• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampaknya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima Korea Selatan Jepang Terhadap Perkembangan Hallyu Di Jepang Tahun 2012-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampaknya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima Korea Selatan Jepang Terhadap Perkembangan Hallyu Di Jepang Tahun 2012-2015"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Aldean Tegar Gemilang deeeaaen@gmail.com

DATA PERSONAL

Nama Lengkap : H. Aldean Tegar Gemilang

Tempat Lahir : Bandung

Tanggal Lahir : 6 Agustus 1991

Jenis Kelamin : Laki - laki Tinggi/Berat Badan : 179 cm/74 kg

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Komplek Abadi Regency no.5 – Jl. Gegerkalong Girang - Bandung

HP : 08986007378

Email : deeeaaen@gmail.com

Nomor Identitas (KTP) : 3273220608910005

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah/Univ. Jurusan Tahun Keterangan

Universitas Komputer Indonesia Ilmu Hubungan

Internasional 2011 – 2015 Berijazah

SMA Negeri 13 Bandung IPA 2007 – 2009 Berrijazah

SMP Negeri 10 Bandung - 2005 – 2007 Berijazah

SD Salman Al-Farisi Bandung - 1999 - 2005 Berijazah

(2)

Aldean Tegar Gemilang deeeaaen@gmail.com

OSIS SMA 2007-2008 Pengurus

ACHIEVEMENT

Kompetisi Tahun

1st Alienware Indonesia 2010 DOTA Tournament

2010

1st Electronic Sport World Champion (ESWC) 2010 DOTA Tournament qualifier Bandung

2010

2st Electronic Sport World Champion (ESWC) 2010 DOTA Tournament Grand Final

Indonesia

2010

1st World Cyber Games (WCG) 2010 DOTA Tournament qualifier Indonesia road to Asian Cyber Games (ACG) Singapore

2010

1st World Cyber Games (WCG) 2010 DOTA Tournament Exhibition Bandung

2010

1st World Cyber Games (WCG) 2010 DOTA Tournament Exhibition Grand Final National Indonesia

2010

KEMAMPUAN KOMPUTER

Fields Details

Software Microsoft Office, Acces, Statistik Software (SPSS, Win QSB, MiniTab, Statistica), Flash adobe,

(3)

Aldean Tegar Gemilang deeeaaen@gmail.com

Indonesian Excellent Excellent Excellent

English Excellent Excellent Good

Korea Good Fair Good

Demikian data ini saya buat dengan sejujur-jujurnya dan dapat dipertanggung jawabkan. Bandung, 27 Agustus 2015

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional yang menjadikan kegiatan diplomasi sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai faktor penentu eksistensinya dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain (Suryokusumo,2004:1). Diplomasi kekinian juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga bersifat multi-dimensional yang menyangkut aspek ekonomi, sosial-budaya, hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang digunakan di situasi apapun dalam hubungan antarbangsa untuk menciptakan perdamaian dallam percaturan politik global serta mencapai kepentingan nasional suatu negara.

(5)

merupakan bentuk nyata dari penggunaan instrument selain tekanan politik, militer, dan tekanan ekonomi yakni dengan mengedepankan unsur budaya dalam kegiatan diplomasi. Maka dari itu, platform politik luar negeri dilakukan melalui soft diplomacy, seperti apa yang di lakukan oleh Korea Selatan melalui budaya Korean wave (Jang, Paik, 2012:201).

Gelombang Korea atau yang lebih dikenal dengan istilah Korean Wave atau juga biasa disebut dengan Hallyu Wave merupakan istilah yang begitu akrab di telinga masyarakat internasional. Hanriu dalam bahasa Cina atau yang kerap disebut Hallyu dalam bahasa Korea yang pertama kali dimunculkan oleh seorang jurnalis Cina saat menuliskan maraknya minat akan Korea Selatan beserta produk-produknya di Cina pada pertengahan tahun 1999 (Korean Culture and Information Service,2011;20-21). Tidak hanya di kalangan remaja, istilah Korean Wave juga merupakan istilah yang begitu akrab dikalangan ibu-ibu serta

anak-anak. Korean Hallyu merupakan sebuah istilah yang dikeluarkan oleh Korea Selatan untuk mendeskripsikan tentang kebudayaan Korea Selatan yang berhasil di ekspor ke berbagai negara di dunia (Diakses tanggal 15 Maret 2015 melalui http://www.korea.net/Government/Current-Affairs/Korean-Wave?affairId=209). Mesin penggerak dari Korean Hallyu ini sendiri merupakan musik, film, drama, sektor pariwisata, makanan, kebudayaan tradisional dan modern, serta pemasaran produk-produk komersial yang berasal dari Korea Selatan.

(6)

stasiun televisi NHK (Nippon Hoso Kyokai), disiarkan dengan menggunakan bahasa Korea dan diterjemahkan ke bahasa Jepang (Diakses tanggal 15 Maret 2015 melalui http://www.koreaherald.com/view.php?ud=20111230000497). Hal itu dilakukan agar orisinalitas dan atmosfir dari drama film tersebut tetap terbangun bagi penonton. Drama Winter Sonata ini pun mendapatkan encore runs, drama ini diulang ke 4 kalinya pada tahun 2005 (Korean Culture and Information Service,2011;23). Populernya drama serial Winter Sonata di Jepang, menyebabkan aktor di drama tersebut Bae Yong-Joon, Choi Ji-woo, dan Park Yong-ha menjadi bintang besar di Jepang. Bae Yong Joon secara khusus sangat digemari oleh para wanita Jepang. Drama serial ini sangat diminati oleh mayarakat Jepang karena jalan ceritanya yang sederhana dan terlebih karakter laki-laki korea yang digambarkan dengan baik, tampan dan romantis. Suksesnya drama Winter Sonata di Jepang memberikan penerangan baru tentang gaya hidup, karateristik, dan pengembangan hiburan di bidang bisnis, seni, musik mendapat pengakuan dan popularitas juga di dunia.

Pada tahun 1997, Korea Selatan diguncang krisis finansial, hingga Korea Selatan terpaksa menerima dana pinjaman dari IMF untuk membantu pemulihan ekonomi negaranya. Sebenarnya, rakyat Korea Selatan menolak secara besar-besaran pinjaman ini karena mereka anggap sebagai penghinaan nasional (Muchhala,2007:30).

(7)

meraih popularitas tinggi di Cina. Kim Dae Jung yang disebut President of Culture, mulai mengembangkan industri budaya Korea Selatan dengan mengeluarkan kebijakan The Basic Law of Cultural Industry Promotion pada tahun 1999 dan menggelontorkan dana sebesar $ 148,5 juta. Sejak saat itu, Hallyu menjadi simbol industri budaya Korea Selatan. Hallyu berhasil meningkatkan ekspor Korea Selatan yang pada akhirnya membawa keuntungan ekonomi untuk Korea Selatan (Sungeun,2008:214).

(8)

Korea Selatan percaya bahwa diplomasi saat ini tidak hanya menjadi tugas diplomat professional semata, namun keterlibatan para pelaku bisnis bersama dengan masyarakat juga memainkan peran penting, dalam hal ini peran para selebritis tentunya dianggap akan lebih menarik karena mereka sudah dikenal oleh masyarakat sehingga berkontribusi untuk meningkatkan hubungan luar negeri Korea Selatan. Pelaksanaan strategi dengan mengembangkan sikap profesionalisme melalui keterlibatan para aktor non-negara dalam pelaksanaan Soft Diplomacy juga akan sangat membantu meningkatkan sektor pariwisata yang

secara otomatis pengaruhnya dapat meningkatkan sektor perekonomian Korea Selatan.

Penggunaan teknologi media komunikasi dan informasi menjadi salah satu strategi penting yang diambil oleh Pemerintah Korea Selatan karena menjadi bagian terintegrasi dari pelaksanaan Soft Diplomacy tersebut. Teknologi media informasi mendorong penyebaran budaya Korea bersama dengan Hallyu yang semakin luas dan cepat dari berbagai mainstream media.

(9)

halangan birokratis dan dapat memberikan pengaruh yang lebih cepat dan luas ke seluruh lapisan masyarakat di dunia (Jang, Paik, 2012:196-202).

Seiring bergantinya pemimpin dan besarnya keingintahuan masyarakat internasional terhadap budaya Korea Selatan, Hallyu dimanfaatkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk melakukan diplomasi budaya di seluruh dunia. Diplomasi merupakan instrumen soft power dari politik luar negeri dan digunakan untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara.

K-pop (Korean Pop), adalah jenis musik yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis dan kelompok musik pop Korea yang sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara (Lie,2012:339). Sama halnya di Jepang, penyanyi K-pop pertama yang menembus pasar Jepang adalah Kwon Boa (BoA). BoA merilis album pertama di Jepang pada tahun 2001, BoA sangat sukses di pasar Jepang dengan melakukan konser-konser langsung di berbagai kota di Jepang. BoA menjadi artis asing pertama yang mencapai nomor satu di album tangga lagu mingguan Oricon Jepang tujuh kali dengan albumnya yang berjudul Listen to My Heart (Korean Culture and Information Service,2011;31). Setelah kesuksesan BoA di Jepang,dilanjutkan dengan kesuksesan boyband asal Korea Selatan TVXQ (Tohoshinki), TVXQ merupakan salah satu artis Asia tersukses yang pernah ada. TVXQ telah diberi gelar sebagai "Bintang Asia" (Diakses

tanggal 16 Maret 2015 melalui

(10)

Jepang yang telah memperpanjang rekor mereka sebagai artis asing dengan single paling banyak menempati peringkat pertama di Jepang (Diakses tanggal 16 Maret 2015 melalui http://www.soompi.com/2011/02/01/tvxq-ranks-1-on-japans-oricon-weekly-chart-by-selling-over-231000-singles-1/).

(11)

Korea Selatan dan Jepang memiliki hubungan bilateral. Hubungan bilateral Korea Selatan dan Jepang dipengaruhi oleh sengketa pulau Dokdo/Takeshima yang disengketakan oleh kedua negara sejak tahun 1904. Korea Selatan mempunyai kepentingan dipllomasi budaya melalui Hallyu. Hallyu sendiri telah berkembang di dunia termasuk di Jepang. Di Jepang sendiri perkembangan Hallyu dipengaruhi oleh sengketa yang khususnya memanas kembali di tahun 2012. Pada tahun 2012, terjadi sengketa antara Korea Selatan dan Jepang, dikarenakan kunjungan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak ke Pulau Dokdo/Takeshima. Status Pulau Dokdo/Takeshima diantara Korea Selatan dan Jepang yang dipersengketakan kedua negara adalah status kedaulatannya, dimana kedua negara mengklaim berdasarkan konektivitas secara geografis dan historis atas kepemilikan pulau tersebut.

Sejarah persengketaan Pulau Dokdo disebut oleh Korea Selatan atau disebut juga dengan Takeshima oleh negara Jepang merupakan isu yang didasari oleh sejarah kolonialisme Jepang terhadap Korea. Jepang mengklaim bahwa pulau Dokdo atau Takeshima tersebut adalah milik Jepang berdasarkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh kedua negara pada saat masa kolonialisme. Terdapat juga isu lainnya yang didasari dari sejarah kedua negara yaitu isu mengenai wanita-wanita Korea Selatan yang pada saat Perang Dunia Kedua dijadikan budak seks oleh tentara Jepang (Diakses tanggal 13 Maret 2015 melalui http://csis.org/files/publication/1203qjapan_korea.pdf).

(12)

sering kali menimbulkan konflik yang berujung pada memburuknya hubungan antara negara yang sama-sama memiliki klaim atas wilayah yang sama. Sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (2002, 1073), negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Seperti yang dialami oleh Jepang dan Korea Selatan atas klaim Kepulauan Dokdo atau Takeshima (Diakses tanggal 13 Maret 2015 melalui http://www.bbc.com/news/world-asia-19207086).

Dokdo/Takeshima adalah pulau yang terletak kira-kira di pertengahan antara Semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang (pada 37º 14 26,8” N dan 131º

52 10,4” E). Sebenarnya, Dokdo/Takeshima bukan merupakan suatu pulau tapi

(13)

memenuhi arus laut, yang juga merupakan tempat bagi berbagai macam komunitas dan organisme laut, termasuk anjing laut dan terdapat 100 lebih jenis

ikan (Diakses tanggal 14 Maret 2015 melalui

http://www.kdi.re.kr/infor/ep_view.jsp?num=81035). Penampilan fisik atas Pulau ini sangat mengesankan kedua negara dan dianggap mencerminkan kepribadian kedua negara secara simbolik. Sehingga muncullah perdebatan kepemilikan atas pulau Dokdo/Takeshima yang mencakup batas-batas kewilayahan secara maritim termasuk penggunaan dan pemanfaatan sumber daya laut yang ada di dalamnya.

Salah satu alasan Korea Selatan mengklaim bahwa Pulau Dokdo/Takeshima berada di bawah kedaulatannya berdasar pada acuan historis yang dikutip dalam beberapa dokumentasi pemerintah Korea Selatan, yang menyatakan bahwa pulau Dokdo/Takeshima pada awalnya merupakan suatu independent island yang dinamakan Ussankuk dan telah bersatu dengan Korea

pada masa Dinasti Shilla pada tahun 512 M.

Pada tahun 1618 warga Jepang sudah memulai perburuan singa laut dan pemanfaatan kayu serta bambu di wilayah Ulengdo dan Dokdo/Takeshima. Bahkan pada tahun 1661, pemerintah Jepang telah memberikan ijin kepada warganya untuk melakukan perjalanan ke Takeshima.

(14)

Jepang di tiga pelabuhan di Korea Selatan. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan perdagangan Korea bisa lebih meningkat. Namun hal itu menjadi bumerang bagi Korea, dengan memanfaatkan kondisi kacau di dalam negeri Korea karena perebutan kekuasaan, Jepang pun melakukan serangan. Korea salah perhitungan akan serangan Jepang tersebut. Korea menganggap serangan Jepang tidak akan mempengaruhi wilayah Korea karena kondisi dalam negeri Jepang yang juga sedang kacau karena perebutan kekuasaan. Korea tidak mempersiapkan diri untuk melawan serangan tersebut dan Jepang dapat dengan mudah mengakhiri 518 tahun pemerintahan Choson.

Korea menandatangani perjanjian pendudukan dengan Jepang pada 22 Agustus 1910. Berdasarkan hal tersebut, secara otomatis Korea berada dalam kendali Jepang. Sebelumnya pada tahun 1904, Korea menandatangani sebuah perjanjian dengan Jepang. Pada perjanjian itu, Korea mutlak dalam kendali Jepang. Segala urusan diplomatik dan pemerintahan berada dibawah kekuasaan Jepang dan Korea menjamin untuk memberikan wilayahnya kepada Jepang jika dibutuhkan untuk kebutuhan perang Jepang (Yang & Nur,2003:137-138).

(15)

adalah keyakinan pulau Dokdo/Takeshima ini dianggap sebagai daerah tidak bertuan (Terra Nulius).

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, secara otomatis wilayah yang dulu menjadi wilayah jajahan Jepang dikembalikan kepada negara/wilayah yang berkuasa sebelumnya. Hal ini tertuang dalam perjanjian damai Jepang atau yang lebih dikenal dengan perjanjian San Fransisco tanggal 8 September 1951, yang didalamnya memuat pasal-pasal yang menunjukan tanggung jawab Jepang sebagai negara yang harus menanggung beban biaya yang ditimbulkan selama masa penjajahan. Dalam perjanjian San Fransisco juga tertuang pasal tentang wilayah yang harus dikembalikan kepada negara asal.

Wilayah Dokdo/Takeshima merupakan wilayah yang dipersengkatakan oleh Korea Selatan karena kepemilikannya. Berdasarkan pada perjanjian San Fransisco, kepulauan Dokdo/Takeshima tidak termasuk kedalam wilayah yang harus dikembalikan oleh Jepang. Pada pasal 2 perjanjian San Fransisco hanya dibicarakan pengembalian wilayah Pulau Kuril dan Senkaku pada Rusia. Hal ini dapat diartikan sebagai legalitas Jepang untuk memiliki pulau Dokdo/Takeshima

(Diakses tanggal 14 Maret 2015 melalui

http://world.kbs.co.kr/indonesian/archive/program/news_zoom.htm?no=4370&cur rent_page=15).

(16)

hubungan negara yang terlibat didalamnya dengan salah satunya mengenai sengketa pulau Dokdo/Takeshima (Man,2000). Dikatakan didalamnya bahwa: kedua negara akan mengakui adanya klaim satu sama lain atas pulau yang bersangkutan; mendengarkan argumen satu sama lain; akan menyelesaikan permasalahan ini di masa yang akan datang; Untuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), kedua negara dapat menggunakan pulau Dokdo/Takeshima untuk menandai wilayah mereka sementara wilayah yang tumpang tindih akan dianggap sebagai wilayah gabungan; Korea Selatan diizinkan untuk melanjutkan pemerintahannya atas pulau yang bersangkutan selama jumlah kehadiran polisi tidak meningkat dan tidak ada fasilitas baru yang dibangun di pulau tersebut; dan yang terakhir adalah kedua negara akan memegang teguh traktat ini (Philip,2013:5).

Pada tahun 2006, Jepang kembali mempertegas klaimnya dengan cara memasukan kepulauan Dokdo/Takeshima kedalam buku kurikulum pendidikan sekolah menengah Jepang, hal ini bertujuan untuk pengenalan kepada anak-anak sekolah menengah. Selain bertujuan untuk pengenalan anak sekolah menengah, memasukan wilayah Takeshima kedalam buku pelajaran sekolah menengah Jepang juga memiliki makna bahwa Jepang adalah pemilik atas kepulauan Takeshima, bukan Korea Selatan atau negara manapun (Diakses tanggal 14 Maret 2015 melalui http://www.wsws.org/en/articles/2006/05/japa-m03.html).

(17)

dibuktikan dengan masuknya Takeshima dalam kedaulatan Jepang sejak masa Edo sekitar tahun 1603-1868 (Diakses tanggal 14 Maret 2015 melalui http://www.dokdo-takeshima.com/japans-mofas-propaganda-brochure.html).

Puncaknya pada tahun 2012 dimana bersamaan dengan adanya perkembangan Hallyu di Jepang, Ketegangan Korea Selatan-Jepang kembali terjadi, dikarenakan kunjungan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak ke Pulau Dokdo/Takeshima. Kunjungan Lee Myung-bak merupakan kunjungan presiden Korea Selatan yang pertama kalinya ke Pulau Dokdo/Takeshima. Di Korea Selatan, kunjungan itu dianggap penuh makna oleh partai Lee Myung-bak yang berkuasa dalam rangka membela wilayah Korea Selatan. Jepang memiliki anggapan berbeda tentang kunjungan tersebut. Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda mengatakan pada wartawan bahwa kepulauan kecil itu adalah “wilayah

kedaulatan kita”. Dengan adanya kunjungan presiden Korea Selatan Lee Myung -bak ke pulau Dokdo/Takeshima pada Jumat 10 Agustus 2012, peristiwa ini memicu Jepang untuk menarik duta besarnya untuk Korea Selatan (Diakses tanggal 14 Maret 2015 melalui http://www.bbc.com/news/world-asia-20038776). Peristiwa ini berdampak terhadap perkembangan Hallyu di Jepang.

Melihat kembali pada tahun 1996, masalah sengketa pulau Dokdo/Takeshima yang melibatkan Hallyu telah terjadi di tahun tersebut, penyanyi Jung Kwang Tae yang menyanyikan lagu berjudul “Dokdo Is Our

Land”, dia meminta visa Jepang bersamaan dengan kru-produksi stasiun Televisi

(18)

ditolak oleh Jepang karena masalah sengketa pulau Dokdo/Takeshima antara Korea Selatan dan Jepang (Diakses tanggal 16 Maret 2015 melalui http://onehallyu.com/topic/116191-soompi-japan-tensions-heating-up-again-singer-refused-entry-into-japan-over-dokdo/).

Pada tahun 2011, K-Pop Grup BEAST dan C.N.Blue melakukan perjalanan ke Jepang untuk konser, mereka tertahan di bagian imigrasi bandara Jepang selama lebih kurang 8 jam, mereka tertahan karena tidak memiliki visa yang dibutuhkan. Namun, agensi BEAST dan agensi C.N.Blue yang ada di Jepang menyatakan bahwa mereka tidak membutuhkan visa dalam rangka kunjungannya ke Jepang untuk konser. Berita Harian Televisi Jepang pada hari itu menyatakan sedang ada gesekan antara Korea Selatan dan Jepang terkait Pulau Dokdo/Takeshima (Diakses tanggal 16 Maret 2015 melalui http://news.nate.com/view/20141111n13266?mid=n1008). Seperti dikutip

Soompi.com BEAST mengatakan pada tahun 2010 “Dokdo adalah wilayah milik

Korea Selatan” pada sebuah acara di Los Angeles Amerika Serikat. (Diakses

tanggal 16 Maret 2015 melalui http://www.soompi.com/2012/08/29/8-korean-celebrities-labeled-anti-japanese-for-their-position-on-dokdo/6/).

(19)

warga Jepang melakukan protes adalah pada tahun 2005 Kim Tae Hee dan adiknya melakukan kegiatan “Love Dokdo Campaign” di Swiss, sebagai duta kehormatan dari Korea Selatan untuk Swiss (Diakses tanggal 16 Maret 2015 melalui http://seoulbeats.com/2011/10/japans-fight-against-kim-tae-hee/).

Setelah kunjungan pertama Presiden Korea Selatan Lee Myung Bak ke Pulau Dokdo/Takeshima pada 12 Agustus 2012. Aktor Korea Selatan Song Il Guk, pada tanggal 15 Agustus 2012 mengikuti kegiatan “Swim to Dokdo”, yaitu berenang secara estafet ke Pulau Dokdo/Takeshima. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Korea Selatan. Setelah event ini selesai, perusahaan televisi satelit Jepang menunda siaran drama Korea, yang dibintangi Aktor Song Il Guk. Terlebih lagi, wakil menteri luar negeri Jepang

Tsuyoshi Yamaguchi mengumumkan, “Saya meminta maaf, tapi ini akan menjadi sulit untuk dia (Song Il Guk) untuk datang ke Jepang mulai saat ini. Saya merasa

bahwa inilah yang masyarakat Jepang rasakan” (Diakses pada tanggal 16 Maret 2015 melalui http://www.soompi.com/2012/08/29/political-tension-over-dokdo-leads-to-boycotting-hallyu-in-japan/).

(20)

Pulau Dokdo/Takeshima di Semenanjung Korea Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan dan Jepang” sumber Illa Siti Jamila, Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Penelitian tersebut mengemukakan bahwa masalah ketidakjelasan

batas-batas negara dan status suatu wilayah merupakan bagian permasalahan “sengketa”

diantara negara-negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan berbatasan. Seperti halnya negara-negara di kawasan Asia Timur yang mengalami konflik persengketaan mengenai ketentuan batas-batas teritorial dan status akan pulau-pulau yang berada di Semenanjung Korea Khususnya.

(21)

globalisasi terutama dalam menghadapi ”perdagangan bebas” (Diakses tanggal 25 Maret 2015 melalui http://www.koreaaward.com/kor/dokdo_profile).

Peneliti mengungkapkan bahwa kasus sengketa Pulau Dokdo/Takeshima antara Korea Selatan dan Jepang disikapi secara akomodatif pada pola hubungan bilateral antar kedua negara yang ditandai adanya jalur diplomasi untuk membantu tahapan normalisasi hubungan bilateral antara Korea Selatan dan Jepang. Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat berguna bagi pengembangan Studi Hubungan Internasional dan secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi penggambaran akan sengketa pulau dokdo/takeshima dalam hal pembuatan kebijakan dari masing-masing negara guna mensikapi proses penyelesaian sengketa juga mendinamisasikan kembali pola hubungan bilateral diantara kedua negara.

Lalu penelitian yang kedua berjudul “Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia” sumber Leonardo, Universitas Komputer Indonesia Bandung. Penelitian ini dilatar belakangi oleh hubungan yang saling melengkapi antara Korea Selatan-Indonesia. Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st Century dipercaya sebagai puncak hubungan kedua

Negara ini. Salah satunya dibahas mengenai kerjasama dibidang sosial budaya. Korea Selatan mempunyai

Hallyu yang merupakan segala bentuk kebudayaan Korea Selatan. Korea

(22)

Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia. Sehingga peneliti mencoba untuk menganalisis dari tujuan, kendala, kondisi sebelum, kondisi sesudah dan prospek kedepan. Skripsi ini menunjukan adanya perubahan makna Hallyu sebelum dan setelah diberlakukan sebagai bagian dari diplomasi Korea Selatan. Dari kurun waktu 2005-2013 hubungan antara kedua negara semakin dekat karena diperlancar dengan kerjasama dibidang kebudayaan. Tetapi sekarang Korea Selatan khawatir karena di Indonesia mulai muncul pihak-pihak yang sulit menerima kehadiran Hallyu.

Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa Hallyu dijadikan Korea Selatan sebagai instrumen soft diplomacy untuk melancarkan negosiasi dengan Indonesia dengan demikian negosiasi kerjasama diberbagai bidang dapat berjalan lancar terutama dibidang ekonomi dan pariwisata.

Dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Sengketa Pulau Dokdo/Takeshima di Semenanjung Korea Terhadap Hubungan Bilateral Korea

Selatan dan Jepang” oleh Illa Siti Jamila memiliki persamaan dan perbedaan

(23)

teliti, persamaannya adalah membahas budaya Korea Selatan “Hallyu” dan perkembangannya di suatu negara, dan perbedaannya adalah penelitian Leonardo tidak membahas tentang sengketa pulau antar negara.

Berdasarkan klaim kedua negara tersebut diatas, dan pengaruhnya terhadap Hallyu Wave di Jepang maka peneliti tertarik untuk mengkaji, mencermati, dan mempelajari fenomena tersebut sebagai bahan penelitian dengan

mendeskripsikannya melalui judul: “DAMPAK SENGKETA PULAU

DOKDO/TAKESHIMA KOREA SELATAN-JEPANG TERHADAP

PERKEMBANGAN HALLYU DI JEPANG TAHUN 2012-2015

Penelitian ini dibuat berdasarkan beberapa mata kuliah yang dipelajari peneliti di Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Antara lain sebagai berikut:

1. Hubungan Internasional di Asia Timur, merupakan landasan dalam mempelajari karakteristik Korea Selatan dan Jepang.

2. Studi Keamanan Internasional, merupakan dasar pemikiran dalam mengkaji sengketa dan konflik dalam keamanan Internasional.

3. Diplomasi dan Negosiasi, sebagai Acuan dasar bagi peneliti dalam memahami politik luar negeri suatu negara dan mengkaitkannya dalam subjek penelitian ini.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya. maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Rumusan Masalah Mayor

Berdasarkan latar belakang masalah, untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pembahasan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana dampak sengketa Pulau Dokdo/Takeshima antara Korea

Selatan dan Jepang terhadap perkembangan Hallyu di Jepang?”

1.2.2 Rumusan Masalah Minor

Rumusan masalah mayor kemudian diturunkan menjadi rumusan minor, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan Hallyu di Jepang pasca kembali memanasnya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima antara Korea Selatan dan Jepang pada tahun 2012?

2. Apa yang menjadi hambatan terhadap perkembangan Hallyu di Jepang pasca kembali memanasnya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima di tahun 2012?

(25)

1.2.3 Pembatasan Masalah

Persoalan sengketa pulau Dokdo/Takeshima sudah sejak lama menggangu hubungan bilateral Korea Selatan-Jepang, sejak tahun 1905 persoalan sengketa pulau Dokdo/Takeshima ini tidak kunjung selesai. Permasalahan sengketa ini sangat mengganggu hubungan bilateral kedua negara hingga saat ini. Penelitian ini mengambil pembatasan pada Agustus 2012-April 2015, karena pada Agustus 2012 ada beberapa peristiwa yang memicu kembali memanasnya hubungan antara Korea Selatan-Jepang, awalnya adalah kunjungan presiden Korea Selatan Lee Myung Bak ke pulau Dokdo/Takeshima, kunjungan Lee Myung Bak merupakan kunjungan presiden Korea Selatan yang pertama kalinya ke pulau Dokdo/Takeshima. Dengan adanya kunjungan presiden Korea Selatan ke pulau Dokdo/Takeshima ini, Jepang menarik duta besarnya untuk Korea Selatan untuk beberapa waktu. Penarikan duta besar Jepang untuk Korea Selatan otomatis memberikan dampak ke masyarakat Jepang dan perkembangan Hallyu di Jepang, yang sejak beberapa tahun ini sudah merambah negara-negara di dunia termasuk Jepang.

(26)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana dampak sengketa Pulau Dokdo/Takeshima antara Korea Selatan dan Jepang terhadap perkembangan Hallyu di Jepang.

1.3.2 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Hallyu di Jepang pasca kembali memanasnya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima antara Korea Selatan dan Jepang pada tahun 2012

b. Untuk mengetahui apa saja hambatan terhadap perkembangan Hallyu di Jepang pasca kembali memanasnya sengketa Pulau Dokdo/Takeshima di tahun 2012

c. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan dan prospek Hallyu di Jepang kedepannya

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

(27)

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Sebagai dedikasi peneliti dalam memberikan sumbangsih pemikiran bagi masyarakat dunia juga bagi bangsa dan Negara Indonesia sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan rujukan bagi mereka yang membutuhkan.

b. Sebagai bahan referensi bagi penstudi Ilmu Hubungan Internasional dan umum.

(28)

25

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Hubungan Bilateral

Dalam Hubungan Internasional, kerjasama yang terjadi di antara dua negara yang sifatnya saling menguntungkan secara umum dikenal dengan hubungan bilateral. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep bilateral untuk menggambarkan kejelasan didalam hubungan dua negara di dalam satu kawasan.

Hubungan bilateral adalah keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadinya timbal balik antara dua pihak. Rangkaian pola hubungan aksi reaksi ini meliputi proses sebagai berikut :

1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai. 2. Presepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di

negara penerima.

3. Respon atau aksi timbal balik dari negara penerima.

4. Presepsi atau respon oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa (Perwita dan Yani,2005:42)

(29)

aktor-aktor negara sebagai pelanan pembuat keputusan. Dalam perjanjian bilateral ini, kesepakatan-kesepakatan yang timbul dapat meliputi bidang-bidang diantaranya bidang politik, ekonomi perdagangan, kebudayaan, pendidikan, keamanan dan pertahanan.

Perjanjian yang dihasilkan dalam hubungan bilateral ini, memiliki peran penting dan beberapa keuntungan didalam berbagai negosiasi dan dapat memberikan sebuah pertukaran atas fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh kedua negara yang bersepakat tercapainya tujuan kedua negara (Goldstein 2003 :333).

Menurut T. May. Rudy setelah kerjasama yang terbentuk dari berbagai komitmen individu untuk mendapatkan kesejahteraan secara kolektif yang merupakan hasil dari adanya persamaan kepentingan (Rudy, 2005:5).

Definisi kerjasama menurut Holsti dapat dibagi menjadi lima, yaitu:

1. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan nilai atau tujuan saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau di penuhi oleh semua pihak.

2. Persetujuan atas masalah tertentu antar dua negara atau lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan benturan kepentingan.

3. Pandangan atau harapan suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya membantu negara itu untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya.

(30)

5. Transaksi antara negara untuk memenuhhi persetujuan mereka (Holsti,1988:652-653)

Hakekat dari pelaksanaan kerjasama yang dilaksanakan oleh setiap negara memiliki sifat universal guna membentuk suatu keadaan yang mampu menghindari berbagai permasalahan dan konflik yang bersifa internasional.

Bentuk interaksi kerjasama dapat dibedakan berdasarkan pihak yang melakukan hubungan antara negara, seperti kerjaswama bilateral, trilateral, regional, dan multilateral.

Hubungan bilateral merupakan keadaan yang menggambarkan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak yang terlibat, dan aktor utama dalam pelaksanaan hubungan bilateral itu adalah negara (Perwita dan Yani, 2005:28).

2.1.1.1 Kerjasama Bilateral

Hubungan bilateral adalah suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara dua negara. Kebanyakan hubungan internasional dilakukan secara bilateral. Misalnya perjanjian politik-ekonomi, pertukaran kedutaan besar, dan kunjungan antar negara. Alternatif dari hubungan bilateral adalah hubungan multilateral; yang melibatkan banyak negara, dan unilateral; ketika satu negara berlaku semaunya sendiri (freewill).

“Dalam diplomasi bilateral konsep utama yang digunakan adalah sebuah

negara akan mengejar kepentingan nasionalnya demi mendapatkan keuntungan yang maksimal dan cara satu-satunya adalah dengan membuat

(31)

Sebagian besar transaksi dan interaksi antar Negara dalam sistem internasional sekarang bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional, atau global yang bermunculan memerlukan perhatian lebih dari satu negara. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi, pemerintah saling berhubungan dengan mengajukan alternative pemecahan, perundingan, atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan semua pihak.

(32)

hubungan dua negara yang saling mempengaruhi atau terjadinya hubungan timbal balik yang dimanifestasikan dalam bentuk kooperasi. Pola kerjasama bilateral merupakan bagian dari pola hubungan aksi reaksi yang meliput proses :

1. Rangsangan atau kebijakan aktual dari negara yang memprakarsai. 2. Persepsi dari rangsangan tersebut oleh pembuat keputusan di

negara penerima.

3. Respon atau aksi balik dari negara penerima.

4. Persepsi atau respons oleh pembuat keputusan dari negara pemrakarsa (Perwita dan Yani,2005:42)

2.1.2 Konsep Sengketa dalam Hubungan Internasional

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa politik ialah sengketa di mana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non-yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya. Atas sengketa yang tidak bersifat hukum ini, penyelesaiannya adalah secara politik. Sedangkan sengketa hukum ialah sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam suatu perjanjian atau yang tidak boleh diakui oleh Hukum Internasional (Mauna,2005:188)

(33)

Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara yang diterima oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 24 Oktober 1970. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu (Mauna,2005:186).

Menurut Rachmadi Usman, sengketa merupakan konflik yang berkelanjutan atau berkepanjangan dan belum mendapat penyelesaian (1997:95). Sementara Holsti (1988:98) memberikan definisi sengketa secara berbeda, Holsti menyebutkan sengketa merupakan suatu konflik yang dilandaskan akan batasan teritorial, kepemilikan terhadap hal ataupun yang diakui oleh pihak maupun negara berdasarkan posisi geografis yang bersifat alami, sosial, ekonomi, dan politik.

Pada hakekatnya masalah sengketa kepulauan dan batas-batas teritorial ini mempunyai motivasi-motivasi yang meliputi baik kepentingan ekonomi, politik maupun keamanan dan kedaulatan. Selain itu perkembangan situasi regional maupun internasional turut mempengaruhi tingkah laku negara-negara yang bersengketa (Usman,1997:322).

2.1.2.1 Bentuk-Bentuk Sengketa Internasional

(34)

mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional.

a. Bentuk-bentuk sengketa internasional (Mauna,2005:188-189) Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya:

1. Sengketa Politik

Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil.

2. Sengketa hukum

(35)

2.1.2.2 Penyelesaian Sengketa Secara Damai

J.G Starke menjelaskan Penyelesaian sengketa secara damai, yaitu apabila para pihak telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat.

Adapun di bawah ini akan dibahas mesing-masing golongan tersebut: Pada Piagam PBB Pasal 3 (1) mengatakan bahwa:

“Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu sengketa yang terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian melalui negosiasi, penyidikan, dengan peraturan, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum, melalui badan-badan atau perjanjian setempat, atau dengan cara damai lain yang

dipilih sendiri.”

Berdasarkan Piagam PBB tersebut diatas, maka penyelesaian sengketa secara damai dapat dibagi menjadi :

a) Melalui jalur diplomatik (non yurisdiksional) 1. Negosiasi

(36)

dituangkan dalam bentuk suatu dokumen perjanjian perdamaian (Adolf,2004:26-27).

2. Konsiliasi

Konsiliasi menurut The Institue of International Law melalui Regulations on the Procedure of International Concilition yang diadopsi pada tahun 1961 dalam Pasal 1 dinyatakan sebagai suatu metode penyelesaian pertikaian bersifat intenasional dalam suatu komisi yang dibentuk oleh pihak-pihak, baik sifatnya permanen atau sementara berkaitan dengan proses penyelesaian pertikaian (Tantowi dan Iskandar,2009:229).

3. Mediasi

Mediasi atau perantaraan merupakan negosiasi tambahan, tapi dengan mediator atau perantara sebagai pihak yang aktif, mempunyai wewenang, dan memang diharapkan, untuk mengajukan proposalnya sendiri dan menafsirkan, juga menyerahkan, masing-masing proposal satu pihak pada pihak lain (Merrill,1994:21)

4. Organisasi internasional (Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB))

Menurut Huala Adolf, S.H ada 4 kelompok tindakan PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Keempat kelompok tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Preventive Diplomacy

(37)

membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh sekjen PBB, DK, Majelis Umum, atau oleh organisasi-organisasi internasional bekerja sama dengan PBB.

b. Peace Making

Adalah tindakan untuk membawa para pihak yang bersengketa untuk saling sepakat, khususnya melalui cara-cara damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB. Tujuan PBB dalam hal ini berada di antara tugas mencegah konflik dan menjaga perdamaian. c. Peace Keeping

Adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan kesepakatan para pihak yang berkepentingan. Biasanya 3PBB mengirimkan personel militer, polisi PBB, dan personel sipil. Disamping keempat hal tersebut, ada istilah Peace Enforcement (penegakan perdamaian). Yang dimaksud dengan istilah ini adalah wewenang DK berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu agresi. Dalam menghadapi situasi seperti ini, Dewan berwenang memutuskan penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer.

d. Peace Building

(38)

konflik. Cara ini bisa berupa proyek kerja sama konkret yang menghubungkan dua atau lebih negara yang menguntungkan di antara mereka.

Loekito Santoso berpendapat bahwa pada taraf perdamaian, maka jalan terbaik adalah melibatkan PBB sebagai forum perdamaian internasional serta memberikan kesempatan untuk menjadi penengah (Santoso,1986:29).

b) Melalui jalur litigasi (yurisdiksional) a. Arbitrase internasional

Arbitrase merupakan cara penyelesaian yang telah dikenal jauh di masa lampau. Pengaturan arbitrase baru mulai pada tahun 1794, yakni ketika ditetapkan Perjanjian (internasional) Jay antara Amerika Serikat dan Inggris. Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan cara mengajukan sengketa kepada orang-orang tertentu, yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yyang bersengketa untuk memutuskan sengketa tersebut (Istanto,2009:92).

(39)

b. Pengadilan internasional

Pengadilan internasional yaitu penyelesaian masalah dengan menerapkan ketentuan hukum oleh badan-badan pengadilan internasional yang dibentuk secara teratur. Pengadilan internasional dapat dilakukan oleh Mahkamah Internasional karena merupakan satu-satunya pengadilan tetap yang dapat digunakan dalam masyarakat internasional. Pengadilan internasional juga dapat digunakan oleh badan lain berdasar persetujuan pihak-pihak yang bersengketa.

Pengadilan internasional merupakan sebuah lembaga hukum yang sebelumnya suatu negara dapat dengan permohonan secara unilateral membawa persengketaannya dengan negara lain dan memangggilnya untuk hadir di depan pengadilan tanpa terlebih dulu mencapai persetujuan tentang susunan pengadilan dan masalah yang akan diajukan dan menyatakan bahwa negara lain telah menerima yurisdiksi dari pengadilan yang bersangkutan (Wallace,1993:281).

c) Melalui Organisasi internasional regional

Organisasi-organisasi atau Badan-Badan regional yang berfungsi memelihara perdamaian dan keamanan di wilayah tertentu umumnya memiliki mekanisme tersendiri dalam menyelesaikan sengketa internasional di antara para anggotanya.

2.1.3 Diplomasi

(40)

instrumen yang sangat penting bagi negara karena melalui diplomasi, negara dapat mencapai kepentingannya.

Barston dalam Djelantik mendefinisikan diplomasi sebagai berikut :

“Diplomasi merupakan manajemen hubungan antar negara atau hubungan

antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor lain berusaha untuk menyampaikan, mengkoordinasikan dan mengamankan kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespodensi, pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobby, kunjungan dan aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait. Meskipun diplomasi berhubungan dengan aktivitas- aktivitas yang damai, dapat juga terjadi dalam kondisi perang atau konflik bersenjata, karena tugas utama diplomasi tidak hanya manajemen konflik,tetapi juga manajemen perubahan dan pemeliharaannya dengan cara melakukan persuasi yang terus menerus ditengah-tengah perubahan yang tengah

berlangsung (Djelantik, 2008:3)”

Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan konsensi antara para pelaku negosiasi. Untuk mencapai kepentingan nasional, keterampilan dalam berdiplomasi merupakan syarat utama seorang diplomat yang terlibat dalam politik internasional, yang pada dasarnya dipergunakan untuk mencapai kesepakatan, kompromi, dan penyelesaian masalah dimana tujuan-tujuan pemerintah saling bertentangan. Diplomasi berupaya untuk merubah kebijakan, tindakan, tujuan dan sikap pemerintahan negara lain dan diplomat-diplomatnya melalui persuasi, menawarkan penghargaan, saling mempertukarkan konsensi atau mengirimkan ancaman (Djelantik, 2008:4)

(41)

hubungan internasional melalui negosiasi; yang mana hubungan ini diselaraskan

dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau seni para diplomat”.

Menurut The Chamber’s Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah senia berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara; keahlian politik. Sir Ernest Satow dalam Djelntik sejak tahun 1922 telah mendefinisikan diplomasi sebagai aplikasi inteljen dan taktik untuk menjalankan hubungan resmi antara pemerintahan yang berdaulat, yang kadangkala diperluas dengan hubungan dengan negara-negara jajahannya (2008:3-4).

Sejalan dengan definisi Satow, Barston mendefinisikan diplomasi sebagai manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor lain berusaha menyampaikna, mengkoordinasikan dan mengamankan kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespondensi, pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobby, kunjungan, dan aktivitas-aktivitas yang damai, dapatjuga terjadi di dalam kondisi perang atau konflik senjata, karena tugas utama diplomasi tidak hanya manajemen konflik,tetapi juga manajemen perubahan dan pemeliharaannya dengan cara melakukan persuasi yang terus menerus ditengah-tengah perubahan yang tengah berlangsung.

Sebuah definisi yang paling dekat terkait dengan metode dan isi adalah “

Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran

(42)

kepentingan nasional, keterampilan dalam berdiplomasi merupakan syarat utama seorang diplomat yang terlibat dalam politik internasional, yang pada dasarnya dipergunakan untuk mencapai kesepakatan, kompromi, dan penyelesaian masalah dimana tujuan-tujuan pemerintah saling bertentangan.

Sebagai aktor diplomatik, pekerjaan diplomat bukanlah menyusun kebijakan; peranan itu dimainkan oleh politikus dan negarawan. Sebgai pelaksanaan kebijakan luar negeri, diplomat menyampaikan detail kebijakan pemerintahan negara lain, menjelaskannya, dan memperoleh dukungan, dan jika dikehendaki, menegosiasikan kesepakatan untuk meningkatkan dan mewujudkannya. Kondisi ini memungkinkan diplomat untuk menikmati keuntungan dari dua dunia; kegagalan dapat dislalahkan kepada kebijakan, sementara keberhasilan tidak semata-mata ditentukan oleh kebijakan tetapi juga dalam mempresentasikan kebijakan tersebut. Diplomat dapat memberi nasihat kepada pemerintahannya mengenai kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi posisi tawar dan kekuatan sebuah negara.

Fungsi utama politik luar negeri adalah mengambil keputusan mengenai hubungan luar negeri, sedangkan tugas utama diplomasi adalah untuk melaksanakannya dengan baik dan efektif.

(43)

yang mengirimi informasi tentang negara lain, dengan demikian diplomasi mempengaruhi pembuat keputusan.

Semua diplomat memperoleh beberapa keistimewaan dan kekebalan. Walaupun mereka diharapkan untuk tunduk secara sukarela terhadap hukum dan kebijakan negara tuan rumah, mereka dibebaskan dari yuridiksi kriminal dan sipil, termasuk pajak. Kedutaan kebal terhadap penggeledahan dan wilayah atau tempat duta besar, karena kedutaan dianggap sebagai pulau kecil yang berdaulat.

Pada masa ini, diplomasi telah dikategorikan menurut metode yang dipakai dalam hubungan-hubungan diplomatik. Kategori-kategori ini dibagi dalam berbagai tipe,yaitu:

1. Diplomasi Komersial

Diplomasi ini merupakan diplomasi borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada anggapan bahwa penyelesaian kompromi antara mereka yang berselisih melaui negosiasi adalah pada umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran total musuh-musuh.

2. Diplomasi Demokratis

Diplomasi terbuka atau disebut juga diplomasi demokratis menunjukkan bahwa diplomasi harus dijalankan secara terus terang dan terbuka serta memperoleh pengawasan penuh dari publik.

(44)

Bawa negara yang menggunakan diplomasi totaliter, pembuatan keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Satu orang atau satu kelompokkecil bisa mengambil keputusan akhir dalam segala hal dan dalam waktu yang begitu singkat.

4. Diplomasi Melalui Konferensi

Untuk melakukan diplomasi ini diperlukan beberapa persiapan, seperti pembahasan dan programnya disetujui oleh semua pihak yang ikut serta, dan memperoleh jaminan bahwa pandangan-pandangan pihak-pihak yang berunding tidak berbeda hingga tidak ada harapan dipertemukan.

5. Diplomasi Diam-Diam

Tipe diplomasi ini dikembangkan dengan pertumbuhan dan perkembangan Perserikatan Bangsa-bangsa, dimana pertukaran pandangan-pandangan diam-diam oleh para wakil negara-negara terjadi sering melalui jabatan penting Sekretaris Jenderal organisasi dunia, di luar kemilau publisitas

6. Diplomasi Preventif

Diplomasi ini mempunyai kedudukan penting, khusus dalam kasus-kasus dimana konflik permulaan bisa dikatakan sebagai akibat dari, atau secara tidak sengaja menimbulkan resiko bagi terciptanya suatu kekosongan kekuasaan si antara blok-blok utama.

(45)

Diplomasi ini terbentuk dari negara-negara yang tidak memiliki bahan-bahan mentah seperti batu bara, minyak, uranium, dan sebagainya. Bagi negara-negara kuat yang tidak memilikinya, mereka berusaha memperoleh penguasaan beberapa wilayah yang mempunyai bahan-bahan tersebut.

Selain dalam bentuk komunikasi kelompok, diplomasi bisa juga berlangsung dalam bentuk komunikasi bermedia, baik media surat maupun media, antara lain sebagai berikut :

1. Penerangan Masyarakat

2. Hubungan masyarakat internasional

3. Hubungan media atau hubungan pers internasional

4. Korespondensi diplomatik antar lembaga diplomatik (Shoelhi, 2011:84)

2.1.3.1 Diplomasi Bilateral

Bilateralisme atau diplomasi bilateral mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara (Berridge,2002:132).Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi kedutaan Besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup Kedutaan Besar terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara.

(46)

dengan lebih baik dalam skala yang lebih terbatas melalui empat alternatif utamamisi diplomatik.

Keempat alternatif ini adalah mendirikan Kantor Urusan Kepentingan (interest section), Konsulat, Kantor Perwakilan, dan Misi Utama (Djelantik,2008:86-87).

2.1.4 Diplomasi Multijalur (Multitrack Diplomacy)

Kini diplomasi tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga bersifat multi-dimensional yang menyangkut aspek sosial-budaya, hak asasi manusia, ekonomi, dan lingkungan hidup yang digunakan di situasi apapun dalam hubungan antar bangsa untuk menciptakan perdamaian dalam peraturan politik global serta mencapai kepentingan nasional suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah sekarang ini bukanlah aktor tunggal dalam menjalin hubungan internasional. Masyarakat, media, dan pebisnis telah menjadi aktor yang juga dapat mempengaruhi hubungan dengan negara lain.. Multitrack Diplomacy mengacu pada visi total diplomasi dalam arti penggunaan seluruh upaya dari para aktor (diplomat dan nondiplomat) dalam pelaksanaan politik luar negeri, dan keterlibatan daerah sebagai salah satu track. Dalam pelaksanaan diplomasi total, peranan aktor dipandang penting untuk mewujudkan kepentingan dan cita-cita nasional suatu negara.

(47)

hanya melingkupi putarannya dalam track one dan track two. Pada track one, Multitrack Diplomacy membahas mengenai diplomasi yang berkaitan dengan government. Sedangkan, pada track two Louis Diamond dan McDonald membahas mengenai diplomasi yang dikaitkan dengan non goverment atau proffesional. Namun, dalam seiring berkembangnya konsep diplomasi juga mempengaruhi dalam perkembangan dalam perluasan konsep mengenai paradigma Multitrack Diplomacy, dengan adanya pengembangan menjadi 9 jalur, yaitu:

1. Goverment, melalui juru damai diplomasi;

2. Nongovernment/Professional, or Peacemaking through Conflict Resolution, melalui resolusi konflik

3. Business, or Peacemaking through Commerce, melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan

4. Private Citizen, or Peacemaking through Personal Involvement, termasuk di dalamnya berbagai upaya masyarakat yang terlibat dalam aktivitas perdamaian maupun pembangunan, program pertukaran, organisasi swasta perorangan, organisasi bukan pemerintah dan kelompok-kelompok kepentingan khusus;

5. Research, Training, and Education, or Peacemaking through Learning, melalui pembelajaran

(48)

ekonomi, dan advokasi yang dilakukan kelompok-kelompok kepentingan khusus

7. Religion, or Peacemaking through Faith in Action, melalui penebalan keimanan

8. Funding, or Peacemaking through Providing Resource, melalui penyediaan dana

9. Communications and the Media, or Peacemaking through Information, bagaimana opini publik dibentuk dan diekspresikan

oleh media massa baik cetak maupun elektronik (1996:4-5)

2.1.4.1 Diplomasi Budaya

Definisi diplomasi budaya (cultural diplomacy) menurut Milton C. Cummings adalah pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek kebudayaan lainnya antara satu negara dengan negara lainnya maupun antar masyarakatnya dengan tujuan memelihara sikap saling pengertian (mutual understanding), yang mana lebih mirip kegiatan satu arah daripada pertukaran dua arah, seperti ketika suatu negara fokus pada upayanya untuk mempromosikan bahasa nasionalnya, menjelaskan kebijakan dan pandangannya terhadap satu hal, atau menceritakan sejarahnya kepada negara-negara di dunia (Cummings,2003:1).

(49)

dua negara berbeda yang menyinggung aspek tersebut dapatlah dikatakan sebagai diplomasi budaya. Satu hal yang harus diperhatikan lagi adalah diplomasi budaya bukanlah sebuah propaganda, melainkan sebuah proses pendekatan, relationship-building, dan peningkatan mutual-understanding (2009:176).

Diplomasi budaya berangkat dari fakta bahwa kebudayaan, dewasa ini, memiliki peranan penting dalam percaturan hubungan internasional. Mempengaruhi masyarakat di suatu negara (foreign citizens) kini memiliki nilai yang sama pentingnya dengan mempengaruhi kepala negaranya. Saat diplomasi— seni dalam mengatur hubungan internasional, lewat negosiasi aliansi, perjanjian, ataupun persetujuan—terlalu fokus pada hubungan dan kerja sama antar para elite, diplomasi publik di sisi lain, lebih bertujuan menarik perhatian massa yang lebih besar (Rosendorf,2009:23). Lebih jauh lagi, program diplomasi budaya sering ditujukan kepada para anak muda, karena dengan meningkatkan interaksi budaya dengan anak-anak muda di negara asing, suatu negara dapat memiliki dampak yang positif pada pribadi seseorang yang kelak mungkin menjadi pemimpin yang berpengaruh di negaranya tersebut (Appel,Irony,Schmerz,Ziv,2008:11)

Dalam artikel Foreign Policy tahun 2002 (Bound,2007:23), Mark Leonard menjabarkan empat tujuan diplomasi publik di abad 21, yaitu:

(50)

2. Meningkatkan apresiasi – menghadirkan persepsi yang positif dengan membuat masyarakat melihat suatu isu dari persepektif negara tersebut.

3. Merangkul masyarakat – mendorong masyarakat untuk melihat suatu negara sebagai tujuan yang menarik bagi pariwisata dan studi, membeli barang-barang, maupun mengadopsi nilai-nilai dari negara tersebut.

Menurut Cynthia Schneider, dua karakteristik terpenting dari setiap program diplomasi budaya adalah diplomasi tersebut harus menggambarkan dan menjelaskan beberapa aspek dari nilai-nilai (values) yang cocok dan dapat diterima dengan baik oleh penonton yang menerimanya (audience). Lingkungan (environment) juga merupakan sesuatu yang mutlak harus dipahami demi efekifnya sebuah diplomasi, karena dapat berbeda-beda di negara-negara seluruh dunia (Schneider,2003:4).

(51)

Budaya dapat menjadi penentu bagaimana seseorang melihat orang lain dan bernegosiasi dengan perbedaan yang ada. Budaya memiliki kemampuan untuk menjangkau banyak orang dan kemudian menjadikannya media bagi diplomasi publik (Bound,2007:28).

2.2 Kerangka Pemikiran

Berbagai bentuk aksi reaksi yang dilakukan suatu negara yang didasarkan pada politik bilateral yang membahas keadaan politik pada masyarakat dua negara dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan bertumpu pada hubungan diplomasi antar negara dan satuan politiknya.

Secara umum perilaku politik luar negeri suatu negara dapat berbentuk pernyataan-pernyataan politik luar negeri pemerintah, dan dapat juga berbentuk tindakan-tindakan politik luar negeri yang dilakukan pemerintah (Holsti, 1988:62).

Hubungan bilateral antara Jepang dan Korea Selatan sejak Jepang kalah perang tahun 1945 dan Korea Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya hingga tahun 2012 mengalami pasang surut. Sengketa pulau Dokdo/Takeshima turut mempengaruhi perkembangan hubungan kedua negara tersebut, padahal secara tradisi pulau Dokdo/Takeshima telah menjadi tempat tinggal dan kegiatan ekonomi baik masyarakat Korea Selatan dan Warga Jepang dalam kurun waktu yang lama.

(52)

Pulau tersebut. Kedua negara memiliki alasan masing-masing yang menjadi acuan atas status kedaulatan masing-masing negara secara utuh.

“Sengketa merupakan suatu konflik yang dilandaskan akan batasan teritorial, kepemilikan terhadap hal ataupun yang diakui oleh pihak maupun negara berdasarkan posisi geografis yang bersifat alami, sosial, ekonomi, dan

politik”(Mauna,2005:189)

Berdasarkan sejarah dari peninggalan beberapa peta kuno topografi dan maritim milik Korea Selatan tercantum pulau Dokdo/Takeshima sebagai daerah kedaulatan Dinasti Shila (512 M) ataupun Kerjaan Choson (1308 – 1904)

Jepang menganggap pulau Dokdo/Takeshima sebagai wilayahnya karena ketika dinasti Edo berkuasa di Jepang (1603 – 1868), pulau tersebut telah menjadi tempat tinggal dan menjadi tempat kegiatan ekonomi warga kerajaan.

Dasar argumentasi yang lebih up to date atas klaim kedaulatan pulau Dokdo/Takeshima , yaitu berdasarkan perjanjian penyerahan kedaulatan wilayah pulau Dokdo/Takeshima ke Jepang ditahun 1904 dan 1910. Diperkuat lagi dalam Piagam Perjanjian San Fransisco tanggal 8 September 1951 di Forum Internasional PBB, dimana PBB hingga saat ini adalah lembaga Internasional yang dihormati dan diakui keberadaannya oleh seluruh negara dan bangsa di dunia.

(53)

Pulau Dokdo/Takeshima yang berjarak sama baik dari Matsue, pelabuhan pantai Barat Jepang ataupun Samchok pelabuhan pesisir Timur Korea Selatan, yaitu sekitar 120 mil laut, menimbulkan perdebatan kepemilikan pulau tersebut.

(Diakses tanggal 8 April 2015 melalui

http://www.pref.shimane.jp/section/takesima/eng/take2.html).

Penerimaan dan dukungan masyarakat Jepang atas Hallyu, khususnya budaya pop Korea berupa artis, fashion, dan produk gaya hidup lainnya hingga tahun 2012 sangat berkembang di Jepang. Dengan kemajuan teknologi audio video, pemberitaan, kemiripan warna kulit, kemudahan transportasi udara dan globalisasi, membuat Korean Wave (Hallyu) ini sangat mudah berkembang di Jepang.

Sepanjang sejarah naik turunnya hubungan bilateral antara Korea Selatan dan Jepang, khususnya yang disebabkan oleh sengketa pulau Dokdo/Takeshima, peneliti menetapkan kunjungan Korea Selatan Lee Myung-bak tahun 2012 ke pulau Dokdo/Takeshima sebagai tahun dasar penelitian. Peristiwa tersebut membuat Jepang melakukan berbagai pemutusan hubungan diplomatik, pembatasan warga Korea Selatan ke Jepang terutama duta misi kebudayaan Korea Selatan. Berbagai acara juga dilakukan oleh Jepang setelah peristiwa itu, sebagai reaksi atas tindakan presiden Korea Selatan dan meningkatkan semangat patriotisme warga Jepang atas pulau tersebut.

(54)

diplomasi budaya disiapkan dan dilaksanakan dengan hati-hati dan matang. Salahsatu mekanisme dan momen yang dipilih Korea Selatan adalah melalui kegiatan soft diplomacy Hallyu.

Peneliti tertarik meneliti perkembangan Hallyu di Jepang pasca kunjungan presiden Korea 2012 tersebut. Peneliti juga ingin mengetahui seberapa jauh konflik pulau Dokdo/Takeshima, mempengaruhi perkembangan Hallyu di Jepang. Peneliti ingin mengetahui apakah Jepang juga melakukan kegiatan diplomasi budaya dalam bereaksi pasca kunjungan tersebut. Kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan kunjungan pejabat tinggi negara Jepang juga ke pulau Dokdo/Takeshima, ataupun kegiatan-kegiatan lain. Apakah pemerintah Jepang melakukan pembatasan ijin pertunjukan film, televisi, kunjungan warga Korea Selatan ke Jepang atau khususnya pelarangan ijin pertunjukan konser musik, drama dan pameran dagang lainnya. Mengingat pada masa lalu pemerintah Jepang seringkali menggunakan teknik doktrinasi dalam membangkitkan patriotisme warga Jepang, peneliti juga ingin mengetahui apakah Jepang akan kembali mendoktrin warganya untuk menolak, mengurangi aktivitas Hallyu di Jepang, malah apa mungkin pemerintah Jepang akan menstimulasi warganya untuk membenci Korea dan budayanya.

(55)

Kerangka pemikiran yang peneliti sajikan diharapkan dapat memberi gambaran secara utuh dan menyeluruh atas peneltian ini:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Diplomasi

(56)

53

3.1 Desain Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian, diperlukan sebuah desain atau rancangan yang berisi rumusan tentang objek yang akan diteliti. Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Merujuk pada permasalahan yang diangkat serta variabel yang tersedia, maka peneliti hanya melakukan analisa data berdasarkan data-data serta informasi yang didapatkan di Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, Korean Cultural Center Jakarta, The Japan Foundation Jakarta, Perpustakaan PDII LIPI dan diimplementasikan dengan teori-teori dalam kajian Hubungan Internasional.

3.2 Informan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, adapun pihak yang peneliti jadikan sebagai informan adalah sebagai berikut :

1. Staf Kedutaan Jepang untuk Indonesia

(57)

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Studi Pustaka

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Studi Kepustakaan dengan menelaah teori, opini, membaca buku atau jurnal yang relevan dengan masalah yang diteliti, juga data-data pendukung dari media internet serta media cetak seperti surat kabar, majalah dan sebagainya.

3.4 Uji Keabsahan Data

Dalam penelitian ini digunakan uji keabsahan data yang peneliti gunakan untuk menguji validitas dari data yang diperoleh guna mengkomparasikan data-data yang didapat di lapangan serta data-data yang diperoleh dari literatur. Untuk menguji data yang diperoleh tentang sengketa pulau Dokdo/Takeshima yang berdampak terhadap perkembangan Hallyu di Jepang peneliti selain menggunakan studi literatur dan studi pustaka, peneliti juga melakukan wawancara. Untuk menguji keabsahan data tersebut maka peneliti mencoba mencari informan baik dari pihak Korea Selatan dan dari pihak Jepang, agar data yang diperoleh valid.

3.5 Teknik Analisa Data

(58)

atau dari sumber-sumber internet sesuai dengan kebutuhan. Penarikan kesimpulan, peneliti menarik kesimpulan dari beberapa data yang disajikan baik data primer atau sekunder yang didapatkan dari buku literatur, penelusuran online dan wawancara

3.6 Rencana Pengumpulan Data

(59)

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.7.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dan informasi yang bersumber dari berbagai tempat, diantaranya:

a. Kedutaan besar Jepang untuk Indonesia, Jl. M.H. Thamrin 24 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat DKI Jakarta, Indonesia.

b. Kedutaan besar Korea Selatan untuk Indonesia, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 57 Jakarta Pusat DKI Jakarta, Indonesia

c. The Japan Foundation, Gedung Summitmas 1 3rd Floor, JL Jend. Sudirman Kavling 61-62, Jakarta, 12190, Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Indonesia

d. Korean Cultural Center Indonesia, Gedung Equity Tower lantai 17, Jalan Jendral Sudirman, Sudirman Central Business District,

Lot 9, Jakarta Pusat, 12190, Indonesia

e. Perpustakaan PDII LIPI, JL. Jenderal Gatot Subroto kav. 10, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia

f. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jalan Dipatiukur No. 112-114, Bandung 40132, Indonesia

g. Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jl. Tanah Abang 3 No. 23, Gedung Pakarti Center, Tanah Abang, Jakarta

(60)

3.7.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung sejak bulan Februari 2015 hingga Agustus 2015, yang memiliki rincian sebagai berikut:

Tabel 3.2

Jadwal Penelitian Skripsi

No. Kegiatan

Waktu Penelitian 2015

Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agustus 1. Pengajuan judul

2. Pembuatan usulan penelitian 3. Seminar usulan

penelitian 4. Bimbingan skripsi 5. Pengumpulan data

(61)

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Objek Penelitian

4.1.1 Hubungan Bilateral Korea Selatan-Jepang

Selama lebih dari 1.500 tahun, Jepang dan Korea telah melalui pertukaran budaya, perdagangan, perang, dan kontak politik yang mendasari hubungan bilateral mereka bahkan sampai saat ini (Diakses tanggal 25 Juli 2015 melalui http://www.asianresearch.org/articles/2350.html).

Hubungan bilateral kedua negara mengalami fase naik turun, karena faktor sejarah antara kedua negara yang sangat buruk. Korea Selatan di jajah Jepang selama lebih dari 35 tahun. Hubungan bilateral antara Korea Selatan-Jepang dimulai pada tahun 1965, dimana disepakatinya Treaty on Basic Relations Korea Selatan-Jepang, dengan mengakui Korea Selatan sebagai negara. Sejalan dengan kemerdekaan Korea Selatan pada tahun 1965, Perdana Menteri Jepang pada saat itu secara resmi mengunjungi Korea Selatan, kunjungan ini adalah kunjungan pertama pasca perang antara Korea Selatan-Jepang (Diakses tanggal 25 Juli 2015 melalui http://www.ioc.u-tokyo.ac.jp/~worldjpn/documents/indices/JPKR/index-ENG.html).

(62)

bergabung dengan Amerika Serikat dalam memberikan jaminan keamanan untuk Korea Selatan (Diakses tanggal 25 Juli 2015 melalui http://www.ioc.u-tokyo.ac.jp/~worldjpn/documents/texts/JPKR/19751216.O1J.html).

Pada tahun 1996 Fédération Internationale de Football Association (FIFA) mengumumkan bahwa Korea Selatan dan Jepang akan menjadi tuan rumah piala dunia tahun 2002 (Diakses tanggal 25 Juli 2015 melalui http://www.nytimes.com/1996/06/01/sports/soccer-south-korea-and-japan-will-share-world-cup.html). Lalu dilanjutkan pertukaran budaya antara Korea Selatan dan Jepang, dengan dimulainya masuk drama televisi Korea Selatan ke Jepang pada tahun 2003 melalui drama Winter Sonata (Joang,2005:169), lalu masuknya video games, film, komik jepang (manga) ke Korea Selatan pada tahun 1998

(Diakses tanggal 25 Juli 2015 melalui

http://search.japantimes.co.jp/news/2001/05/01/news/release-of-bilingual-cd-aims-to-soothe-tokyo-seoul-discord/#.VczjEvmqpBc).

Hubungan Korea Selatan dan Jepang terpengaruh oleh sengketa pulau Dokdo/Takeshima yang di akui oleh kedua negara. Sengketa pulau Dokdo/Takeshima ini mempengaruhi hubungan kedua negara, bahkan mempengaruhi budaya Hallyu yang sedang berkembang di Jepang.

(63)

Kunjungan ini merupakan kali pertama seorang Presiden Korea Selatan menginjakan kaki di atas wilayah sengketa tersebut (Diakses tanggal 5 Juli 2015 melalui http://www.bbc.com/news/world-asia-20038776). Permasalahan sengketa ini masih berlanjut dan belum ada penyelesaian yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Jepang

4.1.1.2 Hallyu (Korean Wave)

Gambar

gambaran secara utuh dan menyeluruh atas peneltian ini:
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Gambar 4.1 Element of The Korean Wave
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Strategi Korea Selatan dalam mengembangkan perekonomiannya sehingga mampu berkembang dengan pesat hingga

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penyebaraan nilai-nilai kebudayaan Korea Selatan seperti bahasa, makanan, baju tradisional, rumah tradisional, kertas

Penulisan skripsi berjudul ALASAN KOREA SELATAN MELANJUTKAN GENERAL SECURITY OF MILITARY INFORMATION AGREEMENT (GSOMIA) DENGAN JEPANG PADA TAHUN 2019 ini ditujukan

Dari hasil pemaparan diatas maka dapat ditarik garis besar bahwa model diplomasi publik melalui produksi hiburan oleh pemerintah Korea Selatan di bawah ke kepemimpinan Moon Jae In

Korea Selatan yang telah berhasil menyebarkan budaya populer melalui Korean Wave ke dunia internasional merupakan salah satu negara yang dinilai berhasil memanfaatkan budayanya untuk

23 Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa fenomena Hallyu dapat dijadikan sebagai alat diplomasi publik Korea Selatan di Jepang sebagai upaya memperbaiki hubungan

Artikel tersebbut merekomendasikan agar Pemerintah Jepang melakukan permintaan maaf secara resmi kepada para comfort women di Korea Selatan, namun tidak dijelaskan lebih lanjut dengan