PENGARUH MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE ONLINE (ONLINE
DISPUTE RESOLUTION) TERHADAP PERKEMBANGAN
HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
Makalah
Disusun Oleh :
Dian Rubiana Suherman
20040016020
Magister Ilmu Hukum
Universitas Islam Bandung
Saat ini pengembangan dan penerapan teknologi informasi di sektor
ekonomi telah berkembang dengan cepat. Pengembangan dan penerapan teknologi
informasi yang demikian cepat mengakibatkan semakin mudahnya arus informasi
yang dapat diperoleh masyarakat, sekaligus memudahkan orang untuk melakukan
komunikasi satu sama lain dengan melintas batas ruang dan waktu. Globalisasi
dalam dunia ekonomi, khususnya perdagangan, semakin dimudahkan dengan
adanya internet (Interconnected Networking) sebagai media komunikasi yang cepat.1
Electronic Commerce atau disingkat e-commerce, adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures),
services providers, dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer networks), yaitu Internet. E-commerce
sudah meliputi seluruh spektrum kegiatan komersial.2 E-Commerce memungkinkan kemudahan dalam bertransaksi antar pebisnis atau antara pebisnis
dengan konsumen di Indonesia dan juga di luar Indonesia. E-commerce
memungkinan pebisnis di Indonesia menjalin hubungan bisnis dengan mitranya di
luar negeri. Demikian juga sebaliknya, konsumen di Indonesia dengan mudah
mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya dari luar negeri.
1 Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara Elektronik (Arbitrase Online) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010. Hlm. 92.
2 Sutan Remy Sjahdeini, E-commerce (Tinjauan Dari Perspektif Hukum), Jurnal Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada, Vol. 12/2001. Hlm. 1.
2
Transaksi dalam e-commerce kebanyakan dilakukan secara online, baik antar pebisnis maupun antara pebisnis dan konsumen.3
Dengan jasa teknologi internet, banyak perusahaan melakukan beberapa
aktifitas bisnis seperti online marketing, distance selling, dan e-commerce.4 Transaksi elektronik memadukan jaringan sistem informasi berbasiskan komputer
(computer based information system), dengen sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan jasa telekomunikasi (telecommunication based).5 Dalam Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi
disebutkan bahwa perdagangan secara eletkronik adalah setiap perdagangan baik
barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media
elektronik lainnya. Sementara dalam studi yang dilakukan WTO disebutkan
bahwa, Electronic Commerce may be simply defined as the production, advertising, sale, and distribution of products via telecommunication networks.6
Beberapa upaya internasional dalam memformulasikan aturan yang berkaitan
dengan e-commerce telah dimulai oleh beberapa organisasi internasional seperti, UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development), UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law), OECD (Organization
3 Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara Elektronik), Jakarta, Djambatan, 2004. Hlm. 3.
4Ibid. hlm. 29.
5 Ahmad M. Ramli, et.al, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta, 2007. Hlm. 39.
for Economic Cooperation and Development), dan WTO (World Trade Organization).7
Peranan badan arbitrase komersial di dalam menyelesaikan
sengketa-sengketa bisnis dibidang perdagangan nasional maupun internasional dewasa ini
menjadi semakin penting. Banyak kontrak nasional dan internasional menyelipkan
klausula arbitrase. Dan memang bagi kalangan bisnis, cara penyelesaian sengketa
melalui badan ini memberi keuntungan sendiri daripada melalui badan peradilan
nasional. Arbitrase sebagai salah satu mekanisme dari alternatif penyelesaian
sengketa (alternative dispute resolution) di forum internasional maupun nasional, kini telah berkembang dan dijadikan cara utama penyelesaian sengketa dibidang
bisnis. Kalau kita teliti Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB),
tampak bahwa mekanisme penyelesaian sengketa secara damai dapat pula
diterapkan pada cara-cara penyelesaian sengketa (dan ketidaksefahaman) dibidang
publik, dimana pihak-pihaknya adalah negara atau institusi publik. Jadi dapat
dikatakan bahwa sengketa atau ketidaksefahaman itu, apakah sengketa bisnis
maupun publik, dapat saja diselesaikan melalui arbitrase dan mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa lainnya.8 Forum arbitrase biasanya dipilih oleh
pengusaha-pengusaha asing karena mereka kurang mengenal sistem hukum di Indonesia dan
kurang paham formalitas-formalitas acara berperkara dan lain sebagainya.9
7 Hata, Pengertian Internet Menurut Supreme Court Amerika, dalam makalah seminar Cyber Law di STHB Bandung, April 2001. Dalam Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Hlm. 30.
8 Paustinus Siburian, Op. Cit. Hlm. x.
4
Dunia dagang, terutama internasional selalu takut untuk berperkara di
hadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara
yang maju maupun masih berstatus negara berkembang. Para pedagang umumnya
takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan di semua
negara. Tetapi lebih-lebih lagi, dalam keadaan sistem peradilan di negara kita.
Berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun lamanya.10 Berbagai
macam alasan mengapa orang-orang memilih forum arbitrase sebagai cara
penyelesaian sengketa privat diantaranya : 1. Kebebasan, Kepercayaan dan
Keamanan; 2. Keahlian (expertise); 3. Cepat dan Hemat Biaya; 4. Bersifat Rahasia; 5. Pertimbangan putusan arbitrase lebih bersifat privat; 6.
Kecenderungan yang Modern; 7. Putusan arbitrase final dan mengikat.11
Berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal 1 angka 1
Undang-undang No. 30 Tahun 1999, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Ada tiga hal yang dapat
dikemukakan dari definisi yang diberikan dalam Undang-undang No. 30 Tahun
1999 tersebut, yaitu : arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian; perjanjian
arbitrase harus dibuat dalalm bentuk tertulis; perjanjian arbitrase tersebut
merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar
peradilan umum.12 Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui
beberapa cara, yaitu penyelesaian oleh seorang arbitrator secara terlembaga
10 Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Hlm. 2.
11 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan Keadilan, Jakarta: PT Tata Nusa, 2004. Hlm. 77-78.
(intitutionalized) atau kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara).13 Indonesia sebagai badan arbitrase yang akan menangani sengketa, maka
ketentuan-ketentuan arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) berlaku
bagi mereka, baik ketentuan mengenai pemilihan arbiter, tata cara atau prosedur
pelaksanaan arbitrase, biaya yang harus dibayar dan lain-lain.14
Sejak beberapa tahun lamanya, nama Indonesia kurang begitu baik di
dunia internasional mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional. Hal ini berlangsung baik sebelum maupun setelah adanya
Undang-Undang No. 30/1999. Pandangan negatif dunia internasional demikian sejak
dahulu hingga sekarang sering dikemukakan baik dalam penerbitan-penerbitan
internasional mengenai arbitrase maupun dalam berbagai konferensi internasional
diberbagai negara yang membahas masalah-masalah yang menyangkut arbitrase
internasional. Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh ICCA
(International Council for Commercial Arbitration) di Singapura beberapa waktu lalu (2012) yang dihadiri oleh kurang lebih 900 peserta dari berbagai negara
dalam salah satu dokumen konferensi tercantum kalimat yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara yang tidak bersahabat (unfriendly) terhadap arbitrase internasional.15 Efektivitas arbitrase online dalam penyelesaian sengketa di Indonesia masih menimbulkan pemasalahan. Pengadilan belum memberikan
penghargaan yang layak pada arbitrase, sehingga ketentuan dalam
Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
13 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004. Hlm. 40.
14 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2006. Hlm. 28.
6
Sengketa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indoensia No. 3872 (selanjutnya disebut dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999) tidak dapat diterapkan di dunia maya.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 sesungguhnya sudah sangat maju dengan
memungkinkan penggunaan sarana elektronik untuk penyelesaian sengketa.16
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa pada akhir
2009 total pelanggan sementara pengguna internet sendiri di Indonesia telah
mencapai 18 juta pengguna.17 Membludaknya pemakai fasilitas intemet tersebut
sangat rrembuka peluang akan terjadinya sengketa antara pengguna jasa intemet,
di mana sengketa itu terjadi di dalam lalu-lintas komunikasi elektronik secara
online. Misalnya terjadi sengketa mengenai perdagangan secara online atau yang bisa disebut dengan e-commerce.18
Hukum ekonomi internasional adalah bidang yang semakin berkembang
dalam hukum internasional yang melibatkan regulasi dan perilaku negara,
organisasi internasional, dan perusahaan swasta yang beroperasi di arena ekonomi
internasional. Sebagai contoh, hukum ekonomi internasional meliputi berbagai
disiplin ilmu menyentuh pada hukum internasional publik, hukum perdata
internasional, dan hukum dalam negeri yang berlaku untuk transaksi bisnis
internasional.19 Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa e-commerce dan online
16 Paustinus Siburian, Op. Cit. Hlm. 10.
17 Arbitrase Online Terobosan Baru, http:/ilaw.desihanara.con/2006/08/arbitrase-onlineterobosan-baru-di.html. Dalam Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase Di Indonesia Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No. 42 tahun XV Mei 2010. Hlm. 1837.
18 Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase di Indonesia Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No. 42 Tahun XV Mei 2010. Hlm. 1837.
19 Wikipedia, International Economic Law,
dispute resolution merupakan bahasan dan memiliki pengaruh dalam hukum ekonomi internasional.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa e-commerce melalui badan arbitrase online (online dispute resolution) ? 2. Bagaimana pengaruh penyelesaian sengketa e-commerce melalui badan
BAB II PEMBAHASAN
II.1. Perkembangan Penyelesaian Sengketa E-commerce Melalui Mekanisme Arbitrase Online (Online Dispute Resolution)
Arbitrase online didefinisikan sebagai metode penyelesaian sengketa yang mencakup semua kegiatan arbitrase, termasuk pengiriman ke sidang arbitrase dan
semua prosesnya, berlangsung di Internet melalui networks, e-mail, obrolan group, atau konferensi online.20 Dengan memiliki keuntungan yang sama dengan ADR (Alternative Dispute Resolution), keuntungan dari ODR (Online Dispute Resolution) dapat diterapkan ke segala jenis sengketa. Sengketa kekayaan intelektual, klaim asuransi, dan persoalan e-commerce business-to-business (B2B) dan business-to-customer (B2C) cocok dengan kemampuan dari ODR tersebut.21
Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun arbitrase, kerap kali
didasarkan pada suatu perjanjian diantara para pihak. Langkah yang biasa
ditempuh adalah dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu
klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat,
baik kepengadilan atau badan arbitrase. Lazimnya dalam sistem hukum (common law) dikenal dengan konsep “Long Arm Jurisdiction“. Dengan konsep ini, pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk menerima setiap sengketa
yang dibawa kehadapannya meskipun hubungan antara pengadilan dengan
sengketa tersebut tipis sekali. Disamping forum pengadilan atau badan arbitrase,
20 Jasna Arsic, International Commercial Arbitration on the Internet: Has the Future Come Too Early ?, 14 JOURNAL OF INTERNATIONAL ARBITRATION 209, 209 (1997). Dalam, Armağan Ebru Bozkurt YÜKSEL, Online International Arbitration, Ankara Law Review, Vol.4 No.1 2007. hlm. 84.
21 Colin Rule, Online Dispute Resolution for Business (B2B, e-commerce, consumer, employment, insurance, and other commercial conflicts), Jossey-Bass, San Francisco, 2002. Hlm. 4.
penyelesaian sengketa, yang lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pengaturan alternatif disini dapat berupa cara alternatif disamping pengadilan.22
Dalam hukum internasional terutama dalam hukum ekonomi internasional,
arbitrase merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa yang paling diminati
dalam persoalan perjanjian keperdataan lintas negara. Penyelesaian sengketa
melalui badan arbitrase ini diatur oleh berbagai macam lembaga internasional
dibidang perdagangan atau ekonomi. ICC (International Chamber of Commerce) mengatur penyelesaian sengketa arbitrase dalam ICC Rules of Arbitration 2012, peraturan ICC ini mengatur mengenai penyelesaian sengketa perdagangan melalui
badan arbitrase ICC (ICC arbitration body). Selanjutnya dalam hal sengketa investasi, hukum internasional memiliki badan ICSID (Internationl Centre for the Settlement of Investment Disputes) yang berada dibawah naungan UNCITRAL (United Nations Commisions on Internatioanal Trade Law). UNCITRAL sendiri memiliki peraturan mengenai arbitrase yang diatur dalam UNCITRAL Rules of Arbitration dan UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration
sebagai soft-law.
Dalam penyelesaiaan arbitrase ini para pihak memiliki kebebasan untuk
memilih hakimnya (arbiter) yang menurut mereka netral dan ahli atau spesialis
mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi. Dalam hal arbitrase internasional,
putusan arbitrasenya relatif lebih dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan
10
apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui misalnya pengadilan. Jenis
arbitrase terdiri dari dua macam yaitu : 23
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer, merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
2. Arbitrase institusional, merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang berifat permanent sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar, meskipun perselisihan yang yang ditangani telah selesai diputus.
Sebenarnya sampai saat ini pengaturan mengenai ODR (Online Dispute Resolution) atau penyelesaian sengketa secara online belum diatur secara jelas dan tegas baik dalam hukum atau peraturan internasional ataupun dalam peraturan
nasional Indonesia. Masih banyaknya pertentangan (perbedaan) dan kendala
sarana dan/atau prasarana yang mendukung ODR menjadi salah satu faktor
sulitnya pengaturan mengenai hal ini. Salah satu contohnya adalah dalam New York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards
1958, para pihak hanya mengakui perjanjian secara tertulis, dan dalam beberapa
kasus diperlukan naskah asli perjanjian ataupun salinan perjanjian yang telah
disahkan (legalisasi).24
Keberadaan ODR di sebagian negara termasuk di Indonesia masih
tergolong relatif baru, sehingga secara yuridis penggunaan mekanisme
penyelesaian sengketa secara online (ODR) belum diatur dan dirumuskan secara
jelas dalam peraturan perundang-undangan. Di antara yang belum diatur itu dalam
23Ibid.
online merupakan alternatif penyelesaian sengketa dalam e-commerce yang berkaitan dengan kontrak atau perjanjian. Klausul arbitrase dalam perjanjian
online atau pertukaran e-mail belum diatur secara jelas dalam hukum positif Indonesia.25 Pelaksanaan arbitrase online di Indonesia telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Meskipun, dasar hukum pelaksanaan
arbitrase online telah ada, permasalahannya adalah tidak ada aturan pelaksanaan yang mengatur bagaimana arbitrase online itu dijalankan. Apabila pengaturan pelaksanaan arbitrase online diserahkan kepada para pihak untuk mengaturnya sendiri, dikhawatirkan tidak ada standar yang baku tentang pelaksanaan arbitrase
online yang efektif dan efisien. Selain tidak adanya aturan pelaksanaan mengenai arbitrase online, hambatan terbesar pelaksanaan arbitrase online di Indonesia menyangkut sarana dan prasarana arbitrase online.26
Saat ini, arbitrase merupakan pilihan pokok bagi para pengusaha atau
perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan secara elektronik (e-commerce). Pemilihan penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbtirase pada
sengketa-sengketa e-commerce salah satunya dikarenakan hasil putusan dari mekanisme arbitrase tersebut bersifat final and binding (final dan mengikat) bagi para pihak, artinya, setelah putusan dikeluarkan oleh arbiter atau badan arbitrase, para pihak
wajib mengikuti putusan tersebut dan tidak dapat diganggu gugat, atau tidak ada
upaya hukum yang dapat dilakukan.
25 Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Yogyakarta: Gama Media, 2008. Hlm. 218-219.
12
Para pengusaha atau perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce
tersebut telah memberikan suatu bentuk persetujuan yang dapat disetujui atau
ditolak oleh para konsumen. Persetujuan tersebut biasanya terdapat pada halaman
Conditions of Use, Terms of Use, User Aggrement dan lain sebagainya. Di dalam halaman tersebut, konsumen dapat melihat klausul-klausul yang diterapkan oleh
pengusaha atau perusahaan e-commerce yang akan diterapkan dalam setiap penggunaan layanan yang diberikan oleh pengusaha atau perusahaan e-commere
tersebut. Salah satu klasul yang di tuliskan adalah mengenai mekanisme
penyelesaian sengketa ketika terjadi sengketa antara pengusaha atau perusahaan
tersebut dengan konsumen yang merasa dirugikan, atau sebaliknya. Sebagai
contoh, Amazon, sebagai salah satu perusahaan terbesar dibidang e-commerce
yang bergerak sebagai perantara antara penjual dan pembeli memiliki klausul
penyelesaian sengketa yang akan diselesaikan melalui mekanisme arbitrase,
sebagai berikut :27
“Any dispute or claim relating in any way to your use of any Amazon Service, or to any products or services sold or distributed by Amazon or through Amazon.com will be resolved by binding arbitration, rather than in court, except that you may assert claims in small claims court if your claims qualify. The Federal Arbitration Act and federal arbitration law apply to this agreement.”
Contoh yang lain adalah perusahaan Ebay (eBay) yang bergerak dibidang
yang sama seperti Amazon memiliki halaman User Aggrements yang memiliki
klausul penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbitrase, sebagai berikut :28
“B. Agreement to Arbitrate
27 Amazon, Conditions of Use: Disputes,
https://www.amazon.com/gp/help/customer/display.html/ref=footer_cou?nodeId=508088. Diakses pada tanggal 26 Maret 2017.
arisen, or may arise, between you and eBay relating in any way to or arising out of this or previous versions of the User Agreement, your use of or access to eBay's Services, or any products or services sold, offered, or purchased through eBay's Services shall be resolved exclusively through final and binding arbitration, rather than in court. Alternatively, you may assert your claims in small claims court, if your claims qualify and so long as the matter remains in such court and advances only on an individual (non-class, non-representative) basis. The Federal Arbitration Act governs the interpretation and enforcement of this Agreement to Arbitrate.”
Maka dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa e-commerce
melalui mekanisme arbitrase merupakan pilihan utama bagi para pengusaha atau
perusahaan dibidang e-commerce karena beberapa perusahaan besar yang memiliki skala internasional memilih untuk melakukan mekanisme penyelesaian
sengketa melalui badan arbitrase.
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyak bermunculan
teknologi-teknologi terbaru yang mengandalkan jaringan inter-koneksi (internet)
yang semakin canggih dan cepat semakin mendorong perkembangan cara-cara
penyelesaian sengketa karena sengketa yang mungkin timbul bukanlah sengketa
yang terjadi di dalam suatu lingkup wilayah yang kecil, tapi dapat terjadi masalah
atau sengketa yang meliwati batas-batas negara yang juga memiliki perbedaan
hukum atau yurisdiksi yang dapat berpengaruh terhadap penyelesaian sengketa itu
sendiri. Setiap tahun, hampir satu juta sengketa diselesaikan secara online dan lebih dari seribu penyedia jasa penyelesaian sengketa online (ODR providers) menawarkan jasa-jasanya secara global. Dari teknologi gadget, ODR telah menjadi fenomena utama dalam penyelesaian sengketa. Disamping kejadian
14
proyek terkait dengan IT (Informations and Techonoligies).29 Hal tersebut termasuk permasalahan ketentuan-ketentuan dalam penggunaan IT dalam
arbitrase,30 merombak sistem berbasis website untuk menampung dan mengatur proses-proses arbitrase,31 dan mengatur sistem tempat transaksi (clearinghouses) online untuk klaim-klaim sederhana.32
Di negara-negara yang telah maju, etika bisnis menjadi bagian yang
diajarkan dan dikaji dalam pendidikan hukum bisnis (business law). Terkait dengan hal itu, untuk di Indonesia, masih ada 2 (dua) hal lagi yang harus
diperhatikan untuk segera dibenahi dan dikembangkan, yaitu: pertama, perlunya
memperluas pengajaran dan penyebaran wawasan pengetahuan mengenai hukum
bisnis yang terkait dengan etika bisnis, dan ke dua, perlunya sosialisasi mengenai
nilai-nilai dan kesadaran etika bisnis ke segala lapisan pelaku bisnis Indonesia.33
II.2. Pengaruh Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui Badan Arbitrase
Online (online disute resolution) Terhadap Hukum Ekonomi Internasional
Hukum ekonomi internasional adalah bidang yang semakin berkembang
dalam hukum internasional yang melibatkan regulasi dan perilaku negara,
29 Gabrielle Kaufmann-Kohler, Online Dispute Resolution and its Significance for International Commercial Arbitration, Global Reflections on International Law, Commerce and Dispute Resolution, ICC Publishing, 2005. Hlm. 437.
30 ‘Operating Standards for Using IT in International Arbitration (“The Standards”)’ in Using Technology to Resolve Business Disputes, ICC ICArb. Bull. Special Supplement (ICC Publishing, 2004). Hlm. 75. Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
31 M. Philippe, ‘NetCase: A New ICC Arbitration Facility’ in Using Technology to Resolve Business Disputes, ICC ICArb. Bull. Special Supplement (ICC Publishing, 2004). Hlm. 53. Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
32ICC is working towards the creation of a global business-to-consumer online dispute resolution clearinghouse. The clearinghouse is to be a worldwide central filing platform for business-to-consumer complaints, which would receive business-to-consumer disputes and refer them to appropriate ODR providers; see C. Rule, Online Dispute Resolution for Business. B2B, E-Commerce, Consumer, Employment, Insurance, and Other Commercial Conflicts (San Francisco: Jossey-Bass, 2002). Hlm. 115. Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
internasional. Sebagai contoh, hukum ekonomi internasional meliputi berbagai
disiplin ilmu menyentuh pada hukum internasional publik, hukum perdata
internasional, dan hukum dalam negeri yang berlaku untuk transaksi bisnis
internasional.34
Selama beberapa dekade, hukum ekonomi internasional yang paling sering
dikaitkan dengan perdagangan internasional, terutama karena fakta bahwa
perdagangan telah mengembangkan lembaga-lembaga hukum multilateral yang
paling matang (misalnya GATT dan kemudian WTO) untuk mengatur
perdagangan internasional. Hari ini, bagaimanapun, berbagai disiplin ilmu secara
rutin diakui sebagai disiplin ilmu yang berdampak dan relevan dengan hukum
ekonomi internasional, termasuk:
a. Hukum Keuangan Internasional (International monetary law)
b. Regulasi Finansial Internasional (including banking, derivatives, insurance and securities regulation)
c. Pembangunan Internasional (International development)
d. Perburuhan dan Hukum Jasa Internasional (International labor and services law)
e. Hukum Investasi Internasional (including international commercial arbitration)
f. Hukum Kekayaan Intelektual Internasional (International intellectual property law)
g. Hukum Perpajakan Internasional (International tax law)
h. Hukum Lingkungan Internasional (International environmental law) i. Kedaulatan Utang dan Rekonstruksi (Sovereign debt and restructuring)
16
Apabila melihat poin (e) di atas, penyelesaian sengketa komersil melalui
arbitrase internasional merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dan relevan
dengan hukum ekonomi internasional.
Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan hukum ekonomi
internasional sejajar dengan perkembangan berbagai aspek atau disipilin yang
antara lain telah disebutkan di atas, dan salah satu aspek tersebut adalah
perkembangan cara-cara atau mekanisme penyelesaian sengketa atau dalam hal ini
adalah arbitrase. Arbitrase sebagai salah satu mekanisme dari alternatif
penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) di forum internasional maupun nasional, kini telah berkembang dan dijadikan cara utama penyelesaian
sengketa dibidang bisnis. Kalau kita teliti Pasal 33 Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB), tampak bahwa mekanisme penyelesaian sengketa secara damai
dapat pula diterapkan pada cara-cara penyelesaian sengketa (dan
ketidaksefahaman) dibidang publik, dimana pihak-pihaknya adalah negara atau
institusi publik. Jadi dapat dikatakan bahwa sengketa atau ketidaksefahaman itu,
apakah sengketa bisnis maupun publik, dapat saja diselesaikan melalui arbitrase
dan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa lainnya.35 Forum arbitrase
biasanya dipilih oleh pengusaha-pengusaha asing karena mereka kurang mengenal
sistem hukum di Indonesia dan kurang paham formalitas-formalitas acara
berperkara dan lain sebagainya.36
Dunia dagang, terutama internasional selalu takut untuk berperkara di
hadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara
35 Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara Elektronik),Loc. Cit.
takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan di semua
negara. Tetapi lebih-lebih lagi, dalam keadaan sistem peradilan di negara kita.
Berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun lamanya.37 Berbagai
macam alasan mengapa orang-orang memilih forum arbitrase sebagai cara
penyelesaian sengketa privat diantaranya : 1. Kebebasan, Kepercayaan dan
Keamanan; 2. Keahlian (expertise); 3. Cepat dan Hemat Biaya; 4. Bersifat Rahasia; 5. Pertimbangan putusan arbitrase lebih bersifat privat; 6.
Kecenderungan yang Modern; 7. Putusan arbitrase final dan mengikat.38
Dalam hukum internasional terutama dalam hukum ekonomi internasional,
arbitrase merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa yang paling diminati
dalam persoalan perjanjian keperdataan lintas negara. Penyelesaian sengketa
melalui badan arbitrase ini diatur oleh berbagai macam lembaga internasional
dibidang perdagangan atau ekonomi. ICC (International Chamber of Commerce) mengatur penyelesaian sengketa arbitrase dalam ICC Rules of Arbitration 2012, peraturan ICC ini mengatur mengenai penyelesaian sengketa perdagangan melalui
badan arbitrase ICC (ICC arbitration body). Selanjutnya dalam hal sengketa investasi, hukum internasional memiliki badan ICSID (Internationl Centre for the Settlement of Investment Disputes) yang berada dibawah naungan UNCITRAL (United Nations Commisions on International Trade Law). UNCITRAL sendiri memiliki peraturan mengenai arbitrase yang diatur dalam UNCITRAL Rules of
37 Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999,Loc. Cit.
18
Arbitration dan UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration
sebagai soft-law.
UNCITRAL (United Nations Commisions on International Trade Law) sebagai salah satu lembaga yang berwenang untuk mengatur mengenai
aturan-aturan dibidang perdagangan internasional yang berada di bawah naungan
Perserikatan Bangsa-bangsa menjadi salah satu tonggak penting bagi
perkembangan hukum ekonomi internasional terutama dalam hal ini
pengembangan aturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan
internasional. Pada tahun 2009 Amerika Serikat merekomendasikan bahwa
Sekretariat UNCITRAL diminta untuk menyiapkan studi tentang kemungkinan
pekerjaan di masa depan bahwa UNCITRAL mungkin terlibat pada subjek ODR
dalam transaksi e-commerce lintas batas. Mengikuti permintaan tersebut,
Sekretariat UNCITRAL menyelenggarakan pertemuan pada Maret 2010
bekerjasama dengan Pace Law School Institute of International Commercial dan
Penn State Dickinson School of Law.39
Diskusi mengenai hal dan masalah mengenai penyelesaian sengketa
e-commerce melalui mekanisme arbitrase online atau online dispute resolution
masih berlanjut sampai saat ini dan dapat dikatakan belum ada titik terang
mengenai pengaturan hukum mengenai hal dan masalah tersebut. Namun, dari
diskusi-diskusi salah satunya yang diselenggarakan oleh UNICITRAL dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbitrase online
atau online dispute resolution sangat berpengaruh terhadap hukum ekonomi
penyelesaian sengketa melalui media arbitrase online atau bentuk penyelesaian
sengketa online lainnya sangat berdampak pada kemudahan dan kelancaran laju
perekonomian dalam skala global, karena proses penyelesaian sengketa dinilai
akan lebih cepat, ekonomis dan memiliki nilai-nilai positif lainnya. Tetapi, disisi
lain, implementasi dari mekanisme tersebut dirasa masih belum bisa diterapkan
secara global, karena tidak semua negara atau masyarakat suatu negara memiliki
atau memahami teknologi dan maupun mekanisme penyelesaian sengketa tersebut
BAB III
SIMPULAN & SARAN
III.1. Simpulan
1. Laju perkembangan dibidang perdagangan tidak dapat dipungkiri
sedang dalam laju yang cepat terutama perdagangan dengan cara atau
bentuk elektronik. Saat ini, di Indonesia sendiri, semakin banyak
pengusaha atau perusahaan yang mulai mengembangkan usahanya ke
bentuk elektronik baik itu dibidang perdagangan barang maupun jasa.
Arbitrase merupakan salah satu tonggak bagi perkembangan
perdagangan secara elektronik tersebut, karena arbitrase merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa yang paling mudah, ringan dan
memiliki sifat final and binding bagi para pihak. Saat ini sedang berkembang dan mulai banyak badan-badan arbitrase yang menawarkan
jasanya melalui mekanisme online, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara mempertemukan berbagai pihak melalui media
online, seperti chat, video conference, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa melalui media
arbitrase online saat ini memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap hukum ekonomi internasional. Hal tersebut dikarenakan
hukum ekonomi internasional sendiri belum memiliki dasar hukum
untuk menangani hal tersebut dan sedang didiskusikan oleh berbagai
pihak saat ini. Hal tersebut dikarenakan mekanisme penyelesaian
sengketa e-commerce memiliki banyak faktor yang menyulitkan, antara
lain adalah perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berbeda
antara negara dan masyarakatnya antara yang satu dengan yang lainnya,
dan adanya perbedaan aturan-aturan nasional mengenai hal tersebut.
III.2. Saran
1. Pemerintah Indonesia harus mengikuti setiap perkembangan di dunia,
terutama dalam hal ini mengenai hukum ekonomi internasional dan
segala permasalahan yang ada agar dapat mengikuti setiap
perkembangan yang terjadi di masa yang akan datang.
2. Pemerintah Indonesia harus memilki kesiapan dalam pengaturan
masalah-masalah mengenai mekanisme penyelesaian sengeketa melalui
Daftar Pustaka
Buku
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Ahmad M. Ramli, et.al, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta, 2007.
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta, 2008.
Djafar Al Bram, Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi, PKIH FHUP, Jakarta, 2011 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan
Keadilan, PT Tata Nusa, Jakarta, 2004.
Gabrielle Kaufmann-Kohler, Online Dispute Resolution and its Significance for International Commercial Arbitration, Global Reflections on International Law, Commerce and Dispute Resolution, ICC Publishing, 2005.
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006.
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003. Huala Adolf, Arbitrase Komersil Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1993.
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Huala Adolf, Masalah Hukum Arbitrase Online, BPHN KEMENHUKHAM, Jakarta, 2010. M. Husseyn Umar, BANI dan PENYELESAIAN SENGKETA, PT. Fikahati Aneska, Jakarta,
2013.
Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Fikahati Aneska, 2012.
Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1986. Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.
Jurnal
Armağan Ebru Bozkurt YÜKSEL, Online International Arbitration, Ankara Law Review, Vol.4 No.1 2007.
Eleven Journals, ODR Redress System for Consumer Disputes: Clarifications, UNCITRAL Works & EU Regulation on ODR, International Journal of Online Dispute Resolution, 2014.
Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara Elektronik (Arbitrase Online) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010.
Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase di Indonesia Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No. 42 Tahun XV Mei 2010.
Sutan Remy Sjahdeini, E-commerce (Tinjauan Dari Perspektif Hukum), Jurnal Hukum Bisnis Universitas Gajah Mada, Vol. 12/2001.
UNCITRAL, General Assembly: Possible future work on online dispute resolution in cross-border electronic commerce transactions, United Nations Commission on International Trade Law, Forty-third session, New York, 2010.
Sumber Lain
Ebay, User Aggrement: Legal Disputes, http://pages.ebay.com/help/policies/user-agreement.html#17.
Amazon, Conditions of Use: Disputes,