ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT DENGAN
METODE NASA-TASK LOAD INDEX DI RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
TUGAS SARJANA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh NIRMA PURBA
110423013
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini
dengan baik.
Kegiatan penelitian tugas sarjana ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari
beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
Judul Tugas Sarjana ini adalah “Analisis Beban Kerja Mental Perawat
dengan Metode Nasa-Task Load Index di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”.
Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini masih terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini. Penulis berharap agar laporan tugas sarjana ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Medan, Januari 2015
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Tugas Sarjana ini.
Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Sarjana ini, penulis banyak menemukan kendala, namun berkat bantuan dari semua pihak sehinggga Tugas
Sarjana ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda M. Purba dan Ibunda S. Br Saragih yang sangat penulis sayangi dan yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil, serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Sarjana ini.
2. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku ketua Departemen Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
4. Ibu Khalida Syahputri, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu penulis dalam penyelesaian Tugas
Sarjana ini.
7. Adik-adik penulis, Erikson Purba, Novita Purba, dan Ivana Purba yang sangat penulis sayangi.
8. Segenap pimpinan dan perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
9. Abang Advent yang sangat banyak membantu penulis dalam seluruh proses penulisan Tugas Sarjana ini dan tidak pernah berhenti memberikan motivasi
dan dukungan kepada penulis untuk selalu semangat mengerjakannya.
10. Cafe Coffee Crowd yang menjadi tempat nongkrong penulis untuk mengerjakan Tugas Sarjana ini dan menjadi tempat pelarian ketika penulis
merasa stres, bosan, jenuh, dan hampir menyerah dalam proses penulisan laporan.
11. Pegawai administrasi Departemen Teknik Industri, yaitu Kak Dina, Bang Nurman, Bang Ridho, Bang Mijo, dan Bu Ani yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrasi di Departemen Teknik Industri USU.
12. Pegawai perpustakaan Departemen Teknik Industri yang telah membantu penulis dalam peminjaman literatur Tugas Sarjana.
13. Sahabat-sahabat penulis yang lucu-lucu, Kak Christy, Enzelina, dan Rahmi yang menjadi teman penulis dalam bertukar ilmu mengenai penyelesaian Tugas Sarjana ini.
ABSTRAK
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan tempat pasien gangguan jiwa mendapatkan perawatan pertama kali. Kondisi pasien di ruang IGD yang tidak stabil dapat membuat perawat mengalami kesulitan dalam memberikan perawatan dan dapat menyebabkan kekhawatiran jika sewaktu-waktu pasien mengamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis tingkat beban kerja mental perawat dan mengetahui persentase waktu produktif perawat di ruang IGD. Penelitian dilakukan pada 4 orang perawat dengan metode Nasa-TLX dan work sampling serta penggunaan alat electroencephalograph (EEG). Metode Nasa-TLX digunakan untuk mengukur beban kerja mental perawat, metode work sampling digunakan untuk menentukan waktu produktif perawat, dan alat EEG digunakan untuk melihat aktivitas otak perawat berdasarkan gelombang otak. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi dimiliki oleh perawat 3 sebesar 81,34. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi dimiliki oleh perawat 2 sebesar 86,6%. Hasil grafik alat EEG menunjukkan bahwa perawat 3 berada dalam kondisi diantara santai (relaxed) dan kelelahan karena perawat 3 masih merasa tertekan dan takut dalam menghadapi pasien sehingga pikirannya tidak dapat rileks ketika bekerja. Tingkat beban kerja mental dipengaruhi oleh perbedaan masa kerja perawat. Masa kerja perawat 3 yang masih baru menyebabkan dirinya masih merasa takut dalam merawat pasien. Perawat 2 sudah bekerja paling lama dan merupakan perawat kepala di ruang IGD sehingga perawat 2 paling produktif karena banyak membantu tugas-tugas perawat lain.
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA... iii
KATA PENGANTAR ... iv 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana... I-7
DAFTAR ISI (Lanjutan)
3.5. Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling ... III-5 3.6. Pelaksanaan Sampling Kerja ... III-6 3.7. Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak(Random) ... III-7 3.8. Allowance ... III-8 3.9. Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji
Keseragaman Data ... III-10 3.10. Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan ... III-11 3.11. Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan ... III-12 3.12. Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space
Administration Task Load Index ... III-13 3.13. Alat Electroencephalograph (EEG) ... III-19
DAFTAR ISI (Lanjutan)
HALAMAN 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-9
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Pengumpulan Data dengan Metode NASA-TLX ... V-1 5.1.2. Hasil Pengamatan Work Sampling ... V-4 5.1.3. Penentuan Allowance (Kelonggaran) ... V-8 5.1.4. Grafik Alat EEG ... V-8 5.2. Pengolahan Data ... V-11 5.2.1. Pengolahan Data NASA-TLX... V-11 5.2.2. Pengolahan Data Work Sampling ... V-13 5.2.2.1. Perhitungan Waktu Produktif Perawat ... V-13 5.2.2.2. Uji Keseragaman Data ... V-14 5.2.2.3. Uji Kecukupan Data ... V-16 5.2.2.4. Perhitungan Tingkat Ketelitian Hasil
Pengamatan ... V-17
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis NASA-TLX ... VI-1 6.2. Analisis Work Sampling ... VI-2 6.3. Analisis Grafik EEG ... VI-3 6.4. Analisis Hubungan NASA-TLX dan Work Sampling ... VI-3 6.5. Analisis Hubungan NASA-TLX dan Grafik EEG... VI-5 6.6. Analisis Hubungan NASA-TLX, Work Sampling, dan
DAFTAR ISI (Lanjutan)
HALAMAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran ... VII-3
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Kuesioner NASA-TLX ... L-1
2. Tabel Pengamatan Work Sampling ... L-2 3. Grafik EEG... L-3 4. Peta Kontrol Keseragaman Data ... L-4
5. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-5 6. Formulir Penetapan Tugas Sarjana ... L-6
7. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-7 8. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana ... L-8 9. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-9
ABSTRAK
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan tempat pasien gangguan jiwa mendapatkan perawatan pertama kali. Kondisi pasien di ruang IGD yang tidak stabil dapat membuat perawat mengalami kesulitan dalam memberikan perawatan dan dapat menyebabkan kekhawatiran jika sewaktu-waktu pasien mengamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis tingkat beban kerja mental perawat dan mengetahui persentase waktu produktif perawat di ruang IGD. Penelitian dilakukan pada 4 orang perawat dengan metode Nasa-TLX dan work sampling serta penggunaan alat electroencephalograph (EEG). Metode Nasa-TLX digunakan untuk mengukur beban kerja mental perawat, metode work sampling digunakan untuk menentukan waktu produktif perawat, dan alat EEG digunakan untuk melihat aktivitas otak perawat berdasarkan gelombang otak. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi dimiliki oleh perawat 3 sebesar 81,34. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi dimiliki oleh perawat 2 sebesar 86,6%. Hasil grafik alat EEG menunjukkan bahwa perawat 3 berada dalam kondisi diantara santai (relaxed) dan kelelahan karena perawat 3 masih merasa tertekan dan takut dalam menghadapi pasien sehingga pikirannya tidak dapat rileks ketika bekerja. Tingkat beban kerja mental dipengaruhi oleh perbedaan masa kerja perawat. Masa kerja perawat 3 yang masih baru menyebabkan dirinya masih merasa takut dalam merawat pasien. Perawat 2 sudah bekerja paling lama dan merupakan perawat kepala di ruang IGD sehingga perawat 2 paling produktif karena banyak membantu tugas-tugas perawat lain.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menangani pasien
yang mengalami gangguan kejiwaan, sehingga tentu saja hal ini berbeda dengan menangani pasien penderita penyakit secara biologik. Para dokter dan perawat
rumah sakit jiwa harus ekstra waspada ketika bekerja karena pasien mungkin saja mengamuk untuk menyakiti orang lain maupun dirinya sendiri. Peran perawat di rumah sakit jiwa sangat diperlukan karena mereka bertugas untuk merawat para
pasien kejiwaan sehingga interaksi antara perawat dengan pasien akan terjadi sesering mungkin. Oleh sebab itu, perawat membutuhkan mental yang kuat untuk
merawat para pasien gangguan jiwa.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara memiliki 1 ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan 17 ruang rawat inap. Pasien gangguan
kejiwaan yang baru datang akan diopname di ruang IGD selama 24 jam. Tindakan yang dilakukan di ruang IGD adalah pemberian suntikan dan fixer (rantai
pengaman) pada kaki. Hal ini dilakukan guna menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, seperti melarikan diri atau bunuh diri.
Setelah pasien sudah mulai tenang, kemudian dipindahkan ke ruang rawat
inap untuk mendapatkan perawatan selanjutnya. Jika pasien kembali mengalami halusinasi, seperti mendengarkan bisikan-bisikan lalu meronta-ronta, maka pasien
karena pasien yang sedang berhalusinasi ini dapat mengamuk dan sulit dikendalikan.
Pada penelitian pendahuluan, jumlah pasien yang berada di ruang IGD sebanyak 4 orang dan jumlah tempat tidur sebanyak 6 buah. Jumlah perawat di ruang IGD sebanyak 8 orang, dengan pembagian shift kerja pagi sebanyak 4
orang, shift kerja siang sebanyak 2 orang, dan shift kerja malam sebanyak 2 orang. Jumlah perawat pada shift pagi lebih banyak karena pekerjaan yang dilakukan
lebih banyak daripada perawat yang bekerja pada shift siang dan malam, seperti membersihkan ruangan dan memindahkan pasien dari ruang IGD ke ruang inap.
Setelah pasien dipindahkan dari ruang IGD ke ruang rawat inap, pasien
akan mendapatkan tindakan perawatan selanjutnya dengan pemberian obat-obatan. Perawatan di ruang rawat inap akan dilakukan paling sedikit selama 42
hari dan setelah itu dianjurkan oleh dokter untuk melakukan rawat jalan (kontrol ulang) ke rumah sakit jiwa.
Saat penelitian pendahuluan, total pasien yang berada di ruang rawat inap
berjumlah 436 orang. Walaupun jumlah pasien di ruang IGD lebih sedikit dibandingkan jumlah pasien di ruang inap, namun perawat lebih mengalami
kesulitan dalam merawat pasien yang berada di ruang IGD karena kondisi pasien yang sangat sulit untuk dikendalikan. Hal ini dapat menyebabkan perawat di ruang IGD mengalami beban psikis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat, perawat merasa takut kepada pasien karena pasien sering mengamuk sehingga hal ini membuat perawat
perawat juga berdampak kepada kegiatan yang dilakukan setelah bekerja, seperti tingkat emosi yang tidak stabil sehingga mudah marah/ kecewa kepada orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian terhadap perawat di ruang IGD. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur beban kerja mental perawat di ruang IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Penelitian
dilakukan pada perawat yang bekerja pada shift pagi karena pada umumnya pasien akan dipantau secara intensif pada pagi hari untuk dipindahkan dari ruang IGD ke
ruang inap.
Kelelahan psikis yang dirasakan oleh perawat membuat perawat menggunakan waktu kerjanya untuk hal-hal tidak produktif, seperti mengobrol
dengan perawat lain untuk mengembalikan rasa rileks pada dirinya. Hal ini dapat mengurangi produktivitas perawat melebihi batas allowance yang dibutuhkan.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terhadap distribusi waktu produktif perawat untuk mengetahui persentase waktu yang benar-benar digunakan oleh perawat untuk bekerja selama jam kerja berlangsung.
Metode yang digunakan untuk mengukur beban kerja mental dalam penelitian ini adalah National Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX). NASA-TLX mengukur enam dimensi ukuran beban kerja,
yaitu mental demand, physical demand, temporal demand, performance, effort, dan frustation level.
objektif berdasarkan aktivitas gelombang otak perawat. Selain itu, metode work sampling digunakan untuk menentukan waktu produktif yang dimiliki seorang
perawat selama jam kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Mariawati (2013) di CV. Bodhi Cipta Engineering dengan metode NASA-TLX, menunjukkan bahwa beban kerja yang
tinggi terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara kemampuan pekerja dengan tingkat pekerjaannya. Pesanan produk yang datang sangat banyak dengan
permintaan waktu penyelesaian yang singkat sehingga para karyawan dituntut untuk terampil dan dapat menghasilkan kerja yang baik sehingga fungsi pelayanan kepada pelanggan dapat terwujud secara maksimal. Hasil pengukuran beban
psikologis operator pada masing-masing stasiun produksi menunjukkan kategori beban kerja yang tinggi.1
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Miranti dan Caecillia (2013) tentang tingkat beban kerja mental masinis di PT. KAI Daop. II Bandung. Beban kerja mental masinis yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan yang dapat
menimbulkan kelalaian dalam menjalankan tugas sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kereta api. Penelitian tersebut dilakukan dengan membandingkan
tugas masinis dinasan kereta jarak dekat dengan dinasan kereta jauh. Nilai rata-rata NASA-TLX yang diperoleh untuk dinasan jarak dekat adalah 71,7% dan pada dinasan jarak jauh adalah 82,7%. Faktor dominan yang mempengaruhi beban
1
kerja masinis pada saat menjalani dinasan jarak jauh adalah mental demand dan physical demand.2
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran beban kerja mental perawat dengan menggunakan metode NASA-TLX.
Kondisi pasien di ruang IGD yang tidak stabil dapat membuat perawat
mengalami kesulitan dalam memberikan perawatan dan dapat menyebabkan kekhawatiran jika sewaktu-waktu pasien mengamuk, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap beban kerja mental perawat di ruang IGD.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengukur dan menganalisis tingkat beban kerja mental perawat dan mengetahui persentase waktu produktif perawat agar dapat menyeimbangkan tugas yang dikerjakan oleh masing-masing perawat.
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
1. Mengetahui beban kerja mental yang dialami oleh perawat di ruang IGD
dengan menggunakan metode NASA-TLX.
2. Mengetahui persentase waktu produktif perawat di ruang IGD dengan menggunakan metode work sampling.
3. Mengetahui aktivitas gelombang otak perawat berdasarkan grafik alat EEG. 4. Membandingkan dan menganalisis hasil NASA-TLX dan hasil work sampling.
2
5. Membandingkan dan menganalisis hasil NASA-TLX dan hasilalat EEG. 6. Membandingkan dan menganalisis hasil NASA-TLX, hasil work sampling, dan
hasilalat EEG.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh
di bangku perkuliahan mengenai konsep pengukuran beban kerja dan membandingkannya dengan permasalahan yang terjadi di lapangan.
2. Mempererat hubungan pihak universitas dengan pihak manajemen rumah sakit
dan memperkenalkan Departemen Teknik Industri sebagai forum disiplin ilmu yang juga dapat diterapkan di rumah sakit.
3. Rumah sakit mendapat masukan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola beban kerja perawat secara optimal untuk meningkatkan efisiensi sumber daya manusia.
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan hanya pada ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
2. Penelitian dilakukan pada perawat yang bekerja pada shift pagi dari pukul
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kondisi rumah sakit tidak mengalami perubahan selama penelitian
berlangsung.
2. Pada saat melakukan penelitian, perawat tidak dipengaruhi oleh pihak lain. 3. Perawat dianggap sudah mengetahui dan paham terhadap prosedur kerja yang
dilakukan.
4. Tidak ada pergantian perawat pada saat penelitian.
5. Tidak ada perbedaan mental antara perempuan dan laki-laki.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana
Sistematika penulisan tugas sarjana bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian.
Sistematika penulisan tugas sarjana adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang timbulnya masalah pada perusahaan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
pembatasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan tugas sarjana.
Bab II Gambaran Umum Perusahaan berisi tentang sejarah perusahaan,
visi, misi, motto perusahaan, fasilitas pelayanan, struktur organisasi, tugas pokok perusahaan, jumlah tenaga kerja, dan jam kerja perusahaan.
Bab III Landasan Teori menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang
berisi teori-teori ergonomi, beban kerja, beban kerja mental, pengukuran beban kerja, pengukuran kerja dengan metode work sampling, pelaksanaan sampling
perhitungan persentase waktu produktif dan uji keseragaman data, penentuan jumlah pengamatan, penentuan tingkat ketelitian, penjelasan mengenai metode
NASA-TLX, dan tentang alat electroencephalogram (EEG).
Bab IV Metodologi Penelitian memaparkan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tempat dan waktu penelitian, jenis
penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, kerangka berpikir penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode pengolahan data hasil
pengukuran beban kerja dengan metode NASA-TLX dan work sampling.
Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah. Data
tersebut berupa data kuesioner NASA-TLX hasil pengisian oleh perawat, hasil pengamatan work sampling, dan data grafik alat EEG. Pengolahan data
NASA-TLX terdiri dari tahap pembobotan dan rating, kemudian dilakukan perhitungan nilai WWL dan rata-rata WWL. Pengolahan data work sampling dilakukan perhitungan persentase waktu produktif, uji keseragaman data, uji kecukupan
data, dan perhitungan tingkat ketelitian.
Bab VI Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis hasil pengolahan data
metode NASA-TLX dan work sampling serta analisis grafik alat EEG, kemudian pemberian usulan pada rumah sakit dalam pemerataan tugas perawat sehingga beban kerja perawat dapat terbagi secara merata.
Bab VII Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak rumah
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Rumah Sakit Jiwa
Tahun 1935 didirikan “Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen” (Rumah
Sakit Jiwa) di Glugur sebagai Rumah Sakit Jiwa yang kelima di Indonesia dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 26 buah. Mulai tahun 1943 sampai dengan tahun
1947, Rumah Sakit Jiwa Glugur diduduki oleh Sekutu sehingga penderita gangguan jiwa dievakuasi ke Dolok Merangir dan selama ± 3 tahun berada disana.
Pada tahun 1950, penderita gangguan jiwa dipindahkan oleh tentara
Belanda ke bekas Rumah Sakit Harisson dan Crossfield di Medan dan sebagian lagi ditampung di Rumah Penjara Pematang Siantar. Tahun 1950 sampai dengan
tahun 1958 dibuka Poliklinik Psikiatri yang merupakan Annex Rumah Sakit Jiwa Pematang Siantar yang terletak di Jl. Timor No. 19 Medan. Pada tahun 1958 sampai dengan tahun 1981, rumah sakit milik Belanda (Zieken Verpleging) yang
terletak di Jl. Timor No.10 Medan dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Jiwa Medan dan menampung pasien rawat inap dari Pematang Siantar dengan kapasitas
200 tempat tidur.
Pada tahun 1979, diadakan perubahan tata kota sehingga dibangun rumah sakit baru yang terletak di terusan Padang Bulan KM. 10, Jl. Bekala Lama,
maka alamat Rumah Sakit Jiwa diganti menjadi Jl. Letjend. Djamin Ginting Km. 10/ Jl. Tali Air No. 21 Medan.
Pada tanggal 5 Februari 1981, Rumah Sakit Jiwa ini mulai ditempati dan diresmikan pada tanggal 15 Oktober 1981 oleh Menteri Kesehatan RI (Dr. Suwardjono Suryadiningrat) dengan kapasitas 200 tempat tidur. Pada tahun 2002,
Rumah Sakit Jiwa telah memiliki 450 tempat tidur hingga saat ini.
Status Rumah Sakit Jiwa Medan telah berubah kelembagaan menjadi
Lembaga Teknis Daerah dalam bentuk Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan persetujuan DPR Ptovinsi Sumatera Utara dan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 8 Tahun 2004 tanggal 11 Agustus 2004
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan dengan klasifikasi kelas A dengan sifat
kekhususannya dikategorikan dengan tipe B.
Selain melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa, juga diselenggarakan
pendidikan yang meliputi: Akademi Keperawatan (D3, D4, S1), S1 Kedokteran, dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PDDS) yang masing-masing bekerja sama dengan Institusi Pendidikan Kesehatan dan Fakultas Kedokteran se-Provinsi
Sumatera Utara. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki, saat ini Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara juga merupakan Rumah Sakit Jiwa
2.2. Visi, Misi, dan Motto Rumah Sakit Jiwa 2.2.1. Visi
Visi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah: “Menjadikan pelayanan kesehatan jiwa yang terbaik secara profesional untuk kepuasan masyarakat.”
2.2.2. Misi
Misi dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah: 1. Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terpadu.
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan jiwa dan
masalah psikososial masyarakat.
3. Menyediakan dan mengembangkan fasilitas pendidikan, pelatihan, dan
penelitian dalam bidang pelayanan kesehatan jiwa.
4. Meningkatkan upaya profesionalisme dan sumber daya manusia melalui pengembangan ilmu filosofi, keterampilan, dan etika profesi.
2.2.3. Motto
Motto dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah: H = Harmonis
O = Objektif
R = Rapi A = Aman
2.3. Fasilitas Pelayanan
Fasilitas pelayanan yang terdapat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara adalah: 1. Unit Gawat Darurat 2. Rawat jalan
3. Rawat inap
4. Rehabilitasi medik
5. Gangguan mental organik 6. Anak dan remaja
7. Pemeriksaan kesehatan jiwa
8. Psikologi 9. Fisioterapi
10. Brain Mapping/ Rekam Otak 11. Geriatri/ lanjut usia
12. Poli Gigi
13. Laboratorium Klinik
14. Narkoba/ ketergantungan obat
15. Apotek 16. Radiologi 17. Poli Umum
2.4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu
dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Stuktur organisasi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
menggunakan bentuk organisasi lini dan fungsional, dimana wewenang diserahkan dari pucuk pimpinan kepada unit-unit (satuan-satuan) organisasi yang ada dibawahnya dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu sesuai dengan kebutuhan
Keterangan :
Hubungan Lini Hubungan Fungsional
2.5. Tugas Pokok Rumah Sakit Jiwa
Tugas pokok Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah:
1. Preventif (pencegahan penyakit jiwa) 2. Promotif (peningkatan kesehatan jiwa) 3. Kuratif (pemulihan penyakit jiwa)
4. Rehabilitatif (rehabilitasi pasien penyakit jiwa)
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara berfungsi untuk
melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan latihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan jiwa, pengelolaan administrasi dan
keuangan Rumah Sakit.
2.6. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Rumah Sakit Jiwa
Jam kerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jam Kerja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
Bagian Shift Jam Kerja
Tenaga Medis
Pagi 08.00 WIB s/d 14.00 WIB Siang 14.00 WIB s/d 21.00 WIB Malam 21.00 WIB s/d 08.00 WIB Pegawai - 08.00 WIB s/d 16.00 WIB
Terdapat perbedaan jumlah jam kerja perawat karena pada umumnya pasien akan dipantau secara intensif pada pagi hari dan kegiatan kebersihan
malam hari tidak perlu melakukan kegiatan kebersihan ruangan. Oleh sebab itu, jam kerja perawat pada shift pagi lebih singkat karena beban tugas yang
dikerjakan oleh perawat pada shift pagi lebih berat daripada perawat yang bekerja pada shift siang dan shift malam.
Jumlah tenaga kerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
adalah:
1. Ahli Jiwa = 6 orang
2. Neurolog = 1 orang 3. Dokter Umum = 18 orang 4. Psikolog = 4 orang
5. Perawat D3 = 80 orang 6. Perawat S1 = 38 orang
7. Perawat SPK = 15 orang 8. Perawat SPKSJ = 2 orang 9. Perawat SPRB = 2 orang
10. Perawat Bidan = 4 orang 11. Perawat Gigi = 2 orang
12. Apoteker = 3 orang 13. Dokter Gigi = 5 orang 14. Sarjana lainnya = 9 orang
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Di Indonesia memakai istilah ergonomi, tetapi di beberapa negara seperi di Amerika
menggunakan Human Engineering atau Human Factor Engineering. Namun demikian, kesemuanya membahas hal yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi
manusia terhadap aktivitas yang dilakukan.3
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa “Ergonomi adalah ilmu, seni
dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan
Ruang lingkup ergonomi sangat luas dan mencakup segala aspek. Sebagai contoh, seseorang mempunyai waktu 24 jam dengan distribusi waktu secara
umum adalah 8 jam di tempat kerja, 2 jam di perjalanan, 2 jam di tempat lain (misal olahraga, bermain, dsb) dan selebihnya (12 jam) di rumah. Sehingga untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik, penerapan ergonomi tidak hanya berfokus pada 8 jam di tempat kerja saja.
3
kemampuan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun secara mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak poduktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi
tujuan utama dari penerapan ergonomi.
3.2. Beban Kerja
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut.4
Menurut Suma’mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkat
keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
3.3. Beban Kerja Mental
Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal
tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat
dibandingkan dengan aktivitas fisik karena lebih melibatkan kerja otak daripada kerja otot.5
Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi, dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat
informasi yang lampau. Dengan demikian, penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun
konsentrasi kerja, seperti tes “Bourdon Wiersman”. Semakin lama orang berkonsentrasi, maka akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya.
3.4. Pengukuran Beban Kerja
Aspek psikologi dalam suatu pekerjaan berubah setiap saat. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan psikologi tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri pekerja (internal) atau dari luar diri pekerja/ lingkungan (eksternal). Baik faktor internal maupun eksternal sulit untuk dilihat
secara kasat mata, sehingga dalam pengamatan hanya dilihat dari hasil pekerjaan atau faktor yang dapat diukur secara objektif, atau pun dari tingkah laku dan
penuturan si pekerja sendiri yang dapat diidentifikasikan.6
a. Pengukuran beban psikologi secara objektif
Pengukuran beban psikologi dapat dilakukan dengan :
- Pengukuran denyut jantung - Pengukuran waktu kedipan mata
- Pengukuran dengan metode lain
b. Pengukuran beban psikologi secara subjektif
Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu : - NASA TLX
- SWAT
- Modified Cooper Harper Scaling (MCH
Dari beberapa metode tersebut metode yang paling banyak digunakan dan
terbukti memberikan hasil yang cukup baik adalah NASA TLX dan SWAT.
6
3.5. Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling
Sampling kerja atau work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan
sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja dapat diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung karena pelaksanaan
kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat kerja yang diteliti. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak
terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada waktu-waktu yang telah ditentukan secara acak.7
7
Wignjosoebroto, S., 2006, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Jurusan Teknik Industri ITS,
Teknik sampling kerja ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana
Inggris bernama L.H.C Tippet dalam aktifitas penelitiannya di industri tekstil. Selanjutnya cara atau metode sampling kerja ini telah terbukti sangat efektif dan
efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja dari mesin atau operator. Dikatakan efektif karena dengan cepat dan mudah cara ini dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pendayagunaan waktu tenaga kerja,
mesin, proses, penentuan waktu longgar (allowance time) yang tersedia untuk satu pekerjaan.
Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metode sampling kerja lebih efisien karena informasi yang dikehendaki akan didapatkan dalam waktu relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Secara garis besar metode
1. Mengukur ratio delay dari tenaga kerja, operator, mesin atau fasilitas kerja lainnya. Sebagai contoh ialah untuk menentukan persentase dari jam atau hari
dimana tenaga kerja benar-benar terlibat dalam aktifitas kerja dan persentase dimana sama sekali tidak ada aktifitas kerja yang dilakukan (menganggur atau idle).
2. Menetapkan performance level dari tenaga kerja selama waktu kerjanya berdasarkan waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja.
3. Menentukan persentase produktif tenaga kerja seperti halnya yang dapat dilaksanakan oleh pengukuran kerja lainnya.
3.6. Pelaksanaan Sampling Kerja
Sampling pekerjaan mempunyai beberapa kegunaan lain di bidang produksi sampling untuk menghitung waktu penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut adalah:8
1. Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau kelompok kerja.
2. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat pabrik. 3. Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak langsung. 4. Untuk mempersiapkan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
Langkah-langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak berbeda dengan langkah pada jam henti.Langkah-langkah yang dijalankan sebelum
sampling dilakukan, yaitu:
8
1. Penetapan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan. Hal ini akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang
diinginkan.
2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika belum ada
maka dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja terlebih dahulu. 3. Dipilih operator yang dapat bekerja normal dan dapat diajak bekerja sama.
4. Dilakukan latihan bagi operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.
5. Dilakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan sekaligus
mendefinisikan kegiatan kerja yang dimaksud.
6. Persiapan peralatan yang diperlukan berupa papan atau lembaran-lembaran
pengamatan.
Cara melakukan sampling pengamatan dengan cara sampling pekerjaan terdiri dari tiga langkah, yaitu :
1. Dilakukan sampling pendahuluan 2. Uji keseragaman data
3. Dihitung jumlah kunjungan yang diperlukan.
3.7. Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak (Random)
Pada langkah ini dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktifitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja
Biasanya panjang satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satu satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan.
Misalnya satu satuan waktu panjangnya 5 menit, jadi satu hari kerja (7 jam) mempunyai 84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan perhari tidak lebih dari 84 kali. Jika dalam satu hari dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan
bantuan tabel bilangan acak ditentukan saat-saat kunjungan tersebut.
Pada tabel bilangan acak, syaratnya adalah tidak boleh terjadi pengulangan
pada bilangan yang sama. Berdasarkan waktu yang telah di random tersebut maka pengamatan dilakukan dimana pengamat mengelompokkan kegiatan bekerja dan kegiatan menganggur (idle). Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu
defenisi work dan idle itu sendiri.
3.8. Allowance
Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan-hambatan yang
tidak dapat dihindarkan.9
1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (Personal Allowance)
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang bersifat kebutuhan pribadi. Jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil dapat ditentukan dengan melaksanakan aktivitas time study
sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Besarnya waktu untuk kelonggaran pribadi untuk pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya
untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini dari waktu normal), atau sepuluh sampai 24 menit
setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat personil apabila operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat resmi. Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang dipergunakan ini akan bervariasi
tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakannya.
2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatique Allowance)
Rasa lelah antara lain tercermin dari menurunnya hasil produksi, baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performansi normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa lelah. Jika ini berlanjut, maka akan
terjadi kelelahan total. Karena itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah perlu ditambahkan.
3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (DelayAllowance)
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan-hambatan. Keterlambatan atau delay, bisa disebabkan faktor-faktor
yang sulit untuk dihindari karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya. Namun juga bisa disebabkan beberapa faktor yang sebenarnya masih dapat dihindari, misalnya mengobrol yang berlebihan dan menganggur
3.9. Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji Keseragaman Data Perhitungan persentase waktu produktif bertujuan untuk mengetahui
persentase waktu yang digunakan masing-masing karyawan untuk bekerja selama jam kerja berlangsung. Persentase waktu produktif dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sutalaksana, 1979):
Waktu Produktif = Jumlah Pengamatan−Aktivitas ����
Jumlah Pengamatan X 100%
Uji keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan/ atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Uji keseragaman data secara visual
dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan melihat data yang terkumpul dan mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Data ekstrim adalah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data
terlalu ekstrim dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya. Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat guna menguji keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan (Sutalaksana, 1979). Data yang dikatakan
seragam yaitu berasal dari sistem yang sama (berada diantara kedua batas kontrol), dan tidak seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda (berada diluar
batas kontrol).
BKA = p�+ k�p� (1−p�) n�
BKB = p� −k�p� (1−p�) n�
Dimana:
n� = jumlah pengamatan rata-rata tiap hari kerja
k = nilai z pada tabel distribusi normal
3.10. Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan
Untuk mengetahui jumlah pengamatan yang dilakukan telah mencukupi
atau belum maka dilakukan uji kecukupan data. Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor utama,
yaitu10
:
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan 2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan
Dengan asumsi bahwa terjadinya kegiatan seorang operator saat bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal. Untuk mendapatkan jumlah
pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari dengan rumus (Wignjosoebroto, 2006):
Dimana: N′ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja
s = Tingkat ketelitian yang dikehendaki (bentuk desimal)
k = Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan (�′) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan
(convidende level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran kerja tersebut. Didalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95% convidence level dan 5% degree of accuracy. Hal ini berarti bahwa
sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari hasil pengamatan yang dicatat akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%. Besar N’ (jumlah pengamatan yang
harus dilakukan) harus lebih kecil dari besar N (jumlah pengamatan yang sudah dilakukan) (N’≤N). Apabila kondisi yang diperoleh adalah N’ lebih besar dari N (N’≥N), maka pengamatan harus dilakukan lagi. Sebaliknya jika harga N’ lebih
kecil daripada N (N’≤N) maka pengamatan yang dilakukan telah mencukupi sehingga data bisa memberikan tingkat keyakinan dan ketelitian yang sesuai
dengan yang diharapkan.
3.11. Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan
Setelah studi secara lengkap telah dilakukan, dilakukan perhitungan untuk menentukan apakah hasil pengamatan yang didapatkan bisa dikategorikan cukup
teliti. Untuk itu cara yang dipakai adalah dengan menghitung harga s pada rumus yang sama yaitu (Wignjosoebroto, 2006):
s =
k�p�(1−p�)
N
p�
Dimana: s = tingkat ketelitian yang diperoleh
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja k = harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
(diperoleh dari tabel distribusi normal)
3.12. Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space Administration Task Load Index
Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada
tahun 1981. Metode ini dikembangkan karena munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari sembilan skala faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu,
jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 yaitu Mental Demand (MD), Physical Demand (PD), Temporal Demand (TD), performance
(OP), Effort (EF) dan Frustration Level (FR).11
1. Memilih kumpulan sub skala masalah yang paling tepat.
Hart dan Staveland (1991), merumuskan masalah pembuatan skala
peringkat beban kerja sebagai berikut:
2. Menentukan bagaimana menghubungkan sub skala tersebut untuk memperoleh nilai beban kerja yang berbeda, baik diantara tugas maupun diantara pemberi peringkat.
3. Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai numerik untuk sub skala tersebut.
11
Ada tiga kategori pemilihan sub skala, yaitu:
1. Skala yang berhubungan dengan tugas (kesulitan tugas, tekanan waktu dan
jenis aktivitas).
Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan informasi tentang persepsi subjek terhadap tugas yang dibebankan. Tekanan waktu dinyatakan
sebagai faktor utama dalam beban kerja yang dihitung dengan membandingkan waktu yang diperlukan dalam penyelesaian tugas dan waktu yang tersedia.
Peringkat yang diberikan pada jenis aktivitas ternyata tidak pernah berkorelasi secara signifikan untuk beban kerja keseluruhan. Dengan demikian, pada skala yang berhubungan dengan tugas, hanya faktor kesulitan tugas dan tekanan waktu
yang memberikan informasi yang signifikan mengenai beban kerja.
2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku (usaha fisik, usaha mental dan
performansi)
Faktor usaha fisik mencerminkan manipulasi eksperimen dengan faktor kebutuhan fisik sebagai komponen beban kerja utama. Hasil eksperimen
menunjukan bahwa faktor usaha fisik tidak memiliki korelasi yang tinggi dan tidak memberi konstribusi yang signifikan terhadap beban kerja secara
keseluruhan. Namun faktor ini ternyata berhubungan kuat dengan faktor tekanan waktu (tugas dengan tekanan waktu yang tinggi memerlukan tingkat respon yang tinggi pula) dan faktor stress (untuk tugas yang lebih kompleks). Faktor usaha
mental merupakan kontribusi penting pada beban kerja pada saat jumlah tugas operasional meningkat karena tanggung jawab operator berpindah dari
berkorelasi dengan peringkat beban keseluruhan dalam setiap katagori eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi korelasinya dengan beban kerja
keseluruhan. Peringkat performansi berkorelasi secara signifikan dengan peringkat beban kerja keseluruhan.
3. Skala yang berhubungan dengan subjek (frustasi, stress, dan kelelahan)
Frustasi merupakan faktor beban kerja beban kerja ketiga yang paling sesuai. Peringkat frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja keseluruhan secara
signifikan pada semua katagori eksperimen. Peringkat stress mewakili manipulasi yang mempengaruhi peringkat beban kerja keseluruhan, sementara faktor kelelahan tidak berhubungan dengan beban kerja.
Dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Pembobotan
Pada bagian kedua responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental
terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner yang diberikan berbentuk perbandingan berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini
2. Pemberian rating
Pada bagian ini, responden diminta memberi rating (nilai) terhadap
keenam indikator beban mental dengan rentang 0-100. Indikator tersebut terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Indikator dalam Metode NASA-TLX
SKALA RATING KETERANGAN
MENTAL
DEMAND (MD)
Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perceptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tsb mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat .
PHYSICAL DEMAND (PD)
Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (mis.mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll) TEMPORAL
DEMAND (TD)
Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan
PERFORMANCE (OP)
Tidak tepat, Sempurna
Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya
FRUSTATION LEVEL (FR)
Rendah, Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan. EFFORT (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
Untuk mendapatkan skor beban kerja mental NASA TLX, bobot dan
rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
skor = ∑(bobot x rating) 15
menyatakan beban pekerjaan sedang, sedangkan nilai < 50 menyatakan beban pekerjaan agak ringan.
Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa
tingkat beban kerja mental yang dialami oleh pekerja. Hasil pengukuran ini bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan langkah lebih lanjut,
misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja
dibawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.
Keterangan 6 indikator NASA-TLX adalah sebagai berikut:
1. Mental Demand, merupakan kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses
informasi terbatas, hal ini mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang dapat dicapai. Kinerja manusia pada tingkat rendah tidak juga baik jika tidak banyak
hal yang bisa dikerjakan, dimana orang akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya. Kondisi ini dapat dikatakan underload dan peningkatan beban kerja setelah titik ini akan
menyebabkan degradasi dalam kinerja. Pada tingkat beban kerja yang sangat tinggi atau overload, informasi penting akan hilang akibat dari pendangkalan
atau pemfokusan perhatian hanya satu aspek dari pekerjaan.
2. Physical Demand, merupakan dimensi mengenai kebutuhan fisik yang memiliki deskripsi yaitu tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang
dibutuhkan seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol, mengoperasikan dan sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik yang
dikerjakan, gerakan yang dilakukan selama aktivitas cepat atau lambat, serta melelahkan atau tidak.
3. Temporal Demand, merupakan dimensi kebutuhan waktu. Hal ini tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan menggunakan waktu dalam menjalankan suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas waktu
yang merupakan metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang diberikan.
4. Performance, merupakan dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya yang telah ditetapkan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan performansi
dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.
5. Effort, merupakandimensi usaha dimana seberapa besar usaha yang dilakukan
oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini usaha yang dilakukan meliputi usaha mental dan fisik.
6. Frustration Demand, merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang
dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit
dilakukan dari yang sebenarnya. Pada keadaan stress rendah, orang akan cenderung santai. Sejalan dengan meningkatnya stress, maka terjadi pengacauan konsentrasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi
lebih, hal ini disebabkan adanya faktor individual subjek. Faktor-faktor ini antara lain motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan,
3.11. Alat Electroencephalograph (EEG)
Alat electroencephalograph (EEG) digunakan untuk mengukur gelombang
otak. Hal ini dilakukan untuk memberikan petunjuk yang baik untuk mengukur beban kerja mental. Alat ini tidak bisa digunakan ketika pekerjanya sedang bekerja. Teknik psikososial yang lainnya dapat menggunakan CGG (critical
flicker function).12
EEG adalah ukuran aktivitas elektrik kasar otak. Aktivitas itu diukur
melalui elektroda-elektroda besar dari sebuah alat yang disebut mesin EEG. Dalam studi-studi EEG terhadap subjek manusia, setiap saluran kegiatan EEG biasanya direkam dari elektroda-elektroda berbentuk piringan, kira-kira separuh
ukuran koin senilai satu dime, yang dilekatkan di kulit kepala.13
Oleh karena sinyal-sinyal EEG berkurang amplitudonya ketika menyebar dari sumbernya, maka pembandingan sinyal-sinyal yang direkam dari berbagai Sinyal EEG kulit kepala merefleksikan jumlah peristiwa elektrik di sekujur
kepala. Peristiwa itu termasuk berbagai potensial aksi dan potensial pos-sinaptik dan sinyal-sinyal elektrik dari kulit, otot, darah, dan mata. Jadi, kegunaan EEG kulit kepala bukan terletak pada kemampuannya untuk memberikan pandangan
yang jelas dari aktivitas neural. Kegunaannya sebagai sebuah alat penelitian dan diagnostik terletak pada fakta bahwa beberapa bentuk gelombang EEG
berhubungan dengan keadaan-keadaan kesadaran tertentu (misalnya, epilepsi). Sebagai contoh, gelombang alfa adalah gelombang beramplitudo tinggi reguler, 8 sampai 12 detik, yang berhubungan dengan keadaan tidak tidur tetapi rileks.
12
tempat di kulit kepala kadang-kadang dapat menunjukkan asal gelombang-gelombang itu.
Gambar 3.1. Alat Electroencephalograph (EEG)
Jenis-jenis gelombang grafik alat EEG dapat dilihat pada Gambar 3.2.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada ruang IGD di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara. Penelitian berlangsung selama 6 bulan dan dilakukan pada perawat yang bekerja pada shift pagi dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB.
4.2. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan atau menguraikan aspek-aspek dalam pengukuran beban kerja.
4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah 4 orang perawat yang bekerja pada shift pagi di ruang IGD.
4.4. Kerangka Berfikir Penelitian
Beban Kerja
Dimensi effort (EF)
Dimensi effort (EF)
Dimensi frustation level
Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian
Pasien yang dirawat di ruang IGD berada dalam kondisi yang sangat tidak
stabil sehingga dapat membuat perawat mengalami kesulitan dalam melakukan perawatan dan dapat menyebabkan perawat mengalami kelelahan secara emosional. Perawat juga mengalami tekanan dalam melakukan pekerjaan karena kekhawatiran perawat jika sewaktu-waktu pasien meronta dan mengamuk. Oleh
sebab itu, perlu diketahui seberapa besar beban kerja yang dialami oleh para perawat di ruang IGD. Pada penelitian ini, beban kerja mental perawat diukur
dengan menggunakan metode NASA-TLX. Alat electroencephalograph (EEG) digunakan untuk melihat aktivitas otak perawat berdasarkan gelombang otaknya dan work sampling digunakan untuk menentukan waktu produktif dan
4.5. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Dimensi mental demand (MD) : kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses informasi terbatas, sehingga mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang dapat dicapai.
2. Dimensi physical demand (PD) : mengenai kebutuhan fisik, yaitu tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan seperti mendorong, menarik,
memutar, mengontrol, mengoperasikan, dan sebagainya.
3. Dimensi temporal demand (TD) : dimensi kebutuhan waktu dalam menjalankan suatu aktivitas.
4. Dimensi performance (OP) : dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
yang telah ditetapkan oleh atasannya.
5. Dimensi effort (EF) : dimensi mengenai seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
6. Dimensi frustation level (FR) : dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi, dan ketakutan selama
melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit dilakukan dari yang sebenarnya.
7. Grafik alat electroencephalograph (EEG) : grafik yang menggambarkan
kondisi gelombang otak perawat.
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kuesioner NASA-TLX (dimensi mental demand, dimensi physical demand, dimensi temporal demand, dimensi performance, dimensi effort, dan dimensi frustation level)
2. Kertas pengamatan work sampling (waktu pengamatan, kolom work dan idle) 3. Alat electroencephalograph (aktivitas gelombang otak)
4. Alat tulis (untuk mencatat data)
5. Alat penunjuk waktu (untuk mengetahui saat pengamatan work sampling)
4.7. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari pengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung,
yaitu:
a. Kuesioner NASA-TLX
Kuesioner NASA-TLX yang berisi 6 dimensi ukuran beban kerja
disebarkan kepada perawat. Kuesioner ini terdiri dari 2 bagian, yaitu pemilihan dimensi ukuran beban kerja yang paling dominan dan pemberian rating.
(PD / MD) (TD / PD) (TD / FR) (TD / MD) (OP / PD) (TD / EF)
(OP / MD) (FR / PD) (OP / FR) (FR / MD) (EF / PD) (OP / EF) (EF / MD) (TD / OP) (EF / FR)
2. Pada pemberian rating, perawat memberi nilai terhadap keenam dimensi ukuran beban kerja dengan rentang 0-100 sesuai dengan besarnya pengaruh
dimensi ukuran beban kerja yang dirasakan perawat.
b. Data Work Sampling
Prosedur pengumpulan data dengan metode work sampling adalah:
1. Pengumpulan data work sampling dimulai dengan menentukan kegiatan yang
termasuk work dan idle. Aktivitas produktif (work) adalah aktivitas yang berhubungan dengan beban kerja dan tanggung jawab kerja, sedangkan kegiatan di luar aktivitas produktif termasuk ke dalam aktivitas idle.
2. Data waktu pengamatan diambil mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB dengan interval waktu pengamatan selama 5 menit, sehingga satu
hari kerja (6 jam) memiliki 72 satuan waktu.
Tabel 4.1. Waktu Pengamatan dengan Interval Waktu 5 Menit
No 08.00 – 14.00 (Δt = 5 menit) No 08.00 – 14.00 (Δt = 5 menit)
Waktu Pengamatan Waktu Pengamatan
1 8:00 6 8:25
2 8:05 7 8:30
3 8:10 8 8:35
4 8:15 9 8:40
Tabel 4.1. Waktu Pengamatan dengan Interval Waktu 5 Menit (Lanjutan)
No 08.00 – 14.00 (Δt = 5 menit) No 08.00 – 14.00 (Δt = 5 menit)
Waktu Pengamatan Waktu Pengamatan
11 8:50 42 11:25
kali. Dalam penelitian ini diambil 46 kali pengamatan dalam satu hari secara randomisasi dengan bantuan Microsoft Excel untuk menentukan waktu-waktu
pengamatan tersebut.
Tabel 4.2. Waktu Pengamatan Terpilih dalam Satu Hari Kerja
No Bil.Random Waktu
Pengamatan No Bil.Random
Waktu
(Sumber: Microsoft Excel, Hasil Randomisasi)
5. Kemudian dilakukan penentuan allowance bagi perawat (berdasarkan “Tabel 9.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-Faktor yang Berpengaruh” dari
literatur Teknik Perancangan Sistem Kerja).
c. Data alat electroencephalograph (EEG)
Alat electroencephalograph (EEG) digunakan untuk menganalisa beban kerja mental secara objektif berdasarkan aktivitas gelombang otak perawat. Data
hasil alat EEG berupa grafik gelombang otak yang dapat menunjukkan aktivitas otak perawat, apakah mereka mengalami rasa kantuk (kelelahan) atau merasa bersemangat dan tidak mengalami kelelahan.
Pengambilan data EEG dilakukan selama 1-2 jam untuk setiap perawat, sehingga pengambilan data EEG dilakukan pada 1 hari untuk 1 orang perawat.
Pengambilan data EEG pada masing-masing perawat dilakukan sebanyak 2 kali karena keterbatasan waktu perawat untuk pengambilan data.
Prosedur perekaman alat EEG adalah:
1. Klik Ceegraph PTI Collection 2 kali dan tunggu sampai alat mengkalibrasi sendiri.
2. Klik patient —› new recording 3. Isi data pasien (berisi nama)
4. Klik patient info (berisi tanggal lahir)
5. Klik test information
6. Dipasang elektroda di kepala
8. Klik close
9. Klik view only untuk mengecek gelombang dalam keadaan baik atau tidak
10. Klik collection —› stop
11. Klik record kemudian pilih use existing patient info 12. Pasien menutup mata, dilakukan perekaman 3-4 menit
13. Pilih HV = off, kemudian pilih menjadi HV = on. Pasien menarik napas dan menghembuskan napas secara terus-menerus sampai HV = pst, kemudian
menarik napas seperti biasa sampai HV = off
14. Klik fhotik dan auto I sambil mata terpejam sampai lampu mati sendiri 15. Klik auto I sambil mata terbuka sampai lampu mati sendiri
16. Mata ditutup kembali dan dilakukan perekaman ± 3 menit 17. Klik collection —› stop
18. Klik x
Sedangkan data yang berisikan informasi umum rumah sakit yang menyangkut visi, misi, sejarah rumah sakit, struktur organisasi, jumlah tenaga
kerja, dan informasi lainnya diperoleh dari dokumentasi rumah sakit.
4.8. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Kuesioner NASA-TLX
WWL = Bobot x Rating
Rata−rata WWL = ∑WWL 15
Hasil perhitungan rata-rata WWL ini kemudian dikonversikan kedalam tiga
kategori, yaitu:
1. Kategori rendah (WWL lebih kecil dari 50)
2. Kategori sedang (WWL berada pada nilai 50 – 80)
3. Kategori tinggi (WWL lebih besar dari 80)
b. Work Sampling
Pengolahan data work sampling mengikuti tahapan sebagai berikut: 1. Penentuan waktu produktif dihitung dengan menggunakan rumus:
Waktu Produktif (%p) = Jumlah Waktu Produktif (����)
Jumlah Pengamatan x100%
2. Uji keseragaman data dilakukan pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat
ketelitian sebesar 5%, sehingga rumus yang digunakan adalah:
BKA = p�+ 2 �p� (1−p�) n�
BKB = p� −2 �p� (1−p�) n�
Dimana : p� = produktivitas rata-rata perawat
n� = jumlah pengamatan rata-rata tiap hari kerja
3. Uji kecukupan data dihitung dengan menggunakan rumus:
N′=(k)
2(1−p�)
Dimana: N′ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling
kerja
s = Tingkat ketelitian yang dikehendaki (bentuk desimal)
k = Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan yang diambil (diperoleh dari tabel distribusi
normal).
p� = waktu produktif rata-rata perawat (bentuk desimal) 4. Tingkat ketelitian pengamatan dihitung dengan menggunakan rumus:
sp = k�p�(1−p�) N
Dimana: s = tingkat ketelitian yang dikehendaki
p� = persentase waktu produktif yang diamati (bentuk desimal)
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja k = harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat
kepercayaan (diperoleh dari tabel distribusi normal)
Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan
Studi Pendahuluan
1. Kondisi Rumah Sakit Jiwa 2. Informasi pendukung
Data Sekunder
Gambaran umum Rumah Sakit Jiwa: - Sejarah Rumah Sakit Jiwa - Visi dan misi
- Struktur organisasi
Pengolahan Data
I. Perhitungan beban kerja mental (NASA-TLX)
- perhitungan nilai WWL II. Perhitungan waktu produktif - Uji keseragaman data - Uji kecukupan data - Perhitungan derajat ketelitian
Analisis Pemecahan Masalah
1. Analisis NASA-TLX 2. Analisis Work Sampling
3. Analisis grafik EEG
4. Analisis hubungan NASA-TLX dan Work Sampling
5. Analisis hubungan NASA-TLX dan grafik EEG 6. Analisis hubungan NASA-TLX, Work Sampling,
dan grafik EEG
1. Data penyebaran kuesioner NASA-TLX - Pemilihan dimensi
- Pemberian rating
2. Data pengamatan Work Sampling
3. Data pengukuran alat Electroencephalograph (EEG)
Pengumpulan Data
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung menggunakan
metode work sampling dan penyebaran kuesioner beban kerja dengan metode NASA-TLX terhadap perawat di ruang IGD serta alat EEG untuk mengetahui
aktivitas gelombang otak.
5.1.1. Pengumpulan Data dengan Metode NASA-TLX
Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner NASA-TLX terdiri dari dua langkah, yaitu:
1. Pembobotan
Pembobotan dilakukan oleh perawat yang bersangkutan dengan melingkari
item yang dianggap lebih berperan dari setiap perbandingan berpasangan. Hasil pembobotan kuesioner NASA-TLX perawat 1 adalah:
PD / MD TD / PD TD / FR
TD / MD OP / PD TD / EF
OP / MD FR / PD OP / FR
FR / MD EF / PD OP / EF
EF / MD TD / OP EF / FR
5.1. Tabel Hasil Perhitungan Pembobotan Kuesioner NASA-TLX Perawat 1
Rekapitulasi data pembobotan kuesioner NASA-TLX untuk seluruh perawat dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Rekapitulasi Data Pembobotan Kuesioner NASA-TLX
No Responden
2. Pemberian Rating
Gambar 5.1. Pemberian Rating Kuesioner NASA-TLX Perawat 1
5.3. Tabel Hasil Pemberian Rating Kuesioner NASA-TLX Perawat 1
Rekapitulasi pemberian rating kuesioner NASA-TLX untuk seluruh perawat dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Rekapitulasi Pemberian Rating Kuesioner NASA-TLX
No Responden
5.1.2. Hasil Pengamatan Work Sampling
Ada dua kategori aktivitas yang diamati pada masing-masing perawat, yaitu aktivitas work dan aktivitas idle. Aktivitas work adalah aktivitas yang