• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dampak program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap pendapatan anggota kelompok masyarakat pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dampak program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) terhadap pendapatan anggota kelompok masyarakat pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN ANGGOTA

KELOMPOK MASYARAKAT PEMANFAAT (KMP)

DI KABUPATEN SUBANG DAN CIREBON

R. DRAJAT SUBAGIO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap Pendapatan Anggota Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis.ini.

Bogor, September 2007 .

(3)

ABSTRAK

R. DRAJAT SUBAGIO, 2007. Analisis Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakar Pesisir (PEMP) Terhadap Pendapatan Anggota Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon dibimbing oleh

JOHN HALUAN dan VICTOR PH. NIKIJULUW.

Propinsi Jawa Barat dengan 10 kabupaten berpesisir merupakan lokasi sasaran program PEMP dan telah melaksanakan program tersebut selama tahun 2001-2003 yang dinilai berhasil. Namun demikian sampai saat ini belum ada penelitian mengenai dampak pelaksanaan program tersebut secara mendalam yang dikaitkan dengan aspek peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat pesisir.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak program PEMP terhadap pendapatan anggota Kelompok Masyarakat Pemanfaat atau peserta program. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang dan Cirebon dengan tujuan menganalisis dampak program ini terhadap kelompok sasaran dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan. Responden yang diambil adalah 60 untuk setiap kabupaten.

Hasil penelitian menunjukkan program PEMP memberikan dampak nyata terhadap peningkatan pendapatan . Faktor-faktor yang mempengaruh peningkatan pendapatan adalah persepsi dan kecakapan berbisnis target /sasaran program. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan. Program PEMP dimasa yang akan datang tidak hanya fokus pada pemberian modal usaha.

(4)

ABSTRACT

R. DRAJAT SUBAGIO, 2007. Impact Analysis of Economic Empowerment Program for Coastal Community in Subang and Cirebon Regencies. Supervised

by JOHN HALUAN and VICTOR PH. NIKIJULUW

West Java Province consists of 10 coastal regencies that have been area for Economic Empowerment for coastal community during 2001-2003. Although the program was reported successfully implemented, scientific evaluation have been done so far to find on economic impact of the program

This study was conducted in Subang and Cirebon regencies to understand program impact on income of target beneficiearies and its determinan factor. Based on 60 samples in each regency it was found the program has given significant and positive impact on beneficiaries income. Factor that affect the income were bussines perseption and skill of the target beneficiaries

Based on the fundings it was recommended that future empowerment program should not only focus on providing capital and financial assistance to the beneficiaries, but also to other aspects

Keyword: PEMP program, coastal community, capital empowerment

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tijauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

ANALISIS DAMPAK

PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

PESISIR (PEMP) TERHADAP PENDAPATAN ANGGOTA

KELOMPOK MASYARAKAT PEMANFAAT (KMP)

DI KABUPATEN SUBANG DAN CIREBON

R. DRAJAT SUBAGIO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Dampak Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) terhadap Pendapatan

Anggota Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) di

Kabupaten Subang dan Cirebon

N a m a : R. Drajat Subagio NRP : C 551020064 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof .Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Dr. Ir. Victor PH. Nikijuluw. M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui,

. Program Studi Teknologi Kelautan Ketua,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof..Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

KATA PENGANTAR

Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat dalam rangka

memperoleh gelar Magister Sains di Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian

Bogor. Pada penelitian ini terdapat pemikiran-pemikiran dalam Analisis Dampak

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap

Pedapatan Anggota Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) di Kabupaten

Subang dan Cirebon.

Tulisan ini memang membatasi soal Pendapatan hanya pada peningkatan

pendapatan sebelum dan sesudah mengikuti program PEMP. Namun demikian,

hasil yang tersurat maupun yang tersirat justru mampu menghadirkan pandangan

kritis terhadap program PEMP. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

- Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc. dan Dr.Ir. Victor PH.Nikijuluw M.Sc.

selaku komisi pembimbing.

- Bapak Dr. Sudirman Saad SH.M.Hum selaku Direktur Pemberdayaan

Masyarakat Pesisir Ditjen KP3K-DKP.

- Bapak Ir. Juhendi Tajudin MM.

- Drs. Riyanto Basuki. M.Si. selaku Kasubdit AKSES IPTEK

- Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon dan Subang

- Rekan-Rekan di PS. TKL/PPKP Rian, Taufan, Any, Daeng, Harinto, Syarif,

Uus, Badrudin. Azmar, Zulkifli, Krisna, Bambang Sutejo:

- Rekan-Rekan Subdit Akses IPTEK, Anton , Heri Daulay, Dewi, Dodik

- Istriku tercinta Eko Herowati, anak-anaku tersayang Annisa dan Fajar

- Seluruh staf pengajar di Departemen PSP, IPB

- Semua pihak yang telah membantu tetapi tidak tersebut namanya

Semoga tulisan ini, mampu memberikan manfaat, atau

sekurang-kurangnya menjadi ilham bagi kemunculan pikiran lain yang lebih sempurna.

Terimakasih.

September 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 9 September 1962,

merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara dari pasangan R. Parnoto Subardjo

BA dengan Sri Kusmiyati, pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di

Jakarta dan Depok , yaitu pada SD Karet Dukuh II pagi (1968 - 1974), SMP

Negeri XL Jakarta (1975-1978), SMA DEPOK (1978 – 1981). Pada tahun, 1982

bekerja pada Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian Melalui jalur

Pendidikan Crash Program di Akademi Usaha Perikanan Jurusan Teknologi Hasil

Perikanan, Pada tahun 1992-1995 mengikuti tugas belajar pada Akademi

Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Perikanan Bogor, Menyelesaikan

Sarjana Pertanian pada Universitas IBNU CHALDUN Jakarta tahun 1999, pada

tahun 2007, mengikuti Seminar and Visit on Coastal Community Empowerment

di ASIA INSTITUTE Of TECHNOLOGY Bangkok Thailand.

Riwayat pekerjaan, Penulis bekerja di Laboratorium Mikrobiologi

BBPMHP Jakarta, (1983-1988), bekerja pada Development Support Information

(UNDP-FAO/INS 021) (1989-1992), Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan

(1995-1999). Pada tahun 2000 hingga saat ini bekerja pada Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta, Pada tahun 2005

hingga saat ini sebagai Dosen Luar Biasa di Sekolah Tinggi Perikanan

Pada tahun 2002 Penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi

strata 2, Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor, atas biaya sendiri dinyatakan lulus dan memperoleh gelar

Magister Sains IPB, dalam ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 1

September 2007, dengan judul “Analisis Dampak Program Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Terhadap Pedapatan Anggota Kelompok

Masyarakat Pemanfaat (KMP) di Kabupaten Subang dan Cirebon .

Pada tahun 1995 penulis menikah dengan Dra. Eko Herowati Martoharjo

dan saat ini telah dikaruniai 2 orang anak Annisa Devi Rakhmawati dan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xi

DAFTAR GAMBAR………. xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Proses Pemberdayaan Masyarakat Pesisir……….. 7

1.3 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir……….. 8

1.4 Organisasi dan Kelembagaan PEMP ………. 10

1.5 Perumusan Masalah……… 11

1.6 Tujuan Penelitian……… 12

1.7 Manfaat Penelitian……….. 12

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemberdayaan………... 14

2.2 Masyarakat Pesisir……….. 18

2.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir... 21

2.4 Pembangunan Wilayah………... 22

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran……….. 25

3.2 Hipotesis………... 25

3.3 Disain Penelitian…..………... 27

3.4 Jenis, Sumber dan Pengumpulan Data…………...……... 27

3.4.1 Jenis dan sumber data... 27

3.4.2 Pengumpulan dan pengolahan data... 27

3.4.3 Definisi dan pengukuran variabel... 28

3.5 Lokasi Penelitian………... 29

3.6 Waktu Penelitian……….... 30

(11)

3.7.2 Wilcoxon signed rank test 30 3.7.3 Analisis regresi berganda 32

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Studi

4.1.1. Kabupaten Subang

4.1.1.1 Pelaksanaan PEMP 2001………...

4.1.1.2 Pelaksanaan PEMP 2002 ...….…………...

4.1.1.3 Pelaksanaan PEMP 2003 ..………

35

36

37

37

4.1.2. Kabupaten Cirebon

4.1.2.1 Pelaksanaan PEMP 2001………...

4.1.2.2 Pelaksanaan PEMP 2002 ……...…………...

4.1.2.3 Pelaksanaan PEMP 2003 ………..

4.1.2.4 Pelaksanaan PEMP 2004 ………..

38

41

41

41

41

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Peningkatan pendapatan……….. 43

4.2.2 Kontribusi tambahan modal………... 45

4.2.3 Sebaran tingkat pendidikan……… 48

4.2.4 Persepsi pada prospek Usaha……….. 48

4.2.5 Persepsi pada kemampuan berbisnis………. 49

4.2.6 Umur Proyek……… 50

4.3 Dampak Program PEMP 4.3.1 Agregat Subang dan Cirebon………... 50

4.3.2 S u b a n g………. 51

4.3.3. Cirebon………. 52

4.4 Faktor Determinan Pendapatan 4.4.1 Model utuh……….. 53

4.4.2 Model hasil iterasi 1……… 55

4.4.3 Model hasil iterasi 2 ………... 55

4.5 Pembahasan 4.5.1 Kelompok sasaran 58 4.5.2 Persepsi kecakapan berbisnis……….. 60

4.5.3 Pedagang 61

(12)

4.6 Implikasi Pada Kebijakan

4.6.1 Kebijakan yang afirmatif……… 63

4.6.2 Bukan berpusat pada modal……….. 65

4.6.3 Revitalisasi program pendampingan………... 66

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 69

5.2 Saran – Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Pesisir Tahun Anggaran. 2000-2006... 4

2. Paradigma Pembangunan Kelautan dan Perikanan... 16

3. Jumlah Nelayan, Petambak, dan Pengolah Ikan Kabupaten Subang Tahun 2003……… 36

4. Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Budidaya Perikanan (RTBP) Kabupaten Subang, Tahun. 2003……… 36 5. Jumlah RTP dan RTBP Kabupaten Cirebon Tahun 2003….. 39

6. Jumlah Perahu dan Kapal Motor Kabupaten Cirebon Tahun.2004... 39

7. Produktifitas Menurut Jenis Alat Tangkap Kabupaten Cirebon, Tahun2004... 40

8. Potensi dan Pemanfaatan Tambak Kabupaten Cirebon Tahun 2004... 40

9. Unit Pengolahan Ikan Tradisional Kabupaten Cirebon 2004 42 10. Pendapatan Nominal Responden Sebelum dan Sesudah Program PEMP di Kabupaten Cirebon dan Subang……….. 43

11. Kontribusi Tambahan Modal………. 47

12. Nisbah Pendapatan Terhadap Modal………. 47

13. Sebaran Tingkat Pendidikan……….. 48

14. Skor Persepsi Pada Prospek Usaha……… 49

15. Skor Persepsi Pada Kemampuan Berbisnis……… 49

16. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Partisipasi dalam PEMP………. 50

17. Hasil Wilcoxon Signed Rank Test Agregat Lokasi Proyek… 51 18. Hasil Wilcoxon Signed Rank Test Kabupaten Subang…….. 52

19. Hasil Wilcoxon Signed Rank Test Kabupaten Cirebon…….. 53

20. Hasil Analisis Regresi Seluruh Variabel……… 54

21. Hasil Analisis Regresi Iterasi 1……….. 56

22. Hasil Analisis Regresi Iterasi 2 ………. 57

23. Laju Inflasi Indonesia Tahun 2001 sampai 2006... 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka Pemikiran……… 26

2. Peta Kabupaten Subang... 35

3. Peta Kabupaten Cirebon... 38

4. Pendapatan Nominal Responden Cirebon Sebelum dan Sesudah Program PEMP... 44

5. Persentase Peningkatan Pendapatan Responden Cirebon... 44

6. Pendapatan Nominal Responden Subang Sebelum dan Sesudah Program PEMP... 45

7. Persentase Peningkatan Pendapatan Responden Subang ... 45

8. Presentase Tambahan Modal Cirebon…………...…………. 46

9. Presentase Tambahan Modal Subang………...…..

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kuisioner Peserta Program, Evaluasi Dampak Program

PEMP (Anggota KMP/ Pedagang Ikan (Bakul))... 74

2. Kuisioner Peserta Program Evalusi Dampak Program PEMP (Anggota KMP /Budidaya Rumput Laut)………... 80

3. Kuisioner Peserta Program Evalusi Dampak Program PEMP (Anggota KMP (Petambak))... 86

4. Kuisioner Peserta Program Evalusi Dampak Program PEMP

(Anggota KMP (Nelayan))... 92

5. Kuisioner Peserta Program Evaluasi Dampak Program PEMP (Anggota KMP (Pengolah))... 98

6. Hasil Uji Wilcoxon... 104

7. Analisis Usaha Perikanan Tangkap dengan Trammel Net di

Kabupaten Subang………..……… 121

8. Analisis Usaha Perikanan Tangkap dengan Jaring Kejer /

Jaring Insang Hanyut di Kabupaten Cirebon………. 122

9 Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap

Jaring Insang (Gill Net)... 123

10 Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap

(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di

laut sekitar 5,8 juta km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1

juta km2 serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta

km2. Panjang garis pantai 81.000 km dan memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan

kecil. Hampir 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan sebagian

besar bekerja pada sektor yang berbasiskan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan

kelautan. Hal ini dapat dimengerti, mengingat secara alami Indonesia merupakan

negara kelautan dengan potensi sumberdaya pesisir dan kelautan yang melimpah

ruah, baik kuantitas maupun keragamannya. Namun demikian, pengelolaan dan

pemanfaatannya saat ini belum dapat dilakukan secara optimal (produktifitas

rendah), cenderung mengancam kelestarian lingkungan, serta yang terpenting belum

dapat mengangkat kesejahteraan hidup sebagian besar masyarakat pesisir

(khususnya masyarakat nelayan).

Hasil penelitian dan evaluasi dari berbagai departemen yang terkait dengan

kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan, bahwa tingkat

taraf hidup sosial ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil relatif lebih

rendah dibandingkan dengan masyarakat di kawasan lainnya. Berbagai faktor ikut

berperan dalam mendukung ketidakmampuan masyarakat dalam memanfaatkan

sumberdaya alam secara optimal. Secara umum faktor tersebut dapat dibagi menjadi

dua macam, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal yaitu minimnya

partisipasi masyarakat dalam manajemen program pemerintah, ketidakmampuan dan

kelemahan aparat birokrasi serta terjadinya moral hazard, aturan hukum yang tidak melindungi dan berpihak kepada masyarakat pesisir, kegagalan integrasi dalam

kenegaraan dan kemasyarakatan, adanya keterbatasan sumberdaya untuk

(17)

Faktor internal yang berpengaruh adalah keterbatasan modal dan akses

pembiayaan, keterbatasan organisasi dan manajemen yang profesional, keterbatasan

akses ke pasar input dan pasar output, keterbatasan teknologi dalam pemanfaatan

dan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, serta pola hidup konsumtif di kalangan

masyarakat pesisir.

Kedua faktor di atas secara bersama telah menimbulkan persoalan

ketidak-berdayaan masyarakat pesisir. Namun berdasarkan analisis, faktor internal lebih

mendominasi penyebab ketidak-berdayaan masyarakat pesisir, seperti rendahnya

kualitas sumberdaya manusia (SDM) dalam penguasaan teknologi. Secara nyata

hal itu menjadi penyebab ketidak-mampuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya secara maksimal. Selain itu rendahnya kualitas SDM dalam

penguasaan teknologi telah memicu pengembangan cara pemanfaatan dan ekploitasi

sumberdaya secara tidak bertanggung-jawab dan cenderung tidak ramah lingkungan

yang menyebabkan rusaknya sumberdaya. Sedangkan rendahnya akses masyarakat

pesisir terhadap pasar dan lembaga permodalan (keuangan) memaksa masyarakat

pesisir berhubungan dengan lembaga permodalan (keuangan) non formal yang justru

semakin memperburuk keadaan perekonomian masyarakat pesisir.

Kondisi masyarakat pesisir, sebagaimana telah disebutkan di atas,

membutuhkan intervensi pemerintah melalui program pembangunan sesuai dengan

kondisi yang ada. Namun demikian pada umumnya program pembangunan yang

diberikan pemerintah kepada masyarakat tidak sesuai dengan kondisi yang ada.

Selain model program yang bersifat cuma-cuma (bantuan murni), pelaksanaannya

tidak dibarengi dengan pendampingan; sehingga menimbulkan persepsi yang

berbeda-beda di masyarakat. Hal ini sudah disadari pemerintah sehingga perlu

dirumuskan sebuah program yang bersifat pemberdayaan masyarakat (community development).

Masyarakat pesisir tidak dapat dilepaskan dari identitas utamanya sebagai

kelompok masyarakat nelayan. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang

kehidupannya bergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara penangkapan

ikan di laut dan perairan umum lainnya. Pada umumnya nelayan tinggal di pinggir

(18)

Selain usaha orang-orang yang melakukan pekerjaan membuat perahu, ada

pembudidaya ikan, mengangkut ikan, pedagang ikan, dan bahkan isteri nelayan dan

anak nelayan ─yang secara praktikal tidak termasuk dalam kategori nelayan. Karena

kedua kategori tersebut tinggal di pesisir, maka keduanya disebut dalam satu

komunitas, yaitu Masyarakat Pesisir. Jumlah masyarakat pesisir sangat besar,

karena terkait dengan garis pantai Indonesia yang tergolong nomor dua terpanjang di

dunia yaitu 82.000 km dan sekitar 9.261 desa masuk dalam kategori desa pantai.

Dalam sensus pekerjaan, nelayan dimasukkan dalam kategori petani,

sementara beberapa literatur menyebutkan bahwa nelayan merupakan suatu

kelompok masyarakat tergolong miskin, terutama buruh nelayan dan nelayan

tradisional jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di sektor pertanian.

Dalam konteks tersebut buruh nelayan dan nelayan tradisional dapat digolongkan

sebagai lapisan sosial yang paling miskin.

Sebagaimana diketahui, bahwa nelayan bukanlah suatu entitas tunggal.

Mereka terdiri dari beberapa kelompok, terutama apabila dilihat dari segi

kepemilikan perahu (kapal) ikan, yaitu: nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan

perorangan. Pada umumnya nelayan juragan tidak miskin, sebaliknya kemiskinan

cenderung hanya dialami oleh nelayan buruh dan nelayan perorangan. Oleh karena

kedua kelompok tersebut memiliki jumlah yang paling besar, maka citra kemiskinan

melekat pada kehidupan nelayan dan juga masyarakat pesisir.

Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir dan dalam

rangka pengembangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang berbasis pada

sumberdaya lokal tersebut, maka Departemen Kelautan dan Perikanan melalui

Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah melaksanakan

Program Pemberdaya Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP, yang

telah dilaksanakan sejak tahun 2000 di 26 Kabupaten (Kota) yang menyebar di 7

Propinsi, merupakan bagian dari Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Daerah (PEMD) sektor Jaring Pengaman Sosial (JPS). Hasil kegiatan ini dinilai

cukup berhasil, sehingga pada tahun-tahun berikutnya dilanjutkan pelaksanaannya

(19)

Tabel 1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun Anggaran. 2000-2006

Tahun Jumla.h Peserta (Kab/Kota)

Propinsi Pelaksana Program

Sumber Dana

2000 26 7 BAPPENAS JPS-PK

2001 125 30 DKP PPD-PSE

2002 90 30 DKP PKPS-BBM

2003 126 30 DKP PKPS-BBM

2004 160 30 DKP APBN

2005 206 33 DKP APBN

Sumber : Ditjen KP3K-DKP, 2006

Keterangan , JPS-PK : Jaring Pengaman Sosial Penanggulangan Kemiskinan. PPD-PSE : Program Penanggulangan Dampak-Pengurangan Subsidi Enerji. PKPS-BBM : Program Kompensasi Dampak-Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak. APBN : Anggaran Pendapatan & Belanja Negara

Program PEMP yang bersifat jangka panjang ini diarahkan pada peningkatan

kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan skala usaha dan diversifikasi

kegiatan ekonomi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM,

mendorong partisipasi masyarakat sejak identifikasi potensi dan masalah,

penyusunan rencana program dan proposal rencana pengembangan usaha sampai

dengan pelaksanaannya. Program PEMP memfasilitasi akses masyarakat terhadap

sumber permodalan, memperkuat kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir,

meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah

kelestarian lingkungan, serta pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan

lembaga swasta dan pemerintah.

Secara spesifik, tujuan program PEMP adalah: (1) Meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan

kegiatan ekonomi masyarakat; (2) Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi

masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pembangunan daerah; (3) Memicu

usaha ekonomi produktif di desa pesisir; (4) Mendorong terlaksananya mekanisme

manajemen pembangunan masyarakat yang partisipatif dan transparan; (5)

(20)

pembangunan di wilayahnya; dan (6) Mereduksi pengaruh kenaikan harga bahan

bakar minyak melalui penciptaan dan peningkatan usaha ekonomi produktif secara

berkesinambungan.

Adapun sasaran program PEMP adalah: (1) Terbentuknya kegiatan ekonomi

produktif berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan di

kalangan masyarakat pesisir; (2) Terciptanya proses pembelajaran masyarakat serta

partisipasi sebagai wujud upaya pemberdayaan masyarakat setempat; (3) Terbentuk

lembaga keuangan mikro di daerah pesisir; (4) Berkurangnya dampak kenaikan

harga bahan bakar minyak karena adanya tambahan pendapatan melalui penciptaan

lapangan kerja dan perluasan usaha.

Sejalan dengan otonomi daerah yang diiringi dengan menguatnya tuntutan

demokratisasi, peningkatan partisipasi masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta

perhatian pada potensi dan keanekaragaman daerah; maka pembangunan kelautan

harus memperhtikan upaya pemberdayaan daerah, peningkatan kemampuan

pemerintah daerah, dan percepatan pembangunan ekonomi daerah yang ditopang

dengan upaya-upaya pengembangan masyarakat seperti yang telah diamanatkan oleh

GBHN 1999.

Proses pemberdayaan masyarakat hendaknya disusun dalam bingkai

pendekatan yang harmonis dengan memperhatikan sistem nilai dan kelembagaan

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat, sumber-sumber potensi

lokal seperti keterampilan, dan unit-unit usaha masyarakat. Pengembangan

kelembagaan masyarakat pesisir yang berbasis pada sumberdaya lokal akan

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan

pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan pesisir. Dengan demikian, akan

lebih menjamin kesinambungan peningkatan pendapatan masyarakat dan pelestarian

sumberdaya kelautan dan pesisir.

Salah satu faktor strategis dari penyebab utama kemiskinan

(ketidak-berdayaan) masyarakat di kawasan pesisir adalah lemahnya kemampuan mereka

dalam manajemen usaha. Rendahnya kemampuan manajemen itu, selain disebabkan

(21)

aksesibilitas mereka untuk memperoleh kesempatan melihat, mencoba dan

mempraktekkan prinsip-prinsip manajemen yang lebih maju.

Mereka juga mengalami keterbelakangan pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan serta miskinnya informasi yang diperoleh masyarakat pesisir. Karena

itu perlu adanya sosialisasi yang intensif dari kebijakan pemerintah. Proses

sosialisasi hendaknya mengarah pada percepatan kemandirian masyarakat dalam

memperoleh informasi tentang kebijakan pemerintah dan kemudahan dalam

mengakses informasi tersebut.

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan

upaya untuk menjawab permasalahan di atas. Melalui PEMP masyarakat pesisir

(dengan wadah kelompok) mempunyai kebebasan untuk memilih, merencanakan,

dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah.

Dengan demikian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung-jawab atas

pelaksanaan, pengawasan, dan keberlanjutannya.

Program PEMP dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu: periode inisiasi

(2001-2003), periode institusionalisasi (2004-2006), dan periode diversifikasi

(2007-2009). Periode inisiasi merupakan periode membangun, memotivasi, dan

memfasilitasi masyarakat pesisir agar mampu memanfaatkan kelembagaan ekonomi

(LEPP-M3). Periode institusionalisasi merupakan periode yang ditandai dengan

upaya menjadikan LEPP-M3 menjadi lembaga yang berbadan hukum (koperasi),

sehingga dengan legalitas yang ada diharapkan dapat memperluas usaha

ekonominya. Periode diversifikasi merupakan periode perluasan unit usaha

Koperasi LEPP-M3, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban sosial ekonomi

masyarakat pesisir.

Propinsi Jawa Barat dengan 10 kabupaten berpesisir merupakan lokasi

sasaran program PEMP dan telah melaksanakan program tersebut selama 3 tahun

berturut-turut yang dinilai berhasil secara kualitatif. Namun demikian sampai saat

ini belum ada penelitian mengenai dampak pelaksanaan program tersebut secara

mendalam yang dikaitkan dengan soal peningkatan taraf hidup sosial ekonomi

(22)

Selama ini Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam

melaksanakan Analisis terhadap Program PEMP menggunakan indikator 3 T (tepat

waktu, tepat sasaran, tepat jumlah). Penelitian BPKP lebih menekankan pada

evaluasi pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana.

Sementara itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

dampak program PEMP terhadap pembangunan dan kesejahteraan anggota

Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) peserta program PEMP setelah menerima

Dana Ekonomi Produktif (DEP). Hal ini selanjutnya menjadi dasar pemikiran

untuk melaksanakan penelitian mendalam mengenai analisis dampak program

PEMP terhadap kesejahteraan anggota KMP terutama peningkatan pendapatan

anggota KMP program PEMP dengan mengambil kasus di Kabupaten Subang dan

Cirebon.

1.2 Proses Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk membuat masyarakat

menjadi berdaya. Hal ini diperlukan terutama didasari pada asumsi, bahwa

masyarakat sedang dalam kondisi tidak berdaya. Secara sosiologis keadaan kurang

berdaya diidentikkan dengan keterbelakangan baik secara ekonomi, pendidikan,

kesehatan. Karena itu istilah pemberdayaan menjadi identik dengan community development atau empowerment.

Proses pemberdayaan masyarakat pesisir dapat dilakukan jika ada sikap

proaktif dari masyarakat pesisir dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Sikap

proaktif ini meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan analisis,

serta berperan dalam pengambilan keputusan. Proses pemberdayaan itu bertujuan

untuk melakukan perubahan individu yang diikuti dengan perubahan kelembagaan

yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Hal ini diungkapkan Hikmat (2001)

dalam Satria, (2002) bahwa proses pemberdayaan bertujuan menolong klien supaya:

• Masyarakat mendapatkan kembali eksistensi dan jati-diri mereka dalam

mengatasi masalah yang mereka hadapi;

• Ilmu pengetahuan dan skill (keahlian dan keterampilan) pekerja sosial dapat

(23)

• Pekerja sosial dapat berperan sebagai mitra yang baik dalam menyelesaikan

berbagai masalah yang dihadapi klien; dan

• Ototritas sesuai dapat diubah menjadi memberi pengaruh pada kehidupan

mereka.

Tingkatan upaya untuk melakukan perubahan individu dan lembaga sosial

yang berpengaruh berbeda-beda sesuai tingkat kerumitan masalah yang dihadapi

dalam komunitas tersebut. Perubahan dapat saja terjadi hanya dengan sebuah

insentif (rangsangan) yang menggugah kesadaran individu itu. Namun dalam

kondisi lain, perubahan baru dapat terwujud dengan melakukan rekayasa sosial yang

melibatkan pihak luar secara aktif. Oleh karena itu dalam melakukan proses

pemberdayaan dituntut kejelian melihat masalah dan menentukan sumber

permasalahannya. Seperti dinyatakan Hikmat 2001 (dalam Arif Satria, 2002), ada

tiga tingkatan pelaksanaan pemberdayaan yang harus dilakukan, yaitu;

• Pengalaman positif dalam keluarga untuk memberikan rasa percaya dan

persaingan dalam interaksi sosial;

• Memaksa kemampuan mereka untuk mengatur kehidupan sosial dan

menggunakan institusi sosial (sekolah) untuk memperoleh kompetensi; dan

• Mereka dapat menerima dan menampilkan nilai-nilai sosial .

1.3 Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Salah satu model pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan pemerintah

adalah program PEMP dengan prinsip to help them to help themselves. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan

kelembagaan sosial ekonomi dengan mendaya-gunakan sumberdaya laut dan pesisir

secara berkelanjutan. Dalam rangka mewujudkan tujuan PEMP, dorongan

pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir diarahkan untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian

pembangunan.

Kegiatan PEMP meliputi pengembangan partisipasi masyarakat, penguatan

(24)

ekonomi masyarakat, pengembangan sumberdaya laut dan pesisir yang berbasis

masyarakat sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan, pengembangan jaringan

dan kelembagaan sosial ekonomi, peningkatan fasilitas masyarakat dalam akses

permodalan, serta pengembangan kemampuan pemerintah lokal dan masyarakat.

Untuk mendukung program tersebut, dibangun kemitraan antara masyarakat, aparat,

dan pihak swasta dalam mengembangkan kegiatan pemberdayaan ekonomi

masyarakat pesisir.

Model pengembangan PEMP diawali dengan tahapan identifikasi potensi

dan permasalahan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar tentang

daerah. Informasi dasar yang dibutuhkan untuk mengembangkan program ini

adalah informasi tentang sumberdaya alam dan sumberdaya pesisir, sumberdaya

manusia, kegiatan usaha perikanan, sarana dan prasarana, kelembagaan sosial

ekonomi dan kebijakan pemerintah. Informasi (data) yang diperoleh akan melewati

proses analisa data hingga menghasilkan susunan program pengembangan PEMP.

Adapun Analisis data dilakukan untuk menghasilkan program pengembangan

PEMP. Program-program yang perlu dikembangkan mencakup program ekonomi,

program sosial, dan program lingkungan serta infrastruktur.

Program-program itu hendaknya berbasiskan kemampuan lokal, saling

mendukung dan tidak tumpang tindih. Program sosial, lingkungan, dan

infrastruktur dikembangkan untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat lokal.

Selain itu program sosial dilaksanakan untuk mengembangkan budaya lokal dalam

kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mengantisipasi penyelesaian konflik

yang terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

Tahapan selanjutnya adalah sosialisasi program kepada seluruh stakeholder

untuk mendapatkan masukan guna penyempurnaan program yang telah disusun.

Implementasi program dilaksanakan dalam bentuk pemilihan calon peserta,

pelatihan, pelaksanaan kegiatan ekonomi, pelaksanaan kegiatan sosial, lingkungan

dan fasilitas, serta penguatan kelembagaan sosial ekonomi. Dalam implementasi

program masyarakat selalu mendapatkan pendampingan dari Tenaga Pendamping

(25)

Tahap terakhir adalah monitoring dan analisis untuk memantau implementasi

program serta mengkaji ulang kelemahan dan kelebihan dari program serta

kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi. Monitoring dan analisis harus selalu

dilakukan agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dalam program kerja

berikutnya agar semakin mengarah pada program yang sempurna.

Keberhasilan program PEMP sangat dipengaruhi pendekatan yang

digunakan dalam implementasi, karena program PEMP melibatkan banyak unsur

dan memiliki sasaran masyarakat pesisir ditingkat ekonomi. Pendekatan yang

digunakan dalam program PEMP adalah pendekatan partisipatif serta kemandirian

dan kemitraan dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang bersifat: dapat diterima,

terbuka, dapat dipertanggungjawabkan, cepat menyebar, demokratis, keberlanjutan,

keadilan, dan kompetitif.

1.4 Organisasi dan Kelembagaan PEMP

Pelaksanaan PEMP didukung semua pihak, mulai tingkat pusat hingga lokal.

Program PEMP merupakan salah satu program Departemen Kelautan dan Perikanan

di bawah Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K).

Sebagai penanggung-jawab program di tingkat pusat adalah Direktur Jenderal KP3K

bertugas melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti Departemen

Keuangan dan BAPPEDA. Hirarki penanggung-jawab program di bawah Ditjen

KP3K adalah Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi atas nama Gubernur

dan Bupati (Walikota) di tingkat Kabupaten (Kota) dengan tugas-tugas yang

berbeda. Kadis Propinsi bertugas melakukan sosialisasi program PEMP di tingkat

Propinsi dan melakukan sinkronisasi program PEMP dengan program lain di

bawahnya agar tidak terjadi overlaping. Selain itu Kadis Propinsi melakukan koordinasi lintas Kabupaten (Kota) dan pembinaan teknis pelaksanaan program

PEMP serta melakukan monitoring dan Analisis. Hasil kegiatan ini dilaporkan ke

Gubernur dan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Sementara itu Bupati (Walikota) sebagai penanggung-jawab program di

wilayah kerjanya bertugas melakukan pembinaan teknis implementasi serta

(26)

sektoral dan regional.

Selanjutnya pelaksanaan teknis Program PEMP di tingkat Kabupaten (Kota)

dilaksanakan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten (Kota) yang

mencakup sosialisasi, koordinasi dengan BAPPEDA, memberikan bimbingan,

memfasilitasi terbentuknya hubungan kemitraan antara KMP dan perorangan atau

lembaga yang perduli terhadap program pengembangan sosial ekonomi masyarakat

pesisir. Selanjutnya melakukan monitoring dan analisis hasil pelaksanaan kegiatan

PEMP.

Dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan, Kepala Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten (Kota) dibantu Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten

(Kota) dan Tenaga Pendamping Desa (TPD) yang telah dilatih TOT oleh Pusat.

TPD tersebut mempunyai kemampuan mengelola kegiatan PEMP dan mampu

berperan sebagai Fasilitator, Dinamisator dan Motivator dalam kegiatan PEMP.

Untuk mengkoordinasikan KMP, dibentuk Lembaga Ekonomi

Pengem-bangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3). LEPP-M3 bertugas mengelola Dana

Ekonomi Produktif yang disalurkan ke KMP. Pengurus LEPP-M3 merupakan

perwakilan dari KMP dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kelautan dan

Perikanan selaku penanggung jawab operasional program PEMP.

Dalam pelaksanaannya LEPP-M3 dibentuk di tingkat Kabupaten (Kota),

sehingga dalam implementasinya selalu berkoordinasi dengan Mitra Desa yang

merupakan Kepala Desa atau tokoh masyarakat (tokoh adat, tokoh agama), serta

Kantor Cabang Dinas (KCD) dan instansi terkait lainnya.

1.5 Perumusan Masalah

Dua masalah utama yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini,

adalah sebagai berikut:

1. Sejauh mana dampak pelaksanaan program PEMP terhadap pendapatan

masyarakat pesisir? Permasalahan ini akan ditelaah dengan memperhatikan

perubahan tingkat pendapatan; kemudian akan dibandingkan signifikansi

perubahan itu antara sebelum dengan sesudah proyek PEMP. Oleh sebab itu

(27)

(2001-2003).

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan

kegagalan pelaksanaan program PEMP? Secara kuantitatif hal ini akan

diukur dengan regresi berganda untuk melihat pengaruh-pengaruh modal

awal (sebelum program PEMP diintroduksikan), besarnya tambahan modal

ketika program PEMP diintroduksikan, tingkat pendidikan masyarakat

pesisir, persepsi responden tentang prospek ekonomi yang dijalankannya,

terhadap peningkatan kesejahteraan kelompok masyarakat pengguna (KMP)

1.6 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis dampak pelaksanaan

program PEMP terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir. Secara rinci, tujuan

penelitian ini adalah:

1.Menganalisis dampak PEMP terhadap pendapatan sasaran program (target beneficiaries); dan

2.Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan sasaran program

dilokasi penelitian

1.7 Manfaat Penelitian

Bagi Pemerintah Pusat:

Manfaat penelitian bagi pemerintah pusat adalah memperoleh masukan bagi

perbaikan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, tidak terbatas pada

lingkup program PEMP dan cakupan lokasi penelitian.

Bagi Pemerintah Daerah:

Manfaat penelitian bagi pemerintah daerah adalah:

1) Memperoleh masukan bagi perbaikan program PEMP di lokasi penelitian;

dan

2) Memperoleh alternatif instrumen analisis program PEMP yang sederhana

tapi dapat dipercaya.

(28)

Manfaat penelitian bagi akademisi adalah memberikan gambaran salah satu

(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemberdayaan

Pemberdayaan atau empowerment merupakan istilah yang akhir-akhir ini banyak didengar. Ini terkait dengan ketidak-puasan masyarakat terhadap model pembangunan yang bersifat top down dan centralized, sebagaimana yang telah dipraktekkan pada jaman Orde Baru. Dengan pendekatan tersebut, maka yang diuntungkan dalam pembangunan hanya sekelompok kecil masyarakat, dan diharapkan dari kelompok kecil tersebut akan muncul efek menetes ke bawah

(trickle down effect). Akan tetapi, sampai dengan runtuhnya rezim Orde Baru, ternyata trickle down effect itu tidak pernah terjadi, bahkan yang muncul adalah kesenjangan ekonomi yang cukup besar antara sekelompok elit masyarakat dengan masyarakat kebanyakan. Selain itu, dengan kebijakan pembangunan yang bersifat

centralized, maka roda ekonomi hanya cenderung bergerak di pusat, sementara daerah yang sebenarnya memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetap saja miskin.

Sebagai reaksi atas kegagalan pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan pertumbuhan tersebut, maka muncul tuntutan yang sangat keras agar pembangunan pada masa yang akan datang lebih bersifat bottom up, dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Untuk menunjang pendekatan yang seperti itu maka pemberdayaan masyarakat harus dilakukan.

Nikijuluw (2002), menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan itu tidak habis-habisnya. Selagi ada masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat tetap dilakukan. Bisa saja masyarakat sudah memiliki kekuatan atau sudah berdaya dalam suatu hal tertentu; tapi kemudian disadari bahwa masih ada aspek-aspek lain yang melekat dengan masyarakat yang perlu diberdayakan.

(30)

tumbuh keinginan untuk meningkatkan kualitas, maka pemberdayaan pun terus dilakukan.

Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk meraih atau mencapai tahapan dan kualitas kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Karena masyarakat biasanya tidak puas dengan status ekonomi yang sudah diraihnya, maka ketidakpuasan itu membuat pemberdayaan perlu terus dilaksanakan.

Menurut Haque (1996) , seorang ahli pembangunan desa dari Bangladesh, proses memberdayakan masyarakat adalah membangun mereka. Selanjutnya Haque mengemukakan bahwa pembangunan masyarakat itu adalah collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan kata lain, membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat. Memberdayakan berarti bahwa keseluruhan personalitas seseorang −yang menyangkut kesejahteraan lahir dan batin masyarakat, ditingkatkan.

Merevisi berbagai pendekatan pembangunan perikanan yang dianggap belum memuaskan, Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan perombakan total, yaitu berusaha menggunakan pendekatan berkelanjutan, holistik dan berbasis pada masyarakat (Dahuri, 2002). Pendekatan ini berusaha untuk semakin menyadari bahwa tanpa keberlanjutan suatu ekosistem, maka sesungguhnya tidak akan memakmurkan pada kehidupan saat ini maupun saat mendatang.

Secara holistik Departemen Kelautan dan Perikanan berusaha menyempur-nakan pendekatan agribisnis yang berorientasi bisnis semata. Karena itu dilakukan pencermatan terhadap empat dimensi, yaitu: (1) dimensi ekologis, (2) dimensi sosial-ekonomi, (3) dimensi sosial politik, dan (4) dimensi hukum dan kelembagaan. Keempat dimensi itu di dalam implementasinya dilakukan dengan berbasis pada masyarakat, atau yang disebut sebagai inklusi sosial, yang merupakan perubahan paradigma pembangunan (Tabel 2).

(31)

keadaan keterbelakangan. Dalam hal ini keterbelakangan itu bisa bermakna ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan berbagai aspek yang lain. Karena itu, istilah pemberdayaan menjadi identik dengan community development; sehingga berbicara tentang pemberdayaan tidak dapat dipisahkan dari diskusi tentang pembangunan itu sendiri.

Tabel 2. Paradigma Pembangunan Kelautan dan Perikanan

PARADIGMA LAMA BARU

Pendekatan Ekslusi Sosial Inklusi Sosial

Orientasi

Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi

Pemertaan Dan Kesejahteraan

Fungsi Pemerintah Provider Enabler/Facilitator

Tata Pemerintahan Sentralisasi/Dekonsentrasi Desentralisasi

Pelayanan Birokrasi Normatif Responsif Fleksibel

Pengambilan

Keputusan Top Down Bottom Up & Top Down

Sumber: Dahuri (2002)

Secara umum pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mengarah pada suatu keadaan yang diharapkan dapat mempunyai nilai lebih, dan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, nilai lebih itu memiliki pengertian yang sangat luas, sehingga penafsirannya cenderung bersifat cultural specific, yaitu dipengaruhi oleh suatu kondisi lingkungan kebudayaan tertentu.

(32)

“The central problem in the theory of economic growth is to understand the process by which a community is converted from being a five percent saver to a 12 percent saver with all the changes in attitudes and institutions and in techniques which accompany this conversion”.

Berbeda dengan Bauer, Brandt (1980) memberi pengertian nilai lebih dalam pemberdayaan bukan semata-mata dalam bidang ekonomi, melainkan juga dalam bidang sosial; walaupun diakui bahwa nilai lebih dalam aspek ekonomi merupakan yang utama. Todaro (1983) bahkan memberi pengertian pemberdayaan secara lebih luas, yaitu sebagai suatu proses multi dimensional, yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi semua sistem ekonomi dan sosial. Termasuk dalam hal ini adalah perombakan dalam kelembagaan, struktur sosial, administrasi, sikap mental serta mengubah adat istiadat dan kepercayaan. Hal ini dipertegas lagi oleh Katz, yang menekankan bahwa pembangunan adalah suatu usaha dari suatu kondisi kemasyarakatan tertentu ke dalam suatu kondisi kemasyarakatan yang lebih bernilai

(more valued) (Katz, 1970):

“Development as major societal change from one state of national being to another, more valued state. It involves a complex of mutually related economic, social, and political changes”.

Sasaran akhir dari sebuah pemberdayaan adalah terciptanya suatu kesejahteraan yang dialami secara bersama oleh masyarakat. Dalam hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 6/1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, sebagaimana dikemukakan oleh Isbandi (2003), kesejahteraan itu dapat didefinisikan sebagai:

“...suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil

yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir

dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk

mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah

dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat

(33)

Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkat kemampuan dan potensi masyarakat miskin agar dapat memecahkan masalahnya secara mandiri dan berkelanjutan. Upaya pencapaian tujuan pemberdayaan ini dapat terjadi apabila kesadaran masyarakat tentang implementasi nilai moral dan keswadayaan masyarakat pesisir, karena pada dasarnya tujuan akhir dari pemberdayaan adalah pembebasan diri dari ketergantungan materi

Lebih jauh, Simon (1990) dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu aktifitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasi dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri. Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan suatu sistem yang berinterasi dengan lingkungan sosial dan fisik.

2.2 Masyarakat Pesisir

Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.

(34)

yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai pulau-pulau besar dan kecil. Sebagian masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek.

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin di antaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor, dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak.

Menurut Mubyarto et. al. (1984) masyarakat pesisir, khususnya nelayan secara umum, dikategorikan lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin. Kemiskinan ini dicirikan oleh pendapatan yang berfluktuasi, pengeluaran yang konsumtif, tingkat pendidikan yang rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, serta akses terhadap permodalan rendah

(35)

Dalam konteks tersebut Kusnadi (2006) menyatakan bahwa, masyarakat nelayan merupakan pelaku utama yang menentukan dinamika ekonomi lokal dan kondisi ini merupakan merupakan hasil kebijakan pembangunan sektor perikanan sejak awal tahun 1970-an yang bertumpu pada orientasi produktivitas yang melahirkan berbagai perubahan penting dibidang sosial, ekonomi dan ekologi di masyarakat pesisir.

Sementara itu Dahuri (2002) menyatakan bahwa kebudayaan pesisir yang

outward looking , kosmopolit, egaliter dan demokratis, sebagaimana ciri masyarakat pesisir menjadi resesif dalam kebudayaan nasional. Nilai-nilai tersebut dimasa kini menjadi penting untuk digali kembali, ketika bangsa Indonesia mulai membangun demokrasi dan tatanan masyarakat madani (civil society). Sedangkan dari perspektif mata pencahariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok masyarakat yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik toko, pengolah hasil tangkapan serta pelaku industri kecil dan menengah. Keberagaman jenis pekerjaan penduduk diwilayah pesisir ditentukan oleh sumberdaya ekonomi lokal (Kusnadi, 2006).

Lebih jauh Kusnadi (2006) mengemukakan sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan nelayan salah satunya adalah rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan sehingga berdampak terhadap peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas kehidupan mereka. Untuk mengatasi diperlukan upaya sebagai berikut ;

1) Meningkatkan pemilikan lebih dari satu jenis alat tangkap, agar nelayan dapat menangkap ikan sepanjang waktu

2) Mengembangkan diversifikasi usaha berbasis sumberdaya lokal

3) Memperluas kesempatan kerja off fishing sehingga pendapatan rumah tangga nelayan tidak sepenuhnya bergantung pada pendapatan melaut.

(36)

sektor pertanian dan faktor jenis mata pencaharian utama. Sedangkan faktor yang mengurangi peluang kemiskinan rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, luas sawah garapan setahun, luas sawah milik, total pendapatan dari kegiatan pertanian, total pendapatan dari kegiatan non pertanian dan curahan kerja rumah tangga pada sektor non pertanian.

2.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Program PEMP adalah salah satu program pemerintah yang dirancang untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir. Pelaksana program ini adalah Departemen Kelautan dan Perikanan. Pelaksanaan program ini diawali dengan Pilot Project yang dilaksanakan oleh BAPPENAS pada tahun 2000 di 26 Kabupaten (Kota), selanjutnya pada tahun 2001 hingga saat ini kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.

Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan tidak hanya meliputi aspek ekonomi (lapangan kerja dan pendapatan) tetapi juga meliputi aspek sosial (pendidikan, kesehatan dan agama), lingkungan sumberdaya perikanan dan laut serta pemukiman dan infrastruktur. Pengembangan aspek ekonomi penting untuk mengembangkan lapangan kerja dan berusaha serta meningkatkan pendapatan, adapun aspek sosial penting untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan iman dan taqwa (IMTAQ) serta sikap dan perilaku kualitas sumberdaya manusia (SDM). Aspek lingkungan penting untuk pelestarian sumberdaya pesisir dan laut, serta perbaikan pemukiman. Aspek infrastruktur ini dibutuhkan untuk memperlancar mobilitas pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial. Keempat aspek tersebut (sosial, ekonomi, lingkungan, dan infrastruktur) harus ditunjang oleh kelembagaan sosial ekonomi yang kuat dan dikembangkan secara seimbang agar kesejahteraan dapat ditingkatkan secara optimal.

(37)

yang tersedia serta kualitas SDM yang akan mengelolanya. Kualitas sumberdaya manusia yang dicirikan oleh perilaku, IMTAQ serta wawasan IPTEK, kondisinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tingkat pendidikan, kesehatan dan agama serta adat dan budaya. Hal tersebut penting untuk diperhatikan dan dikembangkan dalam rangka pengembangan ekonomi yang meliputi manajemen usaha, kemitraan dan kelembagaan yang dikelolanya. Peran perbankan sangat diperlukan dalam proses pemberdayaan masyarakat terutama membantu mereka terhadap akses permodalan (Ismawan, 2005).

Dalam pelaksanaannya, program PEMP telah mengalami berbagai pengembangan model, namun demikian evaluasi dan analisis dampaknya hingga saat ini belum pernah dilaksanakan, sehingga eksistensinya sebagai sebuah program unggulan Departemen Kelautan dan Perikanan belum teruji secara utuh.

2.4 Pembangunan Wilayah

Kebijakan atau model pembangunan yang bersifat terpadu merupakan pilihan ideal untuk membangun wilayah atau kawasan masyarakat pesisir yang sekaligus diharapkan berimplikasi pada keefektifan mengatasi kemiskinan masyarakat nelayan. Kegiatan ini berlangsung dalam rangka pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Hasil dari pembangunan tercermin dari pendapatan kesejahteraan penduduknya. Agar dicapai pembangunan daerah yang optimal maka pembangunan harus dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya yang ada di daerah (Kusnadi,2006).

Kebijakan pembangunan perikanan harus dijalankan secara integral dengan memadukan konsep kebijakan, manajemen, operasional, konservasi dan isu ekologi (Cowx and Schramm, 2006).

(38)

berkembangnya kegiatan ekonomi pendukung seperti perdagangan saprodi, jasa kelautan dan lain-lain.

Ada dua pendekatan dalam mengidentifikasi kemiskinan yaitu, pertama menekankan pada pengertian subsistensi (subsistence poverty) dan kedua memahami kemiskinan dalam pengertian relatif (relative deprivation). Pengertian subsistensi adalah menganggap bahwa kemiskinan merupakan persoalan ketidakmampuan memperoleh tingkat penghasilan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan, sandang dan beberapa kebutuhan pokok lainnya (Ismawan, 2003).

Kemiskinan relatif dapat ditunjukkan melalui indikator: (1) Deprivasi materiil (kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar); (2) Isolasi dicerminkan oleh lokasi geografis maupun marjinalisasi rumah tangga miskin secara sosial politik; (3) alineasi, perasaan tidak punya identitas sehingga tidak ikut memanfaatkan program;, (4) Ketergantungan, yaitu kemerosotan kemampuan bargaining terhadap majikan; (5) Ketidak-mampuan karena tiadanya kebebasan memilih dalam produksi; (6) Kelangkaan aset; (7) Kerentanan terhadap guncangan eksternal dan internal; dan (8) Tidak adanya jaminan keamanan. Kemiskinan dapat menimbulkan masalah negatif yang dapat menimbulkan kerusakan peradapan seperti rasis, goncangan sistem kelas,

sexism dan kriminalitas (Hall, 2006).

Menurut Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan masih jauh dari tingkat optimal dan berkelanjutan. Terlebih lagi menurt Olsen (1993) sumberdaya pesisir yang bersifat open-access resurces

mendorong setiap orang mengeksploitasi tanpa batas. Kondisi ini menyebabkan sumberdaya di wilayah pesisir mudah mengalami degradasi atau kerusakan. Fenomena kerusakan alam ini seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya di wilayah pesisir.

(39)

sampai sekarang. Sasaran utama program ini adalah masyarakat pesisir yang miskin akibat dampak krisis ekonomi nasional yang berkepanjangan.

(40)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Program PEMP di Propinsi Jawa Barat telah diimplementasikan sejak tahun 2001 hingga saat ini. Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat; meski program tersebut sebenarnya memiliki cakupan yang lebih luas seperti sosial, lingkungan, dan infrastruktur (Gambar 1).

Analisis ini hanya menitik-beratkan pada aspek ekonomi saja; sedangkan aspek lainnya hanya digunakan untuk memperkaya analisis ekonomi. Evaluasi ekonomi itu pada prinsipnya menelaah apakah peningkatan pendapatan nelayan akibat introduksi program PEMP itu cukup nyata atau tidak, serta menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan tersebut.

3.2 Hipotesis

1) Program PEMP di lokasi penelitian menghasilkan peningkatan pendapatan secara nyata dibanding dengan sebelum adanya program.

2) Peningkatan pendapatan di Kabupaten Cirebon tidak berbeda nyata dibanding dengan Kabupaten Subang.

3) Variabel modal awal berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan pendapatan total.

4) Variabel penambahan modal berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan pendapatan total.

5) Variabel tingkat pendidikan masyarakat pesisir berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan pendapatan total masyarakat pesisir.

(41)

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Keterangan Gambar bagan.

= Implimentasi program PEMP yg dilaksanakan oleh DKP

Melalui Dinas Kelautan & Perikanan Kab./ Kota, selanjutnya dampak program dianalisis sesuai dgn tujuan yg akan dicapai

= Hasil Penelitian merupakan rekomendasi untuk penyempurnaan program PEMP oleh Departemen kelautan dan Perikanan

Dampak

Tingkat Pendapatan Peserta Program

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan

Wicocson sign rank test

Regresi berganda ANALISIS DAMPAK

Rekomendasi untuk penyempurnaan progmam

KEBIJAKAN DKP

PROGRAM PEMP

MASYARAKAT PESISIR

KMP-II KMP..n

KMP-I

LEPP-M3

(42)

3.3 DisainPenelitian

Pengaruh program PEMP terhadap peningkatan pendapatan peserta program dikaji dengan menggunakan hubungan antara variabel peningkatan pendapatan dengan modal awal, tambahan modal selama program PEMP, tingkat pendidikan, persepsi responden terhadap prospek usaha, lokasi, umur tahun pelaksanaan (dihitung dari tahun penelitian), persepsi responden terhadap kecakapan dirinya, dan jenis mata pencaharian. Mengingat variabel-variabel itu tidak di bawah kendali peneliti, pengumpulan dan pengukurannya dilakukan dengan disain ex post facto. Disain ini pada dasarnya merupakan pengukuran suatu peristiwa yang telah terjadi. (Umar, 2004).

Pengumpulan data tersebut mencakup kegiatan studi kasus, survai, dan riset korelasi.

3.4 Jenis, Sumber dan Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis dan sumber data

Data primer adalah data nominal maupun ordinal hasil pengukuran langsung melalui kuesioner yang telah disediakan, data sekunder menyangkut informasi tematik tentang masyarakat dan tatalaksana program PEMP di lokasi penelitian.

Data bersumber dari hasil survai kepada para nelayan dan informan lainnya, yaitu:

ƒ KMP nelayan;

ƒ KMP budidaya;

ƒ KMP pengolahan;

ƒ KMP pedagang ikan;

ƒ Pengurus LEPP-M3, Pengurus Mitra Desa, dan Pengurus KMP; dan

ƒ Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten.

3.4.2 Pengumpulan dan pengolahan data

(43)

dan perdagangan hasil laut. Penghitungan tingkat kesalahan dari pengambilan contoh, digunakan rumus Slovin yang dikutip dari Umar (2003: 120), yaitu: n = N/(1+Ne2) dengan keterangan bahwa n adalah ukuran contoh, N adalah ukuran populasi, dan e adalah kesalahan yang ditoleransi. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Metoda pengumpulan datanya adalah sebagai berikut:

Desk study, yang digunakan untuk mempelajari konsep-konsep dan hasil penelitian terkait.

• Pengamatan, yang dilakukan untuk mempelajari situasi infrastruktur

di lingkungan responden.

• Wawancara, yang dilakukan kepada responden maupun informan.

Penentuan pengambilan contohnya dilakukan dengan cara acak berstrata

(stratified random sampling). Tahun pelaksanaan PEMP dijadikan sebagai strata yang dalam hal ini dibagi tiga strata, yaitu pelaksanaan tahun 2001, 2002, dan 2003.

Jumlah contoh masing-masing Kabupaten adalah 50 contoh. Dengan ukuran contoh sebesar itu, nilai kesalahan sampling menurut rumus Slovin akan berkisar 10-15%.

2) Data yang terkumpul ditabulasi dengan menggunakann Microsoft Excell. Pengolahan data dan pengujuan statistik menggunakan paket program SPSS-14

(Statistical Package for Social Sciences).

3.4.3 Definisi dan pengukuran variabel

Untuk menegaskan batas-batas penelitian secara jelas, maka variabel-variabel penelitian didefinisikan secara khusus sebagai berikut:

1) Peningkatan pendapatan total nelayan adalah selisih antara pendapatan total masyarakat pesisir setelah program dikurangi pendapatan total sebelum program PEMP.

(44)

3) Pendapatan sebelum program adalah pendapatan masyarakat pesisir sebelum program PEMP diintroduksikan.

4) Pendapatan setelah program adalah tingkat pendapatan masyarakat pesisir setelah menjadi peserta program PEMP selama 3 tahun.

5) Modal awal adalah modal yang dilibatkan dalam kegiatan matapencaharian masyarakat pesisir sebelum adanya program PEMP.

6) Tambahan modal adalah jumlah modal yang diperoleh masyarakat pesisir selama mengikuti program PEMP.

7) Persepsi tentang prospek ekonomi kegiatan yang dilaksanakan oleh responden adalah ekspektasi responden terhadap peluang kemajuan usaha yang dijalankannya.

8) Lokasi adalah Kabupaten Cirebon dan Subang.

9) Tahun pelaksanaan adalah umur program dihitung dari tahun pelaksanaan penelitian (2006).

10) Persepsi tentang kecakapan sendiri adalah penilaian responden terhadap kecakapan dirinya.

11) Jenis mata pencaharian adalah jenis mata pencaharian kepala keluarga yang menjadi responden penelitian.

Variabel-variabel penelitian di atas (yang semuanya merupakan variabel ekonomi) diukur dengan angka nominal, kecuali tingkat pendidikan dan persepsi tentang prospek usaha yang merupakan data ordinal.

3.5 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Cirebon dan Subang. karena keduanya merupakan dua kabupaten yang memperoleh perlakuan program PEMP relatif sama. Selanjutnya penentuan kecamatan dalam setiap kabupaten didasarkan pada strata tahun pelaksanaan program PEMP. Artinya sama-sama melaksanakan dalan tahun 2001 dan 2002 (tahap inisiasi) Adapun kecamatan terpiliha adalah sebagai berikut:

(45)

Mundu.

ƒ Kabupaten Subang: Kecamatan Blanakan, Legok Kulon, dan Pusaka Nagara.

3.6 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Pebruari – April) 2006

3.7 Metoda Analisis

3.7.1 Analisis deskriptif univariat

Analisis deskriptif univariat menyajikan distribusi frekuensi. Dengan deskripsi ini, akan diketahui kecenderungan responden berkenaan dengan variabel penelitian yang digunakan.

3.7.2 Wilcoxon signed rank test

Analisis ini digunakan dalam rangka menguji apakah pendapatan masyarakat pesisir itu meningkat secara nyata setelah mengikuti program PEMP. Peluang kejadian pendapatan masyarakat antara sebelum dengan sesuadah mengikuti program PEMP adalah sebagai berikut:

Ya > Yb

Ya = Yb

Ya < Yb

dengan keterangan Ya = pendapatan sebelum program, dan Yb = pendapatan sesudah program.

Dalam formula Wilcoxon, untuk menguji apakah ada perbedaan pendapatan sebelum dengan sesudah mengikuti program PEMP dilakukan rangkaian uji sebagai berikut:

1) Hipotesis

Jika d adalah selisih pendapatan antara sebelum dengan sesudah program PEMP, maka disusun hipotesis berikut:

(46)

H1: d ≠ 0 (pendapatan sebelum berbeda dengan sesudah program)

2) Dasar Pengambilan Keputusan

• Dengan membandingkan nilai z hitung dengan z tabel:

Jika z hitung < z tabel, maka H0 diterima; dan

Jika z hitung > z tabel, maka H0 diterima.

Adapun untuk memperoleh z hitung itu digunakan rumus sebagai berikut:

z = [T -{1/4(N)(N+1)}]/ [1/24(N)(n+1)(2N+1)]

dengan keterangan T adalah selisih pendapatan terkecil (tanda tidak diperhatikan) dan N adalah jumlah contoh (setelah mengeluarkan contoh yang memiliki nilai yang benar-benar sama).

• Dengan melihat angka probabilitas:

Probabilitas > α maka H0 diterima

Probabilitas < α maka H0 ditolak

dengan keterangan α adalah nilai kesalahan (yang dalam penelitian ini digunakan 5%, karena penelitian ingin memperoleh informasi pada selang kepercayaan 95%).

Karena pada penelitian ini proses penghitungan menggunakan SPSS 14, maka digunakan pendekatan probabilitas. Jadi tidak dilakukan proses penghitungan manual seperti yang ditunjukkan pada rumus di atas.

3.7.3 Analisis regresi berganda

Analisis regresi berganda yang dilakukan ditunjukkan dengan rumus umum sebagai berikut:

Y = ƒ (X1, X2, X3i, X4, X5, X6, X7, X8i)

dengan keterangan bahwa:

ƒ Y adalah peningkatan pendapatan sesudah mengikuti program PEMP.

(47)

merupakan nilai nominal pendapatan pada tahun berjalan (current income). Pendekatan ini digunakan, karena dalam persepsi sederhana (mindset)

nelayan maupun pengelola program, yang dimaksud dengan pendapatan itu senantiasa merujuk pada nilai nominal pendapatan; dan tidak dikaitkan dengan pengertian ‘daya beli’ (purchasing power) pendapatan.

ƒ X1 adalah modal awal. Nilai ini diukur dengan angka interval sesuai dengan

nilai modal awal yang dimiliki oleh responden.

ƒ X2 adalah tambahan modal selama program. Tambahan ini tidak dibedakan

apakah tambahan itu bersumber pada modal sendiri, kredit bank, maupun kredit dari PEMP.

ƒ X3i adalah tingkat pendidikan. Ini merupakan dummy variable (X31...X33).

Nilai variabel adalah sebagai berikut:

X31 X32 X33

SD 1 0 0

SMP 0 1 0

SMA 0 0 1

Lebih dari SMA 0 0 0

ƒ X4 adalah persepsi responden tentang prospek usaha ekonomi yang

dijalankannya. Variabel ini diukur dengan nilai interval, yang dihasilkan dari rata-rata angka Skala Lickert (Sangat Setuju = 5; Setuju = 4; Cukup Setuju = 3; Kurang Setuju = 2; Tidak Setuju = 1). Semua pertanyaan (ada 5 pertanyaan) merupakan pertanyaan positif. Jadi makin besar nilai interval dimaknai “persepsi responden terhadap prospek usaha itu semakin baik”.

ƒ X5 adalah dummy variable untuk lokasi (Kabupaten Cirebon dan Kabupaten

Subang). Ini merupkan variabel biner, X5 bernilai 1 untuk Cirebon dan 0 untuk Subang.

ƒ X6 adalah tahun pelaksanaan PEMP. Nilai diukur dengan nilai interval umur

(48)

ƒ X7 adalah variabel persepsi responden tentang kecakapan dirinya dalam

menjalankan usahanya. Variabel ini diukur dengan nilai interval, yang dihasilkan dari rata-rata angka Skala Lickert (Sangat Setuju = 5; Setuju = 4; Cukup Setuju = 3; Kurang Setuju = 2; Tidak Setuju = 1). Semua pertanyaan (ada 5 pertanyaan) merupakan pertanyaan positif. Jadi makin besar nilai interval dimaknai “persepsi responden menilai dirinya lebih cakap”.

ƒ X8i adalah jenis mata pencaharian responden. Ini merupakan dummy variable

(X81...X83). Nilai variabel adalah sebagai berikut:

X81 X82 X83

Nelayan 1 0 0

Pedagang 0 1 0

Pengolah 0 0 1

Petambak 0 0 0

Untuk melihat pengaruh variabel bebas (Xi) terhadap variabel terikat (Y), dilakukan tiga tahap komputasi, yaitu:

ƒ Tahap 1: Seluruh variabel bebas dimasukkan dan dilakukan komputasi

dengan menggunakan SPSS-14. Kemudian dianalisis hasilnya.

ƒ Tahap 2 (Iterasi I): Setelah mengoperasikan model yang utuh, dilakukan

iterasi dengan metoda “entered/removed”, yang dalam hal ini digunakan metoda “entered”. Komputer secara iteratif memilih variabel yang memiliki korelasi yang relatif tinggi, baik berkorelasi positif maupun negatif. Kemudian dianalisis hasilnya.

ƒ Tahap 3 (Iterasi II): Iterasi kedua adalah menganalisis regresi berganda,

hanya dengan memasukkan variabel bebas yang pada Iterasi I menunjukkan pengaruh nyata pada taraf <5%.

(49)

Gambar

Tabel 1.  Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun Anggaran. 2000-2006
Gambar 2.  Peta Kabupaten Subang
Tabel 3.  Jumlah Nelayan, Petambak, dan Pengolah Ikan Kabupaten Subang   Tahun 2003
Gambar 3. Peta Kabupaten Cirebon
+7

Referensi

Dokumen terkait

ditegakkan oleh setiap organisasi atau perusahaan, agar hasil kerja karyawan semakin. meningkat dan mencapai hasil kerja

a) Masing-masing kelompok diberikan tugas 1 orang untuk menjadi penjual dan yang lainnya harus berkeliling untuk berbelanja informasi kepada kelompok lain...

Diagnose yang muncul dari hasil pengkajian adalah nyeri akut pada Ny.M keluarga Tn.T nerhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada

Seiring dengan peningkatan penjualannya, toko Adis Sportindo ini mempunyai kendala dalam hal pengelolaan datanya terlihat dari sistem informasi yang sedang

Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.. Menentukan aspek-aspek proses

Aturan merupakan suatu tata tertib yang harus ditaati suatu peserta pertandingan, Permainan merupakan salah satu dari banyaknya wahana untuk membawa anak dalam

[r]