AGROPOLITAN
KABUPATEN MAGELANG
Oleh :
Nur Fajri Rahmawati A14304071
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
NUR FAJRI RAHMAWATI. Pengaruh Pelaksanaan Konsep Agropolitan dan Strategi Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh NINDYANTORO.
Ketimpangan pembangunan antara desa sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang. Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan adalah konsep agropolitan. Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena pada umumnya sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan.
Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan, Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. Pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun 2003 yang terbagi menjadi empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014.
Ruang lingkup penelitian ini adalah pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2008 dan agropolitan Borobudur. Pertama, penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan konsep agropolitan Merapi-Merbabu sampai tahun 2008. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan analisis deskriptif. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden yang menangani agropolitan, petani, pengrajin agoindustri dan pedagang pada masing-masing kawasan agropolitan. Data sekunder diperoleh dari Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, BPS dan UPT Pertanian masing-masing kecamatan kawasan agropolitan.
Kedua, penelitian ini menganalisis ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan setelah pelaksanaan agropolitan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Magelang. Metode analisis menggunakan metode skalogram yang kemudian diolah dengan piranti lunak microsoft exell 2003. Ketiga, penelitian ini menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode analisis kuantitatif, menggunakan alat analisis shift share kemudian diolah dengan
PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP
PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN
AGROPOLITAN
KABUPATEN MAGELANG
Oleh :
Nur Fajri Rahmawati A14304071
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian
Judul : Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang
Nama : Nur Fajri Rahmawati
NRP : A14304071
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Nindyantoro, MSP NIP. 131 879 329
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs.
Sugiyanto dan Dra. Nunuk Nur Zaerina. Penulis lahir di Kabupaten Rembang
pada tanggal 31 Juli tahun 1986. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi
Tamanagung Kabupaten Magelang pada tahun 1990 dan lulus pada tahun1992.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Gunungpring I Muntilan
Kabupaten Magelang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun1998. Penulis
memulai jenjang pendidikan yang selanjutnya di SLTP Negeri I Mungkid
Kabupaten Magelang pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya,
penulis masuk di SMA Negeri I Muntilan Kabupaten Magelang pada tahun 2001
dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Program
Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian melalui jalur USMI
pada tahun 2004. Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis mengikuti
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkah dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan
Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Bagi penulis, kesempurnaan skripsi ini adalah kesediaan pembaca yang
budiman untuk memberikan saran ataupun masukan. Meskipun demikian penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya
dan bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2008
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menghaturkan terimakasih yang tak terbatas besarnya kepada
Allah SWT yang telah memberikan segala karunia dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sebagai manusia biasa yang
tidak pernah bisa melakukan sesuatu tanpa dukungan orang lain, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis
sehingga penulis bisa menjadi seperti saat ini. Dalam penyusunan skripsi ini,
penulis mengalami banyak hambatan, tetapi hambatan demi hambatan mampu
penulis lewati berkat kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua penulis.
2. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu dan perhatiannya kepada penulis sehingga perbaikan demi
perbaikan dapat penulis buat untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. A. Faroby Falatehan, SP.MEc dan Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji
utama dan dosen penguji wakil departemen.
4. Pihak-pihak yang bersangkutan langsung dalam pengambilan data primer
maupun sekunder.
5. Bapak Ir. Haryadi dan Ibu Sri Wahyuningsih di Ciamis, terimakasih atas
semua kebaikan dan ketulusan dari Bapak dan Ibu dalam memberikan
dukungan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian.
6. Indra Harimurti, SP; kedua adik-adik penulis (Lukman dan Nisa); dan
teman-teman yang selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI. ...i
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR GAMBAR ...v
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Perumusan Masalah...4
1.3. Tujuan Penelitian...6
1.4. Kegunaan Penelitian...6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...7
2.1. Pengertian Agropolitan...7
2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan...8
2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan...10
2.4. Studi Terdahulu...11
2.4.1. Studi Mengenai Agropolitan ...12
2.4.2. Studi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi ...13
2.4.3. Studi Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah...14
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ...15
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...15
3.1.1. Terbentuknya Konsep Agropolitan ...15
3.1.1.1. Permasalahan Perdesaan ...15
3.1.1.2. Permasalahan Perkotaan ...16
3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah ...17
3.1.3. Sistem dalam Agropolitan ...18
3.1.2.1. Sistem Agribisnis ...18
3.1.2.2. Sistem Agroindustri ...19
3.1.2.3. Sistem Agrowisata ...20
3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan ...21
3.1.4. Pertumbuhan Ekonomi ...21
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...22
BAB 1V. METODOLOGI PENELITIAN...27
4.1. Lokasi Penelitian...27
4.2. Jenis dan Sumber Data...27
4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data ...28
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...30
4.4.1. Shift Share...31
4.4.2. Skalogram ………..34
4.4.3. Analitic Hierarchy Process (AHP) ……….35
BAB V. GAMBARAN UMUM ...47
5.1. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...47
5.1.1. Keadaan Wilayah dan Geografis...48
5.1.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja ...48
5.1.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis...50
5.1.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri ...51
AGROPOLITAN
KABUPATEN MAGELANG
Oleh :
Nur Fajri Rahmawati A14304071
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
NUR FAJRI RAHMAWATI. Pengaruh Pelaksanaan Konsep Agropolitan dan Strategi Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh NINDYANTORO.
Ketimpangan pembangunan antara desa sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang. Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan adalah konsep agropolitan. Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena pada umumnya sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan.
Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan, Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. Pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun 2003 yang terbagi menjadi empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014.
Ruang lingkup penelitian ini adalah pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2008 dan agropolitan Borobudur. Pertama, penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan konsep agropolitan Merapi-Merbabu sampai tahun 2008. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan analisis deskriptif. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden yang menangani agropolitan, petani, pengrajin agoindustri dan pedagang pada masing-masing kawasan agropolitan. Data sekunder diperoleh dari Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, BPS dan UPT Pertanian masing-masing kecamatan kawasan agropolitan.
Kedua, penelitian ini menganalisis ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan setelah pelaksanaan agropolitan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Magelang. Metode analisis menggunakan metode skalogram yang kemudian diolah dengan piranti lunak microsoft exell 2003. Ketiga, penelitian ini menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode analisis kuantitatif, menggunakan alat analisis shift share kemudian diolah dengan
PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP
PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN
AGROPOLITAN
KABUPATEN MAGELANG
Oleh :
Nur Fajri Rahmawati A14304071
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian
Judul : Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang
Nama : Nur Fajri Rahmawati
NRP : A14304071
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Nindyantoro, MSP NIP. 131 879 329
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs.
Sugiyanto dan Dra. Nunuk Nur Zaerina. Penulis lahir di Kabupaten Rembang
pada tanggal 31 Juli tahun 1986. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi
Tamanagung Kabupaten Magelang pada tahun 1990 dan lulus pada tahun1992.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Gunungpring I Muntilan
Kabupaten Magelang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun1998. Penulis
memulai jenjang pendidikan yang selanjutnya di SLTP Negeri I Mungkid
Kabupaten Magelang pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya,
penulis masuk di SMA Negeri I Muntilan Kabupaten Magelang pada tahun 2001
dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Program
Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian melalui jalur USMI
pada tahun 2004. Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis mengikuti
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkah dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan
Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Bagi penulis, kesempurnaan skripsi ini adalah kesediaan pembaca yang
budiman untuk memberikan saran ataupun masukan. Meskipun demikian penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya
dan bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2008
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menghaturkan terimakasih yang tak terbatas besarnya kepada
Allah SWT yang telah memberikan segala karunia dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sebagai manusia biasa yang
tidak pernah bisa melakukan sesuatu tanpa dukungan orang lain, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis
sehingga penulis bisa menjadi seperti saat ini. Dalam penyusunan skripsi ini,
penulis mengalami banyak hambatan, tetapi hambatan demi hambatan mampu
penulis lewati berkat kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua penulis.
2. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu dan perhatiannya kepada penulis sehingga perbaikan demi
perbaikan dapat penulis buat untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. A. Faroby Falatehan, SP.MEc dan Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji
utama dan dosen penguji wakil departemen.
4. Pihak-pihak yang bersangkutan langsung dalam pengambilan data primer
maupun sekunder.
5. Bapak Ir. Haryadi dan Ibu Sri Wahyuningsih di Ciamis, terimakasih atas
semua kebaikan dan ketulusan dari Bapak dan Ibu dalam memberikan
dukungan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian.
6. Indra Harimurti, SP; kedua adik-adik penulis (Lukman dan Nisa); dan
teman-teman yang selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI. ...i
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR GAMBAR ...v
DAFTAR LAMPIRAN ...vi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Perumusan Masalah...4
1.3. Tujuan Penelitian...6
1.4. Kegunaan Penelitian...6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...7
2.1. Pengertian Agropolitan...7
2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan...8
2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan...10
2.4. Studi Terdahulu...11
2.4.1. Studi Mengenai Agropolitan ...12
2.4.2. Studi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi ...13
2.4.3. Studi Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah...14
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ...15
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ...15
3.1.1. Terbentuknya Konsep Agropolitan ...15
3.1.1.1. Permasalahan Perdesaan ...15
3.1.1.2. Permasalahan Perkotaan ...16
3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah ...17
3.1.3. Sistem dalam Agropolitan ...18
3.1.2.1. Sistem Agribisnis ...18
3.1.2.2. Sistem Agroindustri ...19
3.1.2.3. Sistem Agrowisata ...20
3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan ...21
3.1.4. Pertumbuhan Ekonomi ...21
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...22
BAB 1V. METODOLOGI PENELITIAN...27
4.1. Lokasi Penelitian...27
4.2. Jenis dan Sumber Data...27
4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data ...28
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...30
4.4.1. Shift Share...31
4.4.2. Skalogram ………..34
4.4.3. Analitic Hierarchy Process (AHP) ……….35
BAB V. GAMBARAN UMUM ...47
5.1. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ...47
5.1.1. Keadaan Wilayah dan Geografis...48
5.1.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja ...48
5.1.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis...50
5.1.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri ...51
5.2. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Borobudur ...52
5.2.1. Keadaan Wilayah dan Geografis...52
5.2.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja ...52
5.2.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis...52
5.2.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri ...53
5.2.5. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata...53
BAB VI. PELAKSANAAN KONSEP AGROPOLITAN ...54
MERAPI-MERBABU DI KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2003 SAMPAI TAHUN 2008 6.1. Kawasan Agropolitan Pakis ...54
6.1.1. Sistem Agribisnis ...54
6.1.2. Sistem Agroindustri ...56
6.2. Kawasan Agropolitan Candimulyo...57
6.2.1. Sistem Agribisnis ...57
6.2.2. Sistem Agroindustri...60
6.3. Kawasan Agropolitan Sawangan ...60
6.3.1. Sistem Agribisnis ...60
6.3.2. Sistem Agroindustri ...63
6.3.3. Sistem Agrowisata ...64
6.4. Kawasan Agropolitan Ngablak ...65
6.4.1. Sistem Agribisnis ...65
6.4.2. Sistem Agroindustri...65
6.4.3. Sistem Agrowisata...66
6.5. Kawasan Agropolitan Tegalrejo ...68
6.5.1. Sistem Agribisnis ...68
6.5.2. Sistem Agroindustri...69
6.6. Kawasan Agropolitan Dukun...70
6.6.1. Sistem Agribisnis ...70
6.6.2. Sistem Agroindustri...72
6.6.3. Sistem Agrowisata...73
6.7. Kawasan Agropolitan Grabak...73
6.7.1. Sistem Agribisnis ...73
6.7.2. Sistem Agroindustri ...74
6.7.3. Sistem Agrowisata ...75
BAB VII. ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN KONSEP ...76
AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MAGELANG 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) ...76
7.1.1. National Share ...76
7.1.2. Proportional Shift ...78
7.1.4. Shift Share Analysis...82 7.2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan ...84 Merapi-Merbabu pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) 7.1.1. National Share
...84
7.1.2. Proportional Shift ...86 7.1.3. Differential Shift ...88 7.1.4. Shift Share Analysis...90 BAB VIII. KETERSEDIAAN FASILITAS PUBLIK SETELAH ……….92
PELAKSANAAN AGROPOLITAN DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN
BAB IX. STRATEGI PRIORITAS PENGEMBANGAN...97 AGROPOLITAN DI KAWASAN AGROPOLITAN BOROBUDUR 9.1. Pengolahan Horisontal ...97 9.1.1. Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan ...97
Kawasan Borobudur
9.1.2. Substrategi Prioritas Pengembangan Agropolitan ...99
Kawasan Borobudur
9.2. Pengolahan Vertikal...104 BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN ...107
9.1. Kesimpulan ...107 9.2. Saran ...108
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga ...2 Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2006
Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Agropolitan...12 Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pertumbuhan
Ekonomi di Beberapa Wilayah ...13 Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Strategi
Pengembangan Wilayah...14 Tabel 5. Daftar Responden Analisis AHP...28 Tabel 6. Tujuan Penulisan, Informasi yang Dibutuhkan,
Jenis Data dan Alat Analisis Penelitian ...30 Tabel 7. Nilai Skala Banding Berpasangan...37 Tabel 8. Nilai Random Indeks
...39 Tabel 9. Luasan dan Prosentase Wilayah Kawasan Agropolitan ...47
Merapi- Merbabu Kabupaten Magelang
Tabel 10. Kondisi Wilayah dan Geografis Kawasan Agropolitan ...49 Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang
Tabel 11. Struktur Pekerjaan Penduduk Kawasan Agropolitan ...50 Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang Tahun 2003
Tabel 12. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang ...77 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002)
Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 13. Nilai Proportional Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang ...79 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 14. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang ...81
Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 15. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten Magelang ...83 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002)
Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 16. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang...85 pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006)
Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 18. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada
...89 Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 19. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten ………..91 Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah
Tabel 20. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik Periode Sebelum...95 Agropolitan (Tahun 2000)
Tabel 20. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik pada Saat ...96 Agropolitan (Tahun 2006)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ...26
Gambar 2. Hirarki Pemilihan Strategi Pengembangan Agropolitan ...46 di Kawasan Agropolitan
Gambar 3.Nilai Bobot Strategi Pengembangan Agropolitan ...99 di Kabupaten Magel
Gambar 4.Nilai Bobot Substrategi pada Strategi ...100 Pengembangan Sumberdaya Pelaku Agribisnis-Agrowisata
Gambar 5.Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi ...101 Pembangunan Prasarana Fisik Pendukung Agribisnis-Agrowisata Gambar 6.Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi ...102 Pengembangan Agribisnis
Gambar 7. Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan ...103 Gambar 8.Substrategi Prioritas Pengolahan Vertikal ...105
Pengembangan Konsep Agropolitan Kawasan Borobudur
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ...113
Lampiran 2. Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan ...117 Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan
Kawasan Borobudur
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Vertikal Pendapat Gabungan...118 Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan
Kawasan Borobudur
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat
secara keseluruhan harus disertai dengan pembangunan yang merata dalam segala
bidang serta menyeluruh kepada semua golongan masyarakat. Konsep
pembangunan yang diterapkan mulai tahun 1970-an adalah pembangunan yang
bersifat growth pole. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006), konsep pertumbuhan
growth pole yang diperkirakan akan terjadi penetesan (tricle down effect) dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya, ternyata neteffect-nya menimbulkan pengurasan besar (masive backwash effect) atau telah terjadi transfer neto sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara
besar besaran.
Ketimpangan pembangunan antara wilayah perdesaan sebagai produsen
pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi
mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan
secara tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kondisi yang saling memperlemah
antara perdesaan dan perkotaan. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi menerima beban berlebih sehingga
memunculkan ketidaknyamanan seperti konflik, kriminal, penyakit dan
memburuknya sanitasi lingkungan.
Angka urbanisasi yang terjadi di Indonesia mencapai jumlah semakin
besar setiap tahunnya. Menurut Sitram (2000), urbanisasi yang terjadi di Jakarta
setiap tahunnya mengalirkan 200 ribu sampai 250 ribu jiwa dari berbagai wilayah,
belum lagi ditambah dengan aliran penglaju harian yang mencapai 4 094 359
jiwa. Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan Koyano (2001) sejak tahun
1971 sampai dengan tahun 1980 penduduk Jakarta bertambah 3,9 persen per tahun
atau sekitar dua juta jiwa per tahun.
Setelah Indonesia mengalami krisis perekonomian pada tahun 1998, secara
bertahap Indonesia telah berhasil mengembalikan kondisi perekonomian dari
pertumbuhan negatif ke pertumbuhan positif. Berdasarkan data pada Tabel 1,
sektor pertanian menyumbang PDB Indonesia secara stabil, serta laju
pertumbuhannya cenderung menunjukkan angka yang cukup besar. Sektor
pertanian merupakan satu-satunya sektor yang terbukti masih dapat memberikan
kontribusi pada perekonomian nasional (BPS, 2003).
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2001-2006 (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1.Pertanian,Peternakan,Ke
hutanan dan Perikanan 233.327,9 238.876,8 240.387,3 247.163,6 253.726,0 261.296,8 2.Pertambangan dan
Penggalian 162.007,8 161.023,8 167.603,8 160.100,5 165.0854 168.729,9
3.Industri Pengolahan 406.319,6 453.746,6 441.754,9 469.952,4 491.421,8 514.192,2
4.Listrik, Gas dan Air
Bersih 10.854,8 10.392,0 10.349,8 10.897,6 11.584,1 12.263,6
5.Bangunan 89.298,9 101.573,5 89.621,8 96.334,4 103.483,7 112.762,2
6.Perdagangan,Hotel dan
Restoran 267.656,1 314.646,7 256.516,6 271.142,2 293.877,2 311.903,5 7.Pengangkutan dan
8.Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 135.369,8 154.442,2 140.374,4 151.123,3 161.384,3 170.495,6
9. Jasa-jasa 142.258,0 145.602,8 145.104,9 152.906,1 160.626,5 170.612,1
Sumber : Badan Pusat Statistik 2004, 2006
Friedman dan Douglass (1975) menyarankan suatu bentuk pendekatan
agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah
perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50 ribu sampai 150 ribu jiwa. Salah
satu ide pendekatan pengembangan perdesaan yang dikemukakan adalah
mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi
wilayah desa tersebut. Keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa
diminimalkan, sehingga terbentuk kemandirian desa dalam pertumbuhan
ekonominya.
Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena potensi
wilayah Indonesia yang dominan pada sektor pertanian dan pengelolaan
sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat
perdesaan. Perencanaan dan pengambilan keputusan bersifat desentralisasi
sehingga masyarakat perdesaan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap
perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Penerapan konsep tersebut
diharapkan dapat menghindari adanya pengurasan sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia dari desa ke kota (backwash effect dan urban bias).
Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten tersebut terletak pada posisi strategis, potensial
dan menguntungkan karena terletak pada jalur persimpangan dari berbagai arah,
yaitu terletak pada jalur yang strategis antara Yogyakarta dan Semarang.
Topografinya berupa dataran tinggi sehingga cocok untuk pertanian dan
wilayah agraris, maka pertumbuhan ekonomi Magelang sangat dipengaruhi oleh
sektor pertanian.
Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan,
Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis
pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan.
Sinergi ketiga sektor tersebut melahirkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian
menuju agribisnis yang maju, agrowisata yang menarik dan industri yang
melibatkan banyak pelaku. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan
pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang.
1.2. Perumusan Masalah
Kabupaten Magelang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
agropolitan. Menurut Supardiman (2007), agropolitan di Jawa Tengah dimulai
tahun 2003 di Kabupaten Semarang dan Pemalang dengan penghasilan bawang,
sayur mayur dan hortikultura lainnya. Setelah itu, agropolitan dikembangkan di
empat kabupaten lainnya yaitu Magelang, Batang dan Purbalingga dan akan
menyusul kabupaten lainnya yaitu Karanganyer, Sukoharjo, Boyolali dan Brebes.
Penerapan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun
2003. Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dibagi kedalam
empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun
2003-2023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase
ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat
merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014.
Tujuan pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang seperti yang
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan
pengembangan wilayah; mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi; dan
peningkatan kemandirian kawasan sehingga tidak bergantung pada wilayah pusat
pertumbuhan. Peningkatan kemandirian kawasan dapat diwujudkan dengan
peningkatan jumlah fasilitas publik sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
fasilitas-fasilitas tersebut secara optimal sehingga mengurangi ketergantungannya
dengan wilayah pusat pertumbuhan.
Menurut Kepala Bidang Usahatani Dinas Pertanian Kabupaten Magelang
(Soekam, Desember 2007), selama tiga tahun berjalan, gerakan pengembangan
kawasan agropolitan Merapi-Merbabu telah menunjukkan kinerja yang baik.
Namun, hal tersebut hanyalah tahap inisiasi dari sebuah wujud berjalannya sistem
agribisnis. Untuk mewujudkan masyarakat tani kawasan yang benar-benar mampu
melakukan agribisnis, dalam kawasan yang agropolis dibutuhkan waktu sekitar 15
tahun, oleh karena itu gerakan agropolitan harus diteruskan.
Setelah gerakan agropolitan Merapi-Merbabu diterapkan di Kabupaten
Magelang mulai tahun 2003 sampai tahun 2007, dan mulai penyusunan rencana
pengembangan agropolitan kawasan Borobudur pada tahun 2008, maka perlu
strategi yang tepat untuk pengembangan agropolitan kawasan Borobudur.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu di Kabupaten
2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap
pertumbuhan ekonomi di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten
Magelang?
3. Bagaimana ketersediaan fasilitas-fasilitas publik di tujuh kawasan
agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan?
4. Bagaimana strategi prioritas pengembangan agropolitan untuk kawasan
agropolitan Borobudur?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian adalah :
1. Mendeskripsikan pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu di Kabupaten
Magelang sampai tahun 2008.
2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap
pertumbuhan ekonomi di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang.
3. Menganalisis ketersediaan fasilitas-fasilitas publik di tujuh kawasan
agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan?
4. Menganalisis strategi prioritas pengembangan agropolitan untuk kawasan
agropolitan Borobudur.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian dapat digunakan sebagai:
1. Bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam
pengambilan keputusan, khususnya mengenai kebijakan pengembangan
2. Informasi bagi pemerintah daerah maupun masyarakat Kabupaten
Magelang mengenai strategi prioritas pengembangan agropolitan yang
tepat untuk diterapkan di kawasan Borobudur.
3. Informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang mengenai
berhasil atau tidaknya agropolitan yang telah dikembangkan di Kabupaten
Magelang.
4. Sebagai bahan studi untuk pemerintah mengenai permasalahan yang
dihadapi oleh petani sehingga menumbuhkan pemikiran baru dari
pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Agropolitan
Berdasarkan Departemen Pertanian (2002), agropolitan berasal dari kata
agro yang berarti pertanian dan politan yang berarti kota. Agropolitan menurut
konsep dari Departemen Pertanian adalah kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang yang mampu memacu perkembangan sistem dan usaha agribisnis
sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan
pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Menurut kamus istilah penataan
ruang dan pengembangan wilayah (2007), pendekatan agropolitan atau ancangan
kota tani adalah konsep yg diperkenalkan oleh John Friedman; mengenalkan
elemen-elemen kehidupan perkotaan pada daerah pertanian untuk merubah
suasana desa menjadi suasana kota-desa (suasana perkotaan di tengah-tengah
daerah pertanian); kepadatan efektif penduduk adalah 200 jiwa per km2 dan
sendiri untuk menyelenggarakan pembangunan kotanya. Untuk menghadapi arus
urbanisasi yang begitu cepat khususnya di wilayah Asia, salah satu strategi
pembangunan perkotaan yang patut diperhatikan ialah menggunakan ancangan
kota tani bagi daerah-daerah perdesaan yang terpilih (secara selektif).
Menurut Rustiadi dan Pranoto (2007), agropolitan adalah : (1) suatu model
pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan
infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi
(peng-kotaan dalam arti positif); (2) bisa menanggulangi dampak negatif
pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan
lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran massif sumberdaya alam, pemiskinan desa, dan lain-lain.
2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan
Kawasan agropolitan menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) merupakan
kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan
utama adalah sektor pertanian. Departemen Pertanian(2002), kawasan agropolitan
adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Kawasan agropolitan
terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di
sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi
pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang
ada. Berdasarkan www.baritokuala.go.id (2003), kawasan agropolitan adalah
kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih
dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang
merupakan pusat pelayanan agribisnis yang melayani, mendorong dan memacu
kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis terpilih (sentra produksi
pertanian) yang memiliki komoditi unggulan (spesifik lokasi) yang merupakan
sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. Terdapat empat prinsip yang
diterapkan pada kawasan agropolitan, yaitu :
1. Prinsip kerakyatan, pembangunan diutamakan bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan orang per orang atau
kelompok, berdasarkan prinsip keadilan.
2. Prinsip swadaya, bimbingan dan dukungan kemudahan (fasilitas) yang
diberikan haruslah mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian,
bukan menumbuhkan ketergantungan.
3. Prinsip kemitraan, memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja
pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan
keputusan akan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
4. Prinsip bertahap dan berkelanjutan, pembangunan dilaksanakan sesuai dengan
potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian
lingkungan.
Menurut Rivai seperti yang dikutip oleh Rahmawati (2005), suatu kawasan
agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari
kegiatan pertanian (agribisnis).
2. Kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan
pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk pertanian dan
permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland di sekitar kawasan agropolitan bersifat interpendensi atau timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis
seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan
hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian.
4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota
karena keadaan sarana kawasan agropolitan yang tidak jauh berbeda dengan di
kota.
2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan
Pengembangan kawasan agropolitan menurut Departemen Pertanian
(2002), adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis,
yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan menyinergikan berbagai potensi
yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang
digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Pengembangan
agropolitan pertama kali diperkenalkan Friedman dan Mc. Douglas (1974) sebagai
suatu siasat untuk percepatan pembangunan perdesaan. Yang terkait dengan
pengembangan agropolitan adalah pembangunan dalam arti luas, seperti
redistribusi tanah, kesesuaian lahan, mendesain tata guna lahan dan pembangunan
pengembangan kawasan agropolitan merupakan gerakan membangun ekonomi
berbasis pertanian di kawasan agribisnis (kawasan sentra produksi pertanian)
terpilih yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan menyinergikan dan
mengelola berbagai potensi untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi yang digerakkan dan difasilitasi oleh pemerintah terutama
pemerintah daerah. Salah satu persyaratan pokok dalam mengembangkan suatu
kawasan agropolitan adalah komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dan salah
satu wujudnya dengan memiliki masterplan agropolitan atau rencana pengembangan kawasan. Masterplan dapat disusun untuk kurun waktu tertentu, biasanya lima sampai sepuluh tahun tergantung dari kepentingan dan kondisi
masing-masing daerah. Masterplan harus merupakan bagian dari pembangunan wilayah di kabupaten dan penyusunannya harus melibatkan masyarakat, praktisi
dan pakar setempat.
2.4. Studi Terdahulu
Penelitian mengenai strategi pengembangan agropolitan dan pengaruh
kondisi tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah telah banyak dilakukan.
Penelitian tentang pengembangan agropolitan juga pernah dilakukan di Kabupaten
Magelang. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa penelitian terdahulu yang
disajikan pada Tabel 2, 3 dan 4. Namun pada penelitian ini terdapat beberapa
perbedaan dan persamaan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
dalam penelitian ini strategi pengembangan agropolitan yang dianalisis adalah
dimulai. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak melakukan analisis
strategi pengembangan suatu kebijakan untuk kebijakan yang sudah terlaksana
atau sudah berjalan. Perbedaan selanjutnya adalah pada penelitian ini, kawasan
yang menjadi lokasi penelitian adalah semua kawasan agropolitan di Kabupaten
Magelang. Penelitian sebelumnya lebih banyak difokuskan pada beberapa
kawasan saja dalam satu Kabupaten atau Kotamadya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
penggunaan alat analisis untuk menguji pendapat responden dan tingkat
pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan perbedaan dan persamaan inilah,
penelitian ini dilakukan untuk mencari strategi pengembangan agropolitan yang
tepat supaya terwujud kawasan agropolitan yang maju untuk kawasan baru yang
akan dimulai (kawasan agropolitan Borobudur). Melalui identifikasi kelebihan
dan kekurangan penerapan agropolitan pada kawasan yang sudah diterapkan
agropolitan (kawasan agropolitan Merapi-Merbabu) sehingga secara keseluruhan
dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Magelang.
2.4.1. Studi Mengenai Agropolitan
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada penelitian-penelitian sebelumnya, perkembangan agropolitan di masing-masing wilayah berbeda-beda sesuai dengan
kondisi fisik dan lingkungan wilayah.
Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Agropolitan
No Nama Tempat
Penelitian Analisis Ringkasan Hasil Penelitian
1 Setiawati
Prasyarat untuk mewujudkan agropolitan terdiri dari prasyarat ekonomi yaitu perbaikan struktur komunitas lokal yang terdiri dari modal finansial dan prasyarat ekologis yaitu partisipasi masyarakat
2 Rahmawati
Fungsi sistem agroindustri di Kecamatan Grabak, sistem agrowisata
di Kecamatan Sawangan dan sistem agribisnis di Kecamatan Pakis belum berjalan baik. Namun pemerintah terus
melakukan pembangunan untuk mengembangkan agropolitan pada
kawasan-kawasan tersebut.
2.4.2. Studi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi
Tabel 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah yang diakibatkan oleh suatu aktivitas tertentu dan pengaruh suatu sektor tertentu
terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Wilayah
No Nama Tempat
Penelitian Analisis Ringkasan Hasil Penelitian
1 Hermawati (2007)
Propinsi
Sumatera Selatan shift share
Rata-rata pertumbuhan total PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Propinsi Sumatera Selatan mengalami
penurunan pada periode setelah pemekaran wilayah.
2 Mahardini (2006)
Propinsi Jawa
Barat shift share
Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setelah pemekaran wilayah. Kontribusi PDRB per sektor tertinggi setelah pemekaran
wilayah dimiliki sektor utilitas.
3 Wahyuni
(2007) Kota Tangerang shift share
Pada masa otonomi daerah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang
mempengaruhi laju pertumbuhan
Sektor perikanan dan kelautan merupakan sektor basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kendal sehingga mampu menciptakan
kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam maupun luar
wilayah.
5 Oktaviani (2007)
Kabupaten
Kuningan shift share
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai potensi untuk
dikembangkan karena masing-masing sektor mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (progresif) dan daya saing
yang tinggi.
2.4.3. Studi Penyebaran Fasilitas Publik
Penelitian mengenai penyebaran fasilitas publik telah dilakukan oleh Cipta
(2007) di Kabupaten Cilacap. Metode analisis yang digunakan adalah model
analisis skalogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecamatan yang
memiliki fasilitas paling lengkap adalah Kecamatan Cilacap Selatan diikuti oleh
Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Majenang, Kecamatan Kroya dan Kecamatan
Cilacap Tengah.
2.4.4. Studi Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah
Tabel 4 menunjukkan berbagai strategi pengembangan wilayah yang berbeda-beda di masing-masing wilayah serta prioritas strategi yang sesuai untuk
pengembangan wilayah tersebut.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah
No Nama Tempat
Penelitian Analisis Ringkasa hasil Penelitian
1 Rahmawati Kabupaten Magelang adalah penguatan
daya saing produk (0.750) dengan penggunaan teknologi tepat guna (0.345), investasi yang kondusif (0.345),
kelengkapan sarana dan prasarana (0.251), menjadi tuan rumah yang baik (0.078) serta melayani dan memberikan
kenyamanan tinggal (0.078)
Pendapat stakeholder mengenai pengelolaan dan pengembangan di
desa-desa pesisir Kecamatan Sumur Taman Nasional Ujung Kulon, aspek yang menjadi prioritas utama adalah aspek ekonomi (0.636), sedangkan prioritas pemanfaatan pembangunan wilayah
perikanan (0.306), pariwisata (0.236), industri (0.198), pemukiman (0.120) dan
perhubungan (0.014)
3 Setyawan
(2007) Kabupaten Pati AHP
Stakeholders Kabupaten Pati memiliih sektor perikanan sebagai sektor prioritas
pertama (0.2977) dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir yang
dititik beratkan pada aspek ekonomi (0.3984)melalui program utamanya
yaitu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam (0.1275)
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Terbentuknya Konsep Agropolitan 3.1.1.1. Permasalahan Perdesaan
Secara formal, desa didefinisikan dalam Undang Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
mendefinisikan kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi
kawasan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Menurut Rustiadi dan Pranoto (2007), ada beberapa hal yang
menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan perkotaan
ketersediaan infrastruktur. Kondisi riil di lapangan memperlihatkan secara jelas
perbedaan desa dengan kota. Desa lebih dikenal sebagai wilayah yang masih
memiliki sumberdaya dan potensi alam yang besar tetapi sumberdaya manusia
yang relatif masih terbelakang. Perkotaan cenderung bersifat kaya teknologi,
tersedia bermacam-macam fasilitas dan kegiatan ekonomi dengan sumberdaya
manusia yang lebih maju daripada keadaan di perdesaan. Kondisi tersebut
menyebabkan ketimpangan yang semakin lama semakin besar seiring dengan
pertumbuhan penduduk.
Lipton dalam Rustiadi dan Pranoto (2007) menyatakan bahwa meskipun secara historis negara-negara di Asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan yang jumlahnya tidak banyak berkurang.
Kemudian secara umum dapat disimpulkan bahwa di dalam perekonomian telah
terjadi misalokasi sumberdaya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan
yang disebut sebagai urban biased. Walaupun jumlah penduduk perdesaan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perkotaan, tetapi bentuk permukiman
penduduk lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang
terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Akibatnya terjadi
bias dalam alokasi sumberdaya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah
perdesaan dengan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien.
3.1.1.2. Permasalahan Perkotaan
Dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
disebutkan bahwa perkotaan atau kawasan perkotaan adalah wilayah yang
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Tenaga kerja dari
perdesaan, karena tidak mampu mengelola potensi desa yang dimilikinya akan
bermigrasi ke kota. Keadaan tersebut juga memperburuk keadaan perekonomian
di kota. Tenaga kerja dari desa tidak memiliki keterampilan setara dengan tenaga
kerja perkotaan, cenderung memilih menjadi pekerja serabutan serta
menimbulkan peningkatan kriminalitas, sanitasi buruk, dan masalah kesehatan
manusia. Selain itu, migrasi besar-besaran penduduk desa menuju perkotaan
menyebabkan terkurasnya sumberdaya manusia berkualitas dari desa menuju
perkotaan. Kondisi tersebut terjadi karena sumberdaya manusia berkualitas tidak
dapat mengekspresikan kemampuan yang dimiliki terkait dengan terbatasnya
sarana dan prasarana di perdesaan.
Menurut Rahardjo (1985) berdasarkan penelitian PBB, faktor-faktor yang
mempengaruhi perpindahan penduduk desa ke perkotaan adalah tingkat
pendapatan perorangan meningkat, pertambahan pendapatan cenderung
dibelanjakan terutama untuk barang-barang bukan pertanian, produksi dan
konsumsi lebih berdayaguna di perkotaan. Karseno dan Reksohadiprodjo (1981)
menyebutkan berbagai masalah kota yang muncul akibat penduduk yang terlalu
padat antara lain berakibat negatif pada lingkungan hidup, penduduk yang tidak
berkesempatan kerja yang akhirnya meningkatkan kemiskinan, kejahatan, dan
sebagainya.
3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah
Menurut Rustiadi (2006), pengembangan wilayah merupakan proses
sama dengan pembangunan wilayah atau upaya yang sistematik dan
berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai
alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap masyarakat. Pengembangan
wilayah lebih ditekankan pada pemberdayaan, kedaerahan atau kewilayahan dan
lokalitas. Pengertian lain dari pengembangan wilayah merupakan suatu kegiatan
yang tidak dimulai dari awal tetapi meningkatkan kuantitas atau kualitas dari
sesuatu yang sudah ada.
Soenarno (2007) menyatakan bahwa pengembangan agropolitan menjadi
sangat penting dilakukan dalam konteks pengembangan wilayah karena (1)
kawasan dan sektor yang ditetapkan untuk pengembangan agropolitan merupakan
keunikan lokal masing-masing kawasan, (2) pengembangan kawasan agropolitan
meningkatkan pemerataan, (3) keberlanjutan pengembangan kawasan dan sektor
menjadi lebih pasti karena sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif
dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya, (4) penetapan sistem pusat
agropolitan terkait dengan sistem nasional, propinsi dan kabupaten.
3.1.3. Sistem dalam Agropolitan 3.1.3.1. Sistem Agribisnis
Menurut Soekartawi (2003) konsep agribisnis adalah suatu konsep yang
utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain
yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Konsep agribisnis menurut Arsyat
(1985) adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
Secara tradisional, pertanian di Indonesia hanya dianggap sebagai kegiatan
bercocok tanam saja. Kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan
produksi komoditi primer dan kurang memberi kesempatan untuk memikirkan
perkembangan produk hilir. Dari sisi kebijakan, pembangunan pertanian
cenderung terlepas dari pembangunan sektor lain, kebijakan di bidang pertanian
tidak selalu diikuti oleh kebijakan pendukung lain secara sinergis. Akhir
dasawarsa 1950-an muncul konsep agribisnis yang mencoba melihat pertanian
sebagai sebuah sistem yang lebih kompleks. David dan Goldberg dalam
Jiaravanon (2007) mendefinisikan agribisnis sebagai kesatuan kegiatan yang
meliputi industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan budidaya
tanaman dan ternak, dan penanganan pasca panen (penyimpanan, pemrosesan dan
pemasaran komoditi).
Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang (2002) disebutkan bahwa sistem agribisnis merupakan suatu sistem
kegiatan usaha dibidang pertanian yang bernuansa dagang (business), yang pelakunya paling tidak terdiri dari (1) sub sistem penyediaan prasarana, sarana
dan teknologi usahatani, (2) subsistem produksi usahatani, (3) subsistem
pengolahan hasil (agroindustri), (4) subsistem pasar dan (5) subsistem penunjang.
Kelima subsistem tersebut tidak dapat saling mengganti tetapi saling tergantung
satu sama lain.
3.1.3.2. Sistem Agroindustri
Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang (2002) disebutkan bahwa sistem agroindustri pada dasarnya merupakan
hal tersebut yang kemudian menjadi sistem pertanian dengan basis industri yang
selanjutnya dinamakan agroindustri. Industri yang dikembangkan adalah industri
yang terkait dengan pertanian terutama pada sisi penanganan pasca panen.
Sajise dalam Soekartawi (2000), menerangkan bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan
tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Selain itu, ahli yang lain
Soeharjo, Soekartawi dan Badan Agribisnis Departemen Pertanian dalam
Soekartawi 2000 menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil
pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem
agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi
dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan
pembinaan.
3.1.3.3. Sistem Agrowisata
Dalam pasal 1 ayat 5 Surat Keputusan Bersama Menparpostel dan Menteri
Pertanian No. KM. 47PW.004/MPPT/1989 dan No. 204/KPTS/HK050/4/1989
seperti dikutip oleh Rahmawati (2005), tentang koordinasi pengembangan
agrowisata mendefinisikan agrowisata sebagai suatu bentuk kegiatan wisata yang
memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan memperluas
pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro.
Pengembangan agrowisata di setiap lokasi merupakan pengembangan
yang terpadu antara pengembangan masyarakat desa, alam terbuka yang khas,
permukiman desa, budaya dan kegiatan pertanian serta sarana pendukung wisata
seperti transportasi, akomodasi dan komunikasi. Dalam hubungannya dengan
wilayah yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor lain dalam
mendukung kebutuhan sektor pariwisata. Untuk itu, usaha yang dilakukan dalam
pembangunan wilayah adalah memadukan hubungan sektor pariwisata, sektor
pertanian, sektor transportasi dan sektor industri. Sektor pertanian harus mampu
berkembang baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai alternatif
obyek wisata yang bernuansa alam dan sosial budaya yang unik. Dalam hal ini
maka sektor pertanian diharapkan dapat menyediakan produk-produk yang
berkualitas untuk memenuhi keperluan para wisatawan.
3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan
Dalam karyanya, Rustiadi dan Hadi (2007) menyebutkan pada prinsipnya
strategi pembangunan agropolitan adalah mendorong kegiatan sektor pertanian
dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan melalui pembangunan
agropolitan (kota kecil di lingkungan pertanian) atau mikropolitan (kota
menengah-kecil) atau merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada
kota-kota kecil yang diberikan beberapa perlengkapan infrastruktur fasilitas publik
perkotaan. Fasilitas publik tersebut antara lain seperti air bersih, tenaga listrik,
pusat pasar, pusat hiburan (amenities), lembaga perbankan dan keuangan, sekolah menengah sampai cabang universitas bersama pusat pendidikan dan latihan serta
terdapat bangunan-bangunan lain, ruang terbuka dan taman, saluran pembuangan
(sewerage) fasilitas tersebut diperlukan guna mendorong dan mendukung dalam mencapai keberhasilan strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan
yang dapat menyumbang kepada peningkatan kinerja sistem perekonomian
nasional.
Menurut Ohkawa (1983), suatu fase pertumbuhan adalah suatu segmen
waktu tertentu yang lain dari yang lain dalam pertumbuhan jangka panjang, yang
ciri-ciri uniknya dapat ditunjukkan dengan indikator-indikator tertentu. Definisi
pertumbuhan ekonomi (economic growth) suatu negara menurut Prof. Simon Kuznets dalam Solihin (2005) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi
kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional
(kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
Menurut Solihin (2005), terdapat tiga faktor utama pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia; 2.
pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja; serta 3. kemajuan teknologi.
Berdasarkan informasi yang didapat dari id.wikipedia.org, keberhasilan
pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam
standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan.
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya
ketimpangan pembangunan wilayah antara perdesaan sebagai pusat kegiatan
pertanian yang tertinggal dengan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi.
Ketidakseimbangan proses interaksi antara perdesaan dengan kota menyebabkan
keadaan yang saling memperlemah antara kedua wilayah tersebut. Wilayah
perdesaan dengan kegiatan utama sektor pertanian mengalami permasalahan
beberapa permasalahan, disisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan
pusat pertumbuhan menerima beban berlebih (over urbanization) sehingga memunculkan ketidaknyamanan akibat permasalahan-permasalahan sosial
(konflik, kriminal, dan penyakit) dan lingkungan (pencemaran dan buruknya
sanitasi lingkungan permukiman).
Munculnya permasalahan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan
tersebut pada intinya adalah tingginya tekanan pertumbuhan penduduk yang
mengakibatkan berkurangnya pendapatan tenaga kerja relatif terhadap modal dan
lahan. Dua sektor yang dianggap mampu menampung perluasan lapangan kerja
tersebut adalah sektor pertanian dan industri-industri kecil dan menengah serta
pengelolaan sektor jasa lingkungan di wilayah perdesaan. Wilayah perdesaan
masih mempunyai banyak potensi yang perlu dikembangkan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan pembangunan tersebut.
Salah satu ide pendekatan pengembangan perdesaan adalah mewujudkan
kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa
itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa
diminimalkan (Rustiadi dan Pranoto, 2007). Konsep agropolitan merupakan salah
satu konsep pembangunan wilayah yang dikembangkan oleh John Friedman dan
Mike Douglass tahun 1975 yang menyarankan suatu bentuk pendekatan sebagai
aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah
penduduk antara 50 ribu sampai 150 ribu orang.
Sesuai dengan kondisi geografi, aktifitas penduduk dan lingkungannya,
Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, industri berbasis pertanian,
sektor tersebut kemudian melahirkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian menuju
agroindustri yang maju, agrowisata yang menarik dan industri wisata yang
melibatkan banyak pelaku. Gabungan ketiga sektor tersebut menjadi dasar
gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang.
Penerapan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan
tahun 2003. Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dibagi
kedalam empat fase. Fase pertama adalah kawasan agropolitan Merapi-Merbabu
(tahun 2003-2023), fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur (tahun
2008-2028), fase ketiga adalah kawasan agropolitan Sumbing (tahun 2011-2031)
dan fase terakhir merupakan fase gabungan dari semua kawasan (tahun 2014).
Tujuan pelaksanaan agropolitan seperti yang disebutkan dalam masterplan
agropolitan Kabupaten Magelang adalah meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah; mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis
kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi; peningkatan kemandirian
kawasan sehingga tidak bergantung pada wilayah pusat pertumbuhan
Setelah pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dari
tahun 2003 sampai tahun 2008, penelitian ini akan mendeskripsikan pelaksanaan
konsep agropolitan di masing-masing wilayah agropolitan. Deskripsi tersebut
didasarkan pada sektor agribisnis, sektor agroindustri dan sektor agrowisata pada
masing-masing wilayah. Wilayah yang menjadi cakupan penelitian adalah pada
tujuh kecamatan agropolitan yaitu Kecamatan Grabak, Pakis, Ngablak, Tegalrejo,
Menurut Kepala Bidang Usahatani Dinas Pertanian Kabupaten Magelang (
Soekam, Desember 2007), selama tiga tahun berjalan, gerakan pengembangan
kawasan agropolitan Merapi-Merbabu telah menunjukkan kinerja yang baik.
Tetapi hal tersebut hanyalah tahap inisiasi dari sebuah wujud berjalannya sistem
agribisnis. Untuk mewujudkan masyarakat tani kawasan yang benar-benar mampu
melakukan agribisnis, dalam kawasan yang agropolis dibutuhkan waktu sekitar 15
tahun, untuk itu gerakan agropolitan harus diteruskan.
Melihat keberhasilan pelaksanaan gerakan agropolitan Merapi-Merbabu,
dalam penelitian ini akan menganalisis seberapa besar pengaruh pelaksanaan
konsep agropolitan sampai tahun 2006 terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di
tujuh kawasan agropolitan Merapi-Merbabu. Analisis tersebut akan dilakukan
dengan model pendekatan shift share. Variable yang digunakan dalam analisis
shift share adalah PDRB semua kecamatan Kabupaten Magelang sebelum agropolitan dilaksanakan dan periode pada saat agropolitan dilaksanakan. Selain
itu, penelitian ini juga menganalisis penyebaran fasilitas publik di tujuh kawasan
agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan. Metode analisis
yang digunakan adalah model analisis skalogram.
Pada tahun 2008, pemerintah Kabupaten Magelang mulai menyusun
masterplan pelaksanaan gerakan agropolitan fase 2 yaitu kawasan agropolitan Borobudur (tahun 2008-2028). Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis untuk
menilai prioritas strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan
Borobudur. Penilaian prioritas strategi untuk diterapkan di kawasan agropolitan
berkompeten dalam masalah perencanaan konsep agropolitan. Analisis tersebut
Keterangan :
Ruang lingkup penelitian
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Permasalahan perdesaan Permasalahan perkotaan
Ketimpangan desa-kota
Agropolitan sebagai strategi pengembangan wilayah
Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang
Fase 1 : Kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2023
Fase 2 : Kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028
Sektor agribisnis Sektor agroindustri Sektor agrowisata
Deskripsi pelaksanaan
Analisis shift share Skalogram
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Magelang. Lokasi penelitian dipilih
secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Magelang merupakan
salah satu wilayah agropolitan. Agropolitan di Kabupaten Magelang mulai
dikembangkan pada tahun 2003, karena Kabupaten Magelang mempunyai potensi
yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi wilayah agropolitan.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan
informan kunci di lapangan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara.
Wawancara yang dilakukan mencakup respon responden mengenai gambaran
pelaksanaan agropolitan di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang.
Respon yang dimaksud mencakup pada sektor agribisnis, agroindustri dan
agrowisata. Strategi pemerintah daerah untuk mengembangkan agropolitan
kawasan Borobudur diperoleh dengan data primer melalui kuisioner. Kuisioner
yang digunakan adalah pertanyaan terstruktur yaitu pertanyaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada
beberapa alternatif saja ataupun kepada satu jawaban saja. Data sekunder
diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat nasional dan
daerah Kabupaten Magelang, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten
4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data
Teknik pemilihan responden dalam wawancara pelaksanaan agropolitan
Merapi-Merbabu di tujuh kawasan agropolitan dipilih secara puposive sampling
atau pemilihan secara sengaja yang memposisikan responden sebagai aktor dalam
pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu. Responden yang dimaksud adalah
responden yang terlibat langsung atau dianggap mengerti permasalahan yang
terkait dengan pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu.
Selain itu, responden dalam analisis strategi prioritas pengembangan
agropolitan kawasan Borobudur adalah restricted random sampling yang menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu dengan metode cluster sampling. Metode cluster sampling dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja yang memposisikan responden sebagai pihak perencana,
leader dan kelompok kerja. Responden yang dipilih adalah orang yang berkompeten dalam pengembangan agropolitan di Kabupaten Magelang. Untuk
keperluan analisis AHP digunakan 9 responden, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Daftar Responden Analisis AHP No Instansi Tujuan Penelitian
(Responden)
Jumlah (orang)
1 Perencana Kabupaten Magelang
• Badan Perencanaan Daerah 1 2 Leader pelaksanaan agropolitan Kabupaten Magelang
• Dinas Pertanian 1
• Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 • Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 1 3 Kelompok kerja pelaksanaan agropolitan Kabupaten Magelang
• Dinas Pertanian 1
• Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 • Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 1 • Pemerintah Kecamatan Borobudur 2