• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Ika Silvia : Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus), 2009.

PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI BERAT INOKULUM

TERHADAP KUALITAS TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

SKRIPSI

OLEH

Ika Silvia

050802030

SKRIPSI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI

BERAT INOKULUM TERHADAP KUALITAS TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

Kategori : SKRIPSI

Nama : IKA SILVIA

Nomor Induk Mahasiswa : 050802030

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Dra. Emma Zaidar Nst,M.Si

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

NIP 131459466

(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI BERAT INOKULUM TERHADAP KUALITAS TEMPE BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

SKRIPSI

Saya mengakui Bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasaan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2009

(4)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin. …, segala syukur hanya untuk-Nya, Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan yang takkan dapat terhitung meski seluruh pena menari-nari di atas seluruh kertas. Berkat izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Penambahan Variasi Berat Inokulum terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus)” , yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas MIPA USU.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Amarullah dan Ibunda Suriana atas segala kasih sayang, pengorbanan, dukungan, perhatian dan dan do’a yang selalu teruntai untukku ditiap sujudnya, inilah persembahan yang mampu kuberi. Kakakku Marlina Ulfa Amd dan Saiful juga Elvi Diana Amd dan Achmadi atas segala dukungannya kepada penulis. Sang penyejuk hati Tamara Aulia Syiva dan M.Ichsan Afkar yang kusayangi.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesr-besarnya kepada :

1. Ibu Dra Emma Zaidar Nst, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.

2. Ibu Dr Rumondang Bulan MS, selaku dosen pembimbing II dan ketua jurusan Kimia FMipa USU

3. Bapak Drs.Amir Hamzah Siregar M.Si selaku dosen wali

4. Bapak Drs. Firman Sebayang M.Si selaku sekretaris jurusan Kimia FMipa USU 5. Seluruh staf Pengajar dan Administrasi Jurusan Kimia FMIPA USU yang telah

mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Kimia FMIPA USU Medan

(5)

7. Seluruh Asisiten Laboratorium Kimia Dasar FMIPA-USU Medan yang memberi dukungan Sony, Ando, Rivan, Hendi, Yani, Widia, Aprima, Fatma, Yuki, Eko, Deasy, Reni, Ani, K’Atun, K’Pipit, K’Ayu, B’Ridwan.

8. Saudara-saudaraku di UKMI Al-falak, jazakumullah khairan katsiran atas ukhuwah yang indah

9. Teman-temanku Dwi, Rina, Catherine, K’Rina, K’Yeni, K’Kiki , dan seluruh rekan-rekan seperjuangan stambuk’05 lainnya yang telah banyak membantu. 10. Pondok durian P’Singlet, Tiva, K’Ike, Ayud, K’Sri, Risa, Aan atas bantuannya

selama ini.

11. Seluruh asisten Laboratorium Biokimia dan K’Pia

12. Adik-adikku Emi, Nurul, Mina, Arini, Wimpi, Desi, Nisa, Tiwi, Tia, May, Zoraya, yuni, Aisyah, dan seluruh kimia’08 lainnya juga Kom D’08 atas dukungannya selama ini.

13. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan, terima kasih atas dukungan dan bantuannya

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(6)

Abstrak

(7)

THE INFLUENCE OF INOCULUMS WEIGHT TO TEMPE DURIAN SEEDS

(Durio zibethinus) QUALITY

Abstract

(8)

DAFTAR ISI

Bab II Tinjauan Pustaka 6

2.1. Sejarah penyebaran durian 6

2.2. Tanaman durian 6

2.2.1. Klasifikasi Durian 8

2.2.2. Perbandingan Kandungan Nutrisi Biji Durian dan

Kedelai 8

(9)

2.3.1. Fermentasi Tempe 11

2.3.2..Inokulum Tempe 14

2.3.2.1.Mikrobiologis Inokulum Tempe 15 2.3.2.2.Biokimia Dan Fisiologis dari Rhizopus oligosporus 16

2.3.3.Inkubasi 17

2.4. Kadar Karbohidrat 18

2.4.1. Analisa Kadar karbohidrat 18

2.5. Kadar Protein 18

Bab 3 Metode Penelitian 25

3.1. Bahan-bahan Penelitian 25

3.2. Alat-alat Penelitian 26

3.3. Prosedur Penelitian 26

3.3.1. Pembuatan reagen 26

3.3.1.1. Pembuatan Larutan NaOH 30 % 26

3.3.1.2. Pembuatan Indikator H3BO3 4 % 27

3.3.1.3. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N 27

3.3.2. Pembuatan Tempe 27

3.3.3. Penentuan Kadar Protein 28

3.3.4. Penentuan Kadar Air 28

3.3.5. Penentuan Kadar Abu 28

3.3.6. Penentuan Kadar Lemak 28

(10)

3.3.8. Penentuan Nilai Organoleptik 29

3.4. Bagan Penelitian 30

3.4.1. Pembuatan Tempe 30

3.4.2. Penentuan Kadar Protein 31

3.4.3. Penentuan Kadar Air 32

3.4.4. Penentuan Kadar Abu 33

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak 34

3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat 35

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik 36

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 37

4.1 Hasil Penelitian 37

4.1.1 Analisa Kadar Protein 38

4.1.2. Analisa Kadar Air 41

4.1.3 .Analisa Kadar Abu 43

4.1.4. Analisa Kadar Lemak 44

4.1.5. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum

Terhadap Kadar Karbohidrat 46 4.1.6. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum

terhadap Rasa, Warna, Baud an Tekstur Tempe 47 4.2. Pembahasan

4.2.1. Penghilangan Getah 48

4.2.2. Kadar Protein 48

4.2.3. Kadar Air 49

4.2.4. Kadar Abu 49

4.2.5. Kadar Lemak 50

4.2.6. Kadar Karbohidrat 50

(11)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 52

5.1. Kesimpulan 52

5.2. Saran 52

Daftar Pustaka 53

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Durian 8

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kedelai 9

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tempe Kedelai 10

Tabel 3.1 Uji Skala Hedonik 29

Tabel 4.1 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap

Kadar Protein 40

Tabel 4.2 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap

Kadar Air 42

Tabel 4.3 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap

Kadar Abu 44

Tabel 4.4 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap

Kadar Lemak 45

Tabel 4.5 Tabel Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap

Kadar Karbohidrat 46

Tabel 1 Data Kadar Protein Tempe Biji Durian (%) 56 Tabel 2 Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Tempe 56

Tabel 3 Data Kadar Air Tempe Biji Durian (%) 57

Tabel 4 Analisa Sidik Ragam Kadar Air Tempe 57

Tabel 5 Data Kadar Abu Tempe Biji Durian (%) 58

Tabel 6 Analisa Sidik Ragam Kadar AbuTempe 58

Tabel 7 Data Kadar Lemak Tempe Biji Durian (%) 59

Tabel 8 Analisa Sidik Ragam Kadar LemakTempe 59

Tabel 9 Data Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian (%) 60 Tabel 10 Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tempe 60 Tabel 11 Data Pengamatan Uji warna Tempe Biji Durian (%) 61

Tabel 12 Analisa Sidik Ragam Uji Warna Tempe 61

Tabel 13 Data Pengamatan Uji Rasa Tempe Biji Durian (%) 62

(13)

Tabel 15 Data Pengamatan Uji Bau Tempe Biji Durian (%) 63

Tabel 16 Analisa Sidik Ragam Uji Bau Tempe 63

Tabel 17 Data Pengamatan Uji Tekstur Tempe Biji Durian (%) 64

Tabel 18 Analisa Sidik Ragam Uji Tekstur Tempe 64

Tabel 19 Syarat Mutu Tempe Kedelai 65

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian 41 Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Air Tempe Biji Durian 42 Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Abu Tempe Biji Durian 44 Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian 46 Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian 47 Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengukuran Uji Rasa Tempe Biji Durian 48 Gambar 4.7 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat

Inokulum 1,0 g 65

Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat

Inokulum 1,5 g 65

Gambar 4.9 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat

Inokulum 2,0 g 66

Gambar 5.1 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat

Inokulum 2,5 g 66

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ini berbagai terobosan telah dilakukan untuk mendapatkan diversifikasi makanan yang bergizi.

Indonesia dikenal sebagai negara yang subur, kaya akan hasil alam. Namun, semuanya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu diperlukan terobosan untuk mengolahnya menjadi sumber makanan. Pengolahan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan merupakan salah satu cara yang dapat dimanfaatkan, dan yang dapat diolah sebagai sumber makanan baru adalah biji durian ( http://kimiauii.org).

(16)

Biji durian yang dibuang sebagai limbah berupa sampah dapat mengganggu kualitas dan kesehatan lingkungan . Ukuran biji durian yang cukup besar membutuhkan waktu lama untuk dapat terurai atau terdegradasi secara alami. Pada permukaan biji akan tumbuh jamur yang dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Jamur Aspergillus niger yang bersifat aerobik paling banyak tumbuh pada bagian luar biji sehingga mengakibatkan biji menjadi berbulu dan berwarna hitam sebagai hasil produksi miselium dan spora jamur. Jamur yang tumbuh pada biji dapat mengganggu kesehatan, karena jamur tersebut menghasilkan zat-zat racun yang dikenal sebagai mycotoxin. Biji durian sebagai limbah ikutan dari buah durian dapat dimanfaatkan sebagai tempe (Frazier dan Westhoff, 1978).

Tempe, makanan bergizi asli Indonesia, merupakan sumber protein nabati cukup penting bagi masyarakat. Kandungan gizi tempe mampu bersaing dengan bahan pangan non nabati seperti daging, telur, dan ikan, baik kandungan protein, vitamin, mineral maupun karbohidrat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila tempe sangat digemari, karena selain bergizi juga murah.

Harga kedelai yang meningkat di pasar dunia menyebabkan harga kedelai di pasar dalam negeri ikut meningkat, termasuk produk olahannya. Bila diamati lebih jauh, Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah, memiliki sumber daya kacang-kacangan lain maupun bukan kacang-kacang-kacangan yang potensial sebagai pengganti kedelai. Ada beberapa jenis kacang-kacangan selain kedelai maupun bukan kacang-kacangan yang dapat diolah menjadi tempe, bahkan memiliki nutrisi hampir sama dengan kedelai . Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara luas. (www.pustaka.go.id/publikasi).

(17)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

- Bagaimana cara mengolah biji durian menjadi tempe dan variasi berat inokulum mana yang memberikan hasil yang terbaik untuk pembuatan tempe.

- Berapa kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan kadar abu dalam tempe yang dihasilkan.

- Bagaimana uji organoleptik terhadap rasa, warna, bau, dan tekstur dari tempe.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dibatasi pada :

- Biji durian yang digunakan dalam penelitian berasal dari limbah biji durian dari pedagang durian di Jl.Iskandar muda Medan.

- Tempe dibuat dengan memvariasikan penambahan berat inokulum yaitu 1,0 g, 1,5 g, 2,0 g dan 2,5 g.

- Parameter yang dianalisa adalah kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur dari tempe yang dihasilkan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

- Untuk mengetahui cara mengolah limbah biji durian menjadi tempe dan variasi berat inokulum mana yang memberikan hasil yang terbaik untuk pembuatan tempe.

- Untuk mengetahui kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan kadar abu dalam tempe yang dihasilkan.

(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi limbah biji durian, dan tempe biji durian yang dihasilkan dapat menjadi alternatif sumber makanan baru yang kandungan karbohidrat, protein, lemak, air dan abu dapat diketahui oleh masyarakat luas.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan Universitas Sumatera Utara, dan Badan Riset Standardisasi Industri Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

- Penghilangan getah dari biji durian yang dilakukan dengan mengeringkan biji durian di bawah sinar matahari.

- Tempe dibuat dengan memvariasikan penambahan berat inokulum 1,0 g, 1,5 g, 2,0 g, dan 2,5 g sebagai variabel bebas, sedangkan faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu temperatur, berat pereaksi, dan berat total biji durian dengan inokulum sebagai variabel tetap. Untuk setiap variasi tersebut dianalisa kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan nilai organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur sebagai variabel terikat.

- Analisa kadar protein biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan metode Kjedahl.

- Analisa kadar lemak biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan cara ekstraksi kontinu dengan alat Soklet.

(19)

- Penentuan kadar abu biji durian dan tempe yang dihasilkan dilakukan dengan metode pemanasan dalam tanur pada suhu 500oC hingga diperoleh abu berwarna putih.

- Kadar karbohidrat biji durian dan tempe yang dihasilkan ditentukan dengan perhitungan kasar menggunakan metode Carbohidrate by Difference yaitu dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak.

- Uji organoleptik terhadap warna, rasa, bau, dan tekstur tempe dilakukan secara skala hedonik.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penyebaran Tanaman Durian

Sejarah tentang tanaman durian, seumur dengan sejarah tentang manusia. Tahun yang tepat sulit disebutkan, tetapi seabad yang lalu sudah banyak yang memperbincangkan waktu ditemukan tempo dulu, tanaman aneh tersebut memang masih tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan raya “Malesia” yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar ke seluruh Indonesia, lantas melalui Muangthai menyebar ke Birma, India dan Pakistan.

(21)

2.2 Tanaman Durian

Tanaman durian termasuk marga Durio, dari species Durio zibethinus, family bombaceae yang mempunyai hubungan erat dengan kerabat kapuk randu (ciebapetandra) . Durian tergolong jenis tanaman buah yang sudah banyak dikenal dan sudah umum dibudidayakan, maka tidak mengherankan kalau durian mempunyai banyak nama tambahan untuk menunjukkan kekhasannya, sehingga durian mempunyai banyak varietas.

Dari berbagai jenis buah durian tersebut ada beberapa diantaranya yang hampir mirip, ada kesamaannya. Beberapa orang yang menekuni bidang tanaman buah-buahan menggolongkan durian lokal unggul dengan melihat ciri-ciri sebagai berikut .

1. Buah : Kecil sampai besar 2. Biji : Kecil sampai besar 3. Daging : Tebal

4. Kadar alkohol : Tinggi

5. Kadar air : Sedikit, malah hampir kering 6. Rasa : Manis legit

7. Tangkai buah : Pendek

Tidak kurang dari 300 spesies durian berhasil ditemukan oleh para ahli. Dari jumlah itu diketahui jumlah generanya, yakni sebanyak 31 genera. Dari sekian banyak genera yang ditemukan itu, baru 6 spesies saja yang sudah dipastikan bisa dimakan oleh manusia. Di Indonesia terdapar beberapa spesies durian antara lain, antara lain 19 spesies tumbuh di Kalimantan, dan 7 spesies di P.Sumatra. Akan tetapi, menurut perkiraan masih banyak lagi spesies lain, baik yang bisa dimakan maupun yang tidak bisa dimakan. Keenam spesies durian yang bisa dimakan adalah

1. Durio murr, dengan nama lokal durian biasa

(22)

5. Durio delcis, dengan nama lokal Lahong 6. Durio grandiflorus (Mast)

Dari keenam durian itu, D.zibethinus dan D.kutejensis saja yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Akan tetapi, yang sering dibudidayakan adalah jenis D.zibethinus. Spesies ini lebih menyebar dan lebih merata. Di samping

itu,spesies ini mudah ditemukan di daerah tropis lain di luar negeri. Spesies D.kutejensis barangkali hanya ada di Pulau Kalimantan. itu pun hanya terbatas pada daerah sekitar habitatnya, yaitu sekitar Kalimantan Timur.Spesies D.oxleyanus dan D.graveolens konon tergolong liar di belantara Kalimantan, Sumatra, dan Malaysia . Pembudidayaan spesies durian tersebut juga masih tergolong primitif karena penyebarannya dengan menggunakan biji (Aak, 1997).

2.2.1. Klasifikasi Durian

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman durian diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua)

2.2.2. Perbandingan Kandungan Nutrisi biji durian dan kedelai

(23)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji durian

Komponen Per 100 g biji segar tanpa kulit

Tabel 2.2 Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

Komposisi Jumlah

Kalori (kka l) 331,0 Protein (gram) 34,9

Lemak (gram) 18,1

Karbohidrat (gram) 34,8

(24)

Posfor(mg) 585,0

Tempe adalah makanan tradisonal Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai. Fermentasi terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp.pada kedelai sehingga membentuk massa yang padat dan kompak. Tempe merupakan sumber protein potensial bagi penduduk, khususnya di Indonesia hal ini disebabkan kedelai sebagai bahan baku tempe telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat negara berkembang karena harganya yang murah, sedangkan nilai gizinya seimbang dengan sumber protein hewani seperti daging sapi, susu sapi, dan telur ayam

Protein kedelai mempunyai kandungan lisin yang tinggi. Lisin merupakan asam amino pembatas pada produk yang berasal dari biji-bijian. Sedangkan biji-bijian termasuk beras kaya akan asam amino yang mengandung atom belerang (metionin, sistein), yang merupakan jenis asam amino yang sangat kurang pada tempe. Selama proses fermentasi banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi produk yang lebih kecil dan larut dalam air, misalnya asam amino dan peptida. Demikian pula dengan kandungan lemak dari kedelai. Fermentasi kedelai selama 48 jam akan meningkatkan asam lemak bebas dari satu persen pada kedelai menjadi 30 persen. Asam lemak terbesar yang diproduksi adalah asam linolenat. Kenaikan asam lemak linolenat ini penting dari segi gizi karena merupakan asam lemak tidak jenuh essensial.

(25)

Komponen Tempe

Selama proses pembuatan tempe terjadi proses penurunan kadar karbohidrat penyebab flatulensi yaitu stakiosa dan rafinosa. Penurunan kedua oligosakarida tersebut akan meningkatkan daya cerna tempe dan bebasnya flatulensi.Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi toksin (racun) bahkan sebaliknya mampu melindungi tempe terhadap aflatoksin dan kapang yang memproduksinya. Disamping itu, telah dilaporkan bahwa tempe mengandung senyawa antibakteri. Senyawa penghambat pertumbuhan bakteri tersebut diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi ( Sutrisno,K.,1992)

2.3.1. Fermentasi Tempe

(26)

mengurangi jumlah mikroba, maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki.

Pada mulanya yang dimaksud dengan fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Tetapi banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu

menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol serta CO2. Selanjutnya diketahui

pula bahwa selain karbohidrat, juga protein dan lemak dapat dipecah oleh mikroba dan enzim tertentu yang menghasilkkan CO2 dan zat-zat lainnya (F.G.Winarno,1980).

Fermentasi dapat dikatakan sebagai cara paling tua untuk mengawetkan atau meningkatkan sifat organoleptik dari suatu bahan makanan . Sebenarnya berbagai produk fermentasi kedelai telah lama dapat dinikmati, namun minat konsumen terhadap makanan kesehatan yang muncul akhir-akhir ini serta adanya keinginan untuk mencoba jenis makanan baru , menyebabkan topik fermentasi tetap aktual untuk diteliti dan dikembangkan. Sampai saat ini, hampir seluruh proses fermentasi kedelai menjadi tempe di Indonesia masih merupakan kegiatan produksi skala rumah tangga. Meskipun prosesnya cukup sederhana, namun terkait erat dengan aplikasi beberapa ilmu dasar, khususnya mikrobiologi dan biokimia. Mikrobiolog sangat diharapkan partisipasinya dalam pemilihan jenis mikroba yang diperlukan untuk mengubah biji-biji kedelai menjadi bahan makanan yang sifat fisik dan kimianya sangat berbeda dengan bahan bakunya. Derajat aktivitas mikroba menjadi faktor yang sangat penting karena dalam waktu fermentasi yang singkat, dihasilkan produk yang nilai gizinya lebih baik dan penampilan serta cita rasanya diterima konsumen. Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, akan menghasilkan enzim yang selanjutnya mengawali terjadinya rangkaian proses biokimia dan terus berlangsung selama didukung oleh kondisi yang sesuai.

(27)

pengukuran dengan kertas litmus), tingkat keasaman tersebut dapat diperoleh dengan mudah. Suasana asam seperti ini, diperlukan untuk mencegah tumbuhnya bakteri yang dapat mengganggu proses fermentasi atau dapat menurunkan mutu tempe yang akan dihasilkan. Pengasaman terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun Bacillus cereus (Nout,dkk,1987). Asalkan pH tidak kurang dari 3,5, pertumbuhan

Rhizopus sp. yaitu kapang yang berperan dalam pembuatan tempe tidak akan terganggu.

(Bambang,H.,1999).

Pembuatan tempe didasarkan proses fermentasi, faktor inokulum dan kapang dari jenis Rhizopus dan oryzae berperan penting dalam proses tersebut. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut tercampur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif 1 hari, setelah itu terbentuk spora-spora yang berwarna putih kehitaman. Pada saat itu, kesempatan pertumbuhan dilakukan oleh jenis mikroorganisme lain, terutama bakteri-bakteri yang dapat menimbulkan pembusukan, sehingga tempe harus segera dimakan dan dimasak sebelum pembusukan terjadi.

Dari pengamatan visual dan subyektif dapat dilihat perubahan-perubahan pada proses fermentasi, misalnya tempe telah jadi dalam waktu 30 jam setelah inokulasi dan dalam waktu 10-15 jam tempe mulai mengeluarkan bau amoniak, bila dibiarkan pada suhu kamar. Dengan melihat keadaan tersebut, maka terlalu singkat kiranya memperdagangkan tempe secara meluas tanpa diimbangi usaha pengawetan.Untuk membuat tempe yang berkualitas baik dan agak tahan lama, harus diperhatikan sanitasi dan kemurnian inokulumnya (F.G.Winarno, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe, yaitu : a. Oksigen

(28)

bungkusan ). Bila hal ini terjadi, suhu kacang kedelai yang sedang mengalami fermentasi menjadi tinggi dan akan mengakibatkan kapangnya mati.

b. Suhu

Kapang tempe bersifat mesofilik, yaitu untuk tumbuhnya memerlukan suhu antara 25-300C atau suhu kamar, oleh sebab itu suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan ventilasi yang cukup baik.

c. Jenis Laru

Untuk mendapatkan tempe yang baik maka laru tempe harus dalam keadaan aktif, artinya kapang tempe mampu tumbuh dengan baik . menggunakan laru yang masih baru akan berpeluang menghasilkan tempe yang baik laru sangat berpengaruh terhadap pembentukan rasa, aroma dan flavor tempe yang dihasilkan. d. Nilai pH (derajat keasaman)

Derajat keasaman memegang peranan penting dalam proses pembuatan tempe. Bila kondisinya kurang asam atau pH tingi maka kapang tempe tidak dapat tumbuh dengan baik sehingga pembuatan tempe akan mengalami kegagalan. Disamping untuk memenuhi kondisi yang dibutuhkan oleh kapang tempe, suasana asam berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba lain yang tidak diinginkan dalam pembuatan tempe (Syarief,R., 1999).

(29)

2.3.2. Inokulum tempe

Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah

Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus.

Miselium Rhizopus oryzae lebih panjang daripada Rhizopus oligosporus, sehingga tempe yang dihasilkannya kelihatan lebih padat daripada apabila hanya Rhizopus oligosporus yang digunakan. Tetapi diutamakan peningkatan gizi protein kedelai, maka

Rhizopus oligosporus memegang peranan tersebut. Hal ini disebabkan selama proses

fermentasi Rhizopus oligosporus mensintesis enzim protease (pemecah protein) lebih banyak, sedangkan Rhizopus oryzae lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase (pemecah pati). Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan kadar Rhizopus oligosporus lebih banyak yaitu 1 : 2 ( Sutrisno,K.1992).

Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya . Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi atas kualitas jamur starter yang baik untuk dipakai sebagai starter tempe antara lain :

1. Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak

2. Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis maupun kemampuan tumbuhnya.

3. Memiliki persentase perkecambahan spora yang tinggi segera setelah diinokulasikan

4. Mengandung biakan jamur tempe yang murni, dan bila digunakan berupa kultur campuran harus mempunyai proporsi yang tepat.

(30)

untuk strain yang dikehendaki tetapi menjadi faktor menghambat bagi mikrobia kontaminan, misalnya dengan merendahkan pH, pemberian inhibitor, dsb )

6. Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang

7. Pertumbuhan miselia setelah diinokulasikan harus kuat, lebat berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang enak dan tidak mengalami sporulasi yang terlalu awal (Nur , 2006).

Apapun jenis ragi yang digunakan , jumlah yang ditambahkan harus sebanding dengan banyaknya kedelai yang difermentasi, sehingga dapat diperoleh produk akhir sesuai dengan yang direncanakan. (Bambang,H., 1999).

2.3.2.1 Mikrobiologis Inokolum tempe

Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang menyebut dengan ragi tempe. Meskipun dalam istilah ilmiah ragi, dimaksudkan sebagai inokulum untuk pembuatan tapai, tetapi dikalangan masyarakat umumnya ragi diartikan sebagai agensia pengubah suatu bahan menjadi produk melalui proses fermentasi. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi menyebabkan kedelai berubah karakteristiknya menjadi tempe.

2.3.2.2 Biokimia dan Fisiologi dari Rhizopus oligosporus

Beberapa spesies Rhizopus juga digunakan dalam pembuatan beberapa makanan fermentasi tradisional, misalnya R.oligosporus dan R.oryzae yang digunakan dalam fermentasi berbagai macam tempe dan oncom hitam.

Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah sebagai berikut : 1. Hifa nonseptat

(31)

4. Sporangia biasanya besar dan berwarna hitam

5. Kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir 6. Tidak mempunyai sporangiola

7. Membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertile yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora

8. Pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas (Srikandi,F., 1992).

Rhizopus oligosporus adalah spesies jamur yang paling penting digunakan dalam

pembuatan tempe di Indonesia. Beberapa ciri terpenting dari jamur ini antara lain adalah mycelium dan sporangiopornya tidak bersekat, sporangiosporanya mempunyai bentuk tidak beraturan, sporangiumnya berwarna hitam dan mempunyai rhizoid dengan cabang yang pendek. Jamur Rhizopus oligosporus bersifat lipolitik dan proteolitik (Hesseltine,1965).

Dalam pembuatan tempe melibatkan sejumlah Rhizopus dan strainnya. Hesseltine (1965) menjabarkan 40 strain yan termasuk ke dalam 6 spesies yang diperoleh selama pembuatan tempe.Keenam spesies itu adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Rhizopus formosaensis, dan Rhizopus achlamydosporus. Rhizopus

oligosporus lebih sering digunakan di Indonesia. Karakteristiknya sporangiosporanya

pendek, tidak bercabang dan rhizoidnya tumbuh berlawanan dan kurang panjang

Rhizopus oligosporus mengahsilkan protease, yang menguraikan protein kedelai

(32)

miselium. Tempe memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, di dan trihidroksi isoflavon dihasilkan selama fermentasi dan juga vitamin E alami di dalam kacang kedelai. Thiamine menurun sebagai hasil dari pemanasan dan pemanfaatan oleh Rhizopus oligosporus, riboflavin, niacin , vitamin B-6 dan vitamin B-12 meningkat.

Tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai yang dimasak. Seharusnya untuk menurunkan kandungan hemiselulosa dan protein terlarut. Rasio efisiensi menurunkan sedikit atau tidak ada perubahan selama fermentasi. Tempe sangat mudah rusak sehingga harus dikonsumsi setelah derajat fermemnatsi terscapai. Amonia dihasilkan sebagai fermentasi lanjutan pada temperatur sekitar memberikan tempe dengan bau dan rasa yang tidak enak (Larry,B.,1987)

2.3.3 Inkubasi

Inkubasi dikerjakan pada suatu tempat yang mempunyai suhu sekitar 400C dengan kelembaban sekitar 900C. Cara inkubasi yang tepat akan menjamin fermentasi dalam waktu yang cepat, kurang dari 24 jam.

2.4 Karbohidrat

Karbohidrat hanya terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa dan lignin. Berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia dan umbi-umbian. Misalnya kandungan pati dalam beras = 78,3 % , jagung = 72,4 % , singkong = 34,6 % , dan talas = 40% (Winarno, 1995).

Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida yang linier sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun

(33)

2.4.1 Analisa Kadar Karbohidrat

Ada beberapa analisis yang daapt digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan sebagai berikut :

% karbohidrat = 100 % - % (protein + lemak + abu + air )

Perhitungan Carbohidrat by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan. (Winarno, 1995).

2.5 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O,N, yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1995) .

Protein juga penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting fungsinya. Oleh karena itu protein mempunyai mutu yang beraneka ragam tergantung sampai seberapa jauh protein itu dapat menyediakan asam amino essensial dalam jumlah yang memadai ( Buckle, 1987 ) .

(34)

energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. ( Slamet,S.,1989).

2.5.1 Analisa Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode destruksi total dengan asam keras H2SO4 sambil dipanaskan pada suhu mendidih , menurut cara Kjeldahl. Sekitar 2 gram

sampel ditimbang ke dalam labu Kyeldhal yang telah ditimbang kosong. Penimbangan dilakukan dengan ketelitian lima desimal, menggunakan timbangan analitik. Kemudian ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan beberapa butir kaca untuk menghindarkan terlalu

banyak terjadi busa, campuran dipanaskan mendidih , yang diatur agar uap yang terjadi mengembun kembali pada bagian leher labu Kjeldahl yang berkapasitas 30-50 ml tersebut.

Bahan organik makanan akan didestruksi oksidatif sempurna menjadi H2O dan

CO2 dan garam-garam sulfat serta (NH4)2SO4. Pemanasan diteruskan sampai isi labu

menjadi bening. Kemudian labu didinginkan sampai suhu kamar. Ke dalam labu ditambahkan 2 ml aqua destilat dan setelah melarut, dipindahkan kuantitatif ke dalam alat distilator uap Kjeldahl ditambah indikator dan 2 ml KOH 1 N, lalu didestilasi dengan uap. Destilat ditampung dalam beaker yang berisi 5 ml larutan asam Borat yang diberi indikator . Destilat ditampung sampai sekitar 20-30 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N dari buret. Dari jumlah HCl dan titernya yang diketahui dapat dihitung total N yang ditampung dalam asam borat tersebut.Dengan metode ini yang diukur adalah total nitrogen yang dihasilkan oleh bahan makanan yang didestruksi oksidatif. Total nitrogen ini sebenarnya berasal dari protein dan sebagian lagi dari ikatan-ikatan organik non-protein.

N total = NiP + NPN

(35)

Dalam metode ini dianggap bahwa seluruh nitrogen berasal dari ikatan protein. Kadar nitrogen dalam protein rata-rata 16% , sehingga 1 gram nitrogen berasal dari 6,25 gram protein. Jadi untuk mendapatkan total protein, hasil total nitrogen dikalikan dengan konversi faktor 6,25 (faktor konversi universal). Ketelitian kadar protein tergantung dari komponen NPN,semakin besar NPN semakin tidak teliti angka untuk kadar protein tersebut. Karena itu pada penentuan kadar protein, yang diteliti komponen protein dari bahan itu dipisahkan dahulu dengan cara prespitasi , lalu ditentukan kadar total N, dalam cara ini memang seluruh nitrogen berasal dari komponen protein. Angka konversi menjadi lain dari angka konversi universal. (Achmad,J.S.,1987).

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O

Di dalam tubuh, lemak merupakan sumber energi yang efisien, secara langsung ketika disimpan dalam jaringan. Sebagai insulator panas dalam jaringan dan sekitar organ, dan lipid non-polar bereaksi sebagai insulator listrik membolehkan propagasi pada gelombang depolarisasi saraf myelin. Lemak mengandung jaringan saraf yang khusus. Gabungan lemak dan protein (lipoprotein) merupakan bahan sel yang penting , keduanya terjadi di membran sel dan mitokondria dengan sitoplasma, dan juga berarti transportasi lipid dalam darah. (Robert,K.M.,1996).

(36)

hewan dan fitosterol di dalam lemak sayuran, fosfolipida yang bersifat sebagai zat pengemulsi, dengan protein yaitu lipoprotein , atau dengan karbohidrat yaitu glikolipid (Winarno,1980)

2.6 Analisa Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dengan pelarut , selain lemak juga terikut fosfolipida, sterol, asam lemak bebas , karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat). Beberapa bahan pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi lemak adalah ether yaitu ethil-ether dan petroleum ether. Petroleum eter lebih banyak digunakan daripada ethil – ether karena lebih murah., kurang berbahaya terhadap kebakaran dan ledakan serta lebih selektif dalam pelarutan lipida (Slamet,S.,1989).

2.7 Kadar Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan untuk mengawetkan juga mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Winarno,1980).

2.7.1 Analisa Kadar air

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan metoda pengeringan (gravimetrik). Prinsipnya yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan cara pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Slamet, S.,1989).

(37)

sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan dan dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

M = x 100% = Dimana :

M = kadar air basis kering (%) Wm = berat air dalam bahan (g) Wd = berat bahan kering mutlak (g) M = kadar air basis basah

(Rizal,S.,1988)

2.8 Kadar Abu

Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang disebut kadar abu adalah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800 0C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya

( Achmad,J.S.,1987).

Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan , antara lain : a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan

b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan

c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

(38)

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.

Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin (Slamet,S.,1989).

2.9 Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indera, penilaian menggunakan kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga dengan ”Acceptance Tests”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik).

1. Warna

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1995 )

2. Aroma

(39)

bersama-sama dengan udara. Penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera yang kita harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur, dan rasa.

4. Rasa

Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu produk makanan. Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian panelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavour atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan ( John M deMan,1997 ).

(40)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan-Bahan dan Alat – Alat

3.1.1 Bahan-Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini berikut spesifikasi dan mereknya ditampilkan dalam tabel 3.1

Tabel 3.1 Bahan – bahan penelitian

Nama Bahan Spesifikasi Merek

Akuades

NaOH(s) P.a E.Merck

Selenium(s) P.a E.Merck

H2SO4(p) P.a E.Merck

Indikator Mengsel P.a E.Merck

Indikator fenolftalein P.a E.Merck

H3BO3 4% P.a E.Merck

NaOH 30 % P.a E.Merck

HCl P.a E.Merck

(41)

3.1.2 Alat-Alat Penelitian

Nama Alat Spesifikasi Bahan

Botol Akuades

Labu Kjeldahl Pyrex

Labu Erlenmeyer 250 ml Pyrex

Automatic Steam Distilling Unit

UDK 130

Statif dan Klem

Gelas Ukur 10 ml, 25 ml Pyrex

Gelas Beaker 250 ml Pyrex

Labu takar 100 ml, 1000 ml Pyrex

Tabung reaksi Pyrex

Pipet volum 5 ml, 10 ml Pyrex

(42)

Neraca Analitis Meller

Mikro Buret 25 ml Pyrex

Oven Memmert

Cawan porselin Desikator

Tanur Gallen kamp

Alat soklet

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Reagen

3.3.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 30% (b/v)

Ditimbang dengan tepat 30,0010 g NaOH dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda

3.3.1.2 Pembuatan Larutan H3BO3 4% (b/v)Ditimbang dengan tepat 4,0005 g H3BO3

dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

3.3.1.3 Pembuatan Indikator Fenolftalein 1 % (b/v)

Ditimbang dengan tepat 1,011 g indikator fenolftalein dan dilarutkan dengan etanol dalam labu takar 100 ml sampai garis tanda.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N (v/v)

Sebanyak 8,3 ml HCl 37 % diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 L sampai garis tanda.

Standarisasi HCl

(43)

Merah lembayung. Dilakukan 3 kali perlakuan. Diperoleh konsentrasi HCl sebesar 0,1058 N.

3.3.2 Pembuatan Tempe

Biji durian dicuci dengan air sampai bersih kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering dan dikukus selama 30 menit lalu ditiriskan .Setelah itu direndam dengan air yang pH nya 4-5, selama 24 jam. Kemudian dikupas kulit biji durian dan dicuci dengan air sampai bersih. Sejumlah 150 g biji durian yang telah dikupas kulitnya dikukus kembali selama 30 menit. Ditiriskan dan didinginkan. Ditambahkan inokulum tempe dengan variasi 1,0 g; 1,5 g ; 2,0 g ; 2,5 g. Diaduk rata dan dibungkus dengan daun pisang. Difermentasi selama ± 36 jam pada suhu kamar.

3.3.4. Penentuan Kadar Protein

Sejumlah 1,9968 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 5 g campuran Selenium dan 25 ml H2SO4(p). Dipanaskan di atas pemanas listrik atau api

pembakar sampai larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Dibiarkan sampai dingin, kemudian diencerkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml. Dipipet 50 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, ditambahkan 50 ml NaOH 30 % dan 50 ml H2O . Ditampung dengan 25 ml larutan asam borat 4 % yang telah dicampur

indikator mengsel. Disuling selama lebih kurang 10 menit sampai larutan berwarna hijau. Kemudian dibilas ujung pendingin dengan air suling. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Dihitung % N .

3.3.5 Penentuan Kadar Air

(44)

kering. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar airnya

3.3.6 Penentuan Kadar Abu

Sampel yang telah dikurangi kadar airnya dimasukkan dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Diletakkan dalam tanur pengabuan, kemudian dipanaskan pada suhu 500oC hingga diperoleh abu berwarna keputih – putihan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan. Kemudian dihitung kadar abunya.

3.3.7 Penentuan Kadar Lemak

Sejumlah 10,0002 g sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat Soklet. Ke dalam labu destilasi dimasukkan Petroleum Eter sebanyak 2/3 bagian labu, kemudian sampel tersebut diekstraksi selama ± 2 jam sampai 12 siklus. Ekstrak

yang diperoleh dipindahkan ke dalam gelas beaker yang telah diketahui massanya kemudian diuapkan di atas penangas air hingga pelarutnya menguap. Kemudian didinginkan di desikator dan ditimbang. Dihitung kadar lemaknya.

3.3.8 Penentuan Kadar Karbohidrat

Dihitung jumlah persentase kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diketahui dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut

Kadar Karbohidrat = 100% - %(protein + lemak + air + abu)

3.3.9 Penentuan Nilai Organoleptik

(45)

Tabel 3.1 Uji Skala Hedonik

Uji Kesukaan (Skala hedonik) Skala Numerik

Amat sangat suka 5

Sangat suka 4

Suka 3

Kurang suka 2

Tidak suka 1

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Tempe

Dicuci bersih

Dikeringkan di bawah sinar matahari Dikukus selama 30 menit

Direndam dalam air yang pHnya 4-5 selama 24 jam

Dikupas kulitnya

Dicuci bersih Biji durian

(46)

Dikukus selama 30 menit Ditiriskan dan didinginkan Dipotong kecil-kecil Ditambahkan ragi tempe

dengan variasi 1,0 g ; 1,5 g ; 2,0 g dan 2,5 g

Diaduk rata

Dibungkus dengan daun pisang yang telah dilubangi

Difermentasi selama ± 36 jam

3.4.2. Penentuan Kadar Protein

Dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl

Ditambahkan 5 g campuran selenium dan 25 ml H2SO4(p)

Dipanaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan

Dibiarkan sampai dingin 1,9968 g Sampel

Larutan Jernih kehijau-hijauan

(47)

Diencerkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml

Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan ke dalam alat penyuling ditambahkan 50 ml NaOH 30 %

ditambahkan 50 ml H2O

ditampung dengan 25 ml larutan asam borat 4 % yang telah dicampur indikator mengsel Disuling selama lebih kurang 10 menit

Dibilas ujung pendingin dengan air suling Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N

Dihitung % N

3.4.3. Penentuan kadar Air

Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105oC selama sekitar 6 jam

Didinginkan cawan ke dalam desikator selama 20 menit.

Setelah dingin ditimbang berat kering

(48)

3.4.4. Penentuan Kadar Abu

Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 500oC selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna keputih – putihan

Didinginkan dalam desikator Ditimbang

Hal ini diulangi terus sampai diperoleh berat yang konstan

Dihitung kadar abunya Sampel yang telah dihilangkan kadar

airnya

(49)

3.4.5. Penentuan Kadar Lemak

Dibungkus dengan kertas saring Dimasukkan ke dalam alat Soklet

Dituangkan pelarut petroleum eter ke dalam labu destilasi sebanyak 2/3 bagian labu Diekstraksi selama ± 2 jam

Ekstrak dipindahkan ke dalam gelas beaker yang telah diketahui beratnya Ekstrak

(50)

diuapkan di atas penangas air hingga pelarutnya menguap

Didinginkan di dalam desikator Ditimbang

Dihitung kadar lemaknya

3.4.6. Penentuan Kadar Karbohidrat

Dikurangkan kadar Protein (%) Dikurangkan kadar Lemak (%) Dikurangkan kadar Air (%) Dikurangkan Kadar Abu (%) Lemak

Hasil

Hasil

(51)

3.4.7. Penentuan Nilai Organoleptik

Diundang ke Laboratorium Disajikan tempe biji durian

Diharuskan kepada panelis meminum air putih terlebih dahulu

Dilakukan uji kesukaan (warna, rasa, bau dan tekstur)

Ditentukan skor nilainya Panelis

Panelis dan tempe

(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

(53)

F =

Dimana : KT Perlakuan = Kuadrat Tengah Perlakuan KT Galat = Kuadrat Tengah Galat

Dengan ini maka hipotesa H0 : H1 diuji :

1. H0 : X1 = X2 = X3

Bila tidak ada pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap kadar gizi tempe.

2. H1 : X1 X2 ≠ X3

Bila terdapat pengaruh penambahan variasi berat inokulum terhadap kadar gizi tempe.

H0 diterima dan H1 ditolak jika Fhitung ≤ Ftabel

H0 ditolak dan H1 diterima jika Fhitung ≥ Ftabel

4.1.1. Analisa Kadar Protein (%)

Penentuan kadar protein dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut : Kadar Protein =

(54)

% N =

x 100 %

% N = 3.13 %

4.1.1.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Protein Tempe Biji Durian

Berdasarkan data tabel 1 pada lampiran diperoleh perhitungan statistik dengan menggunakan analisa variansi (ANAVA) :

∑Xt = 40,88 FK =

FK =

= 139,2645

JKU = ∑(Xt)2 - FK

= (3,13)2 + (3,13)2 + ………+ (3,46)2 + (3,44)2 - 139,2645 = 0,953

JKP =

-

FK

= - 139,2645

= 0,84

(55)

DBT = n – 1 = 12 - 1 = 11

DBP = r – 1 = 3 – 1 = 2

DBG = DBT – DBP = 11 – 2 = 9

KT Perlakuan =

=

=

0,42

KT Galat =

=

= 0,0126

FHitung =

= = 33,3333

Dimana ,

FK = Faktor koreksi

∑Xt = Jumlah X total n = Total ulangan

JKU = Jumlah Kuadrat Umum Xi = X1, X2, X3,….

JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan r = Banyak ulangan

(56)

DBT = Derajat Bebas Total DBP = Derajat Bebas Perlakuan DBG = Derajat Bebas Galat

Dari tabel 2 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka

Fhitung > Ftabel, yaitu, (29,577 > 8,02) untuk = 0,05 dan (29,577 > 4,26) untuk = 0,01.

Dari hasil tersebut berarti H0 ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat

pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar protein tempe.

Tabel 4.1. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Protein Tempe

Penambahan inokulum (g)

Kadar protein (%)

1,0 3,13

1,5 3,23

2,0 3,81

2,5 3,46

(57)

Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)

Kadar protein tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g

4.1.2.Analisa Kadar Air

Penentuan kadar air dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar air = x 100 %

Sebagai contoh penentuan kadar air pada tempe biji durian :

Berat cawan kosong = 20,6402 g

Berat tempe biji durian basah = 2,0003g Berat cawan + berat tempe biji durian basah = 22,6405 g Berat cawan + berat sampel setelah pengeringan = 21,3605 g

(58)

(Berat cawan + Berat sampel setelah pengeringan) = ( 22,6405 g – 21,3605 g) = 1,28 g

Kadar air = x 100 % = 64 %

% kadar air untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 3 pada lampiran.

4.1.2.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Air tempe

Dari tabel 5 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka

Fhitung > Ftabel , yaitu (234,4622 > 8,02) untuk = 0,05 dan (234,4622 > 4,26) untuk =

0,01.

Dari hasil tersebut berati Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat

pengaruh variasi berat inokulum terhadap kadar air tempe.

Tabel 4.2 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum dengan Biji Durian terhadap Kadar Air Tempe

Penambahan inokulum (g)

Kadar Air (%)

1,0 63,20

1,5 59,92

2,0 59,04

2,5 57,41

(59)

63.2 mbar 4.2 Grafik pengukuran Kadar Air tempe Biji Durian (%

Kadar air tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g sedangkan kadar air terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g

4.1.3. Analisa Kadar Abu (%)

Penentuan kadar abu dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar Abu = x 100 %

Sebagai contoh penentuan kadar abu pada tempe biji durian :

Berat cawan kosong = 20,6402 g

(60)

4.1.3.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Abu tempe

Dari tabel 6 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka

Fhitung > Ftabel , yaitu (2091 > 8,02) untuk = 0,05 dan (2091> 4,26) untuk = 0,01

Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat

pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar abu tempe.

Tabel 4.3 .Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar Abu Tempe Penambahan

Inokulum (g)

Kadar Abu (%)

1,0 3,11

1,5 2,80

2,0 2,64

2,5 2,22

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar abu tempe.

(61)

Kadar abu tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum 1,0 g sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g.

4.1.4. Analisa Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dari tempe biji durian dapat dihitung sebagai berikut :

Kadar lemak = x 100 %

Sebagi contoh penentuan kadar lemak pada tempe biji durian : Berat cawan = 95,0214 g

Berat tempe biji durian = 10,0002 g Berat cawan + lemak = 95,1425 g Berat Lemak = 0,1211 g

Kadar lemak = x 100 % = 1,21 %

% kadar lemak untuk sampel berikutnya dapat dilihat tabel 7 pada lampiran.

4.1.4.1 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum Terhadap Kadar Lemak Tempe

Dari tabel 8 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka

Fhitung > Ftabel , yaitu (16386 > 8,02) untuk = 0,05 dan (16386 > 4,26) untuk = 0,01.

Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat

pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar lemak tempe.

(62)

Penambahan Inokulum (g)

Kadar Lemak (%)

1,0 1,21

1,5 0,95

2,0 0,49

2,5 0,20

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar lemak tempe

Gambar 4.4 Grafik Pengukuran Kadar Lemak Tempe Biji Durian (%)

Kadar lemak tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g sedangkan kadar lemak terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g

(63)

Dari tabel 10 pada lampiran jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel maka

Fhitung > Ftabel , yaitu (112,8516 > 8,02)untuk = 0,05 dan (112,856 > 4,26) untuk =

0,01.

Dari hasil tersebut berarti Ho ditolak dan H1 diterima dengan arti bahwa terdapat

pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar karbohidrat tempe. Tabel 4.5. Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Kadar

Karbohidrat Tempe Penambahan

Inokulum (g)

Kadar karbohidrat (%)

1,0 29,34

1,5 33,08

2,0 34,00

2,5 36,01

Dari tabel di atas diperoleh grafik pengaruh variasi penambahan berat inokulum terhadap kadar karbohidrat tempe

(64)

Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g

4.1.6 Pengaruh Variasi Penambahan Berat Inokulum terhadap Rasa, Warna, Bau, dan Tekstur Tempe

Berdasarkan tabel 12, 14, 16, dan 18 pada lampiran variasi perbandingan berat inokulum dengan biji durian memberikan pengaruh terhadap rasa, warna, bau dan tekstur dari tempe. Rasa, warna, bau, dan tekstur tempe yang paling baik diperoleh pada perlakuan penambahan berat inokulum sebanyak 1,5 g

Gambar 4.6 Grafik Uji Rasa terhadap Tempe Biji Durian

4.2. Pembahasan

4.2.1.Penghilangan Getah

(65)

biji durian yang telah dibersihkan di bawah sinar matahari sampai kering. pengurangan getah bertambah seiring dengan berkurangnya kadar air bahan pada saat dijemur.

4.2.2. Kadar Protein

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar protein tempe seperti yang terlihat pada tabel Anava :

(29,577 > 8,02) untuk taraf 5 % (29,577 > 4,02) untuk taraf 1 %

Penambahan berat inokulum sebanyak 2,0 g memperoleh kadar protein

tertinggi yaitu 3,81 % sedangkan terendah diperoleh penambahan inokulum sebanyak 1,0 g yaitu 3,13 %. Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5 %. Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12 jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit. Hanya 5 % dari hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sisanya terakumulasi dalam bentuk peptide dan asam amino. Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein. Selama perendaman protein turun sebanyak 1,4 % (Nur, 2006).

4.2.3. Kadar Air

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kadar air tempe seperti yang terlihat pada tabel anava:

(234,4622 > 8,02) untuk taraf 5 % (234,4622 > 4,26) untuk taraf 1 %

(66)

dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Menurut syarat mutu tempe kedelai SNI 01-3144-1992, kadar air maksimal 65 %. Pada penelitian ini didapatkan kadar air tertinggi 63,2 % sehingga masih memenuhi syarat mutu kadar air pada tempe.

4.2.4. Kadar Abu

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kadar abu tempe :

(2091 > 8,02) Untuk taraf 5 % (2091 > 4,26) Untuk taraf 1 %

Penambahan berat inokulum sebanyak 1,0 g memperoleh kadar abu tertinggi yaitu 3,11 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 2,5 g yaitu 2,22 %. Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. kadar abu merupakan material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800 0C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya

( Achmad,J.S.,1987). Menurut syarat mutu tempe kedelai SNI 01-3144-1992, kadar abu maksimal 1,5 %. Pada penelitian ini didapatkan kadar abu terendah 2,22 % sehingga tidak memenuhi syarat mutu kadar abu untuk tempe.

4.2.5. Kadar Lemak

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kadar lemak tempe :

(16386 > 8,02) untuk taraf 5 % (16386 > 4,26) untuk taraf 1 %

(67)

inokulum, hal ini disebabkan semakin besar berat inokulum maka makin banyak pula nutrisi yang dibutuhkan dan digunakan oleh Rhizopus yang ada dalam inokulum .

2.4.6 Kadar Karbohidrat

Variasi penambahan berat inokulum memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap kadar karbohidrat tempe:

(112,8516 > 8,02) untuk taraf 5% (112,8516 > 4,26) untuk taraf 1 %

Penambahan berat inokulum sebanyak 2,5 g memperoleh kadar karbohidrat tertinggi yaitu 36,01 % sedangkan terendah diperoleh pada penambahan inokulum sebanyak 1,0 g yaitu 29,34 %. Inokulum yang digunakan merupakan inokulum bubuk yang dibuat dari hancuran tempe dan diperbanyak dengan penambahan beras (Sutrisno,K., 1992). Komponen terbesar dalam beras adalah karbohidrat, sehingga semakin besar berat inokulum yang ditambahkan maka kadar karbohidratnya semakin meningkat, karena inokulum yang digunakan terbuat dari beras yang banyak mengandung karbohidrat dan jamur tempe.

2.4.7 Uji Organoleptik

(68)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian diperoleh bahwa tempe biji durian dengan kualitas terbaik yaitu yang memiliki nilai gizi dan menghasilkan tempe dengan tekstur yang kompak, berwarna putih, rasa yang enak dan bau khas tempe adalah tempe dengan penambahan variasi berat inokulum sebanyak 2,0 g.

5.2 Saran

(69)

yang tinggi ke dalamnya dan dilakukan uji toksinitas untuk mengetahui bahwa tempe tersebut aman untuk dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1997. Budidaya Durian. Yogyakarta: Penebit Kanisius

Anonimous. 2007. Tanpa Kedelai tetap bisa makan tempe. Diakses tanggal 20 November 2008.

Beuchat,L.1987. Food and Beverage Mycology. Second edition. New York: Van Nostrand Reinhold

Buckle,K.1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

deMan,J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB

Farbiaz,S., 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT.Gramedia

Hesseltine,C.W., 1965. Studies on Extracellulair Proteolytic Enzymes of Rhizopus oligosporus. Journal Microbiology II

(70)

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Hanafiah,K.A. 2000. Rancangan percobaan dan Aplikasi. Cetakan Keenam. Jakarta: Raja Grafindo persada

Hidayat Nur. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Penebit ANDI

Koswara,S.1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Murray,R.K. 1996. Harpers’Biochemistry. USA: Prentice Hall Intrenational,Inc

Polanditya,P.2007.Alternatif Makanan Bar

November 2008

Rizal,S,dkk. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya :Penerbit Universitas Katolik Widya Mandala

Rukmana, R. 1996. Durian Budidaya Pasca Panen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Simanjuntak. 2007. Bahan-bahan yang terkandung dalam daging buah durian. Sediaoetama,A.J.1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian rakyat

Setiadi. 1996. Bertanam Durian. Jakarta: Penebar Swadaya

Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Statistika Tanaman Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tahunan Indonesia 2007. Jakarta: Aditia Indah Nusantara

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta

Syarief,R. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta. PT. Mediyatama Sarana Perkasa

Winarno,F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama Winarno,F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT.Gramedia

(71)
(72)

Tabel 1. Data Kadar Protein Tempe Biji Durian (%)

Tabel 2. Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Tempe

(73)

Tabel 3.Data Kadar Air Tempe Biji Durian (%)

Tabel 4. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Tempe

(74)

Tabel 5. Data Kadar Abu Tempe Biji Durian (%)

Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Abu Tempe

(75)

Tabel 7. Data Kadar Lemak Tempe Biji Durian

Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Lemak Tempe

(76)

Tabel 9. Data Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian (%)

Tabel 10. Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tempe

(77)

Tabel 11. Data Pengamatan Uji Warna Tempe Biji Durian

Tabel 12. Analisa Sidik Ragam Uji Warna Tempe

(78)

Tabel 13. Data Pengamatan Uji Rasa Tempe Biji Durian

Tabel 14. Analisa Sidik Ragam Uji Rasa Tempe

(79)

Tabel 15. Data Pengamatan Uji Bau Tempe Biji Durian

Tabel 16. Analisa Sidik Ragam Uji Bau Tempe

(80)

Tabel 17. Data Pengamatan Uji Tekstur Tempe Biji Durian

Tabel 18. Analisa Sidik Ragam Uji Tekstur Tempe

(81)
(82)

Gambar 4.8 Tempe Biji Durian dengan Variasi Penambahan Berat Inokulum 1,5 g

(83)

Gambar

Tabel 20  Daftar Nilai Kritik Sebaran F
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Tempe Biji Durian
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji durian
Tabel 2.3 Komposisi kimia tempe dalam 100 gram bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lama penyangraian dengan kuali tanah liat memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat,

Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung biji durian dengan konsentrasi berbeda pada pembuatan mi basah memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, namun tidak

Hasil penelitian menunjukan penambahan tepung tempe pada nugget tepung tempe memberikan pengaruh nyata pada uji kimia yaitu kadar lemak, air, abu, protein,

Uji organoleptik penilaian panelis terhadap rasa pada abon biji durian dengan penambahan subtitusi tempe pada konsentrasi 25% mengasilkan nilai kesukaan tertinggi

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa penambahan pati biji durian pada pembuatan nugget ayam memberikan pengaruh yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein, lemak, abu dan karbohidrat pada tempe kedelai berbeda secara signifikan dengan tempe biji nangka.. Dalam segi pemenuhan

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa penambahan pati biji durian pada pembuatan nugget ayam memberikan pengaruh yang

Penambahan konsentrasi pati biji durian yang semakin tinggi pada bakso ayam menurunkan kadar air, kadar protein dan kadar lemak, serta menurunkan kualitas