergantungan Pembangunan Ruko 33
Tabel 2.4 Estimasi biaya Pembangunan Ruko 33
Tabel 2.5 Tabel Simpleks Pertama (Pendahuluan) 37
Tabel 2.6 Tabel Simpleks Kedua 38
Tabel 2.7 Tabel Simpleks Ketiga 39
Tabel 2.8 Tabel Simpleks Keempat 40
Tabel 2.9 Tabel Simpleks Kelima 41
Tabel 2.10 Tabel Simpleks Keenam 42
Tabel 2.11 Tabel Simpleks Ketujuh 43
Tabel 2.12 Tabel Simpleks Kedelapan 44
Tabel 2.13 Tabel Simpleks Kesembilan 45
Tabel 2.14 Final Tabel 46
Tabel 3.1 Logika Ketergantungan Pembangunan STMIK KNI 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Hubungan Antara Waktu dan Biaya Pada Keadaan
Normal dan Crash 3
Gambar 1.2 Contoh Jaringan Kerja 4
Gambar 2.1 Jaringan Kerja Proyek Pembangunan Kerangka Besi 17
Gambar 2.2 Posisi dan Hubungan antara ES, LS, LF, EF, D dan Slack 20
Gambar 2.3 Pembentukan Jalur Kritis 22
Gambar 2.4 Hubungan Antara Waktu dan Biaya Pada Keadaan
Normal dan Crash 30
Gambar 2.5 Jaringan Kerja Pembangunan Ruko 34
Gambar 2.6 Jalur Kritis Pembangunan Ruko 35
Gambar 3.1 Diagram Jaringan Kerja Pembangunan Gedung STMIK KNI 52
Gambar 3.2 Diagram Jaringan Kerja Dengan Forward Pass 57
Gambar 3.3 Diagram Jaringan kerja Dengan Backward Pass 62
Gambar 3.4 Jalur Kritis Pembangunan Gegung STMIK KNI 65
ABSTRAK
CPM adalah metode yang digunakan pada jaringan kerja (network) untuk perencanaan dan penjadwalan kegiatan, yang menghasilkan sebuah jalur yang tidak boleh diperlambat, karena akan memperlambat kegiatan secara keseluruhan, jalur ini disebut jalur kritis.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelaksanaan proyek sering kali mengalami suatu hambatan atau penyimpangan
sehingga sering terjadi kerugian bagi penyelesaian proyek tersebut. Untuk itu perlu
adanya suatu perencanaan (planning) sebaik-baiknya yang disusun secara sistematis.
Perencanaan adalah penentuan mengenai apa yang harus dicapai, kapan dan bagaimana
hal tersebut dilaksanakan. Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
bertujuan untuk memecahkan masalah.
Metode jaringan kerja yang cukup dikenal akhir-akhir ini mampu menyuguhkan
teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan proyek. Dan pada
giliran selanjutnya dapat dipakai memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara
keseluruhan. Dua teknik perencanaan yaitu CPM (Critical Path Method) dan PERT
(Project Evaluation and Review Thecnique) yang sangat berguna untuk menyusun
perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan atau pengontrolan proyek, telah
dipergunakan secara meluas oleh para manager terutama untuk proyek-proyek besar.
Critical Path Method pada mulanya dikembangkan untuk memecahkan
Scheduling Problems dalam lingkungan industri. CPM berbeda dengan PERT, yang
mana CPM tidak mempergunakan Probabilistic Job Times, karena ini adalah suatu
deterministic model.
Model ini mempunyai variasi-variasi waktu (variations in job times) bukan
sebagai akibat dari random faktors (seperti good luck atau bad luck) melainkan sebagai
akibat dari pada hasil alokasi-alokasi sumber yang direncanakan dan diharapkan
Didalam CPM, kebanyakan pekerjaan dapat dikurangi waktu pelaksanaannya
jika sumber-sumber (tenaga manusia, mesin-mesin, uang dan sebagainya) ekstra
ditambah untuk melakasanakannya. Biaya untuk menyelesaikan tersebut mungkin naik,
tetapi jika ini lebih menguntungkan, maka pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara
biasa, dengan alokasi sumber-sumber semestinya. Kegiatan inilah yang dinamakan
percepatan (Crashing). Pekerjaan-pekerjaan yang mana yang harus diajukan dan secepat
manakah pekerjaan-pekerjaan tersebut harus diusahakan, merupakan
problema-problema yang harus dipecahkan.
Untuk melakukan percepatan (Crashing) inilah dibutuhkan model Program
Linear. Hal inilah yang mendasari penulis menggunakan pendekatan program Linear.
Dari uraian diatas penulis memilih judul ”Crashing Optimal Pada CPM Dengan Pendekatan Linear Programming (Studi Kasus di STMIK Kristen Neumann Indonesia)”.
1.2 Perumusan Masalah
Yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana menentukan penyelesaian
proyek dan menentukan biaya optimum percepatan (crashing) menggunakan metode
CPM dengan pendekatan Linear Programming.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk mewujudkan tujuan dari penelitian ini penulis membatasi masalah yang dibahas
sebagai berikut :
1. Penulis hanya menggunakan metode CPM dengan pendekatan Program Linear
(dengan penggunaan Metode Simpleks) dalam menentukan biaya optimum setelah
dilakukan percepatan (crashing)
2. Data berupa biaya yang dipergunakan dalam penelitian hanya berupa biaya upah
tukang/ pekerja.
3. Setiap kegiatan untuk melakukan pembangunan gedung berlangsung dalam keadaan
cuaca yang baik.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis membuat tulisan ini adalah untuk mengetahui kapan proyek akan
selesai dan berapa biaya optimum setelah dilakukan percepatan (crashing) dari sebuah
jaringan kerja.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kapan proyek dapat diselesaikan secara
keseluruhan dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek tersebut.
1.6 Tinjauan Pustaka
Santosa, Budi, 2003. Dalam buku ini dijelaskan hubungan waktu dan biaya pada keadaan normal dan crash sehingga umur proyek dapat dipersingkat dengan
penambahan sumber daya tenaga kerja, peralatan, modal untuk kegiatan-kegiatan
tertentu (crashing).
Biaya
Waktu A B
Waktu Normal Biaya
Normal
Titik Normal
Biaya untuk waktu dipercepat
Waktu Dipercepat
Titik Dipercepat
Siagian P., 1987. Dalam buku ini dikatakan bahwa dalam diagram kerja mempunyai dua peranan yakni, sebagai alat perencanaan proyek dan sebagai ilustrasi
secara grafik dari kegiatan-kegiatan suatu proyek. Oleh karena itu, jaringan kerja harus
mampu memberikan gambaran tentang hubungan antara komponen-komponen kegiatan
secara keseluruhan, serta arus operasi yang dijalankan sejak awal sampai berakhirnya
suatu proyek.
Siswojo, 1981. Dalam buku ini dikatakan bahwa dengan menggunakan crash schedule, tentu saja biayanya akan jauh lebih besar dibandingkan dengan normal
schedule. Dalam crash schedule akan dipilih kegiatan-kegiatan kritis dengan tingkat
kemiringan terkecil untuk mempercepat pelaksanaannya. Langkah ini dilakukan sampai
seluruh kegiatan mencapai nilai crash time-nya. Perhitungan yang dilakukan untuk
menentukan sudut kemiringan (waktu dan biaya suatu kegiatan) atau lebih dikenal
dengan slope adalah:
Biaya Dipercepat – Biaya Normal Slope Biaya =
Waktu Normal – Waktu Dipercepat
Soeharto, Iman, 1995. Dalam buku ini ditinjau cara mencari jalur kritis dengan perhitungan maju. Dimana dapat diilustrasikan pada gambar berikut :
1
B
3 2 A
3 2
0 0
C
D
E
F
G
H 2
4
3
4
5
2 d1
4
5
6 7
2 4
3 8
13 15
15 13
8 4 2
4
Keterangan :
ES LF
: Node menyatakan suatu kejadian atau peristiwa.
• ES (Earliest Start Time) adalah waktu mulai paling awal kegiatan
• LF (Latest Allowable Finish Time) adalah waktu paling akhir
kegiatan boleh selesai tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
: Arrow menyatakan kegiatan.
: Dummy menyatakan kegiatan semu.
: Jalur kritis
Dimana dalam perhitungan maju, waktu terpanjang dalam rangkaian kegiatan
adalah jalur kritis. Yang mana jika jalur kritis diperlambat, maka akan memperlambat
kegiatan proyek keseluruhan.
Starr, Martin K, 2002, dalam buku ini dijelaskan pengambilan waktu percepatan (crash) yang optimal dengan pendekatan program linear.
Jika xi = waktu untuk kejadian i
j
x = waktu untuk kejadian j
m
x = waktu untuk kejadian pada simpul terakhir
( )
mij
t = waktu normal untuk aktivitas i→ j
ij
tc = waktu crashing aktivitas i→ j
ij
τ = kemungkinan maksimum pengurangan waktu untuk
aktivitas i→ j karena crashing maksimum
ij
C = biaya untuk aktivitas normal i→ j
ij
Cc = biaya untuk aktivitas i→ j dengan crashing
ij
Model umum program linear untuk jaringan ini adalah
Min Z = Smτm
Untuk kendala yang menjelaskan struktur jaringan, dimulai dari event i dengan asumsi
bahwa xi=0
Untuk event berikutnya
i A A
j t x
x ≥ −τ +
j B B
k t x
x ≥ −τ +
. . .
1
−
+ −
≥ Z Z m
m t x
x τ
Selanjutnya dengan dengan menggunakan metode simpleks dapat diperoleh jawaban
optimalnya.
Taylor III, Bernard W, 2001, dalam buku ini dijelaskan pendekatan program linear terhadap jaringan kerja. Dimana jaringan kerja dapat dimodelkan kedalam bentuk
program linear.
Jika kita menganggap xm adalah waktu kejadian simpul terakhir dalam jaringan tersebut
diatas, ditunjuk pada simpul m, maka fungsi objektif dapat dinyatakan sebagai
Minimum Z=xm
Selanjutnya kita mengembangkan hambatan model tersebut. Maka kita menentukan
waktu untuk aktifitas i→ j sebagai tij. Kumpulan hambatan yang menyatakan kondisi
ini adalah
ij i
j x t
x − ≥
Maka model umum program linear untuk jaringan ini dapat dirangkum sebagai
Minimum Z=xm
Ditujukan
ij i
j x t
x − ≥ untuk seluruh aktivitas i→ j
0 , j≥
i x
Diketahui
i
x = waktu kejadian pada simpul i
j
x = waktu kejadian pada simpul j
ij
t = waktu aktifitas i→ j
m = simpul terakhir dalam jaringan
1.7 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi literatur dan studi kasus, yang akan
dilakukan sebagai berikut :
1. Pengambilan data
Data yang diambil adalah :
a. Jadwal kegiatan pembangunan gedung STMIK Kristen Neumann Indonesia
b. Biaya untuk upah tukang/pekerja
2. Pengolahan data
Data yang diperoleh nantinya akan diolah untuk
a. Membuat tabel logika ketergantungan kegiatan proyek
b. Membuat diagram jaringan kerja
c. Penentuan jalur kritis
d. Penentuan waktu crashing optimal
e. Pendekatan Linear programming untuk penentuan biaya yang optimum
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analisa Jaringan Kerja
Metode jaringan kerja diperkenalkan menjelang decade 50-an, oleh satu tim engineer
dan ahli matematika dari perusahaan Du Pont bekerja sama dengan Rand Corporation,
dalam usaha mengembangkan sistem kontrol manajemen. Sistem ini dimaksudkan
untuk merencanakan dan mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki
hubungan ketergantungan yang kompleks dalam masalah desain, engineering,
konstruksi dan pemeliharaan. Usaha-usaha ditekankan untuk mencari metode yang
dapat meminimalkan biaya, dalam hubungannya dengan kurun waktu penyelesaian
suatu kegiatan.
Jaringan kerja dapat didefenisikan sebagai kumpulan dari kejadian-kejadian
dan kegiatan-kegiatan yang menggambarkan tinjauan waktu dari susunan proyek.
Jaringan kerja muncul pada sejumlah perencanaan dan dalam berbagai bidang.
Perencanaan jaringan kerja merupakan suatu alat manajemen yang memungkinkan
dapat lebih luas dan lebih lengkap untuk perencanaan dan pengawasan suatu proyek.
Dalam banyak situasi, manager bertanggung jawab untuk perencanaan dan
menjadwalkan dan mengendalikan proyek yang terdiri dari berbagai pekerjaan atau
aktivitas terpisah yang dilakukan oleh berbagai departemen dan individu. Dalam hal
ini manager harus mengadakan pendekatan secara kuantitatif dalam pengambilan
suatu keputusan. Cara ini penting sekali digunakan oleh manager yang bertanggung
jawab atas bidang engineering, production, administration, dan penelitian operasional.
Penerapan pengambilan keputusan secara pendekatan kuantitatif dalam berbagai
bidang pada kenyataannya prosedurnya tidaklah begitu kompleks. Oleh karena cara
ini dapat dianalisa secara sistematis dan sederhana dengan menggunakan metode
Teknik jaringan kerja menunjukkan manfaat nyata bila digunakan membantu
atau melengkapi perencanaan dan pengendalian proyek baru. Sedangkan untuk proyek
yang sedang berjalan penerapan analisa jaringan kerja akan terkait pada persyaratan
atau ketentuan semula yang ditetapkan atau yang sedang berjalan.
Penggambaran jaringan kerja merupakan suatu teknik jaringan kerja yang
digunakan secara luas untuk masalah-masalah seperti produksi, distribusi,
perencanaan proyek, perencanaan keuangan dan lain sebagainya. Sesungguhnya
penggambaran jaringan kerja menyediakan bantuan secara visual dan konseptual yang
sangat berharga dalam menggambarkan hubungan antara komponen-komponen dalam
suatu sistem. Hal ini sangat bermanfaat bagi para pengambil keputusan.
Menggambarkan jaringan kerja dari tiap awal kegiatan sangat bermanfaat
untuk mempermudah pengawasan serta pengumpulan, penetapan dan penganalisaan
informasi yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sehingga keputusan-keputusan
dalam pemilihan alternatif dengan mudah dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan
proyek. Didalam penyusunan perencanaan suatu jaringan kerja suatu proyek, harus
ada logika ketergantungan dari suatu kegiatan dengan kegiatan yang lain, serta
menggunakan simbol-simbol kegiatan maupun simbol-simbol peristiwa. Dengan
demikian diharapkan teori jaringan kerja dapat mengatur rangkaian dari
kegiatan-kegiatan, sehingga benar-benar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pemakaian analisa jaringan kerja dalam suatu proyek dimaksudkan untuk
mengkoordinir semua unsur proyek kedalam suatu rencana utama, dengan
menciptakan suatu modal kerja untuk melengkapi proyek sehingga diperoleh waktu
terbaik melakukan pekerjaan atau kegiatan, penekanan biaya, pengurangan resiko,
penggunaan sumber-sumber secara efektif dan efisien, mendapatkan atau
mengembangkan schedule yang optimum, memudahkan revisi atau perbaikan
terhadap penyimpangan yang terjadi.
Jadi, kunci keberhasilan pendekatan jaringan kerja untuk menyelesaikan suatu
suatu model jaringan. Dengan demikian permasalahan yang kompleks dapat
diselesaikan lebih sederhana dan lebih sistematis.
2.2 Sistematika Menyusun Jaringan Kerja
Sistematika lengkap dari proses menyusun jaringan kerja adalah sebagai berikut :
1. Langkah Pertama
Mengkaji dan mengidentifikasi lingkup proyek, menguraikan atau
memecahkannya menjadi kegiatan-kegiatan atau kelompok kegiatan yang
merupakan komponen proyek. Pengkajian yang dimaksud adalah untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan apa yang merupakan bagian atau komponen dari
proyek yang bisa dibedakan satu sama lain.
2. Langkah kedua
Menyusun kembali komponen-komponen tersebut pada butir pertama, menjadi
mata rantai dengan urutan yang sesuai dengan logika ketergantungan. Urutan ini
dapat berbentuk pararel atau seri. Menyusun urutan ketergantungan dituntut
berpikir secara analitis, sehingga akan diperoleh urutan yang benar-benar dapat
mempermudah permasalahan.
3. Langkah ketiga
Memberikan perkiraan kurun waktu bagi masing-masing kegiatan yang dihasilkan
dari penguraian lingkup proyek. Dengan memasukkan unsur kurun waktu ke
analisis jaringan kerja, berarti perencanaan telah memasuki taraf yang lebih
spesifik, yaitu membuat jadwal kegiatan proyek.
4. Langkah keempat
Mengidentifikasi jalur kritis (critical path) pada jaringan kerja. Jalur kritis adalah
jalur yang terdiri dari rangkaian kegiatan dari lingkup proyek, yang bila terlambat
akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Masalah jalur kritis
akan penulis sajikan pada sub bab dalam bagian ini secara lengkap.
5. langkah kelima
Bila semua langkah-langkah diatas diselesaikan, dilanjutkan dengan usaha-usaha
meningkatkan daya guna dan hasil guna pemakaian sumber daya, yang meliputi
a. menentukan jadwal yang paling ekonomis
b. meminimalkan fluktuasi pemakaian sumber daya
Setelah tersusun rencana dan jadwal proyek yang cukup realistik, kemudian
dapat dipakai diantaranya sebagai tolak ukur atau alat pembanding dalam kegiatan
pengendalian pada tahap inplementasi fisik, yaitu dengan memperbandingkan antara
perencanaan atau jadwal dengan hasil pelaksanaan nyata dilapangan.
2.3 Diagram Jaringan kerja
Diagram jaringan kerja merupakan logika model yang menggambarkan hubungan
antara masing-masing kegiatan dan menjelaskan arus dari operasi sejak awal hingga
selesainya kegiatan-kegiatan proyek.
Diagram jaringan kerja mempunyai dua peranan. Yakni, pertama sebagai alat
perencanaan proyek dan yang kedua sebagai ilustrasi secara grafik dari
kegiatan-kegiatan suatu proyek. Oleh karena itu diagram suatu jaringan kerja harus mampu
memberi gambaran tentang dimulainya dari awal kegiatan sampai diselesaikannya
kegiatan tersebut.
Untuk itu diagram jaringan kerja memerlukan beberapa lambang khusus untuk
memberikan keterangan yang jelas tentang suatu proyek, yaitu :
1. Anak panah (arrow) menyatakan kegiatan dengan ketentuan bahwa
panjang dan arah panah tidak mempunyai arti khusus. Pangkal dan
ujung panah menerangkan kegiatan mulai dan berakhir dengan arah
kekanan (positif). Kegiatan harus berlangsung terus dalam jangka
waktu tertentu (duration) dengan pemakaian sejumlah sumber seperti
manusia, alat, bahan dan dana. Pada umumnya kegiatan diberikan
huruf kode huruf besar A, B, C, dan seterusnya.
2. Lingkaran kecil atau node menyatakan suatu kejadian atau peristiwa.
1
2
3 4
1
3
4
2 5
kegiatan. Umumnya kegiatan diberi kode dengan angka 1, 2, 3, dan
seterusnya yang disebut dengan nomor kejadian.
3. Anak panah terputus-putus menyatakan kegiatan semu atau dummy.
Dummy sebagai pemberitahuan bahwa terjadi perpindahan dari satu
kejadian ke kejadian yang lain pada saat yang sama. Oleh karena itu
dummy tidak memerlukan waktu dan tidak menghabiskan sumber.
Panjang dan arah dummy tidak mempunyai arti khusus.
Untuk menyatakan saling ketergantungan logika dari kegiatan-kegiatan
berikut ini dijelaskan beberapa ketentuan sebagai berikut :
A B
1. 1 2 3 : Kegiatan B hanya dapat dimulai setelah kegiatan A
selesai. Perlu diperhatikan bahwa kejadian merupakan
awal dan akhir suatu kegiatan. Jadi kegiatan B mulai
pada dimana kejadian A berakhir.
1. kegiatan C hanya dapat dimulai setelah kegiatan A dan selesai. Kegiatan A dan B
boleh berlangsung bersama-sama ; A dan B berakhir pada kegiatan yang sama.
A C
B
3. kegiatan C dan D dapat dimulai setelah kegiatan A dan B berakhir, dan selesai
pada kejadian yang berbeda.
A C
1
2
3 4
1
2
3
4 5
1
2
5 3
6 4
1
2
3 4
4. Dalam diagram ini (a), (b), (c) terdapat dua kejadian yang saling bergantungan
tanpa dihubungkan dengan kegiatan, tapi dihubungkan dengan dummy.
A A
B C
C
B D
(a) (b)
(c)
5.
A
C
B
Dalam hal terdapat kejadian menyatu (merge event) seperti ini maka ada dua
pertimbangan yaitu :
a. Kegiatan C tergantung pada selesainya seluruh kegiatan A dan B.
b. Kegiatan C tergantung pada selesainya kegiatan A dan sebagian kegiatan B
atau sebaliknya. Dalam hal seperti ini rangkaian kegiatan dapat disusun dalam
1
2
5 3
6 4
1
2
5 3
6 4
1
2
4 3
1
2
5 3
4
A C
B1 B
A
2
Atau
1 A
A
B C
7. Dalam suatu jaringan kerja tidak boleh terjadi suatu loop atau arus putar, misalnya
2
B C
6. Bila ada dua kegiatan berbeda yang mulai pada kejadian yang sama dan berakhir
pada kejadian yang sama pula, maka pekerjaan tersebut tidak boleh dibuat
berimpit, misalnya
A D
B
C
8. Nomor kejadian terkecil adalah nomor dari kejadian awal dan nomor kejadian
terbesar adalah nomor kejadian akhir. Nomor kejadian ditulis di dalam lingkaran
kejadian.
9. Tiap kegiatan diberi kode berupa huruf besar juga diberi kode dengan simbol (i, j)
; i menyatakan nomor kejadian awal kegiatan dan j menyatakan nomor kejadian
2.4 Menyusun Urutan Kegiatan
Menyusun urutan kegiatan atau hubungan kegiatan yang satu dengan yang lain dalam
proses pembuatan jaringan kerja, didasarkan atas logika ketergantungan. Hal ini
merupakan salah satu aturan dasar dalam menyusun jaringan kerja. Ketergantungan
ini dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu :
a. Ketergantungan Alamiah
Sebagian besar ketergantungan disebabkan oleh sifat kegiatan itu sendiri. Misalnya
kasus untuk pendirian sebuah rumah. Kegiatan untuk menaikkan atap belum dapat
dilakukan sebelum pekerjaan mendirikan tiang penyangga diselesaikan.
Ketergantungan demikian disebut ketergantungan alamiah, karena meskipun
seandainya tersedia cukup tenaga atau sumber daya lain, tetapi tiang belum berdiri dan
siap menyangga atap, maka pelaksanaan pekerjaan menaikkan atap belum dapat
dimulai.
b. Ketergantungan Sumber Daya
Jenis lain dari ketergantungan adalah ketergantungan sumber daya. Sebagai contoh
pekerjaan membuat pondasi tidak dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan
pekerjaan pabrikasi tiang atau kerangka atap, karena kurangnya tenaga kerja, sehingga
harus dilakukan secara berurutab atau seri. Dalam contoh ini ketergantungan tersebut
disebabkan oleh terbatasnya dana atau sumber daya.
Menyusun jaringan kerja pada awalnya hendaknya didasarkan atas
ketergantungan alamiah. Pada taraf selanjutnya nanti bila sampai pada analisa
keperluan sumber daya, mungkin penyesuaian atau revisi dilakukan.
Usaha menyusun urutan kegiatan yang mengikuti logika ketergantungan akan
dipermudah dengan menjawab pertanyaan berikut :
• Kegiatan apa yang dimulai terlebih dahulu
• Mana kegiatan berikutnya yang akan dilakukan
• Adakah kegiatan-kegiatan yang berlangsung sejajar
Contoh 1
Sebagai gambaran dalam menyusun komponen-komponen kegiatan proyek menjadi
jaringan kerja, berikut ini adalah contoh proyek pembangunan gudang kerangka besi,
seperti yang terdapat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. Proyek Pembangunan Gudang kerangka besi Kegiatan
Keterangan
Kegiatan
Yang
Mendahului
i j
(1) (2) (3) (4)
1
2
3
4
5
6
A
B
C
D
E
F
Membuat gambar desain
Membeli material
Menyiapkan lahan
Pabrikasi (tiang dan atap)
Membuat pondasi
Mendirikan bangunan
A
A
B
C
B,C
Proyek dipecah menjadi 6 komponen pekerjaan dan ditentukan urutannya.
Pada langkah ini, yang diberi perhatian hanyalah menyusun kegiatan-kegiatan tersebut
berdasarkan hubungan ketergantungan, sedangkan hal-hal lain akan ditinjau pada
tahap berikutnya. Terlihat bahwa kegiatan pembelian material (B) harus menunggu
selesainya pembuatan gambar desain (A), karena sebelum desain diselesaikan belum
diketahui jumlah maupun macam material secara tepat. Demikian pula halnya dengan
pekerjaan menyiapkan lahan (C) harus menunggu sampai gambar desain selesai untuk
mengetahui misalnya berapa ukuran penggalian tanah untuk pondasi yang harus
disiapkan. Dari analisis diketahui bahwa kegiatan pembelian material (B) dapat
dilakukan bersamaan waktunya dengan kegiatan menyiapkan lahan (C). Selanjutnya
mudah dimengerti bahwa pekerjaan pabrikasi (3-5) harus menunggu tersedianya
material. Sedangkan mengecor pondasi (4-5) menunggu selesainya menyiapkan lahan
(C). Pekerjaan mendirikan bangunan (F) baru dapat dimulai bila dua pekerjaan yang
1 3 4 2 2
2
telah dikerjakan (D). Bila kegiatan-kegiatan diatas disusun dalam diagram jaringan
kerja kan terlihat seperti pada gambar 2.3 dibawah ini :
A B D F
C E
Gambar 2.1. Jaringan Kerja Proyek Pembangunan Kerangka besi
2.5 Metode yang Digunakan
Pengolahan proyek berskala besar membutuhkan suatu perencanaan, penjadwalan dan
koordinasi sejumlah kegiatan yang saling berkaitan. Untuk membantu tugas ini, suatu
prosedur formal yang didasarkan pada penggunaan jaringan kerja dan teknik jaringan
kerja telah dikembangkan sejak akhir tahun 1950 – an. Beberapa teknik berdasarkan
analisa jaringan kerja yang sudah berkembang luas diantaranya yang paling terkenal
adalah metode lintasan kritis dan teknik penilaian dan peninjauan program serta
beberapa modifikasi lain untuk keperluan khusus. Teknik-teknik ini pada umumnya
bertujuan menguraikan dan menentukan hubungan antara berbagai kegiatan dalam
perencanaan proyek secara menyeluruh untuk merencanakan dan pengendalian
proyek.
Dalam tulisan ini penulis menggunakan teknik analisa jaringan kerja yaitu
CPM (Critical Path Metod). Untuk lebih jelasnya, CPM akan penulis terangkan dalam
sub bab berikut ini.
2.5.1 CPM (Critical Path Method)
Metode CPM adalah metode yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan
proyek, merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan diantara sistem lain yang
memakai prinsip pembentukan jaringan kerja. Metode CPM sering dipergunakan pada
jembatan layang dan lain-lain. Metode CPM lebih menitikberatkan pada persoalan
keseimbangan antara biaya dan waktu penyelesaian.
Jika dalam suatu proyek, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya
dapat diperkirakan terlebih dahulu dan biaya-biaya proyek dapat dihitung sejak
semula, maka dengan mempergunakan metode CPM pelaksanaan proyek akan lebih
terarah dan sistematis. Dalam pelaksanaan proyek dengan menggunakan metode CPM
dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen
kegiatan, dengan total jumlah waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu
penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan
kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai kegiatan terakhir proyek. Makna jalur
kritis penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada jalur terletak kegiatan-kegiatan
yang bila pelaksanaannya terlambat maka akan menyebabkan keterlambatan proyek
secara keseluruhan. Maka perlu adanya perhatian penuh pada jalur kritis tersebut,
karena cepat lambatnya suatu proyek selesai terletak pada jalur kritis.
Dalam metode CPM digunakan dua buah perkiraan waktu untuk setiap
kegiatan yang terdapat pada jaringan kerja yakni:
a. Perkiraan Normal (Normal Estimates)
Perkiraan normal adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan aktivitas
proyek jika proses pelaksanaannya berjalan normal.
b. Perkiraan Cepat.
Perkiraan cepat adalah waktu yang dibutuhkan oleh proyek yang
sesingkat-singkatnya untuk penyelesaian proyek tanpa memperhitungkan biaya.
A. Terminologi dan Defenisi
Dalam proses identifikasi jalur kritis, dikenal beberapa terminology dan defenisi
sebagai berikut :
a. ES (Earliest Start Time)
Earliest Start time adalah waktu mulai paling awal suatu kegiatan. Bila waktu
kegiatan dinyatakan atau berlangsung dalam jam, maka waktu ini adalah jam
b. EF (Earliest Finish Time)
Earliest Finish Time adalah waktu selesai paling awal suatu kegiatan.
c. LS (Lates Allowable Start Time)
Lates Allowable Start Time adalah waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai
tanpa memperlambat penyelesaian proyek secara keseluruhan.
d. LF (Latest Allowable Finish Time)
Latest Allowable Finish Time adalah waktu paling akhir kegiatan boleh selesai
tanpa memperlambat penyelesaian proyek.
e. Duration
Duration adalah waktu kegiatan, umumnya dengan satuan hari, minggu, bulan, dan
lain-lain.
B. Pengertian Slack
Slack didefenisikan sebagai panjang waktu suatu aktivitas dapat ditunda tanpa
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek. Jumlah
waktu slack untuk setiap aktivitas dapat dihitung sebagai berikut :
Slack = LS – ES = LF – EF………...(2.1)
Pada perencanaan dan penyusunan jadwal proyek, arti penting daripada slack
adalah menunjukkan jumlah waktu yang diperkenankan suatu kegiatan boleh ditunda,
tanpa mempengaruhi jadwal penyelesaian proyek secara keseluruhan. Jumlah waktu
tersebut sama dengan waktu yang didapat bila semua kegiatan terlebih dahulu dimulai
Berikut ini ditunjukkan posisi dan hubungan slack dan parameter-parameter
yang lain.
ES (i,j) Kegiatan A EF (i,j)
slack slack
kegiatan A
LS (i,j) LF (i,j)
D (i,j)
E (i) E (j) L (j)
Gambar 2.2 Posisi dan hubungan antara ES, LS, LF, EF, D dan Slack
Dari gambar diatas terlihat bahwa slack dapat berada dibagian awal mulainya
kegiatan (ES) atau di ujung waktu penyelesaian paling akhir (LS), bahkan dapat
dipecah-pecah sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam batas L (j) dan E (i).
Bagi pengelola proyek memahami pengertian diatas akan sangat berguna,
terutama untuk memecahkan masalah pemerataan sumber daya (resource leveling).
C. Perhitungan Maju (Forward Pass)
Dalam mengidentifikasi jalur kritis dipakai suatu cara yang disebut hitungan maju.
Hitungan maju dimulai dari kiri kekanan sampai kegiatan terakhir, atau dengan kata
lain dimulai dari kegiatan paling awal kegiatan sampai pada kegiatan yang terakhir.
Tujuan dari forward pass adalah menghitung earliest start time dan earliest finish time
untuk setiap aktivitas dalam suatu proyek. Forward pass kemudian dikerjakan dengan
anggapan bahwa aktivitas mulai secepat mungkin yaitu setelah aktivitas-aktivitas yang
[image:32.595.204.417.127.331.2]Adapun langkah-langkah forward pass adalah :
a. Tentukan ESi = 0 untuk kejadian paling awal dari suatu jaringan kerja. Hal ini
logis sebab belum ada kegiatan yang sudah dikerjakan, artinya kegiatan pertama
baru akan dimulai.
b. Aturan selanjutnya adalah menghitung :
j
ES = maks
{
ESi +Dij}
dan untuk semua kegiatan( )
i,j . Agar dapat menghitungj
ES untuk kejadian j, semua ESi harus dihitung terlebih dahulu.
D. Perhitungan Mundur (Backward Pass)
Selain perhitungan maju, akan digunakan perhitungan mundur untuk mengidentifikasi
jalur kritis. Perhitungan mundur bergerak dari kanan ke kiri, atau dengan kata lain dari
kegiatan paling terakhir sampai kegiatan paling awal. Tujuan dari backward pass
adalah untuk menghitung latest alloweable start time dan finish time untuk setiap
kegiatan.
Adapun langkah-langkah untuk menghitung backward pass adalah:
a. Tentukan harga LF untuk kejadian yang terakhir yang besarnya sama dengan ES
pada kejadian tersebut, dimana LFi=ESi.
b. Aturan selanjutnya adalah menghitung:
{
i ij}
i LF D
LF =min − untuk semua kegiatan
( )
i, j .2.5.1.1 Cara Menghitung Jalur Kritis
Untuk menentukan jalur kritis, harus dilakukan dua macam perhitungan yaitu
perhitungan maju (forward pass) dan perhitungan mundur (backward pass). Untuk
lebih memahami cara menghitung jalur kritis dengan menggunakan perhitungan maju
dan perhitungan mundur yang telah dijelaskan diatas, berikut akan diberikan
gambaran suatu kegiatan yang telah dibuat kedalam suatu jaringan kerja. Dari jaringan
1 0 0
A
12
B 8
C
4
D
12
E 4 F 4
G
4 d1
2
3
4 12
12
20 20
20 20
24
32 32
36 36
5
6 7
28
Gambar 2.3 Pembentukan Jalur Kritis
2.5.1.1.1 Cara forward pass
i
ES = 0 dimana kejadian pertama kali belum ada kegiatan, baru akan dimulai.
ij
D = lamanya waktu yang diperlukan kegiatan
( )
i, jj
ES = maks
{
ESi+Dij}
Perhatikan gambar 2.2. diatas, hanya ada satu kegiatan yang mulai dari node 1
menuju ke 2 yaitu kegiatan A. Dimana ES1 = 0, oleh karena itu hanya ada satu
kegiatan saja dari node 1, yaitu kegiatan A dan DA = 3, maka
2
ES =
{
ES1+D12}
=
{
0+12}
= 12
Nilai ini dimasukkan dalam bujur sangkar diatas node 2. Event berikutnya
adalah event 3 (perhatikan event 4 belum bisa dihitung, sebab untuk menghitung
diperlukan nilai ES3 yang harus dihitung terlebih dahulu.
3
ES =
{
ES2+D23}
=
{
12+8}
= 20
[image:34.595.138.494.86.254.2]Sekarang ES4 baru bisa dihitung sebab ada dua kegiatan yang menuju
ke-node 4 yaitu kegiatan B dan C.
4
ES =
{
i ij}
i ES D
maks +
=2,3
= maks
{
ES2+D34,ES3+D24}
= maks
{
20+0,12+4}
= maks
{
20,16}
= 20
(nilai ini dimasukkan kedalam node 4).
5
ES =
{
ESi+Dij}
=
{
ES4+D45}
=
{
20+4}
= 24
(nilai ini dimasukkan kedalam node 5).
6
ES =
{
i ij}
i ES D
maks +
=4,5
= maks
{
ES4+D46,ES5+D56}
= maks
{
20+12,24+4}
= maks
{
32,28}
= 32
(nilai ini dimasukkan kedalam node 6).
7
ES =
{
ESi+Dij}
=
{
32+4}
= 36
Perhitungan dengan forward pass sudah selesai, semua waktu paling awal
2.5.1.1.2. Cara Backward pass
Berikut ini adalah menghitung waktu penyelesaian paling akhir dengan cara sebagai
berikut :
{
j ij}
j
i LF D
LF =min − , untuk semua kegiatan
( )
i, jSemua nilai LFi kemudian dimasukkan dalam masing masing node.
36
7 7 =ES =
LF
6
LF =
{
LF7−D67}
=
{
36−4}
= 32
5
LF =
{
LFj −Dij}
=
{
LF6−D56}
=
{
32−4}
= 28
4
LF =
{
j ij}
i=5,6 LF −D
min
= min
{
LF6−D46,LF5−D45}
= min
{
32−12,28−4}
= min
{
20,24}
= 20
3
LF =
{
LF4−D34}
=
{
20−0}
= 20
2
LF = min
{
LF3−D23,LF4−D24}
= min
{
20−8,20−4}
= min
{
12,16}
= 12
1
LF =
{
LF2−D12}
=
{
12−12}
Setelah semua nilai ES dan LF sudah dihitung untuk semua node, maka suatu
kegiatan
( )
i, j dikatakan terletak pada jalur kritis dan merupakan kegiatan kritisjikalau memenuhi syarat berikut :
I. ESi=LFi
II. ESj =LFj
III. ESj −ESi=LFj−LFi=Dij...(2.2)
Dengan menggunakan syarat diatas, ternyata kegiatan atau aktivitas (1,2),
(2,3), (3,4), (4,6) dan (6,7) merupakan kegiatan-kegiatan kritis. Ini merupakan waktu
yang paling pendek atau paling cepat penyelesaian proyek tersebut, dimana jumlah
waktu yang diperlukan
= D12+D23+D34+D46+D67
= 12 + 8 + 0 + 12 + 4
= 36
Yaitu sebesar LF6 yaitu waktu penyelesaian paling akhir atau paling lambat.
Perhatikan : kegiatan (2,4), (4,5) dan (5,6) memenuhi syarat I dan II tetapi tidak
memenuhi syarat III, jadi tidak merupakan jalur kritis. Jalur kritis
selain memenuhi syarat I, II, dan III juga harus membentang
(membentuk mata rantai) dari node awal sampai dengan node yang
terakhir.
2.5.2 Metode Simpleks
Metode simpleks untuk penyelesaian persoalan optimasi menggunakan tabel
terstruktur pengolahan data dengan algoritma khusus penyusunan tabel-tabel optimasi
sebagai penjabaran dari langkah-langkah eliminasi Gauss-Jordan dan subtitusi yang
digunakan pada teknik program linear.
Tabel simpleks terdiri dari baris dan kolom yang memuat simbol dan nilai
koevisien dari variabel-variabel yang digunakan pada fungsi tujuan dan
Tabel 2.2. Bentuk umum tabel Simpleks
Cj C1 C2 ... Cn
Variabel basis
Harga basis
X1 X2 ... X Jawab
basis
n
XB1 CB1 a11 a12 ... a1n b1
XB2 CB2 a21 a22 ... a2n b2
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . XBm CBm am1 am2 ... amn bm
Cj-Zj C1-Z1 C2-Z2 ... Cn-Zn fm
2.6 Model Linear Programming
Sebagai langkah awal dalam merumuskan model program linier, harus terlebih dahulu
ditentukan variabel-variabel keputusan. Penandaan suatu aktivitas dengan angka node
awal dan akhirnya, maka suatu aktivitas yang dimulai pada node 1 dan berakhir pada
node 2 disebut sebagai aktivitas 1→2. Penandaan seperti ini akan digunakan sebagai
penandaan yang sama untuk menentukan variabel-variabel keputusan dari program
linear. Untuk aktivitas i→j, waktu untuk kejadian i akan sebesar xi, dan waktu
untuk kejadian j akan sebesar xj.
Tujuan dari jaringan proyek adalah untuk menentukan waktu tercepat suatu
proyek dapat diselesaikan (waktu garis edar kritis). Waktu garis edar kritis merupakan
waktu tercepat kejadian node terakhir. Jika xm adalah waktu tercepat kejadian node
terakhir dalam jaringan kerja, ditunjuk pada node m, maka fungsi objektif dapat
dinyatakan sebagai :
Selanjutnya dapat dikembangkan hambatan model tersebut. Pertama,
menentukan waktu aktivitas i→j sebagai tij, dimana perbedaan antara waktu
kejadian pada node j dan waktu kejadian pada node i harus paling tidak sama
dengan waktu aktivitas tij. Sebuah kumpulan hambatan yang menyatakan kondisi
adalah :
ij i
j x t
x − ≥
Model umum program linear untuk perumusan jaringan CPM ini dapat
dirangkum sebagai
Minimum Z=xm
Dengan kendala
ij i
j x t
x − ≥ untuk seluruh aktivitas i→j
0 , j≥
i x
x
Diketahui
i
x = waktu kejadian pada node i
j
x = waktu kejadian pada node j
ij
t = waktu aktivitas i→j
m = node terakhir dalam jaringan
Solusi untuk model program linear ini akan mengindikasikan waku tercepat kejadian
setiap simpul dalam jaringan serta lamanya waktu proyek tersebut.
2.7 Penentuan Biaya Dalam CPM
Selain CPM dapat digunakan untuk menentukan waktu paling cepat sebuah proyek
dapat terselesaikan dan mengidentifikasi waktu kelonggaran (Slack) paling lambat
sebuah kegiatan dapat dimulai tanpa menghambat jadwal proyek keseluruhan, metode
ini juga mampu melakukan analisis terhadap sumber daya yang dipakai dalam proyek
(biaya) agar jadwal yang dihasilkan akan jauh lebih optimal dan ekonomis.
Suatu proyek menggambarkan hubungan antara waktu terhadap biaya. Perlu
pembelian material dan peralatan) tanpa memasukkan biaya tidak langsung seperti
biaya administrasi, dan lain-lain. Adapun istilah-istilah dari hubungan antara waktu
penyelesaian proyek dengan biaya yang dikeluarkan adalah sebagai berikut:
1. Waktu Normal
Adalah waktu yang diperlukan bagi sebuah proyek untuk melakukan rangkaian
kegiatan sampai selesai tanpa ada pertimbangan terhadap penggunaan sumber
daya.
2. Biaya Normal
Adalah biaya langsung yang dikeluarkan selama penyelesaian kegiatan-kegiatan
proyek sesuai dengan waktu normalnya.
3. Waktu Dipercepat
Waktu dipercepat atau lebih dikenal dengan Crash Time adalah waktu paling
singkat untuk menyelesaikan seluruh kegiatan yang secara teknis pelaksanaannnya
masing mungkin dilakukan. Dalam hal ini penggunaan sumber daya bukan
hambatan.
4. Biaya untuk Waktu Dipercepat
Atau Crash Cost merupakan biaya langsung yang dikeluarkan untuk
menyelesaikan kegiatan dengan waktu yang dipercepat.
2.8. Waktu Aktivitas Crashing
Waktu yang sudah dicapai dalam penjadwalan suatu proyek merupakan waktu normal.
Namun waktu normal ini masih dapat diperpendek lagi guna mencapai waktu
penyelesaian yang paling singkat. Usaha untuk memperpendek waktu aktivitas ini
disebut Crashing. Untuk mencapai waktu crashing ini biasanya akan menambah
sumber daya seperti tenaga kerja dan lembur, sehingga akan memperbanyak biaya
proyek. Semakin cepat suatu proyek selesai maka semakin banyak biaya yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tersebut. Oleh karena penambahan sumber
perlu mengidentifikasi aktivitas yang paling sedikit biayanya untuk dicrash dan
kemudian meng-crash aktivitas itu hanya sejumlah yang diperlukan untuk memenuhi
waktu penyelesaian proyek yang diinginkan.
Untuk menentukan dimana dan berapa banyak crash waktu aktivitas, maka
diperlukan informasi mengenai berapa banyak setiap aktivitas dapat dicrash dan
berapa banyak biaya proses crashing itu.
Untuk mendapatkan informasi ini, maka perlu mengistemasi biaya aktivitas di
bawah waktu normal, mengistemasi waktu untuk menyelesaikan aktivitas itu dengan
crashing maksimum.
Tujuan pokok untuk mempercepat waktu penyelesaian adalah memperpendek
waktu penyelesaian proyek dengan kenaikan biaya yang seminimal mungkin. Proses
mempercepat waktu penyelesaian proyek dinamakan Crash Program. Akan tetapi,
terdapat batas waktu percepatan (crash time) yaitu suatu batas dimana dilakukan
pengurangan waktu melewati batas waktu ini akan tidak efektif lagi.
Anggaplah tij = waktu normal untuk aktivitas i→ j
ij
tc = waktu untuk aktivitas i→ j dengan crashing masksimum
ij
τ = kemungkinan maksimum pengurangan waktu untuk
aktivitas i→ j karena crashing maksimum
Dengan tij dan tcij diketahui, maka τij dapat dihitung sebagai berikut :
ij
τ = tij - tcij...(2.4)
Berikut jika dianggap :
Cij = menyatakan biaya untuk aktivitas i→ j dalam waktu normal.
ij
Cc = menyatakan biaya dengan aktivitas i→ j dengan
Jadi berdasarkan waktu per unit, biaya crashing
( )
Sij untuk setiap aktivitasadalah :
ij
S =
ij ij
ij C
Cc
τ −
...(2.5)
Biaya
Waktu A B
Waktu Normal Biaya
Normal
Titik Normal
Biaya untuk waktu dipercepat
Waktu Dipercepat
[image:42.595.153.474.175.374.2]Titik Dipercepat
Gambar 2.4. Hubungan antara waktu dan biaya pada keadaan normal dan crash
Dengan menggunakan crash schedule, tentu saja biayanya akan jauh lebih
besar dibandingkan dengan normal schedule. Dalam crash schedule akan dipilih
kegiatan-kegiatan kritis dengan tingkat kemiringan terkecil untuk mempercepat
pelaksanaannya. Langkah ini dilakukan sampai seluruh kegiatan mencapai nilai crash
time-nya. Perhitungan yang dilakukan untuk menentukan sudut kemiringan (waktu
dan biaya suatu kegiatan) atau lebih dikenal dengan slope adalah:
Biaya Dipercepat – Biaya Normal
Slope Biaya =
2.8.1. Crashing Dengan Model Linear Programming
Untuk jaringan yang besar maka diperlukan prosedur matematis untuk menentukan
keputusan crashing optimal. Dalam hal ini pemograman linear dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah crashing jaringan. Hal pertama yang dikerjakan dalam
menentukan keputusan crashing adalah menentukan variabel-variabel keputusan
sebagai berikut :
i
x = waktu terjadinya peristiwa i
j
x = waktu terjadinya peristiwa j
m
x = waktu terjadinya peristiwa paling akhir
( )
mij
t = waktu kegiatan i→ j
ij
tc = waktu crashing maksimum kegiatan i→ j
ij
τ = kemungkinan maksimum pengurangan waktu untuk
aktivitas i→ j karena crashing maksimum
Cij = menyatakan biaya untuk aktivitas i→ j dalam waktu normal.
ij
Cc = menyatakan biaya dengan aktivitas i→ j dengan
crashing maksimum
j i
S→ = Slope biaya untuk kegiatan i→ j
Dimana
i, j = node (1,2,3,...)
j
i→ = nama kegiatan (A,B,C,...)
Oleh karena tujuan yang terutama adalah memperpendek atau mempersingkat
waktu penyelesaian proyek dengan meminimalkan biaya crashing, maka fungsi tujuan
program linearnya adalah :
∑
m m m
S
Min τ ...(2.6)
Dimana Sij = biaya crash untuk kegiatan i→ j berdasarkan waktu per unit.
Untuk kendala yang menjelaskan struktur jaringan, dimulai dari event i dengan asumsi bahwa xi=0
Untuk event berikutnya
i A A
j t x
x ≥ −τ +
j B B
k t x
x ≥ −τ +
. . .
1
−
+ −
≥ Z Z m
m t x
x τ
Selanjutnya dengan dengan menggunakan metode simpleks dapat diperoleh jawaban
optimalnya.
Kendala untuk model ini mencakup penggambaran jaringan kerja dan
pembatasan waktu crash aktivitas. Dari semua ini, kendala yang digunakan untuk
menggambarkan jaringan mungkin merupakan kendala yang paling sulit. Kendala
kendala itu didasarkan pada persyaratan berikut ini :
1. waktu terjadinya peristiwa i
( )
xi harus lebih besar daripada atau sama denganwaktu penyelesaian aktivitas untuk semua aktivitas yang menuju node atau
peristiwa itu.
2. waktu awal suatu aktivitas sama dengan waktu terjadinya node atau peristiwa
pendahulunya.
3. waktu untuk menyelesaikan satu waktu aktivitas adalah sama dengan waktu
normalnya dikurang panjang waktu yang dicrash.
Dengan menambah batasan bahwa xm≥0 maka dapat dicari waktu crashing
optimal dengan menggunakan metode simpleks.
Sebagai contoh diambil sebuah jaringan kerja pembangunan sebuah ruko,
dimana akan dicari waktu percepatan optimalnya dengan menggunakan metode
Contoh 2
Tabel 2.3. Logika ketergantunganPembangunan Ruko
Kode Nama Kegiatan Waktu
(hari)
Kegiatan yang mendahului
A Pembersihan 7 -
B Dinding 6 -
C Atap 8 A
D Lantai 5 B
E Cat + Keramik 7 C, D
Dengan estimasi biaya pembangunan ruko adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4. Estimasi biaya
Kode Nama kegiatan Waktu normal
(hari)
Waktu
crashing max
(hari)
Biaya normal
Rp. (.000)
Crash
cost/hari
Rp. (.000)
A Pembersihan 7 3 800 200
B Dinding 6 2 1200 300
C Atap 8 3 500 100
D Lantai 5 2 360 120
E Cat + keramik 7 3 600 150
Penyelesaian:
Berdasarkan Tabel Logika ketergantungan diatas maka dapat digambarkan jaringan
[image:45.595.102.566.376.551.2]1
C
D B
5 4
3 2 A
6
7 8
5
E
15 7
0
0
7 7
15 22
22
[image:46.595.186.445.84.234.2]6 10
Gambar 2.5. Jaringan kerja pembangunan ruko
(i) Penentuan Jalur Kritis
Perhitungan maju
- ES1 = 0
- ES2 = maks
(
ES1+DA)
= maks (0 + 7)
= 7
- ES3 = maks
(
ES1+DB)
= maks (0 + 8)
= 8
- ES4 = maks
(
ES2+DC,ES3+DD)
= maks
(
7+8,6+5)
= maks
(
15,11)
= 15
- ES5 = maks
(
ES4 +DE)
= maks (15 + 7)
= 22
Perhitungan mundur
- LF5=ES5=22
- LF4 = min
(
LF5−DE)
= min (22 – 7)
- LF3 = min
(
LF4 −DD)
= min (15 – 5)
= 10
- LF2 = min
(
LF4−DC)
= min (15 – 8)
= 7
- LF1 = min
(
LF3 −DB,LF2 −DA)
= min
(
10−6,7−7)
= 0
Dengan menggunakan formulasi (2.2) yaitu :
ij i j i
j ES LF LF D
ES − = − =
Maka yang menjadi jalur kritis pada jaringan kerja pembangunan ruko adalah :
A – C – E
1
C
D B
5 4
3 2 A
6
7 8
5
E
15 7
0
0
7 7
15 22
22
[image:47.595.187.448.377.519.2]6 10
Gambar. 2.6. Jalur kritis Pembangunan ruko
(ii) Penentuan Biaya Crashing Optimum dengan menggunakan pendekatan Program
Linear.
Data dari tabel dan gambar yang dilengkapi dengan informasi waktu penyelesaian,
dapat digunakan untuk memformulasikan model linear programming.
Jika xi adalah waktu yang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan event - i, dan τj
adalah waktu percepatan yang dapat dilakukan pada aktivitas j, maka untuk proyek
Min Z = 200.000 τA + 300.000 τB + 100.000 τC + 120.000 τD + 150.000 τE Dengan kendala time crash dan time normal selisih kendala E D C B A ≤ ≤ ≤ ≤ ≤ 3 2 3 2 3 τ τ τ τ τ 13 6≤
x → kendala batas waktu percepatan
Untuk kendala yang menjelaskan struktur jaringan, dimulai dari event -1 dengan
asumsi bahwa x1=0
Untuk event – 2 :
2 x ≥ A aktivitas normal waktu - ) percepatan (waktu A τ +
(
x 0)
A aktivitas untuk awal Waktu 0 1= 2x ≥ 7 - τA + 0 atau x2+ τA-x1 ≥ 7
Untuk event – 3 :
3
x ≥6−τB+0 atau x3+τB−x1≥6
Untuk event – 4, dibutuhkan dua kendala, yaitu jalur aktivitas C dan jalur aktivitas D :
4
x ≥8−τC +x2 atau x4+τC−x2≥8
4
x ≥5−τD+x3 atau x4+τD−x3≥5
Untuk event – 5 :
5
x ≥7−τE +x4 atau x5+τE −x4≥7
Dengan menambah batasan x1,x2,x3,x4,x5≥0, maka dengan menggunakan metode
Tabel 2.5. Tabel Simpleks pertama (pendahuluan)
A
τ τB τC τD τE x1 x2 x3 x4 x5 s1 s2 s3 s4 s5 s6 A7 s8 A8 s9 A9 s10 A10 s11 A11 s12 A12 s13 s14 s15 s16 s17
Sol .
basis
C(j) 200 300 100 120 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
s 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
2
s 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
3
s 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
4
s 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
5
s 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
6
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13
7
A M 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8
A M 1 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
9
A M 0 1 0 0 0 -1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
10
A M 0 0 1 0 0 0 -1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8
11
A M 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 5
12
A M 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 7
13
s 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
14
s 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
15
s 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
16
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
17
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 C(j) – Z(j) 200 300 100 120 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 2.6. Tabel Simpleks kedua
A
τ τB τC τD τE x1 x2 x3 x4 x5 s1 s2 s3 s4 s5 s6 A7 s8 A8 s9 A9 s10 A10 s11 A11 s12 A12 s13 s14 s15 s16 s17
basis
C(j) 200 300 100 120 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sol. Ras.
1
s 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 M
2
s 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 M
3
s 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 M
4
s 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 M
5
s 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 M
6
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 M
7
A M 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 M
8
A M 1 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 M
9
A M 0 1 0 0 0 -1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 M
10
A M 0 0 1 0 0 0 -1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 8
11
A M 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 5 5
12
A M 0 0 0 0 1 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 1 0 0 0 0 0 7 0
13
s 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 M
14
s 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 M
15
s 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 M
16
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
17
s 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 M C(j) – Z(j) 200 300 100 120 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
M -1 -1 -1 -1 -1 1 0 0 -1 -1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 33
Masuk : 4
x ; keluar 11
Tabel 2.7. Tabel Simpleks ketiga
A
τ τB τC τD τE x1 x2 x3 x4 x5 s1 s2 s3 s4 s5 s6 A7 s8 A8 s9 A9 s10 A10 s11 A11 s12 A12 s13 s14 s15 s16 s17
basis
C(j) 200 300 100 120 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0