• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan hindu dalam pemikiran mahatma gandahi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perempuan hindu dalam pemikiran mahatma gandahi"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

HASIHOLAN NIM: 102032124631

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN & FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)

i

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala

limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada

Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia menuju kehidupan

yang lebih berperadaban.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini terdapat banyak uluran tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada

pihak-pihak tersebut, terutama kepada :

1. Dra. Ida Rosyidah, MA. selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini

yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga membuka

cakrawala berpikir dan nuansa keilmuan yang baru.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Dr. M. Amin Nurdin, MA; Ketua

Jurusan Perbandingan Agama, Dra. Ida Rosyidah, MA; Sekretaris

Jurusan, Maulana, MA; serta seluruh civitas akademika Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta..

3. Ayahanda apoan (Alm.) dan Ibunda Nur Ainun yang penulis cintai dan

hormati sepanjang hidup, yang dengan rasa cinta dan kasih sayangnya

secara tulus telah mengurus, membesarkan dan mendidik penulis hingga

(4)

ii

4. Kakanda tercinta, Fitri Damayanti dan suaminya Sandi Setiawan yang tak

pernah henti memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Mereka

merupakan telaga inspirasi yang tak pernah kerontang.

5. Kawan-kawan pisangan, M. Sidik Asy’ari”Brother”, Ridwan darmawan S.

H “Bang Bogs”, Tomy “Qudqud”,Bang Ozy, Zami, Akbar El-Wasil, Rizki

Syam, Indra. L. Ochid”Bang Buls”, Tri Sula (Awe, Ghalo, Cipluk) yang sangat baik dan selalu memberi dorongan dan motifasi yang tak terhingga,

sehingga sulit untuk membalas kebaikannya. Tak ada yang lebih baik

daripada persahabatan yang ikhlas, teman-temanku yang kukasihi. Terima

kasih atas kebaikan kalian. Tak ada manusia hidup tanpa persahabatan dan

kebaikan, karna yang bukan demikian bukan manusia. penulis sangat

merindukan canda tawa kalian. You Are Best of The Best Friend. Kapan

agenda kuliner selanjutnya?

6. Anton dan Dede “tia” yang selalu meluangkan waktu dan menemani

penulis dalam penyusunan skripsi. Semoga cinta kalian abadi…

7. Teman-teman diskusi, mas Borang, Hambali “joy”, Rifky Arsilan, Pedro, Pippo, yang selalu menggagas sebuah Revolusi dan menginginkan rakyat

Indonesia menjadi Tuan di negerinya sendiri. Sungguh kalian adalah

rengkarnasi para pemimpin PKI.

8. Hilma dan Tilova yang telah banyak berkorban dan direpotkan.

(5)

iii

11.kawan-kawan Century 21, Irwan, Sahal, Zengki, Asep “Gele”, Aguz, Bagus,majid, Agung, kapan kita kumpul-kumpul lagi??

12.Pihak-pihak lain yang mungkin belum penulis sebutkan.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan,

perhatian, dan motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan

sampai selesainya skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat

pada penulis khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.

(6)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II SEKILAS TENTANG MAHATMA GANDHI A. Riwayat Hidup ... 11

B. Latar Belakang Pemikiran ... 20

C. Garis Besar Pemikiran ... 22

D. Karya-karyanya ... 24

E. Kondisi Perempuan India Pada Masa Mahatma Gandhi ... 25

BAB III KONSEPTUALISASI PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG PEREMPUAN HINDU A. Perempuan dalam Kitab Suci Hindu ... 31

B. Konsep Ideal Perempuan Hindu ... 36

C. Peran Perempuan dalam Kegiatan Keagamaan ... 43

(7)

v

B. Usaha-usaha Gandhi dalam membangkitkan Pergerakan

Perempuan Hindu di India ... 54

1. Reinterpretasi terhadap ajaran-ajaran Hindu tentang

perspektif kesetaran ... 54

a. Ajaran Ahimsa ... 54

b. Ajaran Satyagraha ... 56

2. Pembelaan Mahama Gandhi Terhadap Kekerasan dalam

Rumah Tangga ... 60

a. Penolakan Terhadap Perkawinan Dini ... 60

b. Perkawinan Kembali Para Janda ... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-saran ... 69

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan merupakan sesuatu yang selalu menarik untuk dikaji, baik

eksistensinya, karakteristiknya maupun problematikanya yang selalu timbul

seiring dengan laju perkembangan masyarakat. Ia selalu menjadi bahan

pembicaraan baik formal maupun non formal, seolah-olah pembahasan tentang

perempuan tidak akan ada habisnya sejak dahulu hingga sekarang dan terjadi di

seluruh dunia.

Masalah perempuan merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok dan

masyarakat. Bahkan dalam agama-agama pun wanita merupakan salah satu yang

selalu dipermasalahkan karena secara kodrati kaum wanita memang lain dari pada

kaum pria. Dalam kehidupan sosial, meskipun secara langsung menunjukan

kepada salah satu jenis kelamin, perempuan selalu dinilai sebagai the other sex

yang sangat menentukan mode representasi sosial tentang status dan peran

perempuan.1 Sejarah manusia, baik yang sakral, yaitu yang diambil dari

kitab-kitab suci atau mitos, maupun yang sekuler, yakni yang disusun secara ilmiah,

senantiasa menunjukan diri sebagai sejarah laki-laki. Kaum laki-laki itulah yang

membangun dunia, di mana terdapat perempuan di dalamnya. Dengan kata lain

1

(9)

lelaki dan perempuan tidak setara.2 Diskriminasi perempuan yang muncul

kemudian menunjukan bahwa perempuan menjadi the second sex seperti sering

juga disebut sebagai warga “kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu

diperhitungkan3.

Wacana perempuan secara historis, telah banyak menginformasikan

kepada kita bagaimana sesunguhnya perempuan dan posisinya dalam peradaban

dunia. Seperti telah diketahui, peradaban bangsa Arab, Yunani, Romawi, India,

dan Cina. Dunia juga mengenalkan konsepsi-konsepsi perempuan dalam

agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Islam, Zoroaster dan sebagainya.

Dalam sejarah wanita di kalangan bangsa Arab tidak ubahnya bagaikan

barang dagangan yang diperjual belikan. Mereka dipaksa kawin tanpa meminta

pertimbangan dan persetujuannya. Pada beberapa suku, pemaksaan dilakukan

dengan penganiayaan. Wanita merupakan pewaris yang tidak mewarisi, pemilik

yang tidak memiliki. Mereka dilarang melakukan sesuatu atas harta milik

suaminya. Namun sang suami berhak sepenuhnya untuk menggunakan harta

istrinya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Bahkan pada sebagian bangsa arab,

seorang ayah diberi hak membunuh putrinya atau menguburnya hidup-hidup.

Mereka berpendapat tidak ada hukuman atau denda bila laki-laki membunuh

wanita. Oleh karena itu kaum lelaki bangsa Arab pada waktu itu banyak

melakukan kekejian.4

Dalam lingkungan masyarakat modern yang telah berbudaya seperti

masyarakat Yunani dan Romawi, nasib kaum wanita justru lebih buruk

2

Imam Ahmad, Perempuan dalam Kebudayaan, dalam Fauzi Ridjal dkk, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana,1993), h.49.

3Irwan Abdullah,”Pendahuluan”, Sangkan Paran Gender, h. 9 4

(10)

dibandingkan dengan wanita dalam masyarakat biadab yang tingkat sosial dan

peradabannya rendah. Bangsa Athena memperdagangkan wanita di pasar-pasar.

Mereka dinyatakan sebagai hasil kotoran perbuatan setan. Pada waktu itu para ahli

pikir Yunani banyak yang berselisih paham tentang pandangan mereka terhadap

wanita. Mereka mempertanyakan apakah benar wanita merupakan insan yang

memiliki ruh dan nafsu sebagaimana halnya kaum pria? Apakah wanita dapat

mengerti bila diberi pelajaran agama? Apakah diakhirat kelak mereka akan dapat

masuk surga? Perhimpunan pastur di Roma yang dijadikan panutan oleh

masyarakatnya menetapkan bahwa sebenarnya wanita adalah binatang najis yang

tidak mempunyai roh dan tidak diperkenankan bertapa. Tetapi wajib beribadat dan

berbakti dengan syarat harus menutup mulutnya. Mereka dilarang berbicara dan

tertawa karena hal itu merupakan perangkap setan.5

Sikap masyarakat India terhadap kaum wanita sebagaimana di Arab pada

jaman Jahiliah, pernah tumbuh adat sangat merendahkan martabat wanita. Hal ini

dapat diketahui dari kitab-kitab kuno India seperti Veda dan Manu. Dalam Veda

dinyatakan bahwa wanita dianggap seperti benda belaka, yang hanya sebagai

barang pelengkap bagi kaum pria dan karena itu mereka hanya mengerjakan

pekerjaan rumah tangga saja, bahkan hanya sebagai alat produk saja, selain itu

terdapat sekelompok pertapa kasta Brahmana yang telah menikah tetapi tidak mau

mengkonsumsi makanan yang dimasak oleh isteri mereka masing-masing, karena

menurut mereka makanan-makanan yang dimasak itu kotor dan tidak baik bagi

kemajuan batiniah, mereka juga berpendapat bahwa perempuan merupakan

manusia yang penuh dosa, oleh sebab itu cara yang terbaik untuk memperlakukan

5

(11)

mereka adalah dengan memberi tugas sebagai ibu dari anak-anak dan

pekerjaan-pekerjan rumah tangga lainnya.6 Lebih dari itu, kadang-kadang wanita disembelih

sebagai korban kepada tuhan-tuhan mereka, agar tuhan-tuhan itu merestui

kehidupan mereka, dan di beberapa daerah di India ada pohon yang oleh rakyat

disuguhi seorang gadis setiap tahunnya untuk makanannya.7

Salah satu tokoh India yang memperjuangkan nasib dan hak-hak

perempuan adalah Mahatma Gandhi. Mahatma Gandi adalah seorang pahlawan

pembebas India yang memilik nama asli Mohandas Karamchand Gandhi. Dalam

sejarah tidak ada seorang pemimpin yang memiliki pengikut sedemikian besar

dalam masa hidupnya, baik di negerinya sendiri maupun di seluruh dunia seperti

Gandhi. Dan tidak ada seorang pria yang bisa mebangkitkan pengabdian dengan

segenap ketulusan hati bagi kaum perempuan, selain Gandhi alasan dari semua ini

tidaklah sulit dicari. Gandhi memiliki kapasitas yang pantas diteladani atas

kesediannya untuk menjadikan dirinya sebagai alas kaki bagi orang lain, terutama

bagi orang-orang yang tengah berada dalam ketertindasan dan ketidakberdayaan.8

Gandhi memberikan penghormatan kepada kaum perempuan dengan

penghormatan terbesar yang paling mungkin, ketika dia mengatakan “kaum

perempuan adalah perwujudan dari pengorbanan dan penderitaan”. Akan tetapi,

dengan segenap penghormatannya kepada persoalan kaum perempuan dan

perhatiannya terhadap kesulitan-kesulitan, beliau tidak menyembunyikan

kritisisme atas beberapa kelemahan perempuan. Dalam persoalan kontrol

6

Adi Suhardi, Status Wanita di dalam Agama Budha Suatu Uraian Singkat, (Jakarta: Yayasan Dharma Duta Carika, 1986), h. 8

7 Musthofa As Siba’y, Wanita di antara Hukum Islam dan Perundang-undangan , terj. Chodijah Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 32

8 Amrit Kaur, “Kata Pengantar” dalam Mahatma Gandhi, Perempuan dan Ketidakadilan

(12)

kelahiran, tulisan-tulisan Gandhi banyak mendapat perlawanan dari

pemimpin-pemimpin gerakan kaum perempuan. Akan tetapi dia mengajukan persoalan

mengenai moralitas dalam level yang tinggi dan Gandhi menyerukan kepada

kaum perempuan untuk tidak menjual hak melahirkan. Hal ini bukan karena

Gandhi kurang bersimpati terhadap penderitaan-penderitaan kaum perempuan

yang disebabkan karena sering melahirkan anak, yang disuarakan dengan tegas

dalam penentangannya terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi tetapi karena

beliau ingin melindungi kaum perempuan dalam keseluruhan aspek kehidupan.9

Selain Gandhi dikenal sebagai nasionalis besar India, ia juga dikenal

sebagai pendiri tradisi agama India asli10 dan tokoh yang paling berjasa

membangun dunia barat. Karena jasa-jasanya membawa reformasi di dalam

agama Hindu di India dan memperkenalkan India ke dunia Barat. Prestasinya

yang diakui dunia adalah penarikan mundur Inggris dari India secara damai, yang

tidak kenal umum adalah bahwa dalam masyarakatnya sendiri beliau

menyingkirkan rintangan yang lebih dahsyat daripada rintangan rasial di Amerika

Serikat dengan memberikan nama baru bagi golongan yang tidak boleh disentuh

dengan nama Harijan, Umat Tuhan, dan mengangkat mereka ke taraf yang

manusiawi sebagaimana dikatakan jendral Marshall sewaktu mendengar beliau

terbunuh:” Mahatma Gandhi adalah corong hati nurani umat manusia”. Orang

-orang Kristen dengan sendirinya memandang beliau sebagai manusia yang

hidupnya paling mirip dengan Kristus, dan memang benar bahwa beliau sangat

dipengaruhi oleh Khotbah di atas Bukit. Namun inspirasinya yang paling dasar

9 Amrit Kaur, “Kata Pengantar” dalam Mahatma Gandhi,

Perempuan dan ketidakadilan sosial, h. x-xi

10

(13)

berasal dari tanah airnya India. Dalam awal Autobiographi-nya Gandhi menulis,

“kekuatan seperti yang saya miliki untuk berkarya dalam bidang politik

bersumber dari latihan-latihanku di bidang rohani, sambil menambahkan bahwa

dalam bidang rohani ini kebenaran merupakan asas yang tertinggi”,dan bahwa

Baghavad-Gita adalah “buku terbaik untuk pengetahuan akan kebenaran.

Menarik untuk dilihat bagaimana peran perempuan dalam agama Hindu

menurut Mahatma Gandhi. Perempuan ideal dalam tradisi Hindu adalah sati, yaitu

perempuan yang menikah dan berkorban serta mengabdikan diri untuk kewajiban

terhadap suaminya, keluarga dan bangsanya. Pernikahan dalam Hindu menurut

Mahatma Gandhi merupakatan ikatan spiritual bukan hanya ikatan fisik saja.

Perwujudan cinta manusia yang dimaksudkan untuk berfungsi sebagai batu

loncatan mencapai Tuhan atau cinta yang menyeluruh.

Mengingat pemikiran-pemikiran Gandhi banyak terinspirasi dari agama

Hindu serta begitu pentingnya kedudukan Mahatma Gandhi dalam gerakan

pembebasan di India dan dunia pada umumnya, maka penulis mengangkat judul “ Perempuan Hindu dalam Pemikiran Mahatma Gandhi”, judul ini dimaksudkan

sebagai upaya untuk mengeksplorasi pemikiran dan pandangan Mahatma Gandhi

tentang perempuan dalam agama Hindu serta kontribusinya dalam memberi

perubahan pada pergerakan perempuan Hindu di India.

B. Perumusan Masalah

Pembahsan skripsi ini dimaksudkan untuk mengkaji pemikiran Mahatma

Gandhi tentang perempuan dalam agama Hindu yang tertuang dalam beberapa

(14)

yaitu jenis kelamin yang dibedakan dari laki-laki, yang kemudian lebih dititik

beratkan pada perannya dalam keagamaan khususnya agama Hindu. Berdasarkan

latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah pokok yang dapat

dirumuskan untuk penelitian ini selanjutnya adalah:

1. Bagaimanakah peran perempuan dalam agama Hindu menurut Mahatma

Gandhi?

2. Apa kontribusi Mahatma Gandhi terhadap pergerakan perempuan Hindu di

India?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan di antaranya:

1. Mengetahui pemikiran Mahatma Gandhi tentang peran perempuan dalam

agama Hindu.

2. Untuk mengetahui apa kontribusi yang dilakukan Mahatma Gandhi untuk

pergerakan perempuan Hindu di India.

Sedang kegunaannya adalah:

1. Memberikan sumbang saran terhadap pemikiran Mahatma Gandhi

terutama dalam pemikiran tentang perempuan dalam agama Hindu dan

kontribusi bagi pergerakan perempuan Hindu di India.

2. Dalam rangka menyelesaikan program kesarjanaan Strata 1 dalam bidang

Ilmu Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

(15)

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan sejarah atau

histories. Pendekatan sejarah yakni membaca, menafsirkan dan mensintesa

dengan menggunakan sumber dokumen masa lalu sesuai dengan kondisi

sosial-politik. Pendekatan sejarah tidak semata-mata deskriptif tapi juga analitis

sehingga harus jujur dan kritis. Jadi penulis melalui pendekatan histories,

berusaha meneliti pemikiran Mahatma Gandhi tentang peran perempuan dalam

agama Hindu serta kontribusinya bagi perempuan Hindu di India. Melalui

buku-buku atau tulisan-tulisan pengarang lain yang berkaitan dengan pemikiran

Mahatma Gandhi, untuk memperoleh uraian yang obyektif tentang pandangan

Mahatma Gandhi tentang perempuan dalam agama Hindu.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, yaitu pengumpulan

data dengan cara membaca dan menghimpun keterangan-keterangan dari buku

literature dalam hal ini karya-karya Mahatma Gandhi sebagai pustaka utama atau

sumber primer, hasil-hasil penulisan yang telah dipublikasikan maupun

dokumen-dokumen lain yang relevan dengan permasalahan yang ada dan karya-karya

penulis lain mengenai Mahatma Gandhi sebagai pustaka pendukung atau sumber

(16)

3. Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul dari pengumpulan data baik yang primer

maupun sekunder, kemudian data yang telah terkumpul dan tersusun tersebut

diolah.

E. Sistematika Pembahasan

Mengacu pada metode penelitian di atas, maka pembahasan dalam

penelitian ini disusun menjadi lima bab dengan sub bab untuk mendapatkan hasil

yang utuh dan sistematis sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodelogi penelitian dan

diakhiri dengan sistematika pembahasan.

Bab kedua, mengulas tentang kehidupan Mahatma Gandhi secara

menyeluruh. Dalam bab ini, penulis akan memberikan deskripsi tentang riwayat

hidup Mahatma Gandhi, latar belakang pemikirannya, garis besar pemikirannya,

karya-karyanya dan kondisi perempuan India pada masa Mahatma Gandhi.

Pembahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui kehidupan dan landasan

pemikiran Mahatma Gandhi, sehingga penyusun mendapat formulasi yang jelas

tentang konsep-konsep yang akan dibahas selanjutnya.

Bab ketiga akan menggambarkan konsep pemikiran Mahatma Gandhi

tentang perempuan dalam agama Hindu. Penulis meneliti melalui

dokumen-dokumen yang ditulis oleh Mahatma Gandhi yang membahas tentang perempuan

dalam kitab suci Hindu, konsep ideal perempuan Hindu, peran perempuan dalam

(17)

Pembahasan ini merupakan analisis pemikiran Mahatma Gandhi tentang

perempuan dalam agama Hindu.

Bab keempat berisikan kontribusi-kontribusi yang dilakukan Mahatma

Gandhi bagi perempuan Hindu di India yang meliputi faktor-faktor yang

melatarbelakangi Mahatma Gandhi dalam memperjuangkan kaum perempuan dan

usaha-usaha Mahatma Gandhi dalam membangkitkan pergerakan perempuan

Hindu di India, dengan menumbuhkan kesadaran perempuan akan kesetaraan

kaum perempuan dan kaum laki-laki melalui ajaran Ahimsa dan Satyagraha,

usaha Mahatma Gandhi dalam pembelaan terhadap penindasan perempuan dalam

rumah tangga yang meliputi penolakan terhadap perkawinan pada anak-anak dan

mengusahakan perkawinan kembali para janda.

Bab kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan akhir dari

(18)

11

BAB II

SEKILAS TENTANG MAHATMA GANDHI

A. Riwayat Hidup

Nama lengkap Mahatma Gandhi adalah Mohandas Karamchand Gandhi,

lahir tanggal 2 oktober 1869 di Porbandar, kota kecil di pantai laut Semenanjung

Kathiawad, India Barat, kira-kira setengah jalan antara Bombay dan Karachi.

Kathiawad letaknya terpencil, jauh dari pengaruh Eropa.1

Gandhi dilahirkan di tanah yang banyak terdapat dataran rumput,

sungai-sungai, rawa-rawa, dataran tinggi kering, hutan-hutan lebat, dan pegunungan

tertinggi di dunia. Iklim di India, panas di daerah dataran rendah dan dingin di

dataran tinggi. Begitu luasnya wilayah India sehingga terciptalah

perbedaan-perbedaan. Rakyat India saling terpisah tidak hanya karena kesulitan hubungan

antara satu daerah dengan daerah yang lain, namun juga karena perbedaan

kebiasaan, agama, dan memiliki lebih dari 300 bahasa. Bahkan orang-orang yng

ras dan agamanya sama pun terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan kasta

atau tempat tinggalnya.2

Pada masa itu India masih di jajah Inggris. Gandhi lahir dalam lingkungan

India yang di kuasai Inggris dengan kemegahan, keagungan, dan

perayaan-perayaan bahasa Inggris membawa organisasi dan tekhnik bagi India, namun

kemajuaan itu seringkali terasa kejam bagi rakyat India.

1

Lois Fischer, Gandhi Penghidupannya dan Pesannya Untuk Dunia, terj. Trisno Sumardjo (Jakarta: PT Pembangunan, 1967), h. 10.

2

(19)

Dalam kultur masyarakat seperti itulah Gandhi di lahirkan. Keluarga

Gandhi termasuk dalam kasta bania3 dan tampaknya menurut asal usulnya mereka

adalah pedagang bahan pangan. Tetapi sejak tiga generasi ini mulai, kakek

Gandhi, mereka adalah perdana menteri di berbagai Negara bagian Kathiawad.4 Ia

merupakan bungsu dari empat bersaudara dari istri yang keempat dari ayah yang

bernama Karamchand Gandhi, yang lebih dikenal dengan nama Kaba Gandhi.

Kaba Gandhi menikah empat kali berturut-turut disebabkan istrinya meninggal

satu demi satu.

Karamchad Gandhi, yang lebih dikenal dengan Kaba Gandhi, ia adalah

seorang anggota Pengadilan Rajasthanik, yang kemudian menjadi Perdana

Menteri yang disegani di Rajkot. Tidak lama kemudian, ia pinddah ke Vankaner

dan tetap menjadi Perdana Menteri di sana. Kaba Gandhi dikenal sebagai orang

yang berwatak jujur, berani, murah hati, tidak dapat disuap dan cepat naik darah.

Masa pendidikannya hanya sampai kelas lima SD, namun ia cukup banyak

pengalaman karena banyak belajar tentang pengetahuan-pengetahuan praktis,

hingga akhirnya ia dapat menjadi orang yang cukup berpengaruh di daerahnya.5

Ibu Gandhi bernama Putlibai. Ia penganut Hindu yang shaleh. Ia tidak

akan makan sebelum menjalankan puja sehari-hari. Ia selalu mengunjungi

haveli-kuil yang merupakan salah satu bentuk kewajiban agama yang dilakukannya. Ia

tidak pernah melewatkan untuk menjalankan chaturmas.6 Ia tidak hanya setia

3

Bania merupakan seorang warga kasta ketiga pada system perkastaan Hindu, yang secara tradisional berkecimpung dalam dunia perusahaan dan perdagangan.

4

Mahatma Gandhi, Semua Manusia Bersaudara Kehidupan dan Gagasan Mahatma Gandhi Sebagaimana Diceritakannya Sendiri, terj. Kustiniyati Mochtar (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT Gramedia, 1988), h. 2.

5

R. Wahana Wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 9. 6

(20)

Eksperimen-dalam hidup rohani saja tetapi ia juga seorang istri yang setia kepada suami dan

anak-anak. Semenjak usia dini, kehidupan religious ibunya berpengaruh pada diri

Gandhi yang kemudian menjadi pemimpin spiritual India terbesar.7

Di tengah suasana keluarga yang demikian, Gandhi tumbuh dan dibentuk

karakter pribadi dan pemikiran-pemikirannya. Sebagai seorang yang nantinya

menjadi tokoh besar, ternyata pada masa kecilnya, ia tidak banyak menunjukan

kelebihan-kelebihan yang menonjol. Selama menjadi murid dari sekolah rendah

dan dari Kathiwad High School, tidak ada bakat yang luar biasa kelihatan pada

diri Gandhi. Dalam soal-soal pelajaran ia tidak pernah melebihi kawan-kawannya.

Dalam garis-garis besarnya ia tidak mempunyai barang sesuatu yang istimewa,

sama saja dengan ratus-ribuan anak-anak di India pada zamannya itu.8

Pada masa belajar di sekolah dasar, Gandhi termasuk anak yang sulit

belajar, terutama dalam berhitung perkalian. Walau begitu Gandhi tetap tekun

dalam belajar. Pekerjaan rumahnya selalu dikerjakan dengan baik dan rapih.9

Gandhi sangat pemalu dan tidak suka berteman. Hanya buku-buku dan

pelajaran sajalah teman akrabnya. Tepatnya pada waktu lonceng berbunyi Gandhi

telah tiba di sekolah, kemudian setelah pelajaran selesai, secepatnya ia berlari

pulang. Itulah kebiasaanya sehari-hari. Dan memang, Gandhi benar-benar lari

pulang, karena ia tidak dapat berbicara dengan siapapun. Gandhi merasa takut,

jangan-jangan ada orang yang mau mempermainkannya.10

eksperimen dalam Mencari Kebenaran, terj. Gd. Bagus Oka (Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan, 1982), h. 24.

7

Michael Nicholson, Mahatma Gandhi Pahlawan yang Membebaskan India dan Memimpin Dunia dalam Perubahan Tanpa Kekerasan, h. 16.

8

(21)

Kejujurannya ia pupuk setelah ia membaca sebuah buku drama yang dibeli

ayahnya berjudul Shavana Pitribhakti Nataka. Buku ini mengisahkan pengabdian

Shavana terhadap orang tuanya. Lain waktu lagi, ia menonton sandiwara dari

buku tersebut dan sandiwara lain yang terkenal waktu itu, yakni Harischandra.

Gandhi sangat terkesan oleh tokoh Harischandra yang bersifat jujur dan tekun,

bahkan Gandhi sampai bermimpi menjadi tokoh ini. Sejak itulah rupanya

bibit-bibit keutamaan yaitu bhakti dan kejujuran mulai menjadi bagian dan cita-cita

Gandhi yang kelak akan diwujudkannya.11

Tatkala Gandhi berumur 7 tahun ia telah dipertunangkan oleh orang

tuanya dengan Kasturbai, kemudian dinikahkan sesudah berusia 13 tahun dalam

tahun 1883.12 Tanpa sepengetahuan dan persetujuan Gandhi terlebih dahulu.

Gandhi dinikahkan dengan Kasturbai, anak perempuan seorang pedagang di

porbandar. Ia tidak diajak berunding tentang pernikahannya. Sebagaimana adat

yang masih berlangsung hingga kini dibanyak daerah India, kedua orang tua

mempelai mengatur segalanya, dan mempelai perempuan dan laki-laki tidak dapat

bertemu hingga hari pernikahan. Kita barang kali bertanya-tanya apakah

pernikahan semacam itu berhasil, namun bagi Gandhi dan Kasturbai adat

pernikahan seprti itu tidak tampak aneh dan pernikahan mereka berlangsung

selama enam puluh dua tahun.13

Pada usianya yang sangat muda itu, ia berpikiran perkawinan berarti tidak

lebih daripada sekedar harapan untuk memakai pakaian lebih bagus,

berdentamnya tambur, arak-arakan pengantin, jamuan makan yang melimpah dan

11

R. Wahana Wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, h. 10. 12

O. D. P. Sihombing, India, Sejarah dah Kebudayaannya, h. 96. 13

(22)

seorang dara yang belum dikenal untuk teman bermain. Soal gairah seksual, itu

baru timbul kemudian.14

Dua anak berjiwa murni terlempar tanpa sadar kelautan penghidupan,

boleh jadi hanya dituntun oleh pengalaman-pengalaman mereka dalam penitisan

yang terdahulu. Demikian Gandhi menggambarkan kebiasaan kejam dalam

perkawinan kanak-kanak.15

Namun setelah semuanya berlalu, sadarlah Gandhi bahwa kedudukannya

sudah tergeser, yakni sebagai suami. Itu berarti bahwa ia dituntut suatu tanggung

jawab terhadap isterinya. Maka sebagai konpensasi dari kekacauan pikirannya, ia

mulai menggunakan kekuasaannya sebagai suami, antara lain dengan

mengharuskan isterinya minta izin kepadanya kalau akan berpergian. Ia menjadi

demikian karena ia sangat mencintai isterinya.16

Kedisplinan Gandhi pada Kasturbai dilakukan karena ia sangat

mencintainya, ia ingin menjadikannya istri yang ideal. Ambisinya adalah untuk

memaksa istrinya agar hidup bersih, belajar apa yang dia pelajari, serta

menjadikan hidup dan pikiran istrinya seperti hidup dan pikirannya.17

Kasturbai adalah buta huruf, maka Gandhi bersemangat untuk

mengajarinya, tetapi cinta penuh birahi menghabiskan waktunya. Pertama dia

harus memaksa belajar dan itu dilakukan pada waktu malam, apalagi Gandhi tidak

berani menjumpai Kasturbai di hadapan orang-orang tua. Keadaan demikian jadi

tidak membantu. Maka sebagian besar dari usahanya untuk mengajar istrinya

14

Mahatma Gandhi, Semua Manusia Bersaudara Kehidupan dan Gagasan Mahatma Gandhi, h. 4.

15

Lois Fischer, Gandhi Penghidupannya dan Pesannya Untuk Dunia, h. 13. 16

R. Wahana Wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, h. 10. 17

(23)

tidaklah berhasil. Usaha untuk mengajar melalui guru-guru pribadi pun tidak

berhasil. Alhasil sekarang Kasturbai dengan susah payah dapat menulis surat

sederhana serta mengerti bahasa Gujarat sekedarnya. Gandhi berkeyakinan andai

kata rasa cintanya sama sekali tidak ternodai nafsu, sekarang istrinya pasti

menjadi wanita yang terpelajar. Menurutnya tak ada sesuatu yang tidak dapat

diatasi oleh cinta sejati.18 Perkawinan di bawah umur sempat menghalangi

kelancaran studi Gandhi selama satu tahun.

Setelah lulus sekolah menengah ia mengikuti tes masuk Universitas

Samaldas College di Ahmedabad. Karena tidak puas di sana, ia mulai mencari

informasi bagaimana kalau melanjutkan studinya di Inggris. Banyak tantangan

datang dari keluarga, tetapi ia bersikeras untuk membuktikan bahwa kekhawatiran

keluarganya tidak beralasan, ia bersumpah untuk tidak akan menyentuh wanita,

tidak akan minum anggur dan tidak akan makan daging selama di Inggris.19

Selama di Inggris ia belajar menjadi ahli hukum.

Gandhi belajar ilmu hukum di Inggris dalam waktu yang sangat relatif

cepat. Sebagai seorang mahasiswa, Gandhi adalah seorang yang produktif dan

cara belajarnya metodis. Di sana ia tidak hanya belajar menjadi hakim, tetapi juga

belajar cara hidup Eropa, namun ia tetap berpegang teguh pada sumpahnya.

Perubahan perhatian itu menunjukan berakhirnya masa pertama kehidupannya di

Inggris, selajutnya membuka priode kesungguhannya dalam studi. Dalam

benaknya ia menanamkan upaya untuk segera selesai, dan nantinya bisa diterima

bekerja di pengadilan. Dalam rangka mendukung kegiatan belajarnya, ia

18

Mahatma Gandhi, Gandhi Sebuah Otobiografi, h. 31. 19

(24)

mengambil pelajaran tambahan dalam bahasa Latin dan Prancis. Dalam waktu

yang relatif singkat selama tiga tahun ia dapat menyelesaikan belajar ilmu hukum.

Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1891, ia kembali ke India dan

mencoba menjadi pengacara di Bombay dan Rajkot, tetapi tidak banyak berhasil.

Kebetulan sekali ia mendapat tawaran dari seorang muslim fanatik intuk menjadi

penasehat hukum dalam suatu firma di Afrika. Maka pada bulan April tahun 1893,

berlayar ia menuju Durban. Dalam perjalanan ke Pretoria, ia naik kereta api dan

membeli tiket kelas I dengan pakaian cara inggris. Tetapi ia diusir oleh

orang-orang Inggris yang ada disitu dan disuruh pindah ke gerbong barang. Ia menolak

dan akhirnya turun Maritzburg. Sejak saat itu bangkitlah niatnya untuk berjuang

melawan prasangka rasial, terlebih karena hal itu dialami oleh bangsanya sendiri.

Perjuangannya ini bukan berbentuk suatu revolusi fisik melainkan suatu

perjuangan yang menggunakan kekuatan jiwa, yang nanti lebih dikenal dengan

sebutan satyagraha.20

Sebelum Gandhi pergi ke Afrika Selatan, sudah ribuan orang-orang India

hidup di sana. Sebagaimana diketahui, sampai pada dewasa ini, orang-orang kulit

berwarna di Afrika Selatan dianggap oleh orang-orang kulit putih yang

memerintah di sana sebagai manusia kelas kambing. Dengan demikian

orang-orang India yang hidup di sana juga merasakan penghinaan dan penindasan dari

orang-orang kulit putih.21

Gandhi bertekad akan memperjuangkan nasib bangsanya di Afrika

Selatan. Ia menjadi advokad di Supreme Nourt of Natal, mengadakan aksi petisi,

menuntut supaya undang-undang yang menyatakan dicabutnya hak milik

20

R. Wahana Wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, h. 11. 21

(25)

orang India di Afrika Selatan dicabut oleh legislatif Counsil. Didirikan Natal

Indian Congress di Afrika Selatan dan kemudian tuntutan tersebut terpaksa harus

diterima oleh pemerintah. Dengan berhasilnya Gandhi dalam aksi pertamanya itu,

keyakinan orang India di Afrika Selatan pun bertambah besar terhadap Gandhi. Ia

berjuang terus membela kepentingan orang-orang India.22

Dasar perjuangan Gandhi yaitu sifat keras tidak boleh dilawan keras, tetapi

dengan tidak melawan (perlawanan secara pasif). Menurut keyakinan Gandhi,

dengan sikap demikian musuh akan tunduk, walaupun bagaimana kuatnya. Teori

demikian itulah yang disebut Ahimsa yang kemudian dipraktekkan di dalam

Satyagraha.23

Untuk usahanya menegakkan hak-hak asasi, ia mulai dengan mendirikan

sebuah ashram di Sabarmati. Di sini ia hidup dengan sangat sederhana, segala

kebutuhan dicukupi sendiri, segala pekerjaan dikerjakan sendiri, berkebun,

memintal benang, memasak, dan lain-lain, tidak ada babu, tidak ada pelayan

semua anggota beranggotakan sama. Gandhi mengajarkan bagaimana manusia

harus menghadapi hidup, yakni dengan sikap ahimsa-tanpa kekerasan. Dalam

seluruh kehidupannya, Gandhi tidak hanya berkhotbah, ia selalu memulai

perubahan dari dala dirinya dan keluarganya sendiri. Ia membuktikan bahwa

ajarannya tidak sia-sia dan tidak mustahil untuk dilakukan setiap orang.

Walaupun gerakan Satyagraha di Afrika cukup berhasil, namun ia merasa

bahwa perjuangannya akan sangat dibutuhkan di India. Maka pada tahun 1915 ia

kembali ke negerinya dan segera menjadi pemimpin gerakan kemerdekaan,

22

Mahatma Gandhi, Gandhi Sebuah Otobiografi, h. 143. 23

(26)

bahkan beberapa kali ia dipilih menjadi pemimpin kongres nasional di India.24

Perjuangannya di India adalah sambungan perjuangannya di Afrika Selatan,

tempatnya berlainan dan jumlah bangsa yang dipimpinnya berlipat ganda

besarnya, tetapi dasarnya, metodenya dan tehniknya adalah sama.

Pada waktu Gandhi berusia 60 tahun, Gandhi menuntut Dominion Status

buat India sedangkan Jawrhal Nehru dan Subhas Candra Bose menuntut

kemerdekaan penuh, kalau Inggris tidak memberikan Dominion Status pada

penghabisan tahun 1929. akan tetapi kedua tuntutan tersebut ditolak

mentah-mentah oleh Inggris. Kemudian pada bulan desember 1929 diadakan persidangan

kongres yang dikuasai oleh Nehru, akhirnya mengambil keputusan bahwa

tuntutan India tidak hanya Dominion Status, akan tetapi kemerdekaan

sepenuhnya. Gandhi dan Nehru sepakat pada keputusan tersebut, hingga pada

tanggal 15 Agustus 1947 di seluruh India diadakan sumpah setia kepada cita-cita

India untuk merdeka, dan pada hari itu dijadikan hari nasional, hari kemerdekaan,

yang tetap dirayakan sampai sekarang.

Sampai kemerdekaan India tercapai, perjuangan Gandhi tidak berhenti,

mengajar rakyat, berpuasa, hidup berkorban dengan memberi contoh sendiri.

Perkataan dan perbuatan selalu selaras pada diri Gandhi. Juga setelah India

merdeka pada tanggal 15 Agustus 1947, Gandhi berjuang terus untuk persatuan

Hindu-Muslim, sampai akhir hayatnya.

Sepanjang sejarah perjalanan hidup Gandhi, ia senantiasa mengapdikan

dirinya untuk kepentingan umum, yang ditutup dengan pengorbanan jiwanya.

Pada tanggal 30 Januari 1984, ketika ia hendak melakukan puja bersama, tiba-tiba

24

(27)

seorang fanatik Hindu bernama Nathuram Vinayak Godse membunuhnya dengan

sepucuk pistol. Kata-kata terakhir yang diuvapkan Gandhi sebelum meninggal

dunia ialah “He Rama”.25

Dengan kematian Gandhi, dunia betul-betul kehilangan

seorang tokoh yang telah memberi tonggak penting bagi sejarah umat manusia

dan khususnya bagi India, sehungga sejarah dapat dibagi menjadi zaman sebelum

dan sesudah Gandhi.

B. Latar Belakang Pemikirannya

Mahatma Gandhi dikenal sebagai seorang yang taat beragama. Ia banyak

dipengaruhi oleh lingkungan masa kecilnya yakni orang tuanya, desanya,

masyarakat sekitarnya dan lebih-lebih suasana religius Hinduisme yang menjiwai

pada setiap orang India. Sifat-sifat Gandhi banyak dipengaruhi dari orang tuanya,

seperti sifat keras kepala, mempunyai kemauan yang kuat, keras dalam berusaha,

suka damai, jujur dan setia, ia tiru dari ayahnya. Sedangkan sikap-sikap religius

lebih dipengaruhi oleh ibunya, yang merupakan seorang wanita yang taat

beragama.26

Sejak masih kanak-kanak Gandhi telah mengenal sastra-sastra Hindu yang

umumnya berisi kebijakan-kebijakan dan bernada religius, seperti puisi

Vaishnawa, Ramayana dan kesenian sandiwara seperti cerita Harischandra. Selain

itu, Gandhi sangat gemar membaca sehingga banyak buku-buku yang ia baca

mempengaruhi pemikiran dan kehidupannya. Seperti Gandhi sampai berulang kali

membaca Baghavad Gita. Bagi Gandhi Baghavad Gita merupakan buku penuntun

25“He Rama” adalah bahasa Sansekerta. “He” berarti seruan, dan ”Rama” merupakan nama Tuhan. Jadi ”He Rama” artinya ”Oh Tuhan” hal ini berarti menunjukan hubungan pribadinya dengan Tuhan.

26

(28)

kehidupan rohani, sehingga setiap saat dalam kehidupannya merupakan usaha

yang sadar untuk menghayati kitab Bhagavad Gita.

Buku lainnya yaitu Civil Disobedience karya Henry David Thoreau dan

The Kingdom Of God Is Within You karangan Leo Tholstoy. Kedua buku ini

mempengaruhi Gandhi dalam melaksanakan Satyagraha. Civil Disobedience telah

membuka mata Gandhi bagaimana ahimsa dapat digunakan dalam menghadapi

persoalan-persoalan politik. Sedangkan dalam The Kingdom Of God Is Within

You Gandhi mendapatkan dukungan yang meyakinkan atas kepercayaannya pada

kebenaran dan tanpa perlawanan, juga yang lebih menarik ia mendapatkan suatu

ungkapan tentang keindahan dan kebesaran penderitaan. Bahwa penderitaan tidak

selalu „didalam dirinya sendiri’bernilai negatif, penderitaan ternyata mampu

mengangkat manusia ketaraf keutamaan yang lebih tinggi. Disebutkan dalam

buku itu bahwa melalui penderitaan, manusia bisa membebaskan diri dan

menetralisasi kekuatan-kekuatan jahat yang ada di dalam dirinya.27

Gandhi tertarik mempelajari moralitas Kristen, terutama kekuatan cinta

kasih dari Khotbah Yesus di atas bukit pada Al-kitab Perjanjian Baru. Pada

khotbah di bukit mengajarkan bahwa manusia harus saling mencintai. Keharusan

itu bukan karena ada perintah untuk mencintai, melainkan manusia pada

hakikatnya memerlukan itu. Hukum yang diletakan Yesus bukanlah sesuatu yang

berada di luar diri manusia, melainkan sesuatu yang berada di dalam (hati)

manusia, inheren dalam setiap pribadi.28

27

R. Wahana Wegig, Dimensi Etis Ajaran Gandhi, h. 15. 28

(29)

C. Garis Besar Pemikirannya

Gandhi dikenal sebagai seorang yang taat beragama, ketaatan

baragamanya tidak lepas dari dari pengaruh ibunya yang rajin menjalankan

peribadatan, dan adanya kitab-kitab agama yang dibacanya. Dikatakan oleh

Thekkenedath: sesungguhnya ketika berada di Afrika Selatan Gandhi mempelajari

bahasa Sansekerta, menghafal Gita, membaca karya-karya Ruskin, Tolstoy dan

Thoreau, meninggalakan keduniaan dan menjadi Mahatma (berjiwa besar).

Pemikiran Gandhi sebenarnya tidak kompleks, justru sebaliknya, Gandhi

dengan tegas memilih kesederhanaan, tidak hanya dalam menjelaskan

ajaran-ajarannya, tetapi juga oleh praktek hidupnya. Hal ini nampak terutama dalam

konsepnya tentang dunia, Tuhan, alam dan kehidupan manusia.

Sebagai seorang Mahatma, pemikirannya tentang Tuhan tidaklah terlalu

rumit. Menurutnya Tuhan merupakan wujud universal yang meliputi segala

sesuatu, dan manusia adalah salah satu bagian kecil, Tuhan juga menciptakan

hukum, dimana antara pencipta hukum dan hukum itu tidak dapat dibedakan

antara satu dengan lainnya.

Adapun mengenai sifat Tuhan, Gandhi melihatnya bahwa Tuhan tidak

personal yang mempribadi, melainkan yang impersonal yang hanya di tangkap

melalui pemahaman. Keyakinan terhadap kesempurnaan-Nya tidak diragukan

lagi, dan manusia karena keterbatasannya hanya menangkap bagian dari

kesempurnaan itu. Sedang kehadiran Tuhan dapat dirasakan melalui fenomena

alam yang teratur. Keteraturan itu bukanlah suatu hukum yang buta, sebab

keteraturan itu mempunyai arah yang jelas, dan hukum semacam itu dipahami

(30)

Gandhi memaknai kebenaran sebagai sesuatu yang sama dengan suara di

dalam bathin setiap orang. Maka kebenaran itu bukan semata-mata obyektif tetapi

subyektif. Jika kebenaran itu bersifat subyektif maka akan tampak berbagai

kebenaran dari individu-individu, dan hal itu bukan masalah bagi pencari

kebenaran. Ia menyatakan:

“Namun, meskipun mengabdi pada apa yang tampak sebagai kebenaran bagi

seseorang, akan tampak sering bagi orang lain sebagai ketidakbenaran. Tetapi hal itu tidak perlu menggusarkan bagi seorang pencari kebenaran. Di mana ada ikhtiar-ikhtiar yang jujur, disana akan kita sadari bahwa tampaknya kebenaran yang berbeda-beda hanya merupakan daun-daun dari satu pohon yang tak terhitung banyaknya dan kelihatannya

berbeda.”

Konsepsi semacam ini timbul karena Gandhi memahami bahwa Tuhan

menampakan diri pada manusia dengan berbagai bentuk, tetapi ia meyakini

kebenaran adalah sebutan tepat bagi Tuhan.

Jalan untuk melihat Tuhan yaitu dengan melihat ke dalam ciptaannya

dan bersatu dengan ciptaan-Nya itu, inilah kebenaran yang dimaksud Gandhi. Dan

cara bersatu, berdamai serta selaras dengan ciptaan itu adalah sebagai ahimsa.

Ahimsa yang diajarkan Gandhi merupakan suatu keseluruhan hidup yang meliputi

pikiran tindakan dan kata-kata. Ahimsa ditujukan kepada mereka yang kuat

jiwanya, bukan kepada mereka yang lemah dan suka kompromi. Hanya mereka

yang mampu mengalahkan ketakutannyalah yang sunguh-sungguh dapat memiliki

kekuatan ahimsa, sehingga ia benar-benar menjadi seorang yang seluruh hidupnya

hanya mau berpegang pada kebenaran atau Satyagraha.29

Menjadi Satyagrahi atau orang yang melakukan Satyagraha, seorang

dituntut mengadakan tindakan disiplin diri dan sikap pengabdian, karena

penekanannya pada pencapaian ketinggian moral. Untuk itu perlu melatih diri

29

(31)

terus menerus dalam disiplin, kesadaran diri dan kebersihan lahir batin

(Bracmacharya).

Mahatma Gandhi juga banyak mempelajari agama-agama lain di luar

agama Hindu. Gandhi belajar agama-agama lain lewat membaca buku,kitab-kitab

suci, dan dialog dengan teman-temannya. Sehingga banyak dari temen-temennya

yang mengajak Gandhi untuk masuk dalam agama mereka, namun keyakinan

Gandhi tetap pada ajaran Hindu. Banyak yang menarik dalam ajaran kitab kitab

suci dalam agama lain, seperti, dalam agama Budha, ketika Sidharta Gautama

menggendong anak kecil yang terkena penyakit biri-biri, begitu bahagianya anak

kecil itu. Juga pada kitab perjanjian baru, Gandhi sangat terkesan pada Khotbah di

atas Bukit30, yaitu:

Tetapi aku berkata padamu: janganlah kamu Melawan orang yang berbuat jahat kepadamu. Melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, Berilah juga kepadanya pipi kirimu.

Dan kepada orang yang hendak mengadu engkau,

Karena menginginkan bajumu, serahkanlah juga jubahmu,

Disini Gandhi melihat bahwa ada kesamaan dalam ajaran pada

agama-agama lain yaitu tentang kasih sayang, semua agama-agama mengajarkan untuk toleransi,

kasih sayang, dan kejujuran.

D. Karya-karyanya

Mahatma Gandhi termasuk penulis artikel yang produktif.

Artikel-artikelnya dimuat pada tabloid-tabloid mingguan dan ia pun mengasuh beberapa

rubrik mingguan seperti Indian Opinion, Young India, Navajiva dan Harijan.

30

(32)

Selain Gandhi menulis buku-buku karangannya, artikel-artikelnya juga banyak

yang dibukukan. Buku-buku karya Gandhi adalah sebagai berikut:

1. Guide to Healt, Madras, S. Gamsan, 1921.

2. Basic Education, Ahmedabad, Navajivan Publishing House, 1951.

3. Christian Mission, Ahmedabad, Navajivan Press, 1941.

4. Economic of Khadi, Ahmedabad, Navajivan Press, 1941.

5. Ethical Religion, Madras, S. Ganesam, 1922.

6. Hind Swaraj, Ahmedabad Navajivan Press, 1938

7. Non Violence in Peace and War, Ahmedabad Navajivan Publishing

House, Part I, 1945, Part II, 1949.

8. Sarvodaya, Ahmedabad Navajivan Publishing House, 1951.

9. Satyagraha In South Africa, Madras, S. Ganesam, 1928.

10.The Story of eksperiments With Truth, Ahmedabad Navajivan Publishing

House, 1940.

11.Swadesi, True and False, Poona, 1939.

12.Women and Social In Justice, Ahmedabad Navajivan Press, 1942.

13.Towards Non-Violence Socialisme, Ahmedabad Navajivan Publishing

House, 1951.

E. Kondisi Perempuan India Pada Masa Gandhi

India pada zaman kuno oleh penduduknya disebut: Jambu dwipa, yang

artinya: benua pohon jambu, atau disebut Bharatwarsa, yang artinya adalah tanah

keturunan Bharata. Nama India dijabarkan dari nama sungai Sindhu yang

(33)

Hindu. Kemudian nama ini diambil oleh orang-orang Gerika, sehingga nama

itulah yang terkenal di dunia Barat. Akhirnya nama itu diambil-alih oleh

pemerintahan India sekarang ini. Ketika agama Islam dating di India nama yang

diberikan oleh bangsa Persia timbul kembali dengan bentuk Hindustan, sedangkan

penduduknya yng masih memeluk India asli disebut orang Hindu.31

Penduduk India yang tertua tergolong bangsa Negrito, yang kemudian

bercampur dengan bangsa-bangsa yang mendatangi India. Maka bangsa India

sekarang ini merupakan bangsa campuran. Di antara bangsa-bangsa yang

memasuki India dan yang berpengaruh besar atas kebangsaan India yaitu bangsa

Dravida yang terkenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi dan

bangsa Arya yang merupakan bangsa yang pandai berperang karena hidup mereka

mengembara.

Sebagian besar penduduk India menganut agama Hindu. Sebenarnya

agama Hindu bukanlah agama seperti pada umumnya. Agama Hindu adalah suatu

bidang keagamaan dan kebudayaan. Yang meliputi zaman sejak kira-kira 1500

SM. Hingga sekarang. Di dalam perjalanannya di sepanjang abad-abad itu agama

Hindu berkembang sambil berubah dan berbagi-bagi, sehingga memiliki ciri yang

bermacam-macam, yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan namun

kadang-kadang juga tidak diindahkan sama sekali. Berhubungan dengan itu maka

Govinda Das mengatakan, bahwa agama Hindu sesungguhnya adalah suatu proses

antropologis, yang hanya karena nasib yang ironis saja diberi nama agama dengan

berpangkal kepada Weda-weda yang mengandung di dalam dirinya adat istiadat

dan gagasan-gagasan salah satu atau beberapa suku bangsa, agama Hindu sudah

31

(34)

berguling-guling terus di sepanjang abad-abad hingga kini, sehingga seperti bola

salju yang makin lama makin menjadi besar, karena menghisabkan adapt istiadat

dan gagasan-gagasan bangsa-bangsa yang dijumpainya di dalam dirinya.32

Bangsa India kuno terkenal dengan kebudayaannya yang tak tertandingi

dan pemikiran-pemikirannya yang tinggi, tetapi kini India telah mengalami

kenyataan lain. India telah terjatuh sedemikian jauh dari keadaan yang

membahagiakan, dan barang kali tidak ada aspek kehidupan yang terjatuh

sedemikian hebat sebagaimana kejatuhan yang menimpa kehidupan perempuan.

Dari status kaum perempuan yang setara dan sebagai istri serta mitra sejajar

kemudian berubah menjadi lebih rendah dari kaum pria, derajatnya turun menjadi

hanya sekedar tempat yang bisa digunakan saat diinginkan oleh kaum pria untuk

pemuas keinginan, tanpa memiliki hak-hak atau kehendak. Adat dan kebiasaan

telah memperlakukan kaum perempuan dengan kasar.33

Pada saat ini, hampir di seluruh masyarakat Hindu di India memiliki

keinginan untuk mendapatkan keturunan laki-laki dan menyesalkan anak

perempuan. Ada sebuah pemahaman yang mendorong masyarakat Hindu untuk

melakukan ini yaitu bahwa seseorang tidak bisa mencapai surga tanpa anak

laki-laki, bahkan untuk semata-mata ingin memperoleh keturunan laki-laki seorang

suami menikah lagi hingga memiliki 2, 3, dan 4 orang istri.34 Hal ini merupakan

diskriminasi yang menyakitkan yang harus diterima oleh kaum perempuan.

Bahkan ketika anak perempuan telah tumbuh menjadi seorang gadis, dia akan

selalu diperlakukan berbeda dengan anak laki-laki yang diberi kebebasan penuh.

32

Harun Hadiwiyono, Agama Hindu dan Budha, h. 11.

33 Amrit Kaur,”Kata Pengantar” dalam Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan

Ketidakadilan Sosial, h. Viii. 34

(35)

Seorang gadis akan selalu dijaga ketat oleh orang tuanya dan seorang gadis

dituntut kesucian hingga ia menikah.

Anak putri yang suci, mempunyai status sangat tinggi dalam keluarga

Hindu dan dipuja sebagai dewi perawan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat

Hindu sangat mempertimbangkan pentingnya kesucian mendorong para orang tua

untuk merencanakan perkawinan anak-anaknya sedini mungkin. Sementara

minimnya pendidikan serta keinginan untuk memilki anak memberi andil dalam

perkawinan dini gadis-gadis Hindu, faktor lain disebabkan oleh meningkatnya

rigiditas sitem kasta dan keinginan untuk menjamin kesucian kasta dan stabilitas

tata sosial.35

Kebiasaan masyarakat Hindu untuk menikahkan anak-anaknya pada usia

yang relatif masih muda atau pernikahan di bawah umur, pada hal ini telah

menimbulkan keadaan yang merusak akar perkembangan fisik, intelektual dan

bahkan spiritual. Seorang anak perempuan yang masih sangat muda diharuskan

menghadapi kenyataan bahwa ia kini telah berstatus sebagai seorang istri dan ibu

dari anak-anaknya. Istri-istri yang masih anak-anak dan anak-anak yang telah

menjadi ibu harus menunaikan tugas sucinya secara benar-benar dengan

sungguh-sungguh dan mendidik, membimbing serta membentuk karakter anak-anaknya.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India, di mana masih banyak

suami yang menganggap istri mereka sebagai milik mereka seperti hewan ternak

atau perlengkapan rumah tangga. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa mereka

memilki hak untuk memukul istrinya seperti memukul hewan ternaknya. Ternyata

para suami yang terpelajar pun tidak terbebas dari kepercayaan yang meyakini hak

35

(36)

suami untuk memperlakukan istri-istri mereka seperti ternak dan memukulnya

kapan pun mereka terdorong untuk melakukannya.

Di beberapa daerah India sistem purdah masih berlaku sangat ketat dan

masih dipertahankan bahkan dalam rumah tangga orang terpelajar. Kaum

perempuan dibiarkan terkurung dan ditahan dirumah-rumah mereka yang

berhalaman sempit. Mereka tidak pernah diberi kesempatan menghirup udara

segar kebebasan. Bahkan hanya sedikit kaum perempuan yang diberi kesempatan

untuk mengenyam pendidikan yang memadai, perkembangan jasmani dan rohani

dan ekspresi diri yang sepenuhnya. Individualitas mereka telah ditekan secara

semena-mena di bawah beban-beban kebudayaan dan hukum-hukum tak tertulis.36

Pada sisi lain, ketika seorang perempuan yang masih muda yang ditinggal

mati oleh suaminya, ia harus mengalami penderitaan-penderitaan yang tak

tertanggungkan sebagai janda-janda. Pada masyarakat Hindu telah

memperlakukan seorang janda dengan tidak terhormat. Seorang janda tidak

beruntung, pertanda buruk bagi siapapun yang berjumpa dengan dia, bahkan pada

janda kasta Brahma harus menjalani Tonsure (pencukuran seluruh kepala), warna

putih polos pada pakaian diasosiasikan dengan status menjanda, maka seorang

janda diharapkan menghindari pakaian berwarna, gelang, pemakaian bunga dan

perhiasan yang diasosiasikan dengan status kawin. Bagi seorang janda tidak boleh

berpartisipasi aktif dalam kesempatan-kesempatan yang menjanjikan

kesejahteraan. Seorang janda tidak diperbolehkan kawin lagi dan dibatasi cara

hidupnya dengan hanya mendapatkan sedikit saja kesenangan hidup dan

hasrat-hasrat alamiahnya ditekan.

36

(37)

Hal semacam itu dialami oleh kaum perempuan, baik oleh seorang anak

perempuan, oleh seorang muda atau bahkan oleh perempuan berusia lanjut yang

bahkan terjadi dalam rumahnya sendiri. Semasa kanak-kanak seorang perempuan

harus tunduk kepada ayahnya, dalam masa muda kepada suaminya, bila tuanya

mati, pada anak laki-lakinya , seorang perempuan tidak boleh bebas.

Sebagai akibat dari tatanan sosial yang menindas dan tirani, kaum

perempuan India telah kehilangan semangat kekuatan dan keberanian, kehilangan

kemampuan untuk berpikir dan berinisiatif secara independen, dikarenakan di

India masih berkembang sistem yang memaksakan status janda, purdah,

persembahan gadis-gadis kepada kuil (devidasi), perbudakan ekonomi dan

(38)

31

BAB III

KONSEPTUALISASI PEMIKIRAN

MAHATMA GANDHI TENTANG PEREMPUAN HINDU

A. Perempuan dalam Kitab Suci Hindu

Agama Hindu merupakan agama yang banyak didasarkan pada beberapa

kitab-kitab suci. Agama Hindu memiliki pustaka suci yang terbesar jumlahnya

dibandingkan kitab-kitab suci agama lain.1 Selain agama itu Hindu adalah agama

yang sudah tua dan merupakan agama yang di anut di kawasan India. Agama

Hindu sering disebut Sanata Dharma, yang berarti agama yang kekal atau Maidika

Dharma yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda.

Sumber keterangan tentang persoalan-persoalan yang menyangkut dunia

dan manusia di dalam agama Hindu terdapat dalam kitab yang disebut Kitab

Weda, yang menurut keyakinan dalam Hindu isinya diwahyukan oleh dewa

tertinggi kepada para resi, para Brahmana dan para guru, yang berabad-abad

kemudian dibukukan menjadi Kitab Weda tersebut. Pewahyuan menurut

keyakinan Hindu bahwa pada waktu-waktu tertentu dewa tertinggi berfirman

secara langsung di dalam hati sanubari pada orang-orang tadi mengenai

kejadian-kejadian yang sedang di hadapi. Wahyu itu semula disebarkan oleh para

penerimanya kepada orang lain atau generasi berikutnya secara lisan yang

kemudian ada upaya untuk dibukukan dalam Kitab Weda tadi, pembukuan itu

tidak secara langsung melainkan bertahap. Pertama-tama terkumpulah bagian

1

(39)

Weda yang disebut Weda Samhita kemudian kedua bagian Weda yang disebut

Brahmana dan akhirnya bagian Weda yang disebut Upanishad.2

Pada zaman Weda (1500 SM hingga 600 SM) yang meliputi zaman

kedatangan bangsa Arya dan penyebarannya di India, serta penyebaran

kebudayaan dan peradaban Arya itu.3 Orang-orang Arya datang ke India pada

millenium kedua sebelum Masehi membawa tradisi Indo-Eropa yang patrineal dan

patrilokal. Agama mereka memiliki ciri patriarkal, etnis berorientasi keluarga dan

mempertahankan hidup. Tujuan hidupnya adalah mempertahankan dominasi

laki-laki dan identitas bangsa Arya di samping itu juga untuk memenuhi hasrat

memperoleh keturunan, kemakmuran sampai usia lanjut, dan ritual-ritual

keagamaan yang semua itu didasarkan terutama pada keluarga.4

Pada zaman Weda memberikan penghargaan yang baik terhadap feminitas

maupun komplementaritas antara suami istri, meskipun masih dalam struktur yang

patriarkal. Penghargaan ini merupakan suatu pembaharuan sistem patriarki yang

terdapat dalam konteks tradisi Indo-Eropa sebelumnya.5 Hal ini terlihat dalam

perubahan istilah dampati yang pada awalnya di kalangan orang-orang

Indo-Eropa diartikan “tuan rumah” kemudian di India berubah menjadi “pasangan”

suami istri.

Pada masa ini anak perempuan (duhita) dan gadis (kanya) dipuji karena

cantik, wajah berseri, dandanan menarik, senyum yang manis, pinggul yang sintal

dan paha yang besar. Deskripsi yang semacam ini menunjukkan adanya interest

Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, terj. Syafa’atun Al-Mirzanal. Dkk (Jakarta: Ditperta Depag RI, CIDA, Mc Gill Project, 2002), h. 72.

5

(40)

melahirkan anak terutama anak laki-laki. Seorang gadis yang belum menikah

diawasi dan dijaga ketat oleh orang tuanya, karena seorang pengantin perempuan

dituntut harus perawan.6

Di dalam Rg-Weda digambarkan secara jelas tentang upacara perkawinan

di India dijelaskan bahwa pengantin perempuan merupakan “keberuntungan”

(sumangali) dan “menguntungkan” (siva). Dalam upacara tersebut doa-doa dipanjatkan untuk para dewa-dewa agar pasangan pengantin mendapatkan

kebahagiaan (saubhagatva), bersama-sama mencapai usia lanjut, makmur,

memiliki keturunan dan kesatuan hati, serta ditujukan kepada Visvavasu, yang

merupakan pelindung gadis-gadis perawan, agar memindahkan penjagaannya

kepada yang lain. Selain itu, pengantin perempuan diberikan nasehat-nasehat agar

ia tidak boleh marah atau benci kepada suaminya; harus lembut, ramah, gembira,

melahirkan anak laki-laki, mengasihi para dewa, memberikan kebahagiaan,

membawa keberkahan dan menjadi ratu bagi iparnya. Semua nasehat praktis yang

diberikan kepada pengantin perempuan dalam Rg-Weda diistilahkan sebagai Jaya

(orang yang ikut merasakan perasaan suami), Jani (ibu anak-anak), dan patni

(partner dalam melakukan berbagai ritual atau yajna). Istilah-istilah tersebut

dalam Rg-Weda merupakan ciri peranan perempuan Hindu.7

Ritual-ritual keagamaan di pusatkan di rumah, yaitu dewa-dewa diundang

untuk mengunjungi dan menerima hadiah di sana-maka istri hadir dalam

peristiwa-peristiwa ini serta berpartisipasi di dalamnya melalui hymne-hymne

pujian dan sikap-sikap yang ramah. Dalam ritual domestik maupun ritual publik

menekankan kehadiran bersama suami dan istri. Kehadiran seorang istri

6

Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, h. 73. 7

(41)

diperlukan untuk menghadirkan dewa-dewa dan rumah dipandang

menguntungkan (subha) apabila adanya kebrsamaan suami istri. Kesempurnaan

hidup (kebahagiaan, kekayaan dan kesejahteraan), pencapaian keabadian (versi

syurgawi hidup ini), dan bahkan tata tertib alam dan masyarakat pun diperoleh

karena adanya keharmonisan suami istri.8

Bagaimanapun seorang istri dan ibu pada zaman ini dimuliakan, namun

suamilah yang tetap memiliki peranan yang dominan. Perempuan menurut Weda

tidak lebih dari seorang patner yang ikut membantu, meskipun tidak terlibat

secara aktif dalam ritual-ritual Weda. Hal ini disebabkan karena alasan bahwa

para dewa tidak mungkin diabaikan dan perhatikan. Jadi, jika semua laki-laki

tidak berada di rumah, maka istri melakukan peran ritual menjamu tamu

menggantikan suaminya di samping tugas rutinnya sebagai penjaga api rumah.9

Dengan demikian perempuan mempunyai andil yang sangat kecil dalam

kegiatan-kegiatan ritual keagamaan.

Sebagian besar naskah Hindu seperti “the law of manu”, Smriti,

Yajnavalkyis, atri dan Vahista meletakan wanita pada posisi terbawah

dibandingkan laki-laki di dalam keluarga, ritual, umum, wanita selalu berada

dibawah pengawasan laki-laki, tanpa laki-laki, wanita berpotensi terkena

bahaya.10

Kehidupan suami-istri biasanya memerlukan perlindungan dari suaminya

dan begitupun suami memerlukan kasih sayang dari isterinya. Dalam ajaran

agama Hindu disebut “tattwamasi” maksudnya: saya adalah engkau atau engkau

8

.Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, h. 74. 9

Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, h. 74 10

(42)

adalah saya.11biasanya suami istri dalam ajaran Hindu memilki pedoman yang

dijadikan acuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Seperti dalam pustaka

suci Manawa Dharmasastra III dalam sloka 60, 61, 62.

Samtusto bharyaya bharta tathaiwa ca,

Yasminnewa kule nityam kalyanan tatra wai dhruwam

Artinya:

Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal.

Yadi hi stri na roceta pumamsam na pramodayet, Apramodat punah pumsah prajanan na prawartate

Artinya:

Karena kalau istri tidak mempunyai wajah berseri, ia tidak akan menarik suaminya, tetapi jika seorang istri tidak tertarik pada suaminya tidak akan ada anak yang lahir.

Striya tu rocamanayam sarwam tadrocate kulam, Tasyam twarocamanayam sarwmena na rocate

Artinya:

Jika seorang istri selalu berseri-seri seluruh rumah akan kelihatan bercahaya, teapi jika ia tidak berwajah demikian semuanya akan kelihatan suram.12

Dalam agama Hindu terdapat praktek Sati yang merupakan dharma

(kebaikan) dari pada menjanda yang merupakan suatu adharma (kejahatan). Jadi,

ketika seorang suami meninggal dunia seorang istri harus memilih antara

melakukan Sati dengan predikat kemuliaannya ataukah menjadi janda dengan

predikat kesialannya. Bagi seorang perempuan yang memilih Sati, Sati adalah

pelaksanaan upacara keagamaan yang dilakukan seorang istri demi kesetiaan

terhadap suaminya. Seorang perempuan dengan penuh ketenangan dan

penyerahan jiwa dan raga, rela ikut dibakar bersama jasad suaminya yang telah

11

Ni Made Sri Arwati, Swadarma Ibu dalam Keluarga Hindu, h. 7. 12

(43)

meninggal dunia. Masyarakat memandang seorang perempuan yang berani

melakukan Sati, dianggap seorang istri yang baik atau seorang Sati sejati, yang

mendatangkan kehormatan dan kemuliaan bagi diri, keluarga dan masyarakatnya.

Masyarakat pun mengungkapkan rasa terima kasih terhadap perempuan tersebut

karena memperoleh kesempatan menyaksikan pengorbanan mulia itu.13

Sedangkan perempuan yang memilih tetap menjadi janda, ia ditandai

dengan “garis-garis ketidak beruntungan” tertulis di kening putihnya sebab di situ

sudah tidak ada lagi titik merah (tilaka). Rambut kepalanya dicukur atau dibiarkan

terurai tanpa hiasan bunga, hal ini memperlihatkan keadaannya yang sengsara.

Tidak ada satu pun perhiasan menghiasi bagian-bagian tubuhnya, tubuhnya hanya

dibalut kain Sari dari kain kapas berwarna buruk, sering kali tanpa blous dan

seperti biasa ia berjalan tanpa alas kaki. Dalam masyarakat, ia dikucilkan seperti

tidak boleh mengikuti pertemuan-pertemuan, perayaan-perayaan, pesta-pesta

perjamuan bahkan kesenangan atau kenikmatan dalam bentuk apapun. Sebagai

seorang manusia, ia dipandang sebagai seorang perempuan yang telah gagal

dalam melakukan perbuatan dan tujuan keagamaannya.14

B. Konsep Ideal Perempuan Hindu

1. Perempuan sebagai istri

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dua mahluk yang berlainan jenis dan

menumbuhkan rasa saling mencintai antara keduanya, sehingga lahirlah

perkawinan dan terwujudnya suatu keluarga.15 Perkawinan merupakan suatu

13

Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, h. 100 14

Arvin Sharma, Perempuan dalam Agama-agama Dunia, h. 101. 15

(44)

sakramen, yang dalam agama Hindu merupakan satu diantara empat ashrama.16

Perkawinan mengesahkan hak untuk berpadu bagi kedua mitra dengan

mengucilkan semua orang lain, bila mereka berdua beranggapan bahwa perpaduan

itu menyenangkan. Namun tidak diberi hak mutlak kepada masing-masing mitra

untuk menuntut kepatuhan terhadap hasratnya untuk berpadu.17

Sakramen perkawinan yang dilakukan biasanya merupakan pengalaman

traumatis bagi seorang gadis muda, karena saat perkawinan, Ia diambil dari

rumahnya; dimana dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Dia dipindah ke

keluarga suaminya dengan diawasi secara ketat oleh sanak familinya. Meskipun

dirinya beruntung, karena status perkawinannya sesuai dengan ajaran-ajaran

agama, namun stereotipe yang berkembang memperlihatkan bahwa keluarga

suami seringkali menganggap dirinya sebagai figur yang berbahaya, seorang

perempuan penggoda, hingga ia melahirkan anak pertama. Lebih disukai jika anak

yang dilahirkan adalah anak laki-laki, dan setelah itu baru ia berada pada posisi

aman.18

Dalam sastra-sastra Hindu telah menuliskan bahwa tujuan utama suatu

pernikahan yaitu memperoleh keturunan, seperti do’a yang diucapkan ibu rumah tangga baru pada saat pernikahannya, oleh saudari-saudarinya yang lebih tua,

yaitu semoga kami dikaruniai banyak anak. Hal ini menguatkan bahwa hidup

16

Empat ashrama merupakan ciri-ciri perkembangan kehidupan beragama manusia, yang terdiri dari Brahmachari (masa menuntut ilmu), Grhastha (masa berumah tangga), Wanaprastha (masa pertapa) dan Sanyasin (masa hidup dengan meninggalkan keduniawian). Lihat:

Djam’annuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-agama (sebuah pengantar) (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), h.36-37.

17

Mahatma Gandhi, Semua Manusia Bersaudara, Kehidupan dan Gagasan Mahatma Gandhi Sebagaimana Diceritakannya Sendiri, terj. Kustiniyati Mochtar (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, 1988), h. 191.

18

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

The aim of this study was to find out the effectiveness of Circle Game in teaching English vocabulary at the seventh grade students of MTs Muhammadiyah Rawalo in academic

Cambridge Assessment International Education prepares school students for life, helping them develop an informed curiosity and a lasting passion for learning.. We are part of

Nomor Induk Buku Nomor Klasifikasi Buku Judul Buku Pengarang Buku Penerbit Buku Tahun Terbit Buku Kategori Buku Status Buku Status Peminjaman Buku Halaman Buku Bahasa Buku Harga

Pada proyek akhir kali ini telah dirancang dan direalisasikan sebuah Antena Dipol Gelombang Berjalan pada Frekuensi Kerja 800 MHz – 950 MHz, SWR ≤ 1,5, Berterminal 50 Ω N.. Antena

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Terdapat perbedaan hasil belajar yang

Padatan yang diperoleh pada fraksi yang terelusi dengan 20% aseton selanjutnya dipisahkan pada kromatografi kolom pada silika gel (230-400 mesh) dengan eluen

Arum Rahma Shofiya, Tesis Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI IPS 3 SMA