commit to user
PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
TATAK EKO YULIANTO
NIM. E0006238
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PENGESAHAN PENGUJIPenulisan Hukum (Skripsi)
PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE
oleh :
Tatak Eko Yulianto NIM. E 0006238
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 20 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1.Yudho Taruno M, S.H, M.Hum : ...
NIP. 19770107 200501 1 001 Ketua
2.Djuwityastuti, S.H., M.H. : ...
NIP. 19540511 198003 2 001 Sekretaris
3.Munawar Kholil, S.H., M.Hum : ...
NIP. 19681017 199403 1 003 Anggota
Mengetahui : Dekan,
commit to user
PERNYATAANNama : Tatak Eko Yulianto
NIM : E0006238
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : ”PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL MENGGUNAKAN E-COMMERCE MELALUI
ARBITRASE”adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Mei 2011 yang membuat pernyataan
commit to user
ABSTRAKTatakEkoYulianto, E0006238. PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE. FakultasHukumUniversitasSebelasMaret Surakarta. 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa transaksi
bisnis internasional e-commerce melalui arbitrase yaitu mengenai dasar
pengaturan yang digunakan dalam penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional e-commerce di Indonesia, hukum yang berlaku dalam
penyelesaian sengketa transaksi bisnis e-commerce melalui arbitrase dan
ketentuan pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif untuk menemukan jawaban atas isu hukum mengenai penyelesaian sengketa transaksi bisnis e-commerce melalui arbitrase. Pendekatan penelitian yang digunakan meliputi pendekatan undang-undang. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi kepustakaan untuk selanjutnya dianalisis dengan teknik silogisme dan interpretasi.
Hasil penelitian diperoleh bahwa dalam pengaturan penyelesaian sengketa transaksi bisnis e-commerce di Indonesia menggunakan beberapa prinsip yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan yaitu, prinsip kesepakatan para pihak yang terdapat dalamPasal 4 ayat (1) Undang-Undang APS, prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UU ITE, prinsip kebebasan memilih hukum yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) UU ITE dan Pasal 56 ayat (2) UU APS, prinsip itikad baik terdapat dalam KUHPerdata Pasal 1338 ayat (3), prinsip pengedepanan penyelesaian sengketa menggunakan Hukum Nasional terdapat dalam Pasal 2 UU ITE. Hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa transaksi bisnise-commerce melalui arbitrase, dalam UU ITE pada dasarnya dikembalikan pada kebebasan para pihak dan jika para pihak tidak menentukan maka hukum yang berlaku dikembalikan ke asas-asas Hukum Perdata Internasional. Mengenai putusan arbitrase asing di Indonesia sepenuhnyadiaturdalamUndang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dimana putusan tersebut harus didaftarkan kePengadilan Negeri Jakarta Pusat.
commit to user
ABSTRACTTatak Eko Yulianto, E0006238. DISPUTE SETTLEMENT OF
TRANSACTION INTERNATIONAL BUSINESS E-COMMERCE THROUGH ARBITRATION. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. 2011.
This study aims to find the dispute settlemen transaction internasional business e-commerce trough arbitration about the principles used in dispute resolution business transactions using e-commerce, laws that apply in the dispute resolution business e-commerce transactions with arbitration and enforcement of foreign arbitration in Indonesia.
This research is a normative laws that are prescriptive to find answers to legal issues regarding dispute resolution business e-commerce transactions through arbitration.The approach used in this research include law approach. Type of data used are secondary data. Secondary data sources used include the primary legal materials, secondary legal materials and legal materials tertiary. Data collection techniques being used are literature studies were subsequently analyzed by syllogism technique and interpretation.
The results showed that in international business transactions using e-commerce in Indonesia there are some principles concerning the settlement of disputes arbitrationnamely, the principle agreement of the parties in Article 4 clause (1) of Act APS, the principle of freedom to choose the ways of dispute resolution in Article 18 clause (4) of Act ITE, the principle of freedom of choice of law in Article 18 clause (2) of Act APS and Article 56 clause (2) of the Act APS,the principle of good faith inCivil Code Section 1338 subsection (3), the
principle preposing settlement of disputes using the National
Lawinparties contained in Article 2 of Act ITE. Applicable law in dispute settlement business e-commerce transactions through arbitration, in the of Act ITE basically returned to the freedom of the parties and if the parties do not specify the applicable law is returned to the principles of Private International Law. Applicable law in e-commerce transactions is the law of the seller and this is in line with the theory of the Most Characteristic Connection, where the law of the seller assumed to have the most distinctive achievement (characteristics). Regarding the foreign award is fully regulated in of Actno. 30 of 1999 in which the decision shall be registered with the Central Jakarta District Court.
commit to user
HALAMAN MOTTOKetahuilah, kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan berkelana enam perkara, yaitu : cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk/bimbingan
guru, dan waktu yang lama (Ali bin Abi Thalib)
Carilah ilmu dengan sungguh-sungguh sampai kamu merasakan nikmatnya mencari ilmu, dan tetaplah mempelajarinya dengan cara yang terpuji.
commit to user
PERSEMBAHANPenulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :
Orang tua penulis Bpk. Slamet Siswo Harjono dan Ibu Hartini yang tak kenal lelah mendidik, membimbing, memberi kritik yang membangun dan memberikan pendidikan yang terbaik serta do’a yang tak pernah terputus
bagi penulis.
Kedua adiku Totok Siswanto dan BimaTri Atmojo yang selalu berbagi kebahagiaan dengan penulis.
Setyo Wardani atas doa dan motivasinya yang telah membuat semangat yang takkunjung padam bagi penulis.
Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis, yang telah memberi kesan mendalam bagi penulis akan berharganya hidup ini
commit to user
KATA PENGANTARAssalamualaikumWr. Wb.
Pujisyukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segalakarunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul
:”PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE”. Penulisan Hukum ini bertujuan
untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi)
initidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata dan
Pembimbing I penulis yang telah memberikan bimbingan, nasehat, semangat,
arahan, bantuan dan selalu menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk
penulis berkonsultasi dengan tangan terbuka.
3. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing II penulis yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, semangat, arahan, bantuan dan selalu
menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi
dengan tangan terbuka.
4. Sabto Hermawan, S.H. selaku Pembimbing Akademik penulis di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Segenap Pimpinan Fakultas hukum, Dosen dan seluruh Staff Administrasi
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Slamet Siswo Harjono dan Ibu Hartini
commit to user
mendoakan, mendidik, dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala
hal yang terbaik bagi diri penulis, yang semua itu tak akan habis diungkapkan
dengan kata-kata, tak dapat tergantikan, dan tak ternilai dengan apapun.
7. Untuk kedua Adiku Totok Siswanto dan Bima Tri Atmojo yang selalu
memberikan semangat bagi penulis.
8. Untuk Setyo Wardani yang telah selalu menemani dan memberikan dukungan
baik moril dan spirituil meskipun terpisah jarak. Semoga hari esok akan terus
lebih baik.
9. Teman-teman Ari, Qomar, Andri Kurnia, SFC Mania (Made,Wayan dkk),
LPM NOVUM FH UNS (Dedi, Yoyo dkk), Yolanda FC (Ponggih dkk),Wild
Hogs(Othonk dkk) dan Justitia 2006 terima kasih atas warna dan silaturahmi
selama perjalanan pendidikan di Fakultas Hukum. Semoga ini menjadi awal
dari kehidupan yang lebih dewasa.
10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan
saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi
diri pribadi penulis maupun para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
commit to user
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN` ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
a. Latar Belakang Masalah ... 1
b. Rumusan Masalah ... 5
c. Tujuan Penelitian ... 5
d. Manfaat Penelitian ... 6
e. Metode Penelitian ... 7
f. Sistematika Penulisan Hukum ... 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Kerangka Teori... 12
1. Tinjauan Umum tentangBisnis Internasional ... 12
a. Pengertian Bisnis Internasional ... 12
b. Dasar Hukum Bisnis Internasional ... 14
2. Tinjauan Umum tentang Electronic Commerce ... 18
a. Peristilahan Electronic Commerce ... 18
commit to user
c. Mekanisme Transaksi Electonic Commerce
d. dan Waktu Terjadinya Kontrak ... 20
e. Karakteristik Transaksi E-Commerce ... 24
f. Jenis-jenis Transaksi Electonic Commerce ... 26
g. Pihak-pihak dalam Transaksi Electronic Commerce 28 h. Pengaturan Electronic Commerce dalam Bisnis Internasional ... 29
i. Sengketa Electronic Commerce ... 34
j. Pilihan Hukum Penyelesaian Electronic Commerce 3. Tinjauan tentang Arbitrase ... 37
a. Pengertian Arbitrase ... 37
b. Sejarah Arbitrase ... 41
c. Badan Arbitrase Asing ... ` 49
d. Prosedur Penggunaan Arbitrase ... 50
e. Prinsip-Prinsip Arbitrase ... 54
B. Kerangka Pemikiran ... 56
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Dasar Pengaturan yang Digunakan dalam Pengaturan Penyelesaian Sengketa Transaksi Bisnis Internasional E-commerce di Indonesia ... 58
B. Pilihan Hukum yang Berlaku dalam Penyelesaian Sengketa Transaksi Bisnis E-commerce Melalui Arbitrase ... 69
C. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi dan Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional ... 90
BAB IV : Kesimpulan dan Saran ... 97
A. Kesimpulan ... 97
B. Saran ... 98
commit to user
DAFTAR TABELTabel1. Prinsip-prinsip penyelesaian sengketa bisnis internasional yang menggunakan e-commerce dan pengaturan hukumnya di
commit to user
DAFTAR BAGANBagan 1. Kerangka Pemikiran... 56
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perdagangan merupakan salah satu sektor jasa yang menunjang kegiatan
ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Indonesia dengan
ekonominya yang bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi sekaligus guna memelihara kemantapan
stabilitas nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna merealisasikan
pertumbuhan ekonomi adalah melalui proses pengintegrasian antara sistem
perekonomian, termasuk perdagangan dengan perkembangan teknologi informasi.
Pada permulaan abad ke- 20, salah satu penemuan besar di bidang teknologi
informasi yang sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian adalah
ditemukannya internet (Interconnection Networking), sebagai media komunikasi
yang cepat dan handal. Sistem perdagangan dengan memanfaatkan internet telah
mengubah wajah dunia bisnis dari pola perdagangan tradisional kebentuk yang
lebih modern, yaitu secara virtual. Mengenai hal ini Alinafiah dan Prasetyo
menyatakan e-commerce lahir selain disebabkan oleh adanya perkembangan
teknologi informasi, juga karena tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang
serba cepat, mudah, praktis, dan menghendaki kualitas lebih yang baik
(http//:perkembanganinternet.mkn.com: diakses tanggal 15 Agustus 2010).
Negara-negara maju, perkembangan e-commerce di Indonesia dari waktu ke
waktu menunjukan peningkatan yang sangat signifikan, sekalipun dibandingkan
dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Pasifik, seperti Malaysia,
Filipina, Singapura, Australia, Taiwan, perkembangan penggunaan internet di
commit to user
Teknologi internet memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perdagangan global dalam hal layanan (service). Kondisi ini disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain (Ahmad Yahya Zein, 2008:45):
1. Electronic commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak
pelanggan dan setiap saat pelanggan dapat mengakses seluruh informasi yang
terus menerus.
2. Electronic commerce dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara
cepat dan tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan berlangsung
secara periodik.
3. Electronic commerce dapat menciptakan efisiensi yang tinggi, murah serta
informatif.
4. Electronic commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan
pelayanan yang cepat, mudah, aman dan akurat.
Transaksi perdagangan melalui internet sangat menguntungkan banyak
pihak, sehingga transaksi perdagangan ini sangat diminati, tidak saja bagi
produsen tetapi juga konsumen. Bagi konsumen electronic commerce telah
mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkan, sedangkan
bagi produsen, electronic commerce telah mempermudah proses pemasaran suatu
produk. Michael Pattison mengemukakan, sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar
Munir yang menyatakan (Abu bakar Munir, 2003:67): There are several
features,which distinguish electronic commerce from business conducted by
traditional means. In particular:
1. Electronic commerce establishes a global market-place, where traditional
geographic boundaries are not only ignored, they are quite simply irrelevant.
2. Electronic commerce allows business to be conducted anonymously.
3. Rather than direct selling between parties, electronic commerce requires
business to be conducted through the use of intermediaries of unknown
trustworthiness. This means that the transactions are inherently insecure.
Penggunaan internet dalam transaksi bisnis menjanjikan berbagai kemudahan,
hal ini tidak berarti e-commerce adalah suatu sistem yang bebas dari
commit to user
berbagai permasalahan, khususnya bagi negara yang belum sepenuhnya mampu
menguasai teknologi tersebut, seperti halnya Indonesia. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh sebuah lembaga internasional, telah banyak kasus yang merugikan
konsumen sebagai akibat dari penggunaan media internet dalam transaksi
perdagangan, sebagai contoh satu dari setiap sepuluh kasus pengiriman barang
dapat dipastikan terlambat atau tidak sampai kepada konsumen, dua orang
pembeli (buyers) dari Hongkong dan Inggris menunggu sampai lima bulan untuk
mendapatkan refund (pembayaran kembali) dari barang yang dibeli tapi tidak
sesuai dengan pemesanan dan barangnya tidak dikirim, banyak penjual (suppliers
atau sellers) yang tidak mampu memberikan kuitansi atau bukti transaksi dan
lain-lain (http://rmarpaung.tripod.com//ElectronicCommerce.doc, diakses: 28 Agustus
2010).
Kondisi ini tentunya akan merugikan baik bagi produsen terlebih konsumen
yang memiliki posisi tawar (bargaining position) lebih rendah. Hal yang sama
dikemukakan Riyeke Ustadiyanto saat menyatakan besarnya nilai transaksi
electronic commerce di dunia masih dibayangi masalah “kurang amannya”
(unsecure) transaksi online ini. Internet telah menimbulkan berbagai masalah
terutama yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan hukum yang
mengatur transaksi tersebut (Riyeke Ustadiyanto, 2002:93).
Apabila permasalahan-permasalahan di atas tidak segera diselesaikan secara
memadai tidak tertutup kemungkinan kepercayaan masyarakat pada sistem
e-commerce akan hilang, akibatnya pertumbuhan ekonomi akan berjalan lambat.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh guna menyelesaikan masalah-masalah di
atas adalah dengan digunakannya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif,
efisien, disertai biaya murah. Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa yang
efektif, efisien serta berbiaya murah merupakan hal yang tidak dapat
ditunda-tunda lagi realisasinya guna terwujudnya kepercayaan para pihak (produsen atau
merchant dan konsumen) pada sistem electronic commerce (http :// www.hukum
online.com, Makalah Ahmad Zakaria atau J: arbitrase %20onlineatau
commit to user
Pentingnya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, efisien, dan
berbiaya murah agar segera diterapkan, dilatarbelakangi kenyataan bahwa
transaksi electronic commerce sangat rentan terhadap lahirnya berbagai sengketa
ataumasalah diantara para pihak, sebagai akibat dari saling berjauhannya domisili
para pihak yang bertransaksi serta bahasa, budaya dan sistem hukum yang
berbeda serta adanya keinginan untuk menyelesaikan setiap sengketa melalui
mekanisme penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution)
dalam hal ini arbitrase, dilatarbelakangi masih banyaknya ditemukan berbagai
kelemahan dari penyelesaian sengketa melalui sistem peradilan (litigasi), seperti
(Yahya Ahmad Zein, 2009:67):
1. litigasi memaksa para pihak bberada pada posisi yang ekstrim dan
memerlukan pembelaan (advocacy);
2. litigasi mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, sehingga
mendorong para pihak untuk melakukan penyelidikan terhadap
kelemahan-kelemahan pihak lainnya;
3. proses litigasi memakan waktu yang lama dan memakan biaya yang mahal;
4. hakim seringkali bertindak tidak netral dan kurang mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan yang mendasari penyelesaian suatu masalah hukum baru.
Kelemahan di atas jelas bahwa penyelesaian melalui jalur peradilan atau
litigasi sangat berlawanan dengan hakikat dari electronic commerce sebagai suatu
sistem perdagangan virtual (maya) yang membutuhkan sistem yang efektif dan
efisien. Mekanisme penyelesaian sengketa (bisnis) yang sifatnya konvensional
atau tradisional sangat dibatasi oleh letak geografis dan hukum tempat aktivitas
bisnis dilakukan. Penentuan mengenai hukum serta pengadilan (yurisdiksi)
manakah yang berwenang memeriksaatau mengadili suatu sengketa, sering
menjadi masalah pada saat para pihak akan membuat suatu kontrak, sekalipun
akhirnya, dalam transaksi konvensional penentuan hukum mana yang akan
berlaku relatif lebih mudah ditentukan.
Kondisi di atas sangat berlainan pada saat transaksi perdagangan terjadi di
dunia maya (cyberspace), pertanyaan yang sering timbul adalah hukum serta
commit to user
sengketa di antara para pihak, sedangkan dalam cyberspace setiap interaksi tidak
dibatasi oleh batas wilayah (borderless). Oleh karena itu, adanya kebutuhan
terhadap suatu lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan setiap sengketa bisnis
(e-commerce) merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda lagi pelaksanaannya.
(Imamulhadi, 2001:80).
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di bidang
e-commerce melalui arbitrase persoalan yang mungkin muncul adalah mengenai
hukum yang berlaku mengingat transaksi dilakukan melalui media internet.
Dari uraian diatas penulis mencoba untuk mengangkat persoalan mengenai
PENYELESAIAN SENGKETA TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE.
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan, yaitu:
1. Apa yang menjadi dasar pengaturan penyelesaian sengketa transaksi bisnis
internasional e-commerce di Indonesia?
2. Pilihan hukum manakah yang dapat digunakan dalam penyelesaiaan sengketa
transaksi bisnis internasional e-commerce melalui arbitrase?
3. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian disini ialah penelitian berkenaan dengan maksud penulis
melakukan penelitian, terkait dengan perumusan masalah dan judul Penulis
mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Tujuan
itu berupa tujuan secara obyektif dan tujuan secara subyektif. Tujuan penelitian
commit to user
1. Tujuan Obyektifa. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan dalam pengaturan
penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional e-commerce di
Indonesia.
b. Untuk mengetahui pilihan hukum di Indonesia yang berlaku dalam
penyelesaiaan sengketa transaksi bisnis internasional e-commerce melalui
arbitrase.
c. Untuk mengetahui pelaksanan putusan arbitrase asing di Indonesia.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis di bidang hukum
serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktik di lapangan
Hukum Perdata, khususnya Hukum Bisnis dan Teknologi Informasi.
b. Untuk mengetahui kemampuan penulis dalam meneliti di bidang ilmu
hukum khususnya Perdata.
c. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan
Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
D. Manfaat Penelitian
Setiap peneltian selalu diharapkan dapat memberi manfaat pada berbagai
pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
dan hukum perdata pada khususnya.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur
dalam dunia kepustakaan tentang penyelesaian sengketa transaksi bisnis
internasional e-commerce melalui arbitrase.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap
commit to user
2. Manfaat Praktisa. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah sekaligus mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Memberikan wawasan dan pengetahuan hukum bagi masyarakat luas
terkait dengan penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional
e-commerce melalui arbitrase.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,
teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35). Dua syarat utama yang harus
dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dahulu memahami konsep
dasar ilmu pengetahuan yang berisi (sistem dan ilmunya) dan metodologi
penelitian disiplin ilmu tersebut (Johny Ibrahim, 2006:26). Penelitian hukum
berisi konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan dalam suatu penelitian
memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta
temuan-temuannya tidak terjebak dalam relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim,
2006:28).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini menggunakan
metode penulisan sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan
hukum ini adalah penelitian normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian hukum normatif menurut adalah suatu prosedur penelitian ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006:57). Penelitian hukum normatif memilki
commit to user
yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang
fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan
sekunder (Johnny Ibrahim, 2006:44).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum
itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif dan
terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum, dan norma-norma hukum. Sifat preskriptif keilmuan hukum ini
merupakan sesuatu yang subtansial di dalam ilmu hukum. (Peter Mahmud
Marzuki, 2008:22).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, didalam penelitian hukum terdapat
beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam
penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (statue approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan
konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93).
Penulis akan menggunakan pendekatan Undang-Undang (statue approach)
dari kelima pendekatan penelitian hukum tarsebut.
Peneliti menggunakan pendekatan Undang-Undang (statue approach)
dilakukan dengan menelaah Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan permaslahan hukum yang sedang ditangani, untuk menelaah
unsur filosofis adanya suatu peraturan perUndang-Undangan tertentu yang
kemudian dapat disimpulkan ada atau tidaknya benturan filosofis antara
Undang-Undang dengan isu hukum yang ditangani (Peter Mahmud
Marzuki, 2008:93-94), penelitian ini yang ditelaah yaitu Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
commit to user
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum yang
dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri
dari perUndang-Undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perUndang-Undangan dan putusan hakim, sedangkan bahan
hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi, yang meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan
pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141).
Bahan hukum primer yang digunkan oleh penulis dalam penelitian ini
antara lain:
a. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi
Elektronik.
b. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
d. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Arbitrase Asing.
Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis antara lain:
a. Black Law Dictionary (kamus hukum)
b. Buku-buku tentang E-commerce, Arbitrase dan Transaksi Bisnis
Internasional.
c. Jurnal-jurnal Hukum tentang E-commerce, Arbitrase dan Transaksi
Bisnis Internasional.
5. Teknik Pengumpulan bahan hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan sebagai
sumber di dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan
bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perUndang-Undangan,
commit to user
dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan
hukum penunjang di dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis
Penelitian ini berusaha untuk mengerti atau memahami gejala yang
diteliti utuk kemudian mendiskripsikan data-data yang diperoleh selama
penelitian, yaitu apa yang tertera dalam bahan-bahan hukum yang relevan
dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah
disinggung diatas.
Metode penalaran yang dipilih oleh penulis adalah metode penalaran
deduktif, yaitu hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada
keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini, penulis mengkritisi teori-teori
ilmu yang bersifat untuk kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan
isu hukum yang diteliti atau dianalisis, yaitu mengenai penyelesaian
sengketa bisnis internasional e-commerce melalui arbitrase.
[image:24.612.152.508.176.460.2]F. Sistematika Penulisan Hukum
Gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum, serta
untuk mempermudah pemahaman berkaitan seluruh isi penulisan hukum ini, maka
penulis menyajikan sistematika penulisan hukum ini yang terdiri dari empat bab.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini terdiri dari subbab-subbab yaitu latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum. Bab pertama ini
merupakan awal yang menjadi dasar, bahan pertimbangan, serta
patokan dari penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab II ini mengenai Tinjauan Pustaka berisi subbab Kerangka Teori
dan subbab Kerangka Pemikiran. Kerangka Teori ini memuat berbagai
commit to user
para pembacanya. Tinjauan pustaka ini diawali dengan menjelaskan
pengertian bisnis internasional dan dasar hokum bisnis internasional.
Tinjauan kedua mengenai e-commerce yang di dalamnya memuat
pengertian e-commerce, mekanisme transaksi e-commerce, jenis-jenis
transaksi e-commerce, pihak-pihak dalam transaksi, pengaturan
internasional mengenai e-commerce, sengketa e-commerce. Tinjauan
yang ketiga yaitu mengenai arbitrase yang terdiri dari pengetian
arbitrase, sejarah arbitrase, nama-nama badan arbitrase asing, prosedur
penggunaan dan prinsip-prinsip arbitrase.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bab inti dan bab yang paling penting. Memaparkan
dan menjabarkan hasil penelitian yang kemudian dengan analisis
menghasilkan pembahasan atas pokok permasalahan yang dituju. Bab
ini dimulai dengan dasar pengaturan penyelesaian sengketa transaksi
bisnis internasional e-commerce di Indonesia, pemilihan hukum yang
digunakan dalam penyelesaian sengketa e-commerce dan peleksanaan
dan pembatalan arbitrase asing di Indonesia.
BAB IV : PENUTUP
Bab Penutup adalah bab terakhir, yang memuat kesimpulan dan saran.
Kesimpulan harus tetap merujuk pada pokok rumusan masalah yang
ditarik intinya dari hasil analisis pada pembahasan. Saran lebih
bersifat universal yang memunculkan ide untuk menciptakan keadaan
commit to user
BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Bisnis Internasional a. Pengertian Bisnis Internasional
Bisnis Internasional merupakan kegiatan perdagangan yang
melibatkan negara lain, berikut definisi beberapa sarjana mengenai bisnis
internasional sebagaimana dikutip dalam bukunya Gunawan Wijaya,
antara lain (Gunawan Wijaya, Ahmad Yani, 2003:13):
1) Ball, Mc Culloch, Frantz, Geringer, Minor, “Bisnis yang kegiatannya
melampaui batas Negara. Definisi tersebut mencakup perdagangan
internasional. pemanufakturan diluar negeri juga industri
jasa diberbagai bidang seperti transportasi, pariwisata, perbankan,
periklanan, konstruksi, perdagangan eceran, perdagangan besar dan
komunikasi massa.
2) Charles WH Hill, ”Perusahaan yang terlibat dalam perdagangan
maupun investasi internasional”.
3) Daniels, Radebaugh & Sullivan, “Semua transaksi komersial baik oleh
swasta maupun pemerintah diantara 2 negara atau lebih”.
Bisnis internasional secara umum merupakan kegiatan bisnis yang
dilakukan melewati batas - batas suatu negara. Transaksi bisnis seperti ini
merupakan transaksi bisnis internasional atau transaksi bisnis yang
dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang sering disebut
sebagai bisnis internasional (International Trade). Dilain pihak transaksi
bisnis itu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan
perusahaan lain atau individu di negara lain disebut pemasaran
internasional (International Marketing). Pemasaran internasional inilah
yang biasanya diartikan sebagai bisnis internasional, meskipun pada
dasarnya terdapat dua pengertian, sehingga kita dapat membedakan adanya
commit to user
1) Perdagangan Internasional (International Trade)
Perdagangan internasional yang merupakan transaksi antar
negara itu biasanya dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan
cara ekspor dan impor. Transaksi ekspor dan impor yang terjadi akan
menimbulkan neraca perdagangan antar negara atau Balance of Trade.
Suatu egara dapat memiliki surplus neraca perdagangan atau devisit
neraca perdagangannya. Neraca perdagangan yang surplus
menunjukan keadaan dimana negara tersebut memiliki nilai ekspor
yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor yang dilakukan dari
negara partner dagangnya. Neraca perdagangan yang mengalami
surplus ini mengakibatkan apabila keadaan yang lain konstan maka
aliran kas masuk ke negara itu akan lebih besar dengan aliran kas
keluarnya ke negara partner dagangnya tersebut. Besar kecilnya aliran
uang kas masuk dan keluar antar negara tersebut sering disebut
sebagai neraca pembayaran atau Balance of Payments. Neraca
pembayaran yang mengalami surplus ini sering juga dikatakan bahwa
negara ini mengalami pertambahan devisa negara. Sebaliknya apabila
negara itu mengalami devisit neraca perdagangannya maka berarti
nilai impornya melebihi nilai ekspor yang dapat dilakukannya dengan
negara lain tersebut, sehingga negara tersebut akan mengalami devisit
neraca pembayarannya dan akan menghadapi pengurangan devisa
negara.
2) Pemasaran International (International Marketing)
Pemasaran internasional yang sering disebut sebagai bisnis
internasional (International Bussines) merupakan keadaan dimana
suatu perusahaan dapat terlibat dalam suatu transaksi bisnis dengan
negara lain, perusahaan lain ataupun masyarakat umum di luar negeri.
Transaksi bisnis internasional ini pada umumnya merupakan upaya
untuk memasarkan hasil produksi di luar negeri. Persoalan semacam
ini memungkinkan pengusaha tersebut akan terbebas dari hambatan
commit to user
impor. Dengan masuknya langsung dan melaksanakan kegiatan
produksi dan pemasaran di negeri asing maka tidak terjadi kegiatan
ekspor impor. Produk yang dipasarkan itu tidak saja berupa barang
akan tetapi dapat pula berupa jasa. Transaksi bisnis internasional
semacam ini dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain :
a) Licencing
b) Franchising
c) Management Contracting
d) Marketing in Home Country by Host Country
e) Joint Venturing
f) Multinational Coporation (MNC)
Semua bentuk transaksi internasional tersebut diatas akan
memerlukan transaksi pembayaran yang sering disebut sebagai Fee.
Dalam hal itu negara atau Home Country harus membayar sedangkan
pengirim atau Host Country akan memperoleh pembayaran fee
tersebut. Pengertian perdagangan internasional dengan perusahaan
internasional sering dikacaukan atau sering dianggap sama, akan
tetapi seperti dalam uraian diatas sebenarnya berbeda. Perbedaan
utama terletak pada perlakuannya dimana perdagangan internasional
dilakukan oleh negara sedangkan pemasaran internasional adalah
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Pemasaran
internasional juga menentukan kegiatan bisnis yang lebih aktif serta
lebih progresif dari pada perdagangan internasional.
b. Dasar Hukum Bisnis Internasional
Menurut Munir Fuady dalam bukunya “ Hukum Bisnis dalam
Teori dan Praktik” dasar hukum transaksi bisnis internasional antara lain
(Munir Fuadi, 1996:13):
1) Contract Provosions
Contrak provision merupakan hal-hal yang diatur dalam kontrak
tersebut oleh kedua belah pihak. Contract provision ini merupakan
commit to user
dalam dalam contract provision terserah pada para pihak. Hukum hanya
memberikan rambu-rambu untuk melindungi berbagai kepentingan lain
yang lebih tinggi, misalnya keadilan, ketertiban umum, kepentingan
negara dan sebagainya. Jika provisi suatu kontrak tidak dapat
menampung aspirasi kedua belah pihak, misalnya ada hal dalam
pelaksanaan perjanjian yang tidak diatur sama sekali dalam kontrak,
hukum akan menyediakan optional law (hukum yang mengatur) untuk
mengisi kekosongan hukum dalam masyarakat. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, asa free dom of contract ini juga
diperlukan. Dalam konteks perdagangan internasional, kedua belah
pihak, yaitu eksportir dan importer diberi kebebasan yang
seluas-luasnya untuk menentukan isi kesepakatan dalam kontrak.
2) General Contract Law
Tiap-tiap negara memiliki general contract law masing-masing.
Di Indonesia, general contract law ini dapat dilihat dalam ketentuan
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga.
Buku ketiga ini mengatur secara umum dan berlaku bagi seluruh
kontrak, seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan
sebagainya.
3) SpecificContract Law
Selain Ketentuan-ketentuan umum, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata juga mengatur tenang ketentuan khusus yang berkenaan
dengan kontrak-kontrak tertentu. Dalam Perjanjian jual beli
internasional misalnya, jika yang berlaku adalah hukum Indonesia,
maka berlaku juga ketentuan tentang perjanjian jual beli yang terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang diatur dalam Pasal
1457 sampai dengan 1540.
4) Kebiasaan Bisnis
Kebiasaan-kebiasaan merupakan salah satu sumber hukum.
Demikian pula halnya dengan kebiasaan dalam bisnis (trade usage atau
commit to user
pedoman dalam menginteprestasi kontrak bisnis tremasuk kontrak jual
beli internasional.
5) Yurisprudensi
Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (yurisprudensi) dapat menjadi dasar hukum bagi berlakunya
kontrak. Yurisprudensi akan terasa maknanya jika ada hal-hal yang
belum diatur dalam undang-undang, atau yang memerlukan
penafsiran-penafsiran terhadap suatu undang-undang. Namun demikian, dalam
hukum transaksi perdagangan internasional, peranan yurisprudensi
kurang begitu berarti karena biasanya penyelesaian suatu kasus
menggunakan arbitrase.
6) Kaidah Hukum Perdata Internasional
Kaidah hukum perdata internasional banyak digunakan karena
pada umumnya dalam setiap transaksi perdagangan internasional
berbagi pihak dari berbagai negara. Berkaitan dengan hal itu, jika
terjadi perselesihan mengenai hukum mana yang berlaku bila mana hal
tersebut tidak diatur dalam kontrak, maka digunakan kaidah-kaidah
Hukum Perdata Internasional (conflict of law) ini. Salah satu yang
terkenal adalah teori yang disebut The Most Caracteristic Conection
Rule. Menurut teori ini hukum para pihak yang mempunyai presatasi
yang sangat karakteristik. Dalam bidang jual beli internasional, maka
ketentuan hukum dari pihak penjual lah yang berlaku karena dianggap
mengandung paling banyak karakteristik (yang unik) dalam setiap
transaksi perdagangan.
7) Internasional Convention
International convention adalah kesepakatan-kesepakatan
internasional yang telah, sedang atau akan diratifikasi oleh
negara-negara di dunia, agar suatu konvensi dapat mengikat maka negara-negara
kedua belah pihak tersebut harus merupakan peserta dari konvensi
internasional tersebut dan telah meratifikasi sehingga telah menjadi
Ketantuan-commit to user
ketentuan konvensi internasional ada juga yang mengatur mengenai
perjanjian jual beli internasional. Konvensi-konvensi internasional yang
khusus mengatur mengenai jual beli internasional adalah sebagai
berikut:
a) United Nations Convention on Contract for the International Sale
of Goods
Konvesi merupakan hasil karya The United Nations
Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dari
perserikatan bangsa-bangsa (PBB), yang kemudian diadopsi oleh
Konferensi Diplomatik tanggal 11 April 1980. Konvensi ini
mengatur mengenai ketentuan yang seragam tentang jual beli
internasional. Sebelum itu, persiapan terhadap uniform law
mengenai jual beli internasional sudah dilakukan sejak tahun 1930
di International Institute Law for the Unification of Private Law
(UNIDROIT) di Roma.
Sistematika konvensi ini adalah sebagai berikut:
(1) ruang lingkup aplikasi dan ketentuan umum
(2) formasi dari kontrak
(3) penjualan barang
(4) ketentuan penutup
b) Conventionon the Limination Period in the International Sale of
Good
Konvesi ini merupakan hasil kerja UNCITRAL yang
kemudian diterima oleh General Assemmbly di New York pada
tanggal 14 Juni 1974 dan selanjutnya diamandemir pada tahun
1980. Konvensi ini berisikan keseragaman tentang
ketentuan-ketentuan mengenai kadaluwarsanya suatu gugatan yang
berhubungan dengan jual beli. Sistemetikanya adalah sebagai
berikut:
(1) ruang lingkup penerapan
commit to user
(3) perhentian dan perpanjangan masa kadaluwarsa
(4) total waktu untuk suatu kadaluwarsa
(5) konsekuensi hukum dari lewatnya masa kadaluwarsa
(6) ketentuan lain-lain dan ketentuan penutup
8) Ketentuan-ketentuan Domestik
Ketentuan domestik merupakan aturan-aturan yang dikeluarkan
pemerintah setempat seperti aturan yang berkenaan dengan ekspor
impor, letter of Credit, Asuransi, Bill of Lading, Bill of Ex change, dan
lain sebagainya.
2. Tinjauan Umum tentang E-commerce a. Peristilahan Electronic Commerce
Electronic commerce yang biasa disebut dengan e-commerce
merupakan sistem yang relatif baru dibandingkan dengan sistem
perdagangan lainnya. Akibatnya, bagi sebagian pihak masih belum jelas
apa yang dimaksud dengan electronic commerce. Munculnya berbagai
pengertian electronic commerce tidak akan mengubah keberadaan
electronic commerce sebagai suatu sistem perdagangan yang sangat
efektif dan efisien. Timbulnya berbagai pengertian electronic commerce
semata-mata lebih disebabkan adanya perbedaan latar belakang keilmuan
dari si pembuat definisi.
David Baum, dalam “Business Links”, Oracle Magazine, No. 3, Vol. XIII, 1999, sebagaimana dikutip Onno W. Purbo dan Aang Aris Wahyudi, mendefinisikan electronic commerce: a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprises, consumers, and communities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, service, and
information, Howard E. Abrams,menyatakan: electronic commerce
sebenarnya adalah: refers to the use of computer networks to facilitate transactions involving the production, distribution sale,
and delivery of goods and services in the market (Purbo, Onno, W,
2001: 181).
Sekalipun terdapat berbagai definisi dari electronic commerce,
commit to user
1) adanya penawaran melalui Internet;2) transaksi antara 2 belah pihak; (apabila terjadi kata sepakat)
3) adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;
4) internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme
transaksi tersebut.
Mengacu pada beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
electronic commerce merupakan suatu transaksi perdagangan antara
penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi, proses
pemesanan barang,pembayaran transaksi sampai dengan pengiriman
barang dikomunikasikan melalui internet.
b. Keuntungan Penggunaan Electronic Commerce
Pada dasarnya, keuntungan penggunaan electronic commerce dapat
dibagi dalam dua bagian, yakni keuntungan bagi pedagang (merchant)
dan keuntungan bagi pembeli. Menurut Joseph Luhukay (Presiden
Director, Capital Market Society) sebagaimana dikutip oleh PB, Triton,
keuntungan bagi pedagang (merchant) antara lain (PB, Triton, 2006: 76):
1) Dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan
(revenue generation) yang sulit atau tidak dapat diperoleh melalui
cara konvensional, seperti memasarkan langsung produk atau jasa;
menjual informasi, iklan (baner), membuka cybermall, dan
sebagainya.
2) Menurunkan biaya operasional. Berhubungan langsung dengan
pelanggan melalui Internet dapat menghemat kertas dan biaya
telepon, tidak perlu menyiapkan tempat ruang pamer (outlet), staf
operasional yang banyak, gudang yang besar, dan sebagainya.
3) Memperpendek product cycle dan management supplier. Perusahaan
dapat memesan bahan baku atau produk ke supplier langsung ketika
ada pemesanan sehingga perputaran barang lebih cepat dan tidak
perlu gudang besar untuk menyimpan produk-produk tersebut.
4) Melebarkan jangkauan (global reach). Pelanggan dapat menghubungi
commit to user
5) Waktu operasi tidak terbatas. Bisnis melalui internet dapat dilakukan
selama 24 jam per hari, 7 hari per minggu.
6) Pelayanan ke pelanggan lebih baik. Melalui Internet pelanggan bisa
menyampaikan kebutuhan maupun keluhan secara langsung sehingga
perusahaan dapat meningkatkan pelayanannya.
Keuntungan bagi pembeli, antara lain (PB, Triton, 2006: 78):
1) Home shopping. Pembeli dapat melakukan transaksi dari rumah
sehingga dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan, dan
menjangkau toko-toko yang jauh dari lokasi.
2) Mudah melakukan. Tidak perlu pelatihan khusus untuk bisa belanja
atau melakukan transaksi melalui Internet.
3) Pembeli memiliki pilihan yang sangat luas dan dapat
membandingkan produk maupun jasa yang ingin dibelinya.
4) Tidak dibatasi waktu. Pembeli dapat melakukan transaksi kapan saja
selama 24 Jam per hari, 7 hari per minggu.
5) Pembeli dapat mencari produk yang tidak tersedia atau sulit diperoleh
di outlet-outlet atau pasar tradisional.
Keuntungan-keuntungan di atas apabila dipergunakan dengan
sebaik-baiknya akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap electronic commerce yang pada akhirnya dapat pula
meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
c. Mekanisme Transaksi Electronic Commerce dan Waktu Terjadinya
Kontrak
Transaksi perdagangan melalui media internet atau electronic
commerce pada dasarnya memiliki kesamaan dengan mekanisme
perdagangan biasa (konvensional). Perbedaan antara keduanya adalah
dalam electronic commerce, sistem yang digunakan dalam seluruh proses
transaksi dilakukan secara online, mulai dari penawaran produk,
pembelian, sampai dengan pembayaran, sedangkan dalam transaksi
biasa, seluruh proses transaksi dilakukan secara manual (off line). Seperti
commit to user
commerce diawali dengan adanya penawaran oleh produsen (merchant)
kepada calon pembeli (consumer) melalui media Internet, sedangkan
apabila pembeli (costumer) berpendapat bahwa produk yang ditawarkan
dari segi kualitas, harga, jenis telah sesuai dengan keinginannya, maka
pembeli dapat langsung memesan (order) atas barang yang dimaksud
dengan cara mengisi formulir isian yang telah ditampilkan pada layar
monitor. Formulir yang harus diisi umumnya memuat identitas pemesan,
seperti nama, alamat, kantor, dan sebagainya. Formulir isian memuat
pula syarat- syarat transaksi yang harus disetujui oleh konsumen. Pada
tahap akhir setelah semua formulir isian diisi dan syarat-syarat transaksi
disetujui, pembeli tinggal menyatakan setuju dengan transaksi tersebut
dengan cara mengklik kolom OK atau Submit (PB, Triton, 2006: 92).
Gambaran proses transaksi electronic commerce di atas adalah
proses yang umum dilakukan, mengingat dalam prakteknya proses
transaksi electronic commerce banyak jenisnya. Permasalahan yang
paling sering muncul dalam transaksi electronic commerce adalah
berkaitan dengan pertanyaan kapan suatu transaksi (kontrak) dikatakan
telah terjadi. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dikemukakan
terlebih dahulu beberapa bentuk kontrak electronic commerce yang
selama ini berkembang. Beberapa bentuk kontrak elektronik yang selama
ini berkembang, yaitu:
1) Suatu kontrak yang dibentuk secara sah melalui e-mail. Penawaran
dan penerimaan dapat dipertukarkan melalui e-mail atau
dikombinasikan dengan alat komunikasi elektronik lainnya, dokumen
tertulis, fax, dan lain-lain.
2) Suatu kontrak dapat juga dibentuk melalui web sites dan jasa online
lain, yaitu suatu web site menawarkan penjualan barangatau jasa dan
konsumen dapat menerima penawaran dengan mengisi dan
commit to user
3) Bentuk kontrak lain adalah mencakup direct online transfer dari
informasi dan jasa, web site digunakan sebagai medium of
communication dan sekaligus sebagai medium of exchange.
4) Kontrak yang berisi Electronic Data Interchange (EDI), suatu
pertukaran informasi bisnis secara elektronik dalam komputer
processable format melalui komputer milik para mitra dagang
(trading partners).
5) Suatu cara berkontrak dalam Internet dapat bersifat perjanjian lisensi
click-wrap dan shrink-wrap. Software yang di download dari Internet
lazimnya dijual dengan suatu lisensi click-wrap. Lisensi tersebut
muncul pada monitor pembeli pada saat pertama kali software akan
dipasang (install) dan calon pembeli ditanya apakah ia bersedia
menerima persyaratan lisensi tersebut sebelum menggunakan
program tersebut. Pengguna dapat click “I accept” atau I don’t
accept”. Apabila pembeli menyetujui persyaratan lisensi, software
tersebut dapat dipasang (install). Permasalahan kapan terjadinya
suatu kontrak pada perdagangan secara online perlu mendapatkan
perhatian khusus, mengingat hal ini membawa akibat hukum pada
penentuan lahirnya hak dan kewajiban masing-masing pihak,
peralihan kepemilikan, peralihan risiko, juga yurisdiksi mana yang
berkompeten untuk menyelesaikan sengketa jika dikemudian hari
muncul sengketa (Budi Rahardjo. E-commerce di Indonesia Peluang
dan Tantangan (http:// www.cert.or.id/ ~budi/ articles/1999-02.pdf:
diakses tanggal 30 Agustus 2010).
Penentuan saat terjadinya perjanjian (kontrak) berkaitan erat dengan
tempat dimana perjanjian itu dibuat, ada beberapa teori yang menjelaskan
tentang tempat terbentuknya perjanjian yaitu (PB, Triton, 2006: 112):
1) Pada saat disampaikannya persetujuan (consent) oleh pihak penerima
penawaran (expedition theory).
2) Pada saat dikirimnya penerimaan tersebut oleh pihak penerima
commit to user
3) Pada saat diterimanya penerimaan tersebut oleh pihak yang
menawarkan (offeror) atau disebut reception theory.
4) Pada saat pihak yang menawarkan mengetahui adanya penerimaan
(acceptance) tersebut atau disebut information theory.
Menurut Julian Ding dalam bukunya Electronic Commerce, Law and
Practices, sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman
disebutkan bahwa terjadinya kontrak dalam transaksi electronic
commerce adalah a contract is struck when two or more persons agree to
a certain course of conduct, maksudnya bahwa sebagai suatu pertemuan
dimana dua atau lebih pihak setuju melakukan tindakan tertentu, sehingga
pada saat itulah kesepakatan tercapai. Mariam Darus Badrulzaman
berpendapat bahwa untuk menentukan kapankah suatu kontrak terjadi,
maka dapat dilihat dari syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu offer
(penawaran), acceptance (penerimaan) dan consideration. Suatu offer
merupakan suatu invitation to enter into binding agreement, suatu offer
adalah benar merupakan suatu tawaran jika pihak lain memandangnya
sebagai suatu penawaran, namun perlu diperhatikan bahwa suatu offer
haruslah benar merupakan suatu offer dalam hal mana memang benar
penawaran telah dilakukan dan ditujukan pada offeree. Jika suatu offer
sudah ditujukan pada offeree maka ia dapat choose whether yes or not to
accept it. Suatu offer harus secara jelas dinyatakan dan dalam hal offer
disampaikan dengan mempergunakan e-mail harus disebutkan bahwa jika
terjadi suatu offer dari seorang offeror, harus terdapat suatu kepastian
berupa diterima atau tidaknya hal tersebut dengan kata-kata “I accept or I
reject and go fourth”. Menemukan offer and acceptance dalam
cybersystem adalah tergantung pada keadaan dari cybersystem itu sendiri.
Seorang offeror adalah bebas untuk menentukan suatu manner of
acceptance, misalnya offeror menentukan bahwa hal penjualan melalui
web site atas barang dagangannya maka penawaran ditujukan pada
halaman dari e-mail addressnya sehingga dalam hal ini acceptance dapat
commit to user
Jika offer pada web site secara umum mendapatkan acceptance dari
publik yang cukup banyak, sedangkan massage dalam offer di web site
tersebut hanya menawarkan sebuah barang saja maka dalam hal ini
dipakai prinsip “first come first serve”, maka yang paling awal dinyatakan
bahwa ia yang akan menerima tawaran itulah yang berhak. Peraturan ini
menyatakan bahwa suatu acceptance dari offer adalah efektif berlaku
pada saat pengiriman pos, dalam hal ini yaitu pada saat pengiriman
acceptance melalui pos tradisional melalui surat (dropping a place of
corespondence in to the mailbox). Cyberspace menerangkan jika suatu
pernyataan setuju dari offeree telah dikirim dan benar telah diterima oleh
offeror, maka dalam hal terjadi keterlambatan atau tidak sampainya pesan
adalah kewajiban dan risiko dari offeror jika tidak ada klausul pembatasan
hari dari offeror, namun dalam hal acceptance berlangsung dalam suatu
on line contract, maka tidak akan terjadi keterlambatan sehingga mailbox
rule tidak berlaku (Mariam Darus Badrulzaman, 2005: 87).
d. Karakteristik Transaksi E-Commerce
Berbeda dengan transaksi perdagangan biasa, transaksi
e-commerce memiliki beberapa karakteristik yang sangat khusus, yaitu:
(Sakti, Nuransa,2001 :76)
1) Transaksi tanpa batas
Sebelum era internet, batas-batas geografi menjadi
penghalang suatu perusahaan atau individu yang ingin
go-international. Sehingga, hanya perusahaan atau individu dengan
modal besar yang dapat memasarkan produknya ke luar negeri.
Dewasa ini dengan internet pengusaha kecil dan menengah dapat
memasarkan produknya secara internasional cukup dengan membuat
situs web atau dengan memasang iklan di situs-situs internet tanpa
bataswaktu (24 jam), dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia
dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara
commit to user
2) Transaksi anonimPara penjual dan pembeli dalam transaksi melalui internet
tidak harus bertemu muka satu sama lainnya. Penjual tidak
memerlukan nama dari pembeli sepanjang mengenai pembayarannya
telah diotorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan,
yangbiasanya dengan kartu kredit.
3) Produk digital dan non digital
Produk-produk digital seperti software komputer, musik dan
produk lain yang bersifatdigital dapat dipasarkan melalui internet
dengan cara mendownload secara elektronik. Dalam
perkembangannya obyek yang ditawarkan melalui internet juga
meliputi barang-barang kebutuhan hidup lainnya.
4) Produk barang tak berwujud
Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce
dengan menawarkan barang tak berwujud seperti: data, software dan
ide-ide yang dijual melalui internet.
Implementasi e-commerce pada dunia industri yang penerapannya
semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi
menjadi semakin dinamis dan global, namun telah membentuk suatu
masyarakat tersendiri yang dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik
(ElectronicBusiness Community). Komunitas memanfaatkan cyberspace
sebagai tempat bertemu, berkomunikasi dan berkoordinasi ini secara
intens memanfaatkan media dan infrastruktur telekomunikasi dan
teknologi informasi dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari. Seperti
halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan antara berbagai pihak
dengan beragam kepentingan secara natural telah membentuk sebuah
pasar tersendiri tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran
(supply). Transaksi yang terjadi antara demand dan supply dapat dengan
mudah dilakukan walaupun yang bersangkutan berada dalam sisi
commit to user
informasi. Yang dalam hal ini adalah teknologi e-commerce
(Indrajit,Richardus, 2001: 60)
e. Jenis-jenis Transaksi Electronic Commerce
Electronic commerce dalam pelaksanaannya yang menggunakan media
internet sebagai sarana utamanya tidak terlepas dari ada dalam internet itu
sendiri. Kemudahan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk
diakses dimana saja dan dengan siapaseorang pengguna akan
berhubungan. Selain itu, sudut pandang dari e-commorce sangatlah luas.
Berdasarkan sudut pandang para pihak dalam bisnis e-commerce jenis-jenis
dari suatu kegiatan e-commerce adalah sebagai berikut:
1) Busines to Busines (B2B)
Busines to Busines merupakan kegiatan bisnis e-commerce yang
paling banyak dilakukan. Busines to Busines (B2B) terdiriatas:
a) Transaksi Inter Organizational System (IOS), misalnyatransaksi
extranest, electronic funds transfer, electronic forms,intrgrated messaging,
share data based, supply chainmanagement, dan lain-lain.
b) Transaksi pasar elektronik (electronic market transfer) (MunirFuady,
2005 : 408).
Busines to Busines (B2B) juga dapat diartikan sebagai
sistemkomunikasi bisnis online antar pelaku bisnis (Onno
W.Purbo,2000:2). Busines to Busines (B2B) mempunyai karakteristik,
dimana menurut Budi Raharjo dalam Mengimplementasikan Electronic
Commerce di Indonesia menyebutkan bahwa karekteristik itu antara
lain:
a) Trading Partners yang sudah diketahui dan umumnya
memilikihubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi
hanyadipertukarkan dengan partner tersebut. Sehingga
jenisinformasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai kebutuhan
dankepercayaan (trust).
b) Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulangdan
commit to user
bersama. Sehingga memudahkan pertukaran data untuk duaentiti
yang menggunakan standar yang sama.
c) Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan
data, tidak harus menunggu partner.
d) Model yang umum digunakan adalah per-to-per dimana processing
intelligence dapat didistribusikan di kedua belah pihak
(http://www.cert.or.id/~budi/articles/1999-02.pdf, diakses tanggal 20 Juli
2011).
2) Bussines to Cunsumer (B2C)
Bussines to Cunsumer (B2C) merupakan transaksi ritel
denganpembeli individual (Munir Fuady, 2005 : 408). Selain itu
Bussines to Cunsumer (B2C) juga dapat berarti mekanisme took online
(electronic shoping mall) yaitu transaksi antara e-merchant dengan
e-customer (Onno W.Purbo, 2000:2). Budi Raharjo juga menyebutkan
Bussines to Cunsumer (B2C) mempunyai karakteristik tersendiri,
dimana karakteristik tersebut adalah:
a) Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum
b) Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan
mekanisme yang dapat digunakan oleh khayalak ramai. Sebagai
contoh, karena system web sudah umum digunakanmaka servis
diberikan dengan menggunakan basis web
c) Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand)
Consumer melakukan inisiatif dan produser harus siapmemberikan
respon sesuai dengan permohonan.
d) Pendekatan client atau server sering digunakan dimana diambil
asumsi client (consumer) menggunakan sistem yang
minimal(berbasis web) dan processing (bussines procedure)
diletakandi sisiserver (http://www.cert.or.id/~budi/articles/1999-02.pdf,
commit to user
3) Consumer to Consumer (C2C)
Consumer to Consumer(C2C) merupakan transaksi dimana
konsumen menjual produk secara langsung kepada konsumenlainnya.
Dan juga seorang individu yang mengiklankan produk barang atau
jasa, pengetahuan, maupun keahliannya di salah satusitus lelang
(Munir Fuady, 2005 : 408).
4) Consumer to Bussines (C2B)
Consumer to Bussines (C2B) merupakan individu yangmenjual
produk atau jasa kepada organisasi dan individu yangmencari penjual
dan melakukan transaksi (Munir Fuady,2005:408).
5) Non-Bussines Electronic Commerce Non-Bussines Electronic
Commerce meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan
lembaga pendidikan, organisasi nirlaba,keagamaan dan lain-lain
(Munir Fuady, 2005 : 408).
6) Intrabussines (Organizational) Electronic Commerce
Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal
organisasimelalui internet untuk melakukan pertukaran barang, jasa,
dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan, dan
lain-lain (Munir Fuady, 2005 : 408)
f. Pihak-pihak dalam Transaksi Electronic Commerce
Transaksi electronic commerce melibatkan beberapa pihak, baik
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, tergantung
kompleksitas transaksi yang dilakukan, artinya apakah semua proses
transaksi dilakukan secara on-line atau hanya beberapa tahap saja yang
dilakukan secara on-line. Apabila seluruh transaksi electronic commerce
dilakukan secara on-line, mulai dari proses terjadinya transaksi sampai
dengan pembayaran, maka pihak-pihak yang terlibat terdiri dari:
1) Penjual (merchant), yaitu perusahaan atau produsen yang
menawarkan produknya melalui internet. Menjadi seorang merchant,
commit to user
pada sebuah bank, tentunya ini dimaksudkan agar merchant dapat
menerima pembayaran dari customer dalam bentuk credit card.
2) Konsumen atau card holder, yaitu orang-orang yang ingin
memperoleh produk (barang atau jasa) melalui pembelian secara
on-line.
3) Acquirer, yaitu pihak perantara penagihan (antara penjual dan
penerbit) dan perantara pembayaran (antara pemegang dan penerbit).
4) Issuer; perusahaan credit card yang menerbitkan kartu.
5) Certification Authorities; pihak ketiga yang netral yang memegang
hak untuk mengeluarkan sertifikasi kepada merchant, kepada issuer
dan dalam beberapa hal diberikan pula kepada card holde.
Apabila transaksi electronic commerce tidak sepenuhnya dilakukan
secara on-line, dengan kata lain hanya proses transaksinya saja yang
on-line, sementara pembayaran tetap dilakukan secara manual atau cash,
maka pihak acquirer, issuer, dan certification authority tidak terlibat di
dalamnya .
g. Pengaturan E-commerce dalam Bisnis Internasional
Transaksi bisnis internasional e-commerce dalam pelaksanaanya
dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan perdagangan internasional
yaitu:
1) Kontrak Perdagangan Internasional (secara umum) Berdasarkan
United Nations in Contracts for International Sale of Goods
(UNCISG) 1980 dan 1986.
Kontrak perdagangan internasional secara umum (bukan dalam
konteks e-commerce) diatur dalam United Nations in Contracts for
International Sale of Goods (UNCISG) 1980 dan 1986. Indonesia
belum meratifikasi untuk UNCISG tahun 1980, meskipun demikian
konvensi ini patut kita pertimbangkan sebagai platform bagi konvensi
jual beli internasional yang baru. Konvensi ini mengatur
masalah-masalah kontraktual yang berhubungan dengan kontrak jual beli
commit to user
beli antara business to business (B2B), sedangkan e-commerce yang
kita bahas disini adalah hubungan bisnis antara Busi