A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan peradaban yang makin maju membuat permasalahan yang kita hadapi dalam hidup ini makin kompleks. Perubahan-perubahan yang dengan cepat terjadi telah menimbulkan kondisi stress dan emosional pada banyak orang
yang justru menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit kronis. Perubahan pola hidup ini yang menyebabkan pola penyakit berubah, dari penyakit
infeksi dan rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif, diantaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) dan akibat kematian yang ditimbulkannya. Hasil survei kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan
bahwa : 26,3% penyebab kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti oleh penyakit infeksi, pernafasan, pencernaan,neoplasma dan
kecelakaan lalu lintas (Shadine, 2010)
Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30,0 %
kematian diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60 % dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung
negara-kardiovaskuler juga menunjukkan peningkatan. Namun, bagi negara-negara maju kematian akibat kardiovaskular sesudah diadakan gerakan secara massal
mengalami penurunan. Angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung rendah pada keadaan sosio ekonomi yang rendah pula. Oleh karena itu,
pendekatan pencegahan penyakit jantung terutama ditujukan pada keadaan sosio ekonomi yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit jantung (Shadine, 2010)
Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai
penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai
penyebab kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9 %, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1 %, tahun 1986 melonjak menjadi 16 % dan tahun 1995 meningkat menjadi 19 %. Sensus nasional tahun 2001
menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, dan sampai dengan saat ini penyakit
jantung koroner juga merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia menengah.
Pola hidup yang tidak sehat menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya
penyakit jantung. Hipertensi, merokok, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, diabetes militus adalah faktor-faktor negatif dari timbulnya penyakit jantung
koroner (Sonmez et al. 2002, Onat et al. 2008 dalam Sevinc, S & Akyol, A.2009). Selain pola hidup yang tidak sehat, kondisi psikologis penderita juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya penyakit jantung koroner. Kondisi emosi
penyebab timbulnya penyakit tertentu. Dalam hal ini kondisi emosi yang terkait dengan penyakit jantung koroner. Misalnya dalam keadaan marah, aliran darah
akan makin deras karena jantung berdegup lebih cepat. Keadaan emosi seperti itu memberikan akibat yang buruk bagi jantung. Rasa marah, gelisah, benci, atau
kondisi emosi yang tidak menyenangkan lainnya akan memperburuk kondisi jantung. Pada perkembangan selanjutnya ternyata faktor stress memiliki peranan serius dalam perkembangan penyakit ini. Bahkan ketika terjadi syndrome koroner
akut, faktor stress membuat kondisi penderita semakin parah. Penyakit jantung merupakan penyakit kronis yang sulit disembuhkan dan perlu penanganan khusus
dari segi fisik dan psikologis agar penyakit jantung yang diderita tidak mengalami kekambuhan.
Bukti-bukti terkait peran penting faktor psikologis dalam kesehatan
mendasari pengobaran behavioral dan psikologi kesehatan. Pencegahan menjadi fokus utama psikologi kesehatan. Seiring dengan berjalannya abad 20 dan
berbagai penyakit infeksi semakin terkendali, semakin banyak orang yang meninggal karena penyakit-penyakit seperti kardiovaskular. Penyebab penyakit kardiovaskular yang mencakup perilaku, gaya hidup seseorang, seperti merokok,
makan berlebihan dan konsumsi alkohol berlebihan. Oleh karena itu diyakini bahwa banyak kasus penyakit kardiovaskular dapat dicegah dengan mengubah
gaya hidup yang tidak sehat. (Appel dkk., 1997; Stone, 1982 dalam Davidson 2006).
Efek stres dapat tidak langsung, stres dapat memicu perubahan kesehatan
disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehat. Stres yang tinggi dapat menyebabkan semakin tingginya merokok, tidur terganggu, meningkatnya
konsumsi alkohol dan berubahnya pola makan. Perubahan perilaku tersebut dapat meningkatkan resiko penyakit, contohnya status sosioekonomi rendah (seringkali
dianggap sebagai stresor) terbukti berhubungan dengan angka kematian lebih tinggi yang disebabkan beberapa penyakit. Hubungan stres dan penyakit merupakan hal yang nyata, namun dimediasi secara tidak langsung melalui
perubahan perilaku sehat dan bukan melalui efek biologis langsung dari stres. Stress emosional bisa menjadi faktor resiko penyakit jantung koroner.
Emosi yang tidak stabil akan memperburuk kondisi penderita karena hipertensi yang menjadi sulit dikendalikan. Penyebabnya karena stress dapat memicu pusat cortico hypothalamic pada otak yang memberikan efek pada jantung. Jantung
menjadi makin cepat berdegup karena adanya peningkatan respon simpatik dan penurunan aktifitas vagal, resistensi pembuluh darah arteri, sehingga
mengakibatkan tekanan darah meningkat. Disamping itu stress emosional juga akan menjadi faktor yang mempersulit penderita. Saat serangan jantung terjadi, keluhan nyeri dada bisa menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Keluhan itu
biasanya diikuti keluhan lainnya, misalnya lemas, mual, muntah, dan tentu saja dada yang terasa makin berdebar. Itu makin membuat penderita merasa cemas.
Dalam situasi seperti itu diperlukan pendekatan dari petugas medis dengan memberikan pengertian yang benar dan penangan perawatan di gawat darurat
Hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Djanggan Sargowo dan M. Hendrarko (tanpa tahun) konsisten berhubungan dengan hasil penyakit jantung
koroner (PJK) ini menunjukkan bahwa pada penderita PJK didapatkan suatu kepribadian tertentu dengan pola perilaku tertentu pula. Para peneliti ini
menunjukkan adanya tanda-tanda dan ciri-ciri yang sama dari perilaku penderita PJK. Dari penelitian tersebut, tampak bahwa perilaku penderita PJK merupakan suatu pola perilaku tipe A (PPTA) yang jelas mendahului timbulnya PJK. Faktor
risiko tradisional telah banyak dilaporkan oleh para peneliti di Indonesia. Demikian pula hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi, beban pekerjaan,
dan stres emosi. Sedangkan hubungannya dengan PPTA belum banyak diteliti.
Menurut Felten (dalam Nevid, 2005) emosi berpengaruh dahsyat terhadap system syaraf autonom yang mengatur segala macam, mulai dari jumlah insulin
yang dikeluarkan tubuh sampai tingginya tingkat tekanan darah. Ketidakmampuan pasien dalam mengelola emosi mereka bisa memperburuk kondisi fisik mereka
yang akan berakibat langsung pada kondisi kesehatan jantungnya.
Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf otonom dan system saraf pusat. Fungsi saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sedangkan sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya
penyempitan pembuluh darah tepi (pheripheral) dan pembesaran pembuluh darah pusat serta menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit, dan juga akan
menghambat proses digestif dan seksual; (2) system saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh saraf simpatetis, dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis (Utami,dalam Subandi 2002).
Keadaan jiwa dan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling
mempengaruhi. Artinya jika yang satu terganggu akan membawa pengaruh kepada bagian yang lainnya. Tentunya hal ini dapat dipicu salah satunya dengan
munculnya stress. Stress bukanlah perkara main-main, kerusakan akibat stress nyata dan terbukti telah membawa kerugian bagi setiap penderitanya, misalnya, pada penderita jantung. Stress pada hakikatnya tidak bisa dihilangkan sama sekali.
Stress hanya bisa dikelola. Manajemen stress merupakan upaya menyeluruh untuk mengendalikan stress namun tidak untuk menghilangkannya (Claar, R &
Blumenthal, J, 2003)
Berbagai teknik terapi psikologi telah banyak dilakukan untuk menangani penderita penyakit jantung koroner. Terapi psikologi yang paling banyak
dilakukan untuk membantu menyembuhkan penyakit jantung koroner adalah terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT). CBT menawarkan berbagai teknik
relaksasi untuk merestrukrisasi kognitif dan memperbaiki tingkah laku yang negatif sebagai akibat pikiran dan emosi yang negatif. Namun hasil tingkat kemajuan dan tingkat kesembuhannya hanya menunjukkan ± 50%. Dengan teknik
therapy (EFT) yang juga menawarkan penyembuhan penyakit fisik dan psikologis (Claar, R & Blumenthal, J, 2003).
EFT diperkenalkan oleh Gary Craig di 90-an, terapi paparan singkat yang menggabungkan elemen kognitif dan somatik, didasarkan pada penemuan bahwa
trauma emosional memberikan kontribusi besar terhadap penyakit fisik. Hal ini berdasar pada revolusi berkembang dalam keyakinan psikologi konvensional yang menjelaskan bahwa “segala emosi negatif yang muncul dapat merusak energi sistem dalam tubuh”. Dengan hasil yang mengejutkan (50 – 90% tergantung dari
pengalaman) menghilangkan gejala-gejala penyakit yang timbul secara rutin
(Zainuddin 2008). EFT merupakan salah satu terapi energy psychology menawarkan cara yang lebih aman (tanpa menggunakan jarum), hanya menggunakan ketukan ringan dengan ujung jari (tapping) pada daerah tubuh
tertentu, pikiran, emosi dan perilaku negatif akan teratasi. Hal ini selaras dengan tindakan keperawatan yang selama ini telah dilakukan untuk menciptakan rasa
aman dan nyaman pada klien yaitu dengan teknik massage dan touch (sentuhan). Massage adalah merangsang kulit dan jaringan di dalam tubuh untuk memperlancar sirkulasi dan memberikan efek relaksasi (Zainuddin, 2008).
Sebuah penelitian yang membuktikan keefektifan EFT antara lain penelitian yang dilakukan Stefan Gonick pada 5000 pasien dengan masalah
kecemasan. Stefan membandingkan dua metode terapi yaitu EFT dan CBT dikombinasikan dengan medikasi terhadap penurunan tingkat kecemasan, hasilnya dapat dilihat bahwa tingkat kemajuan yaitu 63% dan tingkat kesembuhan yaitu
kemajuan sebanyak 90% dan total kesembuhan sebanyak 76%. Rata-rata penelitian yang dilakukan terhadap terapi CBT dilakukan sebanyak 15 kali dan
terapi EFT sebanyak 3 kali (Claar, R & Blumenthal, J, 2003)
Penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa EFT mampu cepat
mengurangi dampak emosional dari kenangan dan insiden yang memicu tekanan emosional. Setelah tekanan berkurang atau dihapus, tubuh sering dapat menyeimbangkan dirinya sendiri, dan mempercepat penyembuhan penyakit
kronis. Teknik ini menggabungkan psikoterapi dan teknik akupuntur dengan metode tapping (ketuk) pada beberapa bagian tubuh untuk memperbaiki sistem
energi tubuh yang berpengaruh pada fungsi pikiran, emosi dan perilaku.
EFT adalah terapi meredian tubuh seperti halnya akupunktur, hal ini bekerja langsung pada sistem meredian tubuh. Namun seperti halnya
menggunakan jarum kita menstimulasi titik meredian utama dengan mengetuknya dengan ringan. EFT adalah teknik penyembuhan tubuh dan pikiran dengan
mengkombinasikan efek fisik dari perawatan meredian dengan efek mental dengan memfokuskan pada sakit atau permasalahan pada waktu yang sama. Ketukan pada titik meredian mengirimkan energi kinetis pada energi sistem dan
membebaskan hambatan yang menutupi aliran energi (Jay, 2004; Nitz 2006). Berbeda dengan teknik terapi lain yang mirip dengan EFT, contohnya SEFT yang
psychology modern”, untuk melakukan penyembuhan fisik maupun emosi secara instan, sangat mudah dan sangat cepat. Terapi SEFT menawarkan bentuk terapi
yang lebih kental dengan hubungan transendental (hubungan langsung dengan keyakinan – Tuhan), sehingga hasil kesembuhan tergantung dari keyakinan spritual dari individu. Sedangkan EFT menawarkan teknik terapi yang langsung memfokuskan kepada masalah yang dialami dan fokus kepada individu itu sendiri.
Penelitian yang mendukung keefektifan EFT terhadap tingkat stress yang dilakukan Rowe (2005), seorang psikolog dari Texas A&M University,
membuktikan bahwa efek pelatihan EFT tidak hanya dalam jangka waktu pendek, tetapi tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dr. Rowe mengevaluasi tingkat stress 102 peserta pelatihan EFT dengan alat pengukur psychological
distress SCL-90R (SA-45), sebulan sebelum penelitian, sesaat sebelum pelatihan dimulai, sesaat setelah pelatihan selesai, sebulan kemudian, dan 6 bulan setelah
pelatihan, hasilnya terdapat penurunan signifikan dalam tingkat stress dalam 5 tahap pengukuran tersebut (Zainuddin, 2008).
Selain itu EFT juga pernah diberikan kepada penderita diabetes oleh
pencipta EFT sendiri yaitu Gary Craig (Craig, G. Tanpa tahun). Pasien tersebut mengalami diabetes tipe II, tekanan darah rendah dan seringkali merasakan sakit
pda bagian kakinya. Awalnya pasien tersebut tidak percaya kepada teknik terapi EFT. Ia adalah seorang pengusaha yang jarang sekali menggunakan emosi dan perasaannya. Namun ketika ia menyetujui untuk melakukan teknik terapi ini, sesi
karena ia merasa lelah dan sangat sulit untuk langsung berhubungan dengan apa yang ia rasakan. Ia selalu ingin untuk berbicara mengenai apa penyakitnya dan
hasil pemeriksaan fisiknya. Namun demikian terapis selalu mencoba mengarahkan pada apa yang sebenarnya ia rasakan yang bukan mengarah kepada
penyakit fisiknya. Pertanyaan diarahkan untuk memperoleh akar dari masalah fisik yang dialami oleh pasien. Dalam hal ini terapis memberikan ranking terhadap masalah masalah pasien dan kemudian mengajak pasien untuk
melakukan tapping (ketukan) dengan menggunakan 2 jari pada bagian bagian tubuh pasien. Setelah seminggu proses terapi ini, pasien memeriksakan kadar gula
darahnya ke dokter dan hasilnya ternyata kadar gula darahnya menurun.
EFT sangat bermanfaat untuk mengatasi berbagai macam masalah fisik dan masalah emosi, hanya dengan langkah yang sederhana semua masalah fisik
dan emosi dapat teratasi. Penelitian yang berkaitan dengan efektifitas EFT sudah banyak dilakukan dan dibuktikan manfaatnya di luar negeri. Berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan, masalah emosi sangat berpengaruh pada kondisi fisik pada penderita jantung koroner. Meskipun EFT seringkali digunakan untuk menangani penderita penyakit fisik, namun penelitian terhadap manajemen stress
pada penderita jantung koroner masih belum banyak dilakukan. Dalam hal ini penderita jantung perlu untuk mengelola emosinya dengan baik agar
B. Rumusan Masalah
Apakah Emotional Freedom Technique (EFT) dapat menurunkan tingkat
stres pasien penderita penyakit jantung koroner.
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran Emotional Freedom Technique (EFT) dalam menurunkan tingkat stress pasien
penderita penyakit jantung koroner.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat teoritis.
Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran atau masukan
yang positif bagi perkembangan ilmu psikologi terutama pada psikologi klinis.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan masukan dan motivasi kepada penderita jantung koroner dalam mengelola stresnya
c. Memberikan masukan kepada dokter dan perawat dalam memberikan alternatif untuk membantu proses penyembuhan
Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Profesi Psikologi
Diajukan oleh:
Penny Putriana Syarief
NIM 09820019PROGRAM PASCASARJANA
Yang diajukan oleh :
Penny Putriana Syarief
Nim : 09820019
Telah disetujui
Tanggal, 13 Februari 2012
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Tri Dayakisni, M.Si M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi
Direktur
Program Pascasarjana
Ketua Pendamping Magister
NIM : 09820019
Program Studi : Magister Profesi Psikologi
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :
1. Tesis dengan judul PERAN EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (EFT) DALAM MENURUNKAN TINGKAT STRES PADA PENDERITA JANTUNG
KORONER Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akedemik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia Tesis ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS LOYALTI NON EKSKLUSIF.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Alhamdulillahi Robil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmad, Taufik, Hidayah dan dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tulis akhir berupa Tesis yang berjudul “PERAN
EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (EFT) DALAM MENURUNKAN
TINGKAT STRES PADA PENDERITA JANTUNG KORONER”.
Tesis ini guna memperoleh Gelar Strata 2 (S2) Magister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pada kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih yang setulusnya atas terselesaikannya tugas akhir kepada :
1. Dr. Diah Karmiyati, M.Si, Psi, selaku ketua Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberi masukan mengenai proses dalam melakukan Tesis, terima kasih atas masukannya sehingga penulis bisa menyelesaikan dengan baik.
2. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, memberi petunjuk dan saran sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik dan terima kasih atas kesabarannya.
3. M. Salis Yuniardi, S.Psi, M.Psi, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu dalam kegiatan penulisan tesis dan atas bimbingan serta pengarahan kepada penulis sehingga dapat membuka pikiran dan wawasan penulis dalam penyusunan skripsi hingga selesai.
4. Zainul Anwar, M.Psi, yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis dalam melakukan terapi EFT sehingga penulis memiliki banyak pengetahuan mengenai terapi EFT.
kecil ini bisa membuat kalian Bahagia”.
7. Mbah putri dan Mbah kakung yang selalu memanjatkan doa, memanjakan, memberi banyak nasihat dan memberi banyak sekali kasih sayang
8. Belahan jiwaku „Chandra Bevy‟, terima kasih atas pengertian serta kasih sayangnya juga semangat serta doa yang selalu diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan baik. Serta mama dan papa terima kasih atas dukungan dan perhatiannya serta telah banyak memberikan dukungan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
9. Adik-adikku tercinta (Poppy, Lupi, Nisa, Ahi, Asri) yang selalu memberiku semangat dan dukungan selama ini dalam penyusunan tesis. 10.Teman-teman “Mapro 09‟ yang selalu menjadi motivasi, tempat berbagi,
tempat bergantung dan tempat mengeluarkan semua perasaan baik dari awal kita bertemu, saat mengerjakan tugas, ketika PKL bahkan saat melakukan Tesis.
11.Sahabat-sahabat terbaikku (Inda, Tata, Fitri, Octy, Ane, Sofi) yang selalu memberi semangat, mengingatkan dan menyakinkan disaat penulis merasa ragu.
Dengan segala kerendahan hati penulis, menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari adanya kekurangan dan kesalahan dalam penulisan. Pada kesempatan ini penulis meminta maaf karena “tidak ada yang sempurna di dunia
ini melainkan Allah SWT”.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Malang, Januari 2012
UCAPAN TERIMA KASIH...
A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian... BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner ... 2. Faktor Resiko PJK... ... 3. Stres dan PJK ... B. Stres
3. EFT dan sistem energi tubuh ... 4. Tahapan Pelaksanaan EFT... D. Stres, Penyakit Jantung Koroner dan EFT... E. Kerangka Berfikir... BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Identitas Subyek Penelitian... D. Hasil dan Analisa Hasil Terapi... E. Pembahasan...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Identitas Subyek... 68
4.2 Hasil Asesmen Pra Terapi... 72
4.3 Skala tingkat keseringan gejala stres (pretest)... 74
4.4 Tingkat stres subjek (SUDs)... 78
4.5 Progres terapi EFT... 89
4.6 4.7. Hasil Postest pasca terapi ... Hasil Postest follow up ... 94 95 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Berfikir... 58 Grafik 4.1
Bagan 4.9
Penurunan Tingkat stres Subyek... Bagan Pembahasan ...
3. Lembar Persetujuan Partisipan... 121
Lampiran B 1. Daftar Riwayat Hidup... 122
2. Pedoman Wawancara Pra Terapi... 124
3. Pedoman Wawancara Selama Terapi... 124
4. Pedoman Wawancara Pasca Terapi... 124
5. Pedoman Wawancara Follow Up... 125
6. Pedoman Observasi... 125
7. Instruksi terapi EFT... 125
Lampiran C 1. Tabel kegiatan pelaksanaan terapi EFT... 128
2. Self Monitoring Selama Terapi... 129
3. Hasil Asesmen Pra Terapi... 132
4. Hasil Pasca Terapi... 137
Alwisol. 2004. Psikologi kepribadian. Edisi revisi. Malang : UMM Press
Anies. 2006. Waspada ancaman penyakit tidak menular. Jakarta : PT. Gramedia
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta : Rineka Cipta
Charlesworth, E & Nathan, R. 1996. Manajemen stress dengan teknik relaksasi.
Jakarta : Penerbit Abdi Tandur
Church, D & Geronilla, L. 2009. Psychological symtom change in interview after six session of emotional freedom techniques (EFT) : an observational
study. Volume 9. No .1. Journal Of Clinical Psychology. Wholistic Healing Publications. Diakses pada tanggal 26 Sepetember 2011
Claar, R & Blumenthal, J. 2003. The value of stress-management interventions in
life-threatening medical conditions. Duke University Medical Center, Durham, North Carolina
Craig. G. Tanpa tahun. The EFT manual. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011 dari
http://ebookbrowse.com/eft-manual-6th-ed-gary-craig-pdf-d113946780
Hawari, D. 2006. Stres, cemas, dan depresi. Jakarta : FKUI.
Hull, A. 1993. Penyakit jantung, hipertensi dan nutrisi. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Kaplan, N & Stampler, J. 1994. Pencegahan penyakit jantung koroner. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kazdin, A.E. 1992. Research design in clinical psychology. America : Library of
congress.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Penderia jantung. Diakses 28
Agustus 2011 dari http://www.depkes.gov.id.
Latipun, 2006. Psikologi eksperimen edisi kedua. Malang : UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang
Majid, Indra. 2008. Emotional Freedom Technique. Diakses 5 Februari 2012 dari
http://www.hypnosis45.com/terapi_eft.htm
Maramis, W.F. 2005. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya :Airlangga University
Press,
National Safety Council. 2004. Manajemen stres. Jakarta : Penerbit buku kedokteran.
Petch, M. 1992. Buku pintar kesehatan : Penyakit jantung. Jakarta : Arcan
Rahayu, T (2004). Observasi dan wawancara. Jawa Timur: Bayumedia Publishing
Safira, T. & Saputra, N.E. 2009. Manajemen emosi. Jakarta : Bumi aksara.
Saputra, A. 2011. EFT : Emotional freedom technique. Yogyakarta : Genius Publisher
Sargowo,D & Hendrarko,M. Tanpa tahun. Pola perilaku tipe A (PPTA) pada
penderita jantung koroner (PJK). Malang. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Sevinc, S & Akyol, A. 2009. Cardiac risk factors and quality of life in patients
with coronary artery disease. Journal of Clinical Nursing, 19, 1315-1325. Diakses pada tanggal 27 September 2011
Shadine, M. 2010. Mengenal penyakit hipertensi, diabetes, stroke dan serangan jantung. Jakarta : Keenbooks
Sitepoe, M. 1997. Penyakit jantung dan usaha pencegahan. Jakarta : Grasindo
Soeharto, I. 2004. Penyakit jantung koroner dan serangan jantung, pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi. Edisi kedua. Cetakan kedua. Jakarta : PT.
Sundberg, N.D, Winebarger, A.A, & Taplin, J.R. 2000. Psikologi klinis. Yogyakarta : Pustaka pelajar.
Varvogli, L & Darwin, C. 2011. Stress management techniques: evidence-based procedures that reduce stress and promote health. volume 5. Health Science Journal, issue 2. www.hjs.gr. Diakses pada tanggal 27 September
2011
Waspadji, S. 2002. Pedoman diet diabetes militus. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Wells, S & Carrington, P. 2003. Evaluation of a meredian-based intervention emotional freedom techniques (EFT), for reducing specific phobias of small animalls. Vol. 59(9). Journal Of Clinical Psychology943.966.
Publised online in Wiley Interscience. www. Intersience.wiley.com. Diakses pada tanggal 30 September 2011