KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG
ORANGUTAN SUMATERA (
Pongo abelii
Lesson, 1827)
DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,
KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA
HENDRI PUJIYANI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG
ORANGUTAN SUMATERA (
Pongo abelii
Lesson, 1827)
DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,
KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA
HENDRI PUJIYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
HENDRI PUJIYANI. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.
Habitat alami Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) yang semakin berkurang dan perburuan menyebabkan semakin menurunnya jumlah populasi satwa primata tersebut. Kawasan Hutan Batang Toru memiliki nilai penting karena kawasan tersebut merupakan habitat bagi Orangutan Sumatera yang terpisah dari habitat utamanya di Ekosistem Leuser di Aceh. Orangutan merupakan satwa langka yang memiliki preferensi dalam memilih pohon tempat bersarang, mulai dari pemilihan lokasi sampai penentuan jenis pohon yang sesuai untuk membangun sarang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakter pohon tempat bersarang Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 22 Desember 2008 yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) dengan luas lokasi 12,75 km2 di Kawasan Hutan Batang Toru blok barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. Alat yang digunakan selama penelitian adalah pita ukur keliling, pita ukur 30 meter, tambang plastik 20 meter, golok, kompas, flagging tape, kamera digital, camera trap, thermo-hygrometer, jam tangan, dan alat tulis. Data primer yang diambil adalah struktur dan komposisi vegetasi, suhu dan kelembaban, ketersediaan air, profil pohon sarang (jenis pohon, tinggi total, diameter, luas tajuk, dan bentuk tajuk), tinggi sarang, posisi sarang pada pohon, dan keberadaan satwa lain. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan bio-ekologi Orangutan Sumatera. Pengambilan data mengenai sarang dilakukan dengan Nest Survey yaitu dengan metode jalur.
Selama penelitian berhasil dijumpai sebanyak 154 pohon sarang yang terdiri dari 20 jenis pohon. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang Orangutan adalah jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yaitu dengan persentase 33,77% (52 pohon). Pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon dengan tinggi antara 16-20 meter (34%) dan rata-rata tinggi dari semua pohon sarang adalah 20,35 meter. Rata-rata Orangutan membangun sarang pada ketinggian 17,24 meter. Pada ketinggian pohon dan sarang tersebut dapat diketahui bahwa Orangutan lebih banyak menggunakan strata C (4-20 m) sehingga sarang masih mendapat naungan dari pohon lain yang lebih tinggi. Orangutan cenderung menggunakan pohon dengan diameter antara 10-19 cm dan rata-rata diameter dari semua pohon adalah 23,71 cm. Pohon yang paling banyak digunakan adalah pohon dengan luas tajuk kurang dari 11 m2 dan rara-rata luas tajuk dari semua pohon adalah 15,64 m2. Sarang Orangutan banyak yang dibangun pada tajuk yang berbentuk bola yaitu sebanyak 28%. Sarang yang berada di dekat sungai mengindikasikan pemilihan lokasi sarang tersebut dikarenakan fisik lokasi di dekat sungai yang lebih rendah (lereng atau lembah). Di lokasi penelitian satwa yang berpotensi sebagai kompetitor adalah Siamang (Symphalangus syndactilus), Ungko (Hylobates agilis ungko), Beruk (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), Bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan burung Rangkong.
SUMMARY
HENDRI PUJIYANI. The Nesting Tree Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Batang Toru Forest, North Tapanuli of North Sumatera. Under supervision of Ir. Haryanto R. Putro, MS. and Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.
The decline of natural habitat of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) and persecution causing it's population decline. Batang Toru Forest has an important value as a habitat of Sumatran Orangutan which is separated from it's main habitat in Leuser Ecosystem (Aceh). Orangutan is rare species and it has preferention of choosing the nest location and the species of nesting tree with spesific characteristics. The objective of this research is to discover the characteristics of Sumatran Orangutan's nesting tree in Batang Toru Forest.
The research conducted at October 23th until December 22th 2008 in Research Station Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) in the 12,75 km2 area of West Block of Batang Toru Forest, in North Tapanuli of North Sumatera. Equipment that used are girth measuring tape, 30 m measuring tape, 20 m rope, machete, compas, flagging tape, digital camera, camera trap, thermo-hygrometer, watch, and stationary. Primary data are vegetation structure and composition, temperature and humidity, water availability, and profil of nesting tree (species of tree, total height, diameter, crown width, and crown shape), nest height, nest position, and the existence of other animals. This primary data are colected by nest survey method and vegetation analysis. Secondary data are general condition of research site and bio-ecology of Sumatran Orangutan.
During the research found 154 nesting trees, it’s content 20 tree species. 33,74% (52 trees) of it is Hoting (Lithocarpus spp.). The tree height of nesting tree is about 16-20 m (34%) with average tree height from all trees is 20,35 m and average nest height in 17,24 m. In such as low nest and tree height the Orangutan's nest is covered by the taller crown of other trees from rain and wind. Orangutan tend to build their nest at tree with diameter 10-19 cm and average diameter from all the trees is 23,71 cm. The crown width less than 11 m2 with average from all the trees 15,64 m2. Orangutan's nest near the river indicated that nest location preferention caused by the location near the river is lower (the slope area). In the research location, potential competitor animal are Siamang (Symphalangus syndactilus), Gibbon (Hylobates agilis ungko), Pig-tailed monkey (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), squirrel (Callosciurus notatus) and Hornbill.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pohon
Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2009
Hendri Pujiyani
Judul Skripsi : Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara
Nama : Hendri Pujiyani
NIM : E34104086
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal :
Ketua,
Ir. Haryanto R. Putro, MS NIP.131 476 551
Anggota,
Ir. Dones Rinaldi, MSc.F NIP.131 781 160
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 7 Agustus 1985.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sugiyanto dan
Sukarti.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat, Tangerang dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Biro Logistik Rimbawan Pecinta Alam
(RIMPALA) tahun 2004-2005, Ketua Departemen Kesekretariatan RIMPALA
tahun 2005-2006, panitia Gebyar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (KSHE) tahun 2005-2006, anggota Tim Kelompok Pemerhati
Kupu-kupu Himpunan Mahasiswa Konservasi dan Ekowisata (KPK-HIMAKOVA)
dalam Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007, anggota Komisi Disiplin RIMPALA
tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (PPPH) di Getas. Cilacap dan Baturaden pada tahun 2007.
Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Gunung
Merapi (TNGM) Jawa Tengah-Yogyakarta.
Penulis menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
IPB dengan judul skripsi Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan
Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. Penyelesaian skripsi ini dibimbing
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini merupakan wujud keberhasilan yang bukan saja milik penulis
namun juga milik semua pihak yang dengan segala upaya baik itu doa maupun
tenaga telah membantu selama proses skripsi ini tercipta. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Orang tua dan kakak tercinta, yang dengan do'a dan air mata telah
menciptakan semangat serta kekuatan kepada.
2. Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen
pembimbing yang begitu sabar menghadapi segala ketidakpahaman penulis
selama menjalani proses bimbingan.
3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dosen wakil dari Departemen Hasil Hutan
dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. dosen wakil dari Depertemen
Silvikultur yang telah membantu selama proses ujian komprehensif.
4. Yayasan Ekosistem Lestari, Gabriella Fredriksson, Mirza Indra, Helga Peters,
Gregorio Bruno, Khaerul Effendi, Imam Siswanto, dan keluarga Haerullah
Ritonga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menginjakkan
kaki di tanah Sumatera dan telah memberikan arahan selama penelitian.
5. Kak Renita, Bang Con, Kak Pipit, dan Kak Ade yang telah sangat baik dan
tulus memberikan bantuan serta perhatian selama berada di Pandan.
6. Bapak Amri dan Ibu Masniari yang senantiasa memotifasi penulis.
7. Persahabatan yang menjelma menjadi sebuah keluarga besar KSH 41 yang
selama lebih dari 4 tahun menjadi sumber keceriaan dan inspirasi bagi penulis.
8. Nisa Syachera, Azhari Purbatrapsila, Priska Rini, Alamanda SP, Dwi
Suryana,Yogi Prasetyo, teman-teman IC dan Asrama Sylva Sari terima kasih
atas bantuan dan kerjasamanya.
9. Lanjar Wijiarti terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini.
10.Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) yang menjadi pintu
masuk mengenal dunia kehutanan.
11.Slamet Fatchul Hidayat yang dengan sabar dan penuh perhatian menghadapi
keluh kesah dari penulis.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Oktober-Desember 2008 adalah karakteristik pohon tempat bersarang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Lama pelaksanaan tugas akhir ini
mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah adalah tujuh
bulan. Sumber dana pelaksanaan penelitian ini adalah dari Yayasan Ekosistem
Lestari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS.
dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. selaku dosen pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Gabriella Frediriksson dari
Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberikan bantuan dana
penelitian, dan kepada Bapak Ir. Mirza Indra, Bapak Ir. Chaerullah Ritonga,
Bapak Iman Siswanto, Bapak Chairul Effendi Silitonga, serta Ibu Helga Peter dan
Gregorio Bruno yang telah membantu selama pengambilan data di lokasi
penelitian serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR LAMPIRAN... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan... 3
C. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera... 4
1. Taksonomi Orangutan Sumatera... 4
2. Morfologi... 4
3. Habitat dan Penyebaran... 5
4. Aktifitas dan Prilaku Harian... 8
B. Konsep Bersarang... 9
C. Keterancaman Orangutan... 11
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 12
B. Alat dan Bahan... 12
C. Jenis Data yang Dikumpulkan... 13
D. Metode Pengambilan Data... 14
1. Nest Survey... 14
2. Analisis Vegetasi... 15
3. Studi Literatur... 16
E. Analisis Data... 16
1. Indeks Nilai Penting (INP)... 16
2. Analisis Deskriptif... 17
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 18
B. Kondisi Fisik... 19
C. Kondisi Biologi... 19
D. Kondisi Sosial Budaya... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pohon Sarang... 22
1. Jenis Pohon Sarang... 23
2. Tinggi Pohon Sarang... 28
3. Diameter Pohon Sarang... 31
4. Luas Tajuk Pohon Sarang... 32
B. Hubungan Antara Tinggi Sarang dengan Karakter Pohon Sarang... 34
KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG
ORANGUTAN SUMATERA (
Pongo abelii
Lesson, 1827)
DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,
KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA
HENDRI PUJIYANI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG
ORANGUTAN SUMATERA (
Pongo abelii
Lesson, 1827)
DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,
KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA
HENDRI PUJIYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
HENDRI PUJIYANI. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.
Habitat alami Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) yang semakin berkurang dan perburuan menyebabkan semakin menurunnya jumlah populasi satwa primata tersebut. Kawasan Hutan Batang Toru memiliki nilai penting karena kawasan tersebut merupakan habitat bagi Orangutan Sumatera yang terpisah dari habitat utamanya di Ekosistem Leuser di Aceh. Orangutan merupakan satwa langka yang memiliki preferensi dalam memilih pohon tempat bersarang, mulai dari pemilihan lokasi sampai penentuan jenis pohon yang sesuai untuk membangun sarang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakter pohon tempat bersarang Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 22 Desember 2008 yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) dengan luas lokasi 12,75 km2 di Kawasan Hutan Batang Toru blok barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. Alat yang digunakan selama penelitian adalah pita ukur keliling, pita ukur 30 meter, tambang plastik 20 meter, golok, kompas, flagging tape, kamera digital, camera trap, thermo-hygrometer, jam tangan, dan alat tulis. Data primer yang diambil adalah struktur dan komposisi vegetasi, suhu dan kelembaban, ketersediaan air, profil pohon sarang (jenis pohon, tinggi total, diameter, luas tajuk, dan bentuk tajuk), tinggi sarang, posisi sarang pada pohon, dan keberadaan satwa lain. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan bio-ekologi Orangutan Sumatera. Pengambilan data mengenai sarang dilakukan dengan Nest Survey yaitu dengan metode jalur.
Selama penelitian berhasil dijumpai sebanyak 154 pohon sarang yang terdiri dari 20 jenis pohon. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang Orangutan adalah jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yaitu dengan persentase 33,77% (52 pohon). Pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon dengan tinggi antara 16-20 meter (34%) dan rata-rata tinggi dari semua pohon sarang adalah 20,35 meter. Rata-rata Orangutan membangun sarang pada ketinggian 17,24 meter. Pada ketinggian pohon dan sarang tersebut dapat diketahui bahwa Orangutan lebih banyak menggunakan strata C (4-20 m) sehingga sarang masih mendapat naungan dari pohon lain yang lebih tinggi. Orangutan cenderung menggunakan pohon dengan diameter antara 10-19 cm dan rata-rata diameter dari semua pohon adalah 23,71 cm. Pohon yang paling banyak digunakan adalah pohon dengan luas tajuk kurang dari 11 m2 dan rara-rata luas tajuk dari semua pohon adalah 15,64 m2. Sarang Orangutan banyak yang dibangun pada tajuk yang berbentuk bola yaitu sebanyak 28%. Sarang yang berada di dekat sungai mengindikasikan pemilihan lokasi sarang tersebut dikarenakan fisik lokasi di dekat sungai yang lebih rendah (lereng atau lembah). Di lokasi penelitian satwa yang berpotensi sebagai kompetitor adalah Siamang (Symphalangus syndactilus), Ungko (Hylobates agilis ungko), Beruk (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), Bajing kelapa (Callosciurus notatus) dan burung Rangkong.
SUMMARY
HENDRI PUJIYANI. The Nesting Tree Characteristics of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) in Batang Toru Forest, North Tapanuli of North Sumatera. Under supervision of Ir. Haryanto R. Putro, MS. and Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.
The decline of natural habitat of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827) and persecution causing it's population decline. Batang Toru Forest has an important value as a habitat of Sumatran Orangutan which is separated from it's main habitat in Leuser Ecosystem (Aceh). Orangutan is rare species and it has preferention of choosing the nest location and the species of nesting tree with spesific characteristics. The objective of this research is to discover the characteristics of Sumatran Orangutan's nesting tree in Batang Toru Forest.
The research conducted at October 23th until December 22th 2008 in Research Station Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) in the 12,75 km2 area of West Block of Batang Toru Forest, in North Tapanuli of North Sumatera. Equipment that used are girth measuring tape, 30 m measuring tape, 20 m rope, machete, compas, flagging tape, digital camera, camera trap, thermo-hygrometer, watch, and stationary. Primary data are vegetation structure and composition, temperature and humidity, water availability, and profil of nesting tree (species of tree, total height, diameter, crown width, and crown shape), nest height, nest position, and the existence of other animals. This primary data are colected by nest survey method and vegetation analysis. Secondary data are general condition of research site and bio-ecology of Sumatran Orangutan.
During the research found 154 nesting trees, it’s content 20 tree species. 33,74% (52 trees) of it is Hoting (Lithocarpus spp.). The tree height of nesting tree is about 16-20 m (34%) with average tree height from all trees is 20,35 m and average nest height in 17,24 m. In such as low nest and tree height the Orangutan's nest is covered by the taller crown of other trees from rain and wind. Orangutan tend to build their nest at tree with diameter 10-19 cm and average diameter from all the trees is 23,71 cm. The crown width less than 11 m2 with average from all the trees 15,64 m2. Orangutan's nest near the river indicated that nest location preferention caused by the location near the river is lower (the slope area). In the research location, potential competitor animal are Siamang (Symphalangus syndactilus), Gibbon (Hylobates agilis ungko), Pig-tailed monkey (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), squirrel (Callosciurus notatus) and Hornbill.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Pohon
Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2009
Hendri Pujiyani
Judul Skripsi : Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara
Nama : Hendri Pujiyani
NIM : E34104086
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal :
Ketua,
Ir. Haryanto R. Putro, MS NIP.131 476 551
Anggota,
Ir. Dones Rinaldi, MSc.F NIP.131 781 160
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 7 Agustus 1985.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Sugiyanto dan
Sukarti.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Ciputat, Tangerang dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Biro Logistik Rimbawan Pecinta Alam
(RIMPALA) tahun 2004-2005, Ketua Departemen Kesekretariatan RIMPALA
tahun 2005-2006, panitia Gebyar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (KSHE) tahun 2005-2006, anggota Tim Kelompok Pemerhati
Kupu-kupu Himpunan Mahasiswa Konservasi dan Ekowisata (KPK-HIMAKOVA)
dalam Studi Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007, anggota Komisi Disiplin RIMPALA
tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan dan
Pengelolaan Hutan (PPPH) di Getas. Cilacap dan Baturaden pada tahun 2007.
Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Gunung
Merapi (TNGM) Jawa Tengah-Yogyakarta.
Penulis menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
IPB dengan judul skripsi Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan
Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara. Penyelesaian skripsi ini dibimbing
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini merupakan wujud keberhasilan yang bukan saja milik penulis
namun juga milik semua pihak yang dengan segala upaya baik itu doa maupun
tenaga telah membantu selama proses skripsi ini tercipta. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Orang tua dan kakak tercinta, yang dengan do'a dan air mata telah
menciptakan semangat serta kekuatan kepada.
2. Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen
pembimbing yang begitu sabar menghadapi segala ketidakpahaman penulis
selama menjalani proses bimbingan.
3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dosen wakil dari Departemen Hasil Hutan
dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. dosen wakil dari Depertemen
Silvikultur yang telah membantu selama proses ujian komprehensif.
4. Yayasan Ekosistem Lestari, Gabriella Fredriksson, Mirza Indra, Helga Peters,
Gregorio Bruno, Khaerul Effendi, Imam Siswanto, dan keluarga Haerullah
Ritonga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menginjakkan
kaki di tanah Sumatera dan telah memberikan arahan selama penelitian.
5. Kak Renita, Bang Con, Kak Pipit, dan Kak Ade yang telah sangat baik dan
tulus memberikan bantuan serta perhatian selama berada di Pandan.
6. Bapak Amri dan Ibu Masniari yang senantiasa memotifasi penulis.
7. Persahabatan yang menjelma menjadi sebuah keluarga besar KSH 41 yang
selama lebih dari 4 tahun menjadi sumber keceriaan dan inspirasi bagi penulis.
8. Nisa Syachera, Azhari Purbatrapsila, Priska Rini, Alamanda SP, Dwi
Suryana,Yogi Prasetyo, teman-teman IC dan Asrama Sylva Sari terima kasih
atas bantuan dan kerjasamanya.
9. Lanjar Wijiarti terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini.
10.Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) yang menjadi pintu
masuk mengenal dunia kehutanan.
11.Slamet Fatchul Hidayat yang dengan sabar dan penuh perhatian menghadapi
keluh kesah dari penulis.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Oktober-Desember 2008 adalah karakteristik pohon tempat bersarang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Lama pelaksanaan tugas akhir ini
mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah adalah tujuh
bulan. Sumber dana pelaksanaan penelitian ini adalah dari Yayasan Ekosistem
Lestari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS.
dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. selaku dosen pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Gabriella Frediriksson dari
Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberikan bantuan dana
penelitian, dan kepada Bapak Ir. Mirza Indra, Bapak Ir. Chaerullah Ritonga,
Bapak Iman Siswanto, Bapak Chairul Effendi Silitonga, serta Ibu Helga Peter dan
Gregorio Bruno yang telah membantu selama pengambilan data di lokasi
penelitian serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2009
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR LAMPIRAN... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan... 3
C. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera... 4
1. Taksonomi Orangutan Sumatera... 4
2. Morfologi... 4
3. Habitat dan Penyebaran... 5
4. Aktifitas dan Prilaku Harian... 8
B. Konsep Bersarang... 9
C. Keterancaman Orangutan... 11
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 12
B. Alat dan Bahan... 12
C. Jenis Data yang Dikumpulkan... 13
D. Metode Pengambilan Data... 14
1. Nest Survey... 14
2. Analisis Vegetasi... 15
3. Studi Literatur... 16
E. Analisis Data... 16
1. Indeks Nilai Penting (INP)... 16
2. Analisis Deskriptif... 17
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 18
B. Kondisi Fisik... 19
C. Kondisi Biologi... 19
D. Kondisi Sosial Budaya... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pohon Sarang... 22
1. Jenis Pohon Sarang... 23
2. Tinggi Pohon Sarang... 28
3. Diameter Pohon Sarang... 31
4. Luas Tajuk Pohon Sarang... 32
B. Hubungan Antara Tinggi Sarang dengan Karakter Pohon Sarang... 34
2. Tinggi Sarang dengan Diameter Pohon... 36
3. Tinggi Sarang dengan Luas Tajuk... 37
C. Bio-fisik di Sekitar Pohon Sarang... 37
1. Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan... 38
2. Ketersediaan Air... 39
3. Struktur Vegetasi... 39
4. Keberadaan Satwa Lain... 40
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 44
B. Saran... 44
DAFTAR PUSTAKA... 45
DAFTAR TABEL
No.
Halaman 1. Variasi posisi sarang Orangutan... 24
2. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai pohon sarang oleh Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru... 26
3. Rata-rata suhu, kelembaban dan curah hujan di stasiun penelitian
YEL-SOCP Batang Toru pada bulan Oktober-November 2008... 38
4. Indeks Nilai Penting (INP) pada setiap formasi hutan... 39
5. Beberapa jenis satwa liar yang dijumpai pada lokasi penelitian Hutan Batang Toru... 41
6. INP tingkat vegetasi semai pada hutan gambut... 63
7. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan gambut... 64
8. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan gambut... 64
9. INP tingkat vegetasi pohon pada hutan gambut... 65
10. INP tingkat vegetasi semai pada hutan daerah ecoton... 66
11. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan daerah ecoton... 66
12. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan daerah ecoton... 67
13. INP tingkat vegetasi pohon pada hutan daerah ecoton... 68
14. INP tingkat vegetasi semai pada hutan Dipterocarpaceae atas... 68
15. INP tingkat vegetasi pancang pada hutan Dipterocarpaceae atas... 69
16. INP tingkat vegetasi tiang pada hutan Dipterocarpaceae atas... 69
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman 1. Peta penyebaran Orangutan di Sumatera... 7
2. Lokasi penelitian di Hutan Batang Toru blok barat... 12
3. Bentuk tajuk pohon. (a) tajuk bola, (b) tajuk silinder, (c) tajuk kerucut, (d) tajuk payung, (e) tajuk kosong pada satu sisi, dan (f) tajuk tidak
beraturan... 13
4. Posisi sarang Orangutan pada percabangan pohon... 14
5. Perencanaan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak... 15
6. Peta hutan Batang Toru blok barat dan blok timur (Sarulla). Sumber: YEL-SOCP... 18
7. Beberapa jenis Nepenthes spp. yang ada di Hutan Batang Toru... 20 8. Sarang Orangutan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru... 21
9. Jenis pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 22
10. Jumlah pohon pada setiap posisi sarang... 23
11. Jenis pohon dan jumlah sarang sesuai posisi sarang... 25
12. Sarang Orangutan pada pohon Hoting... 28
13. Persentase tinggi pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 29
14. Ilustrasi letak sarang pada pohon dengan naungan dari pohon lain... 30
15. Persentase tinggi sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 30
16. Diagram diameter pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru... 31
17. Persentase luas tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru... 32
18. Persentase bentuk tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru... 33
19. Model arsitektur pohon Leeuwenberg (a) menurut Halle (1975)
dalam Samingan (1989) dan (b) menurut Bell (1991)... 34
20. Hubungan antara tinggi sarang dengan tinggi pohon... 35
21. Jumlah sarang berdasarkan tinggi sarang... 35
22. Hubungan antara tinggi sarang Orangutan dengan diameter pohon... 36
23. Hubungan antara tinggi sarang dengan luas tajuk pohon sarang... 37
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman 1. Data kondisi lingkungan di sekitar pohon sarang... 49
2. Peta jalur pengamatan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru... 53
3. Data pohon sarang yang ditemukan di lokasi penelitian Hutan
Batang Toru... 54
4. Suhu, kelembaban dan curah hujan harian di lokasi penelitian Hutan Batang Toru pada bulan Oktober-November 2008... 61
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) merupakan kawasan hutan di
Sumatera Utara yang bernilai tinggi, baik dalam aspek keanekaragaman hayati
maupun aspek ekonomi serta memiliki fungsi hidrologi yang penting. KHBT
terdiri dari Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur
(Sarulla). Pada kawasan hutan ini terdapat hutan primer seluas 136.284 ha. Di
kawasan Hutan Batang Toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10 DAS
(Daerah Aliran Sungai). Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansipahoras, Aek
Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir
(Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan. Nilai penting
keberadaan KHBT lainnya adalah pemanfaatan panas bumi sebagai Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Sarulla yang akan menyediakan pasokan
listrik sebesar 300 MW untuk keperluan listrik Sumatera Utara (Fredriksson &
Indra, 2007).
Kekayaan bahan tambang di KHBT sangat berpotensi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, sampai saat ini telah ada perusahaan pertambangan
emas yang sedang beroperasi yaitu PT. Agincourt Oxiana. Kebaradaan KHBT
juga bernilai penting dalam hal penyedia jasa lingkungan sangat penting. Jasa
lingkungan yang merupakan potensi dari KHBT adalah berupa penyedia air baik
bagi kebutuhan masyarakat di bagian hilir sampai hulu maupun sebagai
penyedia energi bagi PLTP. Keindahan alam Hutan Batang Toru yang masih
alami dapat menjadi modal bagi pengembangan ekowisata di daerah Sumatera
Utara.
Kondisi hutan alam Batang Toru yang masih alami sangat penting bagi
kehidupan masyarakat, karena dari dalam hutan inilah aliran Sungai Batang
Toru berasal. Selain itu nilai penting Hutan Batang Toru adalah kekayaan jenis
flora dan fauna yang dimilikinya. Hutan Batang Toru juga menjadi salah satu
lokasi yang merupakan habitat dari Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827), sehingga kelestarian hutan ini akan sangat berpengaruh terhadap
penelitian van Schaik pada tahun 2004 Orangutan Sumatera pertama kali
diketahui terdapat habitat Orangutan Sumatera di KHBT. Diperkirakan ada 400
ekor Orangutan Sumatera yang kini mendiami KHBT Blok Barat, dan sekitar
150 ekor di kawasan hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla) (Witch, Meijaard,
Marshall, Husson, Ancrenaz, Lacy, van Schaik, Sugartjito, Simorangkir,
Treylor-Hozler, Doughty, Supriatna, Dennis, Gumal, Knott, Singelton 2008).
Ancaman kepunahan Orangutan Sumatera merupakan dampak negatif dari
semakin besarnya laju kerusakan hutan dataran rendah Sumatera yang
merupakan habitat bagi kehidupan Orangutan, selain itu maraknya perburuan
terhadap satwa ini juga memperparah kondisi populasi Orangutan di habitat
alaminya.
Berdasarkan Red List of Threatened Species IUCN (International Union for Conservation of Nature) tahun 2007, Orangutan Sumatera merupakan satwa yang tergolong sebagai critical endangered species, sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Flora and Fauna) Orangutan Sumatera masuk ke dalam kategori Appendix I. Orangutan juga
merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999
(Maryanto; Achamadi dan Kartono, 2008). Orangutan adalah satu-satunya
primata yang termasuk jenis kera besar yang ada di Asia dan hidup secara
arboreal. Sama seperti jenis kera basar lainnya di Afrika, Orangutan juga
membuat sarang di atas pohon sebagai tempat tidur. Fungsi lain sarang
Orangutan adalah untuk digunakan sebagai tempat istirahat pada siang hari,
namun dalam beberapa kasus lain dijumpai sarang yang digunakan sebagai
tempat bermain dan perkawinan (van Schaik, 2006). Keberadaan Orangutan
Sumatera di Hutan Batang Toru dapat diketahui dengan banyak ditemukannya
sarang Orangutan di lokasi tersebut.
Prilaku bersarang Orangutan sangat unik, sehingga perlu dilakukan studi
untuk mempelajari hal tersebut. Orangutan memiliki preferensi dalam membuat
sarangnya, mulai dari pemilihan lokasi sampai dengan penentuan jenis pohon
yang sesuai untuk dibangun sarang di atasnya. Pemilihan pohon tempat
bersarang diketahui melalui pengamatan terhadap pohon-pohon yang digunakan
diketahui karakter pohon sarang Orangutan yang ada di kawasan hutan Batang
Toru. Studi mengenai karakteristik pohon sarang Orangutan ini dapat menjadi
salah satu tindakan yang merupakan suatu upaya dalam konservasi Orangutan
Sumatera di Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik
pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (P. abelii).
C. Manfaat
Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi data dan informasi
mengenai karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera di kawasan
Hutan Batang Toru. Penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
perencanaan pengelolaan kawasan Hutan Batang Toru sebagai kawasan
II . TINJAUAN PUSTAKA
A. Bio-ekologi Orangutan Sumatera
1. Taksonomi Orangutan Sumatera
Menurut Poirier (1964) dalam Groves (1972) klasifikasi dari
Orangutan Sumatera adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Subordo : Anthropoidea
Superfamili : Homoidea
Famili : Pongoidea
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii Lesson, 1827
Perbedaan genetik, geografi, morfologi muka, badan, dan perbedaan
karakter rambut pada Orangutan Kalimantan dengan Orangutan Sumatera
berdasarkan hal tersebut maka dibedakan menjadi dua spesies yang berbeda.
Spesies Orangutan di Kalimantan terdiri dari 3 subspesies yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus warumbii dan Pongo pygmaeus morio sedangkan spesies Orangutan di Sumatera adalah Pongo abelii (Suhartono et. al. 2007). Kedua subspesies ini memiliki perbedaan genetik yang cukup tinggi, menurut Reyder and Chemnick (1993), dalam Dolhinow
and Fuetes (1999) kedua subspesies ini merupakan dua spesies yang
terpisah.
2. Morfologi
Ciri fisik famili Pongoidea adalah lengannya 200% dari panjang
tubuh, kaki pendek hanya 116% dari panjang tubuh. Jari telunjuk lebih kecil
daripada ibu jari. Ukuran rata-rata kepala dan tubuh jantan 956 mm serta
1.149 mm pada betina. Berat badan rata-rata adalah 75 kg pada jantan dan
37 kg pada betina (Groves, 1971 dalam Maple, 1980).
Menurut Supriatna dan Edy (2000), jika dibandingkan dengan
Orangutan di Kalimantan, rambut Orangutan Sumatera lebih terang yaitu
berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Ukuran tubuh
rata-rata Orangutan jantan dewasa yaitu berkisar antara 125-150 cm, dua
kali lebih besar daripada Orangutan betina. Berat badan rata-rata Orangutan
jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki
kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang.
Menurut Rijksen (1978) perbedaan morfologi Orangutan berdasarkan
kelas umur dan jenis kalamin adalah sebagai berikut :
a. Bayi berumur 0-2,5 tahun dengan berat badan 2-6 kg memiliki rambut berwarna lebih terang pada bagian mulut dan lebih gelap pada bagian muka.
b. Anak berumur 2,5-5 tahun dengan berat badan 6-15 kg memiliki warna rambut yang tidak jauh berbeda dengan bayi Orangutan, namun pada kelas umur anak, Orangutan sudah mampu mancari makan sendiri walaupun masih bergantung pada induknya.
c. Remaja berumur 5-8 tahun dengan berat badan 15-30 kg memiliki rambut yang panjang disekitar muka.
d. Jantan setengah dewasa berumur 8-13/15 tahun dengan barat badan 30-50 kg memiliki rambut berwarna lebih gelap dan rambut janggut sudah mulai tumbuh serta rambut di sekitar wajah sudah lebih pendek.
e. Betina dewasa 8+ tahun dengan berat badan 30-50 kg sudah memiliki janggut dan sangat sulit dibedakan dengan betina setengah dewasa. f. Jantan dewasa berumur 13/15+ tahun dengan berat badan 50-90 kg.
Jantan dewasa memiliki kantung suara, bantalan pipi dan berjanggut serta berambut panjang.
3. Habitat dan Penyebaran
Hutan hujan tropis di Sumatera memiliki sejarah, iklim dan ekologi
yang unik. Kekayaan spesies tertinggi adalah di hutan dataran rendah
Dipterocarpaceae yang memang didominasi oleh pohon-pohon dari keluarga
Dipterocarpaceae (Ashton; Givinish; Appanah, 1998 dalam Dolhinow &
Fuentes, 1999). Pohon-pohon Dipterocarpaceae menyediakan buah yang
secara bersamaan pada setiap dua atau lima tahun sekali. Hal tersebut
mengakibatkan pada masa tertentu buah tersedia sangat banyak namun pada
berbeda terjadi pada hutan gambut Sumatera yang memiliki sedikit jenis
tumbuhan endemik namun memiliki kepadatan yang tinggi, sehingga buah
akan tersedia setiap tahun. Orangutan berperan penting dalam ekosistem,
baik pada hutan dataran rendah Dipterocarpaceae ataupun di hutan gambut.
Kebiasaan Orangutan dalam makan dan pola pergerakannya menyebabkan
Orangutan merupakan penyebar biji/benih tumbuhan hutan yang sangat baik
(Nellemann et. al., 2007).
Orangutan di Sumatera hidup di dalam hutan yang daunnya lebih
rindang daripada Orangutan yang hidup di hutan Kalimantan (van Schaik,
2006). Orangutan mampu beradaptasi pada berbagai tipe hutan primer,
mulai dari hutan rawa, hutan dataran rendah/hutan Dipterocarpaceae sampai
pada tipe hutan pegunungan dengan batas ketinggian 1.800 m dpl. (Rijksen,
1978). Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Orangutan
Sumatera hidup di dataran rendah aluvial (lowland aluvial plains), daerah rawa dan daerah lereng perbukitan (Singleton et. al., 2006). Kepadatan Orangutan yang ada di daerah pada ketinggian 1.000 sampai 1.200 m dpl
terus menurun.
Rijksen (1978) mengungkapkan bahwa konsentrasi utama populasi
Orangutan di Sumatera adalah pada habitat hutan dataran rendah dan hutan
rawa yaitu terletak diantara Sungai Simpang Kiri (sebelah selatan Sungai
Atlas) dan daerah pesisir Samudera Hindia memanjang sampai bagian utara
daerah Benkung dan Kluet yang merupakan bagian selatan Gunung Leuser.
Konsentrasi populasi Orangutan juga terdapat di habitat yang merupakan
hutan pegunungan api Dataran Tinggi Kappi hingga bagian utara hutan
Pegunungan Serbojadi dan hutan dataran rendah anak sungai Jambu Aye.
Secara lebih jelas penyebaran Orangutan Sumaetra dapat dilihat pada
Gambar 1. Peta penyebaran Orangutan di Sumatera
Menurut Supriatna dan Edy (2000), Orangutan Sumatera tersebar di
bagian utara Sumatera, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Daerah rawa
menggambarkan habitat yang optimal bagi Orangutan, seperti di Kluet yang
merupakan daerah rawa tercatat ada lebih dari 8 individu Orangutan setiap
km2. Di Sungai Ketambe dan Atlas (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)
yang merupakan hutan dataran yang kering (bukan rawa) kepadatan populasi
Orangutan lebih rendah yaitu sekitar 4 atau 5 individu/km2 (Singleton et al. 2005). Di bagian utara danau Toba telah dilaporkan oleh van Schaik et al. (2004) dalam Singelton et. al. (2005) terdapat habitat yang terpisah dari habitat utama Orangutan di bagian Barat dan Timur Leuser. Antara habitat
utama di Barat dan Timur Leuser dengan habitat yang terpisah di selatan
danau Toba tidak memiliki koridor penghubung.
4. Aktifitas dan Prilaku Harian
Kera besar memiliki otak yang lebih besar daripada primata lain. Pada
umumnya kera besar lebih banyak yang hidup secara terestrial namun pada
Orangutan hidupnya arboreal (Rowe, 1996). Kehidupan Orangutan
dihabiskan diatas pohon dan jarang sekali turun ke lantai hutan, kecuali
untuk memakan rayap. Orangutan berpindah dengan menggunakan keempat
anggota tubuhnya, berpindah dari cabang ke cabang lain. Daerah jelajah
Orangutan adalah berkisar antara 2-10 km dengan luas wilayah jelajah
hariannya berkisar antara 800-1200 m2 (Supriatna & Edy, 2000). Rijksen
(1978) menyatakan bahwa ada 13 vokalisasi Orangutan sedangkan
MacKinnon (1971) dalam Nowak (1999) vokalisasi Orangutan terdiri dari
15 suara. Orangutan relatif lebih pendiam dibandingkan dengan primata
besar lainnya. Suara yang paling banyak tercatat adalah berupa panggilan
panjang (long call) dari jantan dewasa yang mungkin terdengar dari jarak lebih dari 1 km, hal ini mungkin merupakan mekanisme dalam mengatur
jarak bagi antar individunya (Nowak, 1999).
Aktifitas Orangutan dipengaruhi oleh faktor musim berbuah dan cuaca.
MacKinnon (1974) telah menjumpai saat buah sedang sulit didapat di hutan,
Orangutan akan menghabiskan waktu menjelajah lebih banyak daripada
waktu untuk makan. Demikian pula saat hari sedang kering (panas)
Orangutan akan lebih banyak beristirahat pada siang hari. Pembagian
penggunaan waktu oleh Orangutan adalah pada pagi hari digunakan untuk
makan, siang hari untuk menjelajah dengan diselingi waktu istirahat siang
(Rijksen, 1978). Orangutan akan mulai istirahat malam antara pukul
15.00-18.00 dengan aktivitas malam hari yang sangat sedikit. Persentase aktivitas
harian Orangutan menurut Rijksen (1978) adalah 47 % untuk makan, 40%
untuk istirahat, 12 % untuk menjelajah dan sisa waktunya untuk aktivitas
sosial.
Penggunaan ruang bagi aktivitas Orangutan yaitu pada lapisan antara
15-25 m diatas permukaan tanah hampir 70% dari waktu aktivitas hariannya,
Orangutan menggunakan 20% waktu aktivitas hariannya pada lapisan lebih
kurang dari 10 % waktu aktivitas hariannya. Orangutan biasanya selalu
membuat sarang tidur di tepi sungai pada ketinggian 20-40 m diatas tanah
(Pardede, 2000 dalam Ginting, 2006).
Orangutan Sumatera sangat bervariasi dalam pemilihan jenis makanan.
Secara alami Orangutan adalah pemakan buah, tetapi juga memakan
berbagai jenis makanan lain seperti daun, tunas, bunga, epifit, liana, zat pati
kayu, dan kulit kayu (MacKinnon, 1974). Sebagai sumber protein Orangutan
juga mengkonsumsi serangga dan telur burung (Supriatna & Edy, 2000).
Orangutan memiliki kebiasaan mencoba memakan segala sesuatu yang ia
temui untuk dirasakan dan kemudian menentukan benda tersebut dapat
dijadikan makanan atau tidak (Maple, 1980). Persentase jenis makanan
Orangutan menurut Rodman (1977) dalam Maple (1980) adalah 53,8%
berupa buah, 29% berupa daun, 14,2% kulit kayu, 2,2% bunga, dan 0,8%
adalah serangga.
B. Konsep Bersarang
Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun
untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat
istirahat atau tidur. Pada setiap sarang memiliki letak yang berbeda untuk setiap
jenis satwa, misalnya (1) sarang yang letaknya di atas pohon pada bagian
batang, ranting atau cabang pohon; (2) sarang juga ada yang terletak di pohon
yang dibuat lubang-lubang; dan (3) sarang yang terletak pada tanah, baik yang
dipermukaan tanah, lubang di dalam tanah ataupun di dalam gua (Alikodra,
1990).
Prilaku membangun sarang pada Orangutan diindikasikan sebagai suatu
prilaku yang menunjukan kecerdasan kera besar (Grzimerk, 1972). Orangutan
membangun sarang harian untuk tempat tidur malam dan untuk waktu tidur
tambahan di siang hari. Jumlah sarang dapat dijadikan dasar perhitungan untuk
mengetahui jumlah Orangutan di habitatnya. Sekurang-kurangnya Orangutan
membangun 1 sarang dalam satu hari. Menurut MacKinnon (1974), Orangutan
membangun sarangnya akan memilih tempat yang berdekatan dengan pohon
Menurut MacKinnon (1974), kegiatan pembutan sarang Orangutan terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1. Rimming (melingkarkan) yaitu melekukkan dahan secara horizontal sampai membentuk lingkaran sarang kemudian ditahan dengan melekukkan dahan lainnya sehingga membentuk kuncian jalinan dahan.
2. Hanging (menggantung) yaitu melekukkan dahan ke dalam lingkaran sarang sehingga membentuk kantung sarang.
3. Pillaring (menopang) yaitu melekukkan dahan ke bawah sarang sebagai penopang sarang.
4. Loose (melepaskan) yaitu memutus beberapa dahan dari pohon dan diletakkan ke dalam sarang sebagai alas atau di bagaian atas sebagai atap.
Keawetan sarang tergantung pada teknik konstruksi, berat dan ukuran
Orangutan, suasana hati saat membangun sarang, lokasi dan karakteristik pohon,
cuaca serta keberadaan satwa lain yang mungkin akan merusak sarang
Orangutan tersebut, dalam waktu 2,5 bulan sarang Orangutan akan tetap terlihat
sebelum pada akhirnya akan hancur dan tinggal ranting-rantingnya saja
(Rijksen, 1978). Sarang terdistribusi secara acak dan letaknya tergantung pada
beberapa pertimbangan seperti jaraknya dengan sungai, dengan pohon
buah/feeding tree, keterlindungan dari matahari siang hari, angin malam hari, dan keterjangkauan pandangannya terhadap areal hutan (MacKinnon, 1974 dan
Rijksen, 1978).
Menurut Maple (1980), Orangutan muda akan membangun sarang (untuk
bermain) lebih dari satu sarang setiap hari. Beberapa sarang dapat digunakan
kembali dan dalam beberapa kasus ada sarang lama yang dibangun kembali oleh
Orangutan yang berbeda. MacKinnon (1974) menungkapkan bahwa konsentrasi
sarang Orangutan berada di lokasi yang banyak tersedia makanan, tempat
mengasin dan pada pertemuan punggungan bukit atau pada lereng yang
mungkin mendapat hangat sinar matahari, pandangan yang luas namun
terlindung dari terpaan angin. Faktor lainnya yang mempengaruhi letak sarang
Orangutan adalah keberadaan sarang lain di lokasi tersebut. Apabila terdapat
pohon yang sedang berbuah (terutama buah yang menarik dan disukai
Orangutan) maka Orangutan tersebut mungkin akan kembali pada sarangnya
yang lama dan akan menggunakannya beberapa hari berturut-turut. Orangutan
pada umumnya akan kembali ke lokasi sarang lamanya setiap 2-8 bulan
sarang perlindungan dengan kualitas yang sama bagusnya seperti sarang tidur di
malam hari (Harrisson, 1969 dalam Maple, 1980). MacKinnon (1974)
menyatakan bahwa atap pelindung seringkali dibuat oleh Orangutan, yang
teridentifikasi berfungsi sebagai pelindung dari hujan, naungan sinar matahari
dan alat penyamaran (kamunflase). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Galdikas (1984) pernah ditemui dua buah sarang Orangutan yang berada di
permukaan tanah. Sarang permukaan tanah yang pernah dilihat adalah sarang
untuk istirahat siang yang disusun dari beberapa pohon tumbang dan pada
sarang tersebut terlihat seekor jantan dewasa sedang tidur siang selama 3/4 jam.
C. Keterancaman Orangutan
Kerusakan hutan dataran rendah Sumatera berpengaruh besar terhadap
penurunan kualitas habitat Orangutan Sumatera, sehingga populasi Orangutan pun
semakin berkurang. Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera disebabkan adanya
penebangan hutan, pertambangan, kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan
serta tekanan populasi penduduk (Soehartono; Susilo; Andayani; Atmoko; Sihite;
Saleh; dan Sutrisno, 2007). Selain itu menurut Nellemann (2007) kerusakan
tersebut juga dikarenakan adanya perburuan ilegal, pembangunan infrastruktur
dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Antara tahun 1985-1997 hutan di
Sumatera berkurang sampai 61%, dengan berkurangnya jumlah hutan tersebut
populasi Orangutan Sumatera semakin berkurang terutama jika habitat utama di
Gunung Leuser terfragmentasi. Di beberapa daerah di Sumatera Orangutan diburu
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian adalah pada 23 Oktober 2008 sampai dengan 22
Desember 2008. Luas areal penelitian adalah 12,75 km2 yang berlokasi di
Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari - Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-SOCP) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dapat
[image:36.595.121.512.272.544.2]dilihat pada Ganbar 2.
Gambar 2. Lokasi penelitian di Hutan Batang Toru blok barat
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah GPS Garmin Etrex, kamera
digital, camera trap, binokuler, kompas, termo-hygrometer, tambang 20 m, pita ukur 30 m, pita ukur keliling, plot marker (flagging tape), pengukur waktu, golok, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah
C. Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer yang diambil adalah sebagai berikut :
1. Struktur dan komposisi jenis vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon). 2. Suhu dan kelembaban udara diukur dengan menggunakan alat
thermo-hygrometer dengan pencatatan setiap pagi hari pukul 06.00-06.30 dan sore hari pukul 18.00-18.30 di lokasi penelitian.
3. Ketersediaan air di sekitar pohon sarang. Pencatatan sumber air yang ditemukan selama pengamatan, sumber air dapat berupa sungai atau anak sungai, danau, ataupun genangan air seperti dapat dilihat pada Lampiran 1. 4. Profil pohon sarang (jenis pohon, diameter pohon, tinggi total, luas tajuk,
[image:37.595.137.506.305.479.2]bentuk tajuk pohon sarang). Bentuk tajuk menurut Suwandi (2000) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk tajuk pohon. (a) tajuk bola, (b) tajuk silinder, (c) tajuk kerucut, (d) tajuk payung, (e) tajuk kosong pada satu sisi, dan (f) tajuk tidak beraturan
5. Ketinggian sarang dari permukaan tanah.
6. Kondisi tajuk di sekitar pohon sarang, juga dilakukan identifikasi fungsi pohon lain bagi Orangutan di sekitar pohon sarang.
7. Kelerengan lokasi pohon sarang secara kualitatif seperti pada Lampiran 1. 8. Bagian pohon tempat bersarang (puncak pohon, ujung cabang, pangkal
cabang, penggunaan lebih dari satu pohon). Posisi sarang pada pohon dengan klasifikasi seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Posisi sarang Orangutan pada percabangan pohon
9. Keberadaan satwa lain dicatat berdasarkan perjumpaan langsung maupun tidak langsung melalui jejak dan camera trap.
Data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum lokasi yang
meliputi letak dan luas kawasan, topografi, geologi, iklim (curah hujan dan
temperatur), potensi flora dan fauna serta kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitar hutan. Selain data mengenai kondisi umum lokasi penelitian juga
diperlukan data mengenai bio-ekologi Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827).
D. Metode Pengambilan Data
1.Nest Survey
Pengambilan data primer untuk mengetahui karakteristik pohon tempat
bersarang Orangutan adalah dengan metode jalur, dimana jalur yang
digunakan merupakan jalur yang telah ada di lokasi penelitian. Jumlah jalur
yang digunakan dalam nest survey adalah 8 jalur dengan total panjang jalur pengamatan adalah 9,47 km. Peta jalur pengamatan dapat dilihat pada
Lampiran 2. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan terhadap semua
pohon sarang yang ditemukan saat nest survey.
Pengambilan data untuk menemukan sarang Orangutan dilakukan
dengan cara berjalan pada jalur secara perlahan-lahan dengan memperhatikan
tajuk pada sudut pandang 180o, dengan cara yang sama setiap jalur dilakukan
pengulangan pengambilan data pada arah sebaliknya. Pengulangan tersebut
dilakukan untuk menghindari kemungkinan suatu sarang tidak tercatat akibat
tidak terlihat saat pengamatan. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena
beberapa sarang Orangutan tidak terlihat dari satu sudut pandang, namun dari
sudut pandang yang lain sarang tersebut sangat jelas terlihat. Sarang
Orangutan berupa jalinan ranting yang dibengkokan atau dipatahkan
dilengkapi dengan tumpukan daun yang disusun sedemikian rupa sehingga
berbentuk bulat atau lonjong. Pengambilan data ini dilakukan dengan bantuan
binokuler sehingga memungkinkan untuk menemukan sarang yang sulit
terlihat karena letaknya jauh dari jalur atau sarang tersebut sedikit
tersembunyi. Setiap sarang yang terlihat selama pengamatan akan dilakukan
pencatatan terhadap semua karakter pohon sarang sesuai parameter
pengamatan.
2.Analisis Vegetasi
Pengumpulan data primer kondisi habitat di sekitar pohon sarang adalah
dengan melakukan inventarisasi vegetasi dengan metode jalur berpetak pada
tiga formasi hutan yaitu hutan gambut, hutan peralihan (ecoton) dan hutan
Dipterocarpaceae atas. Pada setiap formasi hutan dibuat jalur dengan luas 0,2
ha, yaitu lebar 20 m dan panjang 100 m seperti terlihat pada Gambar 5
(Soerianegara & Indrawan, 1988). Jumlah plot yang dibuat adalah lima plot
untuk setiap jalur analisis vegetasi. Inventarisasi vegetasi dilakukan untuk
mengetahui struktur dan komposisi vegetasi habitat Orangutan Sumatera.
[image:39.595.154.495.527.723.2]
Gambar 5. Perencanaan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak Arah jalur 20 m
10 m a a
b b
c
c d
d
Keterangan :
a :Petak tingkat semai dan tumbuhan bawah (2 m x 2 m)
Data dari analisis vegetasi tersebut digunakan untuk mengetahui
struktur dan komposisi setiap asosiasi vegetasi yang merupakan habitat
Orangutan. Dari data analisis vegetasi ini akan dihasilkan Nilai Indeks Panting
(INP) suatu jenis yang menujukan dominasi jenis dari masing-masing asosiasi
vegetasi.
3.Studi Literatur
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi literatur yang
diambil dari berbagai sumber bacaan. Data sekunder juga diperoleh dari
instansi yang terkait dengan Kawasan Hutan Batang Toru. Data sekunder ini
digunakan sebagai data pendukung, landasan teori dan dasar penulisan hasil
penelitian.
E. Analisis Data
1.Indeks Nilai Penting (INP)
Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari komposisi jenis
dan struktur vegetasi yang hasilnya dihitung untuk didapatkan Indeks Nilai
Penting (INP) dengan rumus berikut :
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan (K) =
Luas unit contoh
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR) = 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh jenis
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) = 100%
Frekuensi seluruh jenis
Jumlah bidang dasar
Dominansi (D) =
Luas petak contoh
Dominansi suatu jenis
Dominansi Relatif (DR) = 100%
Dominansi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR
Luas bidang dasar ke-i
2.Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk data-data kualitatif yang tidak
dilakukan pengukuran secara kuantitatif. Data mengenai karakter pohon
sarang akan disajikan dalam bentuk diagram dan grafik yang akan dibahas
secara deskriptif. Selain data karakter pohon tersebut data mengenai kondisi
penutupan tajuk di sekitar pohon sarang, kelerengan lokasi tempat
ditemukannya pohon sarang, serta data lainnya yang merupakan data
penunjang bagi data primer mengenai karakteristik pohon sarang juga akan
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak dan Luas
Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) secara administratif adalah terletak
di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tapanili Utara, Tapanuli Tengah dan
Tapanuli Selatan, sedangkan secara geografis terletak antara 98o 53’ – 99o 26’
Bujur Timur dan 02o 03’ – 01o 27’ Lintang Utara. KHBT terdiri dari Hutan
Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla) seperti
terlihat pada Gambar 6. Pada kawasan hutan ini terdapat hutan primer seluas
136.284 ha. Seluas 89.236 ha (65,5%) terletak di kabupaten Tapanuli Utara,
15.492 ha (11,4%) terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah dan hutan seluas
31.556 ha (23,1%) terletak di kabupaten Tapanuli Selatan (Fredriksson & Indra,
[image:42.595.123.502.360.693.2]2007).
Gambar 6. Peta hutan Batang Toru blok barat dan blok timur (Sarulla). Sumber: YEL-SOCP
B. Kondisi Fisik
Kawasan hutan alam di dalam kawasan Hutan Batang Toru memiliki
ketinggian mulai dari 400-1.803 m dpl, dimana titik terendahnya berada di
Sungai Sipansihaporas (dekat Kota Sibolga) dan titik tertingginya berada pada
Dolok Lubuk Raya di bagian selatan kawasan. Kelerengan antara lebih dari
40%, di wilayah ini didominasi dengan bentuk topografi yang berbukit dan
bergunung. Curah hujan di kawasan Hutan Batang Toru cukup tinggi yaitu
berkisar antara 4.500-5.000 mm per tahun. Kawasan ini terletak di pegunungan
maka suhu udara pada malam hari dapat turun sampai 14 oC.
Di kawasan Hutan Batang toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10
DAS (Daerah Aliran Sungai). Kawasan DAS di Hutan Batang Toru memiliki
fungsi hidrologi penting dan daerah hulunya masih memiliki tutupan hutan yang
utuh. Kawasan DAS ini berfungsi sebagai penyangga dan pengatur tata air serta
pencegah bencana banjir. Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansihaporas, Aek
Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir
(Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan.
C. Kondisi Biologi
Kawasan Hutan Batang Toru merupakan kawasan transisi biogeografis
antara kawasan biogeografis Danau Toba bagian utara dan Danau Toba bagian
selatan. Kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan
keragaman hayati yang tinggi. Keunikan Hutan Batang Toru juga dikarenakan
kondisi topografinya yang berbukit-bukit dan bergelombang, sehingga Hutan
Batang Toru memiliki tipe vegetasi yang beragam dan khas. Terdapat hutan
gambut pada ketinggian 900-1.000 m dpl., hutan batu kapur dan terdapat
beberapa rawa yang terletak pada ketinggian 800 m dpl. Banyaknya areal
berawa dan gambut, maka tingkat keasaman (pH) tanah di kawasan Hutan
Batang Toru cukup tinggi yaitu berkisar antara 4-5 (Indra dan Fredriksson,
2007).
Dominasi vegetasi di Hutan Batang Toru terdiri dari jenis Cemara gunung
(Casuarina sp.), Sampinur tali (Dacrydium spp.) dan jenis Mayang (Palaquium
spp.). Pada umumnya kawasan hutan ini memiliki kerapan vegetasi yang tinggi,
dapat ditemui adalah dari jenis-jenis epifit, lumut serta dapat ditemukan juga
beberapa jenis anggrek dan Kantong semar (Nephentes spp.) seperti terlihat
pada Gambar 7 (Indra & Fredriksson, 2007).
[image:44.595.152.470.152.405.2]
Gambar 7. Beberapa jenis Nepenthes spp. yang ada di Hutan Batang Toru
Di kawasan Hutan Batang Toru terdapat 67 jenis mamalia, 265 jenis
burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Di samping Orangutan
Sumatera (Pongo abelii), kawasan ini juga menyimpan populasi flora dan fauna
lainnya yang secara global terancam punah, seperti: Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), Tapir atau Sipan (Tapirus indicus), Kambing hutan
(Naemorhedus sumatraensis), Elang Wallacea (Spizaetus nanus), Rangkong
gading (Buceros vigil), bunga terbesar dan terpanjang di dunia, yaitu Raflesia
gadutnensis, Amorphophalus baccari dan Amorphophalus giga.
Kawasan hutan alam dalam cakupan ekosistem Batang Toru terbagi
menjadi dua blok utama, yaitu blok bagian barat dan bagian timur. Dimana,
dapat ditemukan tipe-tipe habitat hutan Dipterocarpus pada elevasi menengah
dan tinggi pada blok hutan Batang Toru Barat, hutan tegakan murni Pinus
merkusii strain Tapanuli pada blok hutan Batang Toru Timur dan hutan
Berdasarkan analisa penginderaan citra satelit oleh Conservation International
pada tahun 2004 (Indra & Fredriksson, 2007).
D. Kondisi Sosial Budaya
Pada tahun 2003, diperkirakan jumlah penduduk yang berdomisili di
sekitar kawasan hutan Batang Toru mencapai 38.622 jiwa atau 10.316 kapala
keluarga, yang masuk ke dalam 53 desa pada 10 kecamatan di tiga kabupaten.
Dimana, 21 desa masuk ke Kabupaten Tapanuli Selatan, 28 desa masuk ke
Kabupaten Tapanuli Utara dan yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah
sebanyak 4 desa. Penduduk yang mendiami kawasan di sekitar hutan Batang
Toru umumnya berasal dari kawasan dataran tinggi sekitar Danau Toba dan
wilayah Tapanuli Selatan, serta pendatang dari Pulau Nias. Diperkirakan sejak
awal abad ke-19, hutan Batang Toru telah dimanfaatkan oleh penduduk di
sekitarnya untuk menyokong penghidupan mereka, seperti: agroforestri yang
berbasis pada komoditas kemenyan, kopi dan karet. Intensitas pemanfaatan
lahan sangat beragam mulai dari sawah, kebun campur dan hutan
kemasyarakatan. Di beberapa lokasi, dirasakan masih cukup kuat sistem
kepemilikan secara adat. Banyak kebun campur tua yang kurang terkelola,
namun menjadi habitat Orangutan Sumatera. Pertanian berbasis pohon tersebut
memiliki implikasi selain menjadi sumber penghidupan masyarakat, juga
mempunyai fungsi jasa lingkungan konservasi tanah dan air serta menjaga
V
.