• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Overweight pada Siswa-Siswi Usia 10-12 Tahun di SD St.Antonius I dan II Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Overweight pada Siswa-Siswi Usia 10-12 Tahun di SD St.Antonius I dan II Medan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP KEJADIAN OVERWEIGHT PADA SISWA-SISWI USIA 10-12 TAHUN DI

SD ST.ANTONIUS I DAN II MEDAN

Oleh : JOHANES S.T.S

100100400

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Overweight pada Siswa-Siswi Usia 10-12 Tahun di SD St.Antonius I dan II Medan

Nama : JOHANES S.T.S NIM : 100100400

Pembimbing Penguji I

(dr. Sufitni, M.Kes, Sp.PA) (dr. Deryne A. P, M.Ked.(KK), Sp.KK) NIP: 19720404 20011 2 200 NIP: 19831111 200912 2 004

Penguji II

(dr. Bugis Mardiana, Sp.A)

NIP: 19701003 200012 2 001

Medan, 28 Desember 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(3)

ABSTRAK

Prevalensi overweight dan obesitas terus meningkat dengan cepat, khususnya diantara anak-anak dan remaja pada sebagian negara di dunia. Lebih dari 30 juta anak-anak dengan overweight hidup di negara berkembang dan 10 juta terdapat di negara maju (WHO, 2013). Overweight dan obesitas terjadi oleh karena banyak faktor, salah satunya ialah pola makan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola makan terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan.

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi penelitian berjumlah 363 orang. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 77 orang. Data yang digunakan ialah hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan serta hasil pengisian formulir Food Record. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian overweight adalah uji chi-square.

Hasil distribusi frekuensi diperoleh bahwa seluruh responden memiliki jumlah asupan kalori kurang. Hasil uji Chi-square diperoleh tidak ada hubungan jumlah asupan protein dengan kejadian overweight (p = 0,642), ada hubungan antara jenis makanan terhadap kejadian overweight (p = 0,015).

Dari hasil penelitian tersebut, diharapkan adanya kerjasama antara pihak pemerintah, sekolah, masyarakat umumnya dan orangtua khususnya dalam menangani masalah gizi pada anak, khususnya gizi lebih.

(4)

ABSTRACT

Prevalence of overweight and obesity continues to rise rapidly, especially among children and adolescents in most countries in the world. More than 30 million children living in developing countries are overweight and 10 million are in developed countries (WHO, 2013). Overweight and obesity occur because of many factors, one of which is diet. This study aims to determine the effect of diet on the incidence of overweight in students aged 10-12 years in elementary St.Antonius I and II Medan.

This study was an observational analytic cross-sectional design. The study population numbered 363 people. Samples were taken using a non-probability sampling technique with consecutive sampling types. Samples numbered 77 people. The data used is the measurement of weight and height as well as the results of the Food Record form. The statistical test used to determine the relationship of diet to the incidence of overweight is a chi-square test.

The results obtained that the frequency distribution of all respondents have less calorie intake. Chi-square test results obtained no association of protein intake with the incidence of overweight (p = 0,642), there is a relationship between the type of diet on the incidence of overweight (p = 0,015).

From these results, it is expected the cooperation between the government, schools, the community in general and parents in particular in dealing with nutritional problems in children, especially overweight and obesity.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

segala rahmat-Nya saya dapat menyusun karya tulis ilmiah ini. Penyusunan karya

tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi

dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Penelitian yang telah dilakukan berjudul “Pengaruh Pola Makan

terhadap Kejadian Overweight pada Siswa-Siswi Usia 10-12 Tahun di SD St.Antonius I dan II Medan”.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis memperoleh bantuan

moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP (K) selaku Ketua Komisi Etik

Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan izin dilakukannya penelitian ini

3. dr. Sufitni, M.Kes., Sp.PA. selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

4. Seluruh staf pengajar Departemen Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberi materi

perkuliahan mengenai penelitian dan statiska kedokteran sehingga penulis

memiliki pengetahuan dalam penyusunan karya tulis ilmiah

5. Kepala Sekolah SD St.Antonius I dan II Medan yang telah memberikan

izin dilakukannya penelitian ini

6. Siswa-Siswi SD St.Antonius I dan II Medan yang telah bersedia

membantu peneliti melalui kesediaannya menjadi responden penelitian

7. Orangtua yang telah memberi dukungan moral dan materi selama

(6)

8. Teman penulis, Grace Duma Mawarni Hutahaean dan Nilam Anggriani

Tambunan yang telah membantu penulis dalam penelitian

Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis

ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 7 Desember 2013

Penulis

Johanes S.T.S

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Istilah/Singkatan ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1.Tujuan Umum ... 2

1.3.2.Tujuan Khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Overweight ... 4

2.1.1.Parameter Overweight ... 4

2.1.2.Etiologi Overweight ... 6

2.1.3.Dampak Overweight pada Anak ... 7

2.1.4.Penatalaksanaan dan Pencegahan Overweight Pada Anak .. 9

2.2.Pola Makan ... 11

2.2.1.Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan ... ... 12

(8)

2.2.3.Konsep Dasar Gizi Seimbang ... 14

2.2.4.Kebutuhan Gizi Anak ... 15

2.2.5.Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah... 16

2.3.Hubungan Pola Makan dengan Overweight ... 17

2.3.1.Mekanisme Regulasi Keseimbangan Berat Badan ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2.Definisi Operasional ... 20

3.2.1.Overweight ... 20

3.2.2.Pola Makan ... 21

3.3.Hipotesis ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1.Jenis Penelitian ... 23

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

4.2.1.Waktu Penelitian ... 23

4.2.2.Tempat Penelitian ... 23

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1.Populasi Penelitian ... 23

4.3.2.Sampel Penelitian ... 24

4.3.3.Besar Sampel Penelitian ... 24

4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 25

4.4.1.Data Primer ... 25

4.4.2.Data Sekunder ... 26

4.5.Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1.Hasil Penelitian ... 27

(9)

5.1.2.Deskripsi Karakteristik Responden ... 27

5.1.3.Analisis Bivariat ... 30

5.2.Pembahasan ... 31

5.2.1.Hubungan Jumlah Asupan Kalori dengan Kejadian Overweight ... 32

5.2.2.Hubungan Jumlah Asupan Protein dengan Kejadian Overweight ... 33

5.2.3.Hubungan Jenis Makanan dengan Kejadian Overweight ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1.Kesimpulan ... 34

6.2.Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kategori Status Berat Badan Berdasarkan

Rentang Persentil

6

2.2. Angka Kecukupan Gizi Untuk Usia 10-12 Tahun 16

5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Jenis Kelamin

27

5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Usia

28

5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Status Gizi dan Jenis Kelamin

28

5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Jumlah Asupan Kalori

29

5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Jumlah Asupan Protein

29

5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden

berdasarkan Jenis Makanan

30

5.7. Hubungan Jumlah Asupan Protein dan Jenis

Makanan terhadap Kejadian Overweight

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Grafik CDC 2000 Penentuan IMT Berdasarkan Usia

untuk Anak Perempuan Usia 2-20 Tahun

5

2.2. Grafik CDC 2000 Penentuan IMT Berdasarkan Usia

untuk Anak Laki-laki Usia 2-20 Tahun

5

(12)

DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN

ASI Air Susu Ibu

AKG Angka Kecukupan Gizi

BB Berat Badan

CDC Center for Disease Control and Prevention

GLP Glucagon Like Peptide

IL Interleukin

IMT Indeks Massa Tubuh

NEAT Non Exercise Activity Thermogenesis

SPSS Statistical Product and Service Solution

TB Tinggi Badan

TNF Tumor Necrosis Factor

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan

Lampiran 4 Formulir Food Record

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Ethical Clearance

Lampiran 7 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 8 Data Induk

Lampiran 9 Hasil Analisis Data

(14)

ABSTRAK

Prevalensi overweight dan obesitas terus meningkat dengan cepat, khususnya diantara anak-anak dan remaja pada sebagian negara di dunia. Lebih dari 30 juta anak-anak dengan overweight hidup di negara berkembang dan 10 juta terdapat di negara maju (WHO, 2013). Overweight dan obesitas terjadi oleh karena banyak faktor, salah satunya ialah pola makan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola makan terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan.

Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi penelitian berjumlah 363 orang. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 77 orang. Data yang digunakan ialah hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan serta hasil pengisian formulir Food Record. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian overweight adalah uji chi-square.

Hasil distribusi frekuensi diperoleh bahwa seluruh responden memiliki jumlah asupan kalori kurang. Hasil uji Chi-square diperoleh tidak ada hubungan jumlah asupan protein dengan kejadian overweight (p = 0,642), ada hubungan antara jenis makanan terhadap kejadian overweight (p = 0,015).

Dari hasil penelitian tersebut, diharapkan adanya kerjasama antara pihak pemerintah, sekolah, masyarakat umumnya dan orangtua khususnya dalam menangani masalah gizi pada anak, khususnya gizi lebih.

(15)

ABSTRACT

Prevalence of overweight and obesity continues to rise rapidly, especially among children and adolescents in most countries in the world. More than 30 million children living in developing countries are overweight and 10 million are in developed countries (WHO, 2013). Overweight and obesity occur because of many factors, one of which is diet. This study aims to determine the effect of diet on the incidence of overweight in students aged 10-12 years in elementary St.Antonius I and II Medan.

This study was an observational analytic cross-sectional design. The study population numbered 363 people. Samples were taken using a non-probability sampling technique with consecutive sampling types. Samples numbered 77 people. The data used is the measurement of weight and height as well as the results of the Food Record form. The statistical test used to determine the relationship of diet to the incidence of overweight is a chi-square test.

The results obtained that the frequency distribution of all respondents have less calorie intake. Chi-square test results obtained no association of protein intake with the incidence of overweight (p = 0,642), there is a relationship between the type of diet on the incidence of overweight (p = 0,015).

From these results, it is expected the cooperation between the government, schools, the community in general and parents in particular in dealing with nutritional problems in children, especially overweight and obesity.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Prevalensi overweight dan obesitas terus meningkat dengan cepat, khususnya diantara anak-anak dan remaja pada sebagian negara di dunia. Data dari WHO,

pada tahun 2011, lebih dari 40 miliar anak pada usia di bawah lima tahun

mengalami overweight. Awalnya overweight dan obesitas merupakan masalah yang terdapat pada negara yang berpenghasilan tinggi, namun sekarang telah

meningkat kejadiannya pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah,

khususnya di daerah perkotaan. Lebih dari 30 juta anak-anak dengan overweight hidup di negara berkembang dan 10 juta terdapat di negara maju (WHO, 2013).

Prevalensi obesitas dan overweight di Indonesia sendiri juga masih tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi

obesitas pada penduduk berusia ≥15 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh

(IMT) adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi

overweight pada anak-anak usia 6-14 tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan (Depkes, 2009).

Pada penelitian sebelumnya, prevalensi obesitas dan overweight pada anak Sekolah Dasar di kota Medan jumlahnya masing-masing secara berturut-turut

didapat 71 dan 47 dari 400 orang dengan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi

daripada perempuan (Ariani, Ani dan Sembiring, Tiangsa, 2007).

Overweight dan obesitas merupakan penyebab kematian nomor lima di dunia. Setidaknya 2, 8 juta orang dewasa meninggal akibat dari overweight ataupun obesitas tiap tahunnya. Overweight dan obesitas merupakan penyebab penyakit non-infeksi seperti penyakit jantung, diabetes, gangguan muskuloskeletal

khususnya ostoarthritis, dan kanker endometrium, payudara, dan kolon (WHO,

2013).

Overweight dan obesitas terjadi oleh karena banyak faktor, salah satunya ialah pola makan. Perubahan pola makan yang dipengaruhi oleh orangtua,

(17)

rendah gizi (junk food), makanan siap saji, minuman ringan berkadar gula tinggi, snack yang berkadar garam tinggi dan mengandung pengawet berdampak untuk meningkatkan terjadinya resiko obesitas dan overweight pada anak (Suharjo, 2008).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh

pola makan terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini ialah apakah ada pengaruh pola makan

terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada pengaruh pola makan terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pola makan siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD

St.Antonius I dan II Medan

2. Mengetahui status gizi siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I

dan II Medan

1.4.Manfaat Penelitian

Bagi siswa:

Memberi pengetahuan bagi siswa-siswi di SD St.Antonius I dan II Medan

tentang gambaran pola makan yang seimbang

Memberi pengetahuan bagi siswa-siswi di SD St.Antonius I dan II Medan

(18)

Bagi masyarakat:

Memberi pengetahuan bagi masyarakat umumnya dan para orangtua

khususnya mengenai pola pemberian makanan yang seimbang untuk

menghindari kejadian overweight pada anak

Bagi sekolah:

Memberi pengetahuan bagi pihak sekolah mengenai pola pemberian makanan

yang seimbang untuk menghindari kejadian overweight

Bagi peneliti:

Menambah kemampuan peneliti dalam mengukur antropometri dan Indeks

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Overweight

Overweight ialah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal, yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau massa otot

(Batubara, Jose R.L. et al., 2010).

2.1.1.Parameter Overweight

Parameter untuk menentukan overweight ialah dengan melakukan pemeriksaan antropometris yang meliputi pengukuran tinggi dan berat badan serta

lingkar pinggang (dalam penilaian resiko, ukuran lingkar pinggang lebih dapat

dipercaya jika dibandingkan rasio pinggang-pinggul). Indeks Massa Tubuh atau

Indeks Quetelet, yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). Berat badan disimpulkan berlebih jika nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) berada pada

kisaran 25,0-29,9 dan obesitas jika IMT ≥30. WHO (1999) mengusulkan

pembedaan ambang batas nilai, baik IMT maupun lingkar pinggang orang Asia

dan non-Asia. Untuk kriteria Asia –Pasifik dikatakan overweight jika IMT ≥ 23,0 dan obesitas jika IMT 25,0-29,9 (Arisman, 2010 & Stirbu, M., et al., 2009).

Anak-anak pada masa tumbuh kembang (2-20 tahun), penentuan overweight dan obesitas ditentukan menggunakan grafik Center for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Dengan memasukkan data ke grafik, dapat ditentukan posisi persentilnya. Untuk persentil 85-94th dikategorikan dalam overweight dan untuk persentil ≥ 95 th dikategorikan dalam obesitas. Grafik CDC 2000 dapat

(20)

Gambar 2.1. Grafik CDC 2000 penentuan IMT berdasarkan usia untuk anak perempuan usia 2-20 tahun

Gambar 2.2. Grafik CDC 2000 penentuan IMT berdasarkan usia untuk anak laki-laki usia 2-20 tahun

Keterangan grafik: Sumbu x : usia (tahun)

Sumbu y : Indeks Massa Tubuh (kg/m2)

Kurva pada grafik terdiri dari persentil ke-3, ke-5, ke-10, ke-25, ke-50, ke-75,

(21)

Cara mengukur dan menginterpretasikan kalkulasi IMT untuk anak dan remaja

ialah sebagai berikut

1. Sebelum menghitung IMT, terlebih dahulu diperoleh hasil pengukuran BB dan

TB yang akurat

2. Hitung IMT dengan rumus: BB/TB2 (kg/m2)

3. Tinjau ulang kembali hasil persentil IMT berdasarkan usia. Persentil IMT

berdasarkan usia digunakan untuk menafsirkan nilai IMT. IMT berdasarkan

usia dan jenis kelamin spesifik untuk anak-anak dan remaja. Kriteria ini

berbeda dari yang digunakan untuk menginterpretasikan IMT pada dewasa,

yang tidak mengambil perhitungan berdasarkan usia atau jenis kelamin. Usia

dan jenis kelamin dipertimbangkan untuk anak-anak dan remaja dikarenakan

ada dua alasan:

a. Jumlah lemak tubuh berbeda-beda sesuai usia

b. Jumlah lemak tubuh berbeda antara laki-laki dan perempuan

4. Mencari status berat badan berdasarkan persentil IMT terhadap usia yang

ditunjukkan pada tabel 2.1. Kategori ini berdasarkan rekomendasi komite ahli

Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan Berdasarkan Rentang Persentil

Kategori Status

Berat Badan Rentang Persentil

Underweight Kurang dari persentil ke-5

Normal Antara persentil ke-5 hingga kurang dari persentil ke-85

Overweight Antara persentil ke-85 hingga kurang dari persentil ke-95 Obesitas Sama dengan atau lebih dari persentil ke-95

Sumber : Center for Disease Control and Prevention, 2011

2.1.2.Etiologi overweight

Penyebab mendasar dari overweight dan obesitas ialah kelebihan asupan energi dalam makanan dibandingkan pengeluaran energi. Jika seseorang diberi

makan diet tinggi kalori dalam jumlah tetap, sebagian mengalami pertambahan

(22)

lambat disebabkan oleh peningkatan pengeluaran energi dalam bentuk gerakan

kecil yang gelisah (Nonexercise Activity Thermogenesis; NEAT) (Ganong, 2008) Beberapa faktor yang menyebabkan kegemukan, adalah:

1. Gangguan emosi dengan makan berlebihan yang menggantikan rasa puas

lainnya

2. Pembentukan sel-sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat pemberian

makanan berlebihan

3. Gangguan endokrin tertentu, misalnya hipotiroidisme

4. Gangguan pusat pengatur kenyang-selera makan (satiety-appetite center) di hipotalamus

5. Kecenderungan herediter

6. Kelezatan makanan yang tersedia, dan

7. Kurang berolahraga (Sherwood, 2001)

2.1.3.Dampak overweight pada anak

Anak yang overweight dapat menderita masalah kesehatan yang serius yang dapat dibawa hingga ke masa dewasanya. Anak yang overweight akan memilki resiko yang lebih tinggi untuk menderita:

- Diabetes tipe 2 yang menyebabkan resistensi terhadap insulin

- Sindrom metabolisme : kegemukan yang terutama terdapat di daerah perut,

kadar lemak yang tinggi, tekanan darah tinggi, resistensi terhadap insulin,

rentan terhadap terbentuknya sumbatan pembuluh darah, dan rentan terhadap

proses peradangan

- Asma dan masalah saluran pernafasan lainnya (misalnya : nafas pendek yang

membuat olahraga, senam atau aktivitas fisik lainnya sulit dilakukan)

- Masalah tidur

- Penyakit liver dan kandung empedu

- Pubertas dini: anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh lebih tinggi dan

secara seksual lebih matang dari anak-anak sebaya; anak perempuan yang

mengalami kelebihan berat badan akan mengalami siklus menstruasi yang

(23)

- Masalah makan

- Infeksi kulit

- Masalah pada tulang dan persendian

- Masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak, seperti:

kepercayaan diri yang rendah dan cenderung diganggu oleh temannya, masalah

tingkah laku dan pola belajar yang dapat menyebabkan penurunan prestasi

akademik, serta depresi (Misnadiarly, 2007)

Sedangkan menurut CDC (2013), obesitas dan overweight pada anak dibagi dalam efek segera dan efek jangka panjang terhadap kesehatan:

a. Efek segera :

- Anak yang mengalami obesitas besar kemungkinan untuk mengalami faktor

resiko penyakit jantung, seperti kolestrol yang tinggi atau hipertensi. Dalam

sebuah populasi, dengan sampel anak yang berusia 5-17 tahun, 70% dari

anak yang obesitas memiliki sedikitnya satu faktor resiko untuk penyakit

jantung

- Obesitas pada orang dewasa muda cenderung mengalami pre-diabetes, suatu

kondisi dimana kadar glukosa darah mengindikasikan resiko tinggi untuk

terjadinya diabetes

- Anak-anak dan dewasa muda yang mengalami obesitas akan memiliki

resiko besar menderita masalah persendian dan tulang, apnea saat tidur, dan

masalah sosial dan psikologis seperti stigmatisasi dan kurangnya

penghargaan diri

b. Efek jangka panjang:

- Anak–anak dan dewasa muda yang mengalami obesitas akan cenderung

mengalami obesitas pada saat dewasa dan dengan demikian resiko penyakit

akan lebih besar, seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke, beberapa

jenis kanker, dan osteoarthritis. Sebuah studi menunjukkan bahwa anak

yang mengalami obesitas lebih dini, seperti usia 2 tahun akan cenderung

mengalami obesitas pada usia dewasa

(24)

ginjal, pankreas, kandung empedu, tiroid, ovarium, serviks, multiple

myeloma dan Hodgkin’s lymphoma

2.1.4.Penatalaksanaan dan pencegahan overweight pada anak

Anak-anak tidak sama dengan orang dewasa, membutuhkan nutrisi dan

kalori unuk pertumbuhan dan perkembangan mereka (Misnadiarly, 2007). Tujuan

utama penatalaksanaan overweight dan obesitas pada anak dan remaja adalah menyadarkan tentang pola makan yang berlebihan dan aktivitas yang kurang serta

memberikan motivasi untuk memodifikasi perilaku anak dan orang tua. Tujuan

jangka panjang adalah perubahan gaya hidup yang menetap (Budiwiarti, 2012).

Overweight dan obesitas pada anak bersifat multifaktorial, oleh karena itu dalam penanganannya diperlukan pendekatan keluarga. Prinsip penatalaksanaan

overweight dan obesitas pada anak ialah dengan mengurangi asupan kalori dan meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas

fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup (Syarif, D.R., 2003 & Kiess W., et al.,

2004).

CDC menetapkan enam strategi yang dapat digunakan dalam pencegahan

overweight dan penyakit kronik pada anak (Sherry,B., 2005). 1. Mempromosikan ASI

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan bayi yang diberi ASI akan

mengurangi resiko terjadinya overweight, yaitu:

- Bayi yang diberi ASI akan mengalami respon lebih awal terhadap rasa

kenyang dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula

- Bayi yang diberi susu formula akan memiliki kadar insulin plasma yang

lebih tinggi dengan respon yang lebih lama. Tingginya kadar insulin plasma,

akan menyebabkan terjadinya deposit jaringan lemak, yang mengakibatkan

peningkatan berat badan, obesitas dan resiko diabetes tipe 2. Tingginya

kadar protein dalam susu formula juga menyebabkan stimulasi sekresi

(25)

- Pengaruh hormon leptin (hormon yang menghambat asupan makan dan

dapat mengontrol lemak dalam tubuh) yang dapat dipengaruhi oleh

pemberian ASI

2. Mempromosikan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang dibutuhkan akan bervariasi sesuai dengan usia. Pada

penelitian Strong et al (2005), didapat adanya hubungan antara aktivitas fisik

dan status berat badan pada anak usia sekolah dan remaja yang ditemukan

dengan studi potong lintang dan longitudinal, yang menyimpulkan bahwa

tingginya aktivitas fisik secara relatif berhubungan dengan berkurangnya

jaringan adiposit. Strong et al (2005), juga menyatakan bahwa terdapat banyak

keuntungan dari aktivitas fisik, seperti kesehatan jantung terpelihara, harga diri,

dan prestasi akademik.

Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme.

Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan

motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12

tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot, seperti bersepeda,

berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik

selama 20-30 menit per hari (Syarif, D.R., 2003).

3. Mengurangi menonton televisi

Ada beberapa alasan yang mendasari bahwa menonton televisi

menyebabkan overweight ataupun obesitas pada anak, yaitu: - Menonton televisi mengurangi pengeluaran energi

- Meningkatnya asupan kalori selama menonton televisi dengan pemilihan

makanan yang mengandung kalori yang tinggi melalui iklan dari televisi

- Berkurangnya Resting Metabolic Rate ketika menonton televisi 4. Meningkatkan asupan buah dan sayur-sayuran

Ada beberapa alasan yang mendasari bahwa mengkonsumsi sayur-sayuran

dan buah-buahan dapat mencegah overweight:

- Kandungan air di dalam buah dan sayur mengurangi densitas kalori dari

makanan. Air merupakan komponen yang paling besar dalam mengurangi

(26)

dan komponen buah dan sayur-sayuran lainnya menambah massa yang

tanpa energi/kalori

- Air dan serat dapat meningkatkan rasa kenyang

5. Mengurangi konsumsi minuman yang mengandung gula/pemanis

Beberapa mekanisme yang menjelaskan hubungan mengkonsumsi minuman

yang mengandung gula/pemanis, ini disebabkan oleh kandungan kalori yang

tinggi dalam minuman tersebut. Penyebab lain yang mungkin terjadi ialah

anak-anak tidak dapat mengontrol konsumsi makanan ataupun minuman yang

mengandung kalori dan hal ini terjadi bervariasi dari tiap-tiap usia mereka.

6. Mengurangi porsi makan

Mengurangi porsi makan dapat mengurangi jumlah kalori jika pola dietnya

dipertahankan secara konstan. Nielson dan Popkin (2003) menunjukkan bahwa

secara umum porsi makanan yang besar dikonsumsi anak pada restoran siap

saji, porsi yang lebih kecil dikonsumsi pada saat makan di rumah, dan porsi

yang paling kecil pada saat makan di restoran lainnya. Peningkatan porsi

makan ini terjadi bersamaan dengan peningkatan proporsi energi yang berasal

dari makanan dan hal ini berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas

pada anak.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengurangan diet kalori dan

lemak serta peningkatan diet serat direkomendasikan untuk mengatasi overweight atau obesitas pada anak. Diet yang rendah karbohidrat juga berguna untuk

beberapa individu, tapi yang menjadi tujuan utama ialah mengurangi asupan

energi dan meningkatkan pengeluaran energi. Peningkatan aktivitas fisik

disarankan dengan latihan aerobik secara teratur. Hal ini juga harus disertai

dengan pengurangan waktu menonton televisi dan bermain komputer (Nelson,

2004).

2.2.Pola Makan

Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang

mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum

(27)

2.2.1.Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan berkaitan erat dengan kebiasaan makan seseorang. Secara

umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan,

yakni:

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan mempengaruhi konsumsi makanan

ialah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan

meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas

yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan

menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun,

pendapatan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan

menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya

sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada

pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk

mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food) telah meningkat tajam terutama di kalangan generasi muda dan kelompok

masyarakat menengah ke atas.

2. Faktor sosial budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi

seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi

kebutuhan dasar biologisnya, termasuk kebutuhan pangan.

3. Faktor agama

Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama

dikarenakan makanan/minuman tesebut membahayakan jasmani dan rohani

yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan haram akan mempengaruhi

pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

4. Faktor pendidikan

Pendidikan dalam hal ini dikaitkan dengan pengetahuan yang akan

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan

(28)

penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat

lebih banyak dibandingkan kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya,

kelompok orang dengan pendidikan tinggi cenderung memilih bahan makanan

sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.

5. Faktor lingkungan

Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah,

serta adanya promosi makanan melalui media cetak dan media elektronik.

- Lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan

seseorang

- Lingkungan sekolah, termasuk di dalamya para guru, teman sebaya, dan

keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan,

khususnya bagi siswa di sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi

yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh

tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan

membentuk pola makan yang baik pada anak.

- Keberadaan iklan/promosi makanan atau minuman melalui media elektronik

maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pola

makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengkonsumsi atau membeli

jenis makanan tertentu setelah melihat promosinya melalui iklan di televisi

(Sulistyoningsih, Hariyani, 2011).

2.2.2.Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Kebutuhan gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Umur

Semakin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah

untuk tiap kilogram berat badannya.

2. Aktivitas

Kebutuhan zat gizi seseorang dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan

sehari-hari. Semakin berat aktivitas yang dilakukan kebutuhan zat gizi semakin

(29)

3. Jenis kelamin

Kebutuhan zat gizi berbeda antara laki-laki dan perempuan, terutama pada

usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan penyusun tubuh

dan jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi

daripada laki-laki, sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak memiliki

jaringan otot. Hal ini menyebabkan lean body mass laki-laki menjadi lebih tinggi, sehingga kebutuhan energi basal laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan.

4. Kondisi khusus (hamil, menyusui, dan sakit)

Kebutuhan gizi pada masa hamil dan menyusui meningkat karena

meningkatnya metabolisme serta dibutuhkan untuk persiapan produk ASI dan

tumbuh kembang janin. Selain hamil dan menyusui, kondisi sakit juga akan

mempengaruhi kebutuhan gizi seseorang. Seseorang yang berada dalam masa

pemulihan akan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi. Jenis penyakit

yang diderita akan mempengaruhi kebutuhan gizi yang harus dipenuhi. Sebagai

contoh, orang yang menderita diabetes melitus harus memperhatikan asupan

energi, sedangkan orang dengan tekanan darah tinggi harus memperhatikan

asupan natrium.

5. Daerah tempat tinggal

Seseorang yang tinggal di daerah pegunungan yang dingin membutuhkan

kecukupan energi yang lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di daerah pesisir

yang panas (Sulistiyoningsih, Hariyani, 2011).

2.2.3.Konsep Dasar Gizi Seimbang

Pedoman umum gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajian

hidangan yang memenuhi syarat gizi yang dikenal dengan menu seimbang. Menu

adalah rangkaian beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau

dihidangkan untuk seseorang atau sekelompok orang untuk setiap kali makan,

yaitu dapat berupa hidangan pagi, siang, dan malam. Hidangan dalam satu hari

(30)

Menu seimbang ialah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan

dalam jumlah dan proporsi yang sesuai sehingga memenuhi kebutuhan gizi

seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan

serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2002).

Departemen Kesehatan RI (2006) mengeluarkan pedoman praktis untuk

mengatur makanan sehari-hari yang seimbang dan tertuang dalam 13 pesan dasar

sebagai berikut:

1. Makanlah aneka ragam makanan

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat kebutuhan energi

5. Gunakan garam beryodium

6. Makanlah makanan sumber zat besi

7. Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan tambahkan Makanan

Pendamping ASI sesudahnya

8. Biasakan makan pagi

9. Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya

10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur

11. Hindari minuman beralkohol

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas

2.2.4.Kebutuhan Gizi Anak

Usia anak merupakan periode yang sangat menentukan kualitas seorang

manusia dewasa nantinya. Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sedangkan menurut WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun. (Depkes, 2011).

Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian

nutrisi dengan kualitas yang baik dan benar. Kebanyakan orangtua menganggap

(31)

tidak perlu perhatian khusus. Selain itu, faktor anak yang sulit makan juga

membuat anak di usia sekolah mengalami kerawanan nutrisi, baik kekurangan gizi

ataupun kelebihan gizi (Lusia Kus Anna, 2010).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah taraf konsumsi zat-zat esensial yang

dibutuhkan tubuh, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk

memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG dibedakan berdasarkan

kelompok usia, jenis kelamin serta keadaan seperti hamil dan menyusui

(Almatsier, 2002).

Angka Kecukupan Gizi pada anak usia 10-12 tahun yang dianjurkan

[image:31.595.113.491.359.412.2]

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan, 2005 ialah seperti dalam tabel 2.4

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi Untuk Usia 10-12 Tahun

Zat Gizi Usia 10-12 tahun

Laki-laki Perempuan

nergi (kkal) 2050 2050

otein (gram) 50 50

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2005

2.2.5.Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah

Makanan pada anak usia sekolah harus serasi, selaras dan seimbang. Serasi

artinya yang sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai

dengan kondisi ekonomi, sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan

seimbang artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia

dan jenis bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Ada beberapa

penatalaksanaan pemberian makanan pada anak sekolah diantaranya adalah:

a. Usahakan anak sarapan pagi dan minum susu satu gelas sebelum berangkat ke

sekolah

b. Pada saat jam istirahat usahakan anak memakan makan ringan yang bergizi

(lebih kurang 2 jam setelah belajar di sekolah) bisa berupa lontong, bubur

kacang hijau, bakmi goreng, dan lain-lain

c. Makan siang tepat pada waktunya dan memenuhi kebutuhan zat-zat gizi. Nasi

(32)

d. Berikan snack pada sore hari sebagai cemilan dapat berupa kue segar,

kue-kue kering atau berupa goreng-gorengan

e. Makan malam tepat pada waktunya dengan nasi satu porsi, lauk pauk 2 potong

sedang, sayuran ditambah buah-buahan segar dan tidak lupa memberikan

segelas susu sebelum tidur (Mitayani, Sartika & Wiwi, 2010).

2.3.Hubungan pola makan dengan overweight

Pola makan berhubungan dengan kejadian overweight tidak hanya dari segi jumlah makanan yang dimakan, melainkan juga komposisi makanan dan kualitas

diet. Kebiasaan makan pada zaman sekarang ini telah berubah, yaitu dengan

rendahnya konsumsi buah-buahan, sayuran berwarna hijau, dan susu;

meningkatnya konsumsi snacks, gula, dan minuman ringan, serta melewatkan sarapan. Perilaku makan yang demikian dapat menyebabkan peningkatan jaringan

adiposit (Amin, Tarek. T. et al., 2008).

2.3.1.Mekanisme regulasi keseimbangan energi dan berat badan

Kontrol keseimbangan asupan makan melibatkan hubungan antara sistem

saraf perifer dan sistem saraf pusat. Pada individu dengan berat badan normal,

makanan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi,

metabolisme basal, termogenesis, dan aktivitas fisik, dan kelebihannya akan

disimpan dalam jaringan adiposit (Berthoud & Lenard, 2008).

Regulasi asupan makan diatur oleh dua mekanisme:

1. Sinyal kenyang

Regulasi asupan makan dimulai dengan adanya reseptor pengecap yang

akan merasa dan mentransmisikan informasi ke otak melalui serabut saraf aferen.

Komponen utama dalam regulasi asupan makan yang berhubungan dengan otak

melalui saraf sensori aferen, meliputi: sistem gustatori, saluran gastrointestinal,

pankreas, dan hati (Berthoud & Lenard, 2008).

Pada saluran gastrointestinal, hormon-hormon peptida bekerja secara lokal

dan sentral untuk mempengaruhi asupan makan (Gibson et al., 2010).

(33)

tegangan saraf vagus) berperan dalam pengosongan lambung (Berthoud &

Lenard, 2008)

Saat makanan masuk, terjadi perubahan konsentrasi nutrien/zat gizi di

sirkulasi yang berasal dari usus dan organ perifer lainnya yang akan mengirimkan

sinyal kenyang ke otak, dan selanjutnya akan terjadi pelepasan hormon-hormon

sebagai sinyal kenyang. Ghrelin yang disekresi dari mukosa lambung yang

kosong, akan mengaktivasi saraf aferen vagus dan bekerja secara langsung pada

hipotalamus untuk menstimulasi makan (Gibson et al., 2010). Kolesistokinin,

yang dihasilkan saat lemak dan protein terdapat pada usus halus (Berthoud &

Lenard, 2008, Cawston & Miller, 2010), akan menstimulasi sekeresi enzim

pencernaan dari pankreas (Owyang & Heldsinger, 2011) dan akan menekan

asupan makan dengan berikatan dengan reseptor kolesistokinin yang berada di

ujung sensorik saraf vagus (Raybould, et al., 2006). Peptida YY (PYY) dan

Glucagon Like Peptide 1 (GLP 1) dihasilkan pada usus halus sebagai respon terhadap adanya nutrien di lumen usus. PYY merupakan penekan asupan makan

yang bekerja dengan memperpanjang waktu pengosongan lambung melalui

pengikatan terhadap reseptor neuropeptida Y-2. GLP-1 merupakan regulator

utama dalam homeostasis glikemik, menstimulasi sekresi enzim pankreas dan

menghambat pengosongan lambung (Berthoud & Lenard, 2008, Gibson et al.,

2010).

Pankreas berperan dalam regulasi energi melalui sel β pankreas, yang akan

mengirimkan informasi ke sistem saraf pusat melalui sekresi insulin dan amilin.

Insulin bekerja secara langsung di hipotalamus dan daerah otak lainnya, dan

amilin bekerja pada reseptor di area postrema dan jalur asendens ke hipotalamus

untuk memperpanjang waktu pengosongan lambung dan mencetuskan rasa

kenyang (Lutz, 2010). Glukagon yang disekresi oleh sel α pankreas merupakan

stimulator utama untuk sekresi glukosa di hati (Woods & D’Alessio, 2008). Hati

juga berperan dalam regulasi glukosa melalui saraf aferen vagus pada dinding

(34)

2. Sinyal adiposit

Jaringan adiposa merupakan tempat penyimpanan untuk kelebihan energi,

seperti trigliserida dan asam lemak bebas. Jaringan adiposa dikenal sebagai organ

aktif yang mensekresikan berbagai substansi yang dikenal sebagai adipokin atau

derivat hormon adiposa, yang berperan dalam proses metabolisme dan

mempengaruhi asupan makan dan keseimbangan energi (Rondinone, 2006). Asam

lemak bebas berfungsi sebagai sumber energi dan merupakan sinyal molekul yang

disekresikan jaringan adiposa seperti: leptin, adiponektin, Tumor Necrosis Factor-

α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin (Hirasawa, 2005).

Komponen utama sistem saraf pusat yang terlibat dalam sinyal kenyang

ataupun lapar ialah bagian kaudal batang otak, sistem limbik dan hipotalamus.

Bagian kaudal batang otak akan menerima informasi dari taste buds dan organ perifer dan akan meregulasi asupan dan pencernaan makanan. Sinyal kenyang dari

perifer akan memicu impuls saraf yang melalui hipotalamus, khususnya nukleus

arkuata atau kompleks dorsal saraf vagus dari bagian otak belakang yang

berhubungan secara langsung dengan hipotalamus (Berthoud & Lenard, 2008).

Sistem limbik yang terdiri dari nukleus akumbens dan ventral palidum akan

mempengaruhi keinginan seseorang terhadap makanan. Proyeksi dopaminergik

yang berasal dari ventral tegmental area ke nukleus akumbens dan korteks prefrontal, akan mempengaruhi keinginan seseorang terhadap makanan di bawah

kesadaran. Sistem kortikal-limbik berperan dalam proses pengambilan keputusan

dengan pengaruh emosional dan informasi kognitif terhadap makanan (Berthoud

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

Variabel Independen

[image:35.595.143.474.236.373.2]

Variabel dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.2.1.Overweight

Overweight adalah kelebihan berat badan pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan dari hasil perhitungan Indeks Massa Tubuh

(IMT) berdasarkan grafik CDC 2000

Cara ukur : Perhitungan IMT dengan rumus

IMT = Berat badan (kg)

(Tinggi badan)2 (m2)

Alat Ukur : Timbangan Injak, Meteran Tinggi Badan, Grafik CDC

2000 menurut IMT terhadap usia

Hasil Ukur : Overweight

Berdasarkan grafik CDC 2000 menurut IMT terhadap

usia dikatakan overweight jika : IMT antara persentil ke-85 hingga kurang dari persentil ke-95

Hasil Pengukuran : Skala Nominal Pola Makan :

1. Asupan zat gizi

2. Jenis makanan

(36)

3.2.2.Pola Makan

Pola makan ialah jumlah asupan kalori dan protein, jenis bahan makanan

yang dikonsumsi oleh siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II

Medan tiap harinya.

1. Asupan zat gizi adalah banyaknya nilai energi (kalori) dan protein yang

dikonsumsi dalam sehari, hasilnya dibandingkan dengan zat gizi yang

dianjurkan (AKG) dikali 100 %

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Food Record

Food Record ialah mencatat semua makanan dan minuman yang telah dikonsumsi selama paling sedikit

3 hari dalam seminggu, yakni 2 hari biasa dan 1 hari

libur. Ukuran porsi makanan dicatat dengan mengacu

pada ukuran rumah tangga (URT). Pengolahan data

untuk mengetahui jumlah kalori dari jumlah dan jenis

makanan yang didapat, digunakan software

Nutrisurvey.

Hasil Ukur : Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dikategorikan

Berdasarkan Depkes (1996), yaitu:

Kurang : < 90%

Normal : 90-119%

Lebih : > 120%

Skala Ukur : Skala ordinal

2. Jenis makanan ialah keragaman makanan yang dikonsumsi siswa –siswi usia

10-12 tahun di SD St. Antonius I dan II Medan tiap kali makan yang meliputi

makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan dan susu.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Formulir Food Record

(37)

dilakukan dengan membandingkannya terhadap pola

menu seimbang “Empat Sehat Lima Sempurna”, yang

dikategorikan menjadi :

Baik : ≥ 4 jenis makanan

Tidak baik : ≤ 3 jenis makanan

Skala Ukur : Skala nominal

3.3.Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

- Adanya pengaruh jumlah asupan kalori dan protein terhadap kejadian

overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik observasional dengan desain

studi cross sectional dimana variabel independen dan variabel dependen dinilai secara simultan pada satu saat (Ismael, S., dan Sastroasmoro, S., 2011) Penelitian

ini dilakukan untuk menilai pengaruh pola makan terhadap kejadian overweight pada siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan.

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Mei 2013 sampai

dengan Agustus 2013. Penelitian dimulai dengan melakukan survei lokasi untuk

mengetahui data populasi yang diteliti, pengumpulan data penelitian, analisa data,

dan penyusunan laporan akhir hasil penelitian.

4.2.2.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD St.Antonius I dan II Jl.Sriwijaya No.7

Medan. Sekolah ini merupakan sekolah swasta di kota Medan dengan

siswa-siwinya yang rata-rata berasal dari keluarga status ekonomi golongan menengah

ke atas, sehingga kemungkinan pola konsumsi pangan yang berlebih cenderung

lebih tinggi.

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1.Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD

(39)

4.3.2.Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini diambil menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi (Ismael, S., dan Sastroasmoro, S.,

2011).

Sampel yang akan diambil diuji menggunakan kriteria-kriteria berikut:

a. Kriteria inklusi:

1. Siswa-siswi usia 10-12 tahun di SD St.Antonius I dan II Medan

2. Siswa-siswi yang overweight dengan IMT antara persentil ke-85 hingga kurang dari persentil ke-95 berdasarkan grafik CDC 2000

3. Siswa-siswi dengan IMT normal antara persentil ke-5 hingga kurang dari

persentil ke-85 berdasarkan grafik CDC 2000

b. Kriteria Eksklusi:

1. Siswa-sisiwi yang tidak mengisi formulir Food Record secara lengkap

2. Siswa-siswi yang menolak berpartisipasi untuk menjadi responden

penelitian

4.3.3.Besar Sampel Penelitian

Besar sampel pada penelitian ini jika diketahui besar populasi yaitu dengan menggunakan rumus berikut (Wahyuni, Arlinda.S., 2007):

N Z21-α/2 P (1-P)

n =

(N-1) d2 + Z21-α/2 P (1-P)

Keterangan :

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

(40)

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

N = besar populasi

Perhitungan besar sampel secara kasar :

Z1-α/2 = 1,960

P = 0,5

D = 0,1

N = 363

363 x 1,962x 0,5 (1-0,5)

n =

(363-1) 0,12 + 1,962 x 0,5 (1-0,5)

= 76,112 ~ 77 orang

Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa jumlah sampel penelitian minimal

adalah 77 orang.

4.4.Teknik Pengumpulan Data

4.4.1.Data Primer

Data primer terdiri dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan serta

hasil pengisian formulir Food Record.

a. Data tentang overweight didapat dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan diukur dengan menggunakan alat timbangan

injak sesuai dengan prosedur pengukuran berat badan dan dinilai dalam satuan

kilogram (kg). Tinggi badan diukur dengan menggunakan meteran tinggi badan

dan dinilai dalam satuan centimeter (cm). Setelah hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan diperoleh, dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh

(IMT), kemudian dilakukan pemlotan Indeks Massa Tubuh berdasarkan usia

(41)

b. Data pola konsumsi pangan dilakukan dengan pengisian formulir Food Record selama 7 hari. Formulir Food Record mencakup jenis makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

4.4.2.Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi usia 10-12 tahun di

SD St. Antonius I dan II Medan.

4.5.Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan sistem

komputerisasi dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Teknik analisis statistik yang digunakan adalah uji statistik univariat dan bivariat.

Analisis univariat yang digunakan untuk mendeskripsikan data dan hanya

melibatkan satu variabel bebas (Ismael, S., dan Sastroasmoro, S., 2011). Pada

penelitian ini, analisis univariat ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan

persentase dari identitas siswa, jumlah asupan energi, jenis makanan yang

dikonsumsi siswa-siswi.

Analisis bivariat yang digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua

variabel, yakni satu variabel bebas dan satu variabel tergantung. Uji statistik yang

digunakan pada penelitian ini adalah uji chi-square (X2). Uji chi-square digunakan pada variabel yang mempunyai skala pengukuran kategori (nominal

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

SD St.Antonius I dan II merupakan sekolah swasta perguruan Katolik

terakreditasi A yang terletak di Jalan Sriwijaya No.7, Kelurahan petisah Hulu,

Kecamatan Medan Baru, Medan. Sekolah ini memiliki 26 ruangan kelas dengan

masing-masing kelas memiliki jumlah murid rata-rata sebanyak 45 orang. Jumlah

pengajar yang ada di sekolah ini sebanyak 40 orang. Fasilitas yang terdapat di

sekolah ini adalah ruangan kelas, ruangan guru, ruangan kepala sekolah, ruangan

UKS, ruangan praktikum komputer, ruangan ibadah, ruangan paduan suara, aula,

toilet, lapangan, perpustakaan dan kantin. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

dan Puskesmas Padang Bulan, sebagian besar orangtua murid di sekolah ini

memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas.

5.1.2.Deskripsi Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, mayoritas

responden ialah perempuan dengan jumlah sebanyak 40 orang (51,9%).

Responden laki-laki berjumlah 37 orang (48,1%). Data mengenai distribusi

frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

[image:42.595.118.512.616.676.2]

tabel 5.1.

Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-Laki 37 48.1

Perempuan 40 51.9

(43)

b. Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan usia, mayoritas responden

berusia 10 tahun dengan jumlah sebanyak 42 orang (54,5%). Responden yang

berusia 11 tahun berjumlah 34 orang (44,2%), dan responden yang berusia 12

tahun berjumlah 1 orang (1,3%). Data mengenai distribusi karakteristik responden

[image:43.595.110.513.243.322.2]

berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Usia Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

10 42 54,5

11 34 44,2

12 1 1,3

Total 77 100

c. Status Gizi dan Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari status gizi dan jenis

kelamin, laki-laki yang mengalami overweight berjumlah 20 orang (26%) dan perempuan yang mengalami overweight berjumlah 13 orang (16,9%). Laki-laki dengan status gizi normal berjumlah 17 orang (22%) dan perempuan dengan

status gizi normal berjumlah 27 orang (35,1%). Berdasarkan hasil ini dapat

disimpulkan bahwa jumlah laki-laki yang mengalami overweight lebih banyak daripada perempuan. Data mengenai distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan status gizi dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Status Gizi dan Jenis Kelamin

Status Gizi

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

n % n % n %

Overweight Normal 20 17 26 22 13 27 16,9 35,1 33 44 42,9 57,1

d. Jumlah asupan kalori

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari faktor jumlah asupan

kalori, seluruh responden memiliki jumlah asupan kalori dengan kategori kurang

(44)

Rata-rata jumlah asupan kalori yang dikonsumsi responden adalah 1232,44

kkal, dengan jumlah asupan kalori minimum yang dikonsumsi responden

sebanyak 434,71 kkal dan maksimum sebanyak 1813,14 kkal. Data mengenai

distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah asupan kalori dapat dilihat

pada tabel 5.4.

Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Asupan Kalori

Jumlah Asupan Kalori Frekuensi (n) Persentase (%)

Kurang (<90%) 77 100

Baik (90-119%) 0 0

Lebih (>120%) 0 0

Total 77 100

e. Jumlah asupan protein

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari jumlah asupan protein,

mayoritas responden memiliki jumlah asupan protein yang kurang yaitu sebanyak

33 orang (42,8%), jumlah asupan protein baik yaitu sebanyak 30 orang (39%),

dan 14 orang (18,2%) mempunyai jumlah asupan protein lebih.

Rata-rata jumlah asupan protein yang dikonsumsi responden ialah 49,26 gr

dengan jumlah asupan protein minimum yang dikonsumsi sebanyak 27 gr dan

maksimum sebanyak 80 gr. Data mengenai distribusi frekuensi responden

[image:44.595.110.512.559.633.2]

berdasarkan jumlah asupan protein dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Asupan Protein

Jumlah Asupan Protein Frekuensi (n) Persentase (%)

Kurang (<90%) 33 42,8

Baik (90-119%) 30 39,0

Lebih (>120%) 14 14,0

Total 77 100

f. Jenis Makanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari jenis makanan, mayoritas

responden memiliki jenis makanan tidak baik yaitu sebanyak 58 orang (75,3%),

jenis makanan baik yaitu sebanyak 19 orang (24,7%). Data mengenai distribusi

(45)
[image:45.595.111.513.141.201.2]

Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Makanan

Jenis Makanan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik (≥ 4 jenis) 19 24,7

Tidak baik (≤ 3 jenis) 58 75,3

Total 77 100

5.1.3.Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menilai pengaruh jumlah asupan kalori,

jumlah asupan protein dan jenis makanan terhadap kejadian overweight. Data distribusi frekuensi berdasarkan jumlah asupan kalori tidak dapat dinilai

hubungannya dengan kejadian overweight karena keseluruhan responden memiliki jumlah asupan kalori kategori kurang. Dengan kata lain, jumlah asupan

kalori tidak ada hubungannya dengan kejadian overweight. Agar data yang terkumpul dapat dianalisa secara bivariat maka harus dilakukan pengkategorian

ulang variabel jumlah asupan protein yang dikategorikan menjadi baik (90-119%)

dan tidak baik (<90%, >120%). Data mengenai hubungan jumlah asupan protein

dan jenis makanan terhadap kejadian overweight dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7.Hubungan Jumlah Asupan Protein dan Jenis Makanan terhadap Kejadian Overweight (n = 77)

No Variabel Independen

Status Gizi

p Overweight Normal

n % n %

1 Jumlah Asupan Protein Baik Tidak baik 14 19 42,4 57,6 16 28 36,4 63,6 0,642

2 Jenis Makanan Baik Tidak baik 13 20 39,4 60,6 6 38 13,6 86,4 0,015

Berdasarkan tabel 5.7, responden dengan jumlah asupan protein baik yang

mengalami overweight sebanyak 14 orang (42,4%) dan yang normal sebanyak 16 orang (36,4%). Responden dengan jumlah asupan protein tidak baik yang

(46)

Responden dengan jenis makanan baik yang mengalami overweight sebanyak 13 orang (39,4%) dan yang normal sebanyak 6 orang (13,6%).

Responden dengan jenis makanan tidak baik yang mengalami overweight sebanyak 20 orang (60,6%) dan yang normal sebanyak 38 orang (86,4%). Hasil

uji statistik p < 0,05 yang berarti bahwa jenis makanan berpengaruh terhadap kejadian overweight.

5.2.Pembahasan

Karakteristik responden pada penelitian ini, dibagi berdasarkan jenis

kelamin, usia, status gizi, jumlah asupan kalori, jumlah asupan protein dan jenis

makanan. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden ialah perempuan. Dari

hasil observasi data siswa-siswi tiap kelas, rata-rata jumlah siswi lebih banyak

daripada jumlah siswa sehingga mayoritas sampel yang diperoleh berjenis

kelamin perempuan.

Berdasarkan usia, didapat bawa mayoritas responden berada pada rentang

usia 10 hingga 11 tahun. Pemilihan sampel pada rentang usia 10-12 tahun

dikarenakan rentang usia tersebut merupakan rentang usia tertinggi anak pada saat

jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Peneliti berasumsi dengan semakin matangnya

usia, siswa-siswi dapat lebih koperatif dan memilki penalaran yang lebih tinggi

dalam mengisi kuesioner dibandingkan dengan siswa-siswi yang berusia lebih

muda.

Bedasarkan status gizi dan jenis kelamin, diperoleh hasil bahwa jumlah

responden laki-laki lebih banyak yang mengalami overweight daripada perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Luh (2012) yang

mendapatkan bahwa kejadian overweight lebih banyak pada laki-laki (51,7%) daripada perempuan (37,1%). Dari hasil penelitiannya dikatakan bahwa hal ini

dapat terjadi karena perbedaan pola makan dan asupan gizi antara anak laki-laki

dengan perempuan. Anak laki-laki cenderung mengkonsumsi makanan lebih

banyak sehingga memungkinkan asupan energi lebih besar yang dapat

berkontribusi terhadap kejadian gizi lebih (Almatsier, Soetardjo, dan Soekatri,

(47)

memperhatikan penampilan (citra tubuh) daripada laki-laki. Citra tubuh

merupakan konsep pribadi seseorang tentang penampilan fisiknya (Nelly, 2008).

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Clothilde et.al (2011) yang

mendapatkan bahwa pengaruh citra tubuh yang buruk terhadap perilaku

menurunkan berat badan, lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.

5.2.1.Hubungan jumlah asupan kalori dengan overweight

Overweight disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti

pertumbuhan fisik, perkembangan aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan

ini berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, maka dampaknya

adalah terjadinya obesitas (Jahari, 2004). Pada penelitian ini didapat bahwa

rata-rata jumlah asupan kalori siswa-siswi memiliki kategori kurang. Hal ini mungkin

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Mayoritas siswa-siswi tidak mengkonsumsi makanan selingan

2. Jangka waktu penelitian cukup lama, yaitu selama seminggu. Waktu

yang lama memang lebih representatif dalam menggambarkan pola

makan seseorang, namun juga memiliki kekurangan yaitu meningkatnya

kejenuhan responden dalam mengisi kuesioner serta sulit dilakukannya

follow up pada responden saat pengisian kuesioner

3. Kurang spesifiknya responden dalam mendeskripsikan bahan makanan

ataupun terdapat kesalahan dalam menimbang/mengukur jumlah

makanan yang dikonsumsi

Hal ini sesuai dengan tinjauan yang dilakukan oleh Newby (2007) yaitu

bukti bahwa hubungan jumlah asupan kalori total dengan kejadian overweight dan obesitas tidak konsisten, melainkan asupan lemak dan minuman yang

mengandung pemanis buatan yang memiliki korelasi positif terhadap kejadian

overweight dan obesitas.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada

siswa-siswi SD di kota Manado yang mendapat hubungan bermakna antara asupan

(48)

5.2.2.Hubungan jumlah asupan protein dengan kejadian overweight

Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara jumlah asupan protein

terhadap kejadian overweight (p = 0,642). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Nelly (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jumlah asupan protein

terhadap kejadian obesitas (p = 0,910).

Berbeda dengan penelitian Ayu (2011) mengenai faktor resiko obesitas pada

anak usia 5-15 tahun di Indonesia. Dari hasil penelitiannya, didapat bahwa jumlah

asupan protein memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian obesitas (p = 0,000), karena asupan protein yang tinggi dapat memberikan kontribusi dalam

jumlah kalori sehari.

5.2.3.Hubungan jenis makanan dengan kejadian overweight

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara jenis makanan

dengan kejadian overweight (p = 0,015). Dari hasil pengamatan Food Record, bahwa mayoritas siswa-siswi mengkonsumsi jenis makanan yang berasal dari

makroutrien seperti karbohidrat, lemak, dan protein dan kurang mengkonsumsi

serat. Hal ini berdampak terhadap terjadinya deposit energi yang berlebih di

dalam tubuh dan disimpan sebagai bentuk lemak sehingga menyebabkan

kegemukan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nelly (2008) yang

menyimpulkan bahwa jenis makanan berpengaruh terhadap kejadian obesitas (p = 0,039). Dari hasil penelitiannya, sebagian besar responden jarang mengkonsumsi

sayur dan buah tetapi memilki kebiasaan mengkonsumsi jajanan yang

(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

1. Jumlah responden yang mengalami overweight adalah 33 orang (42,9%), dan sebanyak 44 orang (57,1%) memiliki status gizi normal

2. Responden laki-laki lebih banyak yang mengalami overweight daripada perempuan

3. Seluruh responden memiliki jumlah asupan kalori kurang, sehingga tidak

ada hubungan jumlah asupan kalori terhadap kejadian overweight pada penelitian ini

4. Jumlah asupan protein tidak memiliki hubungan bermakna dengan

kejadian overweight (p = 0,642)

5. Jenis makanan memiliki hubungan bermakna dengan kejadian overweight (p = 0,015)

6.2. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota

Petugas Kesehatan hendaknya meningkatkan penyuluhan kepada

sekolah-sekolah mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan yang mengandung

gizi seimbang untuk penanggulangan masalah gizi di Indonesia

2. Bagi Sekolah

a. Pihak sekolah hendaknya memonitoring status gizi siswa-siswi dengan

pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala melalui kegiatan

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

b. Meningkatkan sosialisasi antar guru, guru ke siswa, maupun antar siswa

mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi

(50)

3. Bagi Keilmuan

Pada penelitian selanjutnya diharapkan peneliti mengambil jumlah sampel

yang lebih banyak dengan desain studi yang berbeda serta menilai variabel

lain yang berpengaruh terhadap kejadian overweight, seperti genetik dan aktivitas fisik

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

Almatsier, S., S. Soetardjo, dan M. Soekatri, 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Amin, Tarek.T. et al., 2008. Overweight and Obesity and their Association with Dietary Habits, and Sociodemographic Characteristics Among Male Primary School in Al-Hassa, Kingdom of Saudi Arabia. Available from:

July 2008]

Anna, Lusia.K., 2010. Jangan Abaikan Gizi Anak Usia Sekolah. Available from:

Ariani, Ani, & Sembiring, Tiangsa, 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak

Sekolah Dasar di Kota Medan. Available from:

Arisman, 2010. Obesitas, Diabetes Melitus dan Dislipidemia : Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikatif. Jakarta: EGC

Ayu, 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak Usia 5-15 Tahun di Indonesia. Available from

[Accessed on Juny 2011]

Baharudin, 2013. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Obesitas pada

Siswa Sekolah Dasar di Kota Manado. Available from:

[Accessed on 1 August 2013]

Batubara, Jose. R.L. et al., 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Berthoud & Lenard, 2008. Central and peripheral regulation of food intake and

(52)

Budiwiarti, Y.E., 2012. Gizi Pada Anak Obesitas. Available from:

Juni 2012]

Cawston & Miller, 2010. Therapeutic potential for novel drugs targeting the type I cholecystokinin receptor. Br J Pharmacol 159(5):1009-1021

Clothilde et al., 2011. Negative Body Image and Weight Loss Behaviour in Dutch

School Children. Available from:

eurpub.oxfordjournals.org/content/22/1/130.full.pdf+html. [Accessed on 26

March 2011]

Depkes, 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Available from:

[Accessed on 2006]

Depkes, 2009. Obesitas dan Ku

Gambar

Gambar 2.1. Grafik CDC 2000 penentuan IMT berdasarkan usia untuk anak
Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan Berdasarkan Rentang Persentil
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi Untuk Usia 10-12 Tahun
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku dalam memilih makanan jajanan terhadap kejadian

Pada penelitian ini didapat hasil uji hipotesis chi-square menghasilkan nilai p &lt; 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara obesitas dengan usia

Mengetahui hubungan pola makan (makanan pokok, protein hewani, protein nabati) dan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa SD DEK Padang Tahun 2011i.

Hasil uji chi square menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin, IMT, asupan karbohidrat dan makanan sumber purin mempunyai hubungan dengan kejadian

Namun setelah dilakukan uji statistik dengan chi square square terdapat 25 % sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan energi dan asupan karbohidrat terhadap kejadian menarche dini, sedangkan asupan protein, lemak dan

Dari hasil penelitian menggunakan analisis statistik dengan uji chi-square diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi magnesium dengan tingkat nyeri dismenore

Berdasarkan hasil Analisa Chi Square diperoleh nilai p-value sebesar 0,023 < 0,05 makan hipotesis yang menyakatakn ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis diterima Ha