• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR

PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK,

KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH

(Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

IFA SARI MARYANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR

PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK,

KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH

(Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Ifa Sari Maryani

E14203023

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Ifa Sari Maryani. Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau). Dibimbing oleh Dr. Ir. BASUKI WASIS, MS.

Pulau Sebaik di kabupaten Karimun Kepulauan Riau, mengalami degradasi lingkungan yang parah karena aktivitas penambangan pasir. Sesuai dengan SK Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 18 tahun 2000, tentang tata cara pengawasan pulau, menyatakan bahwa pulau dengan luasan kurang dari 2000 km2 tidak boleh dieksploitasi, sedangkan luas Pulau Sebaik yaitu 80 ha. Eksploitasi tersebut dipicu oleh adanya kebutuhan pasar dalam jumlah besar dari negeri tetangga, Singapura, yang membutuhkan pasir untuk menambah luas wilayahnya. Pemerintah melalui SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan (memperindag) nomor 117/MPP/Kep/2003 tentang penghentian sementara ekspor pasir yang ditandatangani pada tanggal 28 Februari 2003. Peraturan ini tidak memberikan dampak terhadap penurunan aktivitas penambangan, hingga pada akhir Januari tahun 2007 pemerintah mengeluarkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan (memperindag) nomor 02/M-DAG/PER/2007 tentang larangan ekspor pasir, tanah, dan topsoil. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lokasi hutan, tanah rusak, dan pasir di Pulau Sebaik Kepulauan Riau.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2007, bertempat di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan data analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah Pulau Sebaik Desa/Kelurahan Selat Mie, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2006. Metode pengambilan contoh dilakukan secara Purposive Sampling, metode pengumpulan data secara analisis laboratorium dan pengolahan analisis data menggunakan simpangan baku.

(4)
(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Penambangan Pasir pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2007

(6)

Judul Skripsi : Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

Nama Mahasiswa : Ifa Sari Maryani

NRP : E14203023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. NIP 131 950 893

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, MAgr. NIP 131 578 788

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dampak Penambangan Pasir pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, bantuan, dan doa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:

1. Keluargaku tercinta H. Ujang Suhaemi dan Ibu Hj. Amun Maemunah, saudara tercinta, Irfan Budiman dan M. Irman Saputra, serta seluruh keluarga atas segala doa, perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS, selaku pembimbing, Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dan Dr. E. Y. Yovie, S.Hut, M.Life.Env.Sc, sebagai dosen penguji, dan kepada Ir. Kasno, M.Sc, serta Dadan Mulyana, S.Hut atas motivasinya. 3. Ibu Atikah selaku laboran Laboratorium Pengaruh Hutan atas segala

perhatian dan dukungannya selama melaksanakan penelitian.

4. Teman-teman ”Pondok NN” atas segala dukungan dan kebersamaannya. 5. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Alief

Musthofa S.Hut, Ibrahim Sumardi S. Hut, Veve Ivana P S.Hut, Nyoman Aries S S.Hut, Indah Dara Puspita, Ratih Siswanti, Teman-teman angkatan 40 (BDH, MNH, THH dan KSH), senior, dan adik kelas atas dukungan serta kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

Bogor, November 2007

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 November 1984 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan H. Ujang Suhaemi dan Hj. Amun Maemunah.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU PGRI 1 BOGOR dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2006 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Pengaruh Hutan.

Selama menjadi mahasiswa, pada tahun 2006 di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Panahan pada tahun 2003-2004, panitia Olimpiade IPB tahun 2004, panitia Temu Manajer tahun 2005, staf divisi silvikultur Forest Management

Student Club (FMSC) tahun 2005. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten

praktikum mata ajaran Inventarisasi Hutan Diploma Manajemen Hutan Produksi dan S1 Teknologi Hasil Hutan tahun 2005-2006, Kesuburan Tanah Hutan tahun 2005-2006, Manajemen dan Estetika Tanah Diploma Ekowisata 2005-2006, Pengaruh Hutan tahun 2007. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cilacap-Baturraden, KPH Banyumas Timur dan Banyumas Barat Perum Perhutani unit II Jawa Tengah, dan Getas, KPH Ngawi Timur perum Perhutani unit I Jawa Timur, (tahun 2006) dan pada tahun 2007/2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Distrik Teluk Pulai, Palembang, Sumatera Selatan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Penambangan ... 4

Hutan Alam ... 5

Tanah Podsolik Merah Kuning ... 5

Sifat Fisik Tanah Tekstur ... 6

Bulk Density (kerapatan limbak) ... 6

Ruang pori dan Porositas tanah... 7

Kadar Air... 7

Permeabilitas tanah ... 7

Sifat Kimia Tanah

Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 13

(10)

Mangan (Mn) ... 13

Sifat Biologi Tanah Total mikroorganisme tanah ... 14

Total fungi... 14

Total bakteri pelarut fosfat ... 15

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan Penelitian... 16

Metode Penelitian ... 16

Analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah... 16

KONDISI UMUM Kepulauan Riau... 18

Pulau Sebaik... 18

Vegetasi... 18

Perizinan Penambangan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah ... 20

Sifat Kimia Tanah ... 25

Sifat Biologi Tanah ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA... 37

(11)

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR

PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK,

KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH

(Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

IFA SARI MARYANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR

PADA LAHAN HUTAN ALAM TERHADAP SIFAT FISIK,

KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH

(Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Ifa Sari Maryani

E14203023

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

RINGKASAN

Ifa Sari Maryani. Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau). Dibimbing oleh Dr. Ir. BASUKI WASIS, MS.

Pulau Sebaik di kabupaten Karimun Kepulauan Riau, mengalami degradasi lingkungan yang parah karena aktivitas penambangan pasir. Sesuai dengan SK Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 18 tahun 2000, tentang tata cara pengawasan pulau, menyatakan bahwa pulau dengan luasan kurang dari 2000 km2 tidak boleh dieksploitasi, sedangkan luas Pulau Sebaik yaitu 80 ha. Eksploitasi tersebut dipicu oleh adanya kebutuhan pasar dalam jumlah besar dari negeri tetangga, Singapura, yang membutuhkan pasir untuk menambah luas wilayahnya. Pemerintah melalui SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan (memperindag) nomor 117/MPP/Kep/2003 tentang penghentian sementara ekspor pasir yang ditandatangani pada tanggal 28 Februari 2003. Peraturan ini tidak memberikan dampak terhadap penurunan aktivitas penambangan, hingga pada akhir Januari tahun 2007 pemerintah mengeluarkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan (memperindag) nomor 02/M-DAG/PER/2007 tentang larangan ekspor pasir, tanah, dan topsoil. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lokasi hutan, tanah rusak, dan pasir di Pulau Sebaik Kepulauan Riau.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2007, bertempat di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan data analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah Pulau Sebaik Desa/Kelurahan Selat Mie, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2006. Metode pengambilan contoh dilakukan secara Purposive Sampling, metode pengumpulan data secara analisis laboratorium dan pengolahan analisis data menggunakan simpangan baku.

(14)
(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Penambangan Pasir pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2007

(16)

Judul Skripsi : Dampak Penambangan Pasir Pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)

Nama Mahasiswa : Ifa Sari Maryani

NRP : E14203023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. NIP 131 950 893

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, MAgr. NIP 131 578 788

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dampak Penambangan Pasir pada Lahan Hutan Alam Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah (Studi Kasus Di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, bantuan, dan doa sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:

1. Keluargaku tercinta H. Ujang Suhaemi dan Ibu Hj. Amun Maemunah, saudara tercinta, Irfan Budiman dan M. Irman Saputra, serta seluruh keluarga atas segala doa, perhatian, dukungan dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS, selaku pembimbing, Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dan Dr. E. Y. Yovie, S.Hut, M.Life.Env.Sc, sebagai dosen penguji, dan kepada Ir. Kasno, M.Sc, serta Dadan Mulyana, S.Hut atas motivasinya. 3. Ibu Atikah selaku laboran Laboratorium Pengaruh Hutan atas segala

perhatian dan dukungannya selama melaksanakan penelitian.

4. Teman-teman ”Pondok NN” atas segala dukungan dan kebersamaannya. 5. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Alief

Musthofa S.Hut, Ibrahim Sumardi S. Hut, Veve Ivana P S.Hut, Nyoman Aries S S.Hut, Indah Dara Puspita, Ratih Siswanti, Teman-teman angkatan 40 (BDH, MNH, THH dan KSH), senior, dan adik kelas atas dukungan serta kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia kehutanan dan pihak-pihak yang menggunakannya.

Bogor, November 2007

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 November 1984 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan H. Ujang Suhaemi dan Hj. Amun Maemunah.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU PGRI 1 BOGOR dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2006 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Pengaruh Hutan.

Selama menjadi mahasiswa, pada tahun 2006 di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Panahan pada tahun 2003-2004, panitia Olimpiade IPB tahun 2004, panitia Temu Manajer tahun 2005, staf divisi silvikultur Forest Management

Student Club (FMSC) tahun 2005. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten

praktikum mata ajaran Inventarisasi Hutan Diploma Manajemen Hutan Produksi dan S1 Teknologi Hasil Hutan tahun 2005-2006, Kesuburan Tanah Hutan tahun 2005-2006, Manajemen dan Estetika Tanah Diploma Ekowisata 2005-2006, Pengaruh Hutan tahun 2007. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Cilacap-Baturraden, KPH Banyumas Timur dan Banyumas Barat Perum Perhutani unit II Jawa Tengah, dan Getas, KPH Ngawi Timur perum Perhutani unit I Jawa Timur, (tahun 2006) dan pada tahun 2007/2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, Distrik Teluk Pulai, Palembang, Sumatera Selatan.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Penambangan ... 4

Hutan Alam ... 5

Tanah Podsolik Merah Kuning ... 5

Sifat Fisik Tanah Tekstur ... 6

Bulk Density (kerapatan limbak) ... 6

Ruang pori dan Porositas tanah... 7

Kadar Air... 7

Permeabilitas tanah ... 7

Sifat Kimia Tanah

Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 13

(20)

Mangan (Mn) ... 13

Sifat Biologi Tanah Total mikroorganisme tanah ... 14

Total fungi... 14

Total bakteri pelarut fosfat ... 15

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Bahan Penelitian... 16

Metode Penelitian ... 16

Analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah... 16

KONDISI UMUM Kepulauan Riau... 18

Pulau Sebaik... 18

Vegetasi... 18

Perizinan Penambangan ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah ... 20

Sifat Kimia Tanah ... 25

Sifat Biologi Tanah ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA... 37

(21)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Metode analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah... 17

2. Perubahan nilai sifat fisik tanah pada pembukaan lahan hutan alam

akibat penambangan pasir ... 20 3. Perubahan nilai sifat kimia tanah pada pembukaan lahan hutan alam

akibat penambangan pasir ... 25 4. Perubahan nilai sifat biologi tanah pada pembukaan lahan hutan alam

(22)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Siklus nitrogen. ... 9 2. Siklus fosfor ... 10 3. Siklus kalium... 11 4. Urutan kecepatan pelapukan lima mineral sumber K ... 12 5. Perbandingan tekstur tanah pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 21 6. Perbandingan bulk density (kerapatan limbak) pada hutan, tanah

rusak, dan pasir. ... 21 7. Perbandingan porositas pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 22 8. Perbandingan kadar air pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 23 9. Perbandingan pori drainase pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 23 10. Perbandingan permeabilitas tanah pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 24 11. Perbandingan pH tanah pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 26 12. Perbandingan C-organik pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 26 13. Perbandingan N-total pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 27 14. Perbandingan fosfor pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 28 15. Perbandingan kalsium pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 28 16. Perbandingan magnesium pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 29 17. Perbandingan kalium pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 30 18. Perbandingan natrium pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 30 19. Perbandingan KTK pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 31 20. Perbandingan seng pada hutan, tanah rusak, dan pasir ... 32 21. Perbandingan mangan pada hutan, tanah rusak, dan pasir... 32 22. Perbandingan populasi mikroorganisme pada hutan, tanah rusak, dan

pasir... 34 23. Perbandingan populasi fungi pada hutan, tanah rusak, dan pasir. ... 34 24. Perbandingan populasi mikroba pelarut fosfat pada hutan, tanah rusak,

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Posisi Pulau Sebaik ... 40

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.480 pulau dari sebelumnya berjumlah 17.504 pulau, termasuk dua pulau yang diambil alih, yakni Simpadan dan Ligitan. Pada tahun 2002, Mahkamah Internasional (International Court of Justice) telah memutuskan bahwa Malaysia memiliki kedaulatan atas kedua pulau tersebut. Indonesia yang memiliki banyak pulau kecil sangat rawan terhadap adanya eksploitasi salah satu contohnya adalah Pulau Sebaik di Kabupaten Karimun Kepulauan Riau yang mengalami degradasi lingkungan yang parah karena aktivitas penambangan pasir.

Kerusakan Pulau Sebaik di Kabupaten Karimun akibat penggalian pasir secara besar-besaran dan liar telah mencapai kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Pulau seluas 80 ha pada awalnya berbentuk lonjong, saat ini ketika air laut mengalami pasang, Pulau Sebaik terpecah menjadi tiga bagian karena penggalian pasir yang terlalu dalam. Sesuai dengan SK Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor 18 tahun 2000, tentang tata cara pengawasan pulau menyatakan bahwa pulau dengan luasan kurang dari 2000 km2 tidak boleh dieksploitasi, namun pada kenyataan di lapang penambangan pasir tersebut telah beroperasi dari tahun 1997, sebanyak tiga tongkang masing-masing bermuatan 1.800 m3. Eksploitasi tersebut dipicu oleh adanya kebutuhan pasar dalam jumlah besar dari negeri tetangga Singapura yang membutuhkan pasir untuk menambah luas wilayahnya. Harga jual yang jauh lebih tinggi di Singapura dibandingkan harga jual di dalam negeri, sebagai perbandingan harga jual di Singapura lima belas kali lipat harga di Indonesia dengan harga dolar setara Rp. 10.000, semakin meningkatkan pelaku penambangan untuk mengeksplotasi Pulau Sebaik tanpa mengindahkan aspek kelestarian lingkungan atau bahkan rasa nasionalisme.

(25)

Pengusaha-pengusaha pasir tetap menjalankan bisnis penambangan, pihak Pemda yang merasakan manfaat restribusi hasil ekspor tidak mengambil tindakan tegas sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat hanya bersumber pada upah penambangan. Permasalahan kompleks tersebut terus bergulir sejalan dengan kerusakan lingkungan hidup yang mengancam keberadaan Pulau Sebaik hingga pada akhir Januari tahun 2007 pemerintah mengeluarkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan (menperindag) Nomor 02/M-DAG/PER/2007 tentang larangan ekspor pasir, tanah, dan top soil.

Dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan di Pulau Sebaik dapat dilihat pada kerusakan lingkungan yang terjadi pada pulau-pulau di sekitar Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, penurunan hasil laut para nelayan, dan penurunan kualitas lahan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kualitas fisik, kimia dan biologi tanah. Penurunan kualitas tanah akan sangat berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, karena menurunnya fungsi daya guna lahan berarti juga menurunkan sumber pendapatan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam. Bencana alam seperti banjir dan abrasi sewaktu-waktu juga mengancam kelangsungan hidup masyarakat Pulau Sebaik dan sekitarnya. Kerusakan tersebut memerlukan tindakan cepat dan terencana dengan merehabilitasi lahan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik tanah, kimia, dan biologi tanah yang terjadi di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau.

Tujuan Penelitian

Penelitian dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik tanah, kimia, dan biologi tanah yang terjadi di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau bertujuan untuk:

• Membandingkan perbedaan sifat fisik tanah pada lokasi hutan, tanah rusak dan pasir di Pulau Sebaik.

• Membandingkan perbedaan sifat kimia tanah pada lokasi hutan, tanah

(26)

• Membandingkan perbedaan sifat biologi tanah pada lokasi hutan, tanah

rusak dan pasir di Pulau Sebaik.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menyajikan informasi mengenai dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang terjadi (Studi kasus di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau) sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi rehabilitasi lahan bekas penambangan pasir.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Penambangan

Penambangan dekat permukaan tanah (dimana strip miring/penambangan terbuka merupakan salah satu bentuknya) adalah proses pemindahan timbunan tanah penutup (cover burden) seperti topsoil, subsoil, batuan, dan lainnya yang didalamnya terdapat simpanan mineral yang dapat dipindahkan (Miller, 1979). Menurutnya terdapat beberapa tipe penambangan yaitu :

1. Open pit mining, terutama digunakan untuk menambang batu, pasir dan

kerikil serta tembaga

2. Area strip mining, dimana parit dipotong mendatar atau melandai

(terutama digunakan untuk menambang batu bara fosfat )

3. Contour strip mining, dimana serangkaian barisan kontur dipotong dari sisi sebuah bukit/gunung (terutama digunakan untuk menambang batu bara)

4. Dredging/pegerukan dasar laut (terutama digunakan untuk menambang

pasir dan kerikil).

Dari berbagai tipe penambangan diatas, contour strip mining merupakan tipe penambangan yang paling merusak. Proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang berfungsi menyediakan bahan baku untuk proses pengolahan (Kartosudjono, 1994 dalam Hermansyah, 1999).

Secara fisik, dampak kegiatan penambangan menimbulkan perubahan rona dan kondisi lahan bekas lahan penambangan, seperti struktur lapisan tanah rusak, permukaan lahan tidak beraturan, adanya hubungan-hubungan dan sebagainya. Hilangnya vegetasi di permukaan disertai kerusakan struktur lapisan tanah merupakan faktor pendorong meningkatnya erosi yang berakibat hilangnya tanah humus, sehingga tanah menjadi tandus. Sedanngkan terbentuknya lubang bekas galian serta timbunan tanah penutup (cover burden) antara lain menyebabkan turunnya nilai estetika (Suherman, et al, 1999).

(28)

ada aktivitas biologi dan merusak pemandangan apabila tidak ada usaha-usaha untuk memperbaiki kembali daerah tambang tersebut (Kartosudjono, 1994 dalam Hermansyah, 1999).

Hutan Alam

Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara 2002). Menurut Purwowidodo (2000) tanah hutan adalah tubuh tanah-tubuh tanah yang terdapat di suatu kawasan hutan. Hutan alam dan hutan buatan, susunan jenisnya dapat murni atau campuran. Yang dimaksud murni ialah apabila 90% atau lebih lapisan tajuk (canopy) terdiri dari satu jenis. Pada umumnya hutan alam adalah campuran, sedang hutan buatan adalah murni. Hutan dapat pula dibedakan atas hutan seumur (even aged forest) dan hutan tidak seumur (uneven aged forest) atau hutan semua umur (all eged forest). Tentu saja hutan alam pada umumnya tidak seumur, karena terdiri dari pohon-pohon berukuran semai (seedlings), pancang (saplings), tiang (poles), pohon muda (standard), dan pohon tua (veteran) (Manan 1997).

Tanah Podsolik Merah Kuning

(29)

Sifat Fisik Tanah Tekstur

Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat (Foth 1994).

Menurut Hanafiah (2005) tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar) (disebut lebih poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) agak poreus, sedangkan yang didominasi liat akan mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus. Berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi:

a. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.

b. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat berarti tanah yang menngandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir. c. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:

1) tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus. 2) tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir

sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt).

3) tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam) atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).

Bulk Density (kerapatan limbak)

(30)

Bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman ini mencerminkan derajat kepadatan tanah (Foth 1988).

Tanah yang mempunyai bobot isi besar akan sulit meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya pada tanah dengan bobot isi yang lebih rendah akar tanaman akan mudah berkembang (Hardjowigeno 1989).

Ruang pori dan Porositas tanah

Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Soepardi 1983). Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005). Menurut Hardjowigeno (1989) porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi pula. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur pejal.

Kadar Air

Air tanah merupakan fase cair tanah yang mengisi sebagian besar atau seluruh ruang pori tanah (Haridjaja et al. 1983). Air di tanah dalam pori tanah dengan daya ikat yang berbeda-beda tergantung dari jumlah air yang ada dalam pori. Air bersama-sama dengan garam-garam yang larut air akan membentuk larutan tanah yang merupakan sumber hara bagi tumbuhan (Soepardi 1983). Menurut Hakim et al. (1986) dalam Rahmawati (2007) kadar air dapat juga dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah.

Permeabilitas tanah

(31)

menyatakan bahwa permeabilitas tanah sebagai kecepatan air melalui tanah dalam keadaan jenuh pada periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan cm/jam. Permeabilitas tanah merupakan sifat fisika tanah yang langsung dipengaruhi pengolahan tanah, tanah dengan permeabilitas lambat lebih mudah tererosi daripada tanah dengan permeabilitas cepat (Baver 1972).

Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain tekstur, porositas tanah serta distribusi ukuran pori, stabilitas agregat, struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel 1980).

Sifat Kimia Tanah Reaksi tanah (pH)

Manurut RAM (2007), derajat keasaman atau pH (potential of hydrogen) mengggambarkan kepekatan ion hidrogen yang terdapat di dalam tanah. Semakin tinggi kadarnya, maka tanah dikatakan asam. Sebaliknya, jika kadar hidrogen didalamnya rendah, maka tanah menjadi basa. Tingkat keasaman tanah dinyatakan dalam satuan grmol per liter (gmol/l).

Reaksi tanah menunjukkan sifat keasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dalam nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam tanah, makin tinggi kadar H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Nilai pH berkisar dari 0 – 14 dengan pH 7 disebut pH netral sedang pH kurang dari 7 di sebut masam dan lebih dari 7 di sebut alkalis. Reaksi tanah ekstrim masam dapat terjadi karena perbaikan drainase yang mengakibatkan terjadinya proses oksidasi, misal pada tanah di daerah pasang surut yang mengandung Sulfida (Dirjen Pendidikan Tinggi DepDikBud 1991 dalam Mardiana 2007).

C-Organik

(32)

C-organik dibebaskan dalam bentuk CO2 tetapi pada kondisi aerobik biasa hanya 60

– 80% dari karbon yang dibebaskan sebagai CO2, karena oksidasi yang tidak

sempurna dan sebagian karbon digunakan untuk pembentukan sel-sel mikrobia serta hasil antara. Jumlah CO2 yang dihasilkan dan O2 yang dikonsumsi

tergantung tipe substrat, faktor lingkungan dan mikrobia yang terlibat (Anas 1989).

N-Total

Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).

Menurut Hardjowigeno (1989) Nitrogen dalam tanah berasal dari : a. Bahan organik tanah : bahan organik halus dan bahan organik kasar. b. Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara.

c. Pupuk. d. Air hujan.

Gambar 1 Siklus nitrogen.

(33)

pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007).

P-Bray (ppm)

Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6 – 7 (Hardjowigeno 1989).

Gambar 2 Siklus fosfor.

Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah 2005).

Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005). Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil.

Kalsium (Ca)

(34)

diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).

Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah 2005).

Kalium (K)

Menurut Hardjowigeno (1989) Kalium ditemukan dalam jumlah yang besar dalam tanah tapi sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yang larut atau yang dapat ditukarkan. Tanaman cenderung mengambil kalium dalam jumlah yang banyak. Kalium hilang dari tanah karena diserap tanaman dan proses pencucian. Unsur K dalam larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari hasil pelarutan mineral-mineral K (terutama feldspar dan mika), K tertukar dari permukaan koloid-koloid tanah dan K hasil mineralisasi bahan organik/pupuk dengan kehilangan akibat adanya serapan tanaman (immobilisasi), K terfiksasi akibat terjerap oleh ruang dalam koloid-koloid dan pelindian.

(35)

Gambar 4 Urutan kecepatan pelapukan lima mineral sumber K.

Unsur hara kalium diambil tanaman dalam bentuk ion K+. Senyawa K hasil pelapukan mineral dalam tanah dijumpai dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis bahan induk pembentuk tanah, tetapi karena unsur ini mempunyai ukuran bentuk terhidrasi yang relatif besar dan bervalensi 1, maka unsur ini tidak dapat kuat dijerap muatan permukaan koloid, sehingga mudah mengalami pelindian (leaching) dari tanah. Keadaan ini menyebabkan ketersediaan unsur ini dalam tanah umumnya rendah dibandingkan basa-basa lain, yang kadangkala meskipun bahan induk tanahnya adalah mineral berkalium relatif tinggi (Hanafiah 2005).

Kalium bermanfaat dalam membantu pembentukan protein, karbohidrat, dan gula serta membantu pengangkutan gula dari daun ke buah, memperkuat jaringan tanaman, serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (RAM 2007).

Natrium (Na)

Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer ke-6 setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na air laut. Suatu tanah di sebut ”tanah alkali” atau ”tanah salin” jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen

(36)

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 1989).

Seng (Zn)

Seng diambil tanaman dalam bentuk Zn2+, berperan penting terutama dalam sistem enzim yang mengatur berbagai aktivitas metabolik. Defisiensi seng juga dijumpai pada tanah organik. Pada tanah berkapur, defisiensi terjadi sebagai konsekuensi tingginya pH yang menyebabkan penurunan ketersediaannya, terutama akibat mengalami presipitasi oleh ion-ion hidroksil, sedangkan pada tanah berpasir yang masam, defisiensi merupakan akibat intensifnya pelindian (Hanafiah 2005).

Kekurangan seng untuk pertama kalinya ditemukan pada tanaman yang tumbuh pada tanah organik di Florida. Kekurangan unsur ini hal yang bisa terjadi pada tanah kapur dengan pHnya yang sangat tinggi mengurangi persediaan seng, dan pada tanah berpasir asam yang sengnya tercuci dari tanah. Tanah-tanah organik juga rendah dalam persediaan seng dan tanaman juga biasanya kekurangan fosfor yang tinggi (Foth 1994).

Mangan (Mn)

Mn dikandung sebagai bebatuan primer terutama yang tersusun oleh mineral sekunder berbahan ferro-magnesian, seperti pirolusit (MnO2), dan

manganit [MnO(OH)]. Oksida Mn seringkali dijumpai bersama oksida Fe dalam bongkah atau lempeng besi. Kadar Mn dalam tanah umumnya 200 – 3000 ppm. Ketersediaan Mn berpola sama dengan ketersediaan Cu dan Zn yang optimum pada pH 5 – 6,5, dan menurun pada pH < 5 dan > 6,5. menurut Lindsy cit. Foth (1984), kelarutan Mn2+ menurun 10 kali dengan naiknya setiap unit pH. Unsur Mn berperan penting dalam pengaturan beberapa sistem oksidasi-reduksi, produksi O2

(37)

prolidase dan glutamyl transferase (Hanafiah 2005). Mangan bermanfaat dalam membantu proses fotosintesis, dan berperan dalam pembentukan enzim-enzim tanaman (RAM 2007).

Sifat Biologi Tanah Populasi mikroorganisme tanah

Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme tanah. Jumlah tiap grup mikroorganisme mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Jumlah total mikroorganisme yang terdapat digunakan sebagai indeks kesuburan tanah. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme. Populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, keadaan air yang cukup, ada kondisi ekologi yang lain yang menyokong perkembangan mikroorganisme tanah tersebut (Soepardi 1983).

Jumlah total mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat mikroorganisme dalam hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Data ini juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan pengolahan tanah terhadap aktivitas organisme di dalam tanah (Anas 1989).

Populasi fungi

(38)

Populasi bakteri pelarut fosfat

(39)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2007, bertempat di Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah Pulau Sebaik Desa/Kelurahan Selat Mie, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2006.

Metode Penelitian

Metode pengambilan contoh dilakukan secara Purposive Sampling, metode pengumpulan data secara analisis Laboratorium dan pengolahan analisis data menggunakan simpangan baku.

Analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

(40)

Tabel 1 Metode analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

Parameter Metode analisis

Sifat fisik

Perhitungan ruang pori total

Gravimetrik

Lambe

Kjeldahl

Bray I, spektrofotometer

NH4Oac N pH 7.0, AAS

NH4Oac N pH 7.0, titrasi

Walkey and Black

pH meter

Plate Count

Plate Count

(41)

KONDISI UMUM

Kepulauan Riau

Secara geografis provinsi Kepulauan Riau terletak pada 1° – 3° LS dan 101° – 104° BT . Provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tanggal 1 Juli 2004 dengan

dasar hukum Undang-undang Nomor 25 tahun 2004, beribu kota Tanjung Pinang. Kepulauan Riau merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjung pinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana 95% merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah sebagai berikut :

• Utara dengan Vietnam dan Kamboja.

• Selatan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi. • Barat dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau.

• Timur dengan Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat.

Pulau Sebaik

Secara astronomis Pulau Sebaik berada pada posisi 103° – 57’ – 10” BT dan 00° – 45’ – 10” LU dengan luas 70 Ha. Pulau Sebaik masuk wilayah

Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Dari pusat Kota Karimun, pulau kecil itu bisa dijangkau melalui jalur laut dengan lama perjalanan sekitar dua jam. Seperti pulau-pulau kecil lain di wilayah Kepri, pasir darat adalah potensi utama Pulau Sebaik.

Vegetasi

(42)

Perizinan Penambangan

Adapun perizinan penambangan yang dimiliki oleh PT. Surya Cipta Rejeki adalah sebagai berikut :

• Gubernur Riau No. KPTS.22/I/1997, tanggal 14 januari 1997 untuk

jangka waktu 3 (tiga) tahun.

• Perpanjangan Bupati Karimun dengan No : 112/IX/2000, tanggal 19

September 2000 dengan jangka waktu 1 (satu) tahun.

• Diperpanjang lagi oleh Bupati Karimun dengan No : 285/2001, tanggal 29

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang diukur antara lain Tekstur, Bulk density, porositas, kadar air, pori drainase, dan permeabilitas. Hasil analisis sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik tanah di Pulau Sebaik

Sifat Fisik Hutan Tanah Rusak Pasir

Tekstur

Tekstur mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah, pada kondisi lahan yang telah ditambang dengan dominan pasir yaitu sebesar 80,6 ± 10,15 %

sedangkan pada lokasi berupa hutan memiliki nilai pasir lebih rendah dibandingkan dengan lokasi tanah rusak dan lokasi pasir, yaitu sebesar 42,29 ±

1,87 %. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan kandungan pasir yang meningkat sebesar 38,32% . Berbeda halnya dengan nilai tektur pada lokasi tanah rusak dan lokasi pasir, pada lokasi berupa hutan mendominasi pada tekstur debu dengan nilai 33,16 ± 2,23 % dan tekstur liat sebesar 24,56 ± 4,10 % dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa lokasi hutan

memiliki tekstur halus. Pada lokasi pasir memiliki nilai terendah untuk debu dan liat masing-masing sebesar 13,81 ± 7,36 % dan 5,18 ± 2,99 % diduga hal tersebut

(44)

butir-butir liat , semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.

0,00

pasir (%) 42,29 50,61 80,61

debu (%) 33,16 23,19 13,81

liat (%) 24,56 23,70 5,18

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 5 Perbandingan tekstur tanah pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Bulk density (kerapatan limbak)

Pada lokasi hutan memiliki nilai bulk density sebesar 1,12 ± 0,16 g/cc nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai pada lokasi tanah rusak (1,43 ± 0,07 g/cc) dan pasir (1,40 ± 0,03 g/cc). Bulk density merupakan petunjuk

kerapatan tanah semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan limbaknya, maka semakin sulit tanah tersebut ditembus oleh air atau akar. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan bulk density meningkat sebesar 0,28 g/cc. Adanya pemadatan mengakibatkan aerasi yang buruk sehingga terjadi penurunan laju infiltrasi tanah sehingga dapat meningkatkan aliran permukaan (run off). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6.

Bulk density (g/cc) 1,12 1,43 1,40

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 6 Perbandingan bulk density (kerapatan limbak) pada hutan, tanah rusak,

(45)

Porositas

Porositas pada lokasi tanah rusak lebih kecil dibandingkan pada lokasi hutan dan lokasi pasir, jika dilihat dari hasil penelitian yaitu sebesar 46,09 ± 2,64

% diduga hal ini disebabkan oleh menurunnya jumlah pori dalam suatu massa tanah yang dapat berisi air atau udara. Adanya pembukaan lahan menjadi penambangan menyebabkan porositas menurun sebesar 10,53%. Ruang pori tanah menurun, sehingga kemampuan dalam menyimpan air berkurang. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan struktur pejal.

0,00

Porositas (%) 57,84 46,09 47,32

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 7 Perbandingan porositas pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Kadar Air

Jumlah air yang dapat dimanfaatkan dan diserap oleh tanaman disebut kadar air tersedia. Pada lokasi tanah rusak memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi dibanding lokasi hutan dan lokasi pasir yaitu sebesar 40,3 ± 0,11 % diduga

hal tersebut dapat terjadi karena adanya air yang terhambat meresap dalam tanah sehingga menggenang. Berbeda halnya dengan lokasi pasir yang memiliki nilai kadar air sebesar 36,59 ± 1,20 % merupakan nilai terendah, karena tekstur pasir

(46)

34,00

Kadar air (%) 38,33 40,30 36,59

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 8 Perbandingan kadar air pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Pori Drainase

Pada lokasi hutan memiliki nilai yang tinggi yaitu sebesar 19,51 ± 1,83 % dibandingkan pada lokasi tanah yang rusak yaitu sebesar 5,79 ± 2,75 %. Diduga

ruang pori pada lahan lokasi hutan lebih banyak dibandingkan lokasi tanah rusak dan lokasi pasir karena pada lokasi hutan relatif memiliki tekstur yang seimbang. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan pori drainase menurun sebesar 17,77%. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan tata air di Pulau Sebaik akibatnya tanah tidak mampu untuk menyerap air.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

Pori drainase (%) 19,51 5,79 10,74

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 9 Perbandingan pori drainase pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Permeabilitas

Pada lokasi hutan memiliki nilai yang tinggi yaitu sebesar 17,97 ± 5,08 cm/jam dan terendah pada lokasi pasir yaitu sebesar 5,64 ± 1,97 cm/jam.

(47)

media dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini berarti pada keadaan jenuh pada lokasi hutan alam mampu mengalirkan air ke lapisan bawah lebih banyak dibandingkan pada lokasi tanah rusak dan lokasi pasir. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan permeabilitas tanah menurun 12,33 cm/jam.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

Permeabilitas (cm/jam) 17,97 7,66 5,64

Hutan Tanah Rusak Pasir

(48)

Sifat Kimia Tanah

Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Sumberdaya Lahan dan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan contoh tanah komposit (Tabel 3).

Tabel 3 Perbedaan dampak penambangan pasir pada lahan hutan alam terhadap sifat fisik tanah di Pulau Sebaik

Sifat Kimia Hutan Tanah Rusak Pasir

pH 5,33 ± 0,03 4,20 ± 0,05 4,55 ± 0,35

(49)

0,00

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 11 Perbandingan pH tanah pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

C-Organik

C-Organik adalah penyusun utama bahan organik dan peranannya sangat penting dalam tanah. Berdasarkan hasil penelitian pada lokasi hutan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 3,66 ± 0,06 % dibandingkan dengan lokasi tanah rusak dan

lokasi pasir karena sebagian hara tersimpan pada biomassa pohon. Pembukaan lahan hutan menjadi penambangan menyebabkan terjadinya penurunan C-Organik yaitu sebesar 3,47%. Nilai C-C-Organik yang dianalisis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.

0,00

C-organik (%) 3,66 0,31 0,19

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 12 Perbandingan C-organik pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

N-total

(50)

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20

N-total (%) 0,20 0,03 0,02

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 13 Perbandingan N-total pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Pada Gambar 13 pada lokasi hutan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,2% dan pada lokasi pasir memiliki nilai terendah yaitu sebesar 0,02%. Nitrogen dibebaskan dari serasah dalam bentuk anorganik dalam proses humifikasi dan diambil kembali oleh tanaman menjadi suatu bagian dari bahan organik. Dalam proses humifikasi, amonia adalah produk akhir yang dilepaskan namun senyawa ini berumur pendek, karena senyawa ini akan dimetabolisme oleh bakteri nitrifikasi, dan diubah dari amonia ke nitrat (Setiadi 1992 diacu dalam Rahmawati 2007). Pembukaan lahan hutan menjadi penambangan menyebabkan terjadinya penurunan N-Total yaitu sebesar 0,18%. Pada lokasi hutan alam yang memiliki nilai yang tinggi karena pada lokasi tersebut banyak menghasilkan serasah yang mudah terdekomposisi sehingga proses humifikasi berjalan dengan baik. Sedangkan pada lokasi tanah rusak dan lokasi pasir tidak menghasilkan serasah untuk humifikasi.

Fosfor

Berdasarkan hasil penelitian pada lokasi hutan memiliki kandungan fosfor tertinggi yaitu 4,85 ± 3,35 ppm, sedangkan pada lokasi tanah rusak memiliki nilai terendah yaitu 3,40 ± 0,6 ppm. Pembukaan lahan hutan menjadi penambangan

(51)

besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman, terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah, atau telah mengalami pengangkutan oleh adanya penambangan (tercuci air hujan, erosi tanah dan abrasi air laut).

0,00

Fosfor (ppm) 4,85 3,40 3,95

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 14 Perbandingan fosfor pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Kalsium (Ca)

Kandungan kalsium tertinggi pada lokasi hutan yaitu sebesar 5,80 ± 1,57 me/100g dan terendah pada lokasi tanah rusak yaitu sebesar 0,17 ± 0,09 me/100g.

Pembukaan lahan hutan menjadi penambangan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan kalsium 5,16 me/100g. Kalsium yang rendah mencerminkan kejenuhan basa yang rendah. Diduga hilangnya kandungan kalsium dalam tanah karena adanya proses pencucian, erosi tanah, dan abrasi air laut.

Kalsium (me/100g) 5,80 0,17 0,64

Hutan Tanah Rusak Pasir

(52)

Magnesium (Mg)

Berdasarkan hasil analisis, nilai tertinggi kandungan Magnesium terdapat pada lokasi hutan yaitu sebesar 1,23 ± 0,3 me/100g dan terendah pada lokasi tanah rusak yaitu sebesar 0,03 ± 0,01 me/100g. Mengingat bahwa kandungan

magnesium sangat penting dalam proses pembentukan klorofil maka pada lokasi hutan kandungan magnesium terpakai untuk pembentukan klorofil sehingga kandungan magnesium tetap ada sebaliknya pada lokasi tanah rusak dan lokasi pasir kandungan magnesium banyak hilang diduga karena adanya pencucian. Pembukaan lahan hutan menjadi penambangan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan magnesium 1,02 me/100g.

0,00

Magnesium (me/100g) 1,23 0,10 0,21

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 16 Perbandingan magnesium pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Kalium (K)

Berdasarkan hasil analisis, kandungan K tertinggi terdapat pada lokasi hutan yaitu sebesar 0,08 ± 0,03 me/100g dan terendah pada lokasi tanah rusak yaitu sebesar 0,03 ± 0,01 me/100g. Pembukaan lahan hutan menjadi areal

(53)

0,00

Kalium (me/100g) 0,08 0,03 0,05

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 17 Perbandingan kalium pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Natrium (Na)

Hasil analisis Natrium (Na) di lokasi penambangan Pulau Sebaik dapat dilihat pada Gambar 18.

0,00

Natrium (me/100g) 0,10 0,03 0,08

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 18 Perbandingan natrium pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Pada lokasi hutan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,1 ± 0,03 me/100g dan terendah pada lokasi tanah rusak yaitu sebesar 0,03 ± 0,01 me/100g.

(54)

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

KTK (me/100g) 12,74 3,84 2,91

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 19 Perbandingan KTK pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat nilai KTK tertinggi terdapat pada lokasi hutan nilai KTK berkorelasi positif dengan kandungan bahan organik. Hal tersebut disebabkan pada lokasi hutan mempunyai kandungan bahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi tanah rusak dan lokasi pasir. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan terjadinya penurunan KTK 9,83 me/100g. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir.

Seng (Zn)

(55)

0,00

Seng (me/100g) 7,24 3,23 2,91

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 20 Perbandingan seng pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Mangan (Mn)

Berdasarkan hasil analisis, pada lokasi hutan memiliki nilai tertinggi yaitu 4,3 ± 0,02 ppm dan terendah pada lokasi tanah rusak yaitu 1,85 ± 0,13 ppm. Pembukaan lahan hutan menjadi areal penambangan menyebabkan kandungan mangan menurun 2,3 ppm. Diduga hal tersebut terjadi karena unsur mangan sangat mudah larut dalam air di keadaan reduksi dan sukar larut di keadaan oksidasi sehingga sukar diserap oleh tanaman dan juga didukung oleh tanah yang masam. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Gambar 21.

0,00

Mangan (me/100g) 4,30 1,85 2,00

Hutan Tanah Rusak Pasir

(56)

Sifat Biologi Tanah

Analisis sifat biologi menggunakan contoh tanah komposit yang dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Sumberdaya Lahan dan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Tabel 4).

Tabel 4 Perubahan nilai sifat biologi tanah pada pembukaan lahan hutan alam akibat penambangan pasir

Sifat Biologi Hutan Tanah Rusak Pasir

Σ Mikroorganisme SPK / g 106 27,50 ± 1,5 7,25 ± 0,25 11,50 ± 9

Σ Fungi SPK / g 104 8,25 ± 1,75 0 9,50 ± 1

Σ Pelarut Fosfat SPK / g 103 14,75 ± 2,75 0 1,25 ± 0,25

Populasi Mikroorganisme Tanah dan Fungi

Mikroorganisme tanah dan fungi merupakan komponen biotik dalam tanah yang memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengurai bahan organik. Ekosistem tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap sejumlah energi matahari sehingga sangat bergantung pada zat-zat yang kaya energi yang dibawa dari luar seperti sisa tanaman dan hewan (Tedja dan Setiadi 1987 diacu dalam Rahmawati 2007).

(57)

0,00

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 22 Perbandingan populasi mikroorganisme pada hutan, tanah rusak, dan

pasir.

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 23 Perbandingan populasi fungi pada hutan, tanah rusak, dan pasir.

Populasi Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut Fosfat pada umumnya di dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya berkisar 103- 106 sel/gr tanah. Mikroba pelarut fosfat dapat menghasilkan enzim phosphat maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa et. al. 1999).

(58)

0,00 5,00 10,00 15,00

populasi mikroba pelarut Fosfat (103 SPK/g)

14,75 0,00 1,25

Hutan Tanah Rusak Pasir

Gambar 24 Perbandingan populasi pelarut fosfat pada hutan, tanah rusak, dan

(59)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kegiatan penambangan pasir menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi, dan rusaknya ekosistem tanah di Pulau Sebaik Kabupaten Karimun Kepulauan Riau. Perubahan sifat fisik tanah menyebabkan peningkatan bulk density, penurunan porositas, penurunan kadar air, penurunan pori drainase, dan penurunan permeabilitas tanah. Perubahan sifat kimia tanah menyebabkan penurunan pH, C-organik, N-total, P Bray, Ca, Mg, K, Na, KTK, Zn, Mn, dan perubahan pada sifat biologi tanah menyebabkan penurunan populasi mikroorganisme tanah, peningkatan populasi fungi, dan penurunan populasi mikroba pelarut fosfat.

Saran

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Anas I. 1989. Petunjuk laboratorium: biologi tanah dalam praktek. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Peta Indeks Desa/Kelurahan di Propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan Kepulauan bangka Belitung. Jakarta.

Badan Koordinasi Pertahanan Nasional. 1991. Kesuburan Tanah. Direktorat Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Baver L,D,W.H. Gardener. 1972. Soil Physics Graded. John willey and son, inc. New York.

Foth H.D. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Ed : Hudoyo, S.A.B. Yogyakarta: Gajah Mada University press.

Foth H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi enam. Adisoemarto S. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Fundamentals Of Soil Sceince.

Hanafiah K A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta: Ediyatama Sarana Perkasa.

Haridjaja O.S.R.P Sitorus dan K.R Brata,. 1983. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertaniaan. Institut Pertanian Bogor.

Hermansyah, Y. 1999. Karakteristik Tanah Bekas Tambang di Wilayah Pertambangan Cikotok kabupaten lebak jawa barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hiller D. 1980. Soil and Water, Physical Principle and Process. Academy press New York. London.

Istomo. 1994. Bahan Bacaan Ekologi Hutan: Lingkungan Fisik Ekosistem Hutan:

Proses dan Struktur Tanah. Laboratorium Ekologi Hutan, Jurusan

Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Jakarta. 1990. [Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar tanjung Pinang, Sumatera skala 1:250.000]. Jakarta: Bakosurtanal. Lembar1016.

(61)

Manan Syafii. 1997. Hutan Rimbawan dan Masyarakat. Bogor: IPB Press.

Mardiana S. 2007. Perubahan Sifat-sifat Tanah pada Kegiatan Konversi Hutan Alam Rawa Gambut menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Miller, G. T, Jr. 1979. living in the Environment. Second edition. St Andres Pres Gyterian college. Wadsworth Publishing Company. Belmont. California.

Purwowidodo. 2000. Mengenal Tanah Hutan: Metode Kaji Tanah. Laboratorium pengaruh Hutan, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[RAM] Redaksi Agro Media. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Rahmawati N E. 2007. Dampak Pembukaan Lahan Hutan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah (Studi kasus Di Taman Wisata Alam Sibolangit Deli Serdang). [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Russel E.W. 1956. Soil Condition and Growth. First edition Longmans, Green and CC. New York. London.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soepraptohardjo M. 1976. Jenis Tanah Di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Depertemen Pertanian.

Soerianegara I dan Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

Lampiran 4. Data hasil analisis sifat fisik tanah

kadar air (%Volume) pada PF Pori Drainase% (Volume)

No. lokasi Bulk

Density

porositas

PF 1 PF 2 PF 2,54 PF 4,2

sangat

cepat cepat lambat

(67)

Lampiran 5. Data hasil analisis sifat kimia tanah

No No lapang PH Walkley&Black Bray I N NH4OAcpH 7.0

H2O KCl C-org (%)

N-total

(%) P Ca Mg K Na KTK

1 Hutan 5,35 4,5 3,72 0,2 1,5 4,23 0,93 0,05 0,07 10,8

2 Tanah rusak 5,10 4,45 0,4 0,03 3,8 0,37 0,07 0,02 0,03 4,58

3 Hutan 5,30 4,32 3,6 0,2 8,2 7,36 1,53 0,11 0,13 14,68

4 Tanah rusak 2,80 2,1 2,56 0,13 7,3 1,5 1,48 0,02 0,07 23,47

5 Tanah rusak 3,82 3,05 0,26 0,02 3,3 0,37 0,12 0,02 0,02 3,63

6 Tanah 4,30 4,45 0,41 0,03 2,9 0,2 0,23 0,03 0,03 4,53

7 Ampas sisa tebang 3,95 3,1 1,12 0,09 2,8 0,56 0,56 0,04 0,07 9,34

8 Tanah rusak 4,25 3,3 0,34 0,03 4 0,26 0,17 0,03 0,04 4,19

9 tanah rusak 4,15 3,2 0,28 0,03 2,8 0,08 0,02 0,02 0,02 3,48

10 Pasir 4,20 3,38 0,2 0,02 3,7 0,18 0,07 0,03 0,03 3,67

11 Pasir 4,90 4 0,18 0,02 4,2 1,1 0,35 0,07 0,13 2,14

(68)

Lanjutan lampiran 5. Data hasil analisis sifat kimia tanah

No No lapang KB N KCl 0.05 N HCl Tekstur

Al H Fe Cu Zn Mn Pasir Debu liat

1 Hutan 48,9 tr 0,16 30,15 0,34 8,15 4,32 44,16 35,38 20,46

2 Tanah rusak 10,7 tr 0,2 53,1 0,42 7,88 5,1 74,38 12,9 12,72

3 Hutan 62,2 tr 0,2 28,15 0,28 6,32 4,28 40,42 30,93 28,65

4 Tanah rusak 13,08 tr 0,16 18,2 0,3 7,15 3,86 86,11 4,51 9,38

5 Tanah rusak 28,37 1,19 0,28 11,81 0,15 3,88 2,1 80,54 7,19 12,27

6 Tanah 10,82 jtr 0,16 96,15 0,16 3,1 2,15 51,76 38,36 9,88

7 Ampas sisa tebang 13,17 2,76 0,3 88,13 0,18 4,2 1,88 17,41 56,44 26,15

8 Tanah rusak 11,93 3,24 0,25 76,37 0,1 3,15 1,98 46,7 14,08 39,22

9 tanah rusak 4,02 1,22 0,23 75,88 0,12 3,3 1,72 54,52 32,3 8,18

10 Pasir 8,45 0,18 0,21 80,15 0,2 2,93 2,03 70,46 21,16 8,16

11 Pasir 77,1 tr 0,08 76,15 0,22 2,88 1,96 90,76 6,45 2,19

(69)

Lampiran 6. Data hasil analisis sifat biologi tanah

No. Kode Contoh Σ Mikroorganisme SPK / g 106

Σ Fungi SPK / g

104

Σ Pelarut Fosfat SPK / g 103

Respirasi Mg C-CO2 / kg

tanah/hari

1. Hutan 29.00 6.50 17.50 13.71

2. Tanah rusak 4.50 1.00 1.50 13.70

3. Hutan 26.00 10.00 12.00 14.74

4. Tanah rusak 24.00 0 0 13.20

5. Tanah rusak 7.00 0 7.50 14.40

6. Tanah 3.50 0 1.50 13.54

7. Ampas sisa tebang 3.50 1.50 0 18.17

8. Tanah rusak 7.50 0 0 13.71

9. tanah rusak 7.00 0 0 13.03

10. Pasir 20.50 10.50 1.50 17.14

11. Pasir 2.50 8.50 1.00 14.57

Gambar

Gambar 1  Siklus nitrogen.
Gambar 2  Siklus fosfor.
Gambar 3  Siklus kalium.
Gambar 4  Urutan kecepatan pelapukan lima mineral sumber K.
+7

Referensi

Dokumen terkait

This book covers all of the user-end aspects of Linux, from sitting down at the first login session to using complex tools such as gcc, emacs, and so on.. It assumes no previous

Implementation of Saccharomyces Spp.S-7 Isolate (Isolated From Manure of Bali Cattle) as A Probiotics Agent in Diets on Performance, Blood Serum Cholesterol, and Ammonia-N

Part II contains papers on whether private schools are better than public schools, and Part III con- tains studies from actual school choice proposals or pro- grams in the U.S., or

Untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teori-teori mahasiswa di ajak untuk melakukan kajian dan analisa kasus-kasus hukum kontemporer yang terjadi di masyarakat baik yang

[r]

Character Building : Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam Pengembangan Ilmu Karakter Bangsa.. Kamus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa L.) dosis 2000 dan 5000 mg/kg bb tidak menimbulkan gejala toksik pada mencit.. Pada dosis

Hubungan antara kedua variabel ini bersifat positif, yang berarti semakin tinggi tingkat problematic internet use , maka semakin tinggi pula tingkat