• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user c. Hanya berlaku untuk hubungan bisnis (kontrak);

d. Hanya berlaku dalam bidang hukum bisnis (dagang); e. Tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa tanah; dan f. Tidak untuk menyeludupkan hukum.

Hukum Indonesia sendiri mengatur prinsip kebebasan memilih hukum yang digunakan dalam penyelesaian e-commerce juga diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Informasi Elektronik dalam Pasal 18 ayat (2) yaitu: ”Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuaatnya”, dan diatur juga dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 56 ayat (2) yaitu: “Para pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak”, hal tersebut tentunya tidak bertentantangan dengan peraturan Undang-Undangan yang berlaku dan ketertiban umum.

4. Prinsip itikad baik (Good Faith)

Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Prinsip penyelesaian sengketa ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan baik di antara negara. Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketa yang dikenal dalam hukum bisnis internasional, yaitu: negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.

Itikad baik ini menjadi salah satu prinsip penting dalam penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional yang menggunakan e-commerce, namun prinsip itikad baik ini masih menimbulkan permasalahan berkaitan dengan keabstrakkan makna dari itikad baik tersebut, sehingga timbul pengertian itikad baik yang berbeda-beda baik dari perspektif waktu, tempat, dan orangnya. Selain tidak ada makna tunggal dari itikad baik ini, dalam

commit to user

praktek timbul pula permasalahan mengenai tolak ukur, dan fungsi itikad baik tersebut, akibatnya makna dan tolak ukur serta fungsi itikad baik lebih banyak disandarkan pada sikap atau pandangan hakim yang ditentukan secara kasuistis, sehingga hal ini akan mengakibatkan di mana prinsip itikad baik ini diterima maka di situ pula akan terjadi perbedaan pendapat dalam mengartikan itikad baik tersebut, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk mendefinisikan itikad baik ini, bahkan E. Allan Farnsworth dalam buku Ridwan Khairandy, mencatat bahwa di Inggris doktrin itikad baik masih merupakan sesuatu yang kontroversial, karena pengadilan belum mampu menemukan makna itikad baik yang kongkrit dalam konteks hukum kontrak, tanpa makna itikad baik yang jelas, doktrin itikad baik dapat menjadi suatu ancaman bagi kesucian prinsip kepastian dan prediktabilitas hukum. E. Allan Farnsworth juga menyatakan bahwa di Amerika Serikat banyak sekali pandangan yang mencoba memberikan pengertian itikad baik. Akibat ketidakjelasan tersebut, penerapan itikad baik seringkali lebih banyak didasarkan pada institusi pengadilan yang mana hasilnya seringkali tidak dapat diprediksi dan tidak konsisten ( Ridwan Khairandy, 2007:31).

Frase itikad baik ini biasanya dipasangkan dengan fair dealing, itikad baik tersebut juga seringkali dihubungkan denganmakna fairness, reasonable standard of fair dealing, decency, reason ableness, a common ethical sense, a

spirit of solidarity, and community standards. Mengingat itikad baik dalam

penyelesaian sengketa transaksi bisnis internasional yang menggunakan

e-commerce merupakan suatu prinsip atau asas yang berasal dari hukum

romawi, maka untuk mendapat pemahaman yang lebih baik harus dilacak kedalam doktrin itikad baik yang berkembang dalam hukum romawi tersebut, doktrin tersebut bermula dari doktrin ex bona fides, perkembangan itikad baik dalam hukum kontrak romawi tidak lepas dari evolusi hukum kontrak itu sendiri, pada mulanya hukum kontrak romawi hanya mengenai iudicia strcti

iuris, yakni suatu kontrak yang lahir dari perbuatan menurut hukum

(negotium) yang secara ketat dan formal mengacu kepada lus civile. Apabila

commit to user

memutusnya sesuai hukum, hakim terikat apa yang secara tegas telah

dinyatakan dalam kontrak (express term), berikutnya berkembang pula

iudicia bonae fidie, perbuatan hukum yang didasarkan iudicia bonae fidie

disebut negotia bonae fidie, negotia berasal dari ius gentium yang mensyaratkan pihak untuk membuat dan melaksanakan kontrak sesuai dengan itikad baik, dengan demikian hukum kontrak Romawi mengenai dua macam kontrak, yakni iudicia strictiuris dan iudicia bonae fidie (Huala Adolf, 2003:78).

Doktrin itikad baik di atas berkembang seiring dengan mulai diakuinya kontrak konsensual informal yang pada mulanya hanya meliputi kontrak jual-beli, sewa-menyewa, persekutuan perdata, dan mandat. Doktrin itikad baik berakar pada etika sosial romawi mengenai kewajiban yang komprehensif akan ketaatan dan keimanan yang berlaku bagi warga negara maupun bukan. Itikad baik dalam kontrak romawi mengacu kepada tiga bentuk perilaku dalam kontrak, sebagaimana yang dikemukakan oleh dalam buku Ridwan Khairandy. Itikad baik dalam trak, yaitu (Ridwan Khairandy, 2007:44) :

a. Para pihak harus memegang teguh janji atau perkataan yang telah

diucapkannya,

b. Para pihak tidak boleh mengambil keuntungan dengan tindakan yang

menyesatkan terhadap salah satu pihak,

c. Para pihak mematuhi kewajibannya dan berperilaku sebagai orang

terhormat dan jujur, walaupun kewajiban tersebut tidak secara tegas diperjanjikan.

Prinsip itikad baik diatas juga tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Dalam hukum perjanjian itikad baik memiliki tiga fungsi, itikad baik dalam fungsinya yang pertama, mengajarkan bahwa seluruh kontrak harus ditafsirkan dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah, fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan.

commit to user