• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.) PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.) PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)

PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

Oleh

Eka Wahyu Ningsih

Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman tembakau adalah penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh jamur Pythium sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp. dan jerami padi terhadap keterjadian penyakit rebah kecambah pada tembakau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2011 hingga Januari 2012 di laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perlakuan dalam penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas kontrol (Ko), aplikasi jerami padi (J), aplikasi T. viride dengan jerami padi (Tv.J), aplikasi T. viride (Tv), aplikasi T. harzianum dengan jerami padi (Th.J), dan aplikasi T. harzianum (Th). Peubah yang diamati adalah persentase kemunculan dan keterjadian penyakit. Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali selama tiga minggu. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan sidik ragam dan Uji Beda Nilai Tengah. Hasil penelitian yaitu perlakuan T.harzianum dengan jerami padi (Th. J) pada 19, 22, 25, dan 28 hss dapat menekan keterjadian penyakit rebah kecambah.

(2)

ABSTRACT

EFFECT OF Trichoderma spp. AND RICE STRAW ON INCIDENCE OF DAMPING-OFF DISEASE (Pythium sp.)

ON TOBACCO (Nicotiana tabacum L.)

By

Eka Wahyu Ningsih

Damping-off is one of important problem in growing of tobacco cause by Pythium sp. This research was aimed to know the influence application of Trichoderma spp. and rice straw on incidence of damping-off disease on tobacco. The research was done during July 2011 until Januari 2012 at laboratory of plant disease Departement of Plant Protection, Agriculture Faculty, University of Lampung. The treatment in this study arranged into completely randomized design with four replication. The treatment are control (Ko), application of rice straw (J),

application of T.viride with rice straw (Tv.J), application of T.viride (Tv),

application of T.harzianum with rice straw (Th.J), and application of T.harzianum (Th). Observable variable is the emergence percentage and disease incidence. Observation was done every three times for three weeks. All the data were analyzed with analysis of variance and Least Significant Different. The results from this research showed that T. harzianum with rice straw (Th.J) on

observations 19, 22, 25, and 28 day after spread decreaced the incidence of damping-off disease.

(3)

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)

PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

(Skripsi)

Oleh

EKA WAHYU NINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)

PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

Oleh

EKA WAHYU NINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Joko Prasetyo, M.P.

Sekretaris : Ir. Muhammad Nurdin, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Efri, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 1961082619787021001

(6)

Allah tidak membebani seseorang

melainkan sesuai dengan kemampuannya

(QS. Al-Baqarah : 286)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil

tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna

(Einstein)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

(QS.Insyirah : 6)

Hanya mereka yang giat berjuang yang berhak untuk

bicara Aku punya cita - cita

(7)

Judul Skripsi : PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN

PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.) PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

Nama Mahasiswa : EKA WAHYU NINGSIH

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714041004 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Joko Prasetyo, M.P. Ir. Muhammad Nurdin, M.Si. NIP : 195902141989021001 NIP : 196107201986031001

2. Program Studi

(8)

Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang

serta bakti yang tulus,

Kupersembahkan karya kecil ini teruntuk:

Bapak dan Ibuku Tercinta

Kakak & Adikku Tersayang

Serta

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1989 di Rumbia, Lampung Tengah, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suharli dan Ibu Muslikah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negri 1 Reno Basuki kecamatan Rumbia pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negri 1 Rumbia pada tahun 2004, dan Madrasah Aliyah (MA) Negri 1 Metro pada tahun 2007.

Pada Tahun 2007, penulis diterima menjadi Mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran

(10)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Trichoderma spp. dan Jerami Padi Terhadap Keterjadian Penyakit Rebah

Kecambah (Pythium sp.) Pada Tembakau (Nicotiana tabacum L.)”. Penelitian pada skripsi ini merupakan proyek kerja sama antara PT. Export Leaf Indonesia dengan Klinik Tanaman Universitas Lampung, dan mahasiswa selaku peneliti.

Dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P. selaku Pembimbing I yang telah banyak

membantu menulis skripsi saran serta pengarahan dalam penyusunan skripsi i 2. Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah

memberikan saran dan ilmu kepada penulis selama penyusunan skripsi. 3. Bapak Ir, Efri, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran

serta pengarahan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi. 4. Bapak Ir. Agus M. Hariri, M.S. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan nasihat, saran dan motivasi selama penulis menjadi mahasiswa. 5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas hidayat, M.P. selaku Ketua Program Studi

(11)

iii

6. Seluruh dosen Jurusan Proteksi Tanaman dan Agroteknologi, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama ini.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Bapak, ibu dan adikku (Dwi Kartika Sari dan Triani Yulita Sari) tersayang atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.

9. Mbak Uum, bapak Paryadi, mas Rahmat, dan mas Iwan atas bantuannya 10. Sahabat-sahabat seperjuanganku Riki Martina Ningsih, S.P.,

Meri Lusiana,S.P., dan Selvi Helina, S.P. terimakasih atas kebersamaannya. 11. Nungki Purnomo, S.Pi. terima kasih atas doa dan kasih sayangnya selama ini. 12. Teman-teman HPT 07’Ovy Erfandari, S.P., Uswatun hasanah, S.P, Siti

Juariyah, S.P, Yani Kurniawati S.P, Fazri Firdaus, S.P, A.Bazawi Alwie, S.P, Aftecia Agnitary, S.P, Stenia Ruski Yusticia, S.P, Wika Tri Widiyanti

Pertiwi, S.P., M. Jaya Saputra, S.P., M. Furqon, S.P., Suharyanto, S.P., Alex. Parman, Rani, Badrus, , M. Edi Shabara, S.P., Lilis Nurhayati, S.P., bang Juki, Leo, Yanti, Ovy A, Mpeb, Juwita, kakak-kakak tingkat 06’ mba Agis, Kak Slamet, Kak Arif.

Semoga Allah swt memberikan keberkahan kepada mereka semua, kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk orang lain

Bandar Lampung, 2012 Penulis

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Tembakau yang Mengalami Rebah Kecambah. ... 24

2. a. Akar Tanaman Tembakau Sakit. ... 25

b. Akar Tanaman Tembakau Sehat. ... 25

3. a. Koloni Jamur Pythium sp. pada Media PDA. ... 25

b. Sporangium dan Hifa Pythium sp. ... 25

4. Grafik Kemunculan Benih Tembakau. ... 27

5. Grafik Keterjadian Penyakit Rebah Kecambah. ... 29

6. Koloni Jamur Trichoderma viride (umur 7 hari). ... 48

7. Koloni Jamur Trichoderma harzianum (umur 7 hari). ... 48

8. Media Apel untuk Isolasi Jamur (Pythium sp.). ... 49

9. Media Tanam Tembakau. ... 49

10. Aplikasi Trichoderma pada MediaTanam. ... 50

11. Media Tanam yang Ditutup dengan Plastik Warp. ... 50

12. Biji Tanaman Tembakau. ... 51

(13)
(14)

ii

2.4.3. Sifat Antagonis Trichoderma harzianum Rifai ... 18

2.5. Jerami Padi ... 18

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(15)
(16)

35

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Soedarmanto. 1998. Budidaya Tembakau. Jakarta. CV Yasaguna. 36 hlm

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th edition. Academic Press. Florida. Diterjemahkan oleh Munzir Busnia. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan, Press. Yogyakarta. 713 hlm. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713p.

Alexopoulos, C. J. and C. W. Mims. I979. Introductory Mycology. John Willey and Sons. New York. 386 pp.

Andayaningsih,P. 2000. Pengaruh Takaran Molase Terhadap Perkembangan Azotobacter Indigenous Podsolik Merah Kuning Asal Subang pada Media Gambut. Jurnal Bionatura. 2:66-74.

Anonim. 2010. http://blogs.unpad.ac.id/christ/tembakau/. Diakses 15 Agustus 2011.

Bains, S.S. and H.S. Dhaliwal. 1994. Downy Mildews of Maize. Pages: 212 – 234, in U.S. Singh, U.N. Mukhopadhyay, J. Kumar, & H.S. Chaube (eds.). Plant Diseases of International Impartance. Vol 1 : Disease of Cereals and Pulses. Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ. Diakses 16 Agustus 2011. Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1972. The Fungal Host – Parasite Relationship.

Ann. Rev. Phytopathologi. 126pp. Diakses 16 Agustus 2011.

Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1987. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Me Millan Publishing Company. New York.Edisi IV, 70p. Diakses 16 Agustus 2011.

Brian, P. W. and J. C. McGowan. 1945. Viridin A Highly Fungistatic Substance Produced by Trichoderma viride.144 hlm. Diakses 13 Maret 2011.

Cahyono,B. 1998. Tembakau, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta. Kanisius. 71 hlm.

(17)

36

Dalmadiyo, G., S. Rahayuningsih, dan Supriyono. 2000. Penyakit tembakau Temanggung dan pengendaliannya. Monograf balittas (5). Malang. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 26 hlm. Diakses 4 Maret 2011. Dalmadiyo, G. 2001. Peranaan dan Tantangan Tembakau Cerutu Besuki. Balai

Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Ballittas). Malang. 1-26 hal. Dalmadiyo, G. 2004. Kajian interaksi infeksi nematoda puru akar (Meloidogyne

incognita) dengan bakteri Ralstonia solanacearum pada tembakau Temanggung. Disertasi. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. 102 hal. Diakses 20 April 2011.

Dennis, C. and J. Webster. 1971. Antagonistic Properties of Species Group of Trichoderma Production of non Volatile Antibiotic. Trans. Br, Mycol. SOC. 57:25-39 pp. Diakses 1 April 2011.

Deptan. 2011. Tembakau. http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/ tembakau Diakses 20 Maret 2011

Duble, R. L. 2000. Pythium Blight. http://aggiehorticulture.tamu.edu//PythBlight. Diakses 10 Januari 2012.

Enari, T. M. 1983.Microbial Enzimatic and Biotechnology. W. M. Fogarty (ed). Applied Science Published London. Diakses 9 Maret 2011.

Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTP. Nusantara II. Medan. Hlm. 52-54. Diakses 10 Maret 2011.

Gahara. 1989. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dedek Padi Pada

Antagonisme Trichoderma viride Pers Terhadap Rhizoctonia solani Keuhn dan Timbulnya Penyakit Rebah Kecambah Pada Tanaman Kapas. Skripsi. Bogor. 50 hlm. Diakses 15 Agustus 2011.

Gilbert, I. G., and G. T. Tsao. 1983.Interaction Between Solia Substrat and Cellulase Enzyme in Cellulose Hydrolysis. 6: 323-358. Diakses 22 Juni 2011.

Gultom, M. 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi untuk Menekan Perkembangan Jamur Pythium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakan (Nicotiana tabacum L.). Skripsi Unsu. 55 hlm. Diakses 20 Januari 2012. Hard, H. 1990. Kimia Organik. Edisi keenam. Jakarta. Erlangga. 257 hal. Hardaningsih, S. 1995. Efektivitas Gliocladium roseum untuk Mengendalikan

(18)

37

Harman, G. E. Hadar, and A. G. Taylor. 1984. Evaluation of Trichoderma koningii and T. harzianum from New York soil for biological control of seedrot caused by Phytium spp. or Rhizoctonia solani. Phytopatology. 70:1167-1172 hlm. Diakses 20 Januari 2012.

Harman, G. E. 2000. Changes inPerceptions Derived from Research on Trichoderma harzianum T-22. Phytopatology. 70 : 1167-1172 hlm. Diakses 7 Juni 2011.

Hidayah, N dan Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi

Perkembangan Patogen Tular Tanah pada Tanaman Tembakau. Perspektif Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 8 (2) : 74 – 83.

Howell, C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 1997. Field Control of cottonseedling deseases with Trichoderna virens in combination with fungicide seedtreatments. Journal of cotton science 1 : 15-20. Diakses 15 Agustus 2011.

Ikhsan, D., Mohammad Endy dan Hartati, I. 2010. Pengembangan Bioreaktor Hidrolis Enzimatis Untuk Produksi Bioetanol Dari Biomassa Jerami Padi. Dalam . Diakses 25 Februari2011.

Ismujiwanto, S. B., Aeny, T.N., Ginting, C. 1996. Pengaruh Cendawan Antagonis Trichoderma viride dan Kompos Terhadap Intensitas

Serangan Fusarium oxysporum Schl. F. Sp. Vanillae (TUCKER) Gordon Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Panili (Vanilla plafolia Andrews). JPP. Vol. VIII. No 8 Agustus, hal 85-90

Isroi. 2008. Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pupuk Kimia. Dalam

http://isroi.wordpress.com/2008/02/26/pupuk-organik-pupuk-hayati-dan-pupuk-kimia. Diakses 11 Juni 2011.

Istikorini, Y. 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang Ekologis dan Berkelanjutan.

http;\://tumoutou.net/702_05123/yunik_istikorini.htm Diakses 10/1/2012. Larry, R. 1977. Food and Beverage Mycology. Department of Food Science

Agricultural Experiment Station. University of Georgia. Diakses 6 September 2011.

Lewis, J. A. and G. C. Papavizas. 1980. Integrated Control of Rhizoctonia Fruit rot of Cucumber. Phytopathology. 70:85-89 pp. Diakses 10 Februari 2012.

Mandels, M. 1970. Cellulases. In. G.T.Tsao (ed) Annual Report on Fermentation Processes. Vol 5. Academic Press. New York. 174 pp. Diakses 15 Agustus 2011.

(19)

38

Terhadap Populasi Rhizoctonia solani Pada Padi Gogo. Prosiding Kongres XIV dan Seminar Nasional. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Hlm. 261-265. Diakses 3 Maret 2012.

Niken. 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma viride. 17 Januari 2009. Dalam http://ayyaa.multiply.com/journal/item/27. Diakses 11 Juni 2011.

Nurbailis. 2008. Karakterisasi mekanisme Trichoderma spp indigenous rizosfir pisang untuk pengendalian Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang. Disertasi. Program

Pascasarjana Universitas Andalas Padang. 83 hal. Diakses 20 Agustus 2011.

Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium: Biology, Ecology, and Potential for Biocontrol. Annual Reviews Inc. Phytophal. Marylanf. 23:23-54 pp. Diakses 15 Agustus 2011.

Pelczar, M. J., and R. D. Reid. 1974. Microbiology. McGrow Hill Book Company. New York. Diakses 20 Agustus 2011.

Rachmawaty, A., Ambarwati, H. T. dan Toekidjo, M. 1995. Kajian Pengendalian Penyakit Busuk Batang Vanili dengan Tricoderma viride. Prosiding Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram. Hlm. 207-210. Diakses 19 April 2011.

Rifai, M. A. 1996. A Revision of Genus Trichoderma. Mycological Papers. Commenwealth Mycological Institute. Kewsurrey, England. 56 hlm. Diakses 21 Februari 2011.

Riyanti. 1994. Pengaruh Konsentrasi Trichoderma viridae Pers. Terhadap Serangan Pythium sp. Pada Kedelai. Skripsi Unila. Bandar Lampung. 34 hlm.

Robert, D. A and Boothroyd. 1984. Fundamentals of Plant Pathology, second edition. W.H. Freeman and Company. Newyork. 432 Pp. Diakses 15 Agustus 2011.

Rosmini, R. 1990. Pengaruh Antagonis Chaetomium globosum Kunze ex Fr Terhadap Pythium sp. Penyebab Penyakit Rebah Kecambah Mentimun. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor:26 hlm. Diakses 3 Maret 2012.

Santoso. E. Maman, T dan Simon, T. N. 1999. Studi Antagonis Trichoderma harzianum Rifai terhadap Pythium sp. Penyebab Penyakit Lodoh Pada Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI, Purwokerto. Hlm. 553-558. Diakses 3 Maret 2012.

(20)

39

terpadu. Makalah Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian Hayati. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan

Fitopatologi Indonesia 6 9 September 1993. Yogyakarta.

Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. 825 hal.

Steenis, C. G. G. J. 1997. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 485 hal.

Sukamto, S., Qithfirul, A. dan Supandi. 1994. Teknik Perbanyakan dan Aplikasi Jamur Trichoderma spp. Pusat Penelitian Kopi dan kakau Indonesia. Jember. P. 7. Diakses 15 Agustus 2011.

Sundheium, L dan A. Tromsmo. 1988. Hyperparasities in Biological Control, In KG. Mukerji and K.L Garg (eds). Pp. 53-70. Diakses 1 Desember 2011.

Suwahyono, U dan P. Wahyudi. 2005. Penggunaan Biofungisida pada Usaha Perkebunan. Direktorat Teknologi Bioindustri-BPPTP.

http://www.iptek.net.id/ind/terapan. Diakses 2 Januari 2012. Tim penulis Penebar Swadaya. 1993. Pembudidayaan, pengolahan, dan

pemasaran tembakau. Penebar Swadaya. Jakarta. 55 hlm.

Utami, L. S. 1983. Pengaruh Bahan Organik untuk Pengendalian Pythium sp. Skripsi IPB. Bogor. 43 hlm. Diakses 8 Januari 2012.

Utami, M. W. 2001. Pengaruh Penanaman Bersama Tapak Liman, Temu Hitam, Serai Wangi dan Lada Terhadap Intensitas Penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (Piper nigrum L.) Di Lapang. Skripsi Unila. Bandar Lampung. 36 hlm.

Widyastuti, S.M., Sumardi dan N.Hidayat.1998. Kemampuan Trichoderma spp. untuk pengendalian hayati jamur akar putih pada Acasia mangium secara in vitro. Buletin Kehutanan. Fak.Kehutanan, UGM.Yogyakarta.No.36, hal.25-38. Diakses 19 Oktober 2011.

Winarsih, B. dan Syafrudin. 2001 Pengaruh Pemberian Trichoderma dan Sekam Padi Terhadap Penyakit Rebah Kecambah di Persemaian Cabai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia dalam Http:// bdpunib.org/ jipi/ artikel41/ 2001/ 49.p05. Diakses 5 Maret 2011.

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas pertanian andalan yang dapat memberikan kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi masyarakat. Selain itu, tembakau menunjang pembangunan nasional berupa pajak dan devisa Negara (Cahyono, 1998). Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu dari cukai yang setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun, tahun 2008 sebesar 50,2 trilyun (Deptan, 2011). Namun nikotin yang terkandung dalam tembakau memiliki dampak negatif bagi kesehatan, diantaranya dapat

menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin.

(22)

2

nematoda (Dalmadiyo, et al., 2000; Dalmadiyo, 2004). Patogen-patogen tersebut menyerang tanaman pada berbagai stadia tumbuh dengan menimbulkan gejala yang berbeda - beda pada masing - masing tanaman. Kerugian yang ditimbulkan juga beragam dari tidak terlalu merugikan sampai mengakibatkan tanaman tidak dapat berproduksi.

Menurut Semangun (2000) salah satu kendala utama dalam usaha budidaya tanaman tembakau adalah penyakit rebah kecambah atau damping-off. Penyakit ini sering terjadi pada saat persemaian sehingga disebut juga penyakit semai.

Penyakit rebah kecambah merupakan penyakit yang telah tersebar di seluruh negara, termasuk di Indonesia. Beberapa genus jamur yang dapat menyebabkan rebah kecambah antara lain Pythium, Phytophthora, Rhizoctonia, dan Fusarium (Tarr, 1972 dalam Rosmini, 1990).

(23)

3

Penyakit ini penting untuk diperhatikan karena dapat menyebabkan kerugian pada usaha budidaya tembakau. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman, membersihkan sisa - sisa tembakau, penanaman varietas tahan serta pemakaian fungisida sintetik baik di pembibitan maupun di pertanaman (Semangun, 2000). Jenis fungisida sintetik yang umum digunakan untuk

pengendalian penyakit ini adalah fungisida dengan bahan aktif mankozeb. Bains dan Dhaliwal (1994) melaporkan bahwa dalam jangka panjang, penggunaan fungisida sintetik dapat menimbulkan strain tahan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan. Salah satu metode pengendalian yang aman dan ramah lingkungan adalah pengendalian hayati dengan jamur antagonis.

Menurut Agrios (2005), salah satu mikroorganisme antagonis yang berpotensi dalam pengendalian hayati adalah jamur Trichoderma spp. Jamur ini diketahui dapat digunakan untuk mengendalikan patogen tanaman terutama patogen tanah dan beberapa patogen udara (Papavizas, 1985 dalam Sukamto, et al., 1994). Penggunaan Trichoderma spp. sebagai agen hayati telah banyak dilaporkan, antara lain untuk pengendalian busuk akar Phytophthora spp. pada tanaman apel, pengendalian Rhizoctonia solani pada tanaman kentang dan masih banyak lagi (Sundheium dan Tromsmo, 1988).

(24)

4

kandang dan pembenaman serasah atau sisa-sisa tanaman. Jerami padi merupakan salah satu sumber bahan organik yang potensial, relatif murah dan mudah didapat. Jerami yang telah didekomposisi oleh Trichoderma dapat berperan sebagai

sumber bahan organik, sedangkan Trichoderma dapat menekan sejumlah patogen tular tanah, menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Anonim, 2010). Oleh karena itu dianggap perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan Trichoderma spp. dan jerami padi dalam menekan keterjadian penyakit rebah

kecambah pada tembakau.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp. dan jerami padi terhadap keterjadian penyakit rebah kecambah pada tembakau.

1.3 Kerangka Pemikiran

Trichoderma spp. adalah salah satu jamur antagonis yang dapat dimanfaatkan

(25)

5

1993 dalam Widyastuti, et al, 1998). Mekanisme penekanan patogen oleh Trichoderma spp. menurut Patrich dan Tousson (1970) dalam Widyastuti, et al.

(1998), terjadi melalui proses kompetisi, parasitisme, antibiosis, atau mekanisme lain yang merugikan bagi patogen. Selain itu, jamur ini mempunyai sifat - sifat mudah didapat, penyebarannya luas, toleran terhadap zat penghambat

pertumbuhan, tumbuh cepat, kompetitif dan menghasilkan spora yang berlimpah, sehingga mempermudah penyediaan jamur sebagai bahan pengendali hayati (Alfian, 1990 dalam Andayaningsih, 2002).

Trichoderma spp. memerlukan selulosa sebagai sumber karbon dan energi untuk

kebutuhan hidupnya (Martin, 1997 dalam Winarsih dan Syafrudin, 2001). Selulosa ini mendukung peningkatan jumlah dan kepadatan propagula

Trichoderma spp. Selulosa merupakan salah satu contoh dari polisakarida dan

merupakan polimer tidak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4-β-glikoserida (Hard, 1990). Jerami padi mengandung komponen utama seperti selulosa (34,2 %), hemiselulosa (24,5%) dan lignin (23,4%) (Ikhsan, et al., 2010). Oleh sebab itu, selulosa yang terkandung dalam jerami yang diaplikasikan dapat mempengaruhi perkembangan Trichoderma spp. dan mendukung

peningkatan jumlah dan kepadatan propagula jamur tersebut.

1.4 Hipotesis

(26)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tembakau (Nicotiana tabacum L. )

Menurut Steenis (1997), tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Nicotiana

Spesies : Nicotiana tabacum L.

2.1.1 Morfologi tanaman tembakau

2.1.1.1 Akar

Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50 - 75 cm, sedangkan rambut akarnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau juga memiliki bulu - bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur, mudah menyerap air, dan subur (Tim Penulis PS, 1993).

2.1.1.2 Batang

(27)

7

ditumbuhi bulu - bulu halus berwarna putih. Di sekitar bulu - bulu tersebut terdapat kelenjar - kelenjar yang mengeluarkan zat pekat dengan bau yang menyengat. Ruas - ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang sekitar 5 cm dengan tinggi sekitar 2,5 m. Namun pada kondisi syarat tumbuhnya baik, tanaman ini bisa mencapai tinggi sekitar 4 m. Sedangkan pada kondisi syarat tumbuh yang jelek biasanya lebih pendek, yaitu sekitar 1 m (Tim Penulis PS, 1993).

2.1.1.3 Daun

Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang - tulang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada bagian bawah dan seluruhnya diliputi oleh lapisan sel - sel epidermis dengan mulut - mulut daunnya (stomata) yang tersebar merata. Ketebalan kutikula, dinding sel parenkim, dan luas ruangan interseluler berbeda - beda tergantung pada keadaan lingkungan tumbuhnya. Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar 28 - 32 helai (Tim Penulis PS, 1993).

(28)

8

dan kehalusan daun antara lain dipengaruhi oleh keadaan kering dan banyaknya curah hujan. Proses penuaan (pematangan) daun biasanya dimulai dari bagian ujungnya kemudian bagian bawahnya, hal ini diperlihatkan oleh perubahan warna daun dari hijau-kuning-cokelat pada bagian ujungnya kemudian bagian bawahnya (Tim Penulis PS, 1993).

2.1.1.4 Bunga

Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masing - masing seperti terompet dan mempunyai bagian - bagian sebagai berikut: 1. Kelopak bunga berlekuk, mempunyai lima buah pancung.

2. Mahkota bunga berbentuk seperti terompet, berlekuk lima dan berwarna merah jambu atau merah tua yang merekah di bagian atasnya, sedangkan bagian bawahnya berwarna putih, sebuah bunga biasanya memiliki lima buah benang sari yang melekat pada mahkota bunganya, yang satu lebih pendek daripada yang lainnya.

3. Bakal buah terletak di atas dasar bunga dan mempunyai dua ruang yang membesar. Setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak sekali. Bakal buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putik dengan sebuah kepala putik di atasnya.

(29)

9

2.1.1.5 Biji

Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1 cm3 dengan berat kurang lebih 0,5 gram berisi sekitar 6000 butir biji. Setiap batang tembakau dapat menghasilkan rata - rata 25 gram biji. Sekitar 3 minggu setelah pembuahan, buah tembakau telah masak. Biji buah tembakau yang baru dipungut belum dapat berkecambah bila disemaikan sebab masih perlu mengalami masa istirahat (dormansi). Biji tembakau ini perlu waktu kurang lebih 2 - 3 minggu untuk dapat berkecambah. Jika bijinya dipetik dalam keadaaan matang dan dikeringkan secara perlahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, maka setelah 5 hari dikecambahkan paling sedikit mempunyai daya kecambah 95%. Daya kecambahnya dapat tahan bertahun - tahun apabila cara penyimpanannya baik dan dalam keadaan kering (Tim Penulis PS, 1993).

2.1.2 Syarat Tumbuh

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda lokasi tanaman tembakau dapat merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh terhadap mengering dan mengerasnya tanah sehingga menyebabkan berkurangnya

kandungan oksigen di dalam tanah. Untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan rata - rata 2,000 mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan rata - rata 1,500 - 3,500 mm/tahun. Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga

(30)

10

cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21 - 32,30oC.

Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun di dataran tinggi bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl, pH antara 5 - 6, tanah gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik sehingga dapat meningkatkan drainase (Tim Penulis PS, 1993).

2.2 Penyakit Rebah Kecamabah (Damping off)

2.2.1 Penyebab

Penyakit damping - off disebabkan umumnya oleh jamur Pythium sp. Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi jamur Pythium sebagai berikut:

Kingdom : Mycetae Divisi : Eumycota

Sub Divisi : Mastigomycotina Kelas : Oomycetes Ordo : Perenosporales Famili : Pythiaceae Genus : Pythium

Pythium sp. mempunyai miselium berwarna putih, berbentuk ramping dengan

percabangan yang banyak dan berkembangbiak dengan cepat. Sporangium berbentuk bulat (Agrios, 2005). Miselium Pythium sp. biasanya tidak bersepta tetapi kadang – kadang dapat bersepta pada biakan media tua. Miselium Pythium sp. terdiri dari hifa senositik yang berdinding sel dari selulosa yang

(31)

11

Pythium sp. berkembangbiak secara aseksual dan seksual. Menurut Agrios

(2005), pada perkembangbiakan aseksual dapat terjadi dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung dengan sporangia. Secara langsung sporangium Pythium sp. akan membentuk satu atau lebih tabung kecambah, sedangkan secara tidak langsung Pythium sp. akan membentuk gelembung (vesicle) yang di dalamnya terdapat zoospora dalam jumlah banyak. Zoospora yang terlepas dari vesikel akan berkelompok dalam air selama beberapa menit, kemudian berkecambah dengan membentuk tabung kecambah, tabung kecambah tersebut biasanya dapat menghasilkan vesikel lain sebagai tempat pembentukan zoospora sekunder. Menurut Semangun (2000), Pythium sp. sering membentuk sporangium yang bentuknya tidak teratur dan sering disebut presporangium.

Pada perkembangbiakan seksual menghasilkan oospora yang berasal dari

pembuahan yang terjadi di oogonium (gametangium betina) setelah dibuahi oleh antheridium (gametangium jantan). Perkecambahan oospora dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur diatas 10oC akan membentuk tabung kecambah sedangkan pada temperatur 10 – 18oC akan terbentuk zoospora (Agrios, 2005).

2.2.2 Gejala Kerusakan

Pythium sp. dapat menyebabkan tanaman mengalami rebah pada saat

berkecambah (damping – off) atau mati sebelum benih berkecambah. Gejala serangan Pythium sp. yang ditimbulkan tergantung pada umur dan tingkat perkembangan tanaman. Penyakit rebah kecambah dapat terjadi secara dua fase yaitu benih terserang sebelum berkecambah atau benih terserang setelah

(32)

damping-12

off) dan benih terserang setelah kecambah muncul pada permukaan tanah

(Post-emergence damping-off) (Semangun, 2000).

Pada benih yang belum berkecambah, serangan Pythium sp. akan menyebabkan benih menjadi busuk dengan warna kecoklatan dan mengkerut. Menurut Mehrotra (1980) dalam Riyanti (1994) serangan Pythium sp. yang terjadi pada benih yang belum muncul ke permukaan tanah terjadi pada bagian radikel dan plumula yang mengakibatkan pembusukan pada bagian tersebut. Pada kecambah yang belum muncul di permukaan tanah awal infeksi pada bagian terserang ditandai dengan perubahan warna menjadi pucat dan bercak berair. Bagian terserang akan meluas dengan cepat, sel – sel yang terserang menjadi hancur, kemudian jamur akan menutupi permukaan kecambah dan selanjutnya mati.

Pada kecambah yang telah muncul di atas permukaan tanah, serangan biasanya terjadi pada bagian akar atau hipokotil. Serangan menyebabkan hipokotil menjadi lunak, mengecil dan tidak kuat menyangga bagian atas yang masih sehat sehingga kecambah rebah dan akhirnya mati (Agrios, 2005).

2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Menurut Semangun (2000), jamur Pythium sp. dapat bertahan lama dalam tanah dengan hidup sebagai saprofit pada bahan – bahan organik dalam tanah.

(33)

13

Pythium sp. bergantung pada nutrisi tanah untuk berkembangbiak dan

menginfeksi tanaman inang dengan baik (Utami, 1983).

Eksudat akar tanaman sangat berperan dalam proses perkembangan penyakit yang disebabkan oleh Pythium sp. Menurut Agrios (2005) tabung kecambah atau miselium jamur akan bersentuhan dengan benih atau jaringan kecambah tanaman inang akibat rangsangan eksudat tanaman. Eksudat tanaman tersebut

mempengaruhi zoospora atau miselium jamur untuk datang mendekat dan kemudian jamur mempenetrasi dan masuk ke dalam jaringan inang.

Perkembangan penyakit rebah kecambah banyak ditentukan oleh faktor lingkungan terutama kelembaban tanah yang tinggi. Menurut Robert dan Boothroyt (1984), Pythium sp. berkembangbiak dengan baik pada tanah yang kandungan air sekurang – kurangnya 50% dari kemampuan menahan air.

Kelembaban tanah akan menyebabkan tanaman menjadi lebih sukulen dan mudah terserang patogen. Selain itu kelembaban tanah akan merangsang perkecambahan spora dan penetrasi jamur ke dalam jaringan tanaman.

2.2.4 Pengendalian

Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit Pythium sp. sebagai berikut :

1. Untuk media pembibitan diusahakan tanah yang mudah menyerap air, agar kelembaban tanah tidak terlalu tinggi, terutama pada musim hujan.

(34)

14

atau lebih.

3. Jarak tanam bibit agar tidak terlalu rapat untuk mengurangi kelembaban di pembibitan.

4. Penyemprotan dengan fungisida terutama yang mengandung bahan aktif mankozeb (Erwin, 2000).

Untuk mengurangi busuk batang di kebun - kebun yang selalu mendapat serangan, di Deli dianjurkan untuk menanam bibit yang agak berkayu. Bibit ditanam dalam lubang - lubang, hanya akar dan leher akar saja yang ditutup dengan tanah, karena bagian ini lebih rentan terhadap infeksi. Lubang baru diisi penuh dengan tanah lebih kurang 7 hari sesudah penanaman. Cara ini juga dilakukan pada

penyulaman tanaman yang mati (Semangun, 2000).

2.3 Jamur Trichoderma viride Person.

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) jamur T. viride diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Amastigomycota Sub Divisi : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma viride Person.

2.3.1 Morfologi

(35)

15

(1974), bahwa kultur jamur T. viride pada skala laboratorium berwarna hijau, hal ini disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa jamur tersebut. Susunan sel Trichoderma berderet membentuk benang halus yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang - cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. T. viride. memiliki miselium yang bersepta dan bercabang banyak, fialid berbentuk seperti botol yang terdapat pada ujung konidiofor, konidia hialin, terdiri atas satu sel, berbentuk bulat hingga oval dan berkumpul pada ujung fialid (Alexopoulos dan Mims, 1979). Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta - juta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi (Alexopoulos dan Mims, 1979). Pada umumnya jamur T.viride memiliki

fiolospora berwarna hijau dan berukuran (4,0 - 4,8) x (3,5 - 4,0) µm. Berdiameter 3,6 - 4,5 µm, berbentuk globose atau ovoid yang pendek (Rifai, 1996). Dalam pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih bersih, dan bermiselium kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Larry,1977).

2.3.2 Biologi

(36)

16

diisolasi, dan dibiakan. Umumnya T. viride bersifat saprofit dalam tanah dan mempunyai daya antagonis terhadap jamur parasit (Semangun, 2000).

2.3.3 Sifat Antagonis Trichoderma viride Person

T. viride dapat menghasilkan enzim ekstraseluler β (1.3) glukanase dan kitinase

yang dapat melarutkan dinding sel jamur parasit. Adanya aktifitas metabolisme hifa yang tinggi pada bahan organik, membuat jamur tersebut mampu menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada disekitarnya (Papavizas, 1985). Jamur ini mempunyai kemampuan sebagai jamur antagonis pada beberapa jamur lain karena mampu menghasilkan antibiotik viridin dan gliotoksin yang dapat berperan sebagai fungistatik (Brian dan Mc Gowan, 1945).

Menurut Kotaric, et al. (1980) dalam Niken (2009), T. viride adalah penghasil enzim selulolitik yang sangat efisien, terutama enzim yang mampu menghidrolisis kristal selulosa. Dijelakan oleh Gilbert dan Tsao (1983), selulase yang dihasilkan oleh T. viride mengandung komponen terbesar berupa selobiase dan β -1,4-glukan-selobiohidrolase (C1), sementara β-1,4-glukan-selobiohidrolase (Cx) terdapat dalam jumlah kecil. Selulase yang diproduksi mengandung asam-asam amino tertentu, yaitu :

a. Golongan asam amino yang bersifat asam : aspartat dan glutamat. b. Golongan asam amino polar : serin, treonin, dan glisin.

c. Sebagian kecil asam amino dasar.

d. Sebagian kecil golongan asam amino sulfur.

(37)

17

selulosa tingkat tinggi yang mampu memecah selulosa kristal. Sedangkan endoglukanase bekerja pada selulosa amorf (Coughlan, 1989). Selanjutnya selobiohidrolase memecah selulosa melalui pemotongan ikatan hidrogen yang menyebabkan rantai - rantai glukosa mudah untuk dihidrolisis lebih lanjut.

Hidrolisa selanjutnya dilakukan oleh enzim β-glukonase dan β-glukosidase

sehingga diperoleh selobiosa dan akhirnya glukosa.

2.4 Jamur Trichoderma harzianum Rifai.

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) jamur T. viride diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Amastigomycota Sub Divisi : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma harzianum Rifai.

2.4.1 Morfologi

T. harzianum memiliki hifa bersepta, dindingnya licin, ukurannya 1,5 - 12 µm,

(38)

18

2.4.2 Biologi

T. harzianum dapat tumbuh pada tanah dan perakaran tanaman. Jamur ini tumbuh

baik pada suhu 25 – 30oC, dan pH 4,5. Pertumbuhannya akan lambat pada pH 2 sampai pH 8 (Harman, et al., 1984).

2.4.3 Sifat Antagonis Trichoderma harzianum Rifai

Jamur ini menghasilkan toksin yaitu trichodermin bila hidup pada sisa tanaman, bahan organik atau produk - produk yang tersimpan di gudang (Smith dan Moss, 1985 dalam Gahara, 1989). Selama pertumbuhannya T. harzianum menghasilkan

sejumlah besar enzim ekstraseluler β (1,3)-glukanase dan kitinase yang dapat

melarutkan dinding sel patogen (Lewis dan Papavizas, 1980).

2.5 Jerami Padi

(39)

19

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2011 hingga Januari 2012 bertempat di laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, cawan Petri, tabung reaksi, gelas Erlenmeyer, gelas ukur, mikroskop stereo, magnetic stirrer, laminar air flow, autoklaf, oven, timbangan, panci, pisau, pipet tetes, rak tabung,

panci, bunsen, korek api, pinset, jarum ose, pisau, nampan plastik, alumunium foil, plastik warp, kaca preparat cekung, cover glass, plastik tahan panas, kertas

label, tissu, dan alat tulis.

(40)

20

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan dalam penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas enam perlakuan termasuk kontrol dengan empat ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Perlakuan terdiri atas:

Ko = Kontrol berupa tanaman tembakau yang disiram menggunakan air steril J = Aplikasi jerami padi tanpa Trichoderma

Tv.J = Aplikasi T. viride dikombinasikan dengan jerami padi Tv = Aplikasi T. viride tanpa jerami padi

Th.J = Aplikasi T. harzianum dikombinasikan dengan jerami padi Th = Aplikasi T. harzianum tanpa jerami padi

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah 600 gr tanah dan 6 gr jerami padi. Tanah dan jerami padi disterilisasi terlebih dahulu menggunakan autoklaf sampai suhu 100oC dan dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian media tanam dimasukkan ke dalam nampan plastik ukuran 40 x 30 x 5 cm.

3.4.2 Isolasi dan Aplikasi Jamur Trichoderma spp.

3.4.2.1 Perbanyakan Biakan Trichoderma spp.

(41)

21

Biakan Trichoderma kemudian diambil dengan menggunakan bor gabus, lalu diletakkan di tengah - tengah cawan Petri yang telah berisi media PDA, dan diinkubasi selama 7 hari.

3.4.2.2 Penyiapan Suspensi Trichoderma spp.

Pembuatan suspensi Trichoderma dilakukan dengan cara satu Petri biakan Trichoderma diberi 10 ml aquades steril lalu dikeruk. Kemudian suspensi

diencerkan secara bertingkat dengan aquades sampai 10-6, dengan kerapatan T.viride 5x105 spora/ml dan kerapatan spora T.harzianum 12,5x105 spora/ml.

3.4.2.3 Aplikasi Trichoderma spp.

Aplikasi Trichoderma dilakukan dengan cara menyiramkan suspensi di atas media tanam sebanyak 30 ml. Nampan ditutup dengan plastik warp lalu diinkubasi selama tujuh hari (Murdan dan Thoyibah, 1997).

3.4.3 Isolasi dan Inokulasi Jamur Pythium sp.

3.4.3.1 Isolasi Jamur Pythium sp.

Isolasi jamur Pythium sp. digunakan media apel. Apel di lubangi sebanyak empat lubang, kemudian setiap lubang diberi tanah lembab yang berasal dari pertanaman tembakau lalu ditutup dengan menggunakan selotip. Diinkubasi di laboratorium selama 3 – 5 hari, kemudian setelah bergejala diperbanyak pada media PDA.

(42)

22

Pembuatan suspensi Pythium sp. dilakukan dengan cara satu Petri biakan Pythium sp. yang telah berumur tujuh hari diberi 10 ml aquades lalu dikeruk. Kemudian suspensi diencerkan secara bertingkat dengan aquades sampai 10-6. Kerapatan spora yang digunakan 106 spora/ml.

3.4.3.3 Inokulasi Jamur Pythium sp.

Inokulasi Pythium sp. pada tanah dilakukan satu minggu setelah aplikasi Trichoderma dengan cara menyiramkan 30 ml suspensi di atas media tanam

(Rachmawaty, et al., 1995). Setelah itu, tanah dan inokulum jamur diaduk sampai merata. Nampan ditutup dengan plastik warp untuk menjaga kelembaban dan mengurangi kontaminan kemudian diinkubasi selama tujuh hari (Santoso, et al., 1999).

3.4.4 Penanaman Biji Tembakau

Penanaman biji tembakau dilakukan satu minggu setelah inokulasi Pythium sp. Setiap nampan ditanam dengan 50 biji tembakau. Letak nampan kemudian diatur sesuai dengan rancangan acak lengkap dengan empat ulangan, lalu diberi label pada tiap nampan untuk memudahkan pada saat pengamatan.

3.4.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan mulai dilakukan 10 hari setelah sebar (hss). Peubah yang diamati meliputi persentase kemunculan dan keterjadian penyakit.

(43)

23

Persentase kemunculan benih tembakau diamati setiap tiga hari sekali selama tiga minggu. Kemudian data yang didapat dihitung menggunakan rumus :

Keterangan:

P = Persentase kemunculan A = Jumlah benih yang muncul B = Jumlah semua benih

3.4.5.2 Keterjadian Penyakit Rebah Kecambah

Pengamatan keterjadian penyakit akibat serangan Pythium dilakukan bersamaan dengan pengamatan persentase kemunculan, yaitu setiap tiga hari sekali selama tiga minggu. Keterjadian penyakit yang dihitung adalah post-emergence damping-off. Data yang didapat dihitung menggunakan rumus :

Keterangan:

KP = Keterjadian Penyakit n = Jumlah tanaman yang mati N = Jumlah benih yang muncul

(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan T. harzianum dengan jerami padi (Th.J) efektif meningkatkkan kemunculan benih tembakau dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya yaitu jerami padi (J), T. viride dengan jerami padi (Tv.J), T. viride (Tv), dan T. harzianum (Th).

2. Perlakuan T. harzianum dengan jerami padi (Th.J) efektif menekan keterjadian penyakit rebah kecambah (post-emergence damping-off)

dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya yaitu jerami padi (J), T. viride dengan jerami padi (Tv.J), T. viride (Tv), dan T. harzianum (Th).

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tingkat konsentrasi Trichoderma spp. yang dikombinasikan dengan jerami padi terhadap keterjadian

Gambar

Grafik Kemunculan Benih Tembakau.  ........................................          27

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap Penghambatan Daya Tetas Telur Nematoda Puru Akar ( Meloidogyne incognita ) Pada Tanaman Tembakau ( Nicotiana tabacum L.) Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA.” adalah

isolat kapang yang dapat menekan pertumbuhan telur nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan. juga dapat sebagai terapan