• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Nasional Kutai Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pola penggunaan ruang dan waktu orangutan (Pongo pygmaeus Linneaus, 1760) di Hutan Mentoko Nasional Kutai Kalimantan Timur"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS P O L ~

PENGGUNAAN RUANG DAN WAKTU

ORANGUTAN

(Pongopygmaeuspygmaeus

Linneaus, 1760) DI

HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI

KALIMANTAN TIMUR

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT

E'ERTANLbh'

SOGQP,

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESTS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya metiyatakan bahwa tesis Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan (Pongo pygmaeus pygrnaeus Linnaeus, 1760) Di Hutan Mentoko

ama an

Nasional Kutai Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam benuk apapun kepada perguruan .

-

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang dite&itkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

(3)

ABSTRACT

AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Spatial Pattern Distribution Analysis of

Orangutan (Pongo pygrnaeus pygmaeus Linnaeus, 1760) in Mentoko Forest

K u t a i National Park, East Kalimantan. Under Direction of A. MACHMUD

THOHARI and YANTO SANTOSA.

Increasing rate of forest degdradation caused habitat fragmentation. Conservation efforts can be done through the management of its remaining habitat, therefore ecological and quantitative aspects of orangutan become interest of this study. This research was carried out in Mentoko Forest of Kutai National P a r k , East Kalimantan. The methodology of the research covered both observation of orangutan behaviour and vegetation analysis of orangutan habitat. This research has several objectives is: (1) to find out the use of spatial pattern of wild orangutan (2) to find out the use of time pattern and ritrnic activity of the orangutan in their natural habitat. The result of this research shows that orangutan in Mentoko is more preferer to run their activities on 20-30 meters high from the ground. Tiine allocation for diets is average 44.4% of their whole activities, 39.2% for rest, 11% movement activity, and 5.4% for others. About 63,2% of t h e i r diet is fruit, 26,2% for leaves, 12,98% for others. Composition of vegetation in their habitat consist of 51 trees species covered 25 family, 36 poles species of

19 family and 39 saplings species of 22 family.

K e y words: Orangutan, Population. Natural Habitat, activity, Mentoko forest,

(4)

AGUSTINUS KRISDIJANTORO. Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangtan (Pogo pygmaeus pygmaezrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Dibimbing oleh A. MACHMUD THOHARI DAN YANTO SANTOSA.

Laju degradasi hutan yang terus meningkat menyebabkan degradasi

habitat. Upaya pelestarian orangutan dapat dilakukan melalui pengelolaan habitat

yang tersisa, karena itu pengetahuan ekologi dan data kuantitatif mengenai

orangutan mutlak diperlukan. Penelitian ini dilakukan di Hutan Mentoko Taman

Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan secara langsung perilaku orangutan dan analisis vegetasi

habitat orangutan. Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pola

penggunaan ruang oleh orangutan liar d i habitat alaminya; 2) Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di habitat alaminya. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa orangutan di Mentoko lebih menyukai beraktivitas

pada ketinggian 20-30 meter dari permukaan tanah dengan proporsi waktu

mencapai 76%

-

82,58%. Penggunaan waktu untuk makan rata-rata 44,4%,

istirahat 39,2%, bergerak 11%, dan lain-lain 5,4%. Kira-kira sebesar 63,2%

makanannya adalah buah, daun 26,2%, dan jenis lainnya 12,98%. Komposisi

vegetasi habitat terdiri dari 5 1 jenis pohon yang tercakup dalam 25 famili, 36 jenis

tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang dari 22 famili. Kawasan hutan Mentoko

mempunyai kerapatan pohon 167 pohonha, dengan keragaman jenis 3,75 (Indeks Sannon Wiener) dan indeks kemerataan 0,95.

(5)

0 Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-nndang

I . Dilarang ntengutip sebagian ntati seluruh karya tzrlis ini tanpa mencaniu~i~kan atau menyebtrt sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan kalya ilmiah, penyzrszlnan laporan, penzrlisan kritik atau tinjatran strattt nzasalah.

b. Pengutipan tidak nzerugikan kepentingan yang wnjar IPB.

(6)

ANALISIS POLA PENGGUNAAN RUANG DAN WAKTU

ORANGUTAN

(Ponga pygmaeus pygmaerls

Linneaus, 1760) DI

HUTAN MENTOKO TAMAN NASIONAL KUTAI

KALIMANTAN TIMUR

AGUSTINUS KRISDIJANTORO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleb gelar Magister Profesi Kehutanan pada

Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Peuetahuan Keliutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu Orangutan

(Pongopygmaeuspygnaeus Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Nama : Agustinus Krisdijantoro

NRP : E. 051054105

Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati P~~agram Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

.&

-'

Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari. DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi,

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M NIP. 131 760 834

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, akhimya Tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis

ini dibuat sebagai syarat untuk mencapai derajat Magister, pada Sekolah

Pascasarjana Program Magister Profesi K o n s e ~ a s i Keanekaragaman Hayati Institut

Pertanian Bogor. Judul Tesis "Analisis Pola Penggunaan Ruang dan Waktu

Orangutan (Pongo pygnaezrs pygmaelrs Linnaeus, 1760) di Hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai, Povinsi kalimantan Timur". Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi sumbangan pemikiran pada upaya pelestarian orangutan sebagai satwa

endemik dilindungi yang terancam kehidupannya karena kerusakan clan kehilangan habitatnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini lnasih jauh dari sempuma. Oleh karena

itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulid harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi upaya konservasi

orangutan.

Bogor, Desember

2007

Penyusun,
(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir.

H.

A. Machmud Thohari, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. H. Yanto Santosa,

DEA.,

selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran,

bimbingan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan, serta Dr. Ir. Tonny R. Soehartono, M.Sc., selaku penguji luar komisi.

Terima kasih kepada orang tua, anak dan isteri yang telah memberikan

dukungan moral dan material selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Tarima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Kehutanan yang

telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pascasarjana, Kepala Balai

TN

Kutai yang telah memberi ijin lokasi penelitian, kepada kerabat, teman dan
(10)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1969 di Desa Kedungreja,

Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Merupakan anak ke

enam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak M. Kristantohadi dan Ibu Endang Sudaryatlni (Alm).

Pada tahun 1982 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 111 Kedungreja. tahun 1985 menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Perta~na di

SMP Kristen Sidareja, tahun 1988 menamatkan Sendidikan Sekolah Menengah

Atas SMA Negeri 01 Sidareja, selnuanya berada di Kabupaten Cilacap. tahun

1995 menamatkan Pendidikan Sarjana Biologi di Universitas Jenderal Soedinnan

(UNSOED) Punvokerto.

Sejak tahun 1997 bertugas sebagai staf pada Taman Nasional Kutai di

Bontang, Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1999. Tahun 2000 bertugas

sebagai Kepala Sub Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional

Kutai di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur sampai dengan tahun 2002. Tahun 2002 bertugas sebagai Kepala Seksi Konservasi Wilayah 11 pada Balai Taman Nasional Kutai di Sangatta. Kabupaten Kutai Timur sampai tahun 2006. Tahun

2006 diterima sebagai mahasiswa S-2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program

Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Sub Program Studi Konservasi

Keanekaraga~nan Hayati.

Istri Erna Susanti binti Sunarto, dikaruniai dua orang putra, yaitu ;

(11)

DAFTAR

IS1

...

DAFTAR IS1

. . .

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

...

Latar Belakang

Tujuan

...

...

Manfaat

Perumusan Masalah

...

...

Kerangka Pemikiran

Rio!ogi Orangutan

....

~ . . . 2 . . . ~ 3 r ~ + 3 . ~ . s ~ ~ . . . ~ ~ . . . ~ . . . . c . . ~ ~ c . . ~ ~ . ~ ~ ~ ~ 7 . ~ 2 ~ . r

...

Habitat dan Populasi . . . .

...

Sosiologi

Kegiatan dan Perilaku

...

...

Pola Penggunaan Ruang dan Waktu

KEADAAN UMUM LOKASl PENELlTlAN

...

Fisik

...

Letak dan luas ..

...

...

Topografi

Geologi dan tanah

...

Iklim

...

...

Hldrologi

...

.

.

B~otlk

...

Ekosistem -~

...

~

Flora

...

Fauna

...

...

Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian

...

METODE

PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitan

...

Bahan dan Alat

...

.

.I.I,.,

...

.

.

>.>...

Parameter=Pararneter

...

...

Metode Pengumpulan . . Data

...

Metode Analisis Data

...

..%.+b..,,..,..

...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orangutan Yang menjadi Fokus Pengamatan

...

(12)

...

Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan

Komposisi Jenis Vegetasi

...

Struktur Vegetasi

...

...

Pola Penggunaan Ruang

...

Sebaran Spasial Aktivitas pada Struktur Vertikal

...

Pola Pergerakan dan Jarak Jelajah -

Pohon Tempat Bersarang

...

Perilaku Makan ... Pola Penggunaan Waktu

...

Alokasi Penggunaan Waktu Pagi Hari

...

Alokasi Penggunaan Waktu Siang Hari

...

Alokasi ~ e n g ~ u n a a n Waktu ~ o r e H a r i

...

Alokasi Penggunaan Waktu Harian

...

...

Sebaran Temporal Aktivitas

SIMPULAN DAN SARAN

...

Simpulan

...

Saran

...

...

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

1 Iktisar Penelitian Berdasar Metode Sarang

...

2 Jenis Tanah di Tarnan Nasional Kutai

...

3 Jumiah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko

...

4 Penggolongan Umur Orangutan

...

5 Vegetasi Tingkat Pohon Do~ninan

...

6 Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang Do~ninan

...

7 Jenis, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting Pohon Pakan

Orangufari

..,... ..

. . ..

,.

..

,

,...

!.

...

.

%.

. . .

,

.*..

. ....

.,..

...

...:....

.,

..

. .

....

8 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara Aktivitas dan Ketinggian Tempat

. . .

.

.

.

.

. .

. .

.

.

. . . .

...

..

...

9 Nilai Khi-kuadrat Hubungan antara jenis Aktivitas Individu dan

Ketinggian Tempat

. .

..

...

.

.

..

...

10 Jarak Jela.jah tIarian Orangutan

...

11 fndeks Nilai Neu's Preferensi Pohon Sarang

...

12 Persentase Konsumsi Jenis Makanan Buah

...

(14)

DAFTAR GAMBAR

. .

[image:14.533.74.449.123.737.2]

1 Kerangka Pemlkrran

...

...

2 Komposisi Persentase waktu makan dan jenis pakan

3 Bentuk Petak Pegamatan

...

4a. b Sarang Orangutan . Sarang Lama

...

5 Orangutan Jantan

6a Diagram Profil (Tampak Samping)

...

6b Diagram Profil (Tantpak atas)

...

...

7

Proporsi Waktu Aktivitas dan Waktu Pengamatan

...

8 Proporsi Wakhl Aktivitas dan Ketinggian Tempat

~ .~

9 Pergerakan Orangutan

...

10 Pergerakan Harian Orangutan

...

...

1 1 Grafik Ketinggian Sarang Dewa dan Dewi

...

12 Grafik Ketinggian Sarang Ayu dan Surya

13 Perbandingan Proporsi Jenis Makanan Orangutan

...

...

14 Proporsi Waktu Aktif di Pagi Hari

15 Proporsi Waktu Aktif di Siang Hari

...

...

16 Proporsi Waktu Aktif di Sore Hari

17 Proporsi Waktu Aktivitas Harian

...

...

18 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewi

19 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Dewa

...

...

20 Sebaran Temporal Aktivitas Harian Ayu

21 Sebaran Temporal Aktivitas Harian JA

...

(15)

. .

1 Peta Lokasi Penelltian

...

2 Nilai Penting Vegetasi Tigkat Pohon

...

3 Indeks Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Pohon

...

4 Nilai Penting Vegetasi Tingkat Tiang

...

5 Indeks Keanekaragaman Vegetasi Tingkat Tiang

...

6 Nilai Penting Vegetasi Tingkat Pancang

...

(16)

PENDAHULUAN

Orangutan adalah salah satu anggota suku Pongidae yang mencakup tiga

kera besar lainnya; bonobo Afrika (Pan paniscus), simpanse (Pan troglodytes),

dan gorila (Pan gorilla). Hanya orangutan berasal dari Asia sedangkan kera besar

lainnya berasal dari afrika. Ada dua anak jenis orangutan yang masih hidup, yaitu

anak jenis dari Sumatera (Pongo pygmaeus pygtnaeus) dan anak jenis dari

Kalimantan (Pongo pygttiae7is abelii). Menurut hasil penelitian ganetika oleh

Zhang dkk. (2001) dan taksono~ni oleh Groves (2001), spesies Sumatera (Pongo

abeliq adalah spesies terpisah dengan spesies Borneo (Pongo pygrnaeus), begitu

pula secara ekoiogi dan life-history (Van Schaik, dkk. 1995).

Orangutan pada saat ini hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan

Serawak dan lebih dari 90% habitatnya berada di wilayah Republik Indonesia.

Laju degradasi hutan di Sumatera dan Kalimantan yang terus meningkat

menyebabkan semakin sempitnya habitat orangutan (Meijaard dkk. 1999). Pada waktu kebakaran hutan tahun 1997f 1998 kurang lebih sepertiga dari juinlah

orangutan liar mati. Menurut taksiran para ahli, orang utan liar bisa menjadi punah

dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi.

Orangutan di Taman Nasional Kutai cendemng lebih mudah dijumpai di

beberapa kawasan hutan seperti di Mentoko, Sangkimah, dan Menamang. Hal ini

menunjukan bahwa tidak semua ruang di kawasan Taman Nasional Kutai menjadi

habitat bagi orangutan. Habitat merupakan satu kesahan kawasan yang dapat

menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan, air, tempat berlindung,

berkembangbiak, maupun tepat mengasuh anak-anahya.

Berdasarkan fenomena penggunaan ruang di Taman Nasional Kutai maka

diduga orangutan mengunakan ruang secara tidak acak, hanya pada tempat

tertentu yang menunjukan adanya pilihan berdasarkan ruang habitat. Hal ini r t ~ e r ~ y e b a b ~ a t ~ peiuang menemukan orangutan secara langsung sangat kecii.

Sehinga kesulitan penghitungan populasi orangutan lebih disebabkan oleh sulitnya

(17)

dengan menggunakan pendekatan penghitungan sarang. Dengan demikian dalam

rangka manajemen habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai

orangutan, perlu dikaji perilaku orangutan di habitat alaminya. Sehubungan

dengan ha1 tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang interaksi orangutan

dengan habitatnya melalui pendekatan analisis bagaimana orangutan liar

menggunakan ruang dan waktu di hutan Mentoko Taman Nasional Kutai,

Kalimantan Timur.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk mengetahui pola penggunaan ruang oleh orangutan liar di habitat

alaminya.

2. Untuk mengetahui pola penggunaan waktu dan ritme aktivitas orangutan di

habitat alaminya.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian :

I . Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan habitat orangutan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan

metode kuantitatif mengenai orangutan

(18)

Perumusan Masalah

Populasi orangutan diperkirakan terus mengalami penurunan akibat

kebakaran butan, kehilangan, kerusakan dan hgmentasi habitat yang sangat

mempengaruhi kehidupan dan kemampuannya untuk melakukan reproduksi.

Tekanan terhadap habitat orangutan yang berlangsung terus sampai saat ini akan

mengancam kehidupan orangutan liar di alam. Orangutan di Taman Nasional

Kutai (TNK) lebih mudah dijumpai di beberapa kawasan hutan seperti Mentoko,

Sangkimah, dan Manamang. Hal ini menunjukan bahwa tidak semua nlang di

kawasan TNK menjadi habitat orangutan.

Penyebaran orangutan tidak merata menurut waktu dan lokasi di suatu

kawasan, tetapi lebih menyukai lokasi tertentu dalam waktu tertentu dan

menggantungkan hidupnya pada lingkungan yang sesuai termasuk komposisi

pepohonan yang menyediakan pakan selama masa hidupnya. Berdasarkan

fenomena tersebut maka permasalahan utama yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan habitat dan penyusunan metode kuantitatif mengenai orangutan

adalah:

1. Bagaimana pola penggunaan ruang orangutan liar di habitat alaminya?

(19)

Kerangka Pemikiran

Pemanfaatan hutan untuk sebagai hutan produksi, hutan tanaman, lahan

pertanian atau perkebunan, dan pertambangan terbuka menyebabkan hilangnya

habitat orangutan. Kalimantan Timur pada tiga dasawarsa antara tahun 1960

-

1990 telah kehilangan habitat orangutan sebesar 56% dari luasan 134.390

km2

pada tahun 1960, tinggal tersisa 58.769 km2 pada tahun 1990. Pengurangan ini termasuk pada beberapa kawasan konservasi dan kawasan lindung yang ada.

(Meijaard dkk. 1999).

Di Kalimantan populasi orangutan terus mengalami penurunan mulai dari

hampir 20.000 menjadi 12.000 individu antara tahun 1996 dan 1998 penurunan ini

akibat kehilangan habitat dan kebakaran hutan. Kehilangan, kerusakan,

fragmentasi habitat serta kebakaran hutan sangat mempengaruhi kehidupan dan

kemampuannya untuk melakukan reproduksi. Tekanan terhadap habitat

orangutan masih terus berlangsung sampai saat ini akan mengancam kehidupan

orangutan liar di alam.

Upaya yang perlu dilakukan untuk pelestarian orangutan diantaranya melalui

kegiatan manajemen habitat yang masih tersisa. Orangutan memiliki persyaratan

yang cukup rumit untuk dapat bertahan hidup terutama mengenai persyaratan

habitat yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan ha1 tersebut, maka

pengetahuan interaksi orangutan dengan habitatnya sangat diperlukan. Penelitian

ini berupaya mengkaji perilaku orangutan melalui analisis pola penggunaan ruang

dan waktu orangutan liar di habitat alaminya. Hasil kajian ini penting untuk

manajemen habitat serta dapat menjadi acuan dalam penyusunan metode

(20)

I

7

I

KEBIJAKAN PEMEIUNTAH

I

AKTIVITAS L'erambahan KAWASAN HUTAN APH,HTI '*---si

>".'..,.z."".T KK & KL untuk

Perburusn

HABITAT

OR4NGIITAN ORANGUTAN

Pc~~arunan

Frsgmeatari Hsbitat

t

Pembinaan Habitat PELESTARIAN

I

4

Pcrilsku Orangutan Analisb Pola Pcnggunsnn

Metocle Kuantitatif dan 4 Ruang dan WPMU olrh

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Orangutan

Klasifikasi

Perkataan "orangutan" berasal dari bahasa Melayu yang berarti manusia

yag hidup di dalam hutan. Penggunaan istilah "orangutan" dalam bahasa ilmiah

pertama kali dilakukan oleh Tulp pada tahun 1941 dan selanjutnya digunakan

Poirier pada tahun 1964. Linnaeus pada tahun 1760 memberi nama orangutan

dengan llama Pongo pyginaezis yang terbagi kedalam dua sub spesies yaitu

orangutan Sulnatera (Pongo pygmaezcs abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo

pygntaeus pygnaeus).

Klasifikasi orangutan menurut F.E. Poirier (1964) dalam Groves (1971) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Metazoa

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Klas : Mamalia

Ordo : Primata

Sub Ordo : Primata

Famili : Pongidae

Genus : Pongo

Spesies : Pongopygntaeus Linneaus

Sub Spesies : Pongopyginaeus abelii Lesson, 1872

Pongo pyginaeus pyginaeus Linneaus, 1760

Sedangkan menurut Zhang dkk (2001) dan Groves (2001) kedua sub spesies

tersebut adalah berbeda spesies, yaitu Spesies Sumatera (Pongo abelii) dan

Spesies Borneo (Pongopygmaeus ).

Napier dan Napier (1967) menyatakan bahwa secara morfologi orangutan

(22)

kerapkali dapat dibedakan dengan dasar wama bulunya. Lebih lanjut menurut

Galdikas (1978) Orangutan Kalimantan yang telah dewasa bulunya mengarah

kepada wama coklat kemerah-merahan, sedangkan Orangutan Sumatera benvarna

lebih pucat. Perbedaan ini tidak bersifat mantap tetapi dapat digunakan sebagai

penuntun kasar. Orangutan Sumatera kadang-kadang mempunyai bulu putih pada

mukanya. Orangutan Sumatera biasanya mempunyai bulu yang lebih lembut dan

lemas, sedangkan bulu orangutan Kalimantan kasar dan jarang-jarang. Menurut

Mackinnon (1974) perbedaan bulu tersebut dapat dilihat secara mikroskopis.

Paling sedikit ada 3 subspesies orangutan Kalimantan; Pongo pygn~aeus pygnlaetis (baratlaut), Pongo pyg~naezrs wurn~bii (tengah), Pongo pygmaetcs morio

(timurlaut). Subspesies di Kalimantan Tengah paling besar, diikuti di barat laut,

dan timur laut (McConkey 2005 dalanz Nellemann 2007).

Morfologi

Secara morfologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi

kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunya (Napier & Napier

1967). Orangutan Kalimantan bila telah dewasa warna bulunya mengarah pada

warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera benvarna lebih pucat (Galdikas

1978).

Hidung orangutan sangat pesek dan bibir atasnya tidak mempunyai parut

bibit. Kupingnya yang sangat kecil tidak ditumbuhi oleh rambut. Dahi orangutan

muda masih diliputi rambut, tetapi lambat laun rambut tersebut tidak berkembang

sejalan dengan bertambah umur. Orangutan jantan dewasa mempunyi kantung

udara (air sac) yang terdapat pada lehernya, dapat mengambil serta

mengumpulkan beberapa liter udara, yang digunakan untuk membuat seruan

panjang atau long call (MacKinnon 1972).

Perbedaan orangutan jantan dan betina dewasa adalah pada bantalan pipi dan

kantung udara (Saccus-laringeus). Orangutan jantan mempunyai bantalan pipi

dan kantung udara yang besar pada lehernya (Groves 1971). Kantung udara

tersebut dapat digunakan untuk membuat suara yang disebut long call, caranya

adalah dengan mengumpulkan udara terlebih dahulu ke dalam kantung dan seruan

panjang dapat terjadi selama satu sampai dua menit (MacKinnon 1972). Berat

(23)

Sumatera maupun dari Kalimantan mempunyai berat badan rata-rata 37 kg,

sedangkan berat orangutan jantan Sumatera rata-rata 66 kg dan orangutan jantan Kalimantan rata-rata 73 kg (Eckhardt 1975 dalam Galdikas 1978).

Menurut Rijksen (1978) orangutan digolongkan berdasarkan umur dan jenis

kelamin, dan dalam perkeinbangan hidupnya dibagi ke dalam 4 tahap pada orangutan betina (bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa) dan 5 tahap pada

orangutan jantan (bayi, anak-anak, remaja, pradewasa dan dewasa), sedangkan

Galdikas (1978) menggolongkan orangutan jantan dan betina dewasa ke dalam

jantan, betina dewasa umur muda dan jantan, betina dewasa tlmur lanjut.

Penggolongan tersebut sebagai berikut :

1. Bayi (infant). Umur 0

-

4 tahun. Warna rambut jauh lebih pucat dari hewan tua, sangat putih di sekeliling mata dan moncong, bercak putih meliptiti

seluruh tubuh. Selalu berpegang pada induknya kecuali pada waktu makan di

pohon atau saat menyusui.

2. Anak (jmenil). Umur 4

-

7 tahun. Wajah masih lebih putih dibandingkan hewan dewasa tetapi lebih gelap dibandingkan bayi, bercak putih dibadan

kabur. Berpindah bersama, tetapi terlepas dari pegangan induknya,

menggunakan sarang bersama induknya dan masih menyusu.

3. Remaja (adolescenr). Umur 7

-

15 tahun (jantan) dan 7

-

12 tahun (betina).

Ukuran tubuh lebih kecil dari hewan dewasa, sangat sosial, benar-benar lepas

dari induknya, tetapi masih sering terlihat berpindah bersama induknya. Pada

wajah jantan pra-dewasa (12 - 15 tahun) mulai terlihat gelap, bantalan pipi dan kantong leher mulai berkembang. Ukuran tubuhnya lebih besar dari

betina tetapi masih lebih kecil dari jantan dewasa.

4. Dewasa (adult). Umur 15 - 35 tahun (jantan) dan 12

-

35 tahun (betina)

Jantan Dewasa (male adult). Usuran tubuh sangat besar, memiliki

bantalan pipi, kantung leer, berjanggut, Kadang-kadang punggung

gandul. Hidup soliter, berpasangan dengan betina hanya pada saat

tanggap seksual, sering mengeluarkan seruan panjang (long call).

Betina Dewasa lfemale adult). Telah beranak dan diikuti oleh

anaknya, kadang-kadang berpindah bersama betina lain. Pada masa

(24)

5. Tua Berumur 35 tahun ke atas (jantan dan betina)

Jantan tua. Rambut tipis dan jarang, berkeriput dalam, bantalan pipi

menyusut. Tidak mengeluarkan serum panjang atau berpasangan

dengan betina, gerakan sangat lambat.

Betina tua. Rambut tipis dan jarang-jarang, berkeriput, tidak lagi

diikuti oleh bayi atau remaja, berpasangan tetapi tidak lagi

mengandung, lebih sering bergerak di permukaan tanah dibandingkan

dengan betina dewasa, gerakan lambat.

Habitat dan Populasi

Habitat

Di hutan hujan tropis, habitat primata dibagi atas beberapa tingkatan secara vertikal, yaitu strata atas, strata pertengahan dan strata bawah yang erat

hubungannya dengan penyediaan makanan bagi primata (Rijksen 1978). Menurut

Rodman (1973) dalam Sinaga (1992), suatu jenis kera akan menunjukan

spesialisasi makanan maupun habitat yang tertentu sebagai relung ekologi yang

mernbedakan mikro habitat jenis lainnya.

Rijksen (1978) mengungkapkan bahwa karakteristik habitat orangutan di

Ketambe adalah tidak adanya dominasi dari satu jenis pohon atau vegetasi. Stratifikasi hutan terutama terdiri dari strata B dan C, dan pada lantai hutan

terutama ditumbuhi oleh herba. Menurut Galdikas (1978), habitat orangutan di

Tanjung Puting terdapat di hutan rawa begambut. Untuk lokasi pembuatan

sarang, orangutan lebih suka menempatkannya di daerah rawa dan di tepi sungai

karena merasa lebih aman dari gangguan manusia ataupun hewan lainnya.

Orangutan hidup dan tersebar pada hutan-hutan primer dataran rendah

sampai hutan dataran tinggi atau pegunungan yang banyak ditumbuhi tanaman

dari famili Dipterocarpaceae (MacKinnon 1971 dalarn Rijksen 1978).

Seianjutnya Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan

terdiri atas pohon-pohon tinggi berkisar 35-50 meter. MacKinnon (1974)

menyatakan orangutan mempakan hewan arboreal, yakni hewan yang segala

(25)

Populasi

P e n e l i t i a n kerapatan orangutan sulit dilakukan karena masalah praktis dan

konseptual. M a s a l a h praktis ini berkaitan dengan kesulitan mengestimasi jumlah

individu persatuan luas, dan kemudian mengekstrapolasinyan untuk wilayah yang lebih luas. M a s a l a h konseptual berkaitan dengan estimasi luas habitat yang

dibutuhkan o l e h sebuah komunitas lokal orangutan. Jika perkiraan kerapatan lokal p o p u l a s i diekstrapolasikan untuk seluruh daerah, pengabaian variasi habitat

yang d i h u n i d a p a t menyebabkan kesalahan yang fatal dalam menilai ukuran

populasi ( M a c k i n n o n 1986 dalam Meijaard 1999). Karena itu diperlukan teknik-

teknik a l t e m a t i f untuk memperoleh angka kerapatan yang lebih akurat dalam

berbagai h a b i t a t , termasuk hutan-hutan kecil yang tidak sering didatangi

orangutan. W a l a u p u n orangutan terkenal sangat sulit diditeksi di hutan basah,

kehadirannya cukup mudah dipastikan dalam suatu kawasan, yaitu dengan

mencari p a n g g u n g atau sarang-sarang khas yang dibangun setiap hari untuk

beristirahat p a d a sore hari, dan kdang-kadang untuk bermain atau istirahat pada

siang hari ( H a r r i s s o n 1961; Schaller, 1961; Milton, 1964 dalam Meijaard dkk.

1999).

Van S c h a i k dkk. (1995) mempertajam metode penghitungan sarang

sepanjang t r a n s e k , yang telah disahkan di dua lokasi berbeda. Metode ini

diketahui m e n g h a s i l k a n nilai kerapatan yang cukup akurat. Hasil penghitungan

kerapatan o r a n g u t a n di kedua tempat tersebut seperti pada Tabel 2.

P a d a t a h u n 1993 diperlcirakan jumlah orangutan di Indonesia dan Malaysia

telah m e n u r u n sejauh 30-50% dalam k u ~ n waktu 10 tahun terakhir, sementara

habitat~ya

telah

menyusut sebanyak 80% da!am kurun wakk 20 tahun terakhir.

Sampai saat i n i belum banyak terkumpul data sensus yang akurat mengenai kerapatan o r a n g u t a n di alam. Bagaimanapun, berdasarkan data yang ada beserta

konsesus yang dikembangkan dari pendapat para ahli diduga di pulau Kalimantan terdapat 1 9 - 0 0 0 sampai 30.000 orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus), sementara

dZ

Sumatera (Pongo pygmaeus abelli) berjumlah antara 7.000 sampai
(26)

Hutm Aluviall daenh sepe-

njmg sungai

Tabel 1. Ikhtisar laporan-laporan penelitian orangutan terbaru berdasarkan

Dataran tinggi (hutan perbukitan dan Dipterocarpawe)

Gunung Palung Lokan Ulu Ssgama

Mid KinabaVdngm~

1

Low Kinnbotmgao KutaiISangatta

Ulu Scgarna Kawaq

Tabin !,I

metode pernghitungan sarang sepan,'ang

Danwn Valley

1

0,3

transek. Krpt 2,2 3,O 3,O 3,5 Rj a b c n Tipe habitat

Dataran bmjir dan raw-

gnmbut Daera" Pengamatan Sebangau Kulamba Tmj. Puting D. Sentarum

Daerah Crocker Meliau Sumatera Sunq-Balimbing Tmmon Bahbah Rot d e b b b I; h b b I b ?? % I 0 3

Hutan tebang pilihl hutnn Sebangau sekunder

Katingan Hutm sub-pewlungan

dan pegunungan Kapi Ketambe sobpeg. Ketambe peg. Mamas-subpeg. Dg. Megaro Sikundur P. Lembmg Krpt 6 3 7,O 4,5 Ketambe Kompas Mamas hilir Renun Bohorok Bohorok Bengkung Manggala Bukit-Suaq B.

-

Sumber : Meijaard (1999)

Rj f j j 5,5 3,O 3,2 I,o 1,O 2,2 2 8 1.2

1 ,o

Keterangan :

Rj = rujukan Kprt = kerapatan per km2

(27)

Sosiologi

Tipe dau ukurau kelompok

Sosiologi orangutan tetap merupakan teka-teki sampai sekarang.

Sebenarnya tidak ada pola hubungan sosial baku untuk kera ini, jika hanya

didasarkan pada kondisi lingkungan tempat hidupnya. Jika ada pola umum atau

pola dasar dalam berbagai bentuk organisasi sosial Pongidae, maka pola ini lebih

bersifat sebagai suatu masyarakat terbuka yang beranggotakan siapa saja yang ada

di dalam kisaran distribusi jenis ini, dimana individu-individunya melakukan

sosialisasi karena dalam kondisi tertentu yang ada, inilah yang paling mudah

dilakukan (Goodall 1963).

Sebagaian besar satwa primata hidup dalam suatu kelompok sosial, dengan

kelompok seperti itu mereka mendapat manfaat yang potensial misalnya

perlindungan dari predator, bersama-sarna mempertahankan sumber pakan dan

juga dapat secara bersama-sama membesarkan anak-anak keturunannya.

Berdasarkan jumlah individu dan komposisi seks, secara umum primata dapat

digolongkan dalam lima kelompok (Chalmers 1979), yaitu :

1. Jenis yang soliter ("solitary species"), tidak membentuk kelompok, jenis yang

termasuk dalam kategori ini adalah sebagain jenis dari famili Lemuridae.

Satwa ini hidup menyendiri dengan luas home range 0,2 - I ha.

2. Kelompok monogami ("monogamous family"), membentuk kelompok yang

terdiri dari 3

-

4 ekor dengan sepasang induk dan home range-nya berkisar antara 20

-

50 ha. Jenis yang termasuk dalam kelo~npok ini adalah jenis dari

famili Indriidae, Cebidae, dan Hylobatidae.

3. Kelompok dengan satu jantan dewasa ("uni male groups"), dimana dalam satu kelompok hanya terdapat satu jantan dewasa. Jenis yang termasuk dalam

kelompok ini diantaranya adalah Cercopithecus mitis, Erythrocebus paras,

Presbytis entellus, dan Gorilla gorilla beringei.

4. Kelompok yang terdiri dari beberapa ekor jantan dewasa ("multi males

groups"). Jenis yang termasuk dalam kelompok ini adalah Macaca spp.,

beberapa jenis dari famiii Cebidae seperti Aioutatta viiiosa, dan dari famili

(28)

5. Kelompok yang tidak tetap ("difficult to classify"). Jenis-jenis yang sulit untuk digolongkan menurut elnpat golongan di atas, seperti Papio hamad>yas,

Theropithecus gelada, Pan troglodytes dan pongo pygmaeus, yang jantan

umumnya soliter tetapi ada juga yang berkelompk dalam jumlah kecil.

Hasil penelitian Rodman (1973) menyatakan bahwa satuan dasar populasi

orangutan terdiri atas : 1) jantan dewasa soliter, 2) betina dewasa yang biasanya disertai satu atau dua anak yang belum mandiri, 3) hewan muda dalam masa peralihan antara hidup dalam satuan yang melahirkannya dan hidup secara

mandiri. Disamping ketiga kelompok ini, susunan umum kehidupan sosialnya

masih agak tidak jelas dan belum ada kesepakatan antara peneliti yang satu

dengan peneliti yang lain (Galdikas 1978).

Menurut Meijaard dkk. (1999) bagi pengamat biasa, tidak terlalu jelas bahwa

orangutan hidup dalarn kelompok, dalam pengertian bahwa individu-individunya

sering berada di daerah yang berdekatan dan biasanya dalam jarak pandang satu

sama lain. Hasil penelitian lapangan mengungkapkan bahwa individu yang sama

sering terlihat dalam suatu daerah tertentu, sedangkan pada waktu lainnya

sebagaian besar tidak kelihatan. Beberapa peneliti lapangan mengalami kesulitan

karena sejumlah orangutan yang tampaknya tidak berhubungan ternyata

mempunyai keserempakan dalam pergerakan hariannya. Sebenamya, anggota

komunitas orangutan sering menjaga jarak dengan individu lainnya, sehingga

terbentuknya kelompok hanya dapat disimpulkan setelah anggota yang berbeda

diikuti secara serempak. Jarangnya interaksi menunjukkan ada unsur saling

mengenal atau status social yang mantap, atau adanya ikatan batin.

Pengamatan jangka panjang terhadap suatu komuniras orangutan

mengungkapkan bahwa beberapa individu, khususnya betina dewasa (dengan

bayinya) teriihat hidup menetap di daerah teitentu selama beberapa tahun.

Individu ini yang lebih sering terlihat dalam periode beberapa minggu.

Sebaliknya, sebagaian besar anggota komunitas tampaknya menggunakan waktu

lebih lama pergi dari tempat berkumpul, sementara ada sedikit yang kadang atau

hanya sekali ditemukan di pangkz!an ini. (h<eijaa:d l999).

(29)

nomadis musiman. Secara umum ada tiga kelas kegiatan jelajahnya: (1) penetap,

yang selama beberapa tahun berada dengan sebagaian besar waktunya dalam satu

tahun di satu daerah tertentu, (2) penglaju, yang secara teratur selama beberapa

minggu atau beberapa bulan setiap tahun hidup "nomadis", dan (3) pengembara,

yang tidak pemah atau sangat jarang (atau hanya sekali) kembali ke tempatnya

yang semula dalam waktu paling sedikit tiga tahun.

Jaringan sosial orangutan meliputi betina dewasa dan anak-anaknya,

mungkin termasuk sejumlah jantan dewasa dan pradewasa. Sepintas "kelompok"

terbuka ini tidak berbeda dengan organisasi sosial beruk Macaca nemestrina yang

berada di habitat yang sama. Sifat dasar interaksi sosial ini mengesankan bahwa

penetap dan penglaju tennasuk dalam suatu jaringan sosial tunggal, karena

mereka kelihatan mengenal baik satu sama lain, dan terbukti mempunyai

hubungan sosial tertentu yang mantap, mirip hubungan yang bisa dikatakan

sebagai ikatan "persahabatan" (Rijksen 1978). Pola interaksi yang terlihat dalam

suatu pertemuan semacam ini memperlihatkan bahwa penggembara biasanya

adalah pihak asing bagi anggota-anggota lainnya dalam jaringan sosial.

Kegiatan dan Perilakn

Rodman (1 977) dalarn Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas harian

orangutan yang utama di penuhi oleh kegiatan makan. Selanjutnya istirahat,

bermain-main, berjalan-jalan diantara pepohonan dan membuat sarang. Menurut

MacKinnon (1974) aktivitas harian orangutan meliputi 3 aktivitas besar yaitu

makan, istirahat dan bergerak. Orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit

sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat

lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari.

Periiaku makan

Orangutan dikenal sebagai pemakan buah. Pola makan sangat

mempengamhi kondisi biologis dan cara hidupnya. Oleh karena itu, distribusi

j n ~ l a h dan k~alitas pakaniiya menurn: w a h daii tempat teteii?~ merupakail

faktor penentu utama perilaku pergerakan, kepadatan populasi dan akhirnya

(30)

Cjantan) dan 80% (betima3 w a k t u makanannya dihabiskan untuk memakan buah- buahan. Lama w a rnencari buah yang tercatat paling rendah, ketika

ketersediaan buah s a n g a C r e n d a h , masih 16% dari waktu total. Walaupun ada

sekitar 200 jenis b u a h yserng dimakan, beberapa jenis buah tertentu ternyata jauh

lebih tinggi dalam k o r n p e s i s i makanannya (Meijaard 1999). Komposisi persentase waktu inakan danjenis p a k a n orangutan seperti terlihat dalam Gambar 2.

Serangga

Lain-lain

Kulit batang

6%

2%

Gambar 2. K o m p o s i s i persentase waktu makan dan jenis pakan orangutan

Pakan orangutem w n e m p u n y a i variasi yang jelas dari bulan ke bulan, tetapi

buah yang berkualtas

r i n g g i

hampir selalu ada di beberapa tempat. Jenis makanan

dan variasinya bahkarn b e r b e d a nyata dari satu lokasi ke lokasi lain. Di suatu

tempat, buah ara d;ari s e k i t a r delapan jenis pohon ara-pencekik merupakan makanan pokok dan t e r s e d i a selama paling sedikit delapan bulan dalam setahun,

namun di tempat l a i n

b u a h

ini merupakan sumber makanan yang tidak penting

(misalnya di T a n j u n g P u t i n g dan di Suaq-Balimbing), dan jenis pohon ara-

pencekik sebenarnya r r n e h u p a k a n jenis yang langka (Meijaard 1999).

Di daerah-daerah S e r t e n t u orangutan kadang-kadang juga menelan tanah,

memakan liang r a y a p i sepanjang batang pohon, bahkan sampai turun ke permukaan tanah urn memungut dan nlemakan segumpal tanah yang diambilnya. Orangu j u g a sering mengunjungi "tempat penjilatan mineral"

(31)

atau bongkahan tebing karang terjal. Tanah ini nampaknya mengandung mineral

tertentu atau kaolin dalam konsentrasi tinggi (Payne et al. 1985), yang penting

untuk menetmlkan jumlah tanin beracun dan asam fenolat yang tinggi dalam

makanan yang berasal dari daun.

Peritaku bersarang

Orangutan membangun paling tidak 1 sarang per hari untuk beristirahat dan

tidur di malam hari (Maple 1980). Umur satwa juga merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap perilaku bersarang. Orangutan muda cenderung

membangun sarang dalam jumlah banyak atau "bermain sarang" setiap hari

(Rijksen 1978). Sarang jugs sering digunakan sebagai tempat untitk kawin

(Galdikas 1978).

Dalam membangun sarang, orangutan memilih tempat yang strategis dengan

mempertimbangkan letak pohon berbuah terdekat dan topografi daerah sehingga

tempat bersarang terdistribusi secara acak. Orangutan mencari lokasi bersarang

pada tempat-tempat yang dikenali, baik untuk digunakan sendiri maupun besama-

sama, dengan mempertimbangkan hubungan antara posisi sarang dan keuntungan

yang diperoleh (MacKinnon 1974). Umumnya orangutan membuat sarang pada tempat-tempat yang dapat memberikan pandangan lebih luas ke sebagaian besar

areal hutan (Rijksen 1978). Menurut MacKinnon (1974), konsentrasi sarang

terutama berada pada punggung bukit sebelah barat. Posisi ini dipilih untuk

menhindari panas matahari, sebagai pelindung dari angin malam, dan

memeperluas jangkauan pandangan. Faktor penentu lainnya adalah keberadaan

sarang-sarang orangutan lainnya (Rijksen 1978).

Orangutan selalu berpindah-pindah dalam membuat sarang untuk

memudahkan memperoleh sumber-sumber makanan yang baru. Hal ini dilakukan

karena pohon-pohon di hutan hujan tropika memiliki spesies yang beraneka

ragam, tetapi dalam jumlah sedikit dengan musim berbuah yang berbeda.

Galdikas (1978) mengungkapkan bahwa jika suatu pohon buah dianggap paling

menguntungkan, maka orangutan akan menggunakan kembali sarangnya selama

beberapa hari beI'tuNt-tIINt di tempat tersebut atau kembali ke sarang-sarang

tersebut dalam 2

-

8 bulan kemudian Maple (1980). Orangutan membuat sarang
(32)

kadang sarang orangutan ditemukan di pohon pakan, tetapi hanya beberapa sarang

harian (day-nest) yang digunakan untuk beristirahat di siang hari untuk

mempermuda proses pengumpulan buah atau untuk bersosialisasi (Rijksen 1978)

Wilayah jelajah

Dalam kegiatan hariannya, orangutan mulai bergerak sejak matahari terbit

sampai matahari terbenam dan selalu berpindah-pindah dari suatu tempat ke

tempat lain dengan jarak rata-rata 500 meter per hari (Mackinnon 1974).

Kegiatan bergerak orangutan di dalam hutan sangat lamban dan malas.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan lambannya pergerakan mereka ialah

karena berat badannya yang cukup besar dan pohon-pohon di dalam hutan yang

sangat bemariasi baik tinggi maupun letaknya, hingga mereka harus berhati-hati

dalam pergerakannya. Jarak yang ditempuh orangutan dalam seharinya berkisar

antara 300 meter sampai 1300 meter. Jauh dekatnya jarak yang ditempuh sangat

dipengaruhi oleh persentase aktivitas makan dan beristirahat (Djojosudharmo

1978).

Home range orangutan betina saling tumpang tindih atau overlape (Rodman

dan Horr 1972 dalarn Sinaga 1992), demikian juga dengan home range orangutan

betina dengan jantan juga dapat tumpang tindih (Djojosudharmo 1978).

Pola Penggunaan Ruang dan Waktu

Menurut Legay dan Debouzie (1985); Santosa (1990) dalam Alita (1993),

pola penggunaan ruang merupakan suatu keseluruhan interaksi antara satwa

dengan habitatnya. Adapun paiametei poia penggunaan mang yang paling

banyak diteliti ada dua, yaitu daerah jelajah (luas dan komposisi vegetasi) dan

pergerakan

.

Daerah jelajah (home range) merupakan daerah pergerakan nom~al satwa

dalam melakukan aktivitas-aktivitas rutin. Sedangkan core area merupakan

bagian dari home range yang sering dipergunakan dan dengan keteraturan yang lebih besar daripada bagr;:, yang n-- A .I +--:+--: A:A-G-:-:I~--

Y W . U U b I Y I I L b l l l Y l l U L U b I I I I I D I I L L L I I

sebagai suatu daerah yang dipertahankan terhadap serangan dari luar (Chalmers

(33)

Menurut Santosa (1990) dalam Alita (1993), aspek pola pemanfaatan ruang

menggambarkan interaksi antara satwa dengan habitatnya. Dalam ha1 ini

"mobilitas" dan "luas" serta "komposisi daerah jelajah" mempakan tiga parameter

yang lebih banyak digunakan sebagai indikator dari strategi pemanfaatan ruang

oleh satwaliar.

Setiap jenis sahva menunjukan pola kegiatan harian yang tertentu, demikian

juga dengan jenis primata. Kegiatan primata berupa makan, bergerak, istirahat,

menelisik dan kegiatan sosial lainya sudah terpola dalam kegiatan sehari-hari

yang dikenal dengan budget kegiatan. Galdikas (1978) membagi aktivitas

(34)

KEADAAN

UMUM

KAWASAN

TN KUTAI

Fisik

Letak d a n Luas

Luas awal kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) berdasarkan SK Menteri

Kehutanan No. 435IKpts-XXl1991 adalah 198.629 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Timur (i SO%), Kutai Kertanegara ( i

17,48%) dan Kota Bontang ( i 2,52%). Secara geografi Taman Nasional Kutai

terletak antara 0" 7'54"

-

0°33'53" LU dan 116"58'48"

-

1 17°35f29" BT. Batas-

batas kawasan ini adalah :

Sebelah Utara : Sungai Sangatta

-

Kabupaten Kutai Timur

Sebelah Barat : PT. Sulya Hutani Jaya dan

FT.

Kiani Lestari Sebelah Selatan : Kota Bontang dan Hutan Lindung Bontang

Sebelah Timur : Selat Makasar

Topografi

Kawasan TNK merupakan hutan hujan tropis dataran rendah dengan

ketinggian berkisar 0

-

400 m dpl. Topografi berbukit (bergelombang ringan,

sedang sampai berat) dan di bagia barat dan utara berbukit dengan ketinggian

mencapai 70 - 200 m dpl.

Geologi d a n tanah

Berdasarkan peta geologi Kalimantan Timur formasi geologi kawasan ini

sebagian besar meliputi tiga bagian yaitu :

1. Dibagian pantai terdiri dari batuan sedimen alluvial induk dan terumbu

karang.

(35)

Menurut pembagian tanah Kalimantan Timur jenis tanah yang terdapat pada

kawasan ini seperti terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis Tanah Yang Terdapat Pada Kawasan TNK

JenisTanah

1

Bahan Induk

I

Fisiografi

I

I

1

Alluvial

I

Batuan Alluvial

I

Daratan

I

Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di dalam

kawasan TNK termasuk ke dalam Tipe B (Nilai Q = 14,3

-

33,3 %). Curah hujan

rata-rata tahunan 1543,6 mm, atau rata-rata bulanan 128,6 mm dengan rata-rata

hari hujan setahun 66,4 hari. Temperatur udara rata-rata minimum berkisar 21°C

dan maksimum 34°C. Kelembaban relatif udara berkisar 67

-

98 %. Kecepatan angin normal rata-rata 2

-

4 knodjam.

I

Organosol Gleihumus

Hidrologi

Kawasan TNK merupakan kawasan akuifer daerah air tanah. Kawasan ini

mempunyai peranan penting dalam pengaturan tata air dan sebagai sumber air

utama bagi daerah yang terdapat di sekitamya. Sungai-sungai yang tedapat di

daerah tersebut adaiah Sungai sangatta, Sungai Sangkima, Sungai Kandolo, Sungai Teluk Pandan, Sungai Palakan, Sungai Nyudan, Sungai Putang Salah,

Sungai Buluh, Sungai Sesayap dan Sungai Banumuda. beku

endapan

Batuan beku endapan dan metamorf

3

Bukit dan peg. Lipatan

Pegunungan patahan Podsolik merah kuning

Podsolik, Latosol dan Litosol

(36)

Biotik

Ekosistem

Ekosistem TNK me~pt3kan hutan hujan tropis dataran rendah yang mempunyai vegetasi asli, mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara

umum tipe-tipe ekosistem di dalam kawasan TNK, antara lain (a) Hutan

Dipterocaraceae campuran; (b) Hutan Ulin-Meranti-Kapur; dan (c) Vegetasi hutan

mangrove dan tumbuhan pantai; (d) Vegetasi hutan rawa air tawar; (e) Vegetasi

hutan kerangas; ( f ) Vegetasi hutan tergenang.

Flora

T N K mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, tenltama

keanekaragaman jenis flora. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di kawasan ini

diantaranya meranti (Shorea sp.), Kayu Kapur (Diyobalanops aromatica), kerning

(Dipterocarpus cornutus), ulin (Eusideroxylon zwagerz), merbau (Insfia

palentbanica), bakau-bakau (Rhizophora spp.), tancang (Bruguiera spp.), cemara

laut ( Casuarina equisetifolia), jambu-jambu (Eugenia sp), dll.

Fauna

Keanekaragaman flora di kawasan ini membentuk keanekaragaman habitat

berbagai jenis satwa liar antara lain ; mamalia, reptilia, amfibia, aves, insecta dan

kelompok satwa tak bertulang belakang. Jenis-jenis satwa yang hidup di TNK

antara lain orangutan (Pongo pyg~naeus), bekantan (Nasalis larvatus), Owa-owa

(Hillobates nzueller~), Klossi (Presbytis rubicunda), loriskukang (Nycticebus

coucang), Kera abu-abulwarik (Macaca fascicularis), bangkui (Macaca

nentestrina), Banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus

mutjak) dan kancil (Tragulus javanicus), beruang madu (Helarctos malayanus),

buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya senyulong (Crocodylus schlegelliz).

Jenis-jenis burung antara lain : enggang (Buceros rhinoceros), raja udang

(Halcyon Spp), tiungheo (Graculareligiosa), bangau tong-tong (Leproptilos

(37)

Keberadaan Orangutan di Areal Penelitian

Taman Nasional Kutai (TN Kutai) merupakan hutan hujan dataran rendah

yang menjadi tempat perlindungan bagi orangutan dan satwa besar lainnya di

Kutai Timur dan sekitarnya. Bagian timur kawasan di batasi Selat makasar,

sedangkan sebelah selatan di batasi oleh Kota Bontang, Hutan Lindung Bontang,

Konsesi pertambangan batu bara dan Hutan Tanaman lndstri (HTI), sebelah utara

dibatasi Kota Kabupaten Kutai Timur, Konsesi Pertambangan Batu bara, dan Hak

Pengusahaan Hutan(HPH), demikian juga sebelah barat kawasan merupakan

konsesi HTI.

Eksploitasi batu bara dengan sistem pertambangan terbuka (open minirig)

telah menghapus habitat orangutan dengan tanpa menyisakan vegetasi sedikitpun.

Demikian juga dengan eksploitasi HPH dan pembuatan hutan tanaman atau HTI. Aktivitas eksploitasi tersebut menimbulkan pergerakan orangutan ke sisa-sisa

areal hutan yang masih ada dan relatif aman dari gangguan diantaranya kawasan

TN Kutai.

Pada era sebelum tahun 1997-an distribusi orangutan di TN Kutai tersebar dalam empat habitat utama, yaitu Menamang, Teluk Kaba, Sangkimah dan

Prevab-Mentoko. Orangutan sangat mudah dijumpai, merupakan indikasi

besarnya populasi orangutan di kawasan ini, karena belum ada data yang pasti

berapa ukuran populasi orangutan di kawasan TN Kutai. Menurut Zusuki (1992)

dalam Meijaard dkk. (1999) jumlah individu di Kutai adalah 2 individu per

km2.

Namun dalam perjalanan waktu selanjutnya, tepatnya saat mulai era

refomasi, kawasan TN Kutai mengalami gangguan berupa perambahan,

pencurian kayu, dan tumbuhnya pemukiman dalam kawasan. Sehingga pada pada

beberapa tahun belakangan ini, sangat sulit untuk menemukan orangutan di

(38)

METODE PENELITLAN

Lokasi dan W a k t u Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan Mentoko, Taman Nasional Kutai,

Kalimantan Timur, berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2007

(lampiran 1).

Bahan dan Alat Penelitian

1. Wilayah hutan Mentoko sebagai lokasi penelitian dan 5 ekor orangutan yang terdiri dari 2 jantan dewasa umur muda, 2 tietiria dewasa umur muda dan 1 ekor anak.

2. Alkohol, kantoilg plastik, label keiQs, tali plastik.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi : meteran dengan

panjang 25 meter, binokuler, tustel, GPS, kompas, haga meter, hand counter,

jam, peralatan herbaium, alat tulis.

Parameter~parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini :

1. Jenis pohon dan ketinggian orangutan di atas pohon.

2. Jetris, bagian-bagian pohon yang ditnakan oraagutan.

3. Lama waktu orangutan melakukan aktivitas 4. Waktu orangutan melakukan setiap jeriis aktivitas

5. Pola pergerakan orangutan

(39)

Metode Pengumpulan Data

Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan pendahuluan dilakukan dengan maksud:

1. untuk menemukan orangutan yang akan menjadi fokus pengamatan.

2. Penyesuaian dengan kondisi lapangan, agar orangutan terbiasa dengan

kehadiran pengamat.

Pengamatan Perilaku

1. Pengamatan perilaku dilakukan secara langsung terhadap kegiatan orangutan

yang menjadi fokus pengamatan. Pengamatan ditnulai dari pagi pukul05.30

-

18.30 WITA.

2. Waktu pengamatan dibagi dalam 3 kategori, yaitu Pagi (pukul 05.30

-

10.00 WITA), siang (pukul 10.00

-

14.00 WITA) dan sore (pukul 14.00

-

18.30

WITA), dengan interval pengamatan 10 menit.

3. Pengamatan karakteristik daerah jelajah (tipe vegetasi) dan posisi individu

dalam ruang. Untuk mengetahui posisi pergerakan orangutan, digunakan GPS

(Global Positioning System).

4. Pengamatan posisi individu dalam ruang yaitu ketinggian posisi individu saat

melakukan aktivitas, dibedakan atas : Ketinggian 0-20 meter, 20-30 m, dan 30

meter ke atas.

5. Data ritme individu aktif

Pengamatan bertujuan untuk mengetahui periode waktu aktif, mulai dari

orangutan bangun tidur di pagi hari sampai dengan masuk sarang di sore hari

untuk tidur. Data yang didapatkan dapat menggambarkan apakah aktivitas

yang dilakukan mempakan urut-urutan rutinitas (ritme) dalam dimensi waktu

atau bersifat temporal.

6 . Data penggunaan waktu harian

Pengamatan bertujuan untuk mengetahui alokasi waktu oleh orangutan dalam

(40)

Pengumpulan Data Vegetasi dan Diagram Profii

Data Vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui dominasi

jenis pohon di lokasi penelitian. Metode yang digunakan untuk memperoleh data

vegetasi adalah Metode Petak Tunggal (Soerianegara dan Indrawan 1984).

Petak contoh dibuat sebanyak 2 buah diletakan pada lokasi dimana

kelompoWindividu orangutan beraktivitas. Petak contoh berukuran lebar 40 meter

dan panjang 80 meter. Parameter yang diukur secara langsung di iapangan adalah

nama spesies (lokal dan ilmiah), jumlah individu, diameter pohon pada ketinggian

setinggi dada.

Pengamatan dilakukan terhadap pancang, tiang, dan pohon. Dengan kriteria

sebagai berikut (Kusmana 1995):

1. Pancang : permudaan dengan tinggi 1,s m sampai anakan berdiameter kurang

dari 10 cm.

2. Tiang : pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

[image:40.523.71.485.332.718.2]

3. Pohon : pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.

Gambar 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode petak tunggal

80 m

4---+

I O m Ket :

P

20 m Sub-petak 5

x

5 m untuk pancang
(41)

Diagram Profil. Sketsa dari profil vegetasi sangat berguna untuk

penelitian primata yang meneinpati suatu habitat, karena profil habitat sangat

bermanfaat untuk membuat kesimpulan tentang suatu huhungan antara derajat

kelimpahan satwa dengan tipe habitatnya.

Untuk mendapatkan diagram profil diiakukan pemetaan sebaran jenis pohon, tinggi polio", tifig,& tajilk, tajuk dan

pohon.

Dalain penelitiaji ini

buat dua buah plot masing-masing berukuran 20 x 80 m.

Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dan hasil-hasil penelitian yang

relevan dengan bidang kajian penelitian. Data sekunder meliputi:

1 . Kondisi fisik : letak dan posisi geografis, ikliin, jenis tanah d m topogafi lokasi penelitian.

2. Kondisi biotik ! floiia dan fauna

3. Data-data pendukung lainnya yang dapat memperkuat pembahasan hasil penelitian.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara diskriptif, kuantitatif . . . ..

dan uji Khi-kuadrat.

Analisis Perilaku

Untuk mengetahui hubungan habitat dengan perilaku orangutan digunakan Uji

Khi-kuadrat. Hubungan-hubungan dimaksud diantaranya adalah:

1. Jenis aktivitas dengan posisi dalam ruang (ketinggian pada pohonlvegetasi).

(42)

Hipotesa-hipotesa yang akan diuji, adalah :

1. Hipotesa (No) = Tidak adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang

dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon.

Hipotesa alternatif (HI) = Adanya hubungan antara aktivitas tertentu yang

dilakukan orangutan dengan ketinggian pohon.

2. Hipotesa (IIo) = Penggunaan waktu oleh semua individu adalah sama.

Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu adalah

tidak sama.

3. Hipotesa (NO) = Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas

ketinggian pada pohon adalah sama.

Hipotesa alternatif (HI) = Penggunaan waktu oleh semua individu pada setiap kelas ketinggian pada pohon adalah tidak sama.

Untuk menyji hipotesis no1 (Ho) dengan cara menghitung semua frekuensi

harapan bagi setiap sel.

Pengujian hipotesa menggunakan rumus :

dimana :

Oi = Frekuensi hasil pengamatan ke-i Ei = Frekuensi yang diharapkan

Kaputusan :

Jika XZ~,it,, > XZ

a ,

maka tolak Ho

Jika X2hituns < XZ a

,

maka terima HO

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan menurut rumus sebagai berikut :

a. Kerapatan suatu jenis (K)

Jumlah individu suatu jenis K =

(43)

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR

= Kerapatan suatu jenis

Kerapatan seluruh jenis X 100%

c. Frekuensi suatu jenis (F)

F

'

Jumlah sub-petak ditemukan suatu jenis

Jumlah seluruh sub-petak contoh

d. Dominasi suatujenis (D)

D = Luas bidang dasar suatu jenis

Luas petak contoh

e. Dominasi relatif suatu jenis (DR)

DR = Dominasi suatu jenis

Dominasi seluruh jenis X 100%

*

f. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi seli~ruh jenis X 100%

g. Indeks Nilai Penting (INP)

(44)

Kemudian untuk mengetahui keragaman jenis digunakan indek keanekaragaman

Shannon-Wiener (Pileou 1969; Magurran 1988): lndeks Keanekaragaman (H') :

dimana :

H' = lndeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Shannon Index

of Diversio~)

ni = Indeks Nilai Penting suatu jenis

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orangutan yang menjadi Fokus Penelitian

Pengamatan langsung terhadap aktivitas orangutan menjadi ha1 yang utarna

dalam penelitian ini, karenanya tantangan dirasakan pada awal kegiatan penelitian

adalah usaha untuk menemukan orangutan yang menjadi fokus pengamatan.

Sesuai dengan pendapat Meijaard dan Rijksen (1999), yang menyatakan bahwa

orangutan sangat sulit ditetnukan dan perlu keterampilan yang harus diterapkan

dengan susah payah untuk mendeteksinya. Keterampilan ini antara lain berupa

kernampuan indera penciuman yang tajatn (untuk melacak baunya yang khas),

pendengaran (untuk menangkap bunyi gemerisik gerakan orangutan melalui

dedaunan dan menjatuhkan buah-buahan dan kulitnya dari tajuk yang rapat) dan

penglihatan (terutama gerakan dahan-dahan dan pohon-pohon).

Dalam survey pendahuluan penuiis menjumpai beberapa sarang orangutan,

yang sudah lama (sudah mulai terdekomposisi) maupun yang masih relatif baru

(umur kurang dari 1 minggu). Sarang dijumpai berada pada pohon ulin

(Etrsidcro.rylon nvagori) dan pohon kenanga. Baik sarang lama maupun baru

meaunjukan bahwa sebelutnnya ada orangutan di lokasi setempat. Sarang yang

masih barn semakin memperkuat indikasi adanya orangutan di lokasi penelitian.

Selain terdapat beberapa sarang, di lokasi penelitian dijumpai juga beberapa

pohon yang sedang berbuah, diantaranya adalah pobon laban (Vitex pubescons).

Buah laban berukuim kecil dan ketas, oleh karenanya adanya buah laljari sangat

efektif untuk menditeksi dan menemukan keberadaan orangutan, karena saat

orangutan mengunyah buah laban akan menimbulkan suara (Itlerliuk

...

lilethiik)

yang keras yang bergema hingga puluhan meter ke wilayah sekitarnya. Selain itu

laban berbuah dalam j~umlah yang banyak beiiikuran kecil berupa buali batu

dengan endokarp yang keras tersusun pada malai atau tandan yang menggarpu

sehingga saat oraiigutan inemetik tandan buah, banyak buahnya yang terjatuh

(46)
[image:46.523.133.399.77.277.2]

Gambar 4a. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada pohon Kenanga (Cananga odorata)

-

sarang lama..
(47)

Dengan adanya buah laban ini, pada tanggal 25 Mei 2007 penulis

menemukan 2 ekor orangutan pada pohon yang sama, masing-masing jantan dan

betina. Orangutan Jantan dan Betina ditemukan berpasangan. Selanjutnya

ormgutail y m g menjadi obyek pengalllatan iiii dibeci nama Dewa dan Dewi.

Kemudian pada tanggal 26 Mei 2007 dijumpai lagi 2 ekor orangutan betina

induk dan anakhya berkelai~~ih jaiitan, kedua orangutan iiiduk d a i ~ anaknya ini

diberi nama Ayu dan Tole. Disusul dua hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 28

Mei 2007 kembali ditemukaii I ekor orangutan jantan dewasa yang solitel; sebagai obyek pengamatan orangutan ini diberi nama Surya. Jumlah jam

pengatnatan dalaili penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

I

Avu

/

Betina dewasa-induk

I

182.87

1

27-05 sld 10-06-2007

1

Tabel 3. Jumlah Jam Pengamatan Orangutan di Mentoko

-

TN Kutai.

I

Tole

I

Jantan mak

I

182.87

1

27-05 sld 10-06-2007

1

Nama

Orang- utan Dewi Dewa

/

Surva

/

Jantan dewasa

1

109.83

/

29-05 sld 06-06-2007

1

I

Jurnlah

I

790.29

1

I

Jenis Kelamin dan kelas Umur

Betina dewasa Jantan dewasa

Pendugaan umur orangutan merujuk pada penggolongan umur yang

dilakukan Galdikas (1978) terhadap orangutan di Tanjung Puting-Kalimantan Jumlnh Jam

Pengamatan

156.52 158.20

Tengah, seperti dapat dilihat pada Tabei 4.

Tanggal Pengamatan

26-05 sld 07-06-2007 26-05 s/d 07-06-2007

Tabel 4. Penggolongan Umur Orangutan

Jenis KelaminKaraf perkembangan/Umur/Berat

Ian pipi, kantong le- her, kerapkali ber- janggut, kadang perkiraan

-

Jantan

-

Dewasa umur muda -15 sld 35 tahun

-

Diatas 50 kg

Sfat tingkah Iaku

Menyuarakan serum panjang, hidup soliter kecuali bila berpasangan dengan betina tanggap seksual.

Sifat morfologi

I

-

Betina

-

Dewasa umur muda

-

12

s/d

35

hhun

-30sJd50 kg

Biasanya telah beranak dan diikuti anaknya; ber- pasangan dengan jantan selama masa estrus;

[image:47.523.67.472.296.735.2]
(48)

Wajah masih lebih putih daripada hew- an tua, tetapi lebih gelap daripada bayi; bercak-bercak ~ u t i h

-

J a n t a n

-An&

-

4

s/d

3

tahun

- 5

sfd

2 0 k g

-

-

I

masih menyusu

*.

I

juga makin kabur. Sumber : Galdikas (1978)

kadang-kadang berpindah bersama betina lain danl atau hewan taraf muda. Biasanya berpindah ber- sama, tetapi terlepas dari badan induk, kadang- Kadang menggunakan sa- rang berasama induknya:

Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan

K o m p o s i s i Jenis dan Struktur Vegetasi

U n t u k mendeskripsikan habitat orangutan dilakukan analisis vegetasi pada

k a w a s a n hutan Mentoko. Dari hasil analisis vegetasi didapatkan 51 jenis pohon

yang t e r c a k u p dalam 25 famili, 36 jenis tiang dari 19 famili dan 39 jenis pancang

dari 2 2 famili.

Jenis pohon yang paling banyak ditemukan di habitat orangutan adalah ulin (Et~sideroxylon zwagerz), Sengkuang (Draconramelan daa), laban (Virex

plibescens), medang (Litsea sp.), Bayur (Pterospermzrm divers~olitrm), dan

M a l i g a r a (Dillenia bomeensis). Indeks Nilai Penting beberapa jenis pohon

d o m i n a n disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 . Vegetasi Tingkat Pohon dominan pada Habitat Orangutan di Mentoko

-

[image:48.523.64.466.48.744.2]
(49)

Pada tingkat tiang dan pancang didominasi oleh kenanga (Cananga

odorata), sengkuang (Draconromelon duo), sumpa labu (Mallotus sp.), jerenjang

Jerenjang (Polyaltia sp.), laban (Vitex pubescens), medang (Litsea sp.)dan ulin

(Eusiderowylon zwageri). Seperti dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Vegetasi Tingkat Tiang dan Pancang dominan pada Habitat Orangutan

Perbadingan pada beberapa jenis antara pancang dan tiang relatif tinggi

seperti pada kenanga, laban, jerenjang sumpa labu dan sengkuang. Pada tingkat

tumbuhan pancang menunjukan jumlah yang besar nalnun pada tingkat tiang jenis

yang sama terdapat dalam jumab yang kecil. Hal ini menunjukan bahwa tingkat

pancang mengadakan persaingan yang kuat, kondisi ini diperkuat dengan tidak

dijumpai satu jenis tumbuhan pada tingkat pancang yang mengelompok.

Kemungkinan biji-biji yang terdapat dibawah pohon induknya mengalami

persaingan yang kuat dari individu-individu lain dari jenis yang sama. Karena keadaan lingkungan biotik dan fisik yang dibutuhkan pada umumnya sama

dengan keadaan lingkungan di bawah pohon induk.

Lingkungan mempengaruhi regenerasi jenis tumbuhan di hutan ti-opika.

Faktor iklim seperti temperatur, kelembaban, curah hujan dan sinar matahari

merupakan faktor yang memnpengaruhi. Mildbread (1930) dalam Richard (1952) mengemukakan bahwa sedikitnya penyinaran di permukaan bawah hutan tropika

dapat menghalangi pertumbuhan dari anakan atau membunuh kecambah. Masa penekanan pada tingkat semai merupakan masa-masa yang lama dan sulit bagi

suatu tumbuhan, dengan harus melampaui periode yang berbahaya. Lebih lanjut Jenis Pohon

Kenanga (Cananga odorata)

Pancang Kerapatan mp

per ha

/

(50)

menurut Richard (1952) suatu jenis tumbuhan membutuhkan cara yang optimal

untuk dapat bertahan pada masa tingkat semai.

Sinaga (1992) menyatakan bahwa habitat orangutan di Bahorok didominasi

oleh jenis-jenis pohon damar laut

Gambar

Grafik Ketinggian Sarang Ayu dan Surya ........................................
Gambar 3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan analisis vegetasi dengan metode petak
Gambar 4a. Sarang Orangutan di Mentoko-TN Kutai dibangun pada -
Tabel 4. Penggolongan Umur Orangutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Bupati Bantul Nomor 2 A Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (Berita Daerah Kabupaten Bantul

[r]

[r]

Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap pada penderita skabies tentang penyakit skabies di desa Geneng Sari kecamatan Kemusu kabupaten

Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa pemberian irigasi tetes secara tidak langsung meningkatkan integritas dinding sel dengan meningkatnya serapan Ca ke buah sehingga ekskresi

Penggunaan shear connector bambu bertujuan untuk menambah kemungkinan plat bekerja sebagai satu kesatuan (monolit) yang dapat dibuktikan dengan hasil eksperimental yang

a) Fungsi pelaporan adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah atau instansi yang berwenang dalam memantau dan mengevaluasi pemanfaatan ruang