• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian atas kitab Hasyiah Al-Sawi Ala Tafsir AL-Jalalain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian atas kitab Hasyiah Al-Sawi Ala Tafsir AL-Jalalain"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

H

UNIV

H}ÂSYIAH

un

PR

VERSITA

KAJ

H AL-S}ÂW

Diajukan k ntuk Meme Gelar S

I

NIM

ROGRAM

FAKUL

S ISLAM

1

IAN ATA

WÎ ‘ALÂ

Skrips kepada Faku enuhi Persya arjana Ushu

Oleh

Imam Zak

M: 107034

M STUDI

LTAS US

M NEGERI

JAKAR

1432 H./20

AS KITAB

 TAFSÎR A

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 02 Juni 2011

(3)

KAJIAN ATAS KITAB

H}ÂSYIAH AL-S}ÂWÎ ‘ALÂ TAFSÎR AL-JALÂLAIN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh

Imam Zaki Fuad

NIM: 107034001600

Pembimbing

Moh. Anwar Syarifuddin, MA.

NIP: 197205181998031003

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

Skripsi berjudul KAJIAN ATAS KITAB H}ÂSYIAH AL-S}ÂWÎ ‘ALÂ TAFSÎR AL-JALÂLAIN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 21 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 21 Juni 2011

Sidang Munâqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. M. Suryadinata, M.Ag. Dr. Lilik Ummi Kultsum, MA NIP. 19600908 1989031 005 NIP. 19711003 1999032 001

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. M. Suryadinata, M.Ag. Eva Nugraha, MA

NIP. 19580301 199203 1 001 NIP. 19710217 1998031 002

Pembimbing,

(5)

MOTTO

ª

2

Ô



¯



¨

X

+

Ø

S

ˆ

m

ª

2j

°

O

ˆ

m

¯

n

Ô

§

\

È

Ù

X

T

§ª¨

‰

D

¯

]

_



6

0

_

r

¦

V

#

n

Õ

ƒ

Å

\

§«¨

€

Y

¯

W

ÛÏ

°

Š

S

Ä

=

W

%

X

Ä

S

É

°

-

W

Ã

X

T

°

0

›

\

U

¯

›

ƒ

¡

×

S

_

™

X

S

V

"

X

T

©F

\

U

Ù

¯

×

S

_

™

X

S

V

"

X

T

¯

n

×

ƒ

¡

¯

§¬¨

Adalah sulit mengatakan “sekarang

Dengan mengatakanya, maka sekarang menjadi masa silam

Namun masa silam adalah menjadi apa adanya sekarang

Dan apa adanya sekarang akan menjadi masa depan

Tak perlu katakan hari esok tak kan datang

Karena ia pasti kan datang

Sungguh beruntung jika tahu bagaimana hari depan

Berawal dari bagaimana sekarang

(6)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Untuk

Had}ratus Syaikh, Murabbi Rûh}î KH. Maimun Zubair

Wâlidî

Ayahanda Abdullah Malik (Allah yarham) dan Umminda Latifah

Kakanda Tercinta Malih Laila Najihah, M.Ag

Adinda Tersayang

(7)

vii

ABSTRAK

Imam Zaki Fuad

Kajian atas Kitab H}âsyiah al-S}âwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain

Skripsi ini mengkaji tentang apresiasi ulama terhadap Tafsîr al-Jalâlain. Begitu tingginya nilai Tafsîr al-Jalâlain di mata para pembaca. Dapat dikatakan bahwa tafsîr inilah yang banyak berkembang dalam masyarakat dan para ulama, dari dulu hingga sekarang. Dalam pencarian data, saya menemukan 16 syarah atau h}âsyiah dari kitab Tafsîr al-Jalâlain yang masyhur di dunia dan empat kitab yang secara jelas menyatakan sebagai terjemah dari Tafsîr al-Jalâlain di Nusantara. Selanjutnya, skripsi ini mengulas secara singkat beberapa syarah} dan h}âsyiah yang berhasil ditemukan dengan menggolongkan masing-masing berdasarkan madzhab fikihnya. Karena ternyata, Tafsîr al-Jalâlain yang dikarang oleh dua orang bermadzhab al-Syâfi’î tetapi telah diapresiasi oleh ulama sesudahnya yang berbeda madzhab.

(8)

viii

ϢϴΣήϟ΍ϦϤΣήϟ΍Ϳ΍ϢδΑ

Alhamdulillah, syukur tiada tara saya ucapkan ke hadirat Allah swt. Atas

segala nikmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini selesai meski penuh liku.

Sungguh peneletian ini tidak akan berhasil kecuali karena anugerah dan

petunjuk-Nya.S}}alawat serta salam semoga tetap pada baginda Nabi Muh}ammad

saw. yang dengannyalah sehingga al-Qur’ân dapat menjadi pedoman hingga kini.

Penelitian yang akhirnya menjadi skripsi ini bermula dari diskusi yang

saya lakukan dengan bapak Ervan Nurtawab, M.Ag. yang mana kami sering

mengadakan pertemuan setiap hari minggu di rumah beliau. Beliau melihat

bahwa Tafsîr al-Jalâlain yang banyak dikaji oleh kalangan pesantren Nusantara,

ternyata masih tergolong sedikit karya ilmiyah yang menulis tentangnya. Sampai

pada akhirnya saya tertarik untuk meneliti h}asyiahnya, yaitu kitab H}âsyiah

al-S}âwî. Mengingat kitab tersebut adalah kitab yang paling akrab bagi para santri.

Sudah semestinya, ungkapan terima kasih tak terhingga saya haturkan

kepada banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Baik

secara langsung atau pun tidak langsung. Dari proses awal penelitian sampai

akhir penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya. Maka, selayaknya saya

mengabadikan budi baik para pihak yang telah membantu dengan ungkapan

(9)

ix

Penghargaan terbesar saya haturkan kepada Bapak Dr. Muhammad Anwar

Syarifuddin, MA. selaku pembimbing dan pengarah atas penulisan ini. Sungguh

dengan sabar beliau telah memberi pengarahan, koreksi dan motivasi dari sejak

sebelum penelitian ini dilakukan hingga selesai. Kepada bapak Ervan Nurtawab,

M.Ag. yang dengan kerendah-hatiannya menganggap murid sebagai teman, yang

karena beliaulah muncul judul skripsi ini. Entah berapa ilmu dan buku yang telah

diberikan dan dipinjamkan kepada saya. Kepada para penguji, khususnya bapak

Eva Nugraha, MA. yang telah memberikan ujian dan koreksi tanpa henti meski

sidang munaqasyah telah usai.

Kepada pihak Dekanat dan jajarannya, juga kepada pihak Jurusan Tafsir

Hadits dan jajarannya. Kepada para pengurus PU (perpustakaan Utama) UIN

Syarif Hidayatullah, yang telah membantu saya untuk mendapatkan

sumber-sumber rujukan penting, kepada Direktur dan para staf PSQ (pusat stadi

al-Qur’an) yang telah memberi fasilitas ruang baca. Kepada para pengurus

Perpustakaan Umum Islam (Iman Jama). Kepada semua Dosen Tafsir-Hadis yang

telah menularkan ilmunya. Kepada Sahabat-sahabat DAUN, (Aqsho, Adin, Asep,

Bombom, Dian, Hasyim, Ilham, Uchil, Tia, Sophie, Ristie, Lubna, Lala, Suci,

Risda, Ati, V3, Febri, dan Yulita) sahabat-sahabat MASTHA ‘07 (Mahasiswa

Tafsir Hadits-A) khususnya, Zahrul Athriyah dan Sofia Rosdanilla, tidak lupa,

Hasyim yang dengan sedianya selalu memberi informasi, dan kawan-kawan lain,

di kampus, di tempat kerja, dan di manapun mereka berada. Dengan tanpa

mengurangi rasa terimakasih sebesar-besarnya meski tanpa sebutkan nama, atas

(10)

x

semangat, baik moril atau meteriil. Kepada saudaraku, Nely dan keluarga yang

telah berkenan memberi bantuan. Kepada bulek Izah dan bulek cicik, sebagai

cermin orang tua. Kepada KH. Adnan Idris Kaisan, yang senang mengajak

diskusi dan memberi obat hati. Kepada Guru penyejuk hatiku, Ust. Ahmad

Muzakki, Lc. Kepada Mas Bangun dan keluarga yang telah memberi fasilitas

untuk bermeditasi selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

Kepada, kakak dan adik-adikku, yang dengan sabar menemani dan

memberi motivasi. kepada kakak iparku, Muhammad Heri Fuad Hasyim, SHi.

yang dengan kegigihannya dalam belajar dan bekerja memberikan semangat bagi

saya untuk terus berkarya.

Syukur dan baktiku kepada kedua orang tua, Ummi, Latifah dan Abah,

Abdullah Malik, (allah yarham) yang tak henti-hentinya memberikan dorongan

dan motivasi serta doa yang tulus bagi keberhasilan saya dalam mengukir

kehidupan yang berguna. Kasih sayang, nasehat, dan bimbingan mereka selama

ini telah membentuk niat dan tekad saya untuk terus maju dan berguna bagi

keluarga. agama, dan tanah air. Saya berharap bahwa skripsi dengan landasan

penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang baik bagi perkembangan

keilmuan yang dimaksud amîn.

Jakarta, 02 Juni 2011 Penulis;

(11)

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

PEDOMAN TRANSLITERASI xiv

DAFTAR ISTILAH xvi

BAB I

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7

C. Tinjauan Kepustakaan 8

D. Tujuan Penelitian 11

E. Metode Penelitian 11

F. Sistematika Penelitian 13

BAB II

TAFSÎR AL-JALÂLAIN DAN SYARAH-SYARAHNYA 15

A. Sekilas Tentang Tafsîr al-Jalâlain 15

1. PenulisTafsîr al-Jalâlain 15

a. Al-Mah}allî 15

b. Al-Suyût}î 18

2. Proses Penulisan Tafsîr al-Jalâlain 25

3. Metode Penafsiran Tafsîr al-Jalâlain 27

(12)

xii

3. Ulama Madzhab al-H}anbalî 34

4. Ulama Madzhab al-H}anafî 34

5. Ulama Madzhab Zaidî 34

C. Apresiasi Ulama Nusantara terhadap Tafsîr al-Jalâlain 36

BAB III

BIOGRAFI MUH}AMMAD AL-S}}ÂWÎ 39

A. Sekilas Latar Belakang Keluarga, Pendidikan, dan Karir 39

B. Sanad al-S}}âwî dari al-Jamal Sampai al-Mah}allî dan al-S}}uyût}î 42

1. Al-Jamal 46

2. Al-Dardîr 47

3. Al-Amîr 47

4. Muhammad bin Salim al-H}afnawî 48

5. ‘Ali al-S}}a’idî al-‘Adawî 49

6. Muhammad al-Badiri (Ibnul Mayyit) 49

7. Nuruddin ‘Ali Syibromalisi 50

8. Al-H}alabi 50

9. ‘Ali al-Ajhurî 51

10. Syamsuddin Muhammad al-‘Alqamî 51

11. Al-Zayyâdî 52

12. Al-Ramlî 52

13. Zakariya al-Ans}}arî 53

C. Karya-Karya al-Sâwî 53

BAB IV

MENGENAL H}ÂSYIAH AL-S}}ÂWÎ LEBIH DEKAT 56

A. Deskripsi Seputar Naskah H}âsyiah al-S}}âwî 56

B. Proses Penulisan H}âsyiah al-S}}âwî 60

1. Latar belakang penulisan H}âsyiah al-S}}âwî 60

(13)

xiii

C. Metode Penafsiran H}âsyiah al-S}}âwî 62

1. Metode Tafsîr 62

2. Corak tafsîr 66

3. Rujukan Penafsiran Hâsyiah al-S}}âwî 67

D. Keistimewaan Hâsyiah al-S}}âwî 70

1. Al-S}}âwî seorang syârih} 70

2. Al-S}}âwî seorang Mufassir 71

3. Al-S}}âwî yang kritis 72

4. Al-S}}âwî seorang faqîh 74

5. I’rabnya yang unik 75

6. Al-Sowi yang ahli s}}araf 76

7. Ragam Qirâ’at 77

8. Muqârin 78

9. Sikap al-S}}âwî terhadap Isrâiliyyât 79

10. Sufistik 81

11. Tawad}u’ 82

12. Paling banyak diminati oleh pesantren Nusantara 83

BAB V

PENUTUP 85

A. Kesimpulan 85

B. Saran-saran 85

Daftar Pustaka 87

(14)

xiv

A. Konsonan

= Tidak dilambangkan = z = q

= b = s = k

= t = sy = l

= ts = s} = m

= j = d} = n

= h} = t} = w

= kh = z} = h

= d = ‘ = a

= dz = gh = y

= r = f

B. Vokal

Vokal Tunggal : = a

= i

= u

Vokal Panjang : = â

= î

= û

Vokal Rangkap : = ai

(15)

xv

C. Lain-lain

- Transliterasi syaddah atau tasyd d (_) dilakukan dengan menggandakan huruf yang sama

- Transliterasita’ marbuthah ( ) adalah "h", termasuk ketika ia diikuti oleh kata sandang "al" ( ), kecuali transliterasi ayat al-Qur’ân.

- Kata sandang " " ditransliterasikan dengan "al" diikuti dengan kata penghubung "-", baik ketika bertemu dengan huruf qamariyah maupun huruf syamsiyyah, kecuali dalam transliterasi ayat al-Qur’ân.

- Transliterasi ayat al-Qur’ân dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata.

Contoh:

dibaca ihdinas}-s}irât}al-mustaqîm,bukan Ihdinâ al-s}irât} al-mustaqîm

- Transliterasi kata " " dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata.

Contoh:

dibaca kit bull h,bukan

kit b All h

- Nama-nama dan kata-kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin, secara umum dituliskan berdasarkan versi populernya, kecuali tidak ada keseragamannya, seperti macam-macam bacaan dalam tajwid tetap ditulis berdasarkan transliterasi, contoh mad,iz}hâr, dan lainnya.

(16)

xvi

Adib Seorang sasterawan

‘Âlim Seorang ahli dalam beberapa disiplin ilmu

Apresiasi Penilaian dan penghargaan (hasil karya)

Ma’rifat Ilmu kebatinan/pengetahuan tingkat tinggi

Bil ra’yi. Tafsîr berdasarkan analisia.

Filologi Studi tentang budaya dan kerohanian suatu

bangsa dengan menelaah karya-karya sasteranya.

Faqîh Ahli dalam ilmu fikih

H}âsyiah Catatan (keterangan) di tepi kitab

Ijmalî Metode tafsir dengan penjelasan ringkas

Imla’ Dikte

Isrâiliyyât Cerita-cerita yang berasal dari Yahudi dan

Nasrani

I’râb Perubahan bentuk kata

al-Khalwatî/Khalwatiyah Pengasingan spiritual

Metodetah}lîlî Menjelaskan tafsir secara luas dan mendalam

Madzhab Kelompok keyakinan

Mufassir Seorang penafsir

Muhaddits Ahli hadits

Mu’jam Ensiklopedi/kamus besar

Muqaran/Muqârin Perbandingan

Naqsy Koreksi

Qirâ’at Pembacaan (al-Qur’ân)

Rawi Periwayat/pembawa berita

Retorika Metode berpidato

Sanad Perhubungan riwayat

Syarah} Menjelaskan, (syârih}, pelaku syarah)}

S}araf Mengembalikan kalimat-kalimat kepada asalnya

Takhrij hadits Ilmu analisa kesah}ih}an hadits

Theologi Ilmu tentang ketuhanan

Tawad}u’ Rendah hati.

T}arîqah Jalan untuk mencapai kesempurnaan jiwa

Tas}awuf/S}ufi/Sufistik Ilmu tentang kerohanian

Us}ulî Ahli dalam ilmu us}ul fiqh

‘Uzlah Menyendiri

Wara’ Menghindarkan diri dari perbuatan buruk

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’ân al-Karîm adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya

selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada

Rasûlullâh, Muh}ammad saw. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang

gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.

Rasûlullâh saw. menyampaikan al-Qur’ân itu kepada para sahabatnya,

-orang-orang arab asli- sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri

mereka. Apabila mereka mengalami ketidak jelasan dalam memahami suatu ayat,

mereka menanyakannya kepada Rasûlullâh saw.1

Al-Qur’ân berfungsi sebagai kitab yang dapat menyelesaikan perselisihan

dan menemukan jalan keluar dari berbagai problem yang dihadapi manusia.2

Al-Qur’ân berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia ke jalan yang dirid}ai Allah swt.

(hudan linnâs) dan berfungsi pula sebagai pencari jalan keluar dari kegelapan

menuju alam terang benderang.3

Menurut M. Quraish Shihab ada tiga tujuan pokok diturunkannya

al-Qur’ân, yaitu:

1. Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang

tersimpul dari adanya iman kepada Allah dan hari akhir.

1 Mana’ Khalîl al-Qat}t}ân, Mabâh}is fi ‘Ulûm Qur’ân (Riyad}: Mansyûrat ‘As}r al-H}adîts, t.t.), h. 9.

2 QS. al-Baqarah [2] : 213.

(18)

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni yang harus diikuti.

3. Petunjuk mengenai syariat dan hukum, baik kaitannya dengan Allah

maupun dengan sesama manusia.4

Fungsi ideal al-Qur’ân itu dalam realitasnya tidak begitu saja dapat

diterapkan, akan tetapi membutuhkan pemikiran dan analisis yang mendalam.

Harus diakui ternyata tidak semua ayat al-Qur’ân yang tertentu hukumnya sudah

siap pakai. Banyak ayat-ayat yang masih global dan musytarak yang tentunya

memerlukan pemikiran dan analisis khusus untuk menerapkannya.

Banyaknya ayat-ayat yang global ini bukanlah melemahkan peran

al-Qur’ân sebagai sumber utama hukum Islam, akan tetapi malah menjadikannya

bersifat universal. Keadaan ini menempatkan hukum islam sebagai aturan yang

bersifat takammul (sempurna) dalam artian dapat menempatkan diri dan

mencakup segenap aspek kehidupan, bersifat wasat}iyah (seimbang dan serasi)

antara dimensi duniawi dan ukhrâwî, antara individu dan masyarakat: dan juga

bersifat h}arakah (dinamis) yakni mampu berkembang dan dapat diaplikasikan di

sepanjang zaman.5

Tafsîr adalah suatu upaya mencurahkan pemikiran untuk memahami,

memikirkan dan mengeluarkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’ân agar

dapat diaplikasikan sebagai dasar utama penetapan hukum. Atas dasar itulah

maka diakui bahwa peranan tafsîr sangat besar dalam menjelaskan makna

4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’ân: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1995), h. 71-73.

(19)

3

kandungan al-Qur’ân yang sebagian besar masih bersifat global dan punya makna

yang samar sehingga muncul kesulitan untuk menerapkannya.6

Oleh karena begitu pentingnya memahami al-Qur’ân dan tiada jalan lain

untuk memahami al-Qur’ân kecuali dengan menafsirkannya. Ada banyak para

mufassir mengakui besarnya peranan tafsîr, antara lain:

1. Ah}mad al-Syirbas}î dalam bukunya, Sejarah Tafsir al-Qur’ân menegaskan

bahwa kedudukan tafsîr sangat tergantung pada materi atau masalah yang

ditafsirkannya, karena materi tafsîr adalah kitab suci al-Qur’ân yang

punya kedudukan mulia, maka kedudukan tafsîr pun amatlah mulia.7

2. Imâm al-Zarkasyî dalam muqaddimah kitab al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân

menyebutkan bahwa perbuatan terbaik yang dilakukan oleh akal manusia

serta kemampuan berfikirnya yang tinggi adalah kegiatan

mengungkapkan rahasia yang terkandung dalam wahyu Ilahi dan

menyingkapkan pentakwilannya yang benar berdasarkan

pengertian-pengertian yang kokoh dan tepat.8

3. M. Quraish Shihab menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat

al-Qur’ân melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan yang sangat

besar bagi maju-mundurnya umat. Sekaligus penafsiran-penafsiran itu

dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.9

6 Abdul Mu’in, dalam M. Alfatih Suryadilaga, dkk. Metodologi Ilmu Tafsîr, h. 35.

7 Ahmad al-Syirbas}i, Sejarah Tafsîr al-Qur’ân. Penerjemah Tim Pustaka Firdaus. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 11.

8 Al-Imâm Abdullah al-Zarkasyî, Burhân fî ‘Ulûm Qur'ân (Mesir: Dâr Ih}ya' al-Kutub al-‘Arabî, 1957), h. 2-3.

(20)

Oleh karena itu, dengan menyimak penegasan al-Qur’ân, surat S}âd

[38]:29 dan surat al-Zumar [39]:27 serta pendapat-pendapat para mufassir, maka

Ahmad al-Syirbashi menyimpulkan bahwa setiap orang wajib berusaha

mengetahui tafsîr atau ta’wîl ayat-ayat al-Qur’ân agar tidak sebuah ayat pun

yang tidak diketahui tafsirannya.10

Dari sekian banyak ayat al-Qur’ân dapat ditemukan bahwa dalam konteks

kitab suci, Nabi Muh}ammad saw. di samping berfungsi sebagai penerima wahyu,

beliau juga bertugas memeliharanya. Beberapa hal yang dilakukan oleh Nabi

Muhammad saw. antara lain adalah beliau memerintahkan untuk menulis setiap

ayat yang turun, memahami dan menjelaskan makna dan pesan-pesannya. Di

samping itu, Nabi Muh}ammad saw. memberi contoh penerapannya.11

Ada beberapa sahabat tertentu yang dikenal sebagai penulis-penulis

wahyu yang disampaikan secara langsung dan ditulis di hadapan Nabi

Muh}ammad saw. Tetapi, pada saat yang sama puluhan sahabat lain menulisnya

atas inisiatif sendiri tanpa diperintahkan oleh Nabi Muh}ammad saw. namun

beliau tidak melarangnya sebagaimana pada suatu ketika melarang penulisan

H}adîts.12 Di satu sisi, hal ini menunjukkan betapa antusias para sahabat ketika

itu untuk menulis al-Qur’ân dan H}adîts. Di sisi lain, ini menunjukkan betapa

Nabi Muhammad saw. mengharap dari mereka agar mereka memberikan

perhatian yang besar terhadap al-Qur’ân dan bahwa pelarangan itu disebabkan

karena kekhawatiran bercampurnya al-Qur’ân dan H}adîts dan juga karena

10 Al-Syirbas}î, Sejarah Tafsîr al-Qur’ân, h. 17.

11 Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi al-Qur’ân dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 300.

(21)

5

kelangkaan alat-alat tulis dan para penulis. Perlu dicatat bahwa para sahabat

yang menulis al-Qur’ân itu tidak jarang menyisipkan dalam tulisan mereka itu

makna yang dimaksud oleh ayat yang mereka tulis. Dari sini, lahir apa yang

kemudian diistilahkan dengan mudraj.

Apa yang dikemukakan ini menunjukkan bahwa para sahabat Nabi

Muhammad saw. meskipun dalam situasi kelangkaan dan kesulitan alat-alat tulis,

mereka tetap berusaha bukan saja memahami pesan-pesan al-Qur’ân, tetapi juga

menulis penjelasan makna/tafsirnya sesuai situasi yang mereka hadapi ketika itu.

Kendatipun ketika itu hafalan sangat diandalkan, bahkan penyampaian sesuatu

bedasar hafalan dinilai lebih akurat dibanding dengan tulisan.13

Budaya Menafsirkan al-Qur’ân merupakan bagian dari peradaban Islam.

Kegiatan menafsirkan al-Qur’ân tidak berhenti pada masa sahabat saja, akan

tetapi kegiatan ini dilanjutkan terus menerus oleh para ulama hingga saat ini.

Budaya inilah yang menjadikan intelektual Islam menjadi terangkat dalam

kancah internasional. Salah satu tafsîr yang populer di dunia adalah Tafsîr

al-Jalâlain. kepopuleran itu terbukti dengan dijadikannya Tafsîr al-Jalâlain sebagai

rujukan dari beberapa kitab tafsîr. Hal tersebut dapat diketahui dalam penjelasan

para penafsir ketika menyebutkan rujukan penulisannya.

Pembaca Tafsîr al-Jalâlain di Indonesia, bisa dikatakan sebagai pembaca

terbanyak. Tafsîr ini begitu populernya, sehingga rasanya ada sebuah kesan

bahwa mengkaji Tafsîr ini hukumnya “wajib” di kalangan pesantren. Sebut saja

di antaranya pesantren Tebuireng, pesantren Lirboyo, pesantren Sarang dan

pesantren-pesantren yang lain. Bahkan, pesantren modern atau salafî

(22)

modern juga mengkombinasikan beberapa pelajaran yang ada di pesantrennya

dengan membahas kitab Tafsîr al-Jalâlain. 14

Memang cukup logis ketika Tafsîr al-Jalâlain ini menjadi kitab pilihan

yang dikaji untuk tingkat elementarypada pesantren-pesantren. Tafsîr al-Jalâlain

lebih ringkas, bahkan cenderung sepintas lalu. Ada sebuah kesan bahwa

pengarang Tafsîr al-Jalâlain tidak mau terjebak dalam pembicaraan yang

bertele-tele, cukup hanya dengan menunjukkan adanya perbedaan qirâ’at. Sebagaimana

yang disampaikan oleh salah satu pengarangnya, Jalâluddin al-Suyût}i dalam

muqaddimahnya. Dari sini dapat dilihat bahwa karakteristik Tafsîr al-Jalâlain

jika dibandingkan dengan tafsîr lain adalah ungkapannya yang simpel dan padat

dengan gaya bahasa yang mudah. Tujuannya adalah agar dapat dicerna dengan

mudah oleh para pembaca tafsîr. Hingga pantaslah jika ada yang mengatakan

bahwa antara al-Qur’ân dengan tafsîrannya hampir sama. Bahkan, menurut

pengarang kitab Kasyf al-Z}unûn, ada sebagian ulama Yaman yang mengatakan

bahwa hitungan huruf al-Qur’ân dengan tafsîrannya sampai surat al-Muzzammil

adalah sama. Baru pada surat Muddatstsir dan seterusnya tafsîr ini melebihi

al-Qur’ân.15

Kepopuleran Tafsîr al-Jalâlain ini ternyata justru menstimulus para ulama

generasi selanjutnya untuk membuat syarah dari Tafsîr al-Jalâlain ini.

Sayangnya, hanya segelintir orang saja yang mengetahui betapa banyaknya

syarah-syarah kitab ini. Belum lagi ditambah oleh tafsîr-tafsir Nusantara, yang

14 Sebagaimana juga yang dilakukan oleh para kiai di beberapa pesantren ketika menyebutkan sebuah kitab tafsir sebagai bagian dari kurikulum yang umum dipakai. Lihat, Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), h. 158 – 160.

(23)

7

hampir 100% kitab tafsîr Nusantara adalah menjelaskan Tafsîr al-Jalâlain,

setidaknya gaya penafsir Nusantara meniru kitab Tafsîr al-Jalâlain atau

al-Jalâlain adalah kitab rujukan utama para penafsir Nusantara.

Oleh karenanya, ada beberapa alasan saya melakukan penelitian ini.

Antara lain:

1. ‘Adil Nuwaih}id menyatakan bahwa al-Jamal adalah kitab syarah dari

Tafsîr al-Jalâlain yang paling masyhur di dunia.16 Tetapi kenapa banyak

kalangan yang tidak mengenal akan syarah tersebut?.

2. Dari sekian kitab syarah atau hâsyiah dari Tafsîr al-Jalâlain yang saya

ketahui, mengapa kitab H}âsyiah al-S}âwî yang paling banyak dikaji oleh

pesantren salaf di Indonesia, khususnya wilayah pesantren Jawa.17

3. Beberapa penulis pendahulu saya, banyak yang menulis tentang

permasalahan tafsir atau metode tafsir. Akan tetapi jarang di antara

mereka yang menyinggung tentang syarah atau H}âsyiah al-S}âwî ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul penulisan ini, yaitu “Kajian atas kitab H}âsyiah

al-S}âwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain,” permasalahan yang akan dikembangkan dalam

skripsi ini adalah kitab-kitab syarah atau h}âsyiah dari Tafsîr al-Jalâlain. Baik

16 ‘Adil Nuwaih}id, Mu'jamu al-Mufassirin min S}adr al-Islâm H}attâ al-‘As}ri al-H}âdir vol. 1 (Lebanon: Muassasah Nuwaihid al-Tsaqâfiyyah li al-Ta'lif wa al-Tarmah wa al-Nasyr, Cet. II, 1986 M./1406 H.), h. 218.

(24)

yang terdapat di Timur Tengah atau pun di Nusantara. Dari sekian banyak

hasyiah dan syarah dari Tafsîr al-Jalâlain, mengapa H}âsyiah al-S}âwî yang

menjadi pilihan kalangan beberapa pesantren di Jawa? Kenapa hanya H}âsyiah

al-S}âwî yang tercetak di Indonesia?

Saya membatasi pembahasan ini khusus pada kitab H}âsyiah al-S}âwî ‘alâ

Tafsîr al-Jalâlain. Dari pembatasan tersebut, maka masalah pokok dalam skripsi

ini adalah: metode dan sistematika seperti apa yang digunakan oleh al-S}âwî

dalam kitab Hâsyiahnya sehingga kitab tersebut menjadi pilihan bagi banyak

pesantren di Nusantara? Apa keistimewaanya?.

C. Tinjauan Kepustakaan

Dalam beberapa literatur telah disebutkan bahwa al-Suyût}i merupakan

seorang ulama yang mempunyai andil besar dalam pengembangan keilmuan.

Bahkan, karya-karya al-Suyût}i telah banyak beredar dan bisa dibaca hingga kini.

Mani’ Abdul H}alîm Mah}mûd dalam bukunya, Metodologi Tafsîr, Kajian

Komprehensif Metode Para Ahli Tafsîr menyebutkan bahwa Kitab-kitab karya

al-Suyût}i mencapai 500 kitab. Sebagian kitab tersebut adalah karangan asli,

sebagian rangkuman dari kitab-kitab lain sebelumnya, sebagian lagi adalah

kumpulan tulisan dan susunan. Karekteristik penulisannya terdapat di semua

kitabnya, dia memperhatikan karakteristik penulisan yang mudah, maka dalam

karya-karyanya tidak ditemukan komentar, baik yang karangan, himpunan atau

susunannya.18

(25)

9

Di kesempatan lain, ahli sejarah, Philip K. Hitti dalam bukunya Histori of

The Arab juga menyinggung tentang tokoh al-Suyût}î. Ia menuliskan:

... Hanya beberapa judul dari sekitar 560 karyanya yang sampai pada kita. Salah satu karyanya membicarakan tentang apakah Nabi memakai celana, atau apakah sorbannya memiliki ujung, dan apakah orangtuanya masuk surga atau neraka. Ia juga merupakan seorang kaligrafer handal dan gemar mengaku-aku sebagai penulis beberapa naskah yang sebenarnya hanya ia

salin…19

Martin Van Bruinessen dalam karyanya, Kitab Kuning, Pesantren dan

tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia menyebutkan bahwa Tafsîr al-Jalâlain

adalah sebuah kitab tafsir yang dapat ditemukan di mana-mana. Dalam tabelnya,

ia menempatkan Tafsîr al-Jalâlain pada urutan pertama sebagai kitab tafsîr

terbanyak yang dikaji oleh pesantren-pesantren di penjuru Nusantara.20

Memang jarang yang menuliskan secara langsung tentang al-S}âwî dan

manhajnya. Juga jarang ditemukan beberapa cendekiawan yang menyinggung

atau membahas secara detail tentang al-S}âwî. Namun demikian, ada di antara

para peneliti yang membahas tentang al-S}âwî. Hal tersebut bisa ditemukan dalam

Mu’jam Muallifîn karya ‘Umar Rid}a Kah}h}âlah.

Dalam kitab Mu’jam tersebut dituliskan bahwa Ahmad al-S}âwî (1175 –

1241 H/ 1761 – 1825 M) bernama asli Ahmad bin Muhammad al-S}âwî, al Mis}ri,

al-Khalwatî, al-Mâlikî yang menguasai banyak bidang ilmu. Ia dilahirkan di S}ai’

al-H}ajar di atas pinggiran sungai Nil di Mesir dan wafat di Madinah. Di antara

19 Philip K. Hitti, History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present. Penerjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 881-882. Tetapi sayang, Philip tidak menghadirkan bukti tentang pernyataanya bahwa al-Suyût}î gemar mengaku-ngaku sebagai penulis. Berbeda sekali dengan komentar para ulama yang menulis tentang keistimewaan al-Suyût}î.

(26)

karya-karyanya adalah Balaghatu al-Sâlik li Aqrabi al-Masâlik fî Furû’ al-Fiqh

al-Mâlikî, H}âsyiah ‘alâ Jauharat al-Tauh}îd li al-Qânî, H}âsyiah ‘alâ Syarh}i

al-Dardîr ‘alâ Risâlatihi fî ‘Ilm al-Bayân al-Musammât Tukhfat al-Ikhwân, al-Asrâr

al-Rabbâniyyah wa al-Fuyûd}ât al-Rahmâniyyah, ia adalah syarah dari al-S}alawât

al-Dardîriyyah, dan H}âsyiah ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain.21

Mani’ ‘Abdul H}alim Mahmud juga menulis tentang al-S}âwî. Ia

mengatakan:

Syaikh al-S}âwî adalah imam di antara imam ulama Azhar, dan seorang

sufi dari pembesar sufi. Gurunya di bidang tarikat adalah Syaikh Dardîr yang mendapat gelar, Abu al-Barakât. Sementara itu Syaikh Dardîr adalah imam al-akbar Syaikh Hefni yang mendapat julukan Abi al-Anwâr.

Syaikh al-S}âwî adalah penganut madzhab Mâlikî, penganut tarekat dari

daerah barat desa Son al-H}ijr di mesir. Ia dilahirkan tahun 1175 H/1761

M. ia wafat di Madinah al-Munawwarah tahun 1241 H/1825 M.22

Di antara beberapa penulis tantang al-S}âwî yang saya temukan, ‘Aly Iyazi

lah yang paling detail menulis tentang al-S}âwî dan Hasyiahnya. Pertama, ia

menulis biografi singkat dan beberapa karya al-S}âwî, selanjutnya ‘Aly

menjelaskan dengan singkat pula tentang gambaran umum Hasyiah al-S}âwî yang

diakhiri dengan penjelasan metodenya.23

Tentang syarah atau h}âsyiah dari Tafsîr al-Jalâlain yang lain, dapat dilihat

dalam Mu’jam al-Mufassirîn Min S}adr al-Islâm H}attâ al-‘Ashr al-H}âd}ir yang

ditulis oleh ‘Adil Nuwaihid.

21 Umar Rid}â Kah}h}âlah, Mu’jam al-Muallifîn, vol. 2 (Bairut: Dâr Ihya’ Turats al-‘Arabi, t.t.), h.111.

22 Mani’ Abd H}alim Mahmûd, Metodologi Tafsîr, h. 218.

(27)

11

Penelitian ini ingin menyatakan bahwa metode yang digunakan oleh al

-S}âwî sebenarnya sama dengan metode dari syarah-syarah Tafsîr al-Jalâlain yang

lain, meski dengan wajah yang baru.

D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Terdapat beberapa tujuan penelitian ini dilakukan:

1. Untuk mengetahui metode apa yang digunakan oleh al-S}âwî dalam

H}âsyiahnya.

2. Untuk mengetahui apa keistimewaanya sehingga ia menjadi hasyiah

faforit.

3. Sebagai upaya untuk memasyarakatkan dan melestarikan kitab tafsîr,

khususnya untuk referensi dalam pembelajaran di UIN Syarif

Hidayatullah.

Adapun signifikansi dari penelitian ini antara lain:

1. Dapat mengetahui berapa banyak syarah atau h}âsyiah dari Tafsîr

al-Jalâlain, baik di Indonesia atau di belahan dunia lainnya.

2. Dapat mengetahui metodologi dan corak dari H}âsyiah al-S}âwî serta

keistimewaanya.

E. Metodologi Penelitian

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penulisan ini, saya

menggunakan penelitian library research: yaitu mencari rujukan tertulis – primer

ataupun sekunder- di berbagai perpustakaan Universitas, pemerintah, dan

(28)

Karena studi ini menyangkut kitab H}âsyiah al-S}âwî secara langsung,

maka sumber data primernya (pokoknya) adalah kitab Tafsîr al-Jalâlain yang

dicetak oleh penerbit Dâr al-Fikr, Bairut, 1991 M. dan kitab H}âsyiah al-S}âwî

yang dicetak oleh penerbit al-Hidayah, Surabaya.

Adapun sumber data sekundernya (pendukungnya) adalah:

1. Buku-buku pakar tafsîr yang terkait

2. Karya-karya yang berupa Tesis dan disertasi yang terkait

3. Kitab-kitab tafsîr yang dianggap representatif yang terkait dengan

masalah.

4. Kitab-kitab mu’jam (ensiklopedi) tentang pengarang dan kitab-kitab

tafsîr.

Jadi, sumber yang digunakan dalam penulisan ini ada dua, yaitu sumber

primer dan sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang ditulis langsung oleh

al-Jalâlain dan al-S}âwî, sedangkan sumber sekunder yaitu sumber yang ditulis oleh

orang lain yang berkaitan dengan penulisan ini.

Setelah permasalahan dirumuskan, maka saya melakukan beberapa

langkah selanjutnya, yaitu:

a. Pertama, saya mengumpulkan data kitab-kitab tafsîr dalam kitab Mu’jam

al-Muallifîn dan kitab Mu’jam al-Mufassirîn.

b. Kemudian untuk mengetahui yang ada pada kitab Mu’jam al-Muallifîn,

saya merujuk pada buku-buku yang membahas tafsîr tersebut.

c. Untuk mengetahui perbedaan penafsiran antara pensyarah dengan

pensyarah lain, saya membandingkan antara metodologi penulisan

(29)

13

d. Untuk mengetahui latar belakang keluarga, pendidikan, karier dan karya

intelektual al-Mah}allî dan al-Suyût}i, saya merujuk melalui kitab dan

karya-karya beliau yang lain. diantaranya, al-Itqân fî Ulûm al-Qur’ân,

H}âsyiah al-Qulyubî, dan membaca tulisan orang lain yang menulis

tentang riwayat hidup al-Mah}allî dan al-Suyût}î. Begitu juga ketika

mencari riwayat tentang al-S}âwî.

e. Untuk mengetahui pemikiran yang murni dari al-Mah}allî dan al-Suyût}î

dan pemikiran yang hanya menukil atau membandingkan antara para

mufasir, saya membandingkan sedemikian rupa antara Mah}allî dan

al-Suyût}î dengan tafsîr-tafsîr yang lain.

f. Langkah terakhir adalah mengambil kesimpulan (natîjah) yang berkaitan

dengan rumusan masalah atau jawaban dari rumusan masalah.

Analisis ini saya lakukan secara deskriptif. Setiap kitab yang akan

dianalisis, saya lakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Setelah membaca kitab

tersebut, kemudian saya bandingkan dengan kitab-kitab lain. Beberapa langkah

perbandingan antara isi kandungan kitab H}âsyiah al-S}âwî dan kitab Tafsîr

Jalâlain juga dilakukan untuk memberi penguatan terhadap deskripsi tentang

sejauh mana al-S}âwî melakukan langkah-langkah penafsirannya berdasarkan teks

asliTafsîr Jalâlain.

F. Tekhnik dan Sistematika Penulisan

Tekhnik penulisan skripsi ini mengikuti pedoman penulisan ilmiah yang

dikeluarkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN

(30)

terjemahnya saya mengambil dari Departemen Agama, al-Qur’ân dan

Terjemahnya (Semarang: CV. Toha Putra, 1989.)

Saya membagi sistematika penelitian dalam lima bab. Bab pertama

adalah pendahuluan yang memuat pembahasan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan,

tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab kedua membahas kitab Tafsîr al-Jalâlain mulai dari penulis sampai

dengan sistematika penulisan Tafsîr al-Jalâlain secara ringkas. Juga membahas

tentang kitab-kitab syarah yang ditulis oleh para penafsir sebagai apresiasi

mereka terhadap Tafsîr al-Jalâlain.

Bab ketiga membahas riwayat hidup al-S}âwî yang memuat latar belakang

keluarga, pendidikan, dan karya-karyanya.

Bab Keempat terfokus kepada pembahasan H}âsyiah al-S}âwî sebagai

pembahasan utama dengan melihat bentuk fisik kitab H}âsyiah al-S}âwî yang saya

teliti sampai kepada metode dan kaidah yang dipakai oleh penulis H}âsyiah

tersebut. Pada bab tersebut saya hadirkan keistimewaan H}âsyiah al-S}âwî yang

karenanyaH}âsyiah al-S}âwî banyak diminati di kalangan pesantren.

Bab kelima penutup. Memuat kesimpulan dari penelitian, jawaban atas

permasalahan yang diangkat, yaitu tentang metodologi al-S}âwî dalam penulisan

hasyiahnya yang disertai dengan keistimewaanya. Terakhir kali terdapat

(31)

15

BAB II

TAFSÎR AL-JALÂLAIN DAN SYARAH-SYARAHNYA

A. Sekilas Tentang Tafsîr al-Jalâlain

1. Penulis Tafsîr al-Jalâlain

Tafsîr al-Jalâlain adalah kitab tafsîr yang diselesaikan oleh dua orang yang

bernama al-Jalâl, yaitu Jalâluddin al-Mah}allî dan Jalâluddin al-Suyût}î. Saya akan

menjelaskan proses penulisan Tafsîr al-Jalâlain pada sub-bab berikutnya. Pada

pembahasan kali ini, saya menghadirkan biografî singkat kedua penulis Tafsîr

al-Jalâlain guna mengetahui latar belakang keduanya baik segi keluarga,

sosial-sampai pada keilmuannya.

a. Al-Mah}allî

Al-Mah}allî1 mempunyai nama lengkap Muh}ammad bin Ah}mad bin Ibrâhim

bin Ah}mad bin Hasyîm al-Mah}allî al-Mis}rî al-Syâfi’î yang dikenal-dengan

sebutan Syaikh Jalâluddin al-Mah}allî. Ia lahir di Cairo, Mesir pada tahun 791

H./1389 M. dan wafat di tempat yang sama pada tahun 864 H./1462 M.2 dalam

usia 73 tahun.

1 Al-Mah}allî adalah sebuah nama kebangsaan yang diambil dari sebuah kota di sisi barat Mesir. Diantara orang-orang besar yang menyertakan al-Mah}allî dalam namanya adalah: Ibrâhîm bin ‘Umar bin ‘Ali Tâjir, Muh}ammad bin Ah}mad Kamâl (saudara kandung Jalâluddin al-Mahallî), Muh}ammad bin Muh}ammad bin Ah}mad al-Badr (anak kandung Jalâluddin al-Mah}allî), al-Siraj ‘Umar bin Muh}ammad ‘Ali al-Wâ’iz}, dan lain-lain. Lihat dalam, Syamsuddîn Muh}ammad bin Abdul Rah}mân. al-Sakhawî, al-D}au’ al-Lâmi’ fî A’yân Qarn al-Tâsi’ (Beirut: Dâr Maktabah al-H}ayât, t.t.)

(32)

Beliau banyak dikenal oleh kalangan ulama dan menguasai hampir semua

bidang ilmu pengetahuan, sampai-sampai ia mendapat beberapa gelar di

antaranya al-faqîh, al-mufassir, al-us}ûlî, al-nahwî, dan al-mant}îqî. Pandangan

pemikirannya sangat luas, karangan kitabnya juga banyak. Al-Mah}allî adalah

guru dari Imam al-Suyût}î.3

Selain seorang yang produktif mengarang kitab, al-Mah}allî juga termasuk

orang-orang terkemuka dari empat madzhab, sebagaimana diakui oleh pakar

sejarah muslim, al-Syaikh Muh}ammad Khud}ari BK. dalam bukunya, Târikh

Tasyrî’ ia mengatakan:

“Kembali sebelum runtuhnya Mamluk Mesir dan berpindahnya kekhalifahan. Terdapat nama-nama para ilmuan. Seperti ‘Iz bin Abdi Salam, Ibn H}âjib, Ibnu Daqîq ‘Îd, Ibnu Rif’ah, Ibnu Taimiyah, Subkî dan anaknya, Ibnu Qayyim Bulqinî, Asnawî, Kamâl bin al-Himâm, Jalâluddin al-Mah}allî, dan Jalâluddin al-Suyût}î. Mereka semua adalah orang-orang terkemuka dari em pat madzhab. Setelah itu, saya tidak menemukan seorang ulama besar, faqîh, atau pengarang yang handal. Bahkan saya melihat beberapa tokoh ulama fikih yang hanya bersikap

Qanâ’ah. Bukan sebagai Penemu. Bahkan, beberapa tokoh setelah mereka

hanya tersibukkan oleh madzhab mereka sendiri. Ketika seseorang sibuk dengan madzhabnya, maka bukunya akan semakin sedikit sampai-sampai karena begitu ringkasnya, sepertinya mereka mengarang tetapi tidak memberikan pemahaman. Sepertinya, runtuhnya pemerintahan berarti runtuhnya sebuah keilmuan apalagi keagamaan sampai seperti jurang yang

dalam lagi jauh.”4

Al-Mah}allî sangat bersemangat untuk membela agama Allah. Kehidupanya

diwarnai dengan kesalehan, wara’, dan amar ma’rûf nahi munkar. Padahal banyak

para hakim dan pejabat yang datang kepadanya tetapi ia selalu menolaknya. Ia

melarang mereka untuk masuk ke tempatnya. Ia sungguh sangat tegas sampai

3 Muh}ammad bin Ah}mad bin ‘Utsmân al-Dzahabî, Tadzkîrât al-Huffâz}, vol. 1 (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1998), h. 223.

(33)

17

para qad}i sangat takut dan segan kepadanya. Semua itu karena kewibawaanya.

Pernah ia dipinta untuk menjadi hakim agung, tetapi ia juga menolaknya.

Kendaraan dan pakaiannya pun sangat sederhana.

Al-Mah}allî memberi pelajaran fikih kepada murid-muridnya secara

langsung dengan tangannya sendiri. Banyak di antara para jamaah yang dengan

setia mendengarkannya dan mengambil pelajaran darinya. Ketika mengajar atau

menuliskan sebuah karangan, pembaca atau pendengar tidak mudah untuk

menjadi bosan. Semua itu karena al-Mah}allî dapat mengungkap dan menjelaskan

kata-kata yang kabur makna, ia dapat melepaskan ikatan-ikatan yang

membelenggu lafaz-lafaz, juga dapat meringkas dari sebuah ibarat yang panjang

dan bertele, dan semua itu al-Mah}allî hadirkan dengan bahasa yang mudah

dipahami.

Kesehariannya ia gunakan untuk mengarang kitab. Tulisannya begitu indah

dan mudah untuk dibaca semua kalangan. Kesibukan al-Mah}allî Mengarang kitab

tidak lantas meninggalkan kewajibannya untuk menghidupi keluarga. Selain

mengarang, al-Mah}allî juga berdagang.5

Beberapa karangan al-Mah}allî yang saya temukan antara lain:

1) Kitab yang membahas fikih dan us}ul Fikih: Mukhtas}ar Tanbîh li

Syairâzi fî Furû' fikihî Syâfi’î, Syarh} ‘alâ Waraqât li imâm

al-H}aramain.6 al-Badrut} T}âli’ fî H}alli Jam’il Jawâmi’ li al-Subkî, dan Kanzu

al-Râghibîn, Syarh} Minhajut} T}âlibin li al-Nawawî.

5Abdul Hayyi bin Ah}mad bin Muh}ammad al-Akrî al-Hanbalî (1032 - 1089 H.), Syadzârat al-Dzahab fî Akhbâri man Dzahab, vol. 7 (Damaskus: Dar ibn Katsîr, 1406 H.), h. 304 – 305.

(34)

2) Kitab yang membahas al-Qur’ân, tafsîr dan ilmu tafsîr: Tafsîr Qur’ân

al-Karîm,7 dan Syarh} ‘alâ al-Tas}il li ‘Ulûm al-Tanzîl al-Qur'ân.

3) Kitab yang membahas ilmu Nahwu, sastra dan Mant}iq: Syarh} Tas}ilu

Fawâid wa Takmîl Maqâs}id, li Ibni Mâlik, Syarh}u Syamsiyyah fî

al-Mant}iq, tetapi belum sampai tuntas, Syarh} Burdat al-Mâdih} Mâlik, Syarh}

‘alâ al-I’râb ‘an Qawâid al-‘Arab li Ibn Hisyâm.

4) Kitab yang membahas fikih dan us}ul fikih: H}âsyiah ‘alâ Syarh}i Jâmi’

al-Mukhtasarât, dan H}âsyiah ‘alâ Jawâhir al-Isnawî

b. Al-Suyût}î

Al-Suyût}î8, Ia bernama lengkap Jalâluddin Abu al-Fad}l Abd al-Rah}man bin

al-Kamâl-Abi Bakr bin Muh}ammad bin Sâbiq al-Din bin al-Fakhr ‘Utsmân bin

Naz}îruddin Muh}ammad bin Saifuddin Khid}r bin Najmuddin Abi S}alah Ayyûb bin

Nâs}iruddîn Muh}ammad bin Syaikh Himâmuddin Himâm Khud}airî

al-Asyût}î.9

7Al-Mah}allî memulainya tetapi tidak sampai tuntas dan disempurnakan oleh muridnya, Jalâluddin al-Suyût}î. Kitab inilah yang dikenal-dengan Tafsîr al-Jalâlain. Yaitu kitab yang dikarang oleh Jalâluddin Mah}allî dan Suyût}î. Lihat, Al-S}âwi, H}âsyiah S}âwi 'alâ tafsir al-Jalâlain, vol. 1 (Beirut: Dâr al-Fikr, 1988), h. 2.

8Al-Asyût}î dengan menggunakan hamzah, adalah julukan kebangsaan yang diambil dari

daerah Asyût}, sebuah kota di dataran tinggi Mesir. Diantara mereka yang mencantumkan Asyût} dalam deretan namanya adalah: Muh}ammad ibn Muh}ammad bin Ah}mad Syaraf, al-Salah Muh}ammad bin Abi Bakr bin ‘Ali, al-Kamâl-Abu Bakar bin Muh}ammad bin Abi Bakar, Zaki Muslim, al-Walawî, dan masih banyak lagi yang lain. Dan banyak diantara mereka yang membuang huruf hamzah sehingga dipanggil dengan Suyût}î. Lihat Sakhawî, dalam kitab al-D}au’ al-Lâmi’fî A’yân Qarnu al-Tâsi’.

(35)

19

Ia lahir setelah maghrib malam Ahad bertepatan pada bulan purnama bulan

Rajab pada tahun 849 H. di kota Assiyut, Mesir bagian atas. Kemudian ia

dijuluki dengan daerah tersebut. Adapun julukan al-Khud}airi yang ada padanya

adalah sebuah tempat yang ada di Baghdad, sebagaimana yang ia jelaskan sendiri

pada biografinya dengan judul, H}usnul Muhâd}arah. Ia berkata, “Adapun

bangsaku al-Khud}airi tidaklah aku ketahui melainkan nama tersebut adalah

sebuah nama tempat yang ada di Baghdad.”10

Keluarga al-Suyût}î adalah sebuah keluarga yang berilmu dan beradab.

Ayahnya adalah seorang ahli fikih dari madzhab Syâfi’î. Beliau menjadi seorang

qad}i di kota Assiyut. Setelah itu berpindah ke Mesir11 dan menjadi seorang muft}i

di sana.

Ayah al-Suyût}î wafat pada tahun 855 H. sedangkan Suyût}î kecil masih

berusia lima tahun empat bulan. Namun, pada umur tersebut, ia sudah

hafal-al-Qur’ân sampai surat al-Tahrîm. Al-Suyût}î tumbuh besar sebagai seorang yatim,

tetapi Allah telah mempersiapkannya sebagai seorang yang mulia. Ia menjadi

salah satu ulama ahli fikih yang patut diperhitungkan. Ayahnya adalah al-Kamâl

bin al-Himâm al-H}anafî, pengarang kitab Fath} al-Qadîr. Kitab tersebut adalah

wasiat dari seorang ayah al-Suyût}î kepadanya sebagaimana diterangkannya

dalam kitab Bughyat al-Wi’ât.

Cita-cita al-Suyût}î adalah mendaki tinggi ke puncak kemuliaan. Ia

meminum air zam-zam dengan tujuan agar dapat sampai kepada derajat al-H}âfiz}

10 Jalâluddin al-Suyût}î, Tadrib al-Râwî fî Syarh}i Taqrîb al-Nawawî (Kairo: Darul Hadits, 2004),, h. 10.

(36)

ibn H}ajar Asqallânî dalam ahli haditsnya dan sebagai Syaikh Sirâjuddin

al-Bulqinî dalam ilmu fikihnya. Ia mengamalkan hadis “ ”, dan Allah

mewujudkan apa yang telah ia harapkan. Ia menjadi sukses sebagaimana al-H}âfiz}

ibn H}ajar Asqallânî yang telah meminum air zam-zam dan ingin meniru

al-H}âfiz} al-Dzahabî.

Al-Suyût}î mempunyai keistimewaan otak yang gemilang. Ia mempunyai

hafalan yang kuat. Kecerdasan yang gemilang, sehingga ia mampu khatam

menghafalkan al-Qur’ân di saat usianya masih delapan tahun. Setelah itu ia hafal

‘Umdatul Ah}kâm, sebuah kitab karya Ibn Daqîq al-‘Îd. Ia telah hafal-kitab

al-Minhâj karya al-Imam al-Nawawi, al-Minhâj fî al-Us}ul karya al-Baid}awi dan

Alfiyah Ibn al-Mâlik .12

Al-Suyût}î memulai belajar pada tahun 864 H. dan mendapat ijazah

pengajaran Bahasa arab pada dua tahun sesudahnya. Pada tahun 876 H. ia

menjadi pengajar dan juru fatwa. Dalam menuntut ilmu, al-Suyût}î sempat

singgah di beberapa Negeri seperti Syam, H}ijaz, Yaman, India, dan Maroko.13 Di

Negeri tersebut, ia mempelajari berbagai literatur ilmu dan belajar langsung

kepada sejumlah ulama besar seperti Jalâluddin al-Mah}allî, ilmu waris kepada

Syaikh Ah}mad bin Syamsahi, fikih kepada al-Bulqînî, hadits, us}ul fikih, theologi

dan nahwu kepada al-Syamanî, dan belajar hadis, bahasa Arab, dan sejarah

kepada al-‘Izz al-H}anbalî. Ia belajar dan nyantri pada gurunya yang jumlahnya

12 Al-Suyût}î, Tadrîb al-Râwî, h. 10.

(37)

21

mencapai 600 guru. Adapun guru di bidang riwayat h}adits dan ijazahnya

mencapai 150 guru.14

Selain guru laki-laki, al-Suyût}î juga mengambil ilmu dari sejumlah

ilmuwan perempuan. Di antara para guru perempuannya adalah ‘Aisyah binti

Jârullah, Ummu Hânî bin Abul H}asan, S}âlih}ah binti ‘Alî, Niswân binti ‘Abdullah

al-Kinanî, dan H}ajar binti Muh}ammad al-Mis}riyyah.15

Pada tahun 866 H. ia memulai kegiatannya untuk menjadi pengarang.16

Beberapa ulama dan sejarawan telah mencatat al-Suyût}î. Mulai dari kelahirannya

sampai kepada karya dan pemikirannya. Philip K. Hitti mengatakan, “Tidak

hanya dalam biografi, tetapi juga dalam lapangan sejarah secara umum pun

periode Mamlûk dikenal cukup kaya. Di antara mereka seperti Abu al-Fidâ’, Ibn

Taghrî Bidrî, al-Suyût}î dan al-Marizî, merupakan sejarawan periode Mamlûk.17

Seperti halnya Ibn al-Jauzî, ibn H}azm dan al-T}abarî, al-Suyût}î merupakan

penulis muslim paling produktif.18 Tak pelak lagi, ia merupakan sastrawan

terkemuka pada abad ke 15. Karya-karyanya meliputi semua bidang studi Arab:

14 Mani’ Abd H}âlim Mah}mûd, Manâhij al-Mufassirîn, vol. 1 (Cairo: Dâr al-Kutub, 1978.), h. 247.

15 Saiful Amin Ghofur, Profîl Para Mufasir al-Qur’ân, h. 112.

16 ‘Adil Nuwaihid, Mu’jam al-Mufassirîn, vol. 1, h. 264.

17 Philip K. Hitti, History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present. Penerjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 880.

18 Tetapi pakar sejarah masa kini, Philip K. Hitti, menilai bahwa tidak semua karangan al-Suyûtî adalah orisinil. Lihat dalam Philip K. Hitti, History of Arab, h. 881. Philip menambahkan, “Ia juga merupakan seorang kaligrafer handal dan gemar mengaku-aku sebagai penulis beberapa naskah yang sebenarnya hanya ia salin.”.

(38)

Tafsîr, h}adits, fikih, filsafat, sejarah, retorika, dan lain-lain. Hanya beberapa judul

dari sekitar 56019 karyanya yang sampai pada kita.20

Dalam kesibukannya untuk menulis ini diceritakan bahwa di usianya yang

sudah hampir senja, yaitu pada usia yang ke 40 tahun, al-Suyût}î melakukan

‘Uzlah. Ia menyendiri di tempat tinggalnya, Raud}at al-Miqyâs. Ia meninggalkan

teman-teman koleganya, semuanya. Ia menjauh dari para pemerintah dan

orang-orang kaya. Ia hanya tinggal untuk beribadah dan mengarang.

Dalam kesendirian itu, sering kali para orang kaya dan pemerintah datang

untuk membujuknya dengan beberapa iming-iming hadiah harta yang banyak,

namun ia tetap menolaknya. Bahkan dikisahkan bahwa raja al-Ghuri datang

berkali-kali menjenguk dan membujuknya, namun ia tetap terus menolaknya,

sampai akhirnya al-Suyût}î meninggal di tempat tinggalnya, Raud}at al-Miqyâs.21

19 Abdul ‘Aziz ‘Izzuddin al-Sirwân mengatakan bahwa al-Kattânî dalam kitab Fîhrasul Fahâris dari ibn al-Qad}i dalam kitabnya Durrat al-Hijâl menjelaskan bahwa karangan al-Suyût}î mencapai jumlah 1000 karangan. Akan tetapi ibn al-‘Imâd dalam kitab al-Syadzârat mengatakan bahwa, salah seorang muridnya yang bernama Hâfîz} Dâwûdi menggolongkan karya-karya al-Suyûtî dengan Hâfîlah, Kâbirah, Jâmi’ah, Nâfîah, Mutqinah, Muharrarah, al-Mu’tamadah, al-Mu’tabarah dan kesemua tema itu terkumpul sampai 500 kitab. Abdul ‘Aziz sendiri menuliskan bahwa kitab yang dikarang oleh al-Suyût}î berjumlah 538 kitab. Lihat dalam Abdul ‘Aziz ‘Izzuddin al-Sirwân, Mu’jam T}abaqât al-Huffâz} wa al-Mufassirîn ma’a Dirasât ‘anil Imam al-Suyût}î wamuklafatihi (Beirut: ‘Alamul Kutub, t.t}.), h. 13 – 14.

Memang tidak ada kata sepakat tentang jumlah karya al-Suyûtî. Brockelmann, seorang orientalis kebangsaan Jerman mencatat jumlah karya al-Suyût}î adalah 415 buah. Sementara Fugel mengatakan sebanyak 561 buah. Ibn ‘Imâd, salah seorang muridnya mencatat bahwa karya al-Suyûtî mencapai 600 buah. Sedangkan Sa’îd al-Mandûh, juga seorang murid al-al-Suyûtî mengatakan bahwa karyanya mencapai 725. Lihat dalam Saiful Amin Ghofur, Profîl para Mufasir al-Qur’ân, h. 113-114.

20 Philip K. Hitti, History of Arab, h. 881-882. Dalam catatanya mengatakan, “Karyanya yang paling terkenal adalah al-‘Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tentang Tafsîr al-Qur’ân: al-Munz}ir fî ‘Ulûm Balaghah, sebuah risalah tentang fîlologi, dan Husn Muhad}arah fî Akhbar Misr wa al-Qâhirah, sebuah karya tentang sejarah Mesir.”

(39)

23

Imam al-Suyûtî mengatakan bahwa ia telah menyusun kitab tafsîr dan yang

berkaitan dengannya sebanyak 73 risalah dan kitab.22 Di antara kitab-kitab tafsir

penting karya al-Suyût}î adalah: Penyempurnaan kitab tafsîr yang ditulis oleh

Jalâluddin al-Mah}allî dan dikenal-dengan Tafsîr al-Jalâlain.

a. Majma' al-Bah}rain wa Mat}la'il Badrain.23 Tafsîr ini adalah sebuah kitab

besar. Al-Suyût}î menjadikan al-Itqân fî Ulûm al-Qur’ân sebagai

mukaddimahnya. Al-Suyût}î berkata dalam penghujung tulisan al-Itqânnya,

"Telah aku kerjakan dalam tafsîr suatu kumpulan yang mengandung

seluruh apa yang dibutuhkan untuk beberapa tafsîr yang dinukil,

pendapat-pendapat yang telah diutarakan, istinbat} dan isyarat, i'rab dan lughat,

balaghah dan ilmu sastra, dan lain sebagainya. Sebuah pembahasan yang

tidak lagi dibutuhkan selainnya sama sekali. Aku namakan kitab tafsîr ini

dengan Majma’ul Bah}rain wa Mat}la’ul Badrain, dan aku jadikan kitab

al-Itqân ini sebagai mukaddimahnya."24

b. Tarjamân al-Qur'ân. Kitab ini khusus mencantumkan sabda-sabda Nabi

Muh}ammad saw, para sahabat dan tabi’in. Al-Suyût}î berkata dalam

22 Ibnu ‘Imâd berkata dalam beberapa catatan, bahwa murid al-Hâfiz} al-Suyût}î ini memiliki nama-nama kitab karya al-Suyût}î dalam jumlah besar, utuh dan terhimpun. Jumlahnya mencapai angka 500 karya. Karya-karyanya telah populer di seantero bumi baik Timur dan Barat. kecepatan al-Suyût}î dalam menyusun kitab adalah mukjizat besar. Murid al-Suyût}î berkata, “Aku mengunjungi guruku. Dalam satu hari ia menulis tiga bab dari karangan. Meski demikian, ia meng-imla’ (mendikte) hadis dan menjawab para penentangnya dengan jawaban yang baik.” Lihat, Mani’ Abd H}alîm Mah}mûd, Manâhij al-Mufassirîn, h. 248.

23 Dr. S}alah ‘Abdul Fattâh} al-Khâlidî dalam kitabnya, Ta'rifud Dârisin Bimanahâjil Mufassirîn (Damaskus: Dâr al-Qalam, 1423 H./2002 M.), menyatakan bahwa kitab Tafsîr ini menyamai karakter kitab yang ditulis oleh imam Jarir al-T}abarî, yang mana kitab Tafsîr nya mencakup Tafsîr , atsar, lughat, dan naz}ar. Tetapi ia tidak mengerti apakah al-Suyût}î berhasil merampungkan kitab ini atau tidak, karena kitab ini hilang tidak berbekas sama sekali. Juga dalam catatan-catatan daftar kitab, tidak tercantum nama kitab tersebut.

(40)

Itqân ketika ia sedang membahas pentingnya menukil dari

pendapat-pendapat secara ma'tsûr dalam penafsiran, “Aku telah mengumpulkan kitab

yang bersanad. Dalam kitab tersebut ada tafsîr dari Nabi Muh}ammad saw.

dan para sahabat. Dalam kitab tersebut ada 10.000 hadits. Ada yang marfû'

dan mauqûf –alh}amdulillâh– dalam empat jilid. Aku namakan kitab ini

denganTarjamân al-Qur'ân".25

c. Al-Dur al-Mantsûr fî al-Tafsîr bi al-Ma'tsûr. Kitab ini adalah ringkasan dari

Tafsîr Tarjumân al-Qur’ân yang telah disebutkan di atas. Ketika ia

menyempurnakan tafsîr tersebut dengan sanad, riwayat dan ma'tsur, telah

jelas tampak bahwa kitab tersebut adalah ringkasan dari Tafsîr Tarjamân

al-Qur’ân. Ia tidak mencantumkan sanad-sanadnya tetapi cukup

menghadirkan matan h}adits marfû' atau mauquf, maka jadilah al-Dur al

-Mantsûr. Beliau berkata dalam mukaddimah al-Dur al-Mantsûr:

“Waba’du, setelah aku menyusun kitab Tarjamân al-Qur’ân, ia adalah tafsîr

yang bersambung dari Rasulullâh dan para sahabatnya, dan Alh}amdulillah kitab ini selesai dengan sempurna dalam beberapa jilid, maka apa yang saya

sampaikan di dalamnya, dari atsar dengan sanad-sanad kitab yang di takhrij

darinya, aku berpendapat bahwa keterbatasan kebanyakan hasrat dari mencapainya dan kegemaran mereka dalam meringkas matan hadis tanpa

isnâd dan tidak panjang lebar, maka aku merangkum darinya dengan

ringkasan pada matan dari atsar yang bersumber pada riwayat dan takhrij

dalam kitab yang otoritatif. Aku beri nama kitab tersebut dengan Dur

al-Mantsûr fî Tafsîr bi al-Ma’tsûr. Aku mohon pada Allah semoga dia melipat

gandakan pahala kepada pengarangnya dan memeliharanya dari kekeliruan dan kesalahan dengan karunia dan rahmat-Nya, karena Dia Maha Pemberi

kebaikan dan Maha Pengampun.26

25 Jalâluddin al-Suyût}î, al-Itqân, vol. 2, h. 404. Al-Khalidî menambahkan keterangan bahwa al-Suyût}î menyempurnakan Tafsîr yang bersanad ini dengan sebenar-benarnya ma'tsûr, karena beliau tidak mencantumkan kecuali dengan ma'tsur yang bersanad. Tetapi sayang, kitab ini juga hilang, tidak ditemukan dan juga tidak tercatat dalam perkumpulan kitab di perpustakaan.

(41)

25

Juga terdapat karya-karya yang belum tercetak, antara lain: Nawâhidul

Abkâr wa Syawâridul Afkâr, H}âsyiah 'alâ Tafsîr al-Baid}âwi,27 Al-Muntaqâ min

Tafsîri ibn Abi H}âtim, Al-Muntaqâ min Tafsîri Abd al-Razâq al-S}an'âni, dan

Al-Muntaqâ min Tafsîri al-Faryâbî.

2. Proses Penulisan Tafsîr al-Jalâlain

Al-Mah}allî memulai penafsiran Qur’ân Karîm dari permulaan surat

al-Kahfî dan terus berlanjut sebagaimana urutan mus}haf utsmânî hingga surat

al-N s pada hari Rabu di bulan Ramad}ân 870 H. sampai hari Ah}ad tanggal-10

Syaww l-870 H. Berarti hanya satu bulan waktu yang digunakan beliau untuk

menyusun tafsîr dari surat al-Kahfî sampai al-Nâs.28 Setelah selesai, al-Mah}allî

melanjutkan surat al-Fâtih}ah} tanpa muqaddimah sebagaimana yang telah umum

dilakukan oleh para pengarang kitab, hal ini dimaksudkan agar ringkas.

Al-Mah}allî bermaksud melanjutkan penafsiran surat al-Baqarah, tetapi beliau jatuh

sakit yang berakhir dengan berpulang ke rahmatullah, Allah telah lebih dulu

memanggilnya.29

27 Khairuddin al-Ziriklî, al-A’lâm, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Kutub, 1927), h. 302.

28 Wahyudi Syakur, Biografî Ulama Pengarang Kitab Salaf, h. 75. Banyak juga yang menganggap bahwa al-Mahallî menulis Tafsîr dari surat al-Kahfî sampai surat al-Nas saja tanpa surat al-Fâtih}ah}. Bahkan dalam kitab Kasf al-Z}unun dijelaskan bahwa al-Mah}allî telah menafsirkan dari awal-surat al-Baqarah sampai surah al-Isra’ dan bahwa al-Suyût}î menyelesaikannya dari awal Kahfî sampai akhir surat Nâs, kemudian menafsirkan al-Fâtih}ah}. Keterangan ini disanggah oleh Yunus Hasan Abidu dalam kitab, Dirâsât wa Mahâbits fî Târikh al-Tafsîr wa Manâhij al-Mufassirîn. Lihat, Yunus Hasan Abidu. Tafsîr al-Qur’ân, Sejarah Tafsîr dan Metode Para Mufasir. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafîq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 121.

(42)

Enam tahun kemudian, kitab tafsîr tersebut disempurnakan oleh muridnya

yang bernama syaikh Jalâluddin Suyût}î yang memulainya dari surat

al-Baqarah sampai surat al-Isrâ’ dan selesai pada hari Rabu 6 S}afar 871 H. dalam

waktu empat bulan kurang 4 hari.30 Oleh karena tafsîr ini diselesaikan oleh dua

orang, yang kebetulan namanya sama, maka kitab ini dinamakan Tafsîr

al-Jalâlain.

Meski kitab ini dapat dibilang kecil, tetapi kitab ini adalah sebuah rujukan

semua kalangan. Karena, di samping bentuknya yang relatif terjangkau, juga

penjelasan yang ringkas sehingga para pemula pun dapat menikmati kajian tafsîr

secara cepat. Juga bagi para ulama yang mempunyai banyak kesibukan yang

tidak dapat diatur lagi, maka mereka dapat membawa kitab ini kemanapun

mereka pergi dan dengan cepat menemukan rujukan. Maka kitab ini sungguh

mendapat sambutan yang baik mulai dari pemula hingga ulama.

Inilah sebuah keistimewaan Tafsîr al-Jalâlain, yang mulai tersusunnya

tafsîr ini hingga masa yang kita nikmati sekarang, Tafsîr al-Jalâlain masih

30 Terdapat cerita menarik tentang legalisasi kitab di mata kedua pengarang ini. Diceritakan dari Syaikh Syamduddin Muh}ammad bin Abi Bakar al-Khatîb al-T}ûkhi berkata, “Sahabatku yang bernama Syekh al-‘Allâmah kamaluddin al-Mah}allî, saudara kandung syaikh Jalâluddin al-Mah}allî, telah bermimpi berjumpa dengan imam al-Mah}allî setelah wafatnya. ‘Aku melihatnya berada di sebuah sinar sedangkan temanku syekh al-Allamah al-Muhaqqiq Jalâluddin al-Suyûtî berada di sisinya tak jauh darinya sambil memegang kitab hasil Tafsîr annya dan membukanya satu persatu. Beliau berkata kepada Imam al-Mahallî sebagai penyusun Tafsîr pertama, ‘Diantara dua susunan Tafsîr ini, mana yang lebih bagus, milikku atau milikmu?,’ imam al-Mah}allî menjawab, ‘Lihatlah hasil tulisanku ini!’ Sambil memperlihatkan beberapa tempat dalam tulisan hasil karyanya seakan-akan imam al-Mah}allî berisyarah untuk menanggapinya dengan cara yang halus. Mendengar jawaban itu, Imam al-Suyût}î hanya menanggapi dengan senyum dan tawa.

(43)

27

bertahan menjadi rujukan semua kalangan. Kitab ini mendapat perhatian dari

banyak ulama dalam bentuk karya h}âsyiah. Di antaranya adalah: H}âsyiah

al-Jamal, H}âsyiah al-S}âwi, Qabsun-Nîrain, dan lain-lain.

Meski demikian, Tafsîr al-Jalâlain tercetak dengan berbagai macam variasi.

Dalam satu tempat, kitab ini tercetak dengan Tafsîr al-Jalâlain seutuhnya, tetapi

di sisi kanan dan kiri terdapat tulisan sebuah kitab Lubâb Nuqûl fî Asbâb

al-Nuzûl karya al-Imam al-Suyût}î, sebuah catatan dari kitab Nâsikh wa

al-Mansûkh karya Ibn H}azm. Dalam kesempatan lain, kitab ini tercetak dengan

tambahan nama H}âsyiah al-Mus}h}âf. Di tempat lain pula, kitab ini tercetak

dengan tambahan nama bi Hasyiah al-Mus}h}âf beserta Asbâb Nuzûl li Imâm

al-Suyût}î.31

3. Metode Penafsiran Tafsîr al-Jalâlain

Jalâluddin al-Mah}allî menafsirkan al-Qur’ân dengan sangat ringkas, dan

pola ini dikuti oleh Jalâluddin al-Suyût}î. Orang yang membaca keseluruhannya

tidak akan menemukan perbedaan antara tafsîr paruh pertama dan paruh kedua.

Sebab masing-masing menggunakan metode yang sama dan yang kedua

mengikuti jejak pendahulunya dalam menyebutkan makna ayat secara ringkas

dan bertumpu pada pendapat yang paling kuat disertai dengan pembahasan

mengenai i’râb yang sangat diperlukan saja untuk menjelaskan makna dan

mengingatkan adanya qirâ’at-qirâat dengan redaksi yang singkat pula.32

31 Al-S}âwî, H}âsyiah al-S}âwî 'alâ Tafsîr al-Jalâlain, vol. 1, h. 3.

(44)

Metode penafsiran demikian disebut dengan metode ijmalî, yaitu

penafsiran al-Qur’ân dengan uraian singkat dan global, tanpa uraian panjang

lebar. Mufassir menjelaskan arti dan makna ayat dengan uraian singkat yang

dapat menjelaskan sebatas artinya dengan tanpa menyinggung hal-hal selain arti

yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap ayat-ayat al-Qur’ân, ayat demi

ayat, dan surat demi surat, sesuai urutannya dalam mus}h}âf dalam kerangka uraian

yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat dipahami orang yang pintar dan

orang yang bodoh dan orang pertengahan antara keduanya.

Mufassir yang menggunakan metode ini kadangkala menafsirkan al-Qur’ân

dengan lafaz} al-Qur'an, sehingga pembaca merasa bahwa uraian tafsîrannya tidak

jauh dari konteks al-Qur'an. Kadangkala pada ayat tertentu ia menunjukkan

sebab turunnya ayat, peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat, mengemukakan

hadits Rasulullah saw. atau pendapat ulama yang s}âlih}. Dengan cara demikian,

dapatlah diperoleh pengetahuan yang sempurna dan sampailah ia kepada

tujuannya dengan cara yang mudah serta uraian yang singkat dan bagus.

Said Agil Husain al-Munawwar, dalam bukunya al-Qur’ân Membangun

Tradisi Kesalehan Hakiki menggolongkan kitab-kitab tafsîr dengan metode

ijmalî, di antaranya adalah Tafsîr al-Jalâlain, S}afwat Bayân Lima'âni

al-Qur'ân, karya syaikh H}usnain Muh}ammad Mukhlut, dan Tafsîr Qur’ân

al-Az}îm, karya Ustadz Muh}ammad Farid Majdî.33

(45)

29

Mayoritas ulama mangkategorikan Tafsîr al-Jalâlain sebagai tafsîr bil

ra'yi.34 Tekanan tafsîr ini adalah penjelasan ayat sesuai dengan pemahaman

masing-masing penulis meski masih berpegang pada pendapat yang paling

unggul,i'rab,dan perbedaan qirâ'atyang masyhur.

M. Hasbi al-S}iddieqy dalam bukunya, Sejarah dan Pengantar Ilmu

al-Qur’ân/Tafsîr menggolongkan Tafsîr al-Jalâlain sebagai tafsîr bil ma’qul/bi

al-ra’yi.35 Hasbi meletakkan Tafsîr al-Jalâlain dalam urutan pertama dari 20 kitab

tafsîr bi al-Ra’yi yang terpenting.36

B. Apresiasi Ulama Terhadap Tafsîr al-Jalâlain

Begitu tingginya nilai Tafsîr al-Jalâlain di mata para pembaca. Dapat

dikatakan bahwa tafsîr inilah yang banyak berkembang dalam masyarakat dan

para ulama, dari dulu hingga sekarang.

Tafsîr ini terkadang dicetak bersama-sama dengan al-Qur’ân,

kadang-kadang bersama H}asyiah al-S}âwî dan kadang-kadang bersama dengan H}asyiah

al-Jamal.Hasyiah al-Jamal adalah yang paling luas penyebarannya sedunia. Satu hal

yang menarik perhatian ialah kebanyakan ulama besar memilih tafsîr ini untuk

34 Tafsîr bil Ra’yi, yaitu Tafsîr ayat-ayat al-Qur’ân yang didasarkan pada ijtihad mufassirnya dan menjadikan akal-pikiran sebagai pikiran utamanya. Nasiruddin Baidan mengatakan, “Tafsîr al-Ra’yu memberikan mufassir kebebasan, sehingga mereka agak lebih otonom berkreasi dalam menginterpretasikan ayat-ayat al-Qur’ân selama masih dalam batas-batas yang diizinkan oleh syara’ dan kaidah-kaidah penafsiran yang mu’tabar”. Lihat dalam Nasiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’ân (Jakarta: Pustaka pelajar, 1988), h. 50. Namun, kebebebasan seperti ini sangat sulit diterapkan dalam Tafsîr yang ijmalî sekalipun bentuknya al-Ra’yu.

35 M. Hasbi al-Siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’ân/Tafsîr (Jakarta: Bulan Bintang, 1954), h. 239. Hal-ini juga disebutkan oleh Said Aqil Munawar dalam bukunya, al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, h. 73.

Gambar

Tabel II. Nama kitab, pengarang dan madzhabnya

Referensi

Dokumen terkait

Pada tataran konseptual, penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang telah ada dan dapat menjadi salah satu pertimbangan di masa depan bagi para

Kedua, konsep ilmu ladunni menurut al-Ghazali adalah pengajaran Tuhan bagi jiwa yang bersih, sedangkan jiwa bersih adalah fitrah manusia.. Dalam konsep ilmu ladunni yang

persoalan-persoalan metafisika, baik Tuhan, alam, manusia maupun korelasi antara ketiganya. Ketika peradaban Islam telah mencapai kemajuan, persoalan- persoalan metafisika

Manusia sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan sehingga banyak kemajuan-kemajuan yang selalu berinovasi dan berkembang. Banyak cabang ilmu pengetahuan yang ada pada sekarang

‘ȃbid, dan berṣabar dari perbebuatan ma‘siat.dan pelakunyadi sebut mujahid. ṣabar yang paling besar pahalanya adalah orang bisa bertahan ketika mendapat

Kelemahan tersebut adalah pertama, tidak adanya pegangan berupa metode ilmiah yang objektif, kedua, adanya pra-konsepsi terhadap sebuah masalah sebelum kajian

Dalam beberapa tahun terakhir telah terwujud kerja sama yang baik antara Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat

adalah duplikasi dari teori Yahudi- Kristen.13 Selain itu al-Qur’an disusun sekitar 150 tahun setelah wafatnya Nabi yang kemudian dinaikkan derajatnya menjadi kitab suci yang sifatnya