• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelembagaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara (Master Thesis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kelembagaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara (Master Thesis)"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

(PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN

HALMAHERA UTARA

PITSON YOSUA KUTANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

(4)
(5)

ABSTRACT

PITSON KUTANI. Institutional Analysis of Coastal Community Economic Empowerment Program (PEMP) In District Tobelo North Halmahera Regency. Supervised by BUDY WIRYAWAN, TRI WIJI NURANI

Optimizing the implementation and achievement of program objectives PEMP highly dependent on role and performance of institutional PEMP as a locomotive of the program. Thus the purpose of this study was to 1) evaluate the rule and performance of institutional PEMP; 2) analyzing the sustainability of the institutional status PEMP; 3) and identify strategies to strengthen institutional PEMP. This research was conducted in the district of North Halmahera District Tobelo in June – November 2009. Primary data collection is done by a participatory approach using interviews, questionnaires and observation. Respondent in this study is the management board (2 person) of each institution or group involved in the program PEMP (DKP Country, LEPP-M3, MI, TD and KMP). The primary data collected were analyzed using RAPFISH method to analyze the status of institutional sustainability and IFAS and EFAS matrix method for evaluation of internal conditions and external groups, as well as SWOT analyze the status of institutional performance is largely (80%) the role and performance indicators belong to very important (>80 – 100) and a small portion (20%) classified as self-important (>60 – 80). Score assessment of the rule and institutional performance based on field condition showed that the majority (45%) indicator only has (>40 – 60) optimal/good value, even some less optimal (30 %) and bad (5 %). Institutional sustainability of the program resulted in Tobelo was Good (42.17). The evaluation results of internal and external conditions, it is known that the actual strength to overcome potential problems have weaknesses in these institutions. Strategies for institutional strengthening program in the District PEMP Tobelo, among others: a) optimizing the role and performance of institutional PEMP; b) expanding the network of institutions and enterprises; c) diversification of institutional and business system in accordance with the potential and problems of the region; d) Optimization of media publicity and promotion agencies and business; e) improved financial management and business systems, f) improve internal communication and external communication agencies, and g) affirm and uphold the institutional rules and business systems.

(6)
(7)

RINGKASAN

PITSON KUTANI. Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan TRI WIJI NURANI.

Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu kabupaten pesisir kepulauan yang kaya akan sumberdaya perikanan dan kelautan. Besarnya potensi tersebut menjadi daya tarik masyarakat untuk memanfaatkannya dengan berbagai cara dan berbagai kepentingan. Namun demikian, potensi tersebut belum dimanfaatkan optimal untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sampai saat ini masih banyak masyarakat pesisir di daerah tersebut, khususnya di Kecamatan Tobelo yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Besarnya potensi dan permasalahan perikanan tersebut menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk Kabupaten Halmahera Utara termasuk Kecamatan Tobelo sebagai salah satu daerah penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, salah satunya melalui penguatan kelembagaan ekonomi masayarakat. Pelaksanaan program PEMP mengharus sertakan lembaga dan pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat desa. Kelembagaan merupakan tujuan sekaligus penggerak pelaksanaan program PEMP.

Di Kecamatan Tobelo kelembagaan PEMP terdiri atas DKP Kabupaten sebagai penanggung jawab dan serta pembina program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Produktif sampai M3 sebagai lembaga pengelola keuangan dan usaha, Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai kelompok pemanfaat program, Konsultan Menegemen (KM) sebagai pendamping DKP Kabupaten dan LEPPsampai M3, serta Tim Pendamping Desa (TPD) sebagai pendamping KMP. Besarnya peranan dari kelembagaan PEMP tersebut menuntut kinerja yang maksimal untuk pencapaian tujuan dari program tersebut.

Sudah 6 tahun program PEMP dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Utara khususnya di Kecamatan Tobelo, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP terutama dari sisi peranan dan kinerja kelembagaan yang menjadi penggerak pelaksanaan program PEMP. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP; 2) Menganalisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP; dan 3) Mengidentifikasi strategi untuk penguatan kelembagaanprogram PEMP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam pemberdaayan masyarakat pesisir.

(8)

skor 0 (buruk) sampai dengan 100 (sangat penting/optimal/baik). Indikator kelembagaan mengacu pada Laporan Evaluasi PEMP tingkat nasional yang dilakukan DKP tahun 2006. Tahap akhir dari penelitian ini adalah analisis data, yaitu analisis keberlanjutan kelembagaan menggunakan Rapfish dan analisis strategi penguatan kelembagaan menggunakan matrik IFAS.

Berdasarkan penilaian responden terhadap penting atau tidaknya (nilai penting) peranan dan kinerja kelembagaan dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo diketahui bahwa sebagian besar (80 %) indikator peranan dan kinerja kelembagan tergolong sangat penting (>80 sampai 100) dan sebagian kecil (20%) tergolong cukup penting. Tingginya nilai penting indikator peranan dan kinerja tersebut tidak sebanding dengan kondisi dilapangan (kondisi saat ini). Sebagian besar (45%) indikator hanya memiliki nilai >40 sampai 60 atau status optimal/baik, bahkan ada beberapa indikator yang berstatus kurang (30%) dan buruk (5%). Semua indikator peranan dan kinerja DKP kabupaten saat ini berstatus optimal (>40 sampai 60). Sebagian besar indikator peranan dan kinerja KM dan TPD saat ini bersatus optimal (>40 sampai 60), hanya satu indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) yaitu kemajuan hasil pendampingan. Terdapat 5 indikator peranan dan kinerja LEPP sampai M3 saat ini yang berstatus optimal/Baik (>40 sampai 60), 3 indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) dan 2 indikator berstatus buruk (0 sampai 20), yaitu Pembinaan Bank mitra terhadap LEPP sampai M3 dan Proporsi daya serap dan pengembalian dana DEP. Sebagian besar indikator kondisi KMP saat ini berstatus tidak optimal/kurang baik (> 20 sampai 40) dan hanya 2 indikator yang berstatus Optimal/baik (>40 sampai 60), yaitu Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP dan Prospektif usaha.

Status keberlanjutan DKP Kabupaten Halmahera Utara dalam pelaksanaan dan pencapaian program PEMP adalah cukup baik (47.32) dan lembaga pendamping (KM dan TPD) juga berstatus cukup baik (47.01). Lain halnya dengan LEPP sampai M3 berstatus kurang baik (37.71) dan KMP yang juga berstatus kurang baik (36.64). Secara keseluruhan status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo adalah berstatus cukup baik (42.17).

Hasil evaluasi kondisi internal dan eksternal, diketahui bahwa potensi kekuatan sebenarnya dapat mengatasi permasalahan kelemahan yang di miliki kelembagaan tersebut. Sedangkan potensi peluang (1623.40) kelembagaan PEMP sebenarnya tidak bisa menutupi besarnya permasalahan ancaman (1834.32) yang dihadapi oleh kelembagaan tersebut.

Strategi untuk penguatan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo, antara lain: a) Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; b) Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha; c) Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; d) Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha; e) Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; f) Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga; dan g) mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha.

(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

(PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN

HALMAHERA UTARA

PITSON YOSUA KUTANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

Nama : Pitson Yosua Kutani

NRP : C 452070187

Mayor : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan YME atas kasih dan anugerah-Nya yang dilimpahkan, sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran selama ini. Berkenan dengan itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hein Namotemo, MSP sebagai Bupati Kabupaten Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi strata 2, Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara. Terimakasih penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Halmahera Utara selama menempuh studi, Ima Kusumanti S.Pi dan Dini Handayani, A.Md atas motivasi yang tiada henti kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penulisan tesis ini. Penghargaan setinggi-tingginya kepada istri tercinta Selvina yang telah mendamping dalam perjuangan meraih cita-cita dan kepada ketiga anak tersayang Erich, Levana dan Andre yang setiap saat memberikan dorongan serta menantu terkasih Tesy Tidore. Kepada Hilman Ahyadi dan Solihin yang telah membantu selama proses penyelesaian sekolah S2 di IPB.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada kita terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara, dalam menentukan langkah kebijakan strategis menuju kepada suatu perubahan dan penyempurnaan program-program pemberdayaan masyarakat pesisir. Semoga Tesis ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Halmahera Utara.

Bogor, Desember 2010 Pitson Yosua Kutani

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Galela, Kabupaten Maluku Utara Propinsi Maluku tanggal 11 Januari 1960, sebagai anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Frets Kutani (Alm.) dan Ibu Maria Nones (Alm.). Penulis lulus Sekolah Dasar pada tahun 1973, Sekolah Lanjutan Pertama tahun 1976 di Galela Maluku Utara. Lulus SMA Negeri 1 Tobelo pada tahun 1980 dan pada tahun yang sama melanjutkan studi pada Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi MIPA Universitas Patimura Ambon dan lulus pada tahun 1987.

Pada tahun 2001-2005 penulis menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tobelo. Kemudian pada tahun 2005-2006 menjadi Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Utara. Penulis menjadi Kepala Badan Perpustakaan Daerah pada tahun 2006-2008, selanjutnya 2008-2009 menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dan pada tahun 2009 sampai saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Halmahera Utara.

Penulis menikah dengan Selvina Leibo dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Erich Kutani, Levana Kutani, Andre Kutani. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2010 dengan judul

(18)
(19)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR. ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Permasalahan ... 3

1.3. TujuanPenelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 5

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ... 7

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ... 11

2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) ... 13

2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP... 13

2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana program PEMP ... 16

2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP ... 19

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian ... 21

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.5 Analisis Data ... 23

3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan ... 23

3.5.2 Analisis keberlanjutan kelembagaan ... 24

3.5.3 Analisis kondisi internal dan eksternal kelembagaan ... 24

3.5.4 Analisis strategi penguatan kelembagaan ... 25

3 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Tobelo ... 26

4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo ... 26

4.1.2 Kondisi kependudukan ... 28

4.1.3 Keadaan umum perikanan laut ... 32

4.2. Kelembagaan PEMP ... 36

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan dan Kinerja Kelembagaan PEMP ... 37

5.1.1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara ... 37

(20)

5.1.3 LEPP-M3 ... 42

5.1.4 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) ... 44

5.2. Keberlanjutan Kelembagaan PEMP ... 46

5.3 Kondisi Internal dan Eksternal Kelembagaan PEMP ... 47

5.3.1 Kondisi internal kelembagaan PEMP ... 48

5.3.2 Kondisi eksternal kelembagaan PEMP ... 50

5.3.3 Strategi penguatan kelembagaan PEMP ... 51

5.4 Pembahasan ... 57

5.4.1 Kelembagaan PEMP dan keberlanjutannya ... 57

5.4.2 Strategi kelembagaan PEMP ... 60

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(21)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan sumber data penelitian ... 23

2 Kategori peranan kelembagaan Program PEMP ... 24

3 Kategori keberlanjutan kelembagaan Program PEMP... 24

4 Jumlah penduduk kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ... 29

5 Jumlah penduduk menurut pemeluk agama di Kecamatan Tobelo ... 31

6 Jenis dan jumlah armada tangkap di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ... 35

7 Indikator kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara ... 38

8 Penilaian kondisi internal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. ... 49

9 Penilaian kondisi eksternal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo ... 50

(22)
(23)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta kemiskinan masyarakat pesisir ... 7 2 Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional ... 16 3 Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah

pengelolaan perikanan ... 17 4 Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP ... 18 5 Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia ... 19 6 Kerangka pendekatan penelitian ... 22 7 Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara ... 29 8 Penyebaran mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tobelo ... 30 9 Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Tobelo ... 32 10 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di

Indonesia tahun 2001 ... 33 11 Jumlah nelayan dan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo tahun 2007 ... 34 12 Kondisi peranan dan kinerja kelembagaan DKP Kabupaten Halmahera

Utara dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 40 13 Kondisi peranan dan kinerja KM dan TPD dalam dalam pelaksanaan

program PEMP di Kecamatan Tobelo ... 42 14 Kondisi peranan dan kinerja LEPP-M3 dalam pelaksanaan program PEMP

(24)
(25)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian ... 68 2 Kelompok masyarakat pemanfaat( KMP) Progran PEMP ... 69 3 Aktivitas KMP nelayan tangkap ... 70 4 Aktivitas KMP pedagang ikan ... 71 5 Kuisioner peranan dan kinerja kelembagaan PEMP ... 72 6 Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP ... 76 7 Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan lembaga

PEMP ... 79 8 Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan

(26)
(27)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF): Tata cara pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab yang dapat diacu oleh Negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya (FAO, 1995).

KM: Konsultan Manajemen

KMP: Kelompok Masyarakat Pemanfaat

LEPP M3: Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra

Mina

Maximum Sustainable Yield (MSY): Potensi lestari yang merupakan produksi pada tingkat maksimum lestari yang diijinkan.

Maximum Economic Yield (MEY): Potensi lestari pada tingkat keuntungan ekonomi yang maksimum.

Membangun: Memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti

bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan.

Pemberdayaan masyarakat: Membangun collective personality of a

society.

Pendapatan perseorangan: Jumlah pendapatan yang diterima setiap

(28)

berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah.

Pengelolaan berbasis masyarakat: Pengelolaan yang mengakomodir

berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management).

Perikanan berkelanjutan: Pengelolaan sumberdaya ikan dan

lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pemberdayaan: Suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan,

kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu.

PEMP: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir.

Proses pemberdayaan: Pembangunan, yaitu sebagai collective action

yang berdampak pada individual welfare.

Responsible fisheries: Suatu konsep mencakup pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan dalam keseimbangannya dengan lingkungan; pemanfaatan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya yang tidak merusak lingkungan, sumberdaya dan lingklungannya; peningkatan nilai produk melalui proses pengolahatn yang memenuhi standar kesehatan, kode etik praktek perdagangan sehingga tersedia akses terhadap produk yang berkualitas (FAO, 1995).

Suatu kelembagaan: Suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan

(29)

menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki.

Strategi edukatif: Strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan.

Strategi persuasive: Strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan

melalui kebiasaan dalam berperilaku.

Strategi kekuasaan: Strategi yang efektif membutuhkan agen peubah

yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses.

Tenaga Pendamping Desa (TPD : Tenaga profesional yang bersedia

tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya.

(30)
(31)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan perikanan Indonesia dengan potensi sumberdaya yang begitu besar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia, terutama terhadap tiga komponen penting pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan penurunan tingkat kemiskinan. Struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara.

Namun ternyata harapan tersebut masih jauh dari kenyataan. DKP (2003) melaporkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduknya masih termasuk ke dalam peduduk miskin dengan Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32. Fauzi (2005) menyebutkan sebagian besar nelayan Indonesia berpendapatan kurang dari US$ 10/kapita/ bulan, jika dilihat dari konteks Millenium Development Goals (MDGs) termasuk ke dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1/hari.

Menurut Kusnadi (2003), ada dua sebab yang menyebabkan kemiskinan nelayan, yaitu sebab yang bersifat internal dan bersifat eksternal. Kedua sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. Sebab kemiskinan yang bersifat internal berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah : (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan.

(32)

menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, (7) terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan, (8) Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia (Kusnadi, 2003).

Pemerintah telah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan. Namun demikian pembangunan perikanan sampai saat ini belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi perolehan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Salah satu program pemberdayaan nelayan kecil yang saat ini masih berjalan adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang diinisiasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sejak tahun 2000. Program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), partisipasi masyarakat, dan usaha ekonomi produktif ini dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam tiga tahapan proses, yaitu 1) periode inisiasi, yakni introduksi kebijakan dan penggalangan partisipasi, serta perintisan kelembagaan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat sasaran, 2) periode institusionalisasi, yakni proses lanjutan dari periode inisiasi berupa penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, baik secara organisasi maupun tatalaksana, dan 3) periode diversifikasi, yaitu tahap pengembangan dan diversifikasi usaha ekonomi produktif (DKP, 2003).

(33)

3

1.2 Rumusan Permasalahan

Kecamatan Tobelo merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara dari sejak pemekaran kabupaten tersebut. Selain itu kecamatan tersebut juga menjadi pusat perekonomian pada tingkat kabupaten. Kondisi dan posisi strategis tersebut menjadi potensi dan tantangan bagi keberadaan PEMP di kecamatan tersebut terutama dari aspek kelembagaan. Kedekatan dengan lembaga pemerintahan akan mempermudah dalam mengakses informasi dan koordinasi dengan instansi terkait.

Sebagai pusat perekonomian akan mempermudah lembaga dalam memainkan peranannya dalam pemasaran maupun sistem keuangan (simpan pinjam) serta mempermudah anggota dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil evaluasi Program PEMP tingkat kabupaten/kota diseluruh di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir DKP-RI tahun 2006, dilaporkan bahwa peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara tergolong kurang baik (skor 40 dari 0 sampai dengan 100). Status tersebut lebih rendah dibanding beberapa kabupaten/kota lain, seperti Manggarai Barat (NTT), Buleleng (Bali), dan Wakatobi (Sulawesi Tengah) (DKP, 2007).

Berdasarkan hasil tersebut, perlu kiranya dilakukan suatu evaluasi terhadap peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. Evaluasi terutama dilakukan secara partisipatif unuk semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo. Dalam hal ini kelembagaan program PEMP meliputi DKP Kabupaten Halmahera Utara sebagai penanggung jawab program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebagai pengelolaa keuangan dan usaha, Kelompok Manajemen (KM) dan TPD (Tenaga Pendamping Desa) sebagai pendamping serta Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai pemanfaat program.

Melihat pentingnya keberadaan PEMP bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Kecamatan Tobelo terutama aspek kelembagaan sebagai penggerak pelaksanaan program tersebut. Terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang peranan dan kinerja serta keberelanjutan kelembagaan PEMP, antara lain:

(34)

2)Bagaimana tingkat keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo?

3)Strategi apa yang perlu dilakukan untuk penguatan kelembaagan program PEMP di Tobelo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP diKecamatan Tobelo;

2. Menganalisis status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo;

3. Menentukan strategi penguatan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi bagi para pemangku kepentingan dalam upaya menguatkan peranan dan kinerja kelembagaan PEMP untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pesisir, antara lain:

1. Sebagai tambahan refrensi dan wacana bagi para peneliti dan pemerhati kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir;

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggalakkan program pemberdayaan masyarakat pesisir;

(35)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Secara geografis, masyarakat pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka

menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia (Mulekom 1999; Kusnadi 2009).

Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat pesisir mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan. Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial(Christie dan White 1997). Sebagai dampak dari keterbukaan tersebut masyarakat pesisir rentan terhadap berbagai permasalahan politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan-tekanan ekonomi yang datang setiap saat, (2) keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, (3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, (4) kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan publik, (5) degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil, dan (6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi 2009; Pomeroy dan Carlos 1997).

(36)

rendah, degradasi sumber daya lingkungan. Karena itu persoalan penyelesaian kemiskinan dalam masyarakat pesisir harus bersifat integralistik. Kalaupun harus memilih salah satu faktor sebagai basis penyelesaian persoalan kemiskinan, pilihan ini benar-benar menjangkau faktor-faktor yang lain atau menjadi motor untuk mengatasi masalah-masalah yang lain. Pilihan demikian memang sulit dilakukan, tetapi harus ditempuh untuk mengefisiensikan dan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia yang memang terbatas.

Populasi masyarakat pesisir diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa (DKP, 2003). Menurut hasil analisis SMERU (dalam DKP 2003), Poverty Headcount Index (PHI) rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32% dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Sajogyo. Menurut Sajogyo (1977) pendapatan per kapita dalam setahun setara beras dapat dikategorikan:

1. Paling miskin : kurang dari 270 kg 2. Miskin sekali : 270 – 360 kg 3. Miskin : 360 – 480 kg 4. Di atas miskin : lebih dari 480 kg

(37)
[image:37.595.115.494.91.371.2]

7

Gambar 1 Peta kemiskinan masyarakat

2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat

Kelembagaan (institusion) merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponennya yang terdiri dari sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola (Koentjaraningrat, 1997). Wiriatmaja (1978) menggunakan konsep lembaga sosial sebagai pengertian dan pola aktivitas-aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia. Asal mulanya adalah kelaziman kemudian menjadi adat istiadat terbentuklah suatu susunan tertentu. Dengan demikian lembaga sosial bukan saja mengenai pola aktivitas-aktivitas yang diakui masyarakat, tetapi juga mencakup organisasi pelaksanaannya.

Secara ringkas menurut Wiriatmaja (1978) lembaga adalah pola-pola aktivitas yang sudah tersusun baik. Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya. Makanan, pakaian, perumahan dan lain-lainnya harus disediakan. Aktivitas-aktivitas untuk melaksanakannya dapat berbeda-beda, misalnya pada beberapa masyarakat tidak terdapat sistem kredit atau sistem uang,

Jumlah Desa pesisir 8.090 desa

Jumlah Penduduk 16,42 juta

Jumlah KK

Kondisi Faktual Masyarakat Pesisir
(38)

kadang-kadang ada yang tidak mempunyai pembagian tugas pekerjaan yang intensif atau tidak ada sistem pemasaran terbuka dan sebagainya.

Menurut Anwar (2001b), Institusi atau kelembagaan merupakan aturan main (the rule of the game) dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur prilaku individual anggotanya yang membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa institusi, hal tersebut merupakan kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota anggotanya dalam masyarakat. Karena individual sering membuat tindakan yang menimbulkan eksternalitas (terutama yang negatif) yang sering mengancam kepentingan masyarakat keseluruhan. Sehingga masyarakat perlu membatasi kebebasan individual-individual tersebut agar perilakunya bersesuaian dengan kepentingan masyarakat. Agar institusi dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang mengandung pahala (reword) dan sanksi (sanctions), sehingga masyarakat akan mentaatinya.

Kelembagaan memiliki dua pengertian. Pertama kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal. Dalam kaitan dengan kelembagaan lumbung pangan masyarakat, kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan baik yang formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban dalam kelembagaan. Kedua kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan (Ferrer, 1994).

Pakpahan (1991), menjelaskan bahwa kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu batas yuridis (juridictional boundary), hak-hak kepemilikan (property right) yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, aturan representasi (rule of representation). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut.

(39)

9

alokasi sumber daya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas yuridis antara lain:

Perasaan sebagai suatu masyarakat. Menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijakan.

Eksternalitas (externality), suatu analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam setiap transaksi selalu terjadi transfer suatu yang dapat berupa hak-hak istimewa, kewajiban dan lain-lain. Sesuatu yang ditransaksikan apakah bersifat internal atau eksternal ditentukan oleh batas yuridis. Perubahan batas yuridis akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa.

Homogenitas. Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam menentukan batas yuridis, terutama dalam hal merefleksikan permintaan barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas yuridis menjadi penting dalam merefleksi preferensi konsumsi dalam aturan pengambilan keputusan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan.

Skala ekonomi. Konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas yuridis. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjukkan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yuridis yang sesuai akan menghasilkan ongkos persatuan yang lebih dibandingkan dengan alternatif batas yudiksi yang lainnya.

(40)

atau hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Implikasinya adalah 1) hak seorang adalah kewajiban orang lain dan 2) hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumber daya. Property right yang paling penting adalah faktor kepemilikan terhadap lahan, hasil produksi dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas pasti akan menentukan besarnya bargaining position terhadap persoalan (3) Aturan representasi (rule of representation). Mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah perwakilan/representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan represtasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu berperan penting dalam menentukan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka.

Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan peranan sosial. Dengan demikian, kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dari segi struktural berupa pelbagai peranan sosial (Tony. et al, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu "aspek kelembagaan" dan "aspek

keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm) custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain.

Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif lebih cepat (Mulekom 1999).

(41)

11

Sementara itu urgensi fungsi institusi lokal dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat telah diteliti oleh Goldsmith dan Blustain di Jamaica yang berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Menurut Kamus Besar Bahasa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Karena itu maka pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk memiliki atau menguasai kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Hikmat (2006), pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Proses pemberdayaan adalah pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan demikian membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan. Jadi pemberdayaan masyarakat berarti membangun collective personality of a society. Suatu pembangunan yang tidak berdampak pada individu bukanlah pembangunan

(Pomeroy, et al., 1997).

Personalitas yang dibangun itu tidak lain merupakan identitas yang berbeda dari sebelumnya yang memiliki keyakinan diri (self confidence), kemampuan berkreasi (creative ability), serta kemampuan untuk menghadapi dunia dengan 3P yaitu poise (sikap tenang), purpose (tujuan hidup), dan pride (bangga dengan keberadaannya)

(42)

Berdasarkan konsep tersebut, proses pemberdayaan secara umum meliputi

kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) merumuskan relasi kemitraan, (2) mengartikulasikan tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada,

(3) mendefinisikan arah yang ditetapkan, (4) mengeksplorasi sistem-sistem sumber, (5) menganalisis kapabilitas sumber, (6) menyususn frame pemecahan masalah, (7) mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan, (8) mengakui temuan-temuan, dan (9) mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Mulekom 1999).

Berkaitan dengan pemberdayan masyarakat pesisir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, di antaranya adalah: (1) Strategi Fasilitasi, yaitu mengharapkan kelompok yang menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi ini dikenal sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah secara bersama-sama dengan kliennya (masyarakat) mencari penyelesaian. (2) Strategi edukatif, yaitu strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan. (3) Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. (4) Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut, program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur dan terencana dengan komitmen yang kuat (Sen dan Nielsen 1996).

(43)

13

(religion). Oleh sebab itu pengelolaan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang mengakomodir berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management)(Ferrer 1994).

Pengelolaan dengan konsep CBM ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah. Pengelolaan dengan CBM ini memiliki resiko jika sumberdaya manusianya tidak siap. Namun demikian, dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam kenyataannya juga tidak sepenuhnya berhasil tanpa keterlibatan pemerintah dalam implementasinya (Ferrer 1994). Masyarakat memiliki banyak kekurangan terutama dalam kualifikasi pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan, keuangan/permodalan dan sebagainya.

2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP)

2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP

Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan kemiskinan yang tidak berdiri sendiri dan bersifat multidimensi (Kusnadi 2009). Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000 meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut maka program PEMP menjadi sebuah program besar pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilaksanakan dari tahun 2001 sampai dengan 2009. Secara periodik pelaksanaan Program PEMP dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : (1) Inisiasi (2001 – 2003), (2) Institusionalisasi (2004 – 2006), dan (3) Diversifikasi (2007 – 2009) (DKP, 2003).

Dalam pelaksanaannya, Program PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat desa. Adapun kelembagaan PEMP dan peranannya dalam pelaksanaan program tersebut, antara lain (DKP, 2003):

(1) Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina Program PEMP pada tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi

(44)

di tingkat nasional, pelatihan lingkup nasional, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Penanggungajwab program adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Dirjen KP3K).

(2) Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang menangani Program PEMP. Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi bertugas mengusulkan nama-nama kabupaten /kota calon penerima program, dan terlibat dalam sosialisasi, monitoring dan evaluasi dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dinas Kelautan kabupaten/kota sebagai penanggung jawab operasional program bertugas menetapkan Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi, dan publikasi tingkat kabupaten/kota, pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) bagi kabupaten/kota penerima baru Program PEMP, perekrutan TPD (Tenaga Pendamping Desa), pelatihan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. (3) Konsultan Manajemen (KM), yaitu konsultan yang membantu aspek teknis dan

manajemen Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam pelaksanaan Program PEMP. Pendampingan meliputi kegiatan: inventarisasi potensi dan kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen, serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Sejak tahun 2005, KM juga bertugas membantu Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam proses revitalisasi LEPP-M3 menjadi berbadan hukum koperasi, dan bersama dengan TPD mendampingi masyarakat pesisir untuk mengakses DEP, melakukan pendampingan teknis serta manajemen usaha. KM diutamakan yang berasal dari daerah setempat, dengan harapan mengetahui karakter, potensi, dan permasalahan daerahnya. (4) Tenaga Pendamping Desa (TPD), yaitu tenaga profesional yang bersedia tinggal

(45)

15

(5) Koperasi, yang merupakan holding company masyarakat pesisir dengan berbagai unitusaha, yang berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota, dan dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha. Dalam menjalankan fungsinya, koperasi menerima DEP sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman selanjutnya disalurkan ke masyarakat pesisir melalui LKM Swamitra Mina, USP, atau BPR Pesisir milik koperasi. Bagi kabupaten yang baru dan belum memiliki koperasi, dalam waktu 3 bulan pemerintah daerah harus meningkatkan status kelembagaan LEPP-M3 menjadi Koperasi LEPP-M3. Koperasi juga diharapkan berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan unit usaha lain, seperti unit usaha perikanan tangkap/budidaya, SPDN, kedai pesisir, dan wisata bahari.

(6) Bank Pelaksana, yaitu lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh DKP dengan tugas dan fungsi: (1) menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya Dana Ekonomi Produktif (DEP)yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal, (2) menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir, SPDN, dan atau Kedai Pesisir; dan, (3) melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada Koperasi LEPP-M3 dan atau LKM/USP.

(46)

Secara skematis hubungan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP, disajikan pada gambar dibawah ini (Gambar 2) (DKP, 2003).

[image:46.595.72.476.78.410.2]

BANK PELAKSANA TINGKAT PUSAT KANTOR CABANG BANK PELAKSANA

DKP

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROPINSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KAB/KOTA KOPERASI LEPP-M3/ KOPERASI PERIKANAN/ KOPERASI LAINNYA

TPD

KM KAB/KOTA MASYARAKAT PESISIR Kesepakatan Bersama Perjanjian Kerjasama K o o rd in a si P e n d a m p in g a n

Gambar 2 Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional

2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana Program PEMP

Hampir semua provinsi yang ada di Indonesia telah memperoleh Program PEMP, tetapi tidak semua kabupaten/kota yang terdapat di setiap propinsi menerima Program PEMP. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan kabupaten/kota mendapatkan Program PEMP adalah karakteristik geografis kabupaten/kota, yakni sebagai kabupaten/kota pesisir. Secara keseluruhan, kabupaten/kota penerima Program PEMP menempati kawasan pesisir, baik yang berada di daratan pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil.

(47)

17

[image:47.595.75.530.284.668.2]

Kalimantan, wilayah pesisirnya berbatasan dengan peraiaran Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Laut Flores. Kelima, kabupaten/kota di Pulau Sulawesi, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, Laut Seram, Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Flores. Keenam, kabupaten/kota di Kepulauan Maluku Utara dan Maluku, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Teluk Tomini, Laut Seram, Laut Banda, dan Laut Arafuru. Ketujuh adalah kabupaten/kota di Papua, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Laut Banda, dan Laut Arafuru (Gambar 3).

Gambar 3 Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan

(48)

jumlah kabupaten penerima Program PEMP terbanyak adalah pada tahun 2004 (Gambar 4).

Gambar 4 Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP

Jumlah kecamatan penerima Program PEMP paling banyak terjadi pada tahun 2004, yaitu 610 kecamatan dan paling sedikit tahun 2005, yakni 108 kecamatan. Dengan demikian, antara tahun 2004-2005 mengalami penurunan jumlah kecamatan sebanyak 82,30%. Penurunan juga terjadi jika dibandingkan pada tahun 2001 sebagai tahun awal Program PEMP, yaitu mengalami penurunan sebesar 81,41%.

Dilihat dari jumlah desanya, penerima Program PEMP terbesar adalah pada tahun 2002, sebanyak 1.321 desa. Sejak tahun 2003 sampai 2005, jumlah desa penerima Program PEMP cenderung menurun. Jumlah desa penerima Program PEMP pada tahun 2005 adalah yang paling sedikit selama periode 2000-2005, yaitu hanya 238 desa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2002, jumlah pada tahun 2005 itu mengalami penurunan sebesar 81% (Gambar 5).

0 20 40 60 80 100 120 140 160

TA 2000TA 2001TA 2002TA 2003 TA 20004

TA 2005TA 2006

26

125

90

126

160

111

121

00 00 00 00 0

(49)
[image:49.595.104.512.138.358.2]

19

Gambar 5 Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia

2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP

Pada tahun 2004 Program PEMP diarahkan pada penguatan kelembagaan LEPP-M3 dalam format koperasi dan pada masing-masing koperasi dibentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Peningkatan status kelembagaan ini diiringi oleh perubahan sistem penyaluran DEP, yang semula berstatus sebagai dana bergulir dikelola LEPP-M3 menjadi dana hibah kepada koperasi yang dijaminkan pada perbankan (cash collateral). Selanjutnya, dana yang dikeluarkan oleh perbankan berstatus kredit/pinjaman dikelola oleh LKM Swamitra Mina/USP atau sejenisnya, yang merupakan salah satu unit usaha milik koperasi LEPP-M3/koperasi perikanan. Pembentukan dan pengelolaan LKM tersebut bekerja sama antara koperasi dengan bank pelaksana (DKP, 2007).

LKM ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga pembiayaan alternatif, yang cepat atau lambat akan menggantikan peran rentenir. Perbankan juga dapat menyalurkan kredit melalui LKM dengan skim kredit tidak langsung (two steps loan). Alokasi kredit diberikan kepada LKM untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat dengan skim kredit mikro yang sesuai dengan kondisi masyarakat pesisir. Upaya penguatan kelembagaan tersebut sampai saat ini (periode institusionalisasi 2004-2006) telah menghasilkan 278 Koperasi LEPP-M3/Koperasi Perikanan yang mempunyai unit usaha

………. 0 100 200 300 400 500 600 700 800

2001 2002 2003 2004 2005

508 601 568 287 119 585 720 598 323 119 Ju m la h D e sa Tahun

(50)

LKM (242 unit), baik Swamitra Mina, Unit Simpan Pinjam (USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir, dan Baitul Qirodl. Swamitra Mina, baik online (52 unit), maupun offline (95 unit) (DKP, 2007).

Berdasarkan data dari 52 Swamitra Mina online, 67% sasaran Program PEMP berkaitan langsung dengan sektor perikanan dan 33% tidak terkait langsung, misalnya untuk mendukung kegiatan ekonomi pemilik bengkel, tukang ojek, industri pengolahan bahan makanan dan minuman, pemilik toko/warung makanan, dan konsumtif warga masyarakat pesisir.

Berdasarkan kondisi tersebut, jangka panjang Program PEMP diarahkan pada tiga hal berikut ini (DKP, 2007).

1) Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal, dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir.

2) Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

(51)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian

Besarnya potensi sumberdaya laut Kabupaten Halmahera Utara dan masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir terutama nelayan menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk daerah tersebut sebagai penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004. Dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesadaran untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya laut, penguatan kelembagaan ekonomi dan pengembangan usaha produktif masyarakat.

Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan dan memanfaatkan program tersebut sejak tahun 2004. Dalam upaya mewujudkan tujuan pelaksanaan program PEMP tersebut dibentuk dan dilibatkan berbagai lembaga, seperti DKP Kabupaten, LEPP-M3, KM, TPD dan KMP. Setiap lembaga memiliki fungsi dan peranan masing-masing yang saling melengkapi, sehingga terbentuk saling ketergantungan dan sinergisme dalam pelaksanaan program PEMP.

Optimalisasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP sangat tergantung pada peranan dan kinerja kelembagaan PEMP. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kelembagaan secara partisipatif yang melibatkan pemangku kepentingan masing-masing lembaga yang terlibat dalam program PEMP tersebut. Analisis kelembagaan tersebut meliputi: 1). evaluasi peranan dan kinerja kelembagaan; 2). analisis keberlanjutan kelembagaan; dan 3). identifikasi strategi penguatan kelembagaan tersebut.

Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo”

(52)
[image:52.595.70.509.176.794.2]

tujukan untuk: 1). mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; 2). menentukan keberlanjutan kelembagaan PEMP; dan 3). Mengidentifikasi strategi penguatan kelembagaan PEMP. Dengan demikian diharapkan kedepan dapat di jadikan refrensi atau bahan untuk pengambilan kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat terutama penguatan kelembagaan masyarakat Kecamatan Tobelo (Gambar 6).

Gambar 6 Kerangka pendekatan penelitian

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo”

ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Juni s/d November tahun 2009 (Lampiran 1).

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Secara garis besar data yang dikumpulkan sebagai berikut (Tabel 1).

PELAKSANAAN PROGRAM PEMP DI TOBELO

PENGUATAN KELEMBAGAAN MENINGKATKAN

PARTISIPASI

PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI

KELEMBAGAAN PROGRAM PEMP

DKP LEPP-M3 KM TPD KMP

EVALUASI PERANAN DAN KINERJA

Wawancara & Kuisioner

ANALISIS KELEMBAGAAN Secara Partisipatif

ANALISIS

KEBERLANJUTAN LEMBAGA RAPFISH

(53)

23

Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian

Jenis Data Data Sumber Data

Sekunder Demografi Wilayah BPS Kecamatan dan Kabupaten Data Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan

Kabupaten

Penelitian terdahulu yang terkait Internet dan Perpustakaan Primer Persepsi Pemangku Kepentingan:

 Kondisi Kelembagaan PEMP  Peranan Kelembagaan  Kinerja Kelembagaan PEMP

 Dokumen atau Arsip lembaga  Hasil wawancara dan

Kuisisoner  Hasil Observasi

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka melalui media internet maupun pustaka. Pengumpulan data dan informasi primer dilakukan secara partisipatif dengan metode observasi, kuisioner dan wawancara. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling), yaitu pemilihan responden yang didasarkan atas pengetahuan dan kedudukannya di kelembagaan PEMP, dalam hal ini adalah pengurus lembaga (2 orang perlembaga), antara lain: DKP Halmahera, LEPP-M3, KM, TPD, dan KMP.

Setiap koresponden diminta untuk menilai peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP berdasarkan atribut yang disajikan. Penilaian terhadap atribut mengacu pada sistem skor yang dilakukan DKP (2007) dalam mengevaluasi program PEMP pada tingkat kabupaten/kota diseluruh Indonesia dengan menggunakan skor 0 s/d 100. Proses penilaian terdiri dari 2 tahap, yaitu: 1). penilaian atribut berdasarkan penting (skor 100) dan tidak penting (0); 2). Penilaian berdasarkan baik (100) atau buruk (0) kondisi atribut saat ini. Penilaian terhadap pengaruh satu atribut terhadap atribut lain dalam satu faktor dengan menggunakan skor 1 s/d 5, dimana skor 1 jika tidak berpengaruh dan 5 sangat berpengaruh.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan

(54)

penting indikator dan kondisi indikator saat ini. Nilai penting adalah tingkat kepentingan indikator menurut responden terhadap suatu indikator, sedangkan kondisi saat ini merupakan tingkat kinerja kelembagaan terhadap suatu indikator. Status penilaian peranan dan kinerja kelembagaan di bagi menjadi 5 kategori, sebagai berikut (Tabel 2):

Tabel 2 Kategori peranan kelembagaan Program PEMP

Interval Skor Status Peranan & Kinerja

Nilai Penting Kondisi Saat Ini

0,00 – 20,00 Sangat Tidak Penting Buruk >20,00 – 40,00 Tidak Penting Tidak Optimal >40,00 – 60,00 Cukup Penting Cukup Optimal

>60,00 – 80,00 Penting Optimal

>80,00 – 100,00 Sangat Penting Sangat Optimal Sumber : DKP (2006)

3.5.2 Analisis keberlanjutan kelembagaan

Metode yang digunakan dalam analisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP ini adalah menggunakan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. RAPFISH adalah teknik untuk mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya (perikanan) secara komprehensif berdasarkan atribut/indikator yang mudah untuk di-skoring (Fauzi, 2002). Perhitungan RAPFISH dihitung manual menggunakan program Excel. Penentuan tingkat keberlanjutan kelembagaan mengacu pada DKP (2007) yang mengkategorikan nilai Sustainable Indeks Criteria (SIC) menjadi 5 kategori, sebagai berikut (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori keberlanjutan kelembagaan Program PEMP

SIC Status

0,00 – 20,00 Buruk

>20,00 – 40,00 Kurang

>40,00 – 60,00 Cukup Baik

>60,00 – 80,00 Baik

>80,00 – 100,00 Sangat Baik

Sumber : DKP (2006)

3.5.3 Analisis kondisi internal dan eksternal kelembagaan

(55)

25

didasarkan pada nilai penting suatu atribut/indikator dan pengaruh atribut tersebut terhadap atribut yang laian dalam satu faktor (Marimin, 2008). Proses penilaian tersebut sebagai berikut:

1) Pengelompokkan atribut kedalam 4 faktor, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Pengelompokkan atribut kedalam faktor kekuatan dan kelemahan didasarkan pada nilai atau status kondisi saat ini, dimana atribut yang memiliki status Buruk s/d Kurang optimal/Kurang baik masuk faktor kelemahan, sedangkan atribut dengan status Optimal/baik s/d sangat optimal/sangat baik masuk faktor kekuatan.

2) Penilaian atribut pada masing-masing faktor berdasarkan nilai penting (bobot), pengaruh (rating). Nilai penting berkisar antara 0 (tidak penting) s/d 100 (sangat penting), sedangkan Nilai pengaruh atau rating berkisar antara 1 (tidak berpengaruh) s/d 5 (sangat berpengaruh). Dilakukan penghitungan skor berdasarkan perkalian antara nilai penting/bobot dengan pengaruh/rating.

3) Atribut yang memiliki skor tertinggi merupakan atribut kunci dalam sutau faktor.

3.5.4 Analisis strategi penguatan kelembagaan

Penentuan strategi penguatan kelembagaan menggunakan metode Strength Weakness Oppourtunity Threats (SWOT). Penentuan strategi dengan metode SWOT didasarkan pada kombinasi kondisi internal (Kekuatan dan Kelemahan) dengan kondisi eksternal (Peluang dan Ancaman). Kombinasi tersebut dibuat dalam matrik SWOT (Tabel 4). Berdasarkan kombinasi tersebut maka dihasilkan 4 kelompok strategi, yaitu Strategi Peluang (KP), Strategi Kekuatan-Ancaman (KA), Strategi Peluang (LP) dan Strategi Kelemahan-Ancaman (LA) (Marimin, 2008).

Tabel 4 Model matriks analsis SWOT

IFAS

Kekuatan (K) Kelemahan (L) EFAS

Peluang (P) Strategi K-P Strategi L-P

(56)
(57)

4

KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo

4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo

1) Letak geografis

Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0o40’00”–2o40’00” LU dan 127o25’00” – 128o45’00” BT. Kabupaten tersebut memiliki luas wilayah sebesar 24.983,32 Km2, terdiri dari luas daratan sebesar 5.447,3 Km2 (22% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara) dan luas perairannya sebesar 19.536,02 Km2 (78% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara). Luas wilayah ini terbentang dari Utara ke Selatan sepanjang 333 Km dan dari Timur ke Barat sepanjang 148 Km.

Kabupaten Halmahera Utara berbatasan: (1) sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik; (2) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur dan Laut Halmahera; (3) sebelah selatan, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat; dan (4) sebelah barat, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat.

2) Letak administrasi

Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara Provinsi Maluku Utara, sebagaimana diamanatkan Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2003. Kabupaten Halmahera Utara secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dan sebagian besar wilayah kecamatannya merupakan kecamatan pesisir. Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan pesisir yang ada di Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan ini lebih dikenal dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena statusnya sebagai ibukota kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan Tobelo memiliki beberapa buah pulau yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni seperti Pulau Kumo, Pulau Kakara, Pulau Tagalaya, Pulau Tulang, Pulau Rarangane dan Pulau Tupu Tupu.

Kecamatan Tobelo dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Utara Nomor 2 tahun 2006, Kecamatan Tobelo memiliki luas wilayah 33,0 km2 , terdiri atas 10 desa dan terletak pada posisi koordinat 1270 55’ 55” BT – 1280 01’

58” BT dan 10 39 46” LU

(58)

berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Tengah dan Laut Halmahera dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat (BAPPEDA dan BPS, 2009).

Seiring semakin berkembangnya pembangunan di Tobelo, penataan ruang menjadi langkah awal yang mendasari pembangunan wilayah Tobelo masa sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini di latarbelakangi oleh status Kecamatan Tobelo sebagai ibukota Kabupaten Halmahera Utara, sudah waktunya bila Kecamatan Tobelo dikembangkan sesuai dengan karakteristik sebuah kota, yaitu sebagai pusat pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, pusat pemukiman dan pusat pemerintahan. Kondisi eksisting beserta permasalahan yang ada sedang dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan perencanaan ruang dan konsep yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan daerah.

3) Iklim, kondisi oseanografi dan daerah penangkapan ikan

Kabupaten Halmahera Utara memiliki pantai yang cukup panjang, pantai timur daratan Halmahera berada di sisi barat perairan Teluk Kao. Teluk Kao merupakan perairan semi tertutup yang terletak di Pulau Halmahera dan terbuka ke arah Samudera Pasifik. Morfologi perairan teluk ini memanjang dengan sumbu utama mengarah ke timur laut dan barat daya. Secara umum teluk ini dapat dibagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh celah yang menyempit. Di bagian dalam teluk atau kepala teluk lebih tertutup dibandingkan bagian luar teluk atau mulut teluk yang lebar serta terbuka ke Samudera Pasifik. Di samping itu Kabupaten ini juga memiliki berberapa pulau kecil salah satu diantaranya adalah Pulau Morotai. Diantara Pulau Morotai dan Pulau Halmahera terdapat selat. Gambaran teluk dan selat seperti itu menyebabkan karakter dinamika t

Gambar

Gambar 1  Peta kemiskinan masyarakat •
Gambar 2  Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional
Gambar 3    Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah
Gambar 5  Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

pendapat secara bebas dan bertanggung jawab 4 x 40’ JUMLAH.. Boro’Tumbuh, Januari 2009

[r]

a) Masing-masing kelompok diberikan tugas 1 orang untuk menjadi penjual dan yang lainnya harus berkeliling untuk berbelanja informasi kepada kelompok lain...

Diagnose yang muncul dari hasil pengkajian adalah nyeri akut pada Ny.M keluarga Tn.T nerhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

Untuk mengetahui manfaat micro wave diathermy dan core stabilitation dalam. mengurangi nyeri

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba kotor, laba operasi, dan arus kas operasi berpengaruh terhadap arus kas operasi di masa depan, hanya variabel laba

[r]

[r]