HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)
Oleh
Abdul Azis
C34103014
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
RINGKASAN
ABDUL AZIS. C34103014. Hidrokoloid Kappa-Karagenan sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera). Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan
JOKO SANTOSO.
Santan kelapa banyak sekali dimanfaatkan di berbagai bidang. Selain manfaatnya yang banyak, santan juga mudah sekali rusak akibat proses oksidasi dengan udara (ketengikan). Santan kelapa mudah sekali memisah antara fraksi air dan minyak, dan fraksi minyak berada di bagian atas yang memudahkan interaksi dengan udara dan menyebabkan oksidasi. Penambahan karagenan dapat menstabilkan santan sehingga aktivitas oksidasi dapat dikurangi.
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan karagenan sebagai penstabil santan. Mengetahui konsentrasi karagenan yang tepat dalam menstabilkan santan kelapa pada berbagai perlakuan. Mengetahui tingkat kestabilan santan kelapa dihubungkan dengan daya awet setelah penambahan karagenan.
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan konsentrasi karagenan yang tepat. Penelitian utama bertujuan menentukan efektivitas hidrokoloid karagenan sebagai penghambat kerusakan santan dengan menguji parameter viskositas, derajat putih, stabilitas, dan bilangan TBA (thiobarbituric acid).
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh konsentrasi santan terpilih berdasarkan uji organoleptik yaitu, santan kelapa tanpa penambahan air sebelum pengepresan (jenis A ) 0,5%, santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) 0,5 %, sedangkan pada santan kelapa sisa (ampas) jenis A dengan penambahan air 2:1 (jenis C ) sebesar 1%. Penambahan karagenan dalam santan kelapa memberikan nilai viskositas paling tingi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 146 cp pada santan jenis A, 74 cp pada jenis santan B, dan 58,6 cp pada santan jenis C. Nilai stabilitas santan jenis A tertinggi adalah penambahan karagenan 0,5% sebesar 81,11%, pada santan jenis B yaitu penambahan karagenan 0,5% sebesar 57,43%, dan stabilitas santan jenis C yaitu penambahan 1% sebesar 46,35%. Derajat putih pada santan kelapa jenis A dan jenis B sebelum penyimpanan paling tinggi sebesar 83,14% dan 81,00%, sedangkan santan jenis C nilai yang paling tinggi adalah penambahan BHT 200 ppt sebelum penyimpanan sebesar 81,59%. Penambahan karagenan dapat mempertahankan nilai TBA lebih baik dibandingkan dengan tanpa penambahan dengan mempertahankan bilangan TBA 0,0022 menjadi 0,0029 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan pada santan jenis A, 0,0013 menjadi 0,0018 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan pada santan jenis B, 0,0022 menjadi 0,0025 mg malonaldehida/kg setelah penyimpanan. Namun masih lebih baik penambahan BHT 200 ppt pada semua jenis santan.
HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Abdul Azis
C34103014
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul Skripsi : HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN
SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA
(
Cocos nucifera
)
Nama Mahasiswa : Abdul Azis Nomor Pokok : C34103014
Departemen : Teknologi Hasil Perikanan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. NIP. 19580511 198503 1 002
Pembimbing II
Dr. Ir. Joko Santoso, MSi. NIP.19670922 199203 1 003
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
HIDROKOLOID KAPPA-KARAGENAN SEBAGAI PENSTABIL SANTAN KELAPA (Cocos nucifera)
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Abdul Azis. Penulis dilahirkan di Pamekasan, 10 Novembember 1983 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Kafrawi dan Halima.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di SDN Waru Barat 4 dan menyelesaikan pendidikan selama 7 tahun (tidak naik kelas satu) dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Waru Pamekasan dan Alhamdulillah lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 pula penulis lulus seleksi masuk SMU Unggulan 3 Pamekasan dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima di program studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti
Briefing IPB SMU se-Madura oleh Keluarga Besar Mahasiswa Madura (Gasisma)
periode 2003-2004 sebagai koordinaor, Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi (Infokom) periode 2005-2006, “Seminar and Speed Training ESQ” oleh Forum
Komunikasi Mahasiswa Perikanan (FKM-C) sebagai Ketua Koordinator bagian Publikasi Dokumentasi dan Multimedia, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai Kepala Bidang Kreasi dan Inofasi Media (BKIMedia) periode 2007-2008. Penulis juga aktif di berbagai kegiatan akademik seperti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang ilmiah (lolos didanai Dikti) dengan judul "Peningkatan Kualitas Sabun Mandi Cair dengan Penambahan Karagenan” sebagai ketua tim, asisten pratikum mata kuliah Fisiologi Hewan Air periode 2005-2006, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan periode 2006-2007, asisten praktikum mata kuliah Teknologi Termal Hasil Perikanan periode 2006-2007.
Sebagai implementasi mata kuliah Kewirausahaan, penulis juga aktif membangun konsep dan aplikasi usaha di bidang komputer grafis, seperti membangun ANSkillcreative pada tahun 2005-2006. Bergabung dalam anggota
Bergabung dalam Salman Media Enterprise (SAME) sebagai desainer grafis dan multimedia pada tahun 2007-2008. Bergabung dalam manajemen PClounge internet café sebagai desainer grafis dan multimedia pada tahun 2008-sekarang. Membangun situs pribadi full animasi www.nabui.com sebagai salah satu koleksi portofolio dan business networking.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan pada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Hidrokoloid Kappa-Karagenan sebagai Penstabil Santan Kelapa (Cocos nucifera)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada :
1) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil. dan Dr. Ir. Joko Santoso, MSi. sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.
2) Ibu Ir. Nurjanah, MS. dan Ashadatun Abdullah SPi, MSi. sebagai dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.
3) Kedua orang tua, Ayahanda Kafrawi dan Ibunda Halima atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya. 4) Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MSi. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan, semangat dan perhatiannya serta telah bersedia mendengarkan keluh kesah selama menjalani hari-hari di IPB.
5) Saudara-saudaraku Mbak Leli dan Kak Hasan, adekku Taufik Hidayat dan Lila atas semangat, doa, perhatian, dan segala bantuannya.
6) Keluarga besar di Jakata Om Hamdan Prayogo, Mbak Iir, si kecil Salman Alkautsar, Zulfi, Juhar, Bibah, Alfin, Ahsan, Kak Zein atas dukungannya. 7) Rina Khairiani, Lintang, dan Dina atas semua kenangan pahit dan manis yang telah berlalu, terima kasih pula atas do’anya Insya Allah aku akan menggapai impianku.
8) Teman-teman di BKIMIPB, Anggota HIMASILKAN, Tim seminar and speed training ESQ FKM-C, kru ANSkill creative, kru Algin computer,
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan atas dorongannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9) Rekan-rekan THP angkatan 39, 40, 41, Sefri, Jno, Gea, Jeng Hilman, Syahrul, Trihadi, Lutfi, Gami, Rama, Dian, Tias, dll yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
10)Kakak kelas GASISMA (Keluarga Besar Mahasiswa Madura), Bpk. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS, Bpk Dr. Ir. Aris Munandar, MS, Bpk Burhan, Bpk. Cipto, Mbak Yuyun, Mas Hafi atas do’a dan bantuannya.
11)Bu Ema atas bantuan dan bimbingannya selama di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Hasil Perairan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrokoloid Karagenan ... 4
2.1.1 Pembuatan karagenan ... 4
2.1.2 Struktur dan sifat karagenan ... 6
2.1.3 Standar mutu karagenan ... 10
2.1.4 Aplikasi karagenan ... 11
2.2. Santan Kelapa ... 12
2.2.1 Bagian-bagian buah kelapa ... 12
2.2.2 Komposisi buah kelapa ... 12
2.2.3 Pengolahan kelapa ... 13
2.3. Stabilitas ... 14
2.4. Ketengikan ... 14
2.5. Antioksidan ... 15
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.2 Bahan dan Alat ... 17
3.3 Tahap Penelitian ... 17
3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 17
3.3.2 Penelitian utama ... 20
3.3.3 Prosedur analisis ... 21
1) Uji organoleptik (Rahayu 1998) ... 21
2) Viskositas (Marine Colloids 1984)) ... 21
4) Derajat putih (Anonim 2001) ... 22
5) Ketengikan (Rancidity) (Tarladgis 1960) ... 22
3.3.4 Rancangan percobaan dan analisis data ... 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Murni ... 26
4.2 Karakteristik Santan Kelapa ... 27
4.2.1 Uji organoleptik pada berbagai penambahan konsentrasi karagenan ... 28
4.2.1.1 Warna ... 28
4.4.1 Stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) 35
4.4.2 Stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) ... 36
4.4.3 Stabilitas santan kelapa dari ampas jenis santan A dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ... 37
4.5 Derajat putih santan kelapa ... 38
4.5.1 Derajat putih santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) ... 39
4.5.2 Derajat putih santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) ... 40
4.5.3 Derajat putih santan kelapa dari ampas jenis santan A dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ... 41
4.6 Bilangan TBA (Thiobarbituric acid) ... 42
4.6.1 Bilangan TBA santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) ... 43
4.6.2 Bilangan TBA santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) ... 44
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karagenan ... 9
2. Standar mutu karagenan ... 11 3. Komposisi kimia daging buah kelapa
pada berbagai tingkat kematangan ... 13 4. Kombinasi jenis santan dan konsentrasi karagenan
pada penelitian pendahuluan ... 18 5. Hasil karakterisasi karagenan ... 26 6. Viskositas santan kelapa pada semua perlakuan ... 32
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Diagram proses pembuatan tepung karagenan ... 5
2. Struktur molekul berbagai jenis karagenan ... 8
3. Kelapa dan bagian-bagiannya ... 12
4. Struktur kimia BHT (Butylated hydroxytoluene) ... 15
5. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 19
6. Diagram alir penelitian utama ... 20
7. Hasil santan dari ketiga jenis santan kelapa ... 27
8. Santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding. ... 33
9. Stabilitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan ... 34
10. Grafik stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A) ... 35
11. Grafik stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) 36
12. Grafik stabilitas santan kelapa sisa jenis A dengan penambahan air 2:1 (jenis C) ... 37
13. Hasil parutan kelapa yang digunakan sebagai sampel uji coba ... 38
14. Histogram derajat putih santan tanpa penambahan air (jenis A) ... 40
15. Histogram derajat putih santan dengan penambahan air 2:1 ... 40
16. Histogram derajat putih santan kelapa sisa jenis A dengan penambahan air 2:1 ... 41
17. Perlakuan teknis pada sampel uji TBA ... 42
18. Histogram nilai bilangan TBA pada santan kelapa jenis A ... 43
19. Histogram nilai TBA pada santan kelapa jenis B ... 45
20. Histogram nilai TBA pada santan kelapa jenis C ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman 1. Lembar penilaian (Scoresheet ) uji organoleptik ... 53
2. Uji Kruskal -Wallis terhadap bau, rasa, warna, penampakan,
dan homogenitas ... 54 3. Uji lanjut Multiple Comparison dengan post hoc Tukey
dan Dunken pada berbagai jenis santan kelapa. ... 56 4. Derajat putih santan kelapa ... 64 5. Nilai bilangan TBA (Thiobarbituric acid) ... 67
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karagenan merupakan komoditif industri yang penggunaannya semakin meluas dan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya industri-industri terutama industri dairy product (Fahmitasari 2004). Banyak
industri-industri makanan yang sudah menggunakan karagenan sebagai bahan tambahan untuk mendapatkan produk yang bernilai tinggi. Pasta gigi, sabun mandi cair, ice cream adalah contoh produk industri yang menggunakan
karagenan sebagai pengentalnya.
Karagenan adalah kelompok polisakarida linear bersulfat yang dapat dihasilkan dari alga merah (Rhodophyceae). Karagenan mempunyai kemampuan
yang unik yaitu dapat membentuk berbagai variasi gel pada temperatur ruang (kaku atau elastic dan keras atau lembut) dengan titik leleh yang tinggi atau rendah. Berdasarkan sifatnya, karagenan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental (thickener) dan bahan pembentuk gel (Food Chemical Codex
1981). Karagenan sebagai penstabil dapat mempertahankan konsistensi larutan yang memisah seperti lipida dan air. Kemampuan inilah yang kemudian bisa digunakan sebagai bahan untuk mempertahankan daya awet larutan yang diakibatkan oksidasi.
Santan merupakan bahan pangan yang digunakan oleh hampir semua rumah tangga dan beberapa industri pangan. Kegunaan santan untuk berbagai kebutuhan dalam bidang pangan makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Namun tingginya kebutuhan terhadap santan ini tidak diimbangi dengan daya awet santan akibat ketidakstabilan larutan santan.
Saat ini di pasaranpun sudah terdapat santan yang praktis, yaitu santan siap pakai dengan kekentalan yang cukup tinggi dan pengolahan kelapa menjadi tepung santan. Namun harga yang harus dikeluarkan untuk membuatnya cukup besar. Industri pembuatan kelapa parut kering skala kecil membutuhkan alat pengering yang berharga 10 juta rupiah (Mahmud et al. 2007). Santan yang ada
di pasaran memiliki kekentalan yang tinggi dan packaging yang kedap sehingga
menghambat kontak langsung dengan udara, berbeda jika dibandingkan dengan santan yang dibuat langsung oleh ibu-ibu rumah tangga yang biasanya tidak banyak diberi perlakuan setelah proses pemarutan.
Daya awet santan berhubungan dengan kandungan lipida dalam santan yang mudah teroksidasi sehingga menyebabkan ketengikan. Santan tersusun dari berbagai senyawa asam lemak dan jika terkontaminasi dengan udara dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Selain kandungan lipida santan juga mengandung air. Air dan lipida memisah, lipida berada pada bagian atas dan air berada pada bagian bawah. Akibat pemisahan partikel tersebut lipida yang berada pada bagian atas tersebut mudah sekali mengalami oksidasi karena kontak langsung dengan udara.
Pencegahan ketengikan biasanya dilakukan dengan menambahkan bahan antitengik (antioksidan). Bahan antitengik ada yang alami dan ada juga yang sintetik. Bahan baku dan proses pembuatan antioksidan alami cukup mahal. Rendemen atau hasil produksi juga tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan bahan baku yang digunakan. Akibatnya harga produknya jauh lebih mahal dibandingkan dengan antioksidan sintetis. Hal ini juga menjadi kelemahan lain dari penggunaan bahan tersebut.
1.2. Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan karagenan sebagai penstabil santan kelapa. Tujuan khusus adalah:
a) Mengetahui konsentrasi karagenan yang tepat untuk menstabilkan santan kelapa pada berbagai perlakuan.
b) Mengetahui tingkat kestabilan santan kelapa dihubungkan dengan daya awet setelah penambahan karagenan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hidrokoloid Karagenan
Hidrokoloid atau hidrofilik koloid dikenal juga dengan sebutan gum, merupakan polimer yang berukuran koloid, antara 10 Å sampai dengan 1000 Å yang menunjukkan sifat koloid dalam suspensinya (Fardiaz 1989). Pembentukan gel merupakan sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang (cross linking) dari rantai-rantai polimer membentuk jala kontinyu tiga dimensi,
selanjutnya jala ini dapat menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku. Beberapa koloid memberikan kekentalan yang tinggi pada konsentrasi yang sangat rendah, biasanya di bawah 1 % (Glicksman 1969). Ukuran molekul hidrokoloid yang besar dan adanya kemampuan untuk saling terikat dan tarik menarik antara komponen molekul mengakibatkan proses pengentalan dan pembentukan gel (Sweming 1999).
Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan baik yang alami maupun sintetik. Agar, karagenan, dan furselaran merupakan hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae), sedangkan
alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Secara alami terdapat
tiga fraksi karagenan yaitu kappa-karagenan, lamda-karagenan, dan iota
-karagenan (Anonim 2006a).
2.1.1. Pembuatan karagenan
drum dryer), grinder (mill), dan pengepakan (Istini 2007). Diagram alir proses
pembuatan karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses pembuatan tepung karagenan Okazaki (1971) dalam
Istini (2007).
Proses pengolahan karagenan melalui tahapan sebagai berikut (Okazaki 1971
dalam Istini 2007):
1) Bahan baku pembuatan karagenan adalah rumput laut Rhodophycea yang
telah mengalami pengolahan awal (pencucian dan pengeringan).
2) Rumput laut yang sudah bersih dan kering sebelum diolah perlu dilakukan pencucian lagi. Pencucian dengan air tawar dapat dilakukan dengan drum berputar yang berlubang dan ke dalamnya disemprotkan air sehingga kotoran-kotoran akan lepas.
3) Rumput laut yang telah mengalami pencucian tadi dibuat alkalis dengan menambahkan suatu basa berupa larutan NaOH, Ca(OH)2 atau KOH, sehingga pH mencapai sekitar 9 – 9,6.
5) Hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dan residu (kotoran-kotoran yang terdiri dari rumput laut yang tidak larut).
6) Pemisahan dilakukan dengan penyaringan yang menggunakan filter aid.
Filtrat yang keluar berupa larutan yang mengandung 1 % karagenan, dan residunya dibuang.
7) Larutan yang mengandung 1 % karagenan dipekatkan menjadi 3 % dengan jalan menguapkan airnya dalam suatu evaporator pada suhu 100 °C pada tekanan 1 atm.
8) Larutan hasil pemekatan ditambah dengan larutan centrifuge, larutan
direcovery dan ditambahkan karbon aktif untuk menghilangkan warna dari
larutan. Larutan dan karbon aktif dipisahkan dengan filtrasi. Larutan hasil filtrasi digunakan kembali untuk proses pembentukan endapan karagenan. 9) Serat karagenan yang terbentuk sebagai endapan kemudian dikeringkan
dalam suatu drum dryer pada suhu 250 °C. Serat karagenan yang sudah
kering dihancurkan dengan alat penghancur (discmill) sehingga diperoleh
karagenan powder. Karagenan powder ini siap untuk dikemas dalam drum
plastik atau dalam kantong-kantong polyethylene.
2.1.2. Struktur dan sifat karagenan
Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari Jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan
sulfatnya, karagenan mengandung minimal 18 % sulfat, sedangkan agar-agar hanya mengandung sulfat 3- 4 %, (Food Chemical Codex 1974 dalam Anonim
2007b).
Menurut Hellebust dan Cragie (1978), karagenan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut merah dibandingkan dengan komponen yang lain. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register,
Karagenan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α -D-galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya. Kappa karagenan tersusun dari α (1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karagenan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa, sehingga derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996).
Karagenan komersial memiliki kandungan sulfat 22-38 % (w/w). Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Di pasaran karagenan ditemukan dalam 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined
karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang
banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Karagenan semi-refined mengandung
lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined
karagenan (2 %) (Fahmitasari 2004). Selain galaktosan dan sulfat, residu karbohidrat lain (seperti xylosa, glukosa, dan asam uronat) dan senyawa penggantinya (seperti metil eter dan golongan piruvat) juga terdapat pada karagenan (Knutsen et al. 1994 dalam van de Velde dan Gerhard 2004). Struktur
Gambar 2. Struktur molekul berbagai jenis karagenan (Chaplin 2007)
Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Proses pembentukan gel tidak memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-thawing yang berulang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan
menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Karagenan merupakan salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental alami menggantikan bahan pengental sintetik golongan alkanolamide (Winarno 1996).
Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, kappa: 25-30 %, iota: 28-35 %, dan lambda: 32-38 %. Kappa dan iota larut dalam air panas (70 oC), sedangkan lambda bisa larut dalam air dingin. Karagenan bisa larut dalam susu dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman dan makanan. Dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling-agent dan pengental
Tabel 1. Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karagenan
Parameter Kappa Iota Lambda
Ester sulfat 25- 30 % 28-35 % 32-39 %
3,6-anhidro-galaktosa 28-35 % - 30 %
K
Air dingin Larut Na+ Larut Na+ Larut dalam
semua garam
Larutan gula Larut (Panas) Susah larut Larut (panas)
Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas)
Pelarut organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut
G
Tipe gel Rapuh Elastis Tidak
membentuk gel
S
tab
il
it
as pH netral dan basa Stabil Stabil Stabil
Asam (pH 3,5) Terhidrolisis Terhambat dengan
panas Terhidrolisis
Sinergitas dengan locust
bean gum Tinggi Tinggi Tinggi
Stabilitas thawing Tidak stabil Stabil Tidak stabil
Sumber : Glicksman (1983)
Sifat-sifat kandungan kimia karagenan ditentukan oleh kelarutan, viskositas, kekuatan gel, dan stabilitasnya. Karagenan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan (Fahmitasari 2004). Karagenan tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak. Kelarutan dalam air bergantung pada struktur karagenan, media, dan suhu. Kappa dan iota merupakan jenis karagenan yang dapat membentuk gel. Pembentukan gel terjadi saat rantai dari satu karagenan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk
jaringan tiga dimensi; sedangkan untuk lambda karagenan tidak membentuk gel (Bubnis 2000 dalam Anonim 2008).
Sifat-sifat kappa karagenan menurut FMC Biopolymer (2007) adalah: a. Larut dalam air panas.
b. Penambahan kalium dapat meningkatkan pembentukan gel yang rapuh dan tahan lama; dan meningkatkan suhu pelelehan dan pembentukan gel. c. Menghasilkan gel yang kuat dan kaku, membentuk heliks dengan ion K+.
Kandungan ion Ca++ dalam karagenan menyebabkan heliks membesar, sehingga gel berkontraksi dan menjadi rapuh.
d. Membentuk gel yang opaque, dan semakin jernih dengan penambahan
gula.
e. Mengandung sekitar 25 % ester sulfat dan 34 % 3,6-anhidrogalaktosa. f. Larut dalam pelarut yang larut dalam air, seperti alkohol dan asam asetat. g. Tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik.
2.1.3. Standar mutu karagenan
Berdasarkan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry)
dalam van de Velde dan Gerhard (2004), nama kode untuk kappa, iota dan lambda karagenan adalah, Carrageenose 4’-sulphate (G4S-DA) (kappa-karagenan), Carrageenose 2,4’-sulphate (G4S-DA2S) (Iota-karagenan), dan Carrageenose 2,6,2’-trisulphate (G2S-D2S,6S) (lambda-karagenan) (Anonim 2006b).
Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan FAO/ WHO Specification. Tepung karagenan mempunyai standar 99 % lolos saringan 60
Tabel 2. Standar mutu karagenan
Spesifikasi FCC FDA FAO
Kadar air (%) Maks. 12 - Maks.12
Sulfat (%) 18-40 20-40 15-40
Abu (%) Maks. 35 - 15-40
Abu tak larut asam (%) Maks.1 - Maks. 1
Bahan tak larut asam (%) - - Maks. 2
Timbal (ppm) Maks.4 - Maks. 10
Viskositas 1,5 % sol (cP) Min.5 Min.5 Min. 5 Sumber : Purnama (2003)
2.1.4. Aplikasi karagenan
Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk seperti pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi, dan pembentuk tekstur emulsi. Karagenan dapat diaplikasikan terutama dalam produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, dan produk susu. Saat ini
karagenan bahkan diaplikasikan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, pakan ternak dan lain sebagainya (Suptijah 2002). Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan (Anonim 2006a).
2.2. Santan Kelapa
Buah kelapa muda merupakan salah satu produk yang bernilai ekonomi dan bergizi tinggi. Air kelapa di samping sebagai minuman segar, juga mengandung bermacam-macam mineral, vitamin dan gula sehingga dapat dikategorikan sebagai minuman ringan yang bergizi (Koswara 2007).
2.2.1. Bagian-bagian buah kelapa
Buah kelapa terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung (endocarp), daging buah (endosperm), dan air buah. Santan kelapa di peroleh dari
daging buah kelapa. Komposisi daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah (Ketaren 2005). Bagian-bagian kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kelapa dan bagian-bagiannya (Ketaren 2005)
Daging buah kelapa adalah bagian yang paling banyak digunakan untuk produk pangan. Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber minyak dan protein yang penting, dan dapat diolah menjadi kopra, minyak dan santan (Koswara 2007).
2.2.2. Komposisi buah kelapa
tige molekul asam lemak jenuh, 12 % trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4 % trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Koswara- 2006). Komposisi kelapa berdasarkan umur buah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis (dalam 100g) Buah muda
Buah
Sumber: Thiem (1986) dalam Ketaren (2005)
Rasa gurih santan disukai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Untuk mendapatkan rasa yang gurih pembuatan santan kelapa dalam pangan biasanya dengan menambah air sebanyak setengah dari volume parutan kelapa. Hampir semua masakan khas Indonesia selalu menggunakan santan, misalnya rendang, sayur lodeh, kolak, kari, opor, kue-kue, dan nasi uduk (Koswara 2006).
2.2.3. Pengolahan kelapa
Santan cair adalah produk cair yang diperoleh dengan menyaring daging buah kelapa (Cocos nucifora) dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
Teknologi ini memberi peluang bisnis kelapa muda terutama di kota-kota besar (Anonim 2007b).
2.3. Stabilitas
Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata. Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif. Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil (hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim 2008).
Sifat stabilitas ini terkait dengan sifat kelarutan karagenan. Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus estersulfatnya. Jenis sodium pada umumnya lebih mudah larut, sedangkan jenis potasium lebih sukar larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan (Purnama 2003).
2.4. Ketengikan (Rancidity)
Minyak atau lemak merupakan trigliserida yang terdiri dari satu gliserol dan tiga gugus asam lemak. Jenis asam lemak ini bermacam-macam tergantung dari jumlah karbon (C) yang dimiliki (panjang pendeknya rantai) dan jenis ikatan antar karbon. Asam lemak ini mudah mengalami perubahan oleh adanya reaksi dengan oksigen sehingga menghasilkan ketengikan yang tidak dikehendaki (Wahid 2007).
Tipe ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu: 1). ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity); 2). ketengikan oleh enzim
(enzymatic rancidity); dan 3). ketengikan oleh proses hidrolisis (hidrolitic rancidity). Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh pada asam lemak. Pada suhu
lemak dibiarkan kontak dengan udara (Ketaren 2005). Batas maksimum kadar TBA untuk hasil pertanian adalah 1-2 mg malonaldehida/kg (Chen et al. 1996).
2.5. Antioksidan
Antioksidan ada yang sintetis dan ada yang alami. Salah satu contoh dari antioksidan sintetis adalah BHT (Butylated hydroxytoluene) (Wahid 2007).
Antioksidan yang berasal dari bahan sintetis memiliki sifat pencegahan ketengikan yang lebih tahan lama dan stabil, terutama pada suhu dan cahaya yang ekstrim. Namun dari sudut kesehatan, bahan tersebut bisa mendatangkan efek negatif, seperti munculnya penyakit kanker dan gangguan liver, terutama untuk penggunaan di atas ambang batas. Berdasarkan FDA (Food Drugs Administration) batas maksimum penggunaan BHT sebesar 200 ppt (Helmenstine
2001). Struktur kimia BHT dapat dlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur kimia BHT (Butylated hydroxytoluene)
(http://chemistry.about.com)
Karakteristik BHT secara kimia dikenal sebagai 3,5-di-tert
-butyl-4-hydroxytoluene, methyl-di-tert-butylphenol, atau 2,6-di-tert-butyl-para-cresol
dengan susunan rantai karbon dan berbentuk serbuk putih. BHT dapat menghambat reaksi oksigen dengan lemak, biasanya digunakan sebagai zat aditif. BHT biasanya digunakan pada lemak dan minyak, bahan kosmetik, dan obat-obatan (Helmenstine 2001).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksankan pada bulan November – Desember 2007. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan di Laboratorium Fisika-Kimia Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Penelitian utama dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tepung
refined kappa karagenan, antioksidan BHT, buah kelapa, air, HCl 4M, pereaksi
TBA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain parutan kelapa, golok, mesin parut kelapa, waring blender, alat destilasi (destilation apparatus),
dan spektrofotometer, minolta chroma meter, heater, gelas kimia, gelas ukur,
pipet, timbangan meja, viskometer Brookfield LV.
3.3. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi karagenan yang tepat sebagai penambah santan kelapa. Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kemampuan kappa-karagenan sebagai penstabil kemudian dibandingkan dengan pengawet (antioksidan sintetis), santan kelapa tanpa penambahan, dan produk komersil sebagai pembanding.
3.3.1. Penelitian pendahuluan
Bagian yang kedua, santan kelapa ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 yang kemudian disebut sebagai santan jenis B. Sisa ampas santan jenis A ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 kemudian dilakukan pengepresan, hasil santan kelapa ini yang kemudian disebut sebagai santan kelapa jenis C. Langkah selanjutnya adalah mencampur kombinasi karagenan yang akan digunakan sesuai takaran konsentrasi yang telah ditentukan, yaitu 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % tepung karagenan. Kombinasi perlakuan santan kelapa dengan penambahan konsentrasi karagenan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kombinasi jenis santan dan konsentrasi karagenan pada
A* = Santan kelapa jenis A yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik B* = Santan kelapa jenis B yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik C* = Santan kelapa jenis C yang terpilih setelah dilakukan uji organoleptik
Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 70 oC, hal ini dilakukan untuk melarutkan tepung karagenan sehingga karagenan dengan santan
bercampur (Glicksman 1983). Setelah dipanaskan dalam waktu 1-3 menit dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji organoleptik pada parameter bau, rasa, warna, penampakan, dan homogenitasnya. Nilai terbaik pemilihan panelis pada berbagai konsentrasi karagenan pada masing-masing jenis santan kelapa akan digunakan pada penelitian utama. Diagram alir penelitian pendahuluan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.
3.3.2. Penelitian utama
Langkah selanjutnya dilakukan komparasi dengan menambahkan karagenan sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian pendahuluan, menambahkan 200 ppt BHT (Butylated hidroxytoluene), dan santan kelapa yang
tidak diberikan perlakuan pada masing-masing jenis santan.
Besarnya konsentrasi karagenan yang digunakan disesuaikan dengan konsentrasi terpilih pada uji organoleptik di penelitian pendahuluan pada masing-masing jenis santan. Langkah selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 70 0C selama 1-3 menit. Setelah dipanaskan dibiarkan sampai dingin kemudian dilakukan uji viskositas, stabilitas, dan ketengikan (bilangan TBA). Uji yang dilakukan melibatkan juga penggunaan santan komersil sebagai pembanding. Uji dilakukan dua kali yaitu uji yang dilakukan langsung setelah pendinginan dan uji yang dilakukan setelah penyimpanan pada suhu ruang. Diagram alir proses penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 6.
3.3.3. Prosedur analisis
1) Uji organoleptik (Rahayu 1998)
Sampel sebanyak 80 ml dimasukkan ke dalam tabung 100 ml transparan kemudian sampel diberi label dari a-j, pelabelan dilakukan secara acak pada perlakuan sampel. Kemudian sampel diletakkan di atas meja tes organoleptik. Sebanyak dua puluh panelis semiterlatih akan menilai secara subyektif sampel yang ada. Panelis secara bergiliran akan menilai bau, rasa, warna, penampakan dan homogenitas dari sampel yang ada.
Uji subyektif skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Parameter yang diuji pada penelitian pendahuluan adalah santan dengan konsentrasi karagenan 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % pada ketiga jenis santan kelapa.
2) Viskositas (Marine Colloids 1984)
Sampel yang diuji disiapkan dan ditempatkan pada sebuah wadah silender berdiameter ± 4 cm dan tinggi ± 10 cm. Setelah itu dilakukan pemilihan spindel sesuai dengan kebutuhan sampel yang diuji, yaitu spindel 4. Spindel terpilih dipasang pada alat dan santan mulai diukur dengan menyalakan alat pada kecepatan 6 rpm. Pembacaan skala dilakukan setelah jarum berputar 6x. Baru setelah itu didapatkan nilai viskositas dari santan yang diuji dari pembacaan nilai yang tertera pada viskometer brookfield.
3) Stabilitas (Sutter 1981)
Analisis stabilitas santan diukur dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Sutter (Obrin 1996). Prinsip analisis stabilitas adalah mengukur persentase suspensi pada santan.
zat yang berbentuk emulsi. Pengukuran dilakukan terus menerus setiap 15 menit sampai santan kelapa rusak (tidak bisa digunakan) yaitu selama 48 jam.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran tinggi awal dan tinggi pada pengamatan dibandingkan kemudian dibuat persentasenya. Persentase diukur dengan mengukur tinggi bagian emulsi dengan tinggi santan secara keseluruhan pada pengamatan waktu tertentu. Setelah pengukuran selama 48 jam selesai maka diperoleh nilai tinggi perpindahan emulsi pada waktu tertentu setiap 15 menit. Besarnya stabilitas dinyatakan dalam persen dengan menggunakan rumus di bawah ini.
4) Derajat putih (Anonim 2001)
Sampel disiapkan dan diletakkan pada cawan petri sebanyak 100 ml secara merata. Masing-masing sampel tersebut dianalisa derajat putihnya menggunakan alat Minolta Chroma Meter. Kalibrasi alat dilakukan dengan menembakkan
sensor ke white calibration white. Sensor kromameter ditembakkan pada sampel
yang diujikan yaitu santan kelapa dengan tiga perlakuan. Kemudian dari sensor tersebut akan tercetak nilainya yaitu L, a, dan b. Hasil nilai L, a, dan b tersebut dikonversikan menjadi nilai derajat putih dengan rumus :
Whiteness (%) = 100 – [(100-L)2 + (a2 + b2)]0.5
Nilai L menyatakan lightness sample, semakin tinggi nilai L maka sampel
semakin terang. Semakin tinggi nilai a maka warna sampel semakin merah, sedangkan jika nilai a semakin rendah maka warna sampel semakin hijau. Semakin tinggi nilai b maka warna sampel semakin kuning, sedangkan jika nilai b semakin rendah maka warna sampel semakin biru.
5) Ketengikan (Rancidity) (Tarladgis et al. 1960)
Salah satu uji untuk menentukan ketengikan suatu bahan adalah TBA (Thiobarbituric Acid). Metode Tarladgis et al. (1960) merupakan salah satu uji
untuk menentukan ketengikan (rancidity) dari lemak. Prinsip kerjanya
intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur pada spektrofotometer.
Malonaldehid merupakan hasil oksidasi lipida (Apriyantono et al. 1989).
Sampel santan kelapa yang sudah dimodifikasi pada berbagai perlakuan diambil sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam Warring blender.
Sampel dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu destilasi 1000 ml. Sebanyak 1,5 ml HCl 4N (1 bagian HCl pekat dalam dua bagian air) ditambahkan sampai pH menjadi 1,5. Batu didih dan bahan pencecah buih (antifoam) ditambahkan sedikit dan selanjutnya labu destilasi dipasangkan pada alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan setinggi mungkin sehingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml selama pemanasan 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk, disaring dan dipindahkan sebanyak 5 ml kedalam labu Erlemeyer 50 ml yang memiliki penutup kemudian ditambahkan 5 ml reagen TBA. Reagen TBA terdiri dari larutan 0,02 M Thiobarbituric acid dalam 90 % asam asetat glasial. Larutan
diaduk dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih selanjutnya didinginkan. Absorbsi dibaca dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dengan menggunakan prosedur yang sama tanpa penambahan sampel.
3.5. Rancangan Percobaan dan Analisa Data (Steel dan Torrie 1993)
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan dua kali pengulangan pada faktor konsentrasi tepung karagenan yang terdiri dari tiga level, yaitu 0,5 %, 0,75 %, dan 1 %.
Model rancangannya adalah :
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan faktor konsentrasi tepung karagenan level ke-i pada suatu percobaan individu ke-j
σ = Nilai rata-rata pengamatan
Ai = Pengaruh faktor besarnya konsentrasi tepung karagenan pada level ke-i (i = 0,5%, 0,5%, 1%)
Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Faktor konsentrasi tepung karagenan tidak signifikan H1 : Faktor konsentrasi tepung karagenan signifikan
Data hasil uji organoleptik diuji statistik nonparametrik Kruskall-Wallis
dengan menggunakan software SPSS for Windows. Uji Kruskall-Wallis ini
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dan ranking. Apabila hasil analisa menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk
mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diukur/dianalisis.
Menurut Steel dan Torrie (1991) langkah-langkah perhitungan statistik
Kruskall Wallis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1) Merumuskan H0 dan H1 2) Perankingan
3) Membuat tabel ranking
4) Menghitung jumlah T(t-1)(t+1)
5) Menghitung faktor koreksi atau pembagi
6) Menghitung H
7) Menghitung H’
8) Melihat X2 tabel dengan α : 0,05 db (v) = k-1
Jika X2 hitung > X2 tabel = tolak H0 = uji lanjut Multiple Comparison Jika X2 hitung < X2 tabel = gagal tolak H
0 Keterangan :
T = (t-1)(t+1)
ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan
Pembagi 1 n 1 n 1 nT
H’ =
∑
3(n+1)
H’ =
R
"= jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
t = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi
Hasil yang berbeda nyata diuji dengan uji lanjut Multiple Comparison
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
R$" = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-i
R$% = Rata-rata ranking dalam perlakuan ke-j
N = Banyaknya data K = Banyaknya perlakuan n" = Jumlah data perlakuan ke-i
n% = Jumlah data perlakuan ke-j
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Fisiko-Kimia Karagenan Murni
Karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil penelitian Maryana (2008) dan berwarna putih kekuningan. Tabel 5 menunjukkan karakteristik karagenan murni yang dihasilkan.
Tabel 5. Hasil karakterisasi karagenan
Parameter Standar mutu Karagenan murni (Kappaphycus alvarezii)
Derajat putih (%) - 38,89 ± 0,04
Kekuatan gel (g/cm2) Min. 1200* 490 ± 17,68
Viskositas (cPs) Min. 50* 180,50 ± 0,71 Kadar sulfat (%) 15-40** 15,16 ± 018
Keterangan *) : Anonim (2008) **) : FAO (1992)
Warna kecoklatan pada karagenan bisa disebabkan masih adanya selulosa, pigmen fikoeritin dan fikosianin. Selain sebagai komponen yang tidak larut air, selulosa juga menyebabkan karagenan menjadi keruh (Imeson 2000). Bila kadar selulosa pada karagenan rendah, maka mutu karagenan yang dihasilkan makin baik.
Kekuatan gel sebesar 490 g/cm2 menunjukkan bahwa karagenan yang digunakan dibawah standar, yaitu 1200 g/cm2. Kappa karagenan menghasilkan gel yang kompak tapi rapuh dan stabilitasnya pada thawing rendah. Adanya
selulosa pada produk akhir dapat mengakibatkan gel yang terbentuk makin rapuh (Imeson 2000). Penggunaan NaOH pada proses ekstraksi berhubungan erat dengan kemampuan karagenan membentuk gel, karena Na+ membantu pembentukan jaringan tiga dimensi yang merupakan dasar dari pembentukan gel pada karagenan (Nussinovitch 1997).
semakin tinggi viskos
kositas karagenan dari Kappaphycus alvarezii
uhu 40-60 oC (Imeson 2000).
n sulfat 15,16 % dari karagenan murni yang di O. Kandungan sulfat yang tinggi menyebabka
gus semakin banyak, sehingga rantai poli kat korelasi antara viskositas dengan kadar sul ndungan sulfat tinggi, maka rantai polimer akan se
juga semakin tinggi. Glicksman (1969) men t terhadap kekuatan gel berhubungan denga puan pembentukan gel menurun.
k Santan Kelapa
n pendahuluan dilakukan untuk menentuka pat pada berbagai jenis santan kelapa. Jenis n karagenan antara 0,5-1 % (Towle 1973),
bahan karagenan akan berpengaruh terhadap kan. Konsentrasi karagenan lebih dari 1 % aka ental dan kurang cocok untuk larutan seperti sant lapa yang dihasilkan setelah ditambahkan ka
0,75 %, 1 % tidak jauh berbeda dengan sebelum n kelapa yang dihasilkan tampak berwarna putih
yang beragam tergantung dari jenis santan ke segar dan gurih. Santan kelapa hasil berbagai
r 7.
(b) Hasil dari ketiga jenis santan kelapa (a) Santan
(b) Santan kelapa jenis B; (c) Santan kelapa je
Ketiga jenis santan tersebut ditambahkan karagenan dengan konsentrasi 0,5 % , 0,75 %, dan 1 %. Untuk mendapatkan konsentrasi yang disukai oleh panelis dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan skala hedonik. Uji organoleptik merupakan pengujian terhadap suatu materi/ benda/ sampel dengan menggunakan indera penglihatan, penciuman, dan pencicipan (Rahayu 1998). Uji dilakukan pada panelis semiterlatih yang terdiri dari 20 orang. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan uji hedonik pada parameter bau, rasa, warna, penampakan, dan homogenitas.
4.2.1. Uji organoleptik pada berbagai penambahan konsentrasi karagenan Uji organoleptik dilakukan secara subyektif untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk dan mengetahui kelebihan (suka, tidak suka, atau netral). Uji ini untuk menilai penerimaan panelis terhadap kesukaan parameter warna, penampakan, aroma, rasa, dan homogenitas terhadap penambahan berbagai konsentrasi karagenan pada santan kelapa.
4.2.1.1 Warna
Mutu bahan pangan pada umumnya bergantung pada faktor cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, faktor warna secara visual akan tampil lebih dulu (Winarno 1997). Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi jika memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985).
sesudah penyimpanan dengan nilai rata-rata sebesar 4,68 yang berarti panelis agak menyukainya. Penambahan karagenan 0,5 % pada tiap jenis santan memberikan nilai terbaik pada warna, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan tergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan (Fahmitasari 2004). Penilaian panelis terhadap warna lebih dipengaruhi oleh warna buah kelapa yang digunakan dari pada penambahan karagenan, karena karagenan yang digunakan hanya 0,5 % dan warnanya juga putih kekuningan.
4.2.1.2 Penampakan
4.2.1.3 Aroma
Aroma merupakan hasil penciuman panelis terhadap produk. Hasil uji kesukaan terhadap aroma pada santan kelapa jenis A, menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 5,25. Pada santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,5 % sebesar 4,40. Santan C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu aroma santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 1 % sebesar 4,56 yang berarti panelis agak menyukainya. Aroma pilihan panelis pada sntan kelapa jenis A dan B yang terbaik adalah penambahan karagenan 0,5 %, sedangkan santan jenis C penambahan karagenannya sebesar 1 %. Penambahan karagenan 0,5 % dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air/ minyak (Anonim 2006b). Larutan yang stabil tidak akan mudah tengik sehingga aroma santan kelapa yang dihasilkan tidak berbau tengik.
4.2.1.4 Rasa
panelis agak menyukainya. Penambahan karagenan juga memberikan rasa yang kenyal karena dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Sehingga rasa yang dihasilkan dengan penambahan karagenan 05 % dapat mengakibatkan santan terasa kenyal dan halus tidak kasar dan berserat kasar.
4.2.1.5 Homogenitas
Homogenitas merupakan kemampuan larutan untuk dapat bercampur merata (Anonim 2008). Hasil uji Kruskall Wallis kesukaan terhadap homogenitas pada santan kelapa jenis A menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap homogenitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,75 % sebesar 4,78 yang berarti panelis agak menyukainya. Pada santan kelapa jenis B menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap mutu rasa santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 0,75 % sebesar 4,40. Santan jenis C menunjukkan penambahan karagenan sebesar 0,5 %, 0,75 %, dan 1 % berbeda nyata terhadap homogenitas santan kelapa sebelum dan sesudah penyimpanan dengan nilai terbaik pada penambahan karagenan 1 % sebesar 4,56 yang berarti panelis agak menyukainya. Pada santan jenis C panelis lebih menyukai penambahan karagenan sebesar 1 %. Penambahan karagenan 1 % akan lebih memberikan penampakan lebih kental karena karagenan berfungsi membentuk gel pada santan kelapa yang kadar airnya lebih tinggi (jenis C).
air 2:1 kandungan santannya sudah sedikit sehingga cairan santan yang dihasilkan memiliki viskositas yang rendah. Kondisi seperti ini membutuhkan penambahan karagenan yang lebih banyak untuk mendapatkan konsentrasi santan yang baik, sehingga penambahan karagenan 1 % mendapat penilaian terbaik panelis. Penetapan konsentrasi karagenan yang digunakan berdasarkan nilai terbaik kolektif dari parameter uji kesukaan panelis. Sifat karagenan sebagai pembentuk gel yang fleksibel juga dapat dipakai sebagai penstabil dan pengental. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karagenan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk), dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini karagenan dapat digunakan pula sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel (Skensved 2004).
4.3. Viskositas Santan Kelapa
Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise =100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan (FMC Corp. 1977). Nilai viskositas pada berbagai jenis santan dan berbagai perlakuan termasuk pembanding dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Viskositas santan kelapa pada semua perlakuan
Jenis santan kelapa Perlakuan penambahan Nilai viskositas (cp)
A 0,5% karagenan 146
200 ppt BHT 80,5
Tanpa penambahan 144
B 0,5% karagenan 74
200 ppt BHT 61
Tanpa penambahan 62
C 1 % karagenan 58,6
200 ppt BHT 57,5
Tanpa penambahan 58
Santan komersil - 150
Keterangan :
A = Santan kelapa tanpa penambahan air B = Santan kelapa dengan penambahan air 2:1
Secara keseluruhan santan kelapa jenis A memiliki viskositas paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis yang lain. Santan jenis A tidak ditambahkan air, air hanya berasal dari daging buah kelapa. Kadar air pada daging buah kelapa bisa mencapai 46,9 % (Ketaren 2005). Makin banyak kadar air dalam santan makin menurun viskositasnya. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Namun, lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol, yaitu santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding dengan nilai viskositas sebesar 150 cp. Santan komersil yang memiliki nilai viskositas paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. santan kelapa komersil yang digunakan sebagai pembanding.
Secara fisik santan kelapa yang dihasilkan oleh industri pengolahan santan ini sangat kental, tidak ditemukan adanya air yang memisah dari larutannya. Santan jenis ini tidak menampilkan jenis hidrokoloid yang digunakan dalam tabel komposisi bahan pembuatannya, bahkan santan jenis komersil ini memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dari semua sampel uji dari beberapa perlakuan yang dilakukan.
Penambahan BHT (butylated hydroxytoluene) 200 ppt pada larutan
santan memberikan nilai viskositas yang lebih rendah. Santan kelapa jenis C nilainya paling rendah daripada perlakuan yang lain. Hal ini terjadi pada semua jenis santan, pada santan jenis A memiliki nilai viskositas sebesar 80,5 cp. Pada santan jenis B yaitu santan dengan penambahan air dengan perbandingan 2:1 memiliki nilai viskositas sebesar 61 cp, sedangkan pada santan kelapa jenis C nilai viskositas sebesar 57,5 cp. Penambahan BHT akan menambah kandungan air dalam santan karena BHT yang ditambahkan berbentuk cairan, sehingga sifat fisik larutan santan makin encer.
4.4. Stabilitas santan kelapa
Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata. Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif. Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil (hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim 2008). Analisis stabilitas dilakukan dengan mengukur tinggi bagian padatan dengan tinggi santan secara keseluruhan dari botol yang digunakan, besarnya stabilitas dinyatakan dalam persen (Obrin 1996).
(a) (b)
Gambar 9. Stabilitas salah satu jenis santan kelapa sebelum (a) dan sesudah penyimpanan 48 jam (b).
Penambahan karagenan dapat menyebabkan pembentukan gel, sebuah fenomena penggabungan atau pengikatan silang (cross linking) dari rantai-rantai polimer
membentuk jala kontinyu tiga dimensi, selanjutnya jala ini dapat menangkap air dan membentuk struktur kuat yang kaku (Glicksman 1986).
4.4.1. Stabilitas santan kelapa tanpa penambahan air (jenis A)
Semua perlakuan mengalami penurunan tingkat kestabilan setelah beberapa lama penyimpanan kecuali pada kontrol. Stabilitas paling tinggi ditunjukkan pada santan kelapa yang ditambahkan karagenan 0,5 % sebesar 81,11%, sedangkan pada perlakuan yang lain nilainya sama yaitu 74,18 %. Karagenan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b). Oleh karena itu, karagenan bisa mensatabilkan larutan santan yang sebenarnya terdapat kandungan air dan minyak di dalamnya. Hal ini menyebabkan perlakuan dengan penambahan karagenan 0,5 % pada sampel santan kelapa yang tidak ditambah air lebih stabil dibandingkan dengan penambahan BHT atau santan kelapa yang tidak ditambahkan apapun. Santan kelapa yang tidak ditambahkan air memiliki viskositas yang tinggi, sehingga daya pembentukan gelnya tinggi. Nilai stabilitas pada santan kelapa jenis A dapat
karagenan 0,5% bht 200ppt tanpa penambahan
4.4.2. Stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B)
Penambahan air pada pembuatan santan kelapa dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi santan kelapa, dan akan berpengaruh pula pada nilai stabilitasnya. Nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Grafik stabilitas santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B).
Pada Gambar 11 terlihat bahwa nilai stabilitas pada santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah karagenan 0,5 % sebesar 57,43 %, nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah BHT 200 ppt sebesar 56,19%, nilai stabilitas santan kelapa dengan penambahan air (2:1) tanpa penambahan apa-apa sebesar 47,78 %, sedangkan nilai stabilitas pada kontrol sebesar sebesar 100 %.
Nilai stabilitas santan kelapa secara berurutan dari yang tertinggi sebagai berikut: kontrol, santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah karagenan 0,5%, santan kelapa dengan penambahan air (2:1) ditambah BHT 200 ppt, santan kelapa dengan penambahan air (2:1). Didapatkan bahwa sifat fisik dari karagenan memberikan nilai stabilitas yang lebih tinggi daripada santan dengan perlakuan yang lain. Larutan karagenan dapat mengentalkan, mengikat dan
y = 90,71-3,17x
karagenan 0,5% bht 200ppt tanpa penambahan
menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006b).
4.4.3. Stabilitas santan kelapa dari ampas jenis santan A dengan penambahan air 2:1 (jenis C)
Penambahan air pada pembuatan santan kelapa dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi santan kelapa, selain itu karena santan kelapa berasal dari ampas santan kelapa jenis A yang kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 2:1 (Koswara 2004) maka kadar air dalam santan kelapa sangat tinggi. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan stabilitasnya menurun karena viskositasnya rendah.
Nilai stabilitas pada santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 ditambah karagenan 1 % sebesar 46,35 %, Santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 ditambah BHT 200 ppt sebesar 43,43 %, Santan kelapa ampas jenis A dengan penambahan air 2:1 sebesar 42,38 %, sedangkan kontrol sebesar 100 %. Hampir sama dengan data yang diperoleh pada grafik sebelumnya, penambahan karagenan menyebabkan nilai stabilitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kemampuan karagenan sebagai hidrokoloid ini dapat digunakan sebagai bahan penstabil dan pengental alami menggantikan bahan pengental sintetik golongan alkanolamide (Winarno 1996).
Nilai stabilitas santan kelapa jenis C dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik stabilitas santan kelapa sisa jenis A, dengan penambahan air 2:1 (kelapa jenis C).
y = 75,14 +-3,06x
karagenan 1% bht 200 ppt tanpa penambahan
Jika dibandingkan secara keseluruhan dari ketiga jenis santan kelapa yang dihasilkan maka dapat dilihat bahwa jenis santan kelapa dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan viskositas yang lebih tinggi mempunyai kemampuan menstabilkan santan lebih baik. Kappa-karagenan berfungsi sebagai penstabil karena memiliki struktur yang terdiri dari -β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α-D-galaktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units) mengentalkan, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dispersi koloid dan emulsi air/ minyak (Knutsen et al. 1994 dalam van de Velde 2004 dan
Gerhard). Hal inilah yang mengakibatkan santan kelapa dengan penambahan karagenan memiliki kemampuan menstabilkan santan kelapa lebih baik daripada penambahan BHT.
4.5. Derajat putih santan kelapa
Warna merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan dalam pembuatan santan. Warna santan yang di hasilkan sangat besar dipengaruhi oleh jenis kelapa. Kelapa yang digunakan dalam membuat santan memberikan pengaruh pada santan yang diperoleh. Selain itu pengupasan kulit kelapa yang kurang baik akan memberikan bekas warna gelap pada santan kelapa. Sisa kulit bagian dalam pada kelapa juga akan mempengaruhi pada jenis santan yang dihasilkan. Contoh parutan kelapa yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 menunjukkan warna parutan kelapa sebelum dilakukan pengepresan untuk mendapatkan santan kelapa. Parutan kelapa yang digunakan masih menghasilkan bercak-bercak warna gelap sisa dari kulit kelapa yang kurang bersih. Perlakuan pada saat pengupasan perlu diperhatikan agar tidak banyak bercak-bercak yang tertinggal di dalam parutan kelapa yang nantinya akan mempengaruhi derajat putih pada santan kelapa.
Derajat putih merupakan nilai kecerahan suatu bahan (Anonim 2001
dalam Winata 2008). Derajat putih digunakan sebagai nilai mutu produk dari
santan itu sendiri. Makin putih santan yang dihasilkan maka makin baik pula nilai mutu dari santan tersebut. Derajat putih (whiteness) sangat bergantung pada
bahan yang dimasukan ke dalam santan. Nilai warna bahan yang dimasukkan ke dalam bahan akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari santan. Selain pengaruh bahan yang dimasukan ke dalam santan, lamanya penyimpanan akan berpengaruh terhadap mutu warna yang dihasilkan. Karena faktor ketengikan, kontaminasi udara ataupun bakteri akan memberikan warna yang beragam setelah terjadinya penyimpanan. Oksidasi pada santan akan memberikan warna agak kekuningan (Ketaren 2005).
4.5.1. Derajat putih santan kelapa tanpa penambahan air ( jenis A)
Nilai dari derajat putih (whiteness) paling tinggi adalah santan kelapa
Nilai derajat putih (Whiteness) santan kelapa tanpa penambahan air pada
proses pembuatannya sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Histogram derajat putih santan tanpa penambahan air (jenis
A) sebelum dan sesudah penyimpanan.
4.5.2. Derajat putih santan kelapa dengan penambahan air 2:1 (jenis B) Nilai derajat putih (whiteness) santan kelapa tanpa penambahan air pada
proses pembuatannya sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 15.
karagenan 0,5 % BHT 200 ppt tanpa
penambahan
karagenan 0,5 % BHT 200 ppt tanpa