• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh fermentasi spontan selama perendaman Gritz jagung putih varietas local (Zea mays L.) terhadap karakteristik fisik, kimia dan fungsional tepung yang dihasilkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh fermentasi spontan selama perendaman Gritz jagung putih varietas local (Zea mays L.) terhadap karakteristik fisik, kimia dan fungsional tepung yang dihasilkan"

Copied!
527
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FERMENTASI SPONTAN SELAMA

PERENDAMAN

GRITS

JAGUNG PUTIH VARIETAS

LOKAL (

Zea mays

L

.)

TERHADAP KARAKTERISTIK

FISIK, KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG YANG

DIHASILKAN

NUR AINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2009

(3)

ABSTRACT

NUR AINI. Effects of Spontaneous Fermentation During Soaking of Local Variety of White Corn (Zea mays L.) on Physicals, Chemical and Functional Characteristics of Its Flour. Under direction of PURWIYATNO HARIYADI, TIEN R. MUCHTADI and NURI ANDARWULAN .

The uses of white corn in food industry in Indonesia are still limited. To explore the potential uses, evaluation of chemical physical, and functional properties of white corn flour is needed. The objective of this study was to evaluate chemical, physical and functional properties of white corn flour, and its changes as affected by spontaneous fermentation during soaking of white corn grits. Corn flour was prepared by soaking of white corn grits followed by drying and grinding. Soaking was done at closed pan and controlled temperature, to promote spontaneous fermentation. The resulted flour was fractionated using multiple sieve of 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) and 200 mesh (75µm) and analyzed for its chemicals, physicals and functional characteristics. Fermentation process as long as 24 hr will reduce gelatinization temperature (Tg) of resulted flour from 82oC to 76.2oC; but finally Tg would increase (85.2oC) at 72 hr of fermentation. Fermentation process of corn grits do not affect its peak viscosity (in the range of 493 -560BU), but will increase only after fermentation of more than 48-60 hr (648 -573 BU); and further fermentation would reduce the peak viscosity (550 BU)similar to that of flour resulted from process without fermentation. Flour resulted from corn grits after fermentation process of 12 hr has breakdown viscosity of 0 BU. This suggests that heat stability of flour produced from corn grits after 12 hr fermentation is higher that that of control flour (breakdown viscosity of 68 BU). The breakdown viscosity was maintained relatively constant until fermentation process up to 60 hr; and finally decreases to -60 BU after 72 hr of fermentation. Measured as ratio of cold viscosity/hot viscosity after 15 minutes of stirring at constant temperature of 95oC (

15 Vpa

Vd ),

tendency of retrogradation was reduced by fermentation process for 48 hr ( 15 Vpa

Vd =

1.87) as compared to that of control ( 15 Vpa

Vd = 2.97). After 48 fermentation of corn

grits do not affect the tendency of retrogradation of the resulted flour; at which

15 Vpa

Vd remain at 2.14. Flour produced using fermentation process of corn grits

(4)

of the resulted flour. Using correlation and regression analysis several correlation equations were proposed to be used as a prediction tools of several chemical, physical and functional properties as affected by extend of fermentation process and particle size of flour. Several equations proposes were Tg = 0.006t2 - 0.39t + 82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2

+ 0.6628T + 12.923, where Tg is gelatinization temperature (oC), Vpa15 is hot

viscosity after 15 minutes constant stirring (Brabender Unit; BU), Gsi and Gsii are

gel strength (gforce) of corn flour with particle size of >150-250 µm and >106-150 µm, respectively, and t is length of fermentation (steeping) of corn grits (hr). Overall, our results showed that control of length of fermentation of corn grits and particle size may be used as a mean t control several chemical, physical and functioal properties of the resulted corn flour.

Key Words: white corn, spontaneous fermentation, particle size, physics, chemical, functional

(5)

RINGKASAN

NUR AINI. Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan. Dibawah bimbingan PURWIYATNO HARIYADI, TIEN R. MUCHTADI dan NURI ANDARWULAN.

Jagung putih mempunyai karakter hard endosperm sehingga memiliki keterbatasan dalam proses penggilingan untuk digunakan sebagai bahan makanan yang berbasis pati. Salah satu alternatif pengolahan jagung dan sebagai bentuk diversifikasi pangan adalah pembuatan tepung jagung. Dalam penelitian ini akan dipelajari pengaruh fermentasi spontan selama perendaman grits jagung putih terhadap karakteristik fisik, kimia dan fungsional tepung yang dihasilkan dan penentuan waktu fermentasi optimum untuk mendapatkan sifat tepung sesuai dengan yang diinginkan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan melakukan modifikasi sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih dengan metode fermentasi spontan.

Pada tahap pertama dilakukan pembuatan tepung jagung 60 mesh menggunakan metode fermentasi spontan dengan cara perendaman grits jagung putih, dan dilanjutkan dengan analisa sifat fisik, kimia dan fungsionalnya. Pada tahap ini juga dilakukan fraksinasi tepung jagung 60 mesh menggunakan ayakan bertingkat 100 mesh (150 µm), 150 mesh (106 µm) dan 200 mesh (75µm) sehingga didapatkan empat kelompok ukuran partikel tepung, selanjutnya dilakukan analisa sifat fisik, kimia dan fungsionalnya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa proses fermentasi selama perendaman

grits jagung putih menurunkan kadar protein, lemak, serat kasar, abu, pati, gula reduksi, pH, densitas kamba dan kapasitas penyerapan minyak; serta meningkatkan sudut curah, derajat putih dan kapasitas penyerapan air pada tepung yang dihasilkan. Proses fermentasi grits jagung putih sampai 24 jam akan menurunkan suhu gelatinisasi tepung yang dihasilkan, dari 82oC pada tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi menjadi 76.2oC. Fermentasi lanjutan dari 24 jam sampai 48 jam suhu gelatinisasi relatif tetap (76.7oC) dan fermentasi lanjutan sampai 72 jam meningkatkan suhu gelatinisasi (85.2oC).

Tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi mempunyai viskositas puncak 493 BU, dan proses fermentasi sampai 36 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas puncak relative tetap (560 BU). Selanjutnya, tepung jagung yang dihasilkan melalui proses fermentasi selama 48 jam menunjukkan viskositas puncak meningkat (648 BU), dan bertahan sampai dengan perendaman grits jagung selama 60 jam (573 BU). Proses fermentasi grits jagung selama 72 jam menghasilkan tepung jagung dengan viskositas puncak menurun lagi (550 BU), hampir sama dengan viskositas puncak tepung jagung tanpa fermentasi.

(6)

ditunjukkan dengan menurunnya rasio viskositas dingin dibanding viskositas panas setelah 15 menit pengadukan pada suhu 95oC (

15 Vpa

Vd ), yaitu dari 2.97 untuk

tepung yang dibuat tanpa proses fermentasi menjadi 1.87 pada tepung yang diperoleh dengan proses fermentasi 48 jam. Proses fermentasi lanjutan selama 48 sampai 72 jam tidak mengubah kecenderungan retrogradasi tepung jagung.

Tepung jagung yang dihasilkan dengan perendaman 48 jam mempunyai kekuatan gel yang meningkat (19.47 gforce) dibandingkan tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (5.95 gforce), namun kekuatan gel ini akan mengalami sedikit penurunan (14.48 gforce) jika perendaman dilanjutkan selama 60 jam.

Berdasarkan pada hasil analisa korelasi dan regresi, di antara beberapa sifat kimia, kadar protein paling berpengaruh terhadap sifat fisik dan fungsional tepung jagung. Semakin rendah kadar protein tepung jagung semakin rendah

loose density, packed density, sudut curah, kapasitas penyerapan minyak dan retrogradasi tepung jagung; tetapi semakin tinggi derajat putih, kapasitas penyerapan air, viskositas puncak dan stabilitas pemanasan.

Berdasarkan pada hasil analisa korelasi dan regresi, di antara beberapa sifat fisik, packed density merupakan faktor paling berpengaruh terhadap sifat fungsional. Semakin besar packed density tepung jagung, semakin besar kapasitas penyerapan minyak dan retrogradasi tepung jagung; tetapi semakin kecil derajat putih, kapasitas penyerapan air, stabilitas pemanasan serta sudut curah.

Semakin kecil ukuran partikel tepung jagung, semakin kecil kadar serat kasar, loose density, packed density, suhu gelatinisasi dan kekuatan gel sedangkan kadar protein, kadar lemak, sudut curah, derajat putih, kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak, viskositas puncak, breakdown viscosity, retrogradasi dan kelengketan gel meningkat.

Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm, fermentasi selama 30 jam meningkatkan kapasitas penyerapan air menjadi 128.9% dari tepung jagung non fermentasi (115.9 %), dan fermentasi lanjutan sampai 70 jam akan menurunkan kembali kapasitas penyerapan air (113.6%); sedangkan fermentasi grits selama 70 jam menurunkan kapasitas penyerapan minyak menjadi 69.3% dari tepung non fermentasi (82.8%).

Semakin kecil ukuran partikel tepung, semakin besar kemungkinan terjadinya retrogradasi. Pada tepung berukuran partikel ≤ 75 µm fermentasi grits selama 30 jam menurunkan

15 Vpa

Vd (2.08) dari tepung non fermentasi (2.80) dan

fermentasi lanjutan sampai 70 jam meningkatkan lagi 15 Vpa

Vd (3.11); sedangkan

pada tepung berukuran partikel >150 – 250µm fermentasi grits selama 45 jam menurunkan

15 Vpa

Vd (1.88) dari tepung non fermentasi (2.37) dan fermentasi

lanjutan sampai 70 jam meningkatkan lagi 15 Vpa

Vd (2.40)

(7)

gforce). Pada tepung berukuran partikel >106-150 µm, fermentasi selama 45 jam meningkatkan kekuatan gel (25.4 gforce) dari tepung non fermentasi (13.2 gforce), dan waktu fermentasi selanjutnya sampai 70 jam akan menurunkan kekuatan gel (14 gforce).

Dengan menggunakan analisa korelasi dan regresi, diperoleh beberapa persamaan yang bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh lama proses fermentasi spontan (perendaman) terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional. Beberapa persamaan tersebut adalah Tg = 0.006t2 - 0.39t + 82.8; Vpa15 = 2.17t + 452.3, Gsi = -0.0084t2 + 0.57t + 18.754, Gsii = -0.0091t2 +

0.6628T + 12.923 dimana Tg adalah suhu gelatinisasi (oC), Vpa15 adalah

viskositas panas 15 menit (BU), Gsi dan Gsii adalah kekuatan gel tepung jagung

berukuran partikel >150-250 µm dan >106-150 µm dalam g force, dan t adalah waktu fermentasi grits jagung (jam). Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan lama proses fermentasi dan ukuran partikel dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih.

Kata kunci: jagung putih, fermentasi spontan, ukuran partikel, fisik, kimia, fungsional

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

PENGARUH FERMENTASI SPONTAN SELAMA

PERENDAMAN

GRITS

JAGUNG PUTIH VARIETAS

LOKAL (

Zea mays

L

.)

TERHADAP KARAKTERISTIK

FISIK, KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG YANG

DIHASILKAN

NUR AINI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Disertasi : Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Grits

Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan

Nama : Nur Aini

NRP : F261040021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.Si Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(11)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat dan berkahNya sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”Pengaruh Fermentasi Spontan Selama Perendaman Grits Jagung Putih Varietas Lokal (Zea mays L.) Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung yang Dihasilkan” dapat diselesaikan. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat mahasiswa pascasarjana program S3 untuk meraih gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sangat tulus dan mendalam kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, berdiskusi, memberikan arahan dan wawasan ilmu terutama di bidang rekayasa pangan serta memberikan dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan program S3 ini; anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, M.S. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan yang telah meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan saran dan tambahan pengetahuan kepada penulis.

Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup atas saran-saran dan masukannya yang sangat menambah cakrawala pengetahuan penulis terutama di bidang Ilmu Pangan, serta demi kesempurnaan Disertasi ini.

Terima kasih kepada Dr. Ir. S. Joni Munarso, MS dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas saran-saran, diskusi dan masukannya yang menambah pengetahuan penulis dan demi kesempurnaan Disertasi ini.

Terima kasih kepada Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan atas saran-saran dan masukannya pada ujian tertutup. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc sebagai pimpinan sidang pada ujian tertutup, juga atas saran-saran dan masukannya; juga kepada Dr. Ir. Sam Herodian, MS sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian atas kesediaannya sebagai pimpinan sidang pada Ujian terbuka.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para Staf Pengajar di lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya pada Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Jenderal Soedirman, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Teknologi Pertanian dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di IPB.

(12)

PT Indofood Sukses Makmur Tbk. melalui Program Indofood Riset Nugraha 2008 yang telah membantu sebagian dana penelitian. Terima kasih kepada Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) atas bantuannya pada penulisan Disertasi.

Kepada Ayahanda Munawar (almarhum) dan Ibunda Muslihah, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam atas didikan, doa restu, dorongan dan motivasi serta bantuan moril dan materiil sehingga memberikan dukungan yang luar biasa bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang tertinggi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kakak-kakak, adik-adik dan semua saudara atas doa dan dukungannya selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. Rasa terimakasih yang sangat tulus penulis sampaikan kepada Ananda Hanif Ainurrizky yang dengan penuh pengertian dan sabar mendampingi selama penulis mengikuti program S3 ini.

Terima kasih kepada Ir Supadmo dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah di Ungaran yang telah membantu pengadaan jagung putih. Terima kasih kepada para sahabat di Program Studi Ilmu Pangan IPB, baik yang telah lulus (Akhyar, M.Si, Dr. Ir. Sussi Astuti, Msi, Dr. Ir. Yuspihana Fitrial, M.Si) maupun yang masih dalam proses kelulusan, atas persahabatan yang indah serta kerjasama yang baik selama penulis menempuh studi S3. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman di Jurusan Teknologi Pertanian, terutama program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Jenderal Soedirman atas dukungannya dalam menempuh program S3. Terima kasih juga kepada staf administrasi dan teknisi, baik di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta Seafast Center IPB atas bantuannya selama penelitian.

Akhirnya semua budi baik yang diberikan kepada penulis semoga diterima dan diberi balasan berlipat ganda oleh Allah SWT. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, April 2009

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati tanggal 1 Februari 1973 dari Bapak Munawar dan ibu Muslihah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian UGM pada tahun 1990 sampai 1995. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pasca Sarjana UGM dan menyelesaikannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Pangan IPB diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto sejak tahun 1997 sampai sekarang.

(14)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN viii

DAFTAR ISTILAH X

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Tujuan penelitian 6 1.3 Manfaat penelitian 6

2. TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Komposisi kimia dan anatomi biji jagung 7

2.2 Jagung putih 9

2.3 Tepung jagung 11

2.4 Pati jagung 12

2.4.1 Amilosa 14

2.4.2 Amilopektin 15

2.5 Fermentasi spontan pada proses pengolahan serealia dan umbi-umbian

15

2.6 Sifat fisik tepung 17

2.6.1 Ukuran partikel 18

2.6.2 Densitas kamba 19

2.6.3 Sifat alir 20

2.7 Sifat fungsional adonan 21 2.7.1 Gelatinisasi dan sifat adonan 21

2.7.2 Sifat rheologi 24

3. BAHAN DAN METODE 25

3.1 Waktu dan tempat penelitian 25

3.2 Bahan dan alat 25

3.3 Metode penelitian 26

3.4 Prosedur analisa 31

3.5 Analisa data 38

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 39

4.1 Komposisi kimia bahan baku 39 4.2 Pengaruh waktu fermentasi spontan grits jagung terhadap

sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung

40

(16)

4.2.4 Sudut curah tepung jagung 54 4.2.5 Derajat putih tepung jagung 56 4.2.6 Kapasitas penyerapan air 59 4.2.7 Kapasitas penyerapan minyak 61 4.2.8 Suhu gelatinisasi 62 4.2.9 Viskositas puncak 64 4.2.10 Sifat adonan selama pemanasan 66 4.2.11 Retrogradasi adonan 72

4.2.12 Sifat gel 74

4.3 Validasi model prediktif yang dihasilkan 80 4.3.1 Packed density tepung jagung 80 4.3.2 Loose density tepung jagung 81 4.3.3 Sudut curah tepung jagung 81 4.3.4 Derajat putih tepung jagung 82 4.3.5 Suhu gelatinisasi 83 4.3.6 Viskositas panas saat dipertahankan selama 15

menit pada suhu 95oC (Vpa15)

83

4.3.7 Rasio viskositas dingin dibanding viskositas panas saat dipertahan selama 15 menit pada suhu 95oC

84

4.3.8 Kekuatan gel 85

4.4 Pengaruh interaksi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap sifat fisikokimia tepung dan fungsional adonan jagung

86

4.4.1 Komposisi kimia tepung jagung 87 4.4.2 Densitas kamba tepung jagung 92 4.4.3 Sudut curah tepung jagung 96 4.4.4 Derajat putih tepung jagung 99 4.4.5 Kapasitas penyerapan air 101 4.4.6 Kapasitas penyerapan minyak 102 4.4.7 Suhu gelatinisasi 103 4.4.8 Viskositas puncak 104 4.4.9 Sifat adonan selama pemanasan 109 4.4.10 Retrogradasi adonan 113

4.4.11 Sifat gel 115

4.5 Pembahasan umum 117

5. SIMPULAN DAN SARAN 121

5.1 Simpulan 121

5.2 Saran 123

DAFTAR PUSTAKA 124

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Beberapa proses fermentasi spontan yang dilakukan pada serealia dan umbi-umbian

5

2. Distribusi komponen-komponen utama jagung 9 3. Komposisi kimia jagung putih dan kuning 10 4. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin 14 5. Komposisi kimia jagung putih pipilan, grits jagung dan tepung

jagung

40

6. Komposisi kimia tepung jagung putih yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

40

7. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH air perendam

42

8. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar pati, gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan

46

9. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar amilosa tepung jagung

48

10. Loose dan packed density tepung jagung dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

50

11. Sudut curah tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

55

12. Derajat putih tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

57

13. Kapasitas penyerapan air tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

60

14. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

61

15. Suhu gelatinisasi adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

63

16. Viskositas puncak adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

65

17. Sifat-sifat adonan jagung selama pemanasan yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

67

18. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kecenderungan retrogradasi adonan tepung jagung

73

19. Sifat gel adonan jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung

(18)

20. Model prediktif beberapa sifat fisik dan fungsional tepung jagung berdasar waktu fermentasi grits jagung

79

21. Hasil pengukuran dan prediksi packed density tepung jagung 80 22. Hasil pengukuran dan prediksi loose density tepung jagung 81 23. Hasil pengukuran dan prediksi sudut curah tepung

jagung

82

24. Hasil pengukuran dan prediksi derajat putih tepung jagung 83 25. Hasil pengukuran dan prediksi suhu gelatinisasi tepung jagung 83 26. Hasil prediksi dan pengukuran Vpa15 84

27.

Hasil pengukuran dan prediksi 15

Vpa

Vd 84

28. Hasil pengukuran dan prediksi kekuatan gel tepung jagung

85

29. Model prediktif sifat fisik dan fungsional tepung jagung yang telah divalidasi

86

30. Komposisi kimia tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung jagung

88

31. Kadar pati, kadar gula reduksi dan pH tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi jagung dan ukuran partikel tepung

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Potongan melintang jagung yang menunjukkan lokasi komponen-komponen utama

7

2. Jagung putih dan kuning 10

3. Struktur internal dan organisasi granula pati 13 4. Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi 23 5. Jagung putih yang digunakan 25 6. Pembuatan tepung jagung putih 27 7. Diagram alir jalannya penelitian tahap 1 dan 2 29 8. Diagram alir jalannya penelitian tahap 3 30 9. Bahan baku yang digunakan (a) jagung putih pipilan (b) grits

jagung

39

10. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar protein tepung jagung

43

11. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap konduktivitas air perendam

44

12. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap pH tepung jagung

46

13. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap kadar gula reduksi tepung jagung

47

14. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap distribusi ukuran partikel tepung jagung

49

15. Pengaruh kadar protein terhadap packed density tepung jagung

51

16. Pengaruh kadar serat kasar terhadap loose density tepung jagung

52

17. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap densitas kamba tepung jagung

54

18. Pengaruh loose density terhadap sudut curah tepung jagung 56 19. Tepung jagung yang dibuat dari fermentasi grits jagung

selama 0, 36 dan 60 jam

57

20. Pengaruh kadar protein terhadap derajat putih tepung jagung 58 21. Pengaruh packed density terhadap derajat putih tepung jagung 59 22. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap suhu

gelatinisasi adonan jagung

(20)

23. Amilografi tepung jagung yang dihasilkan dengan waktu fermentasi grits jagung

67

24. Pengaruh kadar protein terhadap viskositas panas 15 menit 69 25. Pengaruh packed density tepung terhadap viskositas panas 15

menit

71

26. Pengaruh kadar protein tepung jagung terhadap Rv (

15

Vpa

Vd ) 73

27. Pengaruh pH tepung jagung terhadap kekuatan gel 76 28. Pengaruh kadar gula reduksi tepung jagung terhadap

kekuatan gel

77

29. Partikel tepung jagung tanpa fermentasi dilihat menggunakan scanning electron microscope (SEM)

87

30. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap kadar serat kasar tepung jagung

89

31. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap kadar protein tepung jagung

90

32. Pengaruh kadar protein dan ukuran partikel terhadap packed density tepung jagung.

93

33. Pengaruh kadar serat kasar dan ukuran partikel tepung terhadap packed density tepung jagung

93

34. Hubungan kadar serat kasar dengan packed density tepung jagung

94

35. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap loose density tepung jagung.

95

36. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap packed density tepung jagung.

96

37. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap sudut curah tepung jagung.

97

38. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap sudut curah tepung jagung putih

98

39. Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap sudut curah tepung jagung putih.

98

40. Tepung jagung yang dibuat dari fermentasi grits jagung selama 15 jam

99

41. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap derajat putih tepung jagung.

100

42. Pengaruh pH dan ukuran partikel tepung terhadap derajat putih tepung jagung.

(21)

43. Pengaruh packed density dan ukuran partikel tepung terhadap derajat putih tepung jagung.

101

44. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap kapasitas penyerapan air tepung jagung.

102

45. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap kapasitas penyerapan minyak tepung jagung.

103

46. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap suhu gelatinisasi tepung jagung.

104

47. Pengaruh ukuran partikel terhadap amilografi tepung jagung non fermentasi

105

48. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas puncak tepung jagung.

106

49. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung terhadap amilografi tepung jagung berukuran partikel ≤ 75 µm

106

50. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas puncak adonan jagung.

107

51. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas puncak adonan jagung

108

52. Pengaruh kadar amilosa dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas puncak adonan jagung.

109

53. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas panas 15 menit pasta jagung.

110

54. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap breakdown viscosity pasta jagung.

110

55. Pengaruh kadar lemak dan ukuran partikel tepung terhadap

breakdown viscosity pasta jagung.

111

56. Pengaruh sudut curah dan ukuran partikel tepung terhadap

breakdown viscosity pasta jagung.

112

57. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap viskositas dingin pasta jagung.

114

58. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap 15 Vpa Vd adonan jagung. 114

59. Pengaruh ukuran partikel tepung terhadap amilografi tepung jagung fermentasi 70 jam

115

60. Pengaruh waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung terhadap kekuatan gel tepung jagung

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Partikel tepung jagung fermentasi 45 jam dilihat menggunakan scanning electron microscope (SEM)

133

2. Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

134

3. Korelasi antara sudut curah dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung

135

4. Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung

136

5. Korelasi antara kapasitas penyerapan air dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

137

6. Korelasi antara kapasitas penyerapan minyak dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

138

7. Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung

139

8. Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi

grits jagung

140

9. Korelasi antara stabilitas pasta jagung selama pemanasan dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

141

10. Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

142

11. Korelasi antara kekuatan dan kelengketan gel dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung

143

12. Korelasi antara loose density dan packed density dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung

144

(23)

tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung dan ukuran partikel tepung

14. Korelasi antara derajat putih dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung dan ukuran partikel tepung

146

15. Korelasi antara kapasitas penyerapan minyak dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung

147

16. Korelasi antara suhu gelatinisasi dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung dan ukuran partikel tepung

148

17. Korelasi antara viskositas puncak dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi

grits jagung dan ukuran partikel tepung

149

18.Korelasi antara stabilitas pasta jagung selama pemanasan dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung

150

19. Korelasi antara retrogradasi pasta jagung dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung

151

20. Korelasi antara kekuatan gel dengan variabel kimia dan fisik tepung jagung putih yang dipengaruhi waktu fermentasi grits

jagung dan ukuran partikel tepung

152

21. Kadar amilosa tepung jagung yang dihasilkan dengan variasi waktu fermentasi butiran jagung dan ukuran partikel tepung

(24)

DAFTAR ISTILAH

Istilah Arti

Grits jagung Jagung pipilan yang digiling menggunakan pin disc mill

sehingga dihasilkan jagung dengan ukuran partikel ± 4mm Sifat fungsional Sifat suatu bahan maupun komponen bahan yang dapat

mencirikan fungsinya dalam suatu sistem

Suhu gelatinisasi suhu awal mulai terjadi peningkatan viskositas selama pemanasan

Viskositas puncak (VP)

viskositas tertinggi yang dicapai selama pemanasan

Viskositas panas (Vpa)

viskositas yang dicapai pada suhu 95oC

Viskositas panas 15 menit (Vpa15)

viskositas setelah dipertahankan selama 15 menit pada suhu 95oC

Breakdown viscosity

Perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi

dipanaskan pada suhu 95°C selama 15 menit(VP – Vpa15)

Viskositas dingin (VD)

viskositas yang dicapai pada saat suhu diturunkan ke 50oC

Setback viscosity perubahan viskositas yang terjadi ketika suspensi diturunkan suhunya dari viskositas puncak (VD- VP) Kekuatan gel gaya yang diberikan pada saat gel mulai pecah Koefisien korelasi

(r)

Keeratan hubungan linier antara sepasang peubah x dan y, yang tidak ditentukan mana variabel bebas dan variabel tidak bebas

Koefisien determinasi atau koefisien regresi (R2)

Koefisien keragaman; keeratan hubungan antara sepasang peubah x dan y, yang diketahui variabel bebas dan

(25)

1.1 Latar belakang

Usaha penyediaan pangan merupakan masalah utama yang dihadapi beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Sampai saat ini masalah pengadaan beras sebagai bahan pangan sumber karbohidrat di Indonesia masih belum teratasi sepenuhnya. Penyebab keadaan ini antara lain karena 95% penduduk Indonesia mengutamakan beras sebagai makanan pokok. Saat ini konsumsi beras nasional per kapita mencapai 139.15 kg/tahun, sedangkan idealnya adalah 100 kg/tahun (Pusat Teknologi Agroindustri BPPT 2008).

Salah satu alternatif untuk mengatasi krisis pangan yang terjadi saat ini adalah melalui diversifikasi pangan untuk mendukung Program Ketahanan Pangan. Dalam upaya memacu diversifikasi pangan, jagung merupakan salah satu alternative yang dapat dipilih. Di Indonesia, produksi jagung sebagai bahan pangan pokok berada di urutan ketiga setelah padi dan ubi kayu. Produksi jagung nasional selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan peningkatan sebesar 11.225.243 ton (2004), 12.523.894 ton (2005), 11.609.403 (2006), 13.287.527 ton (2007) dan 15.860.299 ton (2008) (BPS, 2009). Produktivitas jagung pada tahun 2008 mencapai 40 – 42.3 kuintal/ha dan sasaran pada tahun 2009 naik menjadi 44.12 kuintal/ha, dengan produksi 18 juta ton (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian 2008).

(26)

menyebabkan keterbatasan dalam proses penggilingan untuk digunakan sebagai bahan makanan yang berbasis pati (Vegrains 2005). Padahal jagung putih mempunyai keistimewaan yaitu pada budidaya lebih tahan terhadap kekeringan dan produktivitasnya lebih tinggi daripada jagung kuning. Jagung putih juga mengandung sejumlah komponen yang mengkilap seperti kaca (tekstur “glasslike”) pada endosperm yang jumlahnya relative terhadap endosperm yang bertepung.

Di Indonesia, jagung putih dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai nasi jagung, selain sebagai bahan baku industri rumah tangga seperti marning dan emping jagung. Dilihat dari nilai gizi, kandungan protein jagung putih (10.36%), lebih tinggi dibandingkan dengan jagung kuning (9.5%) (Watson 1987 dan Asiamaya.com 2009). Kandungan protein jagung ini lebih tinggi daripada beras giling (6,69 %).

Untuk memenuhi kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung, di beberapa daerah masyarakat membuat tepung jagung dengan peralatan sederhana (perendaman dan tanpa perendaman). Perendaman dilakukan dengan tujuan melunakkan endosperm yang bersifat keras (horny endosperm) sehingga lebih memudahkan pada proses pengolahan. Beberapa pabrik pengolahan jagung menghasilkan tepung jagung (40 dan 50 mesh) sebagai produk samping (10%) disamping grits jagung (8, 12, 16, 24 mesh) sebagai produk utama yang digunakan sebagai bahan baku snack jagung (Pusat Teknologi Agroindustri BPPT 2008). Penelitian tentang sifat-sifat tepung jagung putih dilakukan untuk mengetahui sifat tepung jagung putih sehingga bermanfaat dalam aplikasi untuk menentukan produk pangan yang cocok dibuat berdasarkan sifat-sifat tersebut.

(27)

defisiensi beberapa zat gizi dapat lebih mudah difortifikasi atau disuplementasi jika dalam bentuk tepung.

Ukuran partikel merupakan salah satu sifat fisik penting karena perannya dalam unit operasi seperti mixing, pengeringan, ekstrusi dan pneumatic handling. Selain itu ukuran partikel tepung penting dalam evaluasi kualitas dan sifat tepung selama pengolahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan distribusi ukuran partikel tepung mempengaruhi sifat fisik, kimia dan fungsional tepung. Iwuoha dan Nwakanma (1998) menyatakan bahwa semakin besar ukuran partikel tepung ubi jalar, semakin rendah densitas dan viskositas adonan pada saat pendinginan. Bedolla dan Rooney (1984) menyatakan bahwa ukuran partikel tepung jagung ternikstamalisasi berkorelasi positif dengan suhu gelatinisasi, semakin tinggi ukuran partikel tepung jagung semakin tinggi suhu gelatinisasi. Meningkatnya ukuran partikel tepung amaranth juga meningkatkan suhu gelatinisasi (Valdez-Niebla et al.1993). Cadden (1987) menyatakan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menurunkan daya alir tepung.

Sifat fisik produk yang berbasis tepung sangat dipengaruhi sifat-sifat fungsional adonan. Viskositas adonan tepung penting dalam penggunaannya sebagai pengganti gum. Water holding capacity, kelarutan tepung dan viskositas adonan merupakan parameter penting yang menentukan kualitas bahan sumber karbohidrat yang digunakan sebagai fat substitutes. Indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air berguna dalam formulasi adonan makanan dan aplikasi minuman karena sifat alami hidrofobik/hidrofiliknya. Sedangkan indeks penyerapan lemak dapat menunjukkan interaksi alami antara lemak dengan komponen tepung.

Salah satu proses pengolahan umbi-umbian dan serealia menjadi tepung dan adonan adalah metode fermentasi spontan yang dapat dilakukan secara sederhana yaitu merendam bahan di dalam air selama selang waktu tertentu. Menurut Sefa-Dedeh dan Cornelius (2000) perendaman biji-bijian dalam air yang berlebihan akan diikuti pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang diinginkan, seperti bakteri asam laktat, yeast, dan jamur. Menurut Latunde-Dada (2009), pada proses fermentasi sereal seperti jagung, sorgum dan milet menjadi ogi dan agidi

(28)

Lactobacillus sp, Fusarium sp, Candida mycoderma dan Penicillium sp. Sementara itu Amusa et al. (2005) menemukan adanya Lactobacillus lactis,

Lactobacillus fermenter dan Streptococcus lactis pada ogi. Nago et al. (1998) menyatakan bahwa mikroorganisme yang dominant pada ogi adalah bakteri asam laktat (109 CFU/g) dan yeast (107 CFU/g).

Salah satu masalah pada jagung adalah tingginya kadar mikotoksin, terutama aflatoksin, walaupun masih dibawah nilai ambang batas (30 ppb) persyaratan untuk dikonsumsi. Pada umumnya kadar aflatoksin pada jagung petani di Indonesia bervariasi, yaitu kisaran 4,5 ppb – 665 ppb dengan perincian 47,62 % sampel terinfeksi aflatoksin dengan kadar 4,5 ppb – 24 ppb; 52,38 % sampel terinfeksi dengan kadar 72,0 ppb – 665 ppb. Dari sejumlah sampel pedagang pengumpul/pengekspor, ditemukan hanya 50% yang mengekspor biji jagung dengan kadar aflatoksin <30 ppb (Balai Penelitian Tanaman Serealia 2007).

Mikroorganisme yang tumbuh pada proses fermentasi, terutama bakteri, potensial dalam mendegradasi mikotoksin atau mengurangi bioavailabilitasnya. Diantara bakteri yang ada, bakteri asam laktat telah diidentifikasi dapat mengurangi availabilitas aflatoksin secara in vitro (Gratz 2007). Di antara 5 galur

Lactobacillus, L. rhamnosus galur GG dan galur LC705 paling efisien dalam mengikat aflatoksin B1 dan menghilangkan 80% aflatoksin B1 dari media selama 0 jam inkubasi yang menunjukkan pengikatan tersebut berlangsung sangat cepat (Haskard et al. 2001). Munimbazi dan Bullerman (1998) menyatakan bahwa isolat Bacillus pumilus dapat menghambat pertumbuhan jamur penghasil aflatoksin sebesar 98.2% sampai 99%.

(29)

Beberapa penelitian mengenai fermentasi pada umbi-umbian dan serealia telah dilakukan. Proses fermentasi spontan pada sereal dan umbi-umbian menghasilkan perubahan beberapa sifat fisik, kimia dan fungsional tepung seperti terlihat pada Tabel 1.

Proses fermentasi serealia dan umbi-umbian dalam pembuatan tepung dan pasta memerlukan waktu fermentasi yang bervariasi. Pembuatan ogi, makanan tradisional dari Nigeria biasanya dipersiapkan dengan cara perendaman biji jagung selama 1-2 hari, diikuti penggilingan dan fermentasi lanjutan selama 1-3 hari (Nago et al. 1998). Aremu (1993) membuat ogi dengan cara merendam biji jagung dalam aquadest dengan perbandingan 1:2 selama 48 jam sehingga pHnya mencapai 4.5. Pembuatan uji, sereal yang difermentasi dilakukan dengan merendam sereal dalam air dengan perbandingan 1:1 selama 24 jam (Onyango et al. 2003).

Tabel 1 Beberapa proses fermentai spontan yang dilakukan pada serealia dan umbi-umbian

Peneliti Bahan baku dan produk

Perubahan sifat produk yang dihasilkan

Subagio (2006)

Fermentasi ubi kayu selama 12 – 72 jam menghasilkan tepung ubi kayu terfermentasi

• Kadar serat tepung menurun

• Kemampuan pembentukan gel dan daya rehidrasi meningkat

• Viskositas adonan panas dan dingin meningkat

Dufour et al. (2006)

Fermentasi adonan dari ubi kayu

• Viskositas maksimum adonan menurun

• Daya pengembangan meningkat Elkhalifa et

al. (2005)

Fermentasi sorghum 24 jam menghasilkan tepung sorghum

• Densitas menurun 10 %

Onofiok dan Nnanyelugo (1998) Fermentasi sereal menghasilkan makanan sapihan

• Densitas dan viskositas adonan menurun

Onyango et al. (2003)

Fermentasi sereal menjadi ogi

• Viskositas menurun

(30)

dapat dilakukan dengan cara pembentukan model hubungan antara waktu fermentasi dan sifat fisik, kimia dan fungsional tepung. Model adalah suatu struktur yang dibuat dengan tujuan untuk menunjukkan hubungan dan karakteristik beberapa obyek tertentu. Menurut Williams (1991), suatu model sering membuka hubungan yang mungkin tidak kelihatan pada beberapa parameter tertentu dan sebagai hasilnya bisa diperoleh pengetahuan yang lebih besar pada obyek yang dimodel.

1.2 Tujuan penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang dipengaruhi proses fermentasi spontan grits jagung.

2. Mengetahui adanya interaksi antar sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung. Pembentukan model dilakukan untuk interaksi antar variabel yang teridentifikasi.

3. Mengetahui sifat fisik, kimia dan fungsional tepung jagung putih yang dipengaruhi ukuran partikel tepung dan waktu fermentasi grits jagung.

1.3 Manfaat penelitian

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi kimia dan anatomi biji jagung

Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) perikarp, lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) lembaga atau germ, sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas

plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus 1998). Bagian-bagian biji jagung ini dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu biji jagung juga mengandung tip cap yaitu bagian yang menghubungkan biji dengan janggel.

Gambar 1 Potongan melintang jagung yang menunjukkan lokasi komponen-komponen utama (Shukla dan Cheryan 2001)

Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Subekti et al. 2008).

(32)

endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara (White 1994). Namun pada beberapa jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan amilopektin.

Protein endosperm jagung terdiri atas beberapa fraksi, yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan menjadi albumin (larut dalam air), globumin (larut dalam garam), zein atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutelin (larut dalam alkali). Proporsi masing-masing fraksi protein pada endosperm adalah 3% albumin, 3% globulin, 60 % zein, dan glutelin 26% (Vasal 1994).

Zein merupakan protein penyimpanan terbesar pada endosperm jagung. Berdasarkan pada konstanta sedimentasi dan difusi, molekul zein mempunyai bentuk globula panjang (rasio axial sekitar 15:1). Protein zein mempunyai komposisi asam amino dengan kadar asam glutamat, prolin, leusin dan alanin yang tinggi; serta kadar lisin, triptofan, histidin dan metionin yang rendah. Berdasarkan pada perbedaan kelarutan, ada 2 jenis protein zein yaitu α-zein yang larut pada etanol 95 % dan ß-zein yang larut pada etanol 60 %. α-zein mengandung lebih banyak histidin, arginin, prolin dan metionin daripada ß-zein (Laszity 1986).

Protein glutelin tidak hanya berfungsi sebagai protein penyimpanan, tetapi juga sebagai protein struktural (protein membran atau protein kompleks, protein dinding sel). Protein glutelin mempunyai kadar lisin, arginin, histidin dan kadar triptofan lebih tinggi daripada zein, tetapi mempunyai kadar asam glutamat yang lebih rendah.

(33)
[image:33.595.84.510.53.842.2]

Tabel 2. Distribusi komponen-komponen utama jagung

Berat kering komponen (%) Komponen Biji utuh

(%) Endosperma Lembaga Perikarp Tip cap

Pati 62 87 8.3 7.3 5.3

Protein 7.8 8 18.4 3.7 9.1

Lemak 3.8 0.8 33.2 1 3.8

Abu 1.2 0.3 10.5 0.8 1.6

Lain-lain* 10.2 3.9 29.6 87.2 80.2

Air 15 - - - -

Keterangan: * By difference: termasuk serat, nitrogen non protein, pentosan, asam fitat,

gula terlarut, xantofil Sumber: Shukla dan Cheryan (2001)

Analisis kimia biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi mempunyai sifat yang berbeda (Tabel 2). Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi mutu gizi produk akhir (Subekti et al. 2008). Informasi komposisi kimia tersebut bermanfaat bagi industri pangan untuk menentukan jenis bahan dan proses yang harus dilakukan agar diperoleh mutu produk yang sesuai dengan yang diinginkan.

2.2 Jagung putih

Deskripsi sederhana jagung putih adalah biji jagung tanpa perwarnaan pigmen kuning. Definisi yang lebih lengkap menyatakan bahwa endosperm biji jagung putih tidak hanya harus murni putih, tanpa pigmen kuning sama sekali, tetapi juga tanpa warna merah atau biru yang disebabkan pigmen antosianin dan coklat atau perubahan warna lain yang diakibatkan komponen flavonoid. Lapisan aleuron dan kulit juga harus bersih dan terhindar dari antosianin dan komponen flavonoid yang lain. Jagung putih yang diinginkan mempunyai biji besar dan seragam, punya atau hanya terdiri dari gigi-gigi yang ringan, mempunyai specific gravity tinggi, tidak ada yang retak dan bebas dari penyakit busuk terutama yang dapat menyebabkan akumulasi aflatoksin (Poneleit 2001).

(34)
[image:34.595.132.484.148.378.2]

dibandingkan jagung kuning. Sebagai hasilnya, jagung kuning dikonsumsi hanya pada musim kering, pada saat jagung putih tidak tersedia.

Gambar 2 Jagung putih dan kuning (Sumber

http://www.swallowtailgardenseeds.com/assets)

Tabel 3 Komposisi kimia jagung putih dan kuning (basis kering)

Komposisi kimia Jagung kuning pipilan a) Jagung putih pipilanb)

Protein (% bk) 9.5 10.36

Lemak (% bk) 4.3 4.9

Serat (% bk) 9.5 11.2

Kalsium (% bk) 0.03 0.008

Besi (mg/100 g) 3 2.16

Karotenoid total (mg/kg) 30 - Vitamin B1 (mg/100 g) 0.33 0.38 Sumber: a) Watson (1987)

b) hasil pengolahan data asiamaya.com (2009)

(35)

putih rata-rata 1.34 g/cm3, sedikit lebih tinggi daripada jenis jagung lain yaitu 1.3 g/cm3. True density yang tinggi merupakan indikator kekerasan dan diinginkan untuk penggilingan kering dan pemasakan dengan kapur (US Grain Council 2006).

2.3 Tepung jagung

Jagung dapat diproses lebih lanjut menjadi produk pangan diantaranya tepung jagung, minyak dan pati jagung. Tepung jagung merupakan salah satu produk jagung yang didapatkan dengan proses penggilingan kering dengan ukuran partikel kurang dari 0,193 mm (ayakan US no 75) (Serna-Saldivar et al. 2001). Menurut SNI 01-3727-1995, syarat ukuran partikel tepung jagung adalah minimal 99% lolos ayakan 60 mesh dan minimal 70% lolos ayakan 80 mesh. SNI 01-3727-1995 juga mensyaratkan kadar air maksimal 10%. Beberapa produk pangan yang terbuat dari tepung jagung antara lain adalah pancake, muffin, donat, roti,

breading, batter dan makanan bayi (Hansen & Van der Sluis 2004). Tepung jagung juga digunakan sebagai bahan baku sereal sarapan siap saji, makanan ringan dan sebagai bahan pengikat dalam pengolahan daging.

Pada prinsipnya penggilingan biji jagung menjadi tepung adalah proses pemisahan perikarp, endosperm dan lembaga dan dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran. Perikarp harus dipisahkan pada proses pembuatan tepung karena kandungan seratnya tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Pada proses pembuatan tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena tanpa pemisahan lembaga akan menyebabkan tepung mudah tengik. Tip cap atau bagian pangkal juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Partikel tip cap akan terlihat sebagai butir-butir hitam yang merusak warna tepung. Pada pembuatan tepung, endosperm merupakan bagian yang digiling menjadi tepung.

Proses pembuatan tepung jagung biasanya dilakukan dengan cara penggilingan kering (Yuan & Flores 1996). The North American Millers

Association dalam Hansen dan Van der Sluis (2004) menggolongkan

penggilingan jagung dengan metode kering menjadi tiga metode yaitu proses

(36)

pemasakan secara alkali (nixtamalization). Ketiga proses tersebut akan menghasilkan karakter tepung dan nilai gizi yang berbeda. Proses degerming

tempering paling umum dilakukan, dengan cara memisahkan bagian

endospermnya kemudian digiling, dikeringkan, dan diayak. Proses ini menghasilkan tepung jagung berukuran paling halus.

2.4 Pati jagung

Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan terutama karena mensuplai kebutuhan energi manusia dengan porsi tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri dari biji-bijian dan tanaman sumber pati lainnya. Dalam bentuk aslinya pati secara alami merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum serta permukaan granulanya (Jobling 2004).

Komponen utama biji jagung adalah pati, yaitu sekitar 72 sampai 73% dari berat biji. Karbohidrat lain berada sebagai gula sederhana seperti glukosa, sukrosa dan fruktosa dengan jumlah bervariasi antara 1 sampai 3% dari biji. Pati jagung terdiri dua polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Pada jagung jenis endosperm dent atau flint, jumlah amilosa 25 sampai 30%, sedang amilopektin mencapai 70 sampai 75%. Jumlah amilosa dan amilopektin bervariasi menurut jenis jagungnya (Sandhu et al. 2004). Pati jagung yang mengandung hampir 100% amilopektin menghasilkan produk dengan tekstur lebih stabil.

Berdasarkan data dan analisa Transmission Electron Microscope (TEM), telah diajukan beberapa model struktur kristalin pati (Gallant et al. 1997; Ridout

(37)
[image:37.595.87.511.113.672.2]

menunjukkan bahwa cincin semi kristalin terutama tersusun atas rantai amilopektin.

Gambar 3 Struktur internal dan organisasi granula pati (Gallant et al. 1997)

2.4.1 Amilosa

(38)

pati tidak diperoleh hasil hidrolisa yang sempurna. β-amilase menghidrolisa amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa.

Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi yang digunakan. Secara umum amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibanding amilosa dari pati biji-bijian. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iodine membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati.

Amilosa dapat terpisah dari granula yang mengembang di atas suhu gelatinisasi. Fraksi amilosa biasanya dapat diisolasi dengan cara leaching

(Hizukuri 1996), dengan cara dispersi dan presipitasi dan dengan metode ultrasentrifugasi (Majzoobi et al. 2003). Vorwerg et al. (2002) berhasil mengisolasi dengan metode kombinasi enzim untuk memecah cabang amilopektin diikuti pembentukan kompleks 1-butanol pada amilosa. Sifat-sifat umum dan fungsionalitas amilosa disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin

Sifat Amilosa Amilopektin

Struktur molekul Linear (α-1,4) Cabang (α-1,4; α-1,6) Berat molekul ~106 dalton ~108 dalton

Derajat polimerisasi 1500 – 6000 3x105 – 3x106 Kompleks helix Kuat Lemah Pewarnaan iod Biru Merah-ungu Larutan encer Tidak stabil Stabil

Retrogradasi Cepat Lambat

Sifat pembentuk gel Kaku, tak dapat balik Lunak, reversible

Sifat pembentuk film Kuat Lemah dan mudah patah Sumber: Chen (2003)

2.4.2 Amilopektin

Amilopektin merupakan komponen utama dari pati dan merupakan polisakarida terbesar. Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan

α-(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya.

(39)

ada pada amilopektin. Amilopektin secara dominan bertanggung jawab terhadap kristalinitas granula pati (Gallant et al. 1997).

Peranan enzim ß-amilase sangat bermanfaat dalam memberikan informasi struktur amilopektin. Enzim ini akan mendegradasi amilopektin secara tidak lengkap, menghasilkan 50-60% maltosa dan dekstrin dengan berat molekul tinggi yang mengandung semua ikatan antar (interchange linkage) dan bagian dalam molekul. Untuk mengetahui distribusi panjang rantai amilopektin biasanya dianalisa menggunakan HPLC (high performance liquid chromatography), SEC (size exclusion chromatography) dan high performance anion exchange chromatography (HPAEC). Rata-rata panjang rantai amilopektin adalah 18-24 (Hizukuri 1996).

2.5 Fermentasi spontan pada proses pengolahan serealia dan umbi-umbian

Menurut Steinkraus (2002) makanan terfermentasi adalah substrat makanan yang ditumbuhi mikroorganisme yang dapat dimakan, terutama amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi produk dengan flavor, aroma dan tekstur menyenangkan dan menarik bagi konsumen. Makanan terfermentasi mempunyai keunggulan lebih stabil selama penyimpanan, lebih aman dikonsumsi, serta meningkatnya nilai gizi dan daya terima pada konsumen. Makanan terfermentasi lebih aman dikonsumsi karena proses fermentasi dapat menghilangkan zat anti nutrisi dan racun yang biasanya terdapat pada bahan mentah dan diproduksi selama penyimpanan.

(40)

yang halus dengan kadar padatan sekitar 8% (Banigo dan Muller 1972). Uji dari Kenya merupakan produk yang serupa dengan ogi tetapi sebelum dicampur dengan air dan difermentasi dilakukan penggilingan terlebih dahulu. Slurry awal terdiri dari 30 % padatan yang kemudian difermentasi spontan selama 2 sampai 5 hari sampai menghasilkan 0.3 sampai 0.5 % asam laktat. Slurry kemudian diencerkan sehingga kadar padatan menjadi 4 sampai 5% dan ditambahkan 6% sukrosa untuk dikonsumsi (Gatumbi dan Muriru 1987).

Proses fermentasi spontan dilakukan dengan cara merendam bahan dalam air pada selang waktu tertentu dengan memanfaatkan mikroorganisme dari lingkungan. Selama proses perendaman tersebut terjadi perubahan sifat yang disebabkan adanya aktivitas bakteri antara lain adalah bakteri asam laktat (Hounhouigan et al. 1993a, Johansson et al. 1995). Menurut Hounhouigan et al. (1993a), Lactobacillus fermentum dan Lactobacillus brevis merupakan spesies utama yang ditemukan di mawe, adonan dari jagung yang difermentasi. Sedangkan Johansson et al. (1995) menyatakan bahwa Lactobacillus plantarum

merupakan mikroorganisme dominan yang berada pada ogi. Nago et al. (1998) menemukan 65 strain bakteri asam laktat yang diisolasi dari ogi yang berasal dari Benin, yang pada umumnya adalah lactobacilli yang bersifat heterofermentatif. Tiga spesies yang utama (sekitar 90%) adalah Lactobacillus fermentum biotype

cellobiosus, Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum; sedangkan yang lain adalah Lactobacillus curvatus dan Lactobacillus buchneri (6%). Sedangkan Akinrele (1970) mengidentifikasi Lactobacillus plantarum, Corynebacterium sp.

dan Aerobacter cloacae sebagai mikroorganisme yang dominan pada ogi Nigeria. Selain bakteri juga ditemukan adanya yeast pada proses fermentasi serealia (Nago et al. 1998, Hounhouigan et al. 1993b, Akinrele 1970). Menurut Nago et al. (1998) pada ogi dari Benin diisolasi 54 strain yeast, 41% merupakan spesies Candida, yang meliputi C. humicola dan C. krusei. Sebanyak 26% diidentifikasi sebagai isolat yeast Geotrichum; sedangkan isolat lain diidentifikasi sebagai Cryptococcus dan Trichosporan. Hounhouigan et al. (1993b) mengisolasi

Candida krusei dan Candida kefyr dari mawe. Sementara itu Akinrele (1970) mengisolasi Candida krusei, Rhodotorula spp, Saccharomyces cerevisiae dan

(41)

Proses fermentasi sereal dan ubi kayu menghasilkan beberapa perubahan sifat fisik dan fungsional produk yang dihasilkan. Menurut Subagio (2006), pada fermentasi ubi kayu, mikroorganisme yang tumbuh selama proses fermentasi akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan

dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi pelunakan granula pati. Proses pelunakan granula pati ini menyebabkan perubahan sifat fisik tepung yang dihasilkan berupa meningkatnya kemampuan membentuk gel, daya rehidrasi dan kemudahan melarut pada tepung serta naiknya viskositas adonan. Hounhouigan

et al. (1993b) menyatakan bahwa bakteri asam laktat yang bersifat amilolitik pada mawe dapat menurunkan densitas kamba dan viskositas adonan. Nago et al. (1998) menyatakan bahwa daya cerna protein secara in vitro pada ogi 20% lebih tinggi daripada tepung jagung biasa karena adanya enzim proteolitik dan atau dihasilkan oleh bakteri proteolitik. Menurut Lorri (1993) densitas energi adonan sereal yang difermentasi asam laktat sebesar 1.2 kkal/g, lebih tinggi 3 kali lipat daripada adonan sereal yang tidak difermentasi asam laktat pada kekentalan yang sama yaitu 0.4 kkal/g. Daya cerna protein secara in vitro pada sereal dengan kadar tannin tinggi meningkat dari 32 menjadi 40% sebelum fermentasi menjadi 41 sampai 60% setelah fermentasi asam laktat.

2.6 Sifat fisik tepung

Sifat fisik tepung dapat dipelajari menggunakan pendekatan pada sifat-sifat produk berbentuk bubuk. Karakterisasi sifat-sifat fisik produk berbentuk bubuk biasanya dilakukan pada dua tingkat, yaitu pada tingkat partikel dan pada tingkat

bulk (Peleg 1983). Sifat-sifat makanan berbentuk bubuk dalam bentuk bulk

(42)

Karakterisasi makanan berbentuk bubuk diperlukan untuk aplikasinya dalam quality assurance, desain proses dan pengembangannya. Penentuan sifat-sifat bubuk yang tepat dan akurat merupakan aspek penting dalam produksi bubuk.

2.6.1 Ukuran partikel

Ukuran partikel penting dalam evaluasi kualitas tepung, sifat tepung dalam pengolahan dan kenampakan produk-produk yang diproses dengan cara pemanggangan. Menurut Davies (2006) metode analisis ukuran partikel dibagi menjadi 6 kelompok yaitu (1) metode visual (misalnya dengan mikroskop optik dan mikroskop elektron); (2) metode pemisahan (misalnya pengayakan); (3) metode scanning stream; (4) metode scanning field (misalnya dengan fifraksi laser; (5) metode pengendapan; dan (6) metode permukaan (misalnya permeabilitas, adsorbsi). Diantara metode-metode tesebut, metode pengayakan paling sering digunakan untuk mengkarakterisasi ukuran tepung dalam proses penggilingan. Menurut Hoseney (1998), tepung diayak melewati ayakan dengan bukaan 136 μm. Sedangkan di Amerika Utara, tepung pada umumnya harus melewati ayakan dengan ukuran bukaan 112 μm, dressed flour 132 μm dan tepung kue 93 μm.

Tepung terigu diklasifikasikan ke dalam tiga fraksi yang berbeda menurut ukuran berbeda: (1) sel endosperm, bagian sel endosperm dan kelompok granula pati dan protein (diameter > 35 µm) dimana kadar proteinnya sama atau lebih tinggi daripada tepung itu sendiri; (2) granula pati besar dan kecil, sebagian mengikat protein (diameter 15 – 35 µm); dan (3) potongan-potongan kecil protein dan granula pati yang terpisah (diameter < 15 µm). Kadar protein pada fraksi (2) dan (3) bervariasi 0.5 sampai 2 kali lipat daripada tepung itu sendiri. Oleh karena itu pembagian ukuran partikel membuat jumlah protein dan pati dalam jumlah berbeda, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan tepung dengan sifat bervariasi dari satu tepung itu sendiri.

(43)

umumnya digunakan dua metode. Pertama, histogram yang menunjukkan %tase antara ukuran partikel tertentu berdasarkan beratnya, sedangkan kedua yaitu menggunakan distribusi kumulatif. Metode penentuan ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel sangat luas digunakan dalam industri karena kombinasinya mempengaruhi sifat fisik lain pada sistem powder seperti daya alir,

bulk density dan kemampatan. Karena tepung sereal pada umumnya mempunyai ukuran partikel yang beragam, perlu mendeskripsikan distribusi ukuran partikel. Distribusi ukuran parikel penting dalam analisa proses penanganan, pengolahan dan fungsionalitas.

2.6.2 Densitas kamba

Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik penting pada tepung sereal karena memainkan peran dalam penyimpanan, transportasi dan pemasaran (Barbosa-Carnovas & Yan 2003). Densitas kamba adalah massa partikel satu per unit volume tempat tertentu yang ditentukan dengan menimbang wadah dengan volume yang diketahui yaitu dengan membagi berat bersih bubuk dengan volume wadah. Karena bubuk dapat dimampatkan, densitas kamba juga dapat dinyatakan sebagai sifat yang spesifik yaitu loose density (pada waktu dituang), packed density (setelah vibrasi) atau compact density (sesudah dimampatkan). Hubungan antara densitas kamba (ρb) dan densitas partikel (ρs) diekspresikan sebagai:

ρb = (1-εp)(1- εb)ρs = (1-ε)ρs (Hoseney 1994)

dimana εp adalah porositas partikel, εb porositas bulk (rasio volume yang kosong antar partikel pada volume total) dan ε adalah porositas, didefinisikan sebagai rasio volume kosong (inter dan intra partikel) terhadap volume bubuk total.

(44)

2.6.3 Sifat alir

Sifat mengalir bubuk penting untuk mempelajari tingkah laku tepung terutama selama proses penanganan dan pengolahan, misalnya pada proses pencampuran, kompresi, pengemasan dan transportasi. Sifat alir bubuk harus dipelajari sebagai faktor kualitas bahan mentah yang bisa digunakan untuk mempertahankan keseragaman produk dan juga untuk menghindari kondisi yang memungkinkan terjadinya gangguan proses. Salah satu indikator untuk melihat kemampuan mengalir makanan berbentuk bubuk adalah berdasar sudut curahnya.

Sudut curah merupakan satu parameter curah dalam desain pengolahan bubuk, penyimpanan dan sistem penyampaian. Sudut curah ini tergantung kepada cara pembentukan bubuk (seperti pengaruh kecepatan) sehingga nilainya tidak selalu dapat dibandingkan. Dalam bubuk yang kohesive, pengukuran sudut curah kadang-kadang sulit karena bentuknya yang tidak beraturan. Sudut curah dapat digunakan sebagai indikator kemampuan mengalir. Besarnya sudut curah 10 derajat menunjukkan bubuk bersifat aerated, 10 sampai 30 derajat mengalir sangat baik, 30 sampai 45 derajat menunjukkan bubuk dapat mengalir bebas, 45 sampai 60 derajat hampir mengalir dan lebih dari 60 derajat kohesive dan tidak mengalir (Barbosa-Canovas &Yan 2003).

2.7 Sifat fungsional adonan

Karakterisasi sifat fungsional adonan diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat melalui profil gelatinisasinya. Profil tersebut didefinisikan dengan fenomena sebagai berikut:

(45)

heliks dapat memerangkap asam lemak dan menghambat pengembangan granula.

2. Pembentukan adonan merupakan fenomena yang mengikuti proses gelatinisasi pada pati yang dilarutkan. Hal ini termasuk pengembangan granula, keluarnya komponen molekuler dari granula dan pada akhirnya kekacauan total pada granula.

3. Retrogradasi berhubungan dengan jumlah percabangan. Ikatan H antara gugus OH pada amilosa dalam pati tergelatinisasi selama pendinginan menghasilkan retrogradasi. Air keluar dari struktur gel dan pati menjadi tidak larut. Pati dengan amilopektin tinggi tidak akan teretrogradasi saat dibekukan.

2.7.1 Gelatinisasi dan sifat adonan

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula diikuti berubahnya struktur granula dan hilangnya sifat kristalin. Sebelum granula berubah, beberapa bahan (terutama amilosa) mulai terpisah dari granula. Komponen-komponen yang terpisah meningkat dengan meningkatnya berat molekul dan lebih meningkat lagi dengan meningkatnya suhu (Prentice et al. 1992). Tetapi tidak semua amilosa terpisah selama gelatinisasi (Ellies et al. 1988). Perubahan morfologis granula pati selama pengembangan tergantung sifat alami pati. Kemampuan pembengkakan granula biasanya dihitung sebagai daya pengembangan (berat pengembangan granula yang tersedimentasi tiap gram pati kering) atau volume pengembangan (volume granula yang mengembang tiap gram pati kering) pada suhu tertentu (Konik et al. 2001). Sifat-sifat pengembangan pati tidak hanya tergantung pada sifat patinya tetapi juga tergantung pada kadar amilosa.

(46)

(i) Viskositas puncak (VP): viskositas maksimum yang dicapai selama proses pemanasan

(ii) Viskositas panas (Vpa): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC.

(iii) Viskositas panas 15 menit (Vpa15): viskositas yang dicapai pada suhu 95oC

setelah dipertahankan selama 15 menit

(iv) Viskositas dingin (VD): viskositas yang dicapai pada waktu pendinginan mencapai suhu 50oC

Selain itu ada sifat lain yang diperoleh dengan cara menghitung dari sifat-sifat di atas yaitu:

(i) Breakdown (BD) = VP – Vpa15

(ii) Setback (SB) = VD – VP

(iii) Rasio viskositas dingin:viskositas panas 15 =

15

Vpa VD

(47)
[image:47.595.135.457.86.391.2]

Gambar 4 Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi (Sumber: Sowbhagya dan Bhattacharya 2001)

Amilosa merupakan penyebab utama terjadinya retrogradasi dalam waktu singkat karena molekul amilosa terdiri dari rantai yang paralel. Retrogradasi dalam waktu lama ditunjukkan dengan rekristalisasi yang terjadi secara lambat pada bagian luar amilopektin (Daniel & Weaver 2000). Amilopektin yang terkristalisasi dalam gel yang teretrogradasi dapat meleleh pada suhu 55oC, sementara amilosa yang terkristalisasi suhu pelelehannya mencapai 130oC (Zhang & Jackson 1992).

(48)

2.7.2 Sifat rheologi

Rheologi merupakan ilmu yang mempelajari deformasi dan aliran bahan. Sifat rheologi bahan merupakan informasi penting tentang struktur dan sifatnya selama pengolahan dan dalam penggunaan. Menurut Vergnes et al. (2003) aplikasi pendekatan rheologi pada produk serealia pada umumnya mengalami kesulitan karena:

1. Produk sereal mempunyai formulasi sangat kompleks dengan beberapa komponen (pati, protein, air, gula, lipida) yang dapat berinteraksi dan mudah membentuk struktur yang lain, pati terdiri dua ma

Gambar

Tabel 2.  Distribusi komponen-komponen utama jagung
Gambar 2  Jagung putih dan kuning (Sumber
Gambar  3  Struktur internal dan organisasi granula pati (Gallant et al. 1997)
Gambar 4  Ilustrasi kurva sifat-sifat gelatinisasi (Sumber: Sowbhagya dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Thanks God for the blessing, mercy and compassionate given to the researcher, so that the researcher can accomplish this skripsi entitled “A Correlation between

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selalu memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Hasil penelitian ini juga berbeda dengan temuan Putri dan Muhammad (2006) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hal ini terjadi

“Pengaruh Budaya Sekolah, Kecerdasan Emosional, dan Pengelolaan Stres kerja terhadap Komitmen Organisasi Guru Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang sejak lama mengingatkan bahwa problem utama umat islam adala “problem ilmu pengetahuan” (The Probblem of Knowledge). Naquib al-Attas

G. Fichman, “Information Technology Diffusion: A Review of Empirical Research”.. 35 Dalam kaitan upaya mewujudkan masyarakat pedesaan menjadi bagian dari Masyarakat Informasi

Hasil analisis dalam penelitian kualitatif telah ditemukan adanya 18 faktor yaitu faktor sikap petugas BMT jujur, faktor layanannya cepat, faktor produk BMT sesuai

Perbedaan jumlah BAL total dalam retentat dan permeat ditunjukkan dengan kisaran rejeksi antara 99,97 – 99,99 % atau dengan kata lain efisiensi proses pemekatan