• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan Dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap Di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan Dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap Di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PROYEKSI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP DIVERSITAS LANSKAP DI KABUPATEN BATANGHARI

PROVINSI JAMBI

ATIK NURWANDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Atik Nurwanda

(4)

RINGKASAN

ATIK NURWANDA. Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Dibimbing oleh ALINDA FITRIANY MALIK ZAIN dan ERNAN RUSTIADI.

Indonesia saat ini tengah terancam oleh kegiatan konversi lahan menjadi perkebunan monokultur, yaitu ekspansi besar perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan dan ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadi isu besar yang menggiring tantangan kritis dalam perencanaan untuk pembangunan berkelanjutan dimasa yang akan datang. Pendekatan citra satelit dengan multi temporal dan teknik deteksi perubahan digital membantu dalam memahami perubahan pemanfaatan dan tutupan lahan. Informasi jejak temporal perubahan lahan menyediakan arahan dan dapat digunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi isu, masalah, dan panduan untuk perencanaan lanskap.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola perubahan tutupan lahan dari 1988 sampai 2014, menganalisis faktor pendorong perubahan tutupan lahan, membangun model prediksi tutupan lahan tahun 2024, dan menganalisis indeks diversitas dan fragmentasi lahan. Bahan yang digunakan yaitu citra landsat tahun 1988, 1994, 2004, dan 2014 kemudian dilakukan klasifikasi lahan dengan klasifikasi terbimbing. Selanjutnya metode regresi logistik biner digunakan untuk menganalisis faktor pendorong perubahan lahan. Persamaan regresi logistik ini dibangun dengan data 1994 dan 2004, variabel Y1 sebagai perubahan hutan menjadi sawit, Y2 hutan menjadi lahan terbangun, dan Y3 hutan menjadi lahan terbuka. Sedangkan variabel bebasnya adalah jarak dari jalan (X1), jarak dari perkebunan sawit (X2), kemiringan lahan (X3), jarak dari sungai (X4), ketinggian tempat (X5), dan jarak dari pemukiman (X6). Kemudian untuk menghitung tingkat diversitas dan fragmentasi lahan yaitu dengan Shannon’s Diversity Index (SDI) and

Largest Patch Index(LPI).

Pada tahun 2024 perkebunan kelapa sawit akan terus meluas hingga 137023,02 hektar, sedangkan luas hutan tersisa 114476,22 hektar. Persamaan logit yang dihasilkan yaitu Y= -0.14 – 0,0800*X1 – 0,07360*X2 + 0,02468*X3 + 0,44584*X4 – 0,02382*X5 + 0,02769*X6. Model logit ini memiliki nilai ROC

0,8806, dan nilai ini cukup tinggi. Berdasarkan tren yang ada, perubahan tutupan lahan akan terkonsentrasi di Kecamatan Mersam, Pemayung, dan Tembesi. Disamping itu, hutan yang ada akan semakin terancam dan tingkat fragmentasi lahan tertinggi terjadi di Kecamatan Mersam, Marosebo Ulu, dan Tembesi.

(5)

SUMMARY

ATIK NURWANDA. Land Cover Change Projection and Its Effect to The Landscape Diversity in Batanghari Regency Jambi Province. Supervised by ALINDA FITRIANY MALIK ZAIN and ERNAN RUSTIADI.

Indonesia is currently being threatened by the activities of land conversion to monoculture, which is a major expansion of oil palm plantations. Land conversion and expansion of oil palm plantations is a major issue that leads critical challenges in planning for future sustainable development. Multi-temporal satelite imagery and digital change detection technique help in understanding land use-cover change (LUCC). The information of LUCC provide the direction and can be used as guidelines to identify issues, problems, and guidelines for landscape planning.

The aims of this study are to analyze the pattern of land use-cover changes with long temporal scale (1988 - 2014), to analyze driving force of land use changes, to forecast land cover in 2024, and to analyze the diversity and fragmentation index. To analyzed the land cover change, several Landsat Images (1988, 1994, 2004, and 2014) were employed, and a supervised classification method has been employed using maximum likelihood technique. Logistic regression equation was built by the data in 1994 and 2004, the variable Y1 (forest become palm oil plantation), variable Y2 (forest become built-up area), and variable Y3 (forest become open land). While the independent variables are distance from road (X1), distance from palm oil plantation (X2), slope (X3), distance from river (X4), elevation (X5), and distance from settlement (X6). To measure the diversity index and land fragmentation used

Shannon’s Diversity Index (SDI) and Largest Patch Index (LPI).

The results showed that in 2024 oil palm plantation will continue grow up to 137023.02 hectars, meanwhile the rest of forest is 114476.22 hectars. Logit Y= -0.14 – 0.0800*X1 – 0.07360*X2 + 0.02468*X3 + 0.44584*X4 – 0.02382*X5 + 0.02769*X6. This model has ROC value 0.8806, it indicates goodness of fit is high enough. According to trend LUCC, land changes will be concentrated in Mersam and Tembesi. Beside that, forest will progressively be threatened and the highest land fragmentation occur in Mersam, Marosebo Ulu, and Tembesi.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

PROYEKSI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN DAMPAKNYA

TERHADAP DIVERSITAS LANSKAP DI KABUPATEN BATANGHARI

PROVINSI JAMBI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak November 2014 ini ialah perubahan lahan dan pemodelan, dengan judul Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Alinda Fitriany Malik Zain, MSi dan Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr sebagai pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Keluarga Bapak Joko dan Ayu, Bapak Taufik, Affandi, dan David Warisman serta seluruh pihak yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Penginderaan Jauh (Remote Sensing) 4

Resolusi Citra 4

Karakteristik Citra Satelit 5

Pemodelan Spasial 8

Proyeksi Penggunaan Lahan dengan CA-Markov 8

Diversitas 9

3 METODE 10

Lokasi dan Waktu Penelitian 10

Alat dan Bahan 10

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Analisis Situasional Wilayah Studi 18

Status Izin Perkebunan Kelapa Sawit 20

Akurasi Hasil Klasifikasi Lahan 22

Analisis Perubahan Tutupan Lahan 22

Model Regresi Logistik 27

Akurasi Model Tahun 2014 31

Model Prediksi Tutupan Lahan 2024 33

Tren Perubahan Tutupan Lahan 2024 35

Diversitas dan Fragmentasi Lahan 36

5 SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

(12)

DAFTAR TABEL

1 Saluran dan panjang gelombang Landsat 7 6

2 Saluran dan panjang gelombang Landsat 8 6

3 Saluran sensor dan panjang gelombang pada SPOT-5 7 4 Deskripsi alat dan bahan yang digunakan pada penelitian 11

5 Matriks Konfusi 13

6 Luas area klasifikasi jenis tutupan lahan 14

7 Variabel dalam analisis regresi logistik biner 15

8 Standar Indeks Shannon-Wiener 18

9 Wilayah administrasi dan jumlah penduduk 19

10 Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Bantanghari 20 11 Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Perusahaan tahun 2014 21 12 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Tahun 2014 22 13 Luas Kelas Tutupan Lahan Kabupaten Batanghari 27

14 Hasil analisis regresi logistik 27

15 Luas Tutupan Lahan Kabupaten Batanghari Tahun 2024 35

16 Nilai Perubahan LPI 37

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 3

2 Lokasi Penelitian 10

3 Tahapan Umum Penelitian 11

4 Tahapan Pengolahan Citra Landsat 12

5 Diagram Alir Analisis Prediksi Tutupan Lahan Tahun 2024 16

6 Sample plot diversitas lahan 17

7 Peta Administrasi Kabupaten Batanghari 19

8 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Batanghari 20

9 Peta Tutupan Lahan Tahun 1988 23

10 Peta Tutupan Lahan Tahun 1994 24

11 Peta Tutupan Lahan Tahun 2004 25

12 Peta Tutupan Lahan Tahun 2014 26

13 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit (1994-2004) 28 14 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbangun (1994-2004) 29 15 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka (1994-2004) 30 16 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit Tahun 2014 32 17 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbangun Tahun 2014 32 18 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Tahun 2014 33

19 Peta Prediksi Tutupan Lahan Tahun 2024 34

20 Tren Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2024 35

21 Peta Proyeksi Lahan Terkonversi Sawit 2024 36

22 Perubahan Nilai SDI 36

23 Jumlah Patch Kelas Tutupan Hutan Dalam Sample Plot SDI 37

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Visualisasi Kondisi Eksisting Lapangan 42

2 Data Raster Variabel Bebas 45

3 Overall Accuracy dan Kappa Acuracy 46

4 Kenampakan Citra Landsat 8 OLI 2014, RGB 654 48

(14)
(15)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia saat ini tengah terancam oleh kegiatan konversi lahan menjadi perkebunan monokultur (Villamor et al. 2014), yaitu ekspansi besar perkebunan kelapa sawit (Tarigan et al. 2015) yang berakibat pada tingginya tingkat kehilangan kawasan hutan (Potter 2015). Indonesia juga telah dinobatkan sebagai negara dengan tingkat deforestrasi kedua tertinggi setelah Brazil (Margono et al. dalam Villamor 2014). Di Indonesia area konsesi perkebunan kelapa sawit tersebut paling banyak terjadi yaitu di Kalimantan dan Sumatera (Potter 2015), serta dibangun pada kawasan hutan dan belukar (Tarigan et al. 2015). Akibat konversi menjadi lahan sawit maka akan rentan terhadap kebakaran (Miettin dan Soo 2009), dan proses perubahan tutupan lahan akan menyebabkan fragmentasi lanskap (Liu et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan dari 7,8 juta hektar pada tahun 2010 (Tarigan et al. 2015), 10 juta hektar pada tahun 2015 (Potter 2015), dan potensi ekspansi akan terus meningkat hampir mendekati 20 juta hektar pada tahun 2020 (Rist et al. 2010; Potter 2015). Bencana kebakaran baik secara alami ataupun unsur kesengajaan untuk percepatan pertumbuhan lahan perkebunan kelapa sawit, sehingga bencana kebakaran dan asap beberapa dekade terahir ini sudah menjadi pusat perhatian sebagai bencana nasional, bahkan internasional (Nurdiana dan Idung 2015). Menurut USDA-FAS (2009) dalam Rist et al. (2010) saat ini ekspansi perkebunan kelapa sawit di pulau Sumatera mencapai 80% total produksi Indonesia dan ekspansi tersebut sudah merambah ke area terpencil yang terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Konsekuensinya akan berdampak terhadap hilangnya atau menurunnya tingkat biodiversitas (Liu et al. 2009; Nurdiana&Idung 2015; Villamor

et al. 2014). Disisi lain, ekspansi ini juga di dorong oleh kebijakan pemerintah meningkatkan kapasitas produksi biodisel dari 600 juta liter menjadi tiga miliar liter minyak sawit (Rist at al. 2010). Mengutip dari pernyataan Peres et al. (2010) bahwa ekspansi pertanian baik untuk pasar lokal, nasional ataupun international merupakan pendorong terbesar terhadap kasus perubahan lahan dan deforestrasi. Cepat dan masifnya ekspansi perkebunan kelapa sawit untuk biodisel ini menjadi pusat perhatian terhadap tingkat biodiversitas, habitat alam, dan juga iklim global. Didukung oleh pernyataan Wilcove dan Lian (2010) bahwa perkebunan kelapa sawit dan perubahan lahan (Fox dan John 2005) merupakan ancaman terbesar terhadap biodiversitas khususnya di Asia Tenggara, hal ini berarti termasuk juga Indonesia.

(16)

2

diversitasnya khususnya diversitas lanskap yang menjadi kunci utama penyangga biodiversitas.

Rekam jejak perubahan lahan dalam jangka panjang memberikan arahan dan dapat dijadikan pedoman untuk mengidentifikasi isu, masalah, dan panduan untuk perencanaan lanskap. Ketidaktetapan penggunaan lahan dan kecenderungan perubahan yang terus menerus disebabkan oleh tekanan yang menuntut kebutuhan lahan untuk pengembangan sektor ekonomi, industri, dan jasa. Perubahan penggunaan lahan yang terus terjadi ini apabila dimodelkan secara spasial berdasarkan pola perubahannya, maka akan memudahkan meraih informasi untuk merencanakan suatu lanskap dan proyeksi perubahan lahan di masa yang akan datang. Dengan demikian antisipasi pencegahan terhadap penurunan kualitas lingkungan dan diversitas dapat dilakukan dengan tepat sesuai permasalahan yang telah diprediksi sebelumnya.

Dalam rangka penataan ruang dan mereduksi hilangnya diversitas lanskap, pemodelan spasial dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan analisis keruangan yang mempermudah perencanaan penggunaan lahan. Pendekatan sistem dengan analisis penginderaan jauh terhadap perubahan tutupan lahan dan pemodelan yang diintegrasikan dengan SIG mampu mengatasi dimensi spasial dan temporal. Menurut Estoque dan Yuji (2012) tekhnik tersebut dapat memfasilitasi analisis eksplorasi dalam memahami dampak potensial akibat dari perubahan tutupan lahan di waktu yang akan datang. Diharapkan dengan pendekatan-pendekatan tersebut mampu memecahkan permasalahan yang ada, mengidentifikasi faktor-faktor utama perubahan lahan, dan menyajikan hasil model prediksi secara spasial.

Perumusan Masalah

Perlunya pemantauan perubahan tutupan lahan secara spasial dan temporal di Kabupaten Batanghari. Konversi lahan yang terus terjadi akan mengakibatkan semakin berkurangnya kawasan hutan dan diversitas lanskap yang tertransformasi menjadi perkebunanan sawit. Pola perubahan yang telah terjadi selama ini perlu dikaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan lahan, memprediksi perubahan tutupan lahan di masa yang akan datang sebagai upaya pemantauan pemanfaatan ruang.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeteksi perubahan penutupan lahan secara spasial dan temporal (1988-2014),

2. Menganalisis faktor pendorong perubahan tutupan lahan,

3. Membangun model prediksi perubahan tutupan lahan pada tahun 2024, dan 4. Menganalisis tingkat diversitas dan fragmentasi lahan.

Kerangka Pemikiran

(17)

3 spasial menjadi dasar pertimbangan pemodelan yang sangat sesuai untuk menganalisis karakteristik, pola dan kecenderungan sistem perubahan, dan faktor-faktor peubah perubahan tutupan lahan. Hal ini diharapkan mampu memprediksi pola perubahan tutupan lahan dan fragmentasi lahan yang terjadi dengan mengacu pada diversitas tutupan lahan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijakan tata ruang terutama dalam pengawasan perubahan tutupan lahan, pembukaan lahan ilegal, dan pencegahan kawasan hutan yang terancam hilang. Selain itu memberikan masukan kepada pihak pemerintah daerah dalam menyusun konsep pengembangan tataguna lahan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dan batasan penelitian ini adalah:

1. Ruang lingkup wilayah penelitian yaitu wilayah administrasi Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.

2. Kajian yang diamati meliputi pola perubahan tutupan lahan berdasarkan periode waktu yang berbeda, faktor pendorong perubahan tutupan lahan, prediksi perubahan tutupan lahan, dan tren perubahan tingkat diversitas dan fragmentasi lahan.

Pendekatan Perubahan Spasial Pendekatan Time Series

Sifat Model:

(18)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jauh (Remote Sensing)

Penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar tahun 1950-an, kemudian tahun 1970-an istilah ini diperkenalkan di beberapa negara eropa seperti teledetection (Perancis),

teleperception (Spanyol), dan fernenkundung (Jerman). Menurut American Society of Photogrammetry (1983) dalam Jaya (2014), remote sensing diterjemahkan sebagai ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi suatu obyek atau fenomena, menggunakan suatu alat perekaman dari kejauhan, dimana pengukuran dilakukan tanpa melakukan kontak langsung secara fisik dengan obyek atau fenomena yang diukur.

Analisis spasial dalam remote sensing merupakan kegiatan penguraian data serta hubungannya antar komponen data itu sendiri, dalam hal ini adalah nilai kecerahan (Brightness Value) atau digital number (Digital Number). Kegiatan analisis dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan pengolahan citra (image processing). Dikatakan data digital karena data yang diolah adalah data numerik yang besarannya dinyatakan dengan bit. Semakin besar bit-nya, maka semakin banyak kemungkinan kandungan informasi yang ada di dalamnya. Remote sensing

saat ini telah mendapat perhatian besar karena dapat memperoleh struktur data secara efektif dalam skala lanskap (Ren et al. 2015), juga memiliki peranan penting dalam pemetaan transformasi perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi faktor pendorong untuk pemodelan (Achmad et al. 2015).

Resolusi Citra

Di dalam remote sensing sangat penting untuk memahami istilah resolusi diantaranya resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa diukur. Skala pada data citra pemotretan udara remote sensing

adalah fungsi dari panjang gelombang fokus dan tinggi terbang. Grain film yang halus memberikan detail obyek yang lebih banyak (resolusi lebih tinggi) dibandingkan grain yang kasar. Demikian pula skala yang lebih besar memberikan resolusi yang lebih tinggi.

Resolusi spasial dari citra non fotografik (yang tidak menggunakan film) ditentukan berdasarkan dengan beberapa cara, diantaranya yang paling umum digunakan adalah berdasarkan dimensi dari instantaneous field of view (IFOV) yang diproyeksikan ke bumi. IFOV ini merupakan fungsi dari detektor, tinggi sensor, dan optik. Pada sensor digital seperti pada generasi Landsat dan SPOT, sensor merekam kecerahan (brightness value) semua obyek yang ada di dalam IFOV. Brightness

(19)

5 obyek di permukan bumi tidak hanya bisa dideteksi namun juga bisa diidentifikasi dan dianalisis (Jaya 2014).

Resolusi spektral adalah dimensi atau jumlah daerah panjang gelombang yang dimiliki oleh sensor. Potret hitam-putih mempunyai resolusi yang lebih rendah yaitu antara 0,4µm – 0,7 µm dibandingkan dengan Landsat TM band 3 yaitu 0,63 µm – 0,69 µm. Dengan jumlah band yang lebih banyak maka pemakai atau peneliti dapat memilih kombinasi yang terbaik sesuai dengan tujuan dari analisis untuk mendapatkan hasil yang optimal. Landsat TM mempunyai 7 band dengan lebar setiap band-nya yang sempit tetapi rentang band yang digunakan lebar mulai dari

band biru sampai dengan band termal, sedangkan SPOT mempunyai 4 band

dengan rentang dari band hijausampai dengan inframerah sedang, ini berarti bahwa

TM mempunyai resolusi spektral yang lebih baik dibandingkan SPOT.

Menurut Jaya (2014) resolusi radiometrik merupakan ukuran sensitivitas sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek pemukaan bumi. Sebagai contoh, radian pada panjang gelombang 0,6

– 0,7 µm akan direkam oleh sensor detektor MSS band 5 dalam bentuk voltage. Kemudian analog voltage ini direkam setiap interval waktu tertentu (contoh untuk

MSS adalah 9,958 x 10-6 detik) dan selanjutnya dikonversi menjadi nilai integer yang disebut bit. MSS band 4, 5, dan 7 dikonversi ke dalam 7 bit (27=128), sehingga akan menghasilkan 128 nilai diskrit antara 0 sampai 127. Generasi kedua data satelit seperti TM, SPOT, dan MESSR mempunyairesolusi radiometrik 8 bit dengan nilai interger 0 sampai 255.

Resolusi temporal menjadi sangat penting dalam pertimbangan ketika penginderaan jauh yang dibutuhkan dalam rangka pemantauan atau deteksi permukaan bumi yang terkait dengan variasi waktu atau musim. Resolusi temporal ini dapat diartikan interval waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk merekam areal yang sama, atau waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk menyelesaikan seluruh siklus orbitnya. Misalnya pada landsat mempunyai ulangan 16 hari, SPOT 26 hari,

JERS-1 44 hari, NOAA AVHHR 1 hari dan IRS 22 hari (Jaya 2014).

Karakteristik Citra Satelit

Sistem Landsat (Land satelite)

Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada tahun 1972 dengan nama

ERTS-1 (Earth Resources Technology Satelite – 1) milik Amerika. Setelah peluncuran Landsat-1 berhasil, proyek ini dilanjutkan sampai saat ini yaitu satelit

Landsat 8 OLI (Land Satelite Operational Land Imager) yang diluncurkan pada tanggal 11 Pebruari 2013. Landsat-1 dan Landsat-2 yang merupakan generasi pertama Landsat memuat dua macam sensor, yaitu RBV (Return Beam Vidicon) yang terdiri atas 3 saluran RBV-1, RBV-2 dan RBV-3 dengan resolusi spasial 79 meter dan sensor MSS (multispectral scanner) yang terdiri atas 4 saluran MSS-4, MSS-5, MSS-6 dan MSS-7 dengan resolusi spasial yang sama. Selain itu, Landsat 3

yang juga merupakan generasi pertama dari landsat masih memuat sensor RBV dan

MSS namun saluran RBV dikurangi hingga menjadi satu saluran tunggal dengan resolusi 40 meter.

Landsat-4 dan Landsat-5 yang merupakan generasi kedua seri landsat, juga memuat dua sensor dengan mempertahankan sensor MSS namun mengganti sensor

(20)

6

yang diberi nomor urut 1 sampai dengan 7. Dari ketujuh saluran TM tersebut terdapat spektrum inframerah termal yaitu pada TM 6 dengan resolusi spasial 120 meter yang berada diantara dua saluran inframerah tengah (middle infra red/MIR) yang terletak pada TM 5 dan TM 7 dengan resolusi spasial 30 meter. Penggunaan

Landsat TM masih sangat memungkinan untuk melihat struktur tutupan lahan, hutan kota, indeks vegetasi, tingkat kepadatan kanopi, biomassa (Ren et al. 2015), dan perhitungan biomassa vegetasi akuatik (Pu et al. 2014).

Landsat 7 yang diluncurkan pada tahun 1999 yang diberi nama Landsat-7 ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) merupakan pengembangan dari Landsat-6

yang membawa sensor TM. Landsat-7 ini memuat 8 band. Band ke-8 merupakan saluran pankromatik dengan panjang gelombang 0.58 – 0.90 µm dan saluran 6 yang merupakan spektrum infra merah termal telah dinaikkan resolusi spasialnya menjadi 60 meter. Secara rinci jenis saluran dan fungsi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Saluran dan panjang gelombang Landsat 7

Deskripsi Saluran/ Band Panjang Gelombang (µm)

Band 1 - Blue Band 2 - Green Band 3 - Red

Band 4 - Near Infrared Band 5 - Shortwave infrared Band 6 - Thermal infrared (60 m) Band 7 - Shortwave infrared Band 8 - Panchromatic (15m)

Landsat-8 yang membawa dua sensor yaitu sensor OLI (Operational Land Imager) dan TIRS (Thermal Infrared Sensor), selain itu Landsat-8 mempunyai kemampuan merekam lebih dari 500 gambar per hari (Roy et al. 2014). Secara rinci jenis saluran dan deskripsinya dapat dilihatpada Tabel 2.

Tabel 2. Saluran dan panjang gelombang Landsat 8

Deskripsi Saluran/ Band Panjang Gelombang (µm)

Band 1 - Blue Band 2 - Blue Band 3 - Green Band 4 - Red

Band 5 - Near infrared Band 6 - Shortwave infrared Band 7 - Shortwave infrared Band 8 - Panchromatic (15m) Band 9 - Cirrus

Band 10 - Thermal infrared (100 m) Band 11 - Thermal infrared (100 m)

0,43 – 0,45

Sistem SPOT (System Probatoire de l’Observation de la Terre)

Sistem SPOT adalah proyek kerja sama antara Prancis, Swedia dan Belgia di bawah koordinasi CNES (Centre National d’Etudes Spatiales) selaku badan ruang angkasa Prancis. SPOT-1 diluncurkan pada 23 Februari 1986. Sistem SPOT

membawa dua sensor identik. Sensor tersebut identik karena kedua sensor tersebut sepenuhnya sama. Sensor tersebut dikenal dengan HRV (Haute Resolution Visible).

(21)

7 modus pankromatik (P). Modus multispektral terdiri atas 3 saluran: XS1 (0.50 - 0.59 µm), XS2 (0.61 - 0.68 µm) dan XS3 (0,79 - 0,89 µm). Sementara pada modus pankromatik mempunyai panjang gelombang 0.51 – 0.73 µm. Keunggulan sensor

HRV adalah resolusi spasial yang cukup tinggi. Pada modus multispektral (XS) dihasilkan citra dengan resolusi spasial 20 meter sedangkan pada modus pankromatik dihasilkan citra dengan resolusi spasial 10 meter.

SPOT-4 yang merupakan generasi kedua sistem satelit SPOT ini dipasang saluran spektral yang keempat yang berfungsi pada spektral infra merah tengah dengan panjang gelombang 1.5 – 1.75 µm. Namun, modus pankromatik yang sebelumnya dipasangkan pada SPOT generasi pertama sudah dihapuskan pada

SPOT generasi kedua ini. Selain itu, SPOT generasi kedua mempunyai dua instrumen yaitu HRVIR dan VMI. HRVIR atau high resolution in visible and infrared merupakan pengembangan instrumen HRV pada SPOT generasi sebelumnya. Sedangkan sensor VMI atau vegetation monitoring instrument

merupakan instrumen yang dirancang untuk pemantauan vegetasi global. Instrumen

VMI merupakan instrumen independen dengan saluran spektral yang identik dengan

HRVIR dalam hal panjang gelombang.

SPOT-5 yang beroperasi bersama SPOT-4 mengalami penggantian pada instrumen HRVIR diganti dengan HRG (High Resolution Geometric). Resolusi spasial yang dimiliki oleh instrumen HRG ini adalah 5 meter pada modus pankromatik dan resolusi spasial 10 meter pada saluran hijau, merah, dan inframerah dekat. Berikut ini saluran sensor dan panjang gelombang pada SPOT 5

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Saluran sensor dan panjang gelombang pada SPOT-5

Saluran/ Band Panjang Gelombang (µm) Resolusi Spasial (m)

Band 1 - Blue

Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classfication)

(22)

8

Pemodelan Spasial

Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi maupun deskripsi. Tujuan dari pembuatan model adalah membantu dalam pengambilan keputusan ataupun analisis untuk memahami, menggambarkan dan memperkirakan bagaimana suatu proses bekerja dalam dunia nyata melalui penyederhanaan fenomena maupun feature. Hasil dari permodelan ini dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan, melakukan kegiatan ilmiah atau memberi informasi umum (Jaya 2006).

Berdasarkan proses analisisnya, pemodelan dikelompokkan atas: 1. Pemodelan kartografi (cartographic modeling)

Pada pemodelan ini disarankan untuk membuat diagram alir (flow chart) yang detail dan perencanaan yang teliti untuk menderivasi data-data yang diharapkan dan bagaimana cara menggunakannya.

2. Pemodelan simulasi (simulation modeling)

Melakukan simulasi terhadap fenomena yang kompleks dengan menggunakan kombinasi informasi spasial dan non-spasial. Aspek ini memerlukan keahlian bagaimana suatu model dibangun. Para ahli dapat menggunakan layer spasial yang mencakup informasi tentang vegetasi, elevasi, slope, kepemilikan, jalan dan aliran sungai, selanjutnya dilakukan pembobotan (prioritas layer).

3. Pemodelan prediktif (predictive modeling)

Pada pemodelan ini biasanya menggunakan teknik statistik, umumnya analisis regresi untuk menyusun suatu model. Tahap pertama adalah mengumpulkan informasi tentang penomena yang diamati, selanjutnya satu set informasi tersebut digunakan untuk membangun suatu model dengan melihat masing-masing layer dari informasi spasial dan masing-masing komponen dari informasi non-spasial.

Proyeksi Penggunaan Lahan dengan CA-Markov

Analisis Markov Chain dapat digunakan untuk memprediksi area transisi dari perubahan tutupan lahan (Yang et al. 2014), dan memperkirakan perubahan-perubahan di waktu yang akan datang dalam variabel-variabel yang dinamis atas dasar perubahan dari variabel dinamis tersebut di waktu yang lalu (Kurnianti 2015). Probabilitas transisi matriks ini didapatkan dari dua tutupan lahan dalam waktu atau tahun yang berbeda. Proses ini bisa didapatkan dalam tool modeler IDRISI Selva.

Matriks transisi markov disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Transisi Matriks Markov Chain

Dari keadaan ke: Pindah ke keadaan ke:

1 2 … … j … n

n adalah jumlah keadaan dalam proses dan pij adalah kemungkinan transisi dari

keadaan saat i ke keadaan j. Jika saat ini berada pada keadaan i maka baris i dari tabel di

(23)

9

berikutnya. Angka tersebut melambangkan kemungkinan sehingga semuanya melupakan bilangan non negatif dan tidak lebih dari satu.

Dalam menjalankan modeler tersebut harus memenuhi syarat, syarat yang pertama sistem harus bersifat stationery atau homogen, artinya perilaku sistem selalu sama disepanjang waktu atau peluang transisi sistem dari suatu kondisi ke kondisi lainnya akan selalu sama disepanjang waktu. Dengan demikian maka pendekatan Markov hanya dapat diaplikasikan untuk sistem dengan laju perubahan yang konstan. Syarat kedua adalah kondisi yang dimungkinkan terjadi pada sistem harus dapat diidentifikasi dengan jelas. Apakah sistem memiliki dua kondisi yakni kondisi beroperasi dan kondisi gagal, ataukah sistem memiliki tiga kondisi yaitu 100% sukses, 50% sukses, atau 100% gagal.

Muller and Middleton (1994) memanfaatkan teknik ini dalam mempelajari dinamika perubahan lahan di Ontario, Kanada. Persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang direpresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah matriks transisi (transition matrix).

Hubungan ketiga matriks tersebut adalah sebagai berikut:

MLS*Mt= Mt+1

Keterangan:

MLC = Peluang; Mt = Peluang tahun ke t; Mt+1 = Peluang tahun ke t+1;

Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t; LCUA = Peluang suatu kelas lainnya pada rentang waktu tertentu.

Diversitas

Diversitas memiliki banyak definisi dalam literatur berdasarkan kebebasan peneliti, badan pemerintah, dan organisasi internasional. Ruang lingkup diversitas dapat diartikan beragamnya bentuk atau peranan ekologi, dan keberagaman genetik. Diversitas merupakan sejumlah total keberagaman kehidupan, dan kemudian dapat dibagi menjadi: 1) keragaman genetik, 2) keragaman spesies, 3) keragaman ekologi atau ekosistem.

Diversitas mengarah kepada keanekaragaman jenis yang terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah jenis yang mengarah pada kekayaan jenis (richness species) dan kelimpahan jenis yang mengarah kepada kemerataan jenis (eveness species). Penilaian keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks kemerataan jenis, dapat digunakan sebagai petunjuk kemerataan dan kelimpahan individu di antara setiap komunitas. Melalui indeks ini pula dapat dilihat adanya gejala dominansi yang terjadi antara suatu jenis dalam suatu komunitas. Indeks diversitas yang sering digunakan yaitu Shannon-Wiener Index:

H= - ∑ [(ni/N) ln (ni/N)] disederhanakan menjadi:

H= - ∑ s pi ln (pi) t=i

(24)

10

Keterangan:

H = Indeks diversitas Shannon-Wiener ni = Jumlah dari jenis tutupan lahan ke-i pi = ni/N

N = Jumlah individu dari semua jenis tutupan lahan ln = Logaritma natural (bilangan alami)

3 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi (Gambar 2). Secara geografis Kabupaten Batangahari berada di posisi 1o15’ Lintang Selatan sampai 202’ Lintang Selatan dan 102030’ Bujur Timur sampai 104030 Bujur Timur. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Agustus 2015. Proses ground truth check dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Titik lokasi pengamatan saat ground truth check diambil secara purposive random sampling

yang mana setiap kecamatan terobservasi dan ada perwakilan titik contoh untuk setiap kategori kelas tutupan lahan. Disetiap titik ground truth check yang dicatat adalah tipe kelas tutupan, koordinat, foto, dan keterangan yang menjelaskan kondisi riil lapangan. Visualisasi kondisi wilayah studi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

(25)

11

SRTM, peta jaringan jalan (.shp), dan peta jaringan sungai (.shp). Alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Deskripsi alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Alat dan Bahan Penelitian Penggunaan

Alat

Arc GIS 9.3 Edit data image dan pemodelan

IDRISI Selva Pengolahan faktor perubahan lahan dengan regresi logistik dan prediksi perubahan dengan pendekatan Markov Chain ERDAS Pengolahan data citra dan klasifikasi terbimbing

GPS Survei lapang (ground truth check)

Kamera Dokumentasi lapang

Ms. Excel 2013 Pengolahan data tabular dan grafik Bahan

Citra Landsat Analisis klasifikasi tutupan lahan dan analisis divesritas tutupan lahan

Citra SPOT Identifikasi klasifikasi citra dan validasi kondisi tutupan lahan saat penilaian akurasi

Penelitian ini dilakukan dengan analisis spasial penginderaan jauh. Rentang waktu tahun 1988-2014 dibagi menjadi empat rekam jejak temporal citra (1988, 1994, 2004, dan 2014) untuk kemudian dilakukan analisis klasifikasi tutupan lahan dan perubahan tutupan lahan – Land Use Cover Change (LUCC). Analisis berikutnya yaitu analisis faktor pendorong perubahan tutupan lahan dengan metode

binary logistic regression. Kemudian untuk mendapatkan model prediksi tutupan lahan, dilakukan penggabungan dua metode Regresi Logistik dan Markov Chain. Kekuatan terbaik transisi matriks Markov adalah memperlihatkan tingkat ramalan secara spasial (Lopez et al. 2001) dengan kecenderungan untuk berubah berdasarkan sistem ketetanggan terdekat di kelasnya (Arsanjani et al. 2013), sedangkan regresi logistik memprediksi berdasarkan faktor hubugan variabel. Selanjutnya dilakukan analisis tingkat diversitas dan fragmentasi lahan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan tutupan lahan. Tahapan umum penelitian disajikan pada Gambar 3.

(26)

12

Pengelolaan Citra Landsat

a) Pemulihan citra (Image Restoring)

Tahapan ini melakukan perbaikan radiometrik dan geometrik yang bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer atau kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau citra yang sudah terkoreksi. b) Pemotongan citra wilayah studi (subset)

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah kota dan kabupaten di Provinsi Jambi. Citra terkoreksi kemudian di potong menggunakan Area of Interest (AoI).

c) Klasifikasi Citra Terbimbing (Supervised Classification)

Tahap klasifikasi ini diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan wilayah studi berdasarkan kategori kelas yang diinginkan. Sistem klasifikasi untuk membuat kelas tutupan lahan menggunakan sistem klasifikasi Maximum Likelihood Classification (MLC). Satu hal yang khusus saat penentuan area contoh untuk area perkebunan kelapa sawit diambil area contoh dengan tiga pertumbuhan berbeda yaitu sawit muda (<3 rahun), sawit dewasa, dan sawit tua (>15 tahun). Tiga area contoh ini digabungkan menjadi satu definisi tutupan lahan sebagai area perkebunan sawit karena memiliki kenampakan rona citra yang berbeda.

d) Survei Lapang (Ground Truth Check)

Survei lapang ini pada prinsipnya bertujuan untuk melakukan validasi kondisi lapang dan perubahan penutupan lahan. Lokasi survei yang mewakili kelas penutupan lahan dilakukan pencatan koordinat dengan bantuan GPS yang kemudian akan diverifikasi dengan data citra.

Adapun tahapan pengolahan citra landsat tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Pengolahan Citra Landsat

Setelah proses klasifikasi kemudian menghitung tingkat akurasi hasil klasifikasi. Akurasi sering dianalisis dengan suatu matriks kontingensi yaitu matriks bujur sangkar yang membuat jumlah piksel yang diklasifikasi, sering juga disebut sebagai error matrix atau confusion matrix. Akurasi klasifikasi biasanya

(27)

13 diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Metode akurasi ini menguji akurasi (kualitas) area contoh yang dibuat dan dengan kemampuan algoritma klasifikasi menghasilkan klasifikasi tutupan lahan namun hanya lingkup area contoh yang dibuat oleh operator. Pengujian tingkat akurasi keseluruhan (overall accuracy) dengan terlebih dahulu menghitung nilai producer’s accuracy

(PA) dan user’s accuracy(UA) persamaan PA dan UA adalah sebagai berikut:

�� =���

�+ � %

�� =���

+� � %

Uji akurasi dengan metode penghitungan producer’s accuracy (PA), user’s

accuracy (UA) dan overall accuracy dinilai over estimate oleh karena itu dikembangkan metode penghitungan lain yaitu penghitungan akurasi Kappa. Akurasi Kappa ini lebih relevan karena mempertimbangkan semua sel yang ada pada matriks dan kesalahan dihitung dengan mempertimbangkan ommision dan

commissionerror-nya. Persamaan akurasi Kappa adalah sebagai berikut:

� =� ∑��=� − ∑ ����− ∑��= ��+�+�

�+�+� × %

Keterangan:

: Koefisien akurasi N : Jumlah piksel secara keseluruhan Xi+ : Jumlah piksel pada baris yang sama X+i : Jumlah piksel pada kolom yang sama Xii : Jumlah piksel pada kelas yang bersangkutan

Adapun confusion matrix untuk mengolah nilai akurasi (overall accuracy dan

kappa accuracy) tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks Konfusi

Data

Referensi Kelas Klasifikasi Jumlah

(28)

14

Tabel 7. Luas area klasifikasi jenis tutupan lahan Jenis Tutupan

Analisis Faktor Penggerak Perubahan Tutupan Lahan dengan Regresi Logistik

Menurut Yu et al. (2014) bahwa lingkungan alam, pengelolaan tata guna lahan, dan faktor sosial ekonomi merupakan faktor penggerak utama yang biasanya terjadi dalam kasus perubahan tata guna lahan. Variabel yang dipilih dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode enter, variabel tersebut adalah jarak dari jalan, jarak dari sawit terdekat, kemiringan lahan, jarak dari sungai, ketinggian tempat, dan jarak dari pemukiman.

Regresi logistik memiliki kelebihan dalam analisis statistik untuk mengetahui hubungan empiris antara variabel dependen dan independen (McCullagh dan Nedler 1989 dalam Kurnianti 2015) yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval. Variabel dependen dalam model regresi logistik merupakan fungsi probabilitas perubahan penggunaan lahan berdasarkan skor/bobot variabel independen yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahannya. Skor/bobot variabel independen dalam model regresi logistik biner adalah 1 untuk lahan yang mengalami perubahan dan nilai 0 untuk lahan yang tidak mengalami perubahan. Pendekatan model yang digunakan adalah

MLE (Maximum Likelihood Estimation) dan persamaan model dari binary

X = Variabel independent bi = Koefisien variabel independent ke i, untuk 1,2,3,... p

(29)

15 Tabel 8. Variabel dalam analisis regresi logistik biner

Variabel Y1 Status Perubahan

Y1 Hutan menjadi sawit 0 Tidak berubah; 1 Berubah

Variabel X Analisis Satuan Resolusi

X1 Jarak dari jalan

Y2 Hutan menjadi lahan terbangun 0 Tidak berubah; 1 Berubah

Variabel X Analisis Satuan Resolusi

X1 Jarak dari jalan

Variabel Y3 Status Perubahan

Y3 Hutan menjadi lahan terbuka 0 Tidak berubah; 1 Berubah

Variabel X Analisis Satuan Resolusi

X1 Jarak dari jalan

Adapun langkah mendapatkan variabel Y (Y1, Y2, dan Y3) di dalam IDRISI Selva adalah sebagai berikut:

1. Masuk ke dalam image calculator dalam IDRISI, lalu pilih mode logical ekspression

2. Masukkan peta tutupan lahan tahun 1994 di dalam Expression to process

dengan ekspresi logika: [image1994.rst]=3. Dalam hal ini angka 3 tersebut menunjukkan kelas tutupan lahan sebagai hutan. Simpan data sebagai

1994_3.rst

3. Masukkan peta tutupan lahan tahun 2004 di dalam Expression to process

dengan ekspresi logika: [image2004.rst]=5. Dalam hal ini angka 5 tersebut menunjukkan kelas tutupan lahan sebagai sawit. Simpan data sebagai

2004_5.rst

4. Y1 sebagai variabel dependent didapatkan dalam Expression to process –

dengan ekspresi logika: [1994_3.rst]AND[2004_5.rst]. Simpan data sebagai Y1. Ulangi langkah diatas untuk mendapatkan Y2 dan Y3 di dalam logical ekspression.

Sedangkan langkah untuk mendapatkan variabel X (X1 sampai X6) dengan menggunakan ArcGIS adalah sebagai berikut:

1. Data dalam format .shp dianalisis dengan Euclidian distance melalui Spatial Analyst Tool, Distance, kemudian Euclidian distance.

(30)

16

3. Export hasil Euclidian distance menjadi format ASCII supaya dapat terbaca dan diproses dalam IDRISI Selva.

4. Buka software IDRISI dan import semua data ASCII diatas menjadi data format .rst denganperintah Arcraster.

Penilaian ROC

Langkah selanjutnya adalah validasi model regresi logistik. Menurut Achmad

et al. (2015), uji validasi yang digunakan untuk mengukur hubungan antara perubahan simulasi dan aktual yaitu dengan nilai ROC (Relative Operating Characteristic). ROC merupakan indikator penilaian goodness of fit dan mengukur area di bawah kurva yang berhubungan dengan proporsi positif benar dan proporsi positif salah pada selang nilai cut-off dalam peta probabilitas. Model yang ideal memiliki nilai ROC sebesar 1.

Analisis Prediksi Tutupan Lahan

Prediksi perubahan tutupan dapat dilakukan dengan pendekatan metode Markov Chain (Lopez et.al 2001). Metode Markov adalah metode secara statistik dengan menggunakan matrik peluang peralihan berdasarkan efek kawasan pada algoritma yang mempengaruhi ruang. Persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks dan kolom), serta sebuah matriks transisi. Metode Markov merupakan metode untuk menambahkan karakter ruang berdasarkan penerapan aturan. Hal ini untuk memastikan bahwasannya perubahan tutupan/ penggunaan lahan tidak terjadi secara acak melainkan berdasarkan aturan. Metode Markov didefinisikan sebagai berikut:

MLS*Mt= Mt+1

Keterangan:

MLC = Peluang; Mt = Peluang tahun ke t; Mt+1 = Peluang tahun ke t+1;

Ut= Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t; LCUA = Peluang suatu kelas lainnya pada rentang waktu tertentu.

Selain itu, persamaan regresi logistik Y1 juga dimasukkan dalam prediksi sehingga prediksi ini merupakan gabungan antara markov dan regresi logistik. Data yang digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2024 dibangun dengan data penggunaan lahan riil tahun 1994 dan data penggunaan lahan riil tahun 2004. Adapun keluaran dari analisis ini adalah dalam bentuk peluang matriks transisi penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan sesuai dengan tahun yang telah diprediksi seperti dijelaskan dalam diagram (Gambar 5).

(31)

17 Peta prediksi tahun 2014 ini dibangun untuk pra validasi supaya bisa melanjutkan prediksi tahun 2024. Jika nilai akurasi antara prediksi 2014 dengan keadaan riil tutupan lahan tahun 2014 cukup tinggi, maka model tersebut dapat digunakan untuk menduga penggunaan lahan prediksi 2024. Peubah dinamis dalam membangun model prediksi 2024 ini adalah X1 jarak dari jalan, X2 jarak dari sawit dan X6 jarak dari pemukiman. Sedangkan peubah lainnya sama seperti dalam membangun model 2014.

Analisis Diversitas Tutupan Lahan

Menurut Zhou dan Yi (2011), analisis diversitas lahan menggunakan formula perhitungan Shannon’s Diversity Index (SDI). Perhitungan diversitas lahan ini dilakukan dengan pengambilan sample plot berukuran 1,8 km x 1,8 km yang tersebar secara purposive random sampling sebanyak tiga puluh plot (Gambar 6). Purposive random dalam hal ini artinya setiap kecamatan harus memiliki perwakilan plot. Kecamatan dengan tutupan lahannya relatif homogen memiliki jumlah plotnya lebih sedikit dibandingkan kecamatan dengan tutupan lahannya lebih heterogen, sedangkan yang dimaksud dengan random adalah penyebaran plot/sel diversitas secara acak dalam setiap kecamatan yang mana setiap kecamatan dibagi menjadi grid-grid kecil dengan pengocokkan. Nilai rata-rata SDI pada setiap peta tutupan lahan didapatkan dari nilai SDI seluruh plot dibagi oleh jumlah plot yang ada sehingga akan dihasilkan tren perubahan diversitas lahannya pada tahun 1988, 1994, 2004, 2014, dan 2024.

Gambar 6 Sample plot diversitas lahan

Formula Shannon’s Diversity Index untuk kelas tutupan lahan sebagai berikut: H= - ∑pi ln (pi)

Keterangan:

H = Indeks diversitas Shannon-Wiener pi = ni/N

ni = Jumlah total gugussuatujenis tutupan lahan ke-i

N = Jumlah total gugus semua jenis tutupan lahan

(32)

18

Nilai perhitungan indeks keragaman (H) tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Standar Indeks Shannon-Wiener

Nilai Indeks Keterangan

H<1 Tingkat Keragaman Rendah

1<H<3 Tingkat Keragaman Sedang

H>3 Tingkat Keragaman Tinggi

Analisis Fragmentasi

Fragmentasi lanskap dianalisis dengan menilai matriks Largest Patch Index (LPI). Sample plot untuk analisis fragmentasi akan menggunakan sample plot yang sama seperti pada diversitas lahan SDI, hanya saja akan dibagi nantinya per kecamatan sehingga akan dihasilkan tingkat fragmentasi di setiap kecamatandari tahun 1988, 1994, 2004, 2014, dan 2024. Menurut Zhou dan Yi (2011) bahwa LPI

berfungsi untuk menilai indeks fragmentasi dan dominansi, dengan selang nilai 0<LPI≤100. Semakin besar nilai LPI mendekati 100 artinya tingkat dominansi suatu kelas tutupan lahan semakin besar maka tingkat fragmentasinya semakin rendah, dan apabila semakin rendah nilai LPI mendekati 0 maka tingkat fragmentasi semakin tinggi. Formula Largest Patch Index(LPI) yaitu:

LPI= (ni/N)*100 Keterangan:

ni = Luas suatu jenis tutupan lahan ke-i (ha) N = Total luas semua jenis tutupan lahan (ha)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Situasional Wilayah Studi

Letak Geografis dan Administrasi

Kabupaten Batanghari terletak pada posisi 1o15’ Lintang Selatan sampai 202’ Lintang Selatan dan 102030’ Bujur Timur sampai 104030 Bujur Timur (Gambar 7). Kabupaten Batanghari berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Barat di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Soralugun dan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tebo. Tabel 9 menunjukkan wilayah administrasi Kabupaten Batanghari terdiri dari delapan kecamatan dengan 113 kelurahan/desa (Tabel 10).

Kondsi Fisik Wilayah dan Pola Ruang

Kabupaten Batanghari secara topografis terdiri dari wilayah dataran rendah dan dilalui aliran Sungai Batanghari. Berdasarkan elevasi atau ketinggian wilayah 0-10 meter di atas permukaan laut mencakup 11,8%, ketinggian diantara 11-100 meter mencakup 83,70%, dan ketinggian 101-500 meter mencakup 4,5%. Suhu rata-rata per bulan wilayah Kabupaten Batanghari 26,50 C, dengan suhu tertinggi 32,70 C dan suhu terendah 23,10 C. Nilai ata-rata kelembaban udara sebesar 86,3% dan rata-rata curah hujan per tahun 179,3 mm (SKK Migas 2012).

(33)

19 Sridadi (15.830 ha), dan Taman Wisata Alam Bukit Sari (315 ha). Sedangkan peruntukan luas perkebunan sebesar 180.173 ha.

Gambar 7 Peta Administrasi Kabupaten Batanghari Tabel 10. Wilayah administrasi dan jumlah penduduk

No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Penduduk

Laki Perempuan Total

1 Kec. Mersam 16 21044 20014 41058

2 Kec. Muara Bulian 20 39472 37473 76945

3 Kec. Pemayung 18 22409 21695 44104

4 Kec. Bathin XXIV 16 19759 18728 38487

5 Kec. Bajubang 9 27022 24764 51786

6 Kec. Tembesi 13 20404 19661 40065

7 Kec. Maro Sebo Ilir 7 9981 9355 19336

8 Kec. Marosebo Ulu 14 24077 23190 47267

Total 113 184168 174880 359048

Sumber data: Batanghari Dalam Angka 2015

Kependudukan dan PDRB

Aspek kependudukan dapat dilihat dari pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk merupakan indeks perbandingan jumlah penduduk pasa suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor migrasi penduduk yaitu perpindahan keluar dan masuk (Hidayat 2014). Data jumlah penduduk Kabupaten Batanghari pada tahun 2000 sebanyak 191.727 jiwa, pada tahun 2010 sebanyak 241.234 jiwa dan pada tahun 2014 sebanyak 257.209 jiwa (Tabel 11 dan Gambar 8). Rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk antara tahun 2000 dan 2010 sebesar 2,33%, sedangkan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk antara tahun 2010 dan 2014 sebesar 1,6%.

(34)

20

peran sektor perkebunan dapat dilihat dari varabel ekonomi yaitu kontribusinya terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), penyerapan tenaga kerja, dan ketersediaan sumberdaya alam. Kontribusi sektor perkebunan pertahun dari tahun 2006 sampai 2010 rata-rata menyumbang sebesar 16,7% dari total PDRB. Pada tahun 2010 sekitar 64,09% rumah tangga masyarakat Kabupaten Batanghari hidup sebagai petani perkebunan. Sektor perkebunan yang paling besar adalah karet dan sawit (Sita 2014).

Tabel 11. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bantanghari

No Kecamatan

Gambar 8 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Batanghari

Status Izin Perkebunan Kelapa Sawit

Kabupaten Batanghari terdapat 32 perusahaan sawit yang mendapatkan izin perkebunan di Kabupaten Batanghari, dari 32 perusahaan tersebut izin lokasi perkebunan tersebar di seluruh kecamatan. Nama perusahaan perkebunan kelapa sawit dan perkembangan luas wilayah izin perkebunan disajikan pada Tabel 12. Total luas perkebunan tersebut berdasarkan izin pengembangan perkebunan yaitu sebesar 76.916,45 hektar. Selain dari luas perkebunan milik perusahaan, perkebunan kelapa sawit berupa perkebunan rakyat disajikan pada Tabel 13, dengan luas total perkebunan rakyat sebesar 8.444 hektar. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa banyaknya perizinan perkebunan kelapa sawit yang akan terus mengancam perubahan tutupan lahan di Kabupaten Batanghari, khususnya perubahan hutan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit.

(35)

21 Tabel 12. Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Perusahaan tahun 2014

No Nama Perusahaan Kecamatan Pola

Pengembangan

5 PT Humusindo Makmur Sejati Bajubang Inti 396 KPPA/ Kemitraan

6 PT Koperasi Buah Bersatu Bajubang Inti 748

7 PT Koperasi Berkah Bersatu Bajubang Inti 1240 8 PT Indo Kebun Unggul Muara Bulian Inti 10 PT Tunas Lestari Sejati Mersam&Marosebo Ulu

Bathin XXIV&M.Tembesi 12 PT Citra Manunggal Mandiri Marosebo Ulu Inti

Plasma 19 PT Velindo Aneka Tani Marosebo Ulu&Mersam Inti 1532,01 20 PT Petaling Madra Guna Pemayung Inti 665,78 21 PT Pratama Sawit Mandiri Pemayung Inti 380,86 22 PT Berkah Sapta Palma Muara Bulian Plasma 631,94 23 PT Sungai Bahar Pasifik Bajubang Inti 747,14

24 PT Deli Muda Perkasa Mersam Inti 1002

28 PT Jambi Lampura Sebrang Marosebo Ulu Plasma 276 PTR

(36)

22

Tabel 13. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Tahun 2014

No Kecamatan Jumlah Petani Luas Areal (ha)

1 Marosebo Ulu 259 691

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Batanghari (2014)

Akurasi Hasil Klasifikasi Lahan

Nilai overall accuracy dan Kappa accuracy (Lampiran 3) berturut-turut pada tahun 1988 (OA: 86.60% dan Kappa: 60.81%), tahun 1994 (OA: 98,98% dan

Kappa: 98,40%), 2004 (OA: 91,24% dan Kappa: 88,58%), dan tahun 2014 (OA: 97,57% dan Kappa: 96,28%). Berdasarkan hasil perhitungan nilai Kappa tahun 1988 yaitu 60,81% dan nilai ini tergolong baik. Sedangkan nilai Kappa berdasarkan tahun 1994, 2004, dan 2014 di atas 0,8 (>80%), nilai ini tergolong sangat baik atau kuat. Koeffisien Kappa antara 0,6 dan 0,8 merepresentasikan akurasi tinggi dan apabila koefisien Kappa >0,8 merepresentasikan akurasi sangat kuat/ tinggi (Landis dan Koch 1977 dalam Achmad et al. 2015). Akurasi pada tahun 1988 memiliki nilai lebih rendah sedangkan tahun 1994, 2004, 2014 lebih akurat. Sejalan dengan penelitian Jiang et al. (2012) hasil klaisifikasi semakin akurat jika data citra mendekati data citra tahun terbaru. Hal tersebut dapat mudah dipahami karena data citra tahun terbaru akan lebih mudah untuk divalidasi dan lebih banyak informasi yang tersedia saat pengambilan keputusan wilayah yang menjadi training area.

Training area dari kenampakan citra tersaji pada Lampiran 4.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Tutupan lahan pada tahun 1988 masih didominasi oleh hutan lahan kering dan pertanian berupa kebun campuran. Perubahan tutupan lahan periode 1988 – 2014 menunjukkan adanya tren perubahan yang cukup drastis (Gambar 9-12). Kelas tutupan yang mengalami tren peningkatan terbesar adalah lahan terbuka dan sawit. Kelas tutupan lahan yang paling mengalami penurunan terbesar adalah hutan. Apabila hal ini terus terjadi dan tidak adanya upaya perlindungan dan konservasi maka akan terus kehilangan hutan yang ada di Kabupaten Batanghari.

(37)

23

(38)

24

(39)

25

(40)

26

(41)

27 Tabel 14. Luas Kelas Tutupan Lahan Kabupaten Batanghari

Tutupan Lahan 1988 1994 2004 2014 yang memperlihatkan koefisien besaran perubahan penggunaan lahan antara tahun 1994 dan 2004 terhadap faktor dari masing-masing variabel dan (2) peta probabilitas perubahan penggunaan lahan. Model regresi logistik yang dibangun adalah perubahan hutan menjadi sawit, hutan menjadi lahan terbangun, dan hutan menjadi lahan terbuka (Tabel 15).

Tabel 15. Hasil analisis regresi logistik

Variabel Koefisien Exp β Probality

Y1 Hutan menjadi Sawit (Nilai ROC 0,8806)

X1 Jarak dari jalan -0,08000 1,000080 0,5000 X2 Jarak dari sawit -0,07360 1,000074 0,5000 X3 Kemiringan lahan 0,02468 1,024988 0,5061 X4 Jarak dari sungai 0,44584 1,000460 0,5000 X5 Ketinggian tempat -0,02382 1,024114 0,5059 X6 Jarak dari pemukiman 0,02769 1,000028 0,5000

Konstanta -0,14000

*ROC=1 menunjukkan model perfect fit, ROC=0,5 menunjukkan model random fit (Eatsman 2012)

A. Perubahan Hutan Menjadi Sawit

(42)

28

kekuatan yang sama terhadap pengaruh perubahan hutan menjadi lahan sawit. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan sawit antara tahun 1994 sampai 2004 disajikan pada Gambar 13. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa area yang semakin kecoklatan (mendekati nilai 1) memiliki probabiltas perubahan hutan menjadi sawit yang lebih tinggi.

Gambar 13 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit (1994-2004) Faktor jalan memiliki koefisien negatif sehingga implikasinya peluang perubahan hutan menjadi sawit akan semakin besar ketika semakin mendekati jalan dengan probability 0,5000 atau menaikan peluang 50% setiap penurunan satu unit faktor jarak dari jalan. Hal ini SDIring dengan hasil penelitian Arekhi (2011) yang menyatakan semakin dekat jarak hutan dari jalan akan semakin besar peluang deforestrasi.

Faktor yang mempengaruhi perubahan selanjutnya adalah jarak dari perkebunan sawit. Hal ini menunjukkan bahwa nilai exp β sebesar 1,000074 akan berimplikasi peningkatan satu unit faktor peubah semakin dekat jarak dari sawit akan semakin besar peluang perubahannya sebesar 50%. Begitu juga dengan faktor ketinggian tempat yang memiliki koefisien negatif, menunjukkan bahwa dengan nilai exp β sebesar 1,024114 maka semakin rendah elevasi atau ketinggian tempat akan semakin besar peluang perubahan lahannya sebesar 50,59%. Menurut Agarwal et al. (2005), bahwa elevasi memiliki pengaruh terhadap peluang terjadinya deforestrasi.

(43)

29 koefisien bernilai positif, maka semakin jauh pemukiman akan semakin menaikkan peluang perubahan lahan.

B. Perubahan Hutan Menjadi Lahan Terbangun

Persamaan regresi logistik untuk model spasial hutan menjadi lahan terbangun adalah Y2= -0,48763 - 2,81849*X1 - 0,00482*X2 + 0,03409*X3 + 0,01621*X4 - 0,02971*X5 - 0,48763*X6. Faktor jarak dari jalan memiliki nilai negatif sehingga memiliki implikasi bahwa semakin dekat dengan jalan maka perubahan hutan menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Semakin dekat satu faktor jarak dari jalan maka akan meningkatkan perubahan hutan menjadi lahan terbangun sebesar 5,63%. Faktor jalan memiliki pengaruh paling tinggi sebesar 2,81849 dibandingkan faktor lainnya. Selanjutnya faktor terbesar kedua yang mempengaruhi perubahan adalah jarak dari pemukiman dengan nilai koefiSDIn 0,48763. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan terbangun antara tahun 1994 sampai 2004 disajikan pada Gambar 14. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa probabilitas perubahan lahan menjadi area terbangun semakin tinggi pada area yang berwarna kecoklatan (mendekati nilai 1), terutama dekat dengan jaringan jalan.

Gambar 14 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbangun (1994-2004)

(44)

30

Peluang tumbuhnya lahan terbangun akan semakin besar ketika semakin dekat dengan jaringan jalan, semakin dekat dengan lahan sawit, semakin rendah elevasinya, dan semakin dekat dengan pemukiman yang sudah ada. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai negatif pada setiap faktor X1, X2, X5, dan X6. Jika dinyatakan dalam peluang perubahan, maka masing-masing peluang perubahan ketika faktor tersebut menurun sebesar satu unit faktor maka peluangnya masing-masing akan bertambah sebesar 5,65% (X1), 49,63% (X2), 49,25 (X3), dan 43,38% (X4). Hal ini sama kondisinya menurut Trisurat et al. (2010) bahwa perubahan hutan menjadi lahan terbangun, peluang perubahannya akan semakin besar ketika semakin dekat dengan jalan dan pemukiman.

C. Perubahan Hutan Menjadi Lahan Terbuka

Persamaan regresi logistik untuk model spasial hutan menjadi lahan terbuka adalah Y3= -1,79080 - 0,15575*X1 - 0,04721*X2 + 0,00534*X3 + 0,12627*X4 - 0,00152*X5 + 0,01395*X6. Faktor jarak dari jaringan jalan memiliki nilai koefisien negatif, hal ini menunjukkan bahwa semakin dekat dengan jaringan jalan atau setiap peningkatan satu faktor semakin dekat dengan jalan akan meningkatkan peluang perubahan hutan menjadi lahan terbuka sebesar 46,11%. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan terbuka disajikan pada Gambar 15. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa probabilitas lahan terbuka semakin tinggi pada area yang berwarna kecoklatan dekat dengan jaringan jalan, jarak dari sawit, dan pada area berelevasi lebih rendah.

(45)

31 rendah. Faktor lainnya memiliki nilai positif yaitu faktor jarak dari sungai dan pemukiman maka peluang perubahan hutan menjadi lahan terbuka semakin besar jika semakin jauh dari sungai dan pemukiman. Begitu juga dengan kemiringan lahan, lahan terbuka semakin banyak ditemukan pada lereng yang lebih curam. Kasus perubahan hutan menjadi lahan terbuka akan semakin berubah pada lereng yang semakin curam merupakan kasus yang abnormal, namun jika kembali melihat kondisi dilapang dapat disaksikan bahwa kondisi topografi di Kabupaten Batanghari sebagian besar bergelombang dan berbukit. Perubahan tersebut lebih banyak terjadi pada kemiringan lahan berkisar antara 15-25%.

Akurasi Model Tahun 2014

Tiga persamaan model Y1, Y2, dan Y3 masing-masingnya memiliki nilai

ROC (Relative Operating Characteristic) sebesar 0,8806; 0,9610; dan 0,8376. Ketiga nilai ROC tersebut menunjukkan bahwa variabel independen fit terhadap variabel dependen, persamaan tersebut cukup baik paling kecil sebesar 0,8376. Berdasarkan Arsanjani et al. (2013), semakin nilai ROC mendekati 1 menunjukkan model tersebut fit sempurna.

Probabilitas perubahan penggunaan lahan antara tahun 2004 sampai 2014 dibangun dengan perubahan pada variabel dinamisnya yaitu X1 (jarak dari jalan), X2 (jarak dari sawit), dan X6 (jarak dari pemukiman). Variabel tersebut berfungsi sebagai input dalam model regresi logistik yang sudah dibangun, sehingga didapatkan peta probabilitas penggunaan lahan sawit, lahan terbangun, dan lahan terbuka untuk tahun 2014. Setiap peta probabilotas dengan rantang nilai cut off yang ada kemudian divalidasikan dengan tutupan lahan aktual tahun 2014.

A. Nilai akurasi model Y1

Gambar 16 menunjukkan probabilitas perubahan penggunaan lahan sawit, dengan nilai cut off sebesar 0,2649 memiliki overall accuracy sebesar 88,68% dibandingkan dengan kondisi aktual lahan sawit pada tahun 2014. Area yang berwarna biru tua (mendekati nilai 1) menunjukkan probabilitas penggunaan lahan sawit semakin tinggi.

B. Nilai akurasi model Y2

Gambar 17 menunjukkan probabilitas perubahan penggunaan lahan terbangun, dengan nilai cut off sebesar0,1352 memiliki overall accuracy sebesar 98,69% dibandingkan dengan kondisi aktual lahan terbangun pada tahun 2014. Area yang berwarna biru tua (mendekati nilai 1) menunjukkan probabilitas penggunaan lahan terbangun semakin tinggi.

C. Nilai akurasi model Y3

(46)

32

Gambar 16 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit Tahun 2014

(47)

33

Gambar 18 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Tahun 2014

Model Prediksi Tutupan Lahan 2024

Menurut Arsanjani et al. (2013) nilai ROC merupakan tool yang sesuai untuk mengidentifikasi variabel prediktor. Disisi lain dengan probabilitas perubahan lahan dapat digunakan untuk mengasumsikan sebuah model prediksi. Transisi matriks yang dihasilkan antara dua tutupan lahan sebelumnya (Markov Chain) dipilih untuk mengkuantifikasi perubahan tutupan lahan periode berikutnya dalam selang waktu yang sama. Kombinasi antara keduanya menghasilkan model prediksi spasial tutupan lahan tahun 2024 (Gambar 19).

Simulasi prediksi perubahan tutupan lahan ini menggunakan LCM (Land Change Modeller) yang merupakan tool pemodelan di dalam IDRISI Selva. Simulasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi antara regresi logsitik dan matriks probabilitas Markov (Lampiran 5). Hasil prediksi tutupan lahan tahun 2024 ini dengan asumsi lahan terbangun sebagai constraint atau tidak diizinkan untuk berubah saat proses markov dengan alasan bahwa lahan terbangun memiliki sifat

(48)

34

(49)

35 Tabel 16. Luas Tutupan Lahan Kabupaten Batanghari Tahun 2024

Tutupan Lahan Luas (ha)

2014 2024

Lahan Terbuka 69984,45 69977,79

Badan Air 8144,55 8143,83

Hutan 130511,34 114476,22

Kebun Campuran 179442 179432,19

Sawit 121001,67 137023,02

Lahan Terbangun 15517,89 15517,44

Semak 1211.4 1211,4

Tidak Terdefinisi (Awan) 2120,67 2159,91

Karet 26204,76 26196,93

Total 554138,73 554138,73

Tren Perubahan Tutupan Lahan 2024

Tren perkembangan lahan sawit terkonsentrasi di Kecamatan Pemayung, Mersam, Marosebo Ilir, dan Tembesi (Gambar 20). Warna merah menunjukkan tingginya tren perubahan hutan menjadi sawit, sedangkan warna biru menunjukkan rendahnya perubahan hutan menjadi lahan sawit. Berdasarkan tren tersebut maka hal ini akan mengancam beberapa hutan yang tersisa pada wilayah tren yang terkonsentrasi. Tren perubahan tersebut akan menyebar memanjang hingga ke arah selatan dan melebar ke arah barat daya.

Gambar 20 Tren Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2024

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1. Saluran dan panjang gelombang Landsat 7
Tabel 4 Transisi Matriks Markov Chain
Gambar 2  Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan pada kelompok peternak sapi potong di Desa Mattirowalie Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru pada kawasan

Skripsi dengan judul “ Pengaruh Suhu Annealing Pada Lapisan Tipis TiO2 Transparan Terhadap Sifat Optik dan Sifat Listrik Un tuk Aplikasi Sel Surya Transparan” merupakan

Dengan adanya lahan yang strategis dan lahan yang luas maka masjid ini dapat menampung bus-bus yang parkir serta pemberian taman-taman yang berguna untuk refresing dan area

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

Dengan uji chi square studi ini mendapatkan hasil p = 0,000 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara air perasan buah nanas 100%, zinc pyrithione 1% dan

Sedangkan Maximal Principal Stress (tegangan utama maksimum) sebesar 3,349 MPa dan Equivalent Stress sebesa 3,397 MPa. Ini berarti kanopi surya untuk sepeda motor listrik

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk merupakan suatu proses pemilihan alternatif

Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, Penataan Lingkungan  Hamka  Putri Penyusunan Rencana Investasi Kemitraan Bidang Infrastruktur Permukiman 2018 5 Dr.. Umar