• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) Pada Mencit Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) Pada Mencit Jantan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN PEGAGAN (

Centella

asiatica

(L.) Urb.)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SITI AMALIA WAHYU PRATIWI NIM 121524167

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL

DAUN PEGAGAN (

Centella

asiatica

(L.) Urb.)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SITI AMALIA WAHYU PRATIWI NIM 121524167

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang berjudul “Uji Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) Pada Mencit Jantan”. Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai

Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama

masa pendidikan.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. dan Ibu

Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan

penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan

skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Urip

Harahap, Apt., Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan., M.Si., Apt., dan Bapak Drs.

Saiful Bahri, M.S., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga

menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh staf pengajar, pegawai tata usaha

dan teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga terselesaikannya

(5)

Secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada

terhingga kepada Bapakku Drs. H. Ahmad Farijan, M.M.Pd dan Ibuku Hj. Baiq

Sumiarti, adik Wahyu, adik Reza, adik Panji dan mas Imam serta teman-temanku

Ekstensi Farmasi 2012 gelombang 2 khususnya Desi, Cut Rai, Kak Siti, Ratna,

Mayang, Winda, Muha terimakasih atas doa dan semangatnya kepada penulis

selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat

menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Juni 2015

Penulis,

Siti Amalia Wahyu Pratiwi

(6)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urb.) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Kadar asam urat serum yang memiliki nilai di atas normal disebut dengan kondisi hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan faktor resiko terjadinya arthritis gout, nefropati gout atau batu ginjal. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pegagan memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan sitotoksik serta memiliki daya hambat terhadap enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana enzim xantin oxidase merupakan enzim yang berperan dalam sintesis asam urat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan pada mencit jantan hiperurisemia.

Pengujian efek antihiperurisemia dilakukan secara experimental dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch® ) dan menggunakan

potassium oxonate 200 mg/kg BB sebagai penginduksi hiperurisemia yang diberikan secara intraperitoneal dua jam sebelum pemberian perlakuan. Dua puluh lima mencit jantan dibagi menjadi lima kelompok, kelompok pertama sebagai kontrol negative yang diberikan CMC Na 1 % b/v secara oral, kelompok kedua sebagai kontrol positif yang diberikan allopurinol 10 mg/kg BB secara oral, kelompok ketiga sampai kelima diberikan ekstrak etanol daun pegagan dengan dosis masing-masing 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB diberikan secara oral, selanjutnya kadar asam urat diukur tiap satu jam selama empat jam pengamatan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA) yang dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol daun pegagan memberikan efek antihiperurisemia. Tetapi hanya dosis 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan pemberian allopurinol dosis 10 mg/kg BB.

Semua suspensi ekstrak etanol daun pegagan memiliki efek antihiperurisemia dengan dosis terbaik 400 mg/kg BB.

Kata kunci : Daun pegagan, Centella asiatica (L.) Urb., efek antihiperurisemia,

(7)

ANTIHYPERURICEMIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF GOTU KOLA LEAVES (Centella asiatica (L.) Urb.) ON MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the final product of purine metabolism. When serum uric acid level higer than normal, it called hyperuricemia condition. Hyperuricemia condition is risk factor for arthritis gout, nephropathy gout or renal stone. Some research showed gotu kola has anti inflammatory effect, antioxidant effect and cytotoxic activity, gotu kola leaves also having inhibitory effect on the xanthin oxidase in vitro assay, wherein the enzyme xanthine oxidase is an enzyme that plays a role in the synthesis of uric acid. The purpose of this research was to study the activity ethanol extract of gotu kola leaves as antihyperuricemic agent on hyperuricemic male mice.

The examination antihyperuricemic effect was carried out by using uric acid tester (Easy Touch®) and potassium oxonate 200 mg/kg BW as inducer hyperuricemic given to the abdominal cavity one hour before treated. Twenty five male mice were divided into five groups, first group as a negative control treated carboxy methyl cellulose sodium 1% b/v orally; the second group as a positive control treated allopurinol 10 mg/kg BW orally ; the third to fifth groups were treated with ethanol extract of gotu kola leaves with each dose 200 mg/kg BW, 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW orally. Blood uric acid levels were measured every hour for four hours. Furthermore the result were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Post Hoc Tukey HSD test.

The result of examination showed that all doses ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect, but only ethanol extract of gotu kola leaves doses 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW have the same effect with allopurinol 10 mg/kg BW.

All dose ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect with the best dose is 400 mg/kg BW.

Key words : Gotu kola leaves, Centella asiatica (L.) Urb., antihyperuricemic effect,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman pegagan ... 5

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 7

2.3 Metode ekstraksi ... 7

(9)

2.5 Hiperurisemia ... 10

2.6 Gout ... 11

2.7 Obat antihiperurisemia ... 12

2.8 Potassium oxonat ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Alat-alat ... 16

3.2 Bahan-bahan ... 16

3.3 Hewan percobaan ... 16

3.4 Penyiapan bahan ... 16

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 17

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 17

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 17

3.5.3 Penetapan kadar air ... 18

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air ... 18

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 19

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 19

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 19

3.6 Skrining Fitokimia ... 20

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ... 20

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ... 20

3.6.3 Pemeriksaan tanin ... 21

3.6.4 Pemeriksaan saponin ... 21

3.6.5 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 21

(10)

3.8 Prosedur uji efek penurunan kadar asam urat ... 22

3.8.1 Pembuatan CMC Na 1% ... 22

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol ... 22

3.8.3 Pembuatan larutan potassium oxonate ... 22

3.8.4 Pembuatan suspensi EEDP (sediaan uji) ... 23

3.8.5 Penyiapan hewan percobaan ... 23

3.8.6 Pengujian efek antihiperurisemia ... 23

3.9 Analisis data ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Identifikasi tumbuhan ... 25

4.2 Karakteristik simplisia dan ekstrak ... 25

4.3 Pengujian efek antihiperurisemia ... 27

4.3.1 Pengujian efek penurunan kadar asam urat ekstrak .. 27

4.3.2 Uji perbedaan efek antihiperurisemia ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Matrix rancangan penelitian ... 15

4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan ……... 25

4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun

pegagan ... 26

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ……….. 4

2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol 14

2.2 Mekanisme kerja potassium oxonat menghambat

urikase ... 14

4.1

4.2

Grafik kadar asam urat rata-rata setelah pemberian CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB ...

Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap kelompok perlakuan (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan

suspensi EEDP 600 mg/kg BB) ……….

28

30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 39

2 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ... 40

3 Gambar daun segar, simplisia dan serbuk daun pegagan ... 41

4 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun pegagan ... 43

5 Bagan alur penelitian ... 44

6 Perhitungan kadar air serbuk simplisia daun pegagan ... 46

7 Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air serbuk simplisia daun pegagan ... 47

8 Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam etanol serbuk simplisia daun pegagan ... 48

9 Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia daun pegagan ... 49

10 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam simplisia daun pegagan ... 50

11 Volume maksimum sesuai rute pemberian dan konversi dosis 51

12 Perhitungan volume pemberian sediaan ... 52

13 Gambar hewan percobaan ... 54

14

Gambar alat pengukur asam urat ... 55

15 Data Pengukuran Kadar Asam Urat ... 56

16 Data Persen Penurunan Kadar Asam Urat ... 57

17 Hasil analisis data statistik ... 58

(14)

UJI EFEK ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica (L.) Urb.) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Kadar asam urat serum yang memiliki nilai di atas normal disebut dengan kondisi hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan faktor resiko terjadinya arthritis gout, nefropati gout atau batu ginjal. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan pegagan memiliki efek anti inflamasi, antioksidan dan sitotoksik serta memiliki daya hambat terhadap enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana enzim xantin oxidase merupakan enzim yang berperan dalam sintesis asam urat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan pada mencit jantan hiperurisemia.

Pengujian efek antihiperurisemia dilakukan secara experimental dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch® ) dan menggunakan

potassium oxonate 200 mg/kg BB sebagai penginduksi hiperurisemia yang diberikan secara intraperitoneal dua jam sebelum pemberian perlakuan. Dua puluh lima mencit jantan dibagi menjadi lima kelompok, kelompok pertama sebagai kontrol negative yang diberikan CMC Na 1 % b/v secara oral, kelompok kedua sebagai kontrol positif yang diberikan allopurinol 10 mg/kg BB secara oral, kelompok ketiga sampai kelima diberikan ekstrak etanol daun pegagan dengan dosis masing-masing 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB diberikan secara oral, selanjutnya kadar asam urat diukur tiap satu jam selama empat jam pengamatan. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA) yang dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD.

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua dosis ekstrak etanol daun pegagan memberikan efek antihiperurisemia. Tetapi hanya dosis 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan pemberian allopurinol dosis 10 mg/kg BB.

Semua suspensi ekstrak etanol daun pegagan memiliki efek antihiperurisemia dengan dosis terbaik 400 mg/kg BB.

Kata kunci : Daun pegagan, Centella asiatica (L.) Urb., efek antihiperurisemia,

(15)

ANTIHYPERURICEMIC EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF GOTU KOLA LEAVES (Centella asiatica (L.) Urb.) ON MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the final product of purine metabolism. When serum uric acid level higer than normal, it called hyperuricemia condition. Hyperuricemia condition is risk factor for arthritis gout, nephropathy gout or renal stone. Some research showed gotu kola has anti inflammatory effect, antioxidant effect and cytotoxic activity, gotu kola leaves also having inhibitory effect on the xanthin oxidase in vitro assay, wherein the enzyme xanthine oxidase is an enzyme that plays a role in the synthesis of uric acid. The purpose of this research was to study the activity ethanol extract of gotu kola leaves as antihyperuricemic agent on hyperuricemic male mice.

The examination antihyperuricemic effect was carried out by using uric acid tester (Easy Touch®) and potassium oxonate 200 mg/kg BW as inducer hyperuricemic given to the abdominal cavity one hour before treated. Twenty five male mice were divided into five groups, first group as a negative control treated carboxy methyl cellulose sodium 1% b/v orally; the second group as a positive control treated allopurinol 10 mg/kg BW orally ; the third to fifth groups were treated with ethanol extract of gotu kola leaves with each dose 200 mg/kg BW, 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW orally. Blood uric acid levels were measured every hour for four hours. Furthermore the result were analyzed by Analysis of Variance (ANAVA) followed by Post Hoc Tukey HSD test.

The result of examination showed that all doses ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect, but only ethanol extract of gotu kola leaves doses 400 mg/kg BW and 600 mg/kg BW have the same effect with allopurinol 10 mg/kg BW.

All dose ethanol extract of gotu kola leaves have antihyperuricemic effect with the best dose is 400 mg/kg BW.

Key words : Gotu kola leaves, Centella asiatica (L.) Urb., antihyperuricemic effect,

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari

asam urat merupakan hasil katabolisme purin yang dibantu oleh enzim guanase dan

xantin oxidase (Shamley, 2005). Jika produksi asam urat meningkat

(overproduction) dan ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat dengan cukup

dari dalam tubuh (underexcretion), maka kadar asam urat dalam darah akan

meningkat di atas normal, keadaan ini disebut dengan hiperurisemia. Apabila

keadaan hiperurisemia tidak ditangani dalam jangka waktu lama, maka keadaan

tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya arthritis gout, nefropati gout atau batu

ginjal (Hidayat, 2009).

Usaha untuk menurunkan kadar asam urat darah dapat dilakukan dengan

mengurangi produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal

(Price and Wilson, 2002). Umumnya untuk mengatasi penyakit asam urat

digunakan obat sintesis seperti allopurinol. Allopurinol merupakan obat yang

bekerja menghambat pembentukan asam urat melalui penghambatan aktivitas

enzim xantin oxidase, namun karena allopurinol mempunyai efek samping yang

merugikan dan membahayakan seperti gangguan pada gastrointestinal, neuritis

perifer, toksisitas hati dan reaksi alergi pada kulit (Katzung, 2002), maka

dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tumbuhan, salah satunya yaitu

(17)

Pegagan merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah

penyebaran sangat luas. Pegagan tumbuh liar di seluruh Indonesia, umumnya pada

daerah-daerah beriklim tropis, dari dataran rendah hingga ketinggian 2,500 meter di

atas permukaan laut. Tumbuhan ini ditemui tumbuh melimpah di tempat-tempat

terbuka, seperti telaga dan tempat yang agak terlindung. Tumbuhan ini lebih

menyukai lingkungan yang basah seperti selokan, areal persawahan, tepi-tepi jalan,

padang rumput bahkan tepi-tepi tembok atau pagar (Depkes RI, 1977).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tumbuhan

pegagan memiliki khasiat sebagai antiulcer (Abdulla, dkk., 2010), anticemas

(Bradwejn, dkk., 2000), antioxidant (Jayshree, dkk., 2003), antihipertensi

(Incandela, dkk., 2001; Cesarone, dkk., 2001), kardioprotektif (Gnanapragasama,

dkk., 2004; Gnanapragasama, dkk., 2007), immunodulator (Jayathirtha, M., 2004),

neuroprotektif (Kumar, dkk., 2009), sitotoksik (Babykutty, dkk., 2009) serta

antiinflamasi (Li, dkk., 2009). Berdasarkan penelitian Sugianto, dkk (2012) daun

pegagan dapat menghambat enzim xantin oxidase secara in vitro, dimana xantin

oxidase merupakan enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin

menjadi asam urat (Price dan Wilson, 2005), selain itu efek antiinflamasi tumbuhan

pegagan dapat meredakan radang pada gout yang disebabkan oleh keadaan

hiperurisemia yang tidak ditangani dalam jangka waktu lama.

Kandungan kimia pegagan diantarnya triterpenoid: asiatikosida,

madekasosida, asam sianat, asam indosentoat, bayogenin; flavonoid: kaemferol,

kuesertin; saponin: sentelasapogenol A,B dan D (BPOM RI, 2010). Kandungan

yang diduga mampu menurunkan kadar asam urat yaitu flavonoid, dimana

(18)

Secara tradisional pegagan telah digunakan masyarakat untuk mengobati

penyakit kulit, sakit perut, batuk, batuk berdarah, disentri, penyembuhan luka,

radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera

makan (BPOM RI, 2010).

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan uji in vivo terhadap efek

antihiperurisemia daun pegagan dengan metode induksi menggunakan potassium

oxonate.

1.2Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a.apakah ekstrak etanol daun pegagan mempunyai efek antihiperurisemia terhadap

mencit jantan yang diinduksi potassium oxonate?

b.berapakah dosis dan waktu paling efektif ekstrak etanol daun pegagan sebagai

antihiperurisemia?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a.ekstrak etanol daun pegagan mempunyai efek antihiperurisemia terhadap mencit

jantan yang diinduksi potassium oxonate.

b.ekstrak etanol daun pegagan dosis tertinggi memiliki efek antihiperurisemia

paling baik dari semua dosis yang diberikan dan waktu pengamatan jam ke-4

(19)

1.4Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a.efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan terhadap mencit jantan.

b.dosis dan waktu paling efektif ekstrak etanol daun pegagan yang mempunyai

efek antihiperurisemia.

1.5Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada

masyarakat tentang kemampuan daun pegagan sebagai antihiperurisemia.

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

-Allopurinol 10 mg/kg BB

Kontrol negatif : -CMC Na 1 % BB

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Pegagan

Berikut adalah klasifikasi tanaman, nama daerah, deskripsi tanaman,

kandungan kimia dan manfaat tanaman pegagan.

2.1.1 Klasifikasi tanaman

Pegagan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica (L.) Urban

2.1.2 Nama daerah

Pegagan di Indonesia dikenal dengan nama daerah, Sumatra: pegagan

(Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaki kuda, pegagan,

kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau); Jawa: cowet gompeng,

antanan, antanan gede (Sunda); Bali: gagan-gagan, ganggagan, kele lere (Sawo);

Nusa Tenggara: bebele (Sasak); Maluku: sarowati (Halmahera), kolotidi manora

(Ternate); Sulawesi: pegaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo (Bugis), hisu-hisu

(21)

2.1.3 Deskripsi tanaman

Pegagan merupakan tumbuhan terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi

dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10 cm sampai 80

cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun,

kadang-kadang agak berambut; tangkai daun panjang sampai 50 mm, helai daun berbentuk

ginjal, lebar dan bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun

beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun. Perbungaan

berupa payung tunggal atau 3 sampai 5 bersama-sama keluar dari ketiak daun

kelopak, gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun.

Bunga umumnya 3, yang di tengah duduk, yang di samping bergagang pendek;

daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna

merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah

pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas

berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal (Depkes RI, 1977).

2.1.4 Kandungan kimia

Pegagan mengandung triterpenoid: asiatikosida, madekasosid, asam asiatat,

asam madekasat, asam indosentoat, bayogenin, asam 2α, 3β, 20, 23

-tetrahidroksiurs-28-oat, asam euskapat, asam terminolat, asam 3β-6β

-23-tri-hidroksiolean-12-en-28-oat, asam 3β-6β-23-trihidroksiurs-12-en-28-oat; flavonoid:

kaempferol, kuersetin; Saponins: sentelasapogenol A, sentelasaponin A,B dan D;

poliasetilen; kadiyenol, sentelin, asiatisin dan sentelesin (BPOM, 2010).

2.1.5 Manfaat tanaman

Penggunaan tanaman pegagan secara tradisional digunakan untuk mengobati

(22)

radang, pegal linu, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, demam dan penambah selera

makan (BPOM RI, 2010).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang

telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi 3 yaitu :

a. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau

eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum

berupa zat kimia murni.

b. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau

zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat murni.

c. Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)

yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Ditjen POM, 1995).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di

(23)

metode yang tepat. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan

menjadi:

a. Cara dingin

Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi :

i.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar).

ii.Pekolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan.

b. Cara panas

Metode ekstraksi dengan cara panas dibedakan menjadi :

i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan debgan

adanya pendingin balik.

ii. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti

(24)

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40 - 50oC.

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96 - 98

o

C) selama waktu tertentu (15-20 menit) ).

v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan suhu -

sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4Asam Urat

Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin. Purin yang

menghasilkan asam urat dapat berasal dari tiga sumber, yaitu purin dari makanan,

konversi asam nukleat jaringan menjadi nukleotida purin dan sintesis de novo basa

purin (Ernest, dkk., 2008).

Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat

(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah

menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan

guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim

adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin

dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa

ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanine membentuk

xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase.

Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam

(25)

Kadar asam urat pada serum normal laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl dan

pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10

mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005), sedangkan pada

mencit normal kadar asam uratnya adalah 0,5-1,4 mg/dl dan mencit dikatakan

hiperurisemia jika kadar asam urat darahnya berkisar antara 1,7-3,0 mg/dl

(Muhtadi, dkk., 2012). Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari

hewan mamalia lain karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim

yang menguraikan asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, 2002).

Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin antioksidan

yang paling penting penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60 % dari

seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia. Tetapi asam

urat juga bersifat prooksidatif pada kondisi tertentu, khususnya bila antioksidan

lain berada pada level yang rendah. Observasi klinis dan laboratoris

memperlihatkan peningkatan konsentrasi asam urat dalam darah lebih dari 5,5

mg/dl, dikaitkan dengan disfungsi endotel, jadi walau mempunyai peranan sebagai

antioksidan yang signifikan, asam urat secara langsung maupun tidak langsung

dapat menyebabkan kerusakan vaskuler (Wisesa dan Suastika, 2009).

2.5Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat

darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat

dalam darah serta merupakan faktor penyebab terjadinya hiperurisemia adalah

sebagai berikut:

a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)

(26)

pyrophos-phate synthetase (PRPP synthetase) akan menyebabkan peningkatan PRPP

yang merupakan kunci sintesa purin dan terjadi defisiensi

hypoxanthine-guanine phosphoribosyl tranferase (HGPRT) akan meningkatkan

metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi xantin.

ii.Penyebab sekunder yaitu terjadi peningkatan asupan purin, konversi asam -

nukleat meningkat, penguraian ATP meningkat.

b. Penurunan ekskresi asam urat (underexcretion)

Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer (idiopatik) dan penyebab

sekunder yaitu berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat

(ketoasidosis, laktat asidosis) dan peningkatan reabsorbsi tubular (Gaw, dkk.,

2011).

2.6Gout

Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi

kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa

hiperurisemia. Gout dapat bersifat primer dan skunder. Gout primer merupakan

akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat

penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan

asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses

penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.

Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu:

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada tahap ini pasien tidak

menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan kadar asam urat serum.

Hanya 20 % dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi

(27)

b. Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Serangan gout akut terjadi ketika kristal

urat mulai terbentuk pada cairan sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul

sangat khas, yaitu radang sendi yang akut dan timbul sangat cepat dalam waktu

singkat. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat,

disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah.

c. Tahap ketiga adalah tahap interkritis. Tahap ini merupakan kelanjutan stadium

gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun

pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses

kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Tahap ini bisa berlangsung

beberapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang

adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.

d. Tahap keempat adalah tahap gout kronik. Pada tahap ini terjadi kerusakan

persendian dan bahkan persendian mengalami kehancuran total oleh adanya

deposit kristal monosodium urat, terjadi kerusakan yang ekstensif dan permanen

(Price dan Wilson, 2005).

2.7Obat antihiperurisemia

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi

kondisi hiperurisemia :

a.Golongan urikosurik

Obat-obat golongan ini dapat meningkatkan ekskresi asam urat dengan

menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan

ekskresi asam urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik sangat

mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Pasien yang menggunakan

(28)

meningkatkan ekskresi asam urat (Price dan Wilson, 2005). Obat-obat urikosurik

diantaranya adalah :

i.Probenesid

Probenesid biasanya dimulai pada dosis 0,5 mg secara oral setiap hari

dalam dosis terbagi, meningkat sampai 1 gram sehari setelah 1 minggu

penggunaan. Harus diberikan bersama makanan untuk mengurangi efek

gastrointestinal yang tidak diinginkan.

ii.Sulfinpirazon

Sulfinpirazon dimulai pada dosis oral 200 mg sehari, meningkat sampai

400-800 mg sehari. Harus diberikan dalam dosis terbagi bersama makanan untuk

mengurangi efek gastrointestinal yang tidak diinginkan (Katzung, 2002).

b.Penghambat xantin oxidase

Satu-satunya obat golongan ini yang masih digunakan hingga sekarang yaitu

allopurinol. Allopurinol dan metabolit utamanya oksipurinol (alloxanthine)

merupakan inhibitor xantin oxidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin

menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan

konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya panjang,

allopurinol cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah

100 mg sehari, dosis allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung

pada respon kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu

terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi

alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, 2002). Mekanisme

(29)

2.8Potassium oxonat

Potassium oxonat merupakan salah satu penginduksi hiperurisemia pada

hewan pengerat. Potassium oxonat bekerja dengan cara menghambat urikase atau

urat oxidase. Enzim tersebut mengkatalis reaksi perubahan asam urat menjadi

allantoin. Jika enzim tersebut dihambat maka akan terjadi penumpukan asam urat

pada hewan uji (Watanabe, dkk., 2006). Metabolisme asam urat menjadi allantoin

dan mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase dapat dilihat

pada Gambar 2.2

Asam urat + 2H2O + O2

Allantoin + CO2 +H2O

Keterangan : : menghambat

: terurai

Gambar 2.2 Mekanisme kerja potassium oxonat dalam menghambat urikase

(Mazzali, dkk., 2001)

Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, 2002) Ket : =

menghambat

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian

yaitu pengumpulan bahan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia,

karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pengujian efek

penurunan kadar asam urat secara oral terhadap mencit jantan dan analisis data.

Matrix rancangan penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Matrix rancangan penelitian

(31)

3.1Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

aluminium foil, blender (Panasonic®), lemari pengering, mikroskop (Olympus®),

hot plate (Fisons®), oven listrik (Memmert®), tanur (Nabertherm®) timbangan

digital (Mettler Tolledo®), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, eksikator,

cawan porselin, cawan alas datar, mortir, stamfer, objek glass, rotary evaporator

(Hooke D®), timbangan hewan, oral sonde, stopwatch, spuit 1 ml, alat pengukur

kadar asam urat (Easy touch®).

3.2Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simplisia daun

pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.), etanol 70 %, kloral hidrat, potassium

oxonate (Sigma Aldrich®), allopurinol (Hexpharm®), aquades, aqua pro injeksi,

CMC Na dan pakan ternak.

3.3Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit-

jantan, berat badan 24 g – 30 g, umur 2 - 3 bulan sebanyak 25 ekor. Hewan

diaklimatisasi selama 2 minggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan

hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat

penelitian.

3.4Penyiapan bahan

3.4.1 Pengumpulan bahan

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

(32)

digunakan adalah daun pegagan hijau dan segar yang diambil di halaman Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara .

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor.

3.4.3 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara daun pegagan yang telah

dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor, lalu dicuci bersih dengan air sampai

bersih dan ditiriskan. Selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

terlebih dahulu, lalu dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia rapuh

ketika diremas. Selanjutnya diblender sampai menjadi serbuk dan disimpan dalam

wadah tertutup rapat.

3.5Pemeriksaan karakteristik simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu

tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari

larut dalam etanol.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun pegagan segar meliputi

pemeriksaan bentuk dan warna.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun

(33)

ditambahkan sedikit serbuk simplisia daun pegagan dan ditutup dengan kaca

penutup, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima. Cara penetapannya yaitu:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian

volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian

kedalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia

daun pegagan yang telah ditimbang saksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

per detik hingga sebagian air tersuling. Kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4

tetes per detik. Kemudian setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air

yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang

diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia daun pegagan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam

labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18

(34)

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada

suhu 1050C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia daun pegagan, dimaserasi selam 24 jam

dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6

jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut

dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia daun pegagan yang telah digerus dan

ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam

(35)

3.6Skrining fitokimia

Pemeriksaan alkaloid, saponin (Depkes RI, 1995), flavonoid dan tannin

(Fansworth, 1966), steroid/triterpenoid (Harborne, 1987).

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia daun pegagan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9

ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu

disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Mayer akan terbentuk

endapan bewarna putih atau kuning

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Bouchardat akan terbentuk

endapan bewarna coklat hitam

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Dragendorff akan terbentuk

endapan bewarna merah atau jingga.

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau

tiga dari percobaan diatas.

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia daun pegagan ditambahkan 10 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna

(36)

3.6.3 Pemeriksaan Tannin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun pegagan disari dengan 10 ml air

suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.

Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 - 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %.

Terbentuk warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin.

3.6.4 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia daun pegagan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian

dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm yang

mantap tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes larutan asam

klorida 2 N, buih tidak hilang, menunjukkan adanya saponin.

3.6.5 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoida

Sejumlah 1 g serbuk simplisia daun pegagan dimaserasi dengan 20 ml n

-heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada

sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes

asam sulfat pekat. Diteteskan pada saat akan akan mereaksikan sampel uji. Timbul

warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya

steroid-triterpenoid.

3.7Pembuatan ekstrak Etanol Daun Pegagan

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

maserasi, sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia (1979).

Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Sebanyak 300 gram serbuk simplisia daun pegagan dimaserasi dengan 75

(37)

terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk, kemudian disaring dan ampas

dimaserasi kembali dengan etanol 70% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.

Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada

temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

3.8Prosedur Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat

3.8.1 Pembuatan CMC Na 1 % sebagai kontrol negatif

Pembuatan suspensi CMC Na 1 % dilakukan dengan cara berikut : sebanyak

1 gram CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas

sebanyak 20 ml, didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang

transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air suling,

kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah air suling sampai batas

tanda.

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol sebagai kontrol positif

Konsentrasi suspensi allopurinol yang dibuat adalah 0,1 % dengan cara

sebagai berikut: ditimbang tablet allopurinol satu persatu sebanyak 20 tablet dan

ditimbang berat 20 tablet, selanjutnya diserbukkan, kemudian ditimbang

allopurinol yang telah diserbukkan setara dengan berat 25 mg allopurinol,

kemudian dimasukkan dalam lumpang, ditambahkan sedikit CMC Na 1 %, digerus

homogen, dimasukkan ke dalam labu tentukur, kemudian dicukupkan dengan CMC

Na 1 % sampai 25 ml.

3.8.3 Pembuatan Larutan Potassium Oxonate (LPO) 150 mg/25 ml

Pembuatan LPO dilakukan dengan cara sebagai berikut : ditimbang serbuk-

potassium oxonate sebanyak 150 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur

(38)

3.8.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Pegagan (Sediaan uji)

Konsentrasi ekstrak yang dibuat adalah 2 %, 4 % dan 6 %. Pembuatannya

dilakukan dengan cara sebagai berikut : ekstrak ditimbang masing-masing

sebanyak 200 mg, 400 mg dan 600 mg, dimasukkan masing-masing ke dalam

lumpang, gerus hingga homogen ditambahkan sedikit CMC Na 1 %, selanjutnya

dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur, kemudian masing-masing

konsentrasi di cukupkan dengan CMC Na 1 % sampai 10 ml.

3.8.5 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20 - 30 g, jumlah

25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif, kontrol

negatif dan kelompok uji yang terdiri dari 3 dosis (200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB

dan 600 mg/kg BB ) dan setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit.

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara

terlebih dahulu selama kurang lebih dua minggu untuk penyesuaian lingkungan,

kemudian dipuasakan selama 18 jam sebelum digunakan.

3.8.6 Pengujian efek antihiperurisemia

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, masing-masing

terdiri dari 5 ekor hewan percobaan. Kelompok tersebut adalah:

Kelompok I : diberikan CMC Na dosis 1 % BB

Kelompok II : diberikan suspensi allopurinol dosis 10 mg/kg BB

Kelompok III : diberikan suspensi EEDP dosis 200 mg/kg BB

Kelompok IV : diberikan suspensi EEDP dosis 400 mg/kg BB

(39)

Masing-masing kelompok diukur kadar asam urat puasa. Kemudian

disuntikkan penginduksi asam urat yaitu potassium oxonate secara intraperitonial

(i.p), setelah 1 jam kemudian, diukur kembali kadar asam urat pada masing-masing

tiap kelompok perlakuan (kadar asam urat terinduksi), selanjutnya 1 jam berikutnya

diberikan sediaan uji secara per oral, lalu diukur kembali kadar asam uratnya

setelah diberikan perlakuan setiap 1 jam selama 4 jam pengamatan. Dicatat hasil

pengukuran masing-masing kelompok perlakuan (Watanabe, dkk., 2006; Muhtadi,

dkk., 2012; Simamarta, dkk., 2012; Kristiani, dkk., 2013). Selanjutnya dihitung

persen penurunan kadar asam urat (KUA) dengan rumus sebagai berikut.

% penurunan kadar asam urat =

Keterangan : a = kadar asam urat terinduksi

b= kadar asam urat pada waktu pengamatan jam ke-n

3.9Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis variansi

(ANAVA) dan Kruskal Wallis dengan tingkat kepercayaan 95 %, jika hasilnya

berbeda secara signifikan maka dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dan Mann

Whitney untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Identifikasi Tumbuhan

Hasil Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani Pusat Penelitian- LIPI Bogor adalah :

Jenis : Centellaasiatica (L.) Urban

Suku : Apiaceae (lampiran 1, halaman 39)

4.2Karakteristik Simplisia dan Ekstrak

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun pegagan diperoleh daun

berbentuk ginjal, panjang 4 - 5 cm dan lebar 3 - 4 cm, berwarna hijau tua, pangkal

helai daun berlekuk, ujung daun membundar, pinggir daun bergerigi, tulang daun

rata-rata terdiri dari 6 atau 7. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia

daun pegagan terlihat adanya epidermis dengan stomata tipe anisositik, rambut

penutup, serabut sklerenkim dan epidermis atas (lampiran 4, halaman 43). Hasil

karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan

No Karakteristik serbuk simplisia Simplisia

Kadar (%) Persyaratan (%)

1 Kadar air 3,97 < 10

2 Kadar sari larut dalam air 17,24 ≥ 6

3 Kadar sari larut dalam etanol 15,33 > 9,5

4 Kadar abu total 7,87 ≤ 19

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 5,03 ≥ 5

Karakterisasi simplisia daun pegagan bertujuan untuk menjamin kualitas

bahan baku yang akan digunakan untuk membuat ekstrak etanol daun pegagan.

Penetapan kadar air bertujuan untuk memastikan bahwa kadar air simplisia daun

(41)

(1995) yaitu sebesar 10 %, karena jika melewati kadar yang dipersyaratkan akan

terjadi pertumbuhan jamur. Hasil penetapan kadar air simplisia daun pegagan

memenuhi syarat yaitu kurang dari 10 %. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

dilakukan untuk mengetahui zat-zat yang tersari dalam pelarut air. Hasil penetapan

kadar sari larut dalam air yang diperoleh yaitu 17,24 %. Penetapan kadar sari larut

dalam etanol menyatakan zat-zat yang tersari dalam pelarut etanol tetapi mungkin

tidak larut dalam air (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar sari larut dalam

etanol yang diperoleh yaitu 15,33 %. Penetapan kadar abu dilakukan untuk

mengetahui gambaran mineral internal dan eksternal yang berasal dari awal proses

yang terkandung dalam simplisia (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar abu

simplisia daun pegagan yaitu sebesar 7,87 %. Sementara itu penetapan kadar abu

tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa organik yang tidak larut asam,

misalnya silikat (Depkes RI, 2000). Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam

yang diperoleh yaitu sebesar 5,03 %.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun pegagan

dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak

No Pemeriksaan Serbuk simplisia Ekstrak

1 Alkaloida - -

pemeriksaan flavonoid, saponin, tannin dan steroid/triterpenoid menunjukkan hasil

yang positif pada simplisia dan ekstrak, sedangkan pemeriksaan alkaloid

(42)

hasil karakterisasi penelitian Sugianto, dkk., (2012) yang menunjukkan bahwa hasil

pemeriksaan alkaloid pada simplisia dan ekstrak daun pegagan hasilnya positif, hal

ini diduga karena pereaksi yang digunakan agak sedikit berbeda, pada penelitian

sebelumnya digunakan pereaksi Mayer, Wegner dan Dragendorff, sedangkan pada

penelitian ini digunakan pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff. Pada

penelitian ini juga diduga jumlah kandungan alkaloid pada daun pegagan

jumlahnya sedikit. Tetapi hal tersebut tidak terlalu berpengaruh pada penelitian ini,

karena kandungan kimia yang diduga sebagai antihiperurisemia pada sampel ini

yaitu flavonoid.

4.3Pengujian efek antihiperurisemia

4.3.1 Uji efek penurunan kadar asam urat ekstrak

Pada penelitian ini digunakan 5 kelompok besar perlakuan yaitu kelompok

kontrol negatif menggunakan CMC Na 1 % BB, kontrol positif menggunakan

suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, kelompok uji terdiri dari tiga dosis perlakuan

ekstrak (suspensi EEDP dosis 200 mg/kg BB, suspensi EEDP dosis 400 mg/kg BB,

dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB). Ketiga dosis EEDP tersebut dipilih karena

sebelumnya telah dilakukan orientasi dosis EEDP dengan variasi dosis 50 mg/kg

BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg BB, tetapi karena dosis 50

mg/kg BB dan 100 mg/kg BB menunjukkan hasil penurunan yang sangat kecil,

maka dipilihlah dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB.

Uji efek antihiperurisemia ekstrak etanol daun pegagan per oral dilakukan

dengan cara menginduksi mencit agar hiperurisemia dengan potassium oxonate,

dimana pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur

(43)

Potassium oxonate digunakan sebagai penginduksi asam urat, dimana

potassium oxonate merupakan inhibitor enzim urikase. Dalam kebanyakan

mamalia terdapat enzim urikase yang berfungsi mengubah asam urat menjadi

allantoin yang lebih mudah larut dalam air (Katzung, dkk., 2002). Dengan

dihambatnya enzim urikase oleh potassium oxonate, asam urat akan tertumpuk dan

tidak tereliminasi dalam bentuk urin (Kristina, dkk., 2013).

Pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 dapat dilihat kadar asam urat rata-rata

mencit untuk semua kelompok perlakuan selama 4 jam pengamatan.

Tabel 4.3 Kadar asam urat rata-rata mencit selama 4 jam pengamatan

1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

Gambar 4.1 Grafik kadar asam urat rata-rata setelah pemberian CMC Na, suspensi

allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB.

(44)

Grafik di atas menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan

ekstrak memiliki efek antihiperurisemia pada mencit jantan, hal ini dapat dilihat

dengan membandingkannya dengan kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na

dosis 1 % BB, dimana pada pemberian CMC Na dosis 1 % BB, kadar asam urat

mencit terus meningkat, sedangkan pada pemberian sediaan uji (ekstrak)

menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat pada mencit.

Pada jam ke-1, kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na 1 % BB,

suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP

400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB, kadar asam urat mencit

mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan potassium oxonate telah bekerja

menghambat enzim urikase sehingga kadar asam urat di dalam darah mencit

meningkat.

Pada jam ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 kelompok yang diberikan suspensi

allopurinol 10 mg/kg BB , suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400

mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB memberikan efek penurunan kadar

asam urat, sedangkan kelompok yang diberikan CMC Na 1 % tidak memberikan

efek penurunan kadar asam urat (kadar asam urat tetap meningkat). CMC Na tidak

menunjukkan efek penurunan terhadap kadar asam urat pada mencit diduga karena

CMC Na tidak mengandung zat aktif yang berkhasiat sebagai antihiperurisemia.

Selanjutnya untuk menentukan kekuatan efek antihiperurisemia semua

kelompok perlakuan tiap jam selama 4 jam pengamatan, maka dihitunglah persen

(%) penurunan kadar asam urat mencit. Hasil perhitungan % penurunan kadar asam

(45)

kadar asam urat rata-rata pada mencit selama 4 jam pengamatan dapat dilihat pada

Gambar 4.2

Gambar 4.2 Diagram rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh

dari setiap kelompok perlakuan (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB).

Diagram di atas menggambarkan diagram batang kelompok perlakuan

CMC Na terbalik (berada di bawah), hal itu disebabkan oleh nilai persen penurunan

kadar asam urat mencit pada kelompok tersebut bernilai negatif (tidak

menunjukkan efek penurunan kadar asam urat pada mencit), sedangkan diagram

batang kelompok perlakuan lainnya berada di atas (bernilai positif), hal tersebut

karena kelompok perlakuan lainnya memiliki efek penurunan kadar asam urat pada

mencit. Selain itu diagram tersebut juga menunjukkan kekuatan semua kelompok

perlakuan dalam menurunkan kadar asam urat, dimana urutan kekuatan efek

penurunan kadar asam urat tiap jam selama 4 jam pengamatan mulai dari yang

tertinggi yaitu suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 600 mg/kg BB,

suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan yang paling lemah adalah suspensi EEDP 200

(46)

4.3.2 Uji perbedaan efek antihiperurisemia

Data hasil pengukuran kadar asam urat yang diperoleh selanjutnya diolah

menggunakan SPSS untuk melihat perbedaan efek antihiperurisemia antar

kelompok perlakuan. Data tersebut sebelumnya diuji dengan metode Shapiro-Wilk

untuk melihat apakah tiap kelompok terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji

Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa persen penurunan kadar asam urat mencit pada

tiap kelompok perlakuan terdistribusi normal (lihat pada lampiran 16, halaman 46).

Selanjutnya dilakukan uji homogenitas.

Uji homogenitas varian Levene dilakukan untuk mengetahui kesamaan

varian dari data kadar asam urat mencit pada tiap kelompok . Hasil menunjukkan

bahwa data kadar asam urat mencit pada waktu pengamatan jam ke-1 sampai jam

ke-3 bervariasi homogen, sehingga dilanjutkan ke uji parametrik yaitu uji ANAVA,

sedangkan untuk kelompok perlakuan pada jam ke-4, diperoleh data yang tidak

bervariasi homogen, sehingga data tersebut dilanjutkan ke uji non parametrik

Kruskal-Wallis. Uji ANAVA dan uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang

signifikan dengan nilai (p<0,05), hal ini berarti bahwa pada jam ke-1 sudah mulai

terlihat perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan. Karena uji

ANAVA dan Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan, maka

dilanjutkan dengan uji Tukey untuk waktu pengamatan jam ke-1 sampai jam ke-3

dan uji Mann Whitney untuk waktu pengamatan jam ke-4.

Dari hasil analisis Tukey, diperoleh dari jam ke-1 sampai jam ke-3,

kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na menunjukkan perbedaan yang

signifikan dengan kelompok perlakuan lain (suspensi allopurinol 10 mg/kg BB,

(47)

mg/kg BB) dengan nilai signifikan (p<0,05), sedangkan kelompok perlakuan yang

diberikan suspensi EEDP 200 mg/kg BB tidak berbeda signifikan dengan

kelompok yang diberikan suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600

mg/kg BB dengan nilai signifikan (p>0,05) tetapi berbeda segnifikan dengan

kelompok perlakuan yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB dengan nilai

signifikan (p<0,05) dan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 400

mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB tidak berbeda signifikan dengan

kelompok perlakuan yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol

positif) dengan nilai (p>0,05). Sementara itu hasil uji Mann Whitney menunjukkan

bahwa pada waktu pengamatan jam ke-4, kelompok perlakuan yang diberikan

CMC Na berbeda secara signifikan dengan semua kelompok perlakuan yang lain

(suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 200 mg/kg BB, suspensi EEDP

400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB) dengan nilai (p<0,05), begitu

juga dengan kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDP 200 mg/kg BB

yang menunjukkan nilai signifikan (p<0,05) terhadap semua kelompok perlakuan

lainnya (CMC Na, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDP 400 mg/kg

BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB). Sedangkan untuk kelompok perlakuan

yang diberikan suspensi EEDP 400 mg/kg BB dan suspensi EEDP 600 mg/kg BB

tidak berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan suspensi allopurinol 10

mg/kg BB.

Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bourne dan Zastrow (2011), yang

menyatakan bahwa peningkatan dosis obat harusnya akan meningkatkan respon

(48)

peningkatan respon akhirnya akan menurun, karena sudah tercapai dosis yang

sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun pegagan

cukup efektif menurunan kadar asam urat. Hal ini memberikan gambaran atas

potensi daun pegagan sebagai antihiperurisemia. Senyawa aktif yang diduga

berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah adalah flavonoid. Flavonoid

dilaporkan dapat menghambat kerja enzim xantin oxidase (Umamaheswari, 2013;

Lin, dkk., 2002). Dimana xantin oksidase merupakan enzim yang mengubah

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Kesimpulan di dalam penelitian ini adalah:

a. Pemberian ekstrak etanol daun pegagan (EEDP) memiliki efek

antihiperurisemia, ditunjukkan dengan nilai signifikan ketiga dosis EEDP

berbeda signifikan dengan kelompok yang diberikan CMC Na (p<0,05).

b. Dosis yang paling efektif dari ekstrak etanol daun pegagan (EEDP) sebagai

antihiperurisemia adalah 400 mg/kg BB pada jam ke-4.

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan untuk penelitian

selanjutnya dilakukan uji efek antihiperurisemia daun pegagan dengan pelarut yang

lain misalnya etil asetat, sebagai bahan perbandingan untuk ekstrak etanol daun

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, M.A., AL-Bayaty, F.H., Younis L.T., and Abu H.M.I. (2010). Anti-ulcer activity of Centella asiatica leaf extract against ethanol-induced gastric mucosal injury in rats. Journal of Medicinal Plants Research. 4(13): 1253-1259.

Babykutty, S., Padikkala, J., Sathiadevan, P.P., Vijayakurup, V., Azis TKA., Srinivas, P., Gopala, S. (2009). Apoptosis induction of Centella asiatica on human breast cancer cells. African J. Trad. Compliment Alternat, Med. 6(1): 9-16.

Bourne, R.H., dan Zastrow, V.M. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika.

BPOM RI. (2010). Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat; Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia

Bradwejn, J., Zhou, Y., Koszycki, D.,Shlik, J. (2000). A double blind, placebo-controlled study on the effects of gotu kola (Centella asiatica) on acoustic startle response in healthy subject. J.Clin Psychopharmacol. 20(6): 680.

Cesarone, M.R., Incandela, L., De Sanctis, M.T., Belcaro, G., Bavera, P., Bucci, M., Ippolito, E. (2001). Evaluation of treatment of diabetic microangiopathy with total triterpenic fraction of Centella asiatica: A clinical prospective randomized trial with a microcirculatory model. Angiol. 52(2): 49-54.

Depkes RI. (1977). Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen

Ernest, M.E., Clark, E.C. dan Hawkins, D.W. (2008). Dalam: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol (Katzung, 2002)
Tabel 3.1 Matrix rancangan penelitian
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun pegagan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan mencit sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok (Na CMC 0,5%), kelompok uji diberi ekstrak etanol daun kelapa sawit dengan

Ekstrak herba pegagan ( Centella asiatica (L). Urb) dengan pelarut etanol 96% pada dosis 100 mg memiliki efek tonikum yang paling efektif, diukur dari daya tahan

Hewan coba yang digunakan adalah 30 ekor mencit jantan putih galur Swiss Webster yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberi aquadem, kelompok

Pada penelitian ini digunakan 50 ekor mencit yang dibagi menjadi 5 kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor mencit yaitu kelompok kontrol diberi suspensi

Hewan yang digunakan adalah 24 ekor mencit putih jantan galur BALB/c, kemudian dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol yang diberi CMC Na 0,5ml/20gBB mencit dan 3

Mencit jantan (20 ekor) yang sudah dilukai dengan scalpel steril sepanjang 1,5 cm dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 4 ekor dan mendapat perlakuan salep ekstrak

Pada pengujian aktivitas SGPT dan kadar kreatinin serum, hewan percobaan dibagi menjadi 4 kelompok (15 ekor/kelompok) yaitu kelompok kontrol yang diberikan Na CMC dan kelompok

Hewan ujiyang digunakan dalam penelitian adalah mencit 25 ekordibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif paracetamol, kontrol negatif Na-CMC, kelompok estrak daun sungkai