• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku"

Copied!
296
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN TERIPANG BERBASIS SASI

DI NEGERI PORTO DAN DESA WARIALAU

PROVINSI MALUKU

YONA AKSA LEWERISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

YONA AKSA LEWERISSA.“Sasi” Based Management of Sea Cucumbers in Negeri Porto and Warialau Village, Mollucas Province. Under direction of SANTOSO RAHARDJO and AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Sea cucumbers in Negeri Porto was indicated decrease in numbers or fishing capture size. Management of this resource was facing several problems such high fishing effort by contractor (fishers from Madura, East Java) or even local fishers and minimum opportunity of sea cucumbers to regenerated because they was caught before mature periods. This study was done to descript sea cucumbers condition and potency of sea cucumber resources, to analyze environment factors, to analyze progress of “Sasi” of sea cucumbers in Negeri Porto compare to that in Warialau Village, Kepulauan Aru Municipal and at least to recommend strategies on sea cucumber management.

The speciment was identify according Clark and Rowe (1971); Cannon and Silver (1987) and Birtles (1989). Result shows that there were eight species of sea cucumbers found in Negeri Porto with potency 12.240 while in Warialau Village, 10 species with potency 172.368. Habitat distribution in Negeri Porto and Warialau Village was vary started from sandy shores, seagrass zone, seaweeds zone, gully and coral reef slope. The most numbers in species was found in gully zone, each 87,5% in Negeri Porto and 90% in Warialau Village. Length frequent distributions of some species of sea cucumbers in Negeri Porto wich have highest density, expensive, middle and cheapest price category, shows that Bohadschia marmorata, Holothuria fuscogilva, Actinopyga miliaris and Holothuria atra was caught before mature periods. Thia quiet defferent with sea cucumbers in Warialau Village such Holothuria scabra, Actinopyga echinities, Actinopyga miliaris and Thelenota ananas, which still available through mature periods because of zero fishing effort as an effect of closing status of “sasi”.

The result of environment factors analysis such temperature, pH, salinity, DO, brightness and current shows that Negeri Porto and Warialau Village were available to do stock richment in nature and to develop marine culture. That fact was also support by sediment distribution in both sites (92,07% in Negeri Porto and 94,11% in Warialau Village). The result of “sasi” progress indicators analysis such efficiency, social sustainability and even distribution shows Negeri Porto was in middle category while Warialau Village was on high category. In resources sustainability indicators which is size and numbers of capture, size of sea cucumbers that was caught in Negeri Porto was indicated to become smaller (at middle price category) while numbers of fishing capture was also become decrease about 33,34-50% each year. Species with high price category was also difficult to caught. While in Warialau Village, there were a little decrease of sea cucumbers in numbers of capture as an impact of illegal fishing by modern fishers from outside the area. Management strategies formulating was done considering of some aspects such bioecology, social economy, institutional, the aims of management and risk study. There were five strategies recommend to Negeri Porto while in Warialau Village, fourth strategies were recommend.

(4)

RINGKASAN

YONA AKSA LEWERISSA. Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku. Dibimbing oleh SANTOSO RAHARDJO dan AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Negeri Porto telah terindikasi terjadi penurunan sumber daya teripang, namun dalam upaya pengelolaan diperhadapkan dengan beberapa permasalahan yaitu tingginya upaya penangkapan yang dilakukan baik oleh para pengontrak (nelayan Madura) maupun oleh masyarakat setempat dan rendahnya kesempatan teripang untuk beregenerasi karena ditangkap sebelum waktu matang gonad. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi dan potensi sumber daya teripang, menganalisis faktor-faktor lingkungan, menganalisis kinerja sasi di Negeri Porto yang dibandingkan dengan sasi teripang di Desa Warialau Kabupaten Kepulauan Aru dan menyusun alternatif strategi pengelolaan teripang.

Spesimen diidentifikasi menurut Clark and Rowe (1971); Cannon and Silver (1987) dan Birtles (1989). Hasil penelitian menunjukan bahwa teripang yang ditemukan di Negeri Porto sebanyak 8 jenis, dengan potensi sebesar 12.240 individu, sedangkan di desa Warialau terdiri dari 10 jenis dengan potensi 172.368 individu. Sebaran habitat di negeri Porto dan desa Warialau bervariasi mulai dari rataan pasir, zona lamun, zona algae, tubir dan lereng terumbu, namun jumlah jenis terbanyak 87,5% Negeri Porto dan 90 % di Desa Warialau ditemukan pada zona tubir. Dari nilai sebaran frekuensi panjang beberapa jenis teripang di negeri Porto yang termasuk memiliki kepadatan tertinggi, nilai jual kategori mahal, sedang dan murah menunjukan bahwa Bohadschia marmorata, Holothuria fuscogilva, Actinopyga miliaris dan Holothuria atra telah ditangkap sebelum waktu matang gonad untuk memijah. Hal ini cukup berbeda dengan beberapa jenis teripang di Desa Warialau yaitu Holothuria scabra, Actinopyga echinities, Actinopyga miliaris dan Thelenota ananas, yang tetap tersedia untuk melakukan pemijahan karena tidak ada upaya tangkap akibat masih dalam status “tutup sasi.”

Hasil analisa faktor-faktor lingkungan yaitu suhu, pH, salinitas, DO, kecerahan, arus menunjukan bahwa kondisi di negeri Porto dan Desa Warialau memenuhi syarat untuk dilakukan pengayaan stok di habitat alami dan pengembangan upaya budidaya. Hal tersebut juga didukung oleh sebaran sedimen yang menunjukan bahwa pada kedua lokasi substrat didominasi oleh sedimen berupa pasir kasar atau Coarse Sand (1 mm). Sebaran sedimen berada pada kisaran ukuran pasir yaitu sebesar 92.07% di negeri Porto dan 94.11% di desa Warialau. Sebaran sedimen ini merupakan habitat yang baik dari teripang sesuai sifat membenamkan diri, karena dengan ukuran pasir kasar yang ditambah dengan pasir sedang, maka teripang dengan mudah membenamkan diri untuk menghindarkan diri dari tekanan predator (Hyman, 1955).

(5)

penurunan sekitar 33.34-50% setiap tahun serta sulit mendapatkan jenis-jenis yang termasuk kategori tinggi atau relatif mahal. Untuk Desa Warialau ada terjadi sedikit penurunan teripang karena penangkapan ilegal oleh nelayan dari luar daerah yang menggunakan peralatan modern.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(7)

PENGELOLAAN TERIPANG BERBASIS SASI

DI NEGERI PORTO DAN DESA WARIALAU

PROVINSI MALUKU

YONA AKSA LEWERISSA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku

Nama : Yona Aksa Lewerissa

NRP : C251060021

: Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto Pulau Saparua Kabupaten Maluku Tengah

Nama : Yona Aksa Lewerissa NRP : C251060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. Santoso Rahardjo, MSc Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Laut

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)
(10)

PRAKATA

Solagracia (hanya oleh Anugerah), sehingga janjiMu itu terwujud berupa penyelesaian salah satu tahapan studi dalam hidupku. Untuk itu selayaklah pujian, hormat dan kemuliaan dikembalikan kepada “DIA” Tuhan penguasa langit bumi dan sumber segala hikmat serta pengetahuan yang atas pertolonganNya penulisan tesis dengan judul “Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku” dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Santoso Rahardjo,M.Sc dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku Komisi Pembimbing atas segala kebijaksanaan dan kesabaran dalam pembimbingan, memberikan dorongan, masukan, motivasi, serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran mulai dari rencana penelitian hingga penulisan tesis ini.

Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Pattimura dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Institut Pertanian Bogor, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (SPL) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA dan Tenaga Pengajar Pascasarjana Program Studi SPL serta Bagian kesekretarian khususnya Pa Zainal dam Mas Didin atas kesempatan, ilmu, serta pelayanan yang penuh kasih selama penulis menuntut ilmu.

3. Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukkan dalam penyempurnaan tesis ini. Kiranya semua kebaikan hati bapak, diberkati oleh Tuhan.

4. Departemen Pendidikan Nasional khusus DIKTI yang memberikan bantuan BPPS (Biasiswa Program Pascasarjana) selama studi pascasarjana.

5. Permata hatiku, suami tercintaKarolis Iwamonydan anak-anak tersayang Solagracia Christien, Svetlana Solascriptura dan my litle angel

(11)

PENGELOLAAN TERIPANG BERBASIS SASI

DI NEGERI PORTO DAN DESA WARIALAU

PROVINSI MALUKU

YONA AKSA LEWERISSA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(13)

ABSTRACT

YONA AKSA LEWERISSA.“Sasi” Based Management of Sea Cucumbers in Negeri Porto and Warialau Village, Mollucas Province. Under direction of SANTOSO RAHARDJO and AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Sea cucumbers in Negeri Porto was indicated decrease in numbers or fishing capture size. Management of this resource was facing several problems such high fishing effort by contractor (fishers from Madura, East Java) or even local fishers and minimum opportunity of sea cucumbers to regenerated because they was caught before mature periods. This study was done to descript sea cucumbers condition and potency of sea cucumber resources, to analyze environment factors, to analyze progress of “Sasi” of sea cucumbers in Negeri Porto compare to that in Warialau Village, Kepulauan Aru Municipal and at least to recommend strategies on sea cucumber management.

The speciment was identify according Clark and Rowe (1971); Cannon and Silver (1987) and Birtles (1989). Result shows that there were eight species of sea cucumbers found in Negeri Porto with potency 12.240 while in Warialau Village, 10 species with potency 172.368. Habitat distribution in Negeri Porto and Warialau Village was vary started from sandy shores, seagrass zone, seaweeds zone, gully and coral reef slope. The most numbers in species was found in gully zone, each 87,5% in Negeri Porto and 90% in Warialau Village. Length frequent distributions of some species of sea cucumbers in Negeri Porto wich have highest density, expensive, middle and cheapest price category, shows that Bohadschia marmorata, Holothuria fuscogilva, Actinopyga miliaris and Holothuria atra was caught before mature periods. Thia quiet defferent with sea cucumbers in Warialau Village such Holothuria scabra, Actinopyga echinities, Actinopyga miliaris and Thelenota ananas, which still available through mature periods because of zero fishing effort as an effect of closing status of “sasi”.

The result of environment factors analysis such temperature, pH, salinity, DO, brightness and current shows that Negeri Porto and Warialau Village were available to do stock richment in nature and to develop marine culture. That fact was also support by sediment distribution in both sites (92,07% in Negeri Porto and 94,11% in Warialau Village). The result of “sasi” progress indicators analysis such efficiency, social sustainability and even distribution shows Negeri Porto was in middle category while Warialau Village was on high category. In resources sustainability indicators which is size and numbers of capture, size of sea cucumbers that was caught in Negeri Porto was indicated to become smaller (at middle price category) while numbers of fishing capture was also become decrease about 33,34-50% each year. Species with high price category was also difficult to caught. While in Warialau Village, there were a little decrease of sea cucumbers in numbers of capture as an impact of illegal fishing by modern fishers from outside the area. Management strategies formulating was done considering of some aspects such bioecology, social economy, institutional, the aims of management and risk study. There were five strategies recommend to Negeri Porto while in Warialau Village, fourth strategies were recommend.

(14)

RINGKASAN

YONA AKSA LEWERISSA. Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku. Dibimbing oleh SANTOSO RAHARDJO dan AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Negeri Porto telah terindikasi terjadi penurunan sumber daya teripang, namun dalam upaya pengelolaan diperhadapkan dengan beberapa permasalahan yaitu tingginya upaya penangkapan yang dilakukan baik oleh para pengontrak (nelayan Madura) maupun oleh masyarakat setempat dan rendahnya kesempatan teripang untuk beregenerasi karena ditangkap sebelum waktu matang gonad. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi dan potensi sumber daya teripang, menganalisis faktor-faktor lingkungan, menganalisis kinerja sasi di Negeri Porto yang dibandingkan dengan sasi teripang di Desa Warialau Kabupaten Kepulauan Aru dan menyusun alternatif strategi pengelolaan teripang.

Spesimen diidentifikasi menurut Clark and Rowe (1971); Cannon and Silver (1987) dan Birtles (1989). Hasil penelitian menunjukan bahwa teripang yang ditemukan di Negeri Porto sebanyak 8 jenis, dengan potensi sebesar 12.240 individu, sedangkan di desa Warialau terdiri dari 10 jenis dengan potensi 172.368 individu. Sebaran habitat di negeri Porto dan desa Warialau bervariasi mulai dari rataan pasir, zona lamun, zona algae, tubir dan lereng terumbu, namun jumlah jenis terbanyak 87,5% Negeri Porto dan 90 % di Desa Warialau ditemukan pada zona tubir. Dari nilai sebaran frekuensi panjang beberapa jenis teripang di negeri Porto yang termasuk memiliki kepadatan tertinggi, nilai jual kategori mahal, sedang dan murah menunjukan bahwa Bohadschia marmorata, Holothuria fuscogilva, Actinopyga miliaris dan Holothuria atra telah ditangkap sebelum waktu matang gonad untuk memijah. Hal ini cukup berbeda dengan beberapa jenis teripang di Desa Warialau yaitu Holothuria scabra, Actinopyga echinities, Actinopyga miliaris dan Thelenota ananas, yang tetap tersedia untuk melakukan pemijahan karena tidak ada upaya tangkap akibat masih dalam status “tutup sasi.”

Hasil analisa faktor-faktor lingkungan yaitu suhu, pH, salinitas, DO, kecerahan, arus menunjukan bahwa kondisi di negeri Porto dan Desa Warialau memenuhi syarat untuk dilakukan pengayaan stok di habitat alami dan pengembangan upaya budidaya. Hal tersebut juga didukung oleh sebaran sedimen yang menunjukan bahwa pada kedua lokasi substrat didominasi oleh sedimen berupa pasir kasar atau Coarse Sand (1 mm). Sebaran sedimen berada pada kisaran ukuran pasir yaitu sebesar 92.07% di negeri Porto dan 94.11% di desa Warialau. Sebaran sedimen ini merupakan habitat yang baik dari teripang sesuai sifat membenamkan diri, karena dengan ukuran pasir kasar yang ditambah dengan pasir sedang, maka teripang dengan mudah membenamkan diri untuk menghindarkan diri dari tekanan predator (Hyman, 1955).

(15)

penurunan sekitar 33.34-50% setiap tahun serta sulit mendapatkan jenis-jenis yang termasuk kategori tinggi atau relatif mahal. Untuk Desa Warialau ada terjadi sedikit penurunan teripang karena penangkapan ilegal oleh nelayan dari luar daerah yang menggunakan peralatan modern.

(16)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(17)

PENGELOLAAN TERIPANG BERBASIS SASI

DI NEGERI PORTO DAN DESA WARIALAU

PROVINSI MALUKU

YONA AKSA LEWERISSA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul Tesis : Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku

Nama : Yona Aksa Lewerissa

NRP : C251060021

: Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto Pulau Saparua Kabupaten Maluku Tengah

Nama : Yona Aksa Lewerissa NRP : C251060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. Santoso Rahardjo, MSc Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Laut

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(19)
(20)

PRAKATA

Solagracia (hanya oleh Anugerah), sehingga janjiMu itu terwujud berupa penyelesaian salah satu tahapan studi dalam hidupku. Untuk itu selayaklah pujian, hormat dan kemuliaan dikembalikan kepada “DIA” Tuhan penguasa langit bumi dan sumber segala hikmat serta pengetahuan yang atas pertolonganNya penulisan tesis dengan judul “Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku” dapat terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Santoso Rahardjo,M.Sc dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku Komisi Pembimbing atas segala kebijaksanaan dan kesabaran dalam pembimbingan, memberikan dorongan, masukan, motivasi, serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran mulai dari rencana penelitian hingga penulisan tesis ini.

Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Pattimura dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Institut Pertanian Bogor, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (SPL) Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA dan Tenaga Pengajar Pascasarjana Program Studi SPL serta Bagian kesekretarian khususnya Pa Zainal dam Mas Didin atas kesempatan, ilmu, serta pelayanan yang penuh kasih selama penulis menuntut ilmu.

3. Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukkan dalam penyempurnaan tesis ini. Kiranya semua kebaikan hati bapak, diberkati oleh Tuhan.

4. Departemen Pendidikan Nasional khusus DIKTI yang memberikan bantuan BPPS (Biasiswa Program Pascasarjana) selama studi pascasarjana.

5. Permata hatiku, suami tercintaKarolis Iwamonydan anak-anak tersayang Solagracia Christien, Svetlana Solascriptura dan my litle angel

(21)

sehingga Bapa di Sorga selalu memberikan kekuatan bagiku selama studi di IPB, serta saat ”badai” itu terjadi dalam hidupku. Kalian tidak tertandingi oleh apapun yang ada di dunia ini.

6. Orang tua yang kubanggakan dan kusayangi, Papa Agus, Mama Tin, Papa Mozes, Mama Ade, serta saudara-saudaraku yang sangat kucintai atas ketulusan hati dan motivasi yang diberikan yaitu Usi Nona, serta Bu Boys, Usi Henny, Bu Roy, Usi Ivon, Bu Cahrly, Usi Pheppy, Oce, Erni, Ina, Tine dan keponakan-keponakanku Dion, Henry, Laura, Eunike, William, Richard, Cindy,Wina, Alin dan Gabby. Berkat doa kalian, akhirnya ”pelangi” itu muncul juga, setelah awan kelabu itu berlalu.

7. Teman-teman S2 SPL angkatan ’06 atas semangat dan kebersamaan yang

terjalin selama studi khususnya Eddy, Nurul, Nico, Wilmy, Kholik, Adit, Anchu, Prama, Yulius, Pa Rahman, dan Pa Sirajudin.

8. Keluarga Haji Rahmat yang dengan sepenuh hati menyediakan tempat tinggal serta teman-teman kos Palem Merah yang memberikan nuansa kekeluargaan meskipun berbeda daerah namun tetap kompak khususnya kak Deiby, Mba Nana, Stany, Emma, Tin-tin, Alina, Delly, serta ibu Atje. Juga buat sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan motivasi bagiku dalam menyelesaikan studi yaitu Usi Nona, Degen, Pa Mon, Bu Ois, Max dan Ola.

9. Teman-teman pelayanan AM-GPM Ranting Maranatha Poka, PAK Perkantas, PERMAMA, serta adik-adikku di Caleb House yang tetap setia berdoa untuk kesuksesan studiku.

Akhirnya dalam semua kelemahanku, ada sebersit harapan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan khususnya di bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.

(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Poka pada tanggal 4 Agustus 1977 dari ayah Agustinus Lewerissa dan ibu Christina Lewerissa/Lappy. Penulis merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara.

(23)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xvi DAFTAR GAMBAR ... xvii DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5 1.4. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1. Morfologi dan Anatomi... 7 2.2. Klasifikasi dan Distribusi Teripang... 8 2.3. Penyebaran Populasi... 10 2.4. Habitat dan Tingkah Laku... 10 2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan... 11 2.6. Reproduksi... 11 2.7. Tingkat Kematangan Gonad... 12 2.8. Daur Hidup Teripang... 12 2.9. Peranan Teripang... 13 2.10. Faktor-Faktor Lingkungan... 14 2.11. Sasi di Maluku... 16

(24)

3.4.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sumber Daya Teripang... 28 3.4.2. Analisis Faktor-Faktor Lingkungan... 28 3.4.3. Analisis Hasil Tangkapan... 29 3.4.4. Analisis Efisiensi Kinerja Sasi... 29 3.5. Alternatif Strategi Pengelolaan... 30

IV. HASIL PENELITIAN... 31 4.1. Kondisi Iklim... 31 4.2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Teripang... 32 4.2.1. Kompisisi Sumberdaya Teripang... 32 4.2.2. Kepadatan Sumberdaya Teripang... 33 4.2.3. Frekuensi Kehadiran Sumberdaya Teripang... 36 4.2.4. Habitat Sumberdaya Teripang... 37 4.2.5. Faktor-Faktor Lingkungan bagi Pertumbuhan Teripang.. 41 4.3. Sebaran Frekuensi Panjang Sumberdaya Teripang... 44 4.4. Perikanan Teripang... 46 4.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan... 50 4.5.1. Sosial Ekonomi... 50 4.5.2. Kelembagaan... 51 V. PEMBAHASAN... 54 5.1. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Teripang... 54 5.1.1. Potensi Sumberdaya Teripang... 54 5.1.2. Sebaran Frekuensi Panjang dan Hasil Tangkapan

Teripang... 58 5.2. Faktor-Faktor Lingkungan bagi Pertumbuhan Teripang…….... 63 5.2.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan... 63 5.2.2. Kondisi Substrat yang sesuai bagi Pertumbuhan

Teripang... 65 5.3. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan (Sasi)... 65 5.3.1. Sosial Ekonomi... 65 5.3.2. Proses dan Aturan-Aturan Sasi di Negeri Porto dan

(25)

5.4. Tujuan Pengelolaan dan Pengkajian Resiko... 78 5.5. Diskusi Umum... 81

5.5.1. Faktor-Faktor Penyebab Menurunnya Sumberdaya Teripang...

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Impor Teripang di Hongkong, Januari-Maret 1996... 2 2. Produksi dan Nilai Produksi Teripang di Provinsi Maluku Tahun

2005-2007...

3

3. Ukuran Panjang dan Bobot Beberapa Jenis Teripang di Indoneisa.... 7 4. Beberapa Jenis Teripang di Indonesia berdasarkan Publikasi Nasional.. 9 5. Peralatan yang digunakan dalam Penelitian... 22 6. Kategori Responden yang diwawancara... 27 7. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Negeri Porto... 33 8. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Desa Warialau... 33 9. Kepadatan Teripang di Berbagai Lokasi Pengamatan... 35 10. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Negeri Porto... 36 11. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Teripang di Desa Warialau... 37 12. Penyebaran Teripang Berdasarkan Zonasi di Negeri Porto... 38 13. Penyebaran Teripang Berdasarkan Zonasi di Desa Warialau... 40 14. Kelayakan Parameter Lingkungan untuk Budidaya Teripang... 43 15. Persentase Rata-Rata Sedimen pada Stasiun Pengamatan... 44 16. Ukuran Panjang dan Frekuensi beberapa Jenis Teripang di Negeri

Porto...

45

17. Ukuran Panjang dan Frekuensi beberapa Jenis Teripang di Desa Warialau...

46

18. Kategori Ukuran Beberapa Jenis Teripang... 50 19. Besar Pendapatan Masyarakat di Negeri Porto dan Desa Warialau.... 51 20. Peraturan Pengelolaan Sumberdaya Laut Berbasis Sasi di Negeri

Porto...

67

21. Peraturan Pengelolaan Sumberdaya Laut Berbasis Sasi di Desa

Warialau... 70 22 Indikator Kinerja Pelaksanaan Sasi Teripang di Negeri Porto dan

(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di

Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku... 6 2. Daur Hidup Teripang Pasir (Holothuria scabra)... 13 3. Peta Lokasi Penelitian di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi

Maluku... 21 4. Skema Pengambilan Contoh Teripang di Negeri Porto dengan

Metode Transek Kuadrat... 25 5. Skema Pengambilan Contoh Teripang di Desa Warialau dengan

Metode Transek Kuadrat... 26 6. Grafik Kepadatan dan Kepadatan Relatif Sumberdaya Teripang di

Negeri Porto... 34 7. Grafik Kepadatan dan Kepadatan Relatif Sumberdaya Teripang di

Desa Warialau... 34 8. Jumlah Jenis Teripang yang ditemukan berdasarkan Petak

Pengamatan (secara Vertikal) di Negeri Porto... 39 9. Jumlah Jenis Teripang yang ditemukan berdasarkan Petak

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data Jumlah Individu per Transek di Negeri Porto dan Desa

Warialau... 94 2. Data Parameter Lingkungan di Negeri Porto dan Desa Warialau... 99 3. Kriteria Penilaian Setiap Indikator Sasi... 101 4. Jenis-Jenis Teripang yang ditemukan di Negeri Porto... 102 5. Jenis-Jenis Teripang yang ditemukan di Desa Warialau... 106 6. Perhitungan Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran,

(29)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta wilayah laut seluas 5,8 juta km2, termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (Retraubun, 2007), sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar dan beragam. Salah satu sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomis yaitu teripang. Teripang (holothurians) adalah kelompok hewan invertebrata laut dari kelas Holothuroidea (Filum Echinodermata), tersebar luas di lingkungan laut (marine) diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di lautan India dan lautan Pasifik Barat. Jenis biota ini dikenal dengan nama ketimun laut, suala, sea cucumber (Inggris), namako (Jepang), beche-de-mer(Perancis) atau dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan nama teat fish(Sutaman, 1993; Martoyoet.al., 2002).

Menurut Hyman (1955) dalamYusron (1992), teripang banyak menghuni daerah litoral diperairan Indonesia dan merupakan komoditas perikanan yang diperdagangkan baik di pasar lokal maupun internasional. Hal ini disebabkan karena kandungan zat-zat obat, makanan ini berkasiat penyembuhan serta dari analisa proksimat daging teripang diperoleh kompoisisi protein 43%, lemak 2%, kadar air 17%, mineral 21% dan kadar abu 7% (James, 1989 dalam Yusron, 2004). Karena rendahnya kandungan lemak, direkomendasikan bagi orang yang bermasalah dengan kolesterol. Di Jepang, Korea dan beberapa Negara Pasifik Selatan, daging dan organ dalam teripang dimakan mentah, dimasak dan diasin atau dalam bentuk kering (Shelley, 1985, Yanagisawa, 1996 dalam Darsono, 2002).

(30)

perdagangan ini Indonesia mengalami penurunan sumberdaya teripang (depleting resources), tapi tidak sebanding nilai dolar yang mungkin diperoleh.

Tabel 1. Impor teripang di Hongkong, Januari-Maret 1996

No. Negara Asal Kuantitas (ton) Harga (1.000 HK$) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. USA Kanada Perancis Mozambik Taiwan Indonesia Filipina Korea Jepang Cina Vietnam Sri Langka Malaysia Singapura Madagaskar Afrika Selatan Kenya Mauritius Tanzania US Ocania

Australia & Oceania Kiribati Tonga Samoa Barat Australia Kepulauan Solomon Fiji Selandia Baru Vanuatu

Papua New Guinea Lain-lain 1 10.5 1.9 23 15.7 452.9 214.4 4 6.6 2.1 11.4 5.3 1.5 138.7 40.3 6.6 7.4 2.7 73.8 17.3 21 3.8 3.9 3.2 10.4 30.5 66.2 3.9 5.6 84.9 0.4 1 135 1 441 256 480 597 17 782 4 707 251 6 640 1 546 116 778 263 9 894 4 242 285 250 448 1 679 1 132 2 964 765 744 180 2 404 1 528 7 279 460 310 4 559 18

Sumber : Infofish Trade News II/96, 17 Juni 1996

(31)

sampai kedalaman 40 meter dan tersebar hampir di setiap pulau seperti Pulau Buntal, Pulau Saparua, Kepulauan Seram Timur, Kepulauan Kei Kecil, Kepulauan Banda, Pulau Buru, Aru dan Tanimbar. (Yusron, 1992).

Sumberdaya teripang di Maluku telah dieksploitasi untuk tujuan komersial, hal ini didasarkan pada data produksi dan nilai produksi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku dari tahun 2005-2007 (Tabel 2). Dari Tabel 2 ini terlihat bahwa pada tahun 2005-2006 terjadi penurunan produksi sebesar 21,73% dan nilai produksi sebesar 33,03%, selanjutnya pada tahun 2006-2007 penurunan produksi sebesar 5,68% dengan nilai produksi sebesar 1,83%. Dari Tabel ini juga memperlihatkan bahwa meskipun terjadi penurunan produksi yang berdampak terhadap nilai produksi, namun di sisi lain nilai jual teripang meningkat pada 2007.

Tabel 2. Produksi dan Nilai Produksi Teripang di Provinsi Maluku Tahun 2005-2007

Tahun Volume (ton) Nilai (Rp.1000)

2005 667,6 79.345.000

2006 522,7 53.137.250

2007 493,0 52.162.800

Sumber : Data tahunan statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku. Permintaan teripang sebagai komoditi ekspor semakin meningkat, hal tersebut juga ditunjang dengan harga yang semakin membaik. Dengan demikian ”perburuan” teripang juga meningkat dan bersifat multispesies dengan berbagai ukuran. Perikanan teripang umumnya dan di Maluku khususnya, masih bersifat tradisional artinya bahwa masyarakat mengumpulkan sedikit demi sedikit, sampai pada jumlah tertentu baru dijual kepada pengumpul.

(32)

nelayan setempat yang hanya menggunakan peralatan sederhana. Dengan demikian maka sumberdaya yang dapat diambil oleh para penyewa tersebut bukan hanya teripang namun juga lola dan jenis-jenis sumberdaya yang bernilai ekonomis lainnya. Dengan adanya upaya tangkap yang tinggi oleh para penyewa atau pengontrak, hal tersebut menyebabkan dalam waktu singkat terjadi penurunan sumberdaya baik teripang maupun lola (Trochus niloticus), Tridacna gigas serta sumberdaya lainnya. Selain itu, akibat penerapan kebijakan Pemerintah Negeri (Raja) yang dianggap merugikan masyarakat serta penurunan jumlah, ukuran sumberdaya laut termasuk didalammnya teripang, maka sebagai pelampiasan dari rasa kekecewaan diwujudkan dengan cara melakukan pelanggaran terhadap sasi yang berlaku yaitu dengan mengambil teripang sesuai dengan keinginan mereka dan hal ini dapat terlaksana akibat lemahnya pengawasan dari pemerintah adat setempat. Kelangkaan dan rendahnya jumlah teripang di alam adalah sinyal kepunahan bila tidak diantisipasi dengan usaha pelestariannya segera mungkin.

1.2. Perumusan Masalah

Secara alami stok populasi jenis-jenis teripang di daerah tropika adalah relatif sedikit. Stok populasi yang kecil tersebut bila mendapat tekanan eksploitasi intensif ditambah sifat regenerasi dan pertumbuhan yang lambat, akan terjadi penurunan sumberdaya. Di Negeri Porto sendiri telah terindikasi terjadi penurunan sumber daya teripang, hal ini disebabkan karena adanya kebijakan Pemerintah Negeri (raja) untuk menyewakan/mengontrak daerah pasang surut buat nelayan luar (Madura ) yang menggunakan peralatan modern serta adanya aksi protes dari masyarakat berupa pelanggaran terhadap sasi dengan melakukan penangkapan pada saat waktu tutup sasi. Permasalahan utama dalam pengelolaan teripang di Negeri Porto yaitu :

1. Tingginya upaya penangkapan yang dilakukan baik oleh para pengontrak (nelayan Madura) maupun oleh masyarakat setempat.

(33)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan kondisi dan potensi teripang.

2. menganalisis habitat dan kesesuaian faktor-faktor lingkungan

3. menganalisis kinerja sasi di negeri Porto dibandingkan dengan sasi desa Warialau kabupaten Kepulauan Aru.

4. menyusun alternatif strategi pengelolaan teripang.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan untuk pengelolaan teripang yang berbasis sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau, sehingga sumberdaya teripang terus lestari berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan, penyediaan pangan dan lain sebagainya secara terus menerus.

1.4 Kerangka Pemikiran

Sumberdaya teripang mempunyai manfaat baik dari segi ekonomi sebagai sumber protein dan mempunyai berbagai khasiat dalam menyembuhkan penyakit serta mempunyai nilai jual yang tinggi baik dalam skala lokal maupun internasional, sedangkan dari segi ekologi berperanan penting dalam rantai makanan karena sebagai penyumbang pakan sekaligus penyubur substrat.

(34)

lelang atau kontrak sehingga menimbulkan permasalahan tingginya upaya tangkap yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya ini, sehingga perlu dirumuskan strategi pengelolaan yang dapat menjawab tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan. Pertimbangan yang ketiga menyangkut sosial ekonomi dan kelembagaan dimana diperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat serta kelembagaan yang ada dalam masyarakat yang mendukung sistem sasi. Selanjutnya perlu juga dilakukan kajian resiko sehingga dapat menentukan strategi pengelolaan yang tepat yang dapat diterapkan dalam bentuk aturan-aturan. Dengan demikian maka disusun suatu kerangka pemikiran sederhana yang ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku

PENERAPAN ATURAN

(Sasi, Peraturan Negeri) STRATEGI

PENGELOLAAN SUMBERDAYA

TERIPANG

SOSIAL EKONOMI & KELEMBAGAAN

TUJUAN PENGELOLAAN

SUMBERDAYA TERIPANG DI NEGERI PORTO DAN DESA WARIALAU PROVINSI MALUKU

BIOEKOLOGI

Ekologi

(kondisi, potensi, habitat,faktor-faktor

lingkungan)

Biologi

(Pengkajian Stok teripang)

Hasil Tangkap per upaya

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi dan Anatomi

Teripang adalah salah satu hewan berkulit duri (Echinodermata) walaupun tidak semua teripang mempunyai duri pada kulitnya. Duri-duri pada teripang sebenarnya merupakan rangka yang tersusun dari zat kapur dan terdapat didalam kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa karena sangat kecil, sehingga untuk melihatnya diperlukan bantuan mikroskop (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 1995).

Tubuh teripang lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun sehingga hewan ini dinamakan juga ketimun laut atau sea cucumber, mulut dan anus terletak di ujung yang berlawanan (Darsono, 1998). Gerakan teripang sangat lamban sehingga hampir seluruh hidupnya berada di dasar laut. Warna teripang bermacam-macam mulai dari hitam, abu-abu, kecoklat-coklatan, kemerahan, kekuning-kuningan bahkan ada yang berwarna putih. Ukuran tubuh teripang berbeda-beda baik dari segi panjang maupun bobotnya sesuai dengan jenisnya masing-masing (Tabel 3).

Tabel 3. Ukuran Panjang dan Bobot Beberapa Jenis Teripang di Indonesia

Jenis Teripang Panjang (cm) Bobot (kg)

Holothuria atra

Actinopyga mauritiana Thelenota ananas Holothuria scabra

± 60 ± 30 ± 100 ± 25-35

± 2 ± 2.8 ± 6 ± 0.25-0.35

(36)

pangkal pengeluaran dan kloaka (Elifitrida,1994). Permukaan tubuh teripang ditutupi oleh kutikula yang tipis (Hickmanet al, 1974dalamElifitrida,1994).

2.2. Klasifikasi dan Distribusi Teripang

Teripang (holothurians) adalah kelompok hewan invertebrata laut dari kelas Holothuroidea (Filum Echinodermata), tersebar luas di lingkungan laut (marine) diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di lautan India dan lautan Pasifik Barat. Tidak kurang sekitar 1250 jenis teripang telah dideskripsikan, dibedakan dalam enam bangsa (ordo) yaitu Dendrochirotida, Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida, Molpadida, dan Elasipoda. Beberapa jenisnya hidup membenamkan diri dalam pasir dan hanya menampakan tentakelnya, sedang jenis-jenis teripang komersil biasanya hidup pada substrat pasir, substrat keras, substrat kricak karang dan substrat lumpur. Produk teripang umumnya berasal dari jenis-jenis teripang yang hidup di perairan dangkal, sampai kedalaman 50 meter. Semua jenis teripang komersil, khususnya dari daerah tropika, termasuk dalam bangsa (ordo) Aspidochirotida dari suku (family) Holothuriidae dan Stichopodidae, yang meliputi marga (genus) Holothuria, Actinopyga, Bohadschia, Thelenota dan Stichopus. Sekitar 25 jenis teripang berpotensi komersil diidentifikasikan berasal dari perairan karang di Indonesia (Darsono,1995), sedangkan hasil koleksi P2O LIPI menyimpan 42 jenis teripang dari seluruh perairan Indonesia. Menurut Purwati (2005), terdapat 26 jenis teripang yang pernah atau masih dieksploitasi di perairan Indonesia berdasarkan publikasi nasional (Tabel 4).

(37)

Tabel 4. Beberapa Jenis Teripang di Indonesia, Berdasarkan Publikasi Nasional

No. Nama Jenis Nama daerah Nama di pasar dunia

1 Actinopyga echnities Kunyit, ladu-ladu, kapok/kapuk, bilalo

Deepwater redfish

2 A. lecanora Batu, balibi Stonefish

3 A. mauritania Buntal Surf redfish

4 A. miliaris Kapok/kapuk, lotong, gamet, sepatu

Blackfish

5 Bohadschia argus Ular mata, cempedak Leopard fish/tiger fish/spottedfish 6 B. marmorata Olol-olok, getah putih,

pulut, benang, krido polos

-7 B. tenuissima * Karet

-8 Holothruria atra Teripang hitam, dara/darah

Lollyfish/black trepang

9 H.coluber Taikokong Snakefish

10 H. edulis Dada merah, takling, perut merah, cerak, batu keling

Pinkfish

11 H. fuscopunctata ? Elephant trunkfish

12 H. fuscogilva Susu putih White teatfish, susufish

13 H. hilla ?

-14 H. impatiens Donga, babi, ular-ular, tempulo

-15 H. leucospilota Salengko, talengko,

getah

-16 H. nobilis Susu hitam, lotong, koro,

susuan

Black teatfish

17 H. ocelata Kacang goreng

-18 H. pervicax ? Tiger spotted trepang

19 H. scabra Pasir, buang kulit, gosok, putih, kamboa

Sandfish

20 H. similes Krido, krido bintik Chalkfish/whitefish 21 Pearsonothuria

graeffei

Bintik merah Flowerfish

22 Stichopus chloronotus

Jepung, jepun Greenfish/squarefish 23 S. horrens Kacang goreng, kacang,

susu

Dragonfish 24 S. variaegatus Gamet, kasur, taikokong,

anjing, kapok, gama

Curryfish/yellow meat 25 Thelonata ananas Nanas/nenas Prickly redfish/plum

flower trepang

26 T. anax duyung amberfish

(38)

Pulau Saparua merupakan salah satu pulau di Kabupaten Maluku Tengah, yang merupakan wilayah sebaran teripang meskipun tidak sebanyak seperti di Maluku Tenggara. Di pulau Saparua ini telah ada penelitian-penelitian tentang teripang sebelumnya yaitu di Kulur, Saparua ditemukan 3 jenis teripang sedangkan di pantai Waisisil Saparua ditemukan 4 jenis teripang (Darsono et al, 1998dalam Darsono, 2003), sedangkan Negeri Porto ditemukan 15 jenis teripang (Anonimous, 2005).

2.3. Penyebaran Populasi

Penyebaran populasi adalah gerakan individu kedalam, keluar atau ke daerah populasi lain. Ada 3 pola dasar yaitu pola penyebaran acak, seragam dan berkelompok. Pola penyebaran populasi sangat tergantung pada kondisi lingkungan biotik maupun abiotik serta faktor psikologis lainnya yang berupa interaksi antar populasi. Interaksi ini antara lain pemangsaan, parasitisme, antibiotisme dan kerjasama mutualisme. Dalam hal ini interaksi antar populasi merupakan faktor utama yang berperan besar dalam mengontrol pola penyebaran organisme (Nybakken, 1992).

2.4. Habitat dan Tingkah Laku

Tempat hidup teripang adalah ekosistem terumbu karang, lamun, mulai zona intertidal sampai dengan kedalaman 40 meter. Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai mulai dari daerah pasang surut yang dangkal hingga perairan yang lebih dalam. Teripang menyukai dasar berpasir halus yang banyak ditumbuhi tanaman pelindung seperti lamun dan sejenisnya serta bebas dari hempasan ombak. Keberdaan teripang di alam juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan musim pemijahannya, hal ini terbukti dengan banyaknya jenis teripang yang mendekati garis pantai selama musim memijah.

(39)

seperti padang lamun, daerah pertumbuhan algae dan rataan terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 2 meter. Biasanya teripang akan muncul di permukaan dasar perairan pada malam hari terutama pada waktu menjelang pasang, yaitu untuk keperluan mencari makan. Pada siang hari teripang lebih suka membenamkan diri di dalam pasir. Teripang umumnya hidup secara bergerombol, jenisHolothuria scabrabiasanya hidup berkelompok terdiri dari tiga sampai lima ekor.

Pernafasan teripang dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui penyerapan pada permukaan tubuhnya dan menggunakan sistem pohon respirasi. Pernafasan sistem pohon respirasi dilakukan dengan cara memompakan kloaka dan pohon respirasi, sehingga kloaka akan mengembang dan terisi air laut. Selanjutnya otot spincter anusakan tertutup karena kloaka berkontraksi dan air laut akan masuk ke dalam pohon respirasi, disinilah oksigen diserap oleh teripang. Air akan keluar tubuh sebagai akibat dari kontraksi tubula-tubula dan pemompaan kloaka (DKP, 2004).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Makanan teripang terdiri dari mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa, jasad benthos, mikro algae dan detritus. Disamping itu, didalam sistem pencernaan makanannya biasa didapatkan foraminifera, radiolaria, butir pasir dan cangkang kekerangan. Teripang bersifat nokturnal yaitu kebisaan mencari makan pada malam hari. Teripang memperoleh makanan dengan cara mengisap dan menyaring makanan pada malam hari karena plankton akan berada di dasar perairan dan juga untuk menghindari predator (Hartati et.al, 2002).

(40)

2.6 Reproduksi

Teripang pada umumnya bersifat diocious, tetapi secara morfologi perbedaan antara hewan jantan dan betina tidak jelas. Pembuahan umumnya terjadi secara eksternal. Teripang jantan mengeluarkan sperma berupa benang-benang putih, yang oleh gerakan tentakelnya kemudian tersebar di perairan dan membuahi telur yang dikeluarkan hewan betina di sekitarnya. Masa pemijahan tidak diketahui pasti. Teripang-teripang yang hidup di daerah tropis diduga dapat memijah sepanjang tahun karena tidak ada perubahan suhu (Darsono, 1994)

2.7 Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad teripang penting diketahui untuk keperluan pemilihan induk yang siap memijah. Darsono et al. (1995b) mengemukakan bahwa teripang yang memberi reaksi terhadap perlakukan rangsang pijah hanyalah individu yang matang. Jika berdasar pada fase kematangan gonad teripang famili Holothuroidea, maka induk yang baik untuk dipijahkan adalah fase IV atau matang (Tuwo dan Conand, 1992). Menurut Connad (1990), tingkat kematangan gonad untuk Holothuria fuscogilva, yaitu pada ukuran panjang 32 cm, Holothuria scabra ukuran panjang 16 cm, Actinopyga echinities pada ukuran panjang 12 cm, Thelenota ananas pada ukuran panjang 30 cm dan Actinopyga miliarismemiliki laju pertumbuhan 1 cm dan 5 gram per bulan.

(41)

2.8 Daur Hidup Teripang

Daur hidup teripang di alam terdiri atas dua periode yaitu : Planktonik dan bentik. Pada fase planktonik teripang hidup melayang-layang di air, pada masa larva yaitu stadia aurikularia dan doliolaria, sedangkan sebagai bentik, hidup diatas substrat atau benda lain yakni stadia penctatula hingga menjadi teripang dewasa, contohnya pada teripang pasir (Gambar 2).

Perkembangan larva teripang melalui beberapa fase. Telur yang dibuahi akan membelah menjadi multisel dan terbentuklah blastula dalam waktu  12 jam. Kemudian berkembang menjadi Gastrula dalam beberapa jam berikutnya. Fase gastrula ini akan berakhir sampai jam ke 32 dan metamorphose menjadi auricularia awal. Bentuk atau fase auricularia ini akan berkembang dalam waktu 8 atau 10 hari, menjadi auricularia sedang dan akhir. Kemudian metamorphose menjadi doliolaria, yang akan berkembang sampai hari ke 16 kemudian menjadi pentacula dan berkembang sampai hari ke 50 atau sampai ke 60 untuk kemudian berubah menjadi burayak muda. Diperlukan waktu  60 hari atau 2 bulan dari perkembangan telur ikan menjadi burayak (Darsono, 1994).

Teripang dewasa

Larva

Auricularia (P)

Teripang muda/juvenil (B)

Penctatula (B)

Doliolaria (P)

Ket. (P) planktonik; B (Bentik) Teripang dewasa

Larva

Auricularia (P)

Teripang muda/juvenil (B)

Penctatula (B)

Doliolaria (P)

Ket. (P) planktonik; B (Bentik)

(42)

2.9 Peranan Teripang

Teripang merupakan komponen penting dalam rantai pakan (food chain) di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder)dan pemakan suspensi (suspension feeder). Di wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak mengalami tekanan eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m2, dimana setiap individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya (Bakus, 1973). Berkurangnya populasi teripang secara cepat menimbulkan konsekuensi bagi kelangsungan hidup berbagai jenis biota lain yang merupakan bagian dari kompleksitas lingkar pangan (food web) yang sama.

Teripang dalam lingkar pangan ini berperan sebagai penyumbang pakan berupa telur, larva dan juwana teripang, bagi organisma laut lain seperti berbagai krustasea, moluska maupun ikan. Teripang mencerna sejumlah besar sedimen, yang memungkinkan terjadinya oksigenisasi lapisan atas sedimen. Tingkah laku teripang yang “mengaduk” dasar perairan dalam cara mendapatkan pakannya, membantu menyuburkan substrat disekitarnya. Keadaan ini mirip seperti dilakukan cacing tanah di darat. Proses tersebut mencegah terjadinya penumpukan busukan benda organik dan sangat mungkin membantu mengontrol populasi hama dan organisma patogen termasuk bakteri tertentu. Tangkap lebih teripang bisa berakibat terjadinya pengerasan dasar laut, sehingga tidak cocok sebagai habitat bagi bentos lain dan organisma meliang (infaunal organism). Teripang mempunyai kemampuan untuk melepas bagian organ dalam (eviserasi) apabila terganggu, dan akan beregenerasi secara cepat.

2.10 Faktor-Faktor Lingkungan 1. Kedalaman Perairan

(43)

di luar tubir dengan kedalaman antara 5-30 meter, sedangkan jenis teripang yang kurang memiliki nilai ekonomis sepertiHolothuria edulis, Holothuria atraberada di daerah yang terdapat rumput laut atau disekitar terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 2 meter.

2. Kecepatan Arus

Menurut Bakus (1973), teripang adalah hewan-hewan yang seolah-olah selalu dalam keadaan diam, karena sifat kurang bergerak inilah, maka biasanya teripang berada ditempat-tempat yang airnya tenang.

Adanya pergerakan air, seperti arus akan mempengaruhi kehidupan organisme dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Pergerakan teripang sangat terbatas, sehingga pengadaan makanannya sangat ditentukan oleh arus. Arus yang kuat akan menghanyutkan nutrien yang ada, sehingga mengakibatkan perairan tidak subur dan merugikan teripang (Nuraini dan Said, 1995).

3. Suhu

Kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan teripang adalah 27-300C. Peningkatan suhu dari kisaran optimum akan mempengaruhi biologi reproduksi dan kecepatan makan dari teripang itu sendiri bahkan teripang akan kehilangan selera makan sama sekali, namun besarnya penyimpangan itu tidak disebutkan secara pasti. Panggabean (1987) menyatakan kondisi suhu untuk teripang dewasa adalah 26-300C sehingga pertumbuhan teripang dapat optimal.

4. Salinitas

(44)

5. Oksigen terlarut dan pH

Distribusi oksigen di laut dikendalikan melalui pertukaran dengan atmosfer secara difusi, proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tanaman air, respirasi oleh organisme autotrof dan heterotrof serta proses perombakan bahan organik (Levinton, 1982). Kandungan oksigen terlarut yang layak untuk kehidupan teripang 4-8 ppm (Panggabean, 1987), sedangkan kandungan oksigen terlarut pada saat ditemukannya teripang di perairan alami yaitu berkisar antara 5,67-6,34 ppm (Alwi, 1995). pH untuk usaha pembenihan adalah berkisar dari 6.5-8.5 (Panggabean, 1987).

6. Tekstur Sedimen

Substrat dibutuhkan sebagai tempat hidup bagi organisme bentik seperti teripang. Pemilihan substrat senantiasa disesuaikan dengan kebiasaan individu dewasa untuk mencari makan dari substrat (Levinton, 1982). Bahkan beberapa laboran menyebutkan bahwa jenis Holothuria menyeleksi makanannya berdasarkan ukuran partikel sedimen. Sedimen dasar perairan terutama terdiri dari partikel yang berasal dari hasil batu-batuan dan hancuran cangkang kerang serta rangka-rangka organisme laut. Berdasarkan tipe substrat dasar perairan, dapat diketahui bahwa kombinasi dasar perairan yang terdiri dari pasir, kerang hidup dan rumput laut merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan beberapa anggota Holothuridae (Trijoko, 1991).

2.11.Sasi di Maluku PengertianSasi

(45)

sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati alam tersebut (Kissya, 1993). Makna sasi yaitu larangan bagi anak negeri (penduduk setempat) dan orang luar untuk mengambil sesuatu yang berkaitan dengan sumber-sumber daya alam baik darat maupun laut.

Bentuk dan TujuanSasi

Ada dua bentuk sasi yaitu sasi darat dan sasi laut. Sasi darat meliputi semua jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi, seperti kelapa, pala cengkeh, sagu, coklat dan jeruk. Demikian juga sasi laut, seperti : seperti lola, batu laga, caping-caping, teripang, rumput laut, bakau, karang, kawanan ikan, ikan hias, batu kerikil dan pasir. Menurut Nikijuluw (1994), tujuan adanya larangan ini supaya sumberdaya (ikan) dapat berkembang biak, tumbuh mencapai ukuran tertentu, tetap tersedia hingga dapat ditangkap dan dikonsumsi pada waktu yang lama. Selain itu agar sumberdaya tersebut tetap lestari dan tetap dapat dimanfaatkan dikemudian hari oleh generasi yang akan datang.

LembagaSasi

(46)

Tujuan pengawasan dan pengontrolan kewang ini adalah supaya setiap sumberdaya yang disasikan baik di hutan, kebun dan laut dapat memberi hasil yang baik pada waktu panen. Bagi masyarakat yang melanggar aturan-aturansasi yang telah ditetapkan oleh kewang dengan persetujuan raja dan pemerintah negeri, yaitu dalam melakukan pencurian ataupun pengrusakan terhadap sumberdaya yang disasikan maka akan diberi sanksi oleh kewang. Oleh karena itu, kewang memiliki fungsi dan peranan yang sangat besar terhadap pengelolaan sumberdaya alam dalam pemerintah negeri dan juga berperan dalam mengawasi ”hak ulayat negeri” baik darat maupun laut terhadap pengaruh aktivitas dari luar.

Pelaksanaan Sasi

Pada sistem pemerintahan negeri, maka cara pelaksanaan sasi dilaksanakan secara adat oleh raja sebagai kepala adat dan kewang sebagai pengontrol dan pengawas sasi serta dihadiri oleh seluruh staf pemerintah negeri dan masyarakat. Oleh karena itu sebagai bagian dari ketentuan adat maka pelaksanaan sasi ada memiliki aturan-aturan tertentu yaitu: acara tutup dan buka sasi, dan tanda sasi. Hal ini merupakan suatu rangkaian dalam pelaksanaan sasi, dimana pelaksanaansasi tersebut berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemerintah negeri di Maluku

(47)

depan desa atau yang masih merupakan teritorial desa, biasanya berupa perairan dangkal, atol, teluk atau selat (Nikijuluw, 2002).

(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2008 di Negeri Porto dan desa Warialau, sebagai desa pembanding pelaksanaan sasi. Negeri Porto terletak di bagian selatan dan sebagian di bagian utara Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Negeri Porto merupakan salah satu dari 17 negeri/desa yang ada di Pulau Saparua. Luas wilayah Kecamatan Saparua yaitu sebesar 970 km2 yang meliputi luas daratan sebesar 163 km2 dan luas laut sebesar 807 km2serta panjang garis pantai mencapai 99 km. Wilayah kecamatan Saparua memiliki tiga (3) buah pulau yaitu Saparua, Molana dan Pombo Booi. Pulau Saparua memiliki luas 161 km2dengan panjang garis pantai 91 km.

Secara geografis, Kecamatan Saparua terletak antara 3º29'37"-3º39'3" Lintang Selatan dan 128º33'25"-128º44'23" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Selatan dengan Laut Banda; - Sebelah Utara dengan Selat Seram; - Sebelah Timur dengan Selat Saparua; - Sebelah Barat dengan Laut Banda.

Desa Porto yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Saparua, secara geografis terletak pada 3º30'00"- 3º36'30" Lintang Selatan dan 128º35'08" - 128º37'18" Bujur Timur (Gambar 3) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Negeri Kulur; - Sebelah Selatan dengan Negeri Haria; - Sebelah Barat dengan Selat Saparua; - Sebelah Timur dengan Negeri Tiow.

(49)

berpasir, karang papan, patahan karang mati dan karang hidup. Ekosistem pantai yang ada pada daerah pesisir berupa Mangrove, Lamun dan Algae.

Desa Warialau terletak di Pulau Warialau Kecamatan Pulau-Pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Desa Warialau merupakan salah satu dari 44 desa yang ada di Kecamatan Pulau-Pulau Aru. Luas wilayah Kecamatan Pulau-Pulau Aru yaitu sebesar 1.893 km2, dengan panjang garis pantainya adalah 1.045 km. Pulau terbesar dan berpenghuni di kecamatan Pulau-Pulau Aru yaitu pulau Wokam, Kola, Warilau dan Wamar. Selain itu Kecamatan Pulau-Pulau Aru juga memiliki beberapa pulau kecil yang tidak berpenghuni. Posisi geografis Kecamatan Pulau-Pulau Aru terletak sebagai berikut:

Sebelah Selatan berbatasan dengan : Aru Tengah

Sebelah Timur berbatasan dengan : Laut Aru dan Selatan Irian Sebelah Utara berbatasan dengan : Selatan Pulau Irian

Sebelah Barat berbatasan dengan : Laut Banda dan Kei Besar Timur Desa Warialau yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Pulau-Pulau Aru, secara geografis terletak pada 5º19'48"- 5º24'36" Lintang Selatan dan 134º37'12" - 134º67'15" Bujur Timur (Gambar 3). dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Selatan Pulau Irian; - Sebelah Selatan dengan Selat Kolwatu; - Sebelah Barat dengan Kei Besar Timur; - Sebelah Timur dengan Kepulauan Jedan.

(50)

Pulau Warialau Kulur

Porto

Haria Tiow Selat Saparua

(51)

3.2. Peralatan dan Pengukuran Faktor-Faktor Lingkungan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda, yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Peralatan yang digunakan dalam Penelitian

No Jenis Peralatan Spesifikasi

1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pengukur Suhu dan pH

Perairan

Pengukur Kecepatan arus

Pengukur Salinitas

Pengukur DO

Pengukur Kecerahan

Pengukur Panjang

Pengukur bobot (gr)

Posisi

pH meter digital tipe HANA HI 9023;

ketepatan suhu :0,00-100,00 0C; pH

(0,00-14,00).

Current meter (m/det)

Hand Refraktometer

DO Meter digital Tipe Hanna

Secchi disk, bahan piringan, tali pemberat dan

pemberat

Penggaris, ketepatan 1 mm

Timbangan, ketepatan 10 gr

GPS

Pengukuran Faktor-Faktor Lingkungan

(52)

07.00, 09.00, 10.00, 11.00 dan 12.00 WIT, sedangkan untuk Desa Warialau dengan kedelapan transek dilakukan pengukuran pada waktu yang bervariasi juga yaitu pukul 09.00, 10.00, 12.00 dan 15.00 WIT. Masing-masing parameter yang diambil kemudian dibuat range untuk nilai terendah sampai tertinggi dan rata-ratanya. Untuk penentuan lokasi penelitian menggunakan GPS.

Data-data sekunder lainnya yang ditelusuri seperti data faktor-faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, DO, dan arus permukaan yang diukur pada malam hari (pukul 24.00 WIT) merujuk Leimena, (2004), selain itu data iklim yang diperoleh dari laporan hasil-hasil kajian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tengah dan Kepulauan Aru dan para peneliti lainnya

3.3. Metode Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Teripang

Pengambilan contoh teripang menggunkan metode “Transek Kuadrat” secara tegak lurus garis pantai dari batas surut ke arah laut (Smith,1980). Lokasi transek ditentukan secarapurposif pada tiap lokasi dengan memilih daerah rataan terumbu yang relatif luas. Di negeri Porto, plot pengamatan digunakan rangka berukuran 5x5 m2, titik plot pengamatan dilakukan tiap jarak 10 meter sepanjang garis transek dan jarak antar tarnsek 100 meter (Gambar 4). Untuk desa Warialau, plot pengamatan digunakan rangka berukuran 1x1 m2, titik plot pengamatan dilakukan tiap jarak 10 meter sepanjang garis transek dan jarak antar tarnsek 100 meter (Gambar 5). Dari kedua lokasi terlihat bahwa adanya perbedaan ukuran rangka, hal ini disebabkan karena di Negeri Porto pada saat survei awal digunakan rangka 1x1 m2 tidak ditemukan speseis teripang, sehingga akhirnya rangkanya diperbesar menjadi 5x5 m2, dan jumlah teripang tiap kuadrat yang lebih sering ditemukan yaitu sekitar 1-2 individu.

(53)

menurut Clark and Rowe (1971); Cannon and Silver (1987) dan Birtles (1989). Pada setiap transek dicatat jumlah dan komposisi jenis teripang, habitat, jenis vegetasi dan yang berasosiasi dengan teripang.

Pengambilan contoh teripang di Negeri Porto dilakukan pada 15 transek yang meliputi 168 petak pengamatan. Panjang lokasi penelitian 1500 meter dan lebar 160 meter, sehingga luas keseluruhan area 240.000m2. Untuk Desa Warialau pengambilan contoh pada 8 transek yang meliputi 91 petak pengamatan dengan panjang 800 meter dan lebar 140 meter, sehingga luas keseluruhan area 112.000m2.

(54)

5m

10 m 5m

Tr.1 Tr.2 Tr.3 Tr.4 Tr.5 Tr.6 Tr.7 Tr.8 Tr.9 Tr.10 Tr.11 Tr.12 Tr.13 Tr.14 Tr.15

T U B I R

P U L A U

Gambar 4. Skema Pengambilan Contoh Teripang di Negeri Porto dengan Metode Transek Kuadrat

(55)

Tr.4 Tr.5 Tr.6 Tr.7 Tr.8

T U B I R

P U L A U

Gambar 5. Skema Pengambilan Contoh Teripang di Desa Warialau dengan Metode Transek Kuadrat

10 m 1m

1m

Tr.1 Tr.2 Tr.3

(56)

Data Tangkapan dan Sosial Ekonomi

 Untuk mengetahui data tangkapan per upaya maka diperoleh melalui metode wawancara dengan pengambilan contoh secara sengaja, yaitu responden yang memenuhi kriteria sebagai : (1) pedagang pengumpul dan; (2) nelayan teripang. Dengan mengetahui data tangkapan per upaya maka dapat diketahui indikator kelimpahan stok.

 Untuk memperoleh hasil kinerja sasi yaitu dengan metode wawancara pada responden yang diambil secara sengaja dengan kriteria yaitu (1). Staf Pemerintah negeri; (2) Tokoh adat/ agama; (3) Nelayan teripang. Empat indikator utama yang digunakan yaitu efisiensi, keberlanjutan sosial, keberlanjutan biologi dan pemerataan. Hasil analisa keempat indikator akan dibandingkan antara Negeri Porto dan Desa Warialau.

 Pengambilan data sosial ekonomi dilakukan melalui wawancara kepada responden dan juga melalui penelusuran data sekunder. Data sekunder yang berupa data sosial seperti kelembagaan dan aturan-aturan sasi serta data ekonomi seperti pendapatan dan nilai jual teripang.

 Responden yang dipilih sebagai narasumber terdiri dari 3 profesi yaitu: Pemerintah Negeri dan Tokoh adat, Nelayan dan Pedagang Pengumpul (Tabel 6).

Tabel 6. Kategori Responden yang di Wawancara

No. Kategori Nelayan

Pemerintah dan Tokoh Adat

Pedagang Pengumpul

Porto Warialau Porto Warialau Porto Warialau

1. 2. 3. 4. 5. Umur (tahun) Pendapatan (Rp) Jumlah responden (jiwa) Pendidikan Jumlah Anggota keluarga (jiwa) 33-65 500.000 -1jt 10 Tidak tamat SD-tamat SMA 5-8 27-54 <500.000 20 Tidak tamat SD-SMA 3-8 51-60 500.000 ->1 jt 5 Tamat SD-sarjana 4-8 49-68 <500.000-1 jt 5 Tidak tamat SD-tamat SMA 1-2 50-55 > 1 jt

(57)

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Analisis Kondisi dan Potensi Sumber Daya Teripang

Analisa data kepadatan, kelimpahan dan frekuensi kehadiran digunakan formula menurut Misra (1968) dalam Budiman dan Darnaedi (1982) sebagai berikut :

Jumlah ind. suatu spesies Kepadatan (ind/m2) =

Luas total PP

Jumlah ind. suatu spesies Kepadatan Rel (%) =

Total ind. semua spesies

Jumlah PP dimana suatu sp ditemukan Frek. Kehadiran =

Total petak pengamatan

Frek. Kehadiran suatu spesies Frek. Keh. Rel (%) =

Total Frek. Keh semua spesies

ket : PP = petak pengamatan ind. = individu

frek = frekuensi

Untuk menghitung potensi sumberdaya teripang digunakan formula yang

dikemukakan oleh Sloan (1985) yang dihitung sebagai berikut :

Potensi (Ind) = Kepadatan (ind/m2) x Luas Area (m2)

3.4.2. Analisis Faktor-Faktor Lingkungan

Dari data pengukuran parameter lingkungan (Lampiran 2), kemudian disesuaikan dengan persyaratan untuk budidaya dan pengayaan stok menurut Martoyoet al, 2002 dan Wibowo,et,.1997.

3.4.3. Analisis Hasil Tangkapan

Untuk mengestimasi hasil tangkapan setiap tahun di negeri Porto, dengan rumus sederhana :

Hasil Tangkapan (kg/thn) = KN x JB x TB

Ket : KN = Jumlah Kelompok Nelayan (org), JB = Jumlah bulan aktifitas tangkap, TB = tangkapan/bulan.

x 100

(58)

3.4.4. Analisis Efisiensi Kinerja Sasi

Untuk mengetahui kinerja sasi laut Negeri Porto perlu dilakukan melalui tiga indikator sebagaimana yang dikemukakan oleh Novaczek et. el., 2001. yaitu :

1. Indikator Efisiensi

Bertujuan untuk menilai kinerja suatu rezim dengan melihat bersaran semakin Tinggi efisiensi atau produktifitasnya, semakin baik atau suatu rezim. Indikator kinerja efisiensi yang digunakan.

 Pengambilan keputusan secara bersama.

 Kemudahan ke sumberdaya

 Pengawasan terhadap akses ke sumberdaya

 Kepatuhan terhadap peraturan

Novaczek et. el. 2001 membagi kriteria keberlanjutan menjadi keberlanjutan menjadi keberlanjutan sosial dan keberlanjutan biologi. Suatu rezim dikatakan berkinerja baik secara sosial jika rezim tersebut dapat mempertahankan tradisi aksi kolektif, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan pendapatan, menjaga keharmonisan masyarakat serta memberikan ruang bagi masalah- masalah lokal untuk dipecahkan secara bersama. Sementara itu rezim dikatakan berlanjut secara biologi apabila kesehatan sumberdaya dan hasil tangkapan ikan tetap baik.

2. Indikator Keberlanjutan sosial

 Pendapatan

 Kesejahteraan keluarga

 Keharmonisan masyarakat

 Tradisi aksi bersama

 Pembahasan tentang masalah – masalah desa

3. Indikator Keberlanjutan biologi

 Ukuran teripang

(59)

4. Indikator Pemerataan

Pemerataan tidak berarti sama rata. Pemerataan dalam konteks pemanfaatan sumberdaya perikanan ini lebih tepat diartikan keadilan. Artinya setiap orang harus diperlakukan dengan adil sesuai dengan haknya dan tanggung jawabnya. Semakin adil, semakin baik kinerja, semakin rendah tingkat ketimpangan, semakin baik kinerja. Indikator Pemerataan terbagi atas :

 Kesempatan memanfaatkan sumberdaya

 Pemerataan hasil

 Kesempatan bagi nelayan lokal

Komponen dalam tiap indikator kinerja di nilai dengan sistim skoring. Sistem skoring diberikan dengan batasan. : Tinggi = 3; Sedang = 2; Rendah = 1. Setiap hasil penilaian akan dikompilasikan secara tabular. Setiap nilai akan dihitung kontribusinya secara proposional terhadap nilai efisiensi. Seluruh komponen-komponen dalam tiap indikator kinerja akan dianalisis secara deskriptif.

3.5 Alternatif Strategi Pengelolaan

(60)

IV. HASIL PENELITIAN

4.1. Kondisi Iklim Negeri Porto

Iklim yang terdapat di Kecamatan Saparua adalah iklim tropis dan iklim musim. Oleh karena luasnya wilayah ini dimana pulau-pulau yang tersebar dalam jarak yang berbeda-beda, sehingga iklim yang terjadi di Kecamatan Saparua adalah iklim musiman. Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober. Musim ini adalah musim kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Pebruari. Musim hujan pada bulan April sampai bulan September dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Musim Pancaroba dalam bulan Maret/April dan Oktober/Nopember. Bulan April sampai Oktober bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora. Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominan 61%. Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominant 28%.

Keadaan curah hujan secara umum dapat digambarkan antara 3000 – 4500 mm pertahun terdapat di Kecamatan Saparua. Suhu rata-rata untuk tahun 2008 sesuai data Stasiun Meterologi Amahai adalah 26,2 ºC dengan suhu minimum absolute rata-rata 22,8ºC dan suhu maksimum absolute rata-rata 30.6ºC. Rata-rata Kelembapan Udara relatif 83.3%; Penyinaran matahari rata-rata 64,7 %; dan tekanan udara rata-rata 1.013,3 milibar. Berdasarkan klasifikasi agrklimate menurut Oldeman (1980), Maluku Tengah terbagi dalam empat zone agroklimat dimana Kecamatan Saparua termasuk dalam kategori Zone III.1 yakni : bulan basah 5 – 6 bulan dan kering < 2 bulan.

Desa Warialau

(61)

dan Benua Australia di bagian Selatan, sehingga sewaktu-waktu terjadi perubahan. Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan April sampai Oktober . Musim ini adalah musim Kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Pebruari. Musim hujan pada bulan Desember sampai Pebruari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Pebruari. Musim Pancaroba berlangsung dalam bulan Maret/April dan Oktober/ Nopember. Bulan April sampai Oktober, bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora. Bulan April sampai September bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan sebanyak 91% dengan angin Tenggara dominan 61%. Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut sebanyak 50% dengan angin Barat Laut dominan 28%. Berdasarkan klasifikasi Agroklimat menurut Oldeman (1980), Kepulauan Aru terbagi dalam dua Zona Agroklimat C2 bulan basah 5 - 6 bulan dan kering 2-3 bulan.

4.2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Teripang 4.2.1. Komposisi Sumberdaya Teripang

Dari hasil pengambilan contoh teripang di Negeri Porto, diperoleh 8 jenis teripang yang tergolong ordo Aspidochirotida yang terdiri dari 2 famili dan 4 genera (Tabel 7). Kedelapan jenis tersebut yaitu Actinopyga miliaris, A.lecanora, Bohadschia marmorata, Bohadschia sp, Holothuria edulis, H.fuscogilva, H.atra dan Stichopus variagatus. Dari kedelapan jenis ini, 1 jenis termasuk kategori mahal (utama), 2 jenis kategori sedang dan 5 jenis kategori murah. Sebaliknya di Desa Warialau diperoleh 10 jenis teripang yaituActinopyga miliaris,A.lecanora, A.echinities, Bohadschia marmorata, Bohadschiasp,B.argus

Holothuria edulis, H.scabra, Stichopus chloronotus dan Thelenota ananas.

(62)

Tabel 7. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Negeri Porto

Kelas Ordo Famili Genera Spesies Kategori

Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidea Actinopyga

Bohadschia Holothuria A.miliaris A.lecanora B.marmorata Bohadschiasp H.edulis H.fuscogilva H.atra Sedang Sedang Murah Murah Murah Mahal Murah Stichopodidae Stichopus S.variagatus Murah

Tabel 8. Taksonomi dan Nilai Jual Teripang di Desa Warialau

Kelas Ordo Famili Genera Spesies Kategori

Holothuroidea Aspidochirotida Holothuriidea Actinopyga

Bohadschia Holothuria A.miliaris A.lecanora A.echinities B.marmorata Bohadschia sp B.argus H.edulis H.scabra* Sedang Sedang Sedang Murah Murah Murah Murah Mahal Stichopodidae Stichopus S.chloronotus Murah Thelenota T.ananas* Mahal

4.2.2.Kepadatan Sumberdaya Teripang

(63)

relatif dari Holothuria scabra sangat tinggi yaitu 65% dan kesembilan jenis lainnya mempunyai nilai kepadatan relatif dibawah 10%.

0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300 0.0350 Boha dschia

marm orata

Boha dschia

sp

Actin opyg

a mili aris

Actin

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Pengelolaan Teripang Berbasis Sasi di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku
Tabel 3. Ukuran Panjang dan Bobot Beberapa Jenis Teripang di Indonesia
Tabel 4. Beberapa Jenis Teripang di Indonesia, Berdasarkan Publikasi Nasional
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian di Negeri Porto dan Desa Warialau Provinsi Maluku
+7

Referensi

Dokumen terkait

prinsip-prinsip tersebut, maka dalam rangka menyelesaikan konflik Porto-Haria, gereja. berusaha membangun kesadaran dari bawah ( bottom

Sasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Dusun di Negeri Allang Kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri, Edisi 2, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pembangunan EkonomidanUtang

PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT Pemberlakuan sasi laut dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut pada dasarnya bertujuan untuk menjaga agar kelestarian sumber daya laut

Selanjutnya penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas keramahan dan pengalaman hidup yang telah diberikan masyarakat serta Staf Pemerintah Negeri

Keberadaan masyarakat di Negeri Administratif Hatuhenu saat ini juga sangat beragam, sebab Negeri Administratif Hatuhenu tidak saja dihuni oleh masyarakat asli

Menurut Erlina dan Rusdianto : Akuntabilitas publik adalah merupakan suatu pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan kepada etnis pelaporan dalam

Penurunan pendapatan yang diperoleh nelayan tangkap di Negeri Tengah- Tengah semasa pandemi Covid-19 disebabkan oleh menurunnya penerimaan, hal tersebut dikarenakan adanya penurunan