• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Mikrobiologis Granul Kultur Starter dengan Sinbiotik Terenkapsulasi untuk Menghasilkan Yoghurt dan Dadih Sinbiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Mikrobiologis Granul Kultur Starter dengan Sinbiotik Terenkapsulasi untuk Menghasilkan Yoghurt dan Dadih Sinbiotik"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS GRANUL KULTUR

STARTER DENGAN SINBIOTIK TERENKAPSULASI

UNTUK MENGHASILKAN YOGURT DAN

DADIH SINBIOTIK

WIEDA NURWIDADA HARITSAH ZAIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Mikrobiologis Granul Kultur Starter dengan Sinbiotik Terenkapsulasi untuk Menghasilkan Yogurt dan Dadih Sinbiotik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Wieda Nurwidada Haritsah Zain

(3)

ABSTRACT

WIEDA NURWIDADA HARITSAH ZAIN. Study on microbiological characteristic of starter culture granule with encapsulated synbiotic to produce synbiotic yoghurt and traditional fermented milk dadih. Under direction of RARAH RATIH A. MAHESWARI and SUTRIYO.

Fermented milk is one technique of milk preservation. Yoghurt and traditional fermented milk dadih can be categorized as fermented milk because of its mechanism to ferment lactose into lactic acid by lactic acid bacteria. The production and quality of fermented milk is affected by starter culture which is usually propagated in milk. This condition can make high contamination during handling. Hence, the making of dried starter culture such as granule is one alternative to get high quality starter culture. Adding encapsulated probiotic

Lactobacillusacidophilus and Bifidobacteriumlongum bacteria with prebiotic is a way to improve the quality of granule starter culture. Fermented milk made from granule starter culture produced functional food, like synbiotic yoghurt and traditional fermented milk dadih. The aim of this research is to study the production of granule starter culture, based on microbiology characteristic; physical granule (compresibility and solubility); and to study yoghurt and dadih made from granule starter culture (microbiology characteristic, pH, acid titratable and viscosity), both granule starter culture and its application product (yoghurt and dadih) are resulted from various formula based on different rasio of lactose and sodium starch glycolate (SSG); also to study its characteristic during storage. To enrich yoghurt and dadih product, starter culture yoghurt (S. thermophilus and

L. bulgaricus), starter dadih (L. plantarum), probiotic bacteria (L. acidophilus and

B. longum) and prebiotic (inulin) were added into dry culture, then all is granulated. Research resulted that different ratio of lactose and SSG had no significant effect to microbiological aspects (population of lactic acid bacteria (LAB), total plate count (TPC), L. acidophilus and B. longum). Research also resulted that different ratio had no significant effect on granule compressibility and solubility. Similar result also occurred on yoghurt and dadih product which no significant effect on pH, acid titratable and viscosity. The best formula to make

(4)

RINGKASAN

WIEDA NURWIDADA HARITSAH ZAIN. Karakteristik Mikrobiologis Granul Kultur Starter Sinbiotik Terenkapsulasi untuk Menghasilkan Yogurt dan Dadih Sinbiotik. Dibimbing oleh RARAH RATIH A. MAHESWARI dan SUTRIYO.

Susu fermentasi merupakan produk olahan asal susu yang dapat menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia. Proses ini melibatkan metabolisme gula susu dengan cara mengubahnya menjadi asam laktat. Yogurt dan dadih merupakan jenis produk susu fermentasi hasil kerja bakteri asam laktat tersebut. Pengembangan kultur starter kering dalam bentuk granul merupakan inovasi pengembangan sediaan kultur starter yang memudahkan konsumen dalam hal penanganan, penyimpanan dan pengaplikasiannya terhadap susu. Peningkatan kualitas susu fermentasi dari susu sapi dilakukan dengan mengkombinasikan manfaat antara kultur starter dengan bakteri probiotik dan substrat pertumbuhan probiotik yaitu prebiotik. Keberadaan bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus

dan Bifidobacterium longum serta substrat pertumbuhan probiotik sebagai contoh inulin dalam saluran pencernaan manusia akan meningkatkan manfaat bagi kesehatan manusia. Pembuatan susu fermentasi sangat dipengaruhi kultur starter yang digunakan, karena menentukan mutu produk yang dihasilkan. Kultur starter untuk pembuatan susu fermentasi seperti yogurt dan dadih sampai saat ini masih sulit didapatkan di pasaran. Proses pembuatan dadih secara alami mengalami kendala, yaitu kualitas produk yang dihasilkan masih belum seragam sebagai akibat perbedaan standar sanitasi pengolahan dan penanganan dadih, kultur starter yang dipakai belum spesifik sehingga perlu perbaikan untuk menghasilkan keseragaman produk. Proses pembuatan dadih melalui proses fermentasi terkontrol bertujuan untuk memperoleh produk dengan kemananan pangan yang tinggi. Penggunaan kultur starter cair membutuhkan penanganan khusus untuk menjaga kualitasnya dari kontaminasi. Kultur starter bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt (S. thermophilus dan L. bulgaricus); dadih(L.

plantarum), dan L. acidophilus (La RRM-01) serta B. longum (Bl RRM-01) sebagai bakteri probiotik. Probiotik dan prebiotik harus dilindungi dalam lingkungan saluran pencernaan manusia yang ekstrim (saliva, asam lambung dan garam empedu) dengan proses enkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan kultur starter dalam bentuk granul dengan penambahan probiotik dan prebiotik (sinbiotik) terenkapsulasi serta mempelajari kualitas kultur starter dalam bentuk granul yang dihasilkan. Mempelajari karakteristik yogurt dan dadih yang dihasilkan dari kultur starter granul berdasarkan aspek mikrobiologis, evaluasi granul (kompresibilitas dan daya larut) dan aplikasi produk yang dihasilkan meliputi nilai pH, total asam tertitrasi dan viskositas.

(5)

granul kultur starter selama 10 minggu menghasilkan viabilitas BAL, LA dan BL yang tinggi (107 CFU/g) dan mampu menghasilkan yogurt dan dadih sinbiotik. Kultur starter yogurt dan dadih sinbiotik terenkapsulasi dalam bentuk granul yang diaplikasikan menjadi yogurt dan dadih dapat digolongkan sebagai susu fermentasi probiotik karena memiliki viabilitas BAL, LA dan BL yang tinggi yaitu >107 CFU/g.

Kata-kata kunci: granul kultur starter, yogurt, dadih, probiotik, enkapsulasi, lama simpan.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KARAKTERISTIK MIKROBIOLOGIS GRANUL KULTUR

STARTER DENGAN SINBIOTIK TERENKAPSULASI

UNTUK MENGHASILKAN YOGURT DAN

DADIH SINBIOTIK

WIEDA NURWIDADA HARITSAH ZAIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

DAFTAR ISI

(9)

Penentuan Kemurnian Kultur Starter ... 20

Penentuan Kurva Pertumbuhan Kultur Starter dan bakteri Probiotik ... 21

Tahap II Pembuatan Kultur Bakteri Probiotik Terenkapsulasi dan Granul Kultur Starter serta Aplikasinya ... 22

Pembuatan Bakteri Probiotik Terenkapsulasi ... 22

Pembuatan Kultur Starter dengan Probiotik Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul ... 22

Prosedur Pengujian Kualitas Fisik Granul Kultur Starter serta Aplikasinya... 27

Tahap III Penyimpanan dan Evaluasi Kualitas Granul Kultur Starter serta Aplikasinya ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan ... 33

Tahap II Pembuatan Kultur Bakteri Probiotik Terenkapsulasi dan Granul Kultur Starter serta Aplikasinya ... 38

Enkapsulasi Bakteri Probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01)... 38

Karakterisasi Hasil Enkapsulasi L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01)... 40

Yogurt ... 45

Dadih ... 51

Tahap III Penyimpanan dan Evaluasi Kualitas Granul Kultur Starter serta Aplikasinya ... 56

Yogurt ... 56

Dadih ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimiawi susu segar ... 3

2 Karakteristik maltodekstrin komersial ... 14

3 Formulasi granul kultur starter yogurt ... 23

4 Formulasi granul kultur starter dadih ... 24

5 Kriteria indeks kompresibilitas ... 27

6 Penentuan nilai berdasarkan standar produk ... 29

7 Morfologi kultur starter yogurt, dadih dan probiotik ... 33

8 Jumlah populasi awal kultur starter, penentuan waktu sebelum akhir fase log, populasi sebelum akhir fase log dan waktu generasi ... 35

9 Populasi bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01) selama proses enkapsulasi... 38

10 Populasi kultur starter kering yogurt dan dadih ... 42

11 Rataan populasi granul kultur starter yogurt ... 45

12 Evaluasi granul kultur starter yogurt ... 47

13 Rataan populasi aplikasi granul kultur starter yogurt ... 49

14 Rataan nilai pH, total asam tertitrasi (TAT) dan viskositas aplikasi granul kultur starter ... 50

15 Rataan populasi granul kultur starter dadih ... 52

16 Evaluasi granul kultur starter dadih ... 53

17 Rataan populasi aplikasi granul kultur starter dadih ... 54

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kimia inulin ... 9

2 Monomer-monomer alginat ... 12

3 Ikatan monomer alginat ... 12

4 Skema proses pengeringan semprot ... 13

5 Tahapan proses enkapsulasi bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) atau B. longum (Bl RRM-01) ... 24

6 Tahapan pembuatan kultur starter yogurt dalam bentuk granul ... 25

7 Tahapan pembuatan kultur starter dadih dalam bentuk granul ... 25

8 Tahapan pembuatan yogurt menggunakan granul kultur starter ... 30

9 Tahapan pembuatan dadih menggunakan granul kultur starter ... 31

10 Kurva pertumbuhan kultur starter yogurt, dadih dan probiotik ... 36

11 Hasil scanning electron microscope (SEM) bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01). Keterangan gambar: a. L. acidophilus (La RRM-01) terenkapsulasi, b. L. acidophilus (La RRM-01) tanpa enkapsulasi dalam media susu, c. B. longum (Bl RRM-01) terenkapsulasi dan d. B. longum (Bl RRM-01) tanpa enkapsulasi. Tanda panah menunjukkan masing-masing bakteri dalam media susu setelah freeze dried ... 40

12 Mikrokapsul kalsium alginat menggunakan SEM konvensional, a) mikrokapsul tanpa bakteri; b) bagian mikrokapsul dengan b) bakteri; c) Pembesaran mikrokapsul dengan bakteri. Pembesaran ditunjukkan secara individual pada garis di bawah hasil gambar ... 41

13 Populasi BAL, LA dan BL granul kultur starter (a) serta aplikasi Yogurt (b) selama penyimpanan ... 57

14 Nilai pH (a) dan total asam tertitrasi (b) aplikasi yogurt selama penyimpanan ... 59

(12)

16 Populasi LP, LA dan BL granul kultur starter (a) serta aplikasi

dadih (b) selama penyimpanan ... 61 17 Nilai pH (a) dan total asam tertitrasi (b) aplikasi dadih

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Bentuk morfologis kultur starter dan bakteri probiotik... 74 2 Perhitungan uji t-test jumlah populasi pada proses pengeringan

bakteri probiotik menggunakan freeze dryer ... 75 3 Perhitungan uji t-test jumlah populasi pada proses pengeringan kultur

starter menggunakan spray dry ... 76 4 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi granul kultur

starter yogurt berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 77 5 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) kompresibilitas granul kultur

starter yogurt berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 78 6 Penghitungan Kruskal-wallis waktu larut granul kultur

starter yogurt berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 78 7 Penghitungan Kruskal-wallis pH, total asam tertitrasi (TAT) dan

viskositas aplikasi granul kultur starter yogurt berdasarkan penentuan

imbangan laktosa dan SSG yang berbeda ... 79 8 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi aplikasi

granul kultur starter yogurt berdasarkan penentuan imbangan

laktosa dan SSG yang berbeda ... 80 9 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi granul

kultur starter dadih berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 80 10 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) kompresibilitas granul

kultur starter dadih berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 81 11 Penghitungan Kruskal-wallis waktu larut granul kultur

starter dadih berdasarkan penentuan imbangan laktosa dan

SSG yang berbeda ... 81 12 Penghitungan Kruskal-wallis pH, total asam tertitrasi (TAT) dan

viskositas aplikasi granul kultur starter dadih berdasarkan

(14)

13 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi aplikasi granul kultur starter dadih berdasarkan penentuan imbangan

laktosa dan SSG yang berbeda ... 83

14 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi granul kultur starter yogurt selama penyimpanan ... 83

15 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi aplikasi granul kultur starter yogurt selama penyimpanan ... 84

16 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) pH, total asam tertitrasi dan viskositas aplikasi granul kultur starter yogurt selama penyimpanan ... 85

17 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi granul kultur starter dadih selama penyimpanan ... 86

18 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) jumlah populasi aplikasi granul kultur starter dadih selama penyimpanan ... 87

19 Penghitungan analisis ragam (ANOVA) pH, total asam tertitrasi dan viskositas aplikasi granul kultur starter dadih selama penyimpanan ... 87

20 Penghitungan waktu generasi ... 89

21 Bentuk granul kultur starter ... 89

22 Penentuan ukuran mesh pada proses pengayakan dengan metode granulasi basah ... 90

23 Penentuan uji skoring hasil evaluasi terhadap granul kultur starter yogurt ... 90

24 Penentuan uji skoring hasil evaluasi terhadap granul kultur starter dadih .. 91

25 Penghitungan nilai ekonomi tiga formula L21S1, L20S2 dan L19S3 ... 91

26 Formula MRS–IM ... 92

27 MRS–IM dengan penambahan Maltosa ... 92

28 MRS–IM dengan penambahan Glukosa dan Solusi A, B dan C ... 92

29 Komposisi pengencer BPW (Buffer Peptone Water) Oxoid ... 93

30 Komposisi media MRSA Oxoid ... 93

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fermentasi susu merupakan salah satu cara pengawetan susu yang telah lama dikenal. Proses ini melibatkan metabolisme gula susu dengan cara mengubahnya menjadi asam laktat. Susu fermentasi merupakan produk olahan asal susu yang dapat menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia. Produk susu fermentasi yang ada di masyarakat saat ini diantaranya adalah yogurt dan dadih. Yogurt merupakan salah satu produk olahan susu fermentasi yang melibatkan aktivitas

Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sebagai kultur starter, sedangkan dadih merupakan produk olahan susu fermentasi yang biasanya terbuat dari susu kerbau yang berasal dari daerah Sumatera Barat dan termasuk salah satu jenis makanan tradisional asli Indonesia.

Pemanfaatan susu fermentasi yang cenderung meningkat saat ini diantaranya adalah karena dapat memberi efek yang menguntungkan bagi kesehatan konsumennya. Produk susu fermentasi yang diberi tambahan bakteri probiotik Bifidobacterium spp. dan Lactobacillus acidophilus dapat digolongkan kedalam jenis produk pangan probiotik. Guna mempertahankan daya hidup bakteri probiotik di dalam saluran pencernaan dilakukan penambahan sumber bahan pangan yang secara spesifik hanya dicerna oleh bakteri probiotik dan disebut prebiotik. Perpaduan probiotik dan prebiotik dalam saluran pencernaan ini disebut sinbiotik. Pencampuran probiotik yang terenkapsulasi dalam produk granul kultur starter merupakan salah satu bentuk konsep untuk menghasilkan bahan pangan fungsional.

(17)

terkontrol bertujuan untuk memperoleh produk dengan kemananan pangan yang tinggi. Propagasi kultur starter susu fermentasi dilakukan dalam media cair, yaitu media susu. Penggunaan kultur starter cair membutuhkan penanganan khusus untuk menjaga kualitasnya dari kontaminasi. Hal ini perlu diatasi dengan menyediakan starter alternatif dalam bentuk kering, yaitu dengan pembuatan kultur starter kering dalam bentuk granul.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari proses pembuatan kultur starter dalam bentuk granul dengan penambahan probiotik dan prebiotik (sinbiotik) terenkapsulasi serta mempelajari kualitas kultur starter dalam bentuk granul yang dihasilkan. Mempelajari karakteristik yogurt dan dadih yang dihasilkan dari kultur starter granul berdasarkan aspek mikrobiologis, evaluasi fisik granul (kompresibilitas dan daya larut), serta aplikasi produk yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik kultur starter susu fermentasi dalam bentuk granul. Memperoleh informasi tentang aktivitas kultur starter dalam bentuk granul untuk menghasilkan produk susu fermentasi (yogurt dan dadih).

Hipotesis Penelitian

- Proses pengeringan kultur starter dalam bentuk granul dapat memperpanjang umur simpan kultur.

- Viabilitas kultur starter dalam bentuk granul selama penyimpanan tetap tinggi (populasi minimal 107 CFU/g).

- Enkapsulasi mampu melindungi bakteri probiotik untuk tidak beraktivitas selama proses pembuatan susu fermentasi (yogurt dan dadih).

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Fermentasi

Susu merupakan bahan makanan bergizi tinggi bagi manusia, sekaligus merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan berbagai mikroorganisme. Karakteristik susu fermentasi adalah keberadaan asam laktat yang memberikan citarasa spesifik pada produk susu fermentasi.

Komposisi Susu

Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan yang menyusui anaknya. Semua jenis susu mengandung komponen yang sama, tetapi jumlahnya bervariasi tergantung dari spesies, faktor genetik dan kondisi-kondisi lingkungan seperti iklim dan masa laktasi (Walstra & Wouters 2006). Susu murni mengacu pada SNI 01-3141-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun serta belum mendapat perlakuan apapun (Dewan Standardisasi Nasional 1998). Komponen utama susu adalah air, lemak, protein, laktosa dan abu (Rahman et al. 1992). Tabel 1 menunjukkan komposisi kimiawi susu segar.

Tabel 1 Komposisi kimiawi susu segar

Komponen Walstra & Wouters (2006) SNI 01-3141-1998 (%)

Air 87.4 -

Lemak 3.7 min 3.0

Protein 3.4 min 2.7

Gula (laktosa) 4.8 -

Mineral (abu) 0.7 -

Total padatan 12.6 min 8.0

(19)

enzim pemecah protein yaitu protease. Enzim protease bekerja melalui proses hidrolisis (Rahman et al. 1992). Jumlah asam laktat yang tinggi dapat meningkatkan keasaman sehingga dapat menyebabkan turunnya pH susu. Bila pH susu mencapai titik isoelektris protein susu (kasein), yaitu 4.6–4.8, akan terjadi penggumpalan dan pengendapan. Pengaruh ini digunakan untuk menggumpalkan susu dalam produksi keju, susu fermentasi dan yogurt (Sudarmadji et al. 1989)

Kultur Starter

Rahman et al. (1992) menyatakan bahwa starter merupakan bagian penting dalam pembuatan produk susu fermentasi. Kultur starter adalah mikroorganisme (bakteri, kapang, khamir atau kombinasi diantara ketiga jenis mikroorganisme tersebut) yang bekerja melalui proses fermentasi (Tamime 1990) dan dipertegas oleh Holzapfel (2002) bahwa kultur starter didefinisikan sebagai bahan yang mengandung sejumlah besar mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat proses fermentasi. Syarat utama kultur starter ialah bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage serta tahan terhadap antibiotik (Rahman et al. 1992). International Dairy Federation (IDF) menetapkan populasi bakteri yang aktif dan terdapat di dalam produk akhir sedikitnya 107 CFU/g (Sultana et al. 2000).

Streptococcus thermophilus

Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhannya pada suhu 45 C, namun tidak dapat tumbuh pada 10 C (Tamime & Robinson 1989). S. thermophilus adalah bakteri berbentuk kokus dengan diameter 0.7–0.9 µm yang membentuk rantai, termasuk kelompok Gram positif, tidak berspora, bersifat termodurik dengan pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 6.5 (Vedamuthu 2006). Karakteristik S. thermophilus

(20)

Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri Gram positif, membentuk koloni dengan diameter 1–3 µm, tumbuh pada suhu 45 C, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat termodurik (Kosilowski 1982). L. bulgaricus termasuk

thermobacterium grup serologi E, mampu memfermentasi laktosa, tetapi tidak maltosa dan manitol, serta memerlukan beberapa vitamin dalam pertumbuhannya (Robinson 1981). L. bulgaricus membentuk konfigurasi D(-) asam laktat dan termasuk kelompok bakteri obligat homofermentatif (Tamime & Robinson 1989). Nilai pH optimum pertumbuhan L. bulgaricus adalah 5.5 dan terhambat pada pH kurang dari 3.5 (Tamime & Robinson 2007). Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, bakteri asam laktat dalam pembuatan susu fermentasi terbagi atas bakteri mesofilik dan termofilik. Bakteri mesofilik memiliki suhu optimal pertumbuhan antara 25–30 C, sedangkan bakteri termofilik memiliki suhu optimal pertumbuhan antara 37–42 C (Robinson 1981). Bakteri asam laktat mesofilik terdiri atas Lc. lactis ssp. lactis dan Lc. Lactis ssp. cremoris. Bakteri asam laktat termofilik terdiri atas S. thermophilus, L. delbrueckii ssp. bulgaricus

dan L. helveticus.

Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat dari famili

Lactobacillaceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium. Bakteri ini berbentuk batang atau membentuk rantai pendek dengan ukuran 0.6–0.8 µm ×

1.2–6 µm (Salminen & von Wright 1998). L. plantarum merupakan bakteri asam

laktat dari famili Lactobacillaceae, Gram positif, non-motil, terdapat dalam bentuk tunggal maupun ikatan rantai pendek (Gilliland 1986).

(21)

anaerob oleh L. plantarum, dengan bantuan dari akseptor elektron untuk pertumbuhannya (Salminen & von Wright 1998).

Produk Susu Fermentasi

Susu fermentasi merupakan salah satu produk hasil diversifikasi pengolahan susu. Produk susu fermentasi memiliki cita rasa khas menyegarkan. Menurut Ouwehand dan Salminen (1998) susu fermentasi merupakan produk susu yang difermentasi oleh mikroorganisme spesifik, sehingga terjadi proses koagulasi dan penurunan pH. Berbagai jenis produk susu fermentasi yang saat ini tengah dikembangkan diantaranya adalah yogurt dan dadih (Hargrove & Alford 1978; Rahman et al. 1992). Produk susu fermentasi tersebut berdasarkan hasil penelitian memiliki efek khusus bagi kesehatan, seperti menjaga keseimbangan mikroflora usus, mencegah kanker dan menjaga metabolisme kolesterol (Tamime & Robinson 1989).

Yogurt

Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan bakteri sebagai starternya. Jenis bakteri yang digunakan adalah Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Definisi yogurt didalam SNI 01-2981-1992 adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Dewan Standardisasi Nasional 1992).

Proses fermentasi yogurt mengubah laktosa yang terdapat dalam susu menjadi asam laktat. Penggunaan starter yogurt sebanyak 2–5% dari bahan yang digunakan. Penggunaan inokulasi starter memungkinkan terjadinya perubahan laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH, sehingga kadar asam yogurt relatif tinggi dan terbentuknya gumpalan yogurt. Suhu fermentasi optimum adalah 42–45 C selama 3–6 jam, pH 4.4 (Robinson 1990) dan kadar asam tertitrasi mencapai 0.5–2.0% asam laktat (Dewan Standardisasi Nasional 1992). Bakteri L. bulgaricus menghidrolisa protein menjadi asam amino

(22)

S. thermophilus dan kemudian menghasilkan komponen asam format untuk meningkatkan pertumbuhan L. bulgaricus (Tamime & Robinson 1989).

Kadar asam yang dihasilkan oleh gabungan kedua jenis kultur ini lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kultur secara individual. Bahan yang diproduksi selama proses fermentasi tidak hanya membantu proses pertumbuhan kultur starter, tetapi juga mempengaruhi karakteristik sensori yogurt yaitu aroma, rasa dan tekstur (Capela 2006).

Dadih

Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadih diantaranya adalah

Lactobacillus casei subsp. casei, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactococcus lactis subsp. lactis biovar

diacetylactis (Pato 2003). Dadih adalah produk susu kerbau yang difermentasikan secara alami menggunakan selongsong bambu dan diperam pada suhu kamar selama dua malam atau sekitar 48 jam (Sayuti 2002, Collado et al. 2007).

Proses pembuatan dadih pada dasarnya mempunyai prinsip fermentasi yang sama dengan yogurt, tetapi pembuatan dadih terjadi secara alamiah atau tanpa penambahan starter, sedangkan pada pembuatan yogurt dan produk susu fermentasi lainnya seperti susu acidophilus dan koumiss harus ditambahkan starter (Rahman et al. 1992). Seiring dengan perkembangan berbagai hasil penelitian, dilakukan pembuatan dadih menggunakan susu sapi (Dzarnisa 1999) dan penggunaan kultur starter dalam membuat susu fermentasi dadih (Syahrir 2002; Sunarlim et al. 2007). Dadih yang baik adalah yang berwarna putih dengan konsistensi menyerupai susu asam (yogurt) dan mempunyai aroma khas susu (Sirait 1993).

(23)

Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan konsumen, dengan menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup (Fuller 1992). Mikroorganisme yang berpeluang besar melintasi dan hidup pada saluran pencernaan adalah yang berasal dari tubuh manusia sendiri, sehingga berdasarkan hal tersebut bakteri yang digunakan untuk pembuatan probiotik sering diisolasi dari usus manusia atau dari feses bayi sehat.

Beberapa jenis bakteri yang digolongkan sebagai mikroorganisme probiotik berasal dari genus Lactobacillus, yaitu L. acidophilus, L. helveticus dan dari genus Bifidobacterium, yaitu B. longum, B. animalis, B. bifidum (Vedamuthu 2006). Interaksi positif antara beberapa strain bakteri probiotik telah banyak digunakan menurut Tamime et al. (2005), yaitu antara Bifidobacterium spp. dan

L. acidophilus. Produk susu yang ditambah kedua bakteri ini memiliki peran penunjang kesehatan antara lain meningkatkan kecernaan laktosa dan merangsang sistem kekebalan tubuh (Perdigón et al. 2002).

L. acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif dan tidak membentuk spora, termasuk famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus

(O’Grady & Gibson 2005). L. acidophilus bersifat homofermentatif, menghasilkan produk metabolis berupa DL–asam laktat (Tamime et al. 2005). Suhu optimum pertumbuhan L. acidophilus adalah 37 C, serta mampu memproduksi asam laktat dalam susu sebanyak 0.3–2.0% (Vedamuthu 2006).

Genus Bifidobacterium merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang (rod), tidak berspora, anaerob, katalase negatif (Cowan 1981). B. longum

menghasilkan produk metabolis L(+) laktat, asetat dan bersifat heterofermentatif. Bifidobacteria mampu memanfaatkan laktulosa dan oligosakarida yang merupakan karbohidarat komplek dan dikenal dengan istilah ’faktor-faktor bifidus’ (Tamime et al. 2005).

Prebiotik

(24)

dapat memperbaiki kesehatan mikroflora inangnya (Franck 2008; Roberfroid 2007b). Bahan pangan yang mampu mencapai usus besar dapat digolongkan sebagai prebiotik, yang dalam perkembangannya lebih mengarah pada prebiotik dari golongan karbohidrat tidak tercerna seperti frukto-oligosakarida, gluko-oligosakarida dan laktosukrosa (O’Grady & Gibson 2005). Karbohidrat yang tidak tercerna terdiri atas 2–20 monosakarida yang tahan terhadap proses hidrolisa enzim, tetapi digunakan oleh bifidobacteria dan lactobacilli di dalam kolon (Angus et al. 2005).

Frukto-oligosakarida (FOS) adalah nama umum dari jenis oligosakarida yang mengandung fruktosa, yang termasuk di dalamnya adalah inulin dan oligofruktosa (Angus et al. 2005). Inulin merupakan polisakarida (khususnya fruktan) yang terdiri atas unit-unit fruktosa dengan ikatan glikosidik β-(2–1) dan terminal glukosa pada ujungnya (Niness 1999; Steinbüchel & Rhee 2005). Struktur kimia inulin ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia inulin.

(25)

penelitian Shin et al. (2000) penggunaan oligofruktosa dan inulin 5% (b/v) mampu meningkatkan pertumbuhan dan viabilitas Bifidobacterium spp. Pemakaian inulin sebanyak 2–3% di dalam yogurt buah dapat memperbaiki mouth feel dan memberikan efek creamy (Franck 2008).

Sinbiotik

Sinbiotik sebagai satu istilah penting merupakan penggabungan antara bakteri probiotik dengan prebiotik. Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari prebiotik dan probiotik yang menguntungkan inang melalui peningkatan, pertahanan dan implantasi suplemen makanan yang mengandung mikroba hidup dalam saluran pencernaan, yang secara selektif memicu pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik, sehingga meningkatkan kesehatan inangnya (Gibson & Roberfroid 2008). Konsep sinbiotik ialah memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara meningkatkan daya hidup bakteri dan menyimpan makanan bagi mikroba di saluran pencernaan (O’Grady & Gibson 2005).

Enkapsulasi

Enkapsulasi adalah proses pembentukan kapsul yang menyelubungi suatu bahan. Bahan yang diselubungi umumnya disebut bahan inti atau bahan aktif. Bahan inti tersebut dapat berbentuk padat, cair atau gas. Enkapsulasi dapat dilakukan pada sel bakteri sebagai bahan inti (Frazier & Westhoff 1998). Mikroenkapsulasi bertujuan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan sel-sel bakteri, menstabilkan sel, berpotensi menjaga viabilitas dan stabilitas sel tetap tinggi selama proses produksi (Tamime et al. 2005). Hasil penelitian Kailasapathy

(2005) menunjukkan bahwa penambahan bakteri probiotik (L. acidophilus dan

(26)

dikeringbekukan (Kailasapathy & Sureeta 2004) dan kultur bakteri tidak beraktivitas (immobilized) pada produk mayonaise (Sultana et al. 2000).

Pengeringan Beku

Metode pengeringan kultur starter yang paling banyak digunakan adalah pengeringan beku (Tamime & Robinson 2007). Pengeringan beku merupakan pengeringan dengan pembekuan karena adanya perubahan dari bentuk es dalam bahan yang beku langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan terlebih dahulu (sublimasi). Pengeringan beku mempunyai keuntungan karena volume bahan tidak berubah dan daya dehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan asalnya (Barbosa-Cánovas et al. 2005).

Pengaruh utama yang disebabkan oleh proses pengeringan beku adalah kerusakan pada sel akibat terbentuknya kristal es. Selama proses pembekuan berlangsung, kristal es akan terbentuk diantara sel-sel dan merusak dinding-dinding sel yang saling berdekatan (Fellows 1990). Pengeringan dengan pembekuan dapat meniadakan terjadinya heat stress dan mengurangi kehilangan substrat pada susu skim. Proses pengeringan beku telah banyak diaplikasikan untuk menghasilkan kultur starter dalam bentuk kering (Carvalho et al. 2004). Daya hidup bakteri selama proses pengeringan beku menurut Reyed (2007) dapat ditingkatkan dengan pemberian krioprotektan (pelindung). Bahan pelindung yang digunakan diantaranya jenis pati, trehalosa, adnitol, susu skim, gliserol, peptone, metanol, sorbitol, ekstrak malt dan polivinil pirolidon (PVP).

Alginat

Alginat merupakan polisakarida linear yang disusun atas

monomer-monomer ikatan asam β(1–4)-D manuronat (M) dan asam α(1–4)-L-guluronat (G).

Alginat biasanya digunakan dalam bentuk garam misalnya garam sodium, kalsium dan potasium (Draget 2000). Sodium alginat komersil mempunyai berat molekul antara 32.000–200.000 dengan derajat polimer 180–930 (Angka & Suhartono 2000).

(27)

proses enkapsulasi memiliki berbagai keuntungan, diantaranya adalah mudah membentuk matrik gel bila bereaksi dengan garam kalsium, tidak mengandung racun dan harganya murah (Mortazavian et al.2007).

Proses enkapsulasi menggunakan sodium alginat yang dicampur ke dalam larutan CaCl2 akan membentuk ion sodium dalam polimer. Hal tersebut

menyebabkan proses pembentukan gel semakin cepat sehingga viskositas hasil enkapsulasi semakin baik (Anal & Singh 2007). Struktur monomer alginat dan ikatan monomernya ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3 (Draget 2000).

Gambar 2 Monomer-monomer alginat.

-Gambar 3 Ikatan monomer alginat.

(28)

Pengeringan Semprot

Pengering semprot atau spray dry merupakan teknik pengeringan yang paling umum digunakan. Pengeringan semprot didefinisikan sebagai suatu proses perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel-partikel oleh suatu proses penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas. Prinsip dasar pengeringan semprot adalah memproduksi bubuk dengan cara menyemprotkan suatu emulsi komponen-komponen aroma ke dalam suatu aliran udara panas dalam alat yang disebut spray dryer. Alat ini dapat mengeringkan suatu cairan atau larutan untuk diubah menjadi produk berbentuk partikel-partikel kering. Bagian-bagian dari alat spray dryer terdiri atas pompa, atomizer, pemanas udara, ruang pengering dan sebuah sistem untuk pengeluaran udara dan bubuk (Robinson 1981). Skema proses pengeringan semprot menurut Desrosier (1988) ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema proses pengeringan semprot.

Atomisasi akan menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih cepat. Proses transfer panas dari udara pengering ke droplet menyebabkan air yang terdapat di dalam droplet akan menguap. Partikel kering yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dari udara dan dikumpulkan (Barbosa-Cánovas et al. 2005).

(29)

semprot sangat kecil (<100 µm), sehingga sangat mudah terdispersi dalam air dan

mampu meningkatkan daya alir produk akhir. Salah satu keuntungan penggunaan pengering semprot ialah lebih ekonomis (Barbosa-Cánovas et al. 2005).

Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan produk hidrolisa pati (polimer sakarida tidak manis) yang terbentuk dari ikatan glikosidik (1–4) α-D-glukosa dengan panjang rata-rata 5–10 molekul. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)n H2O]

(Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin memiliki DE (Dextrose Equivalent) kurang dari 20. DE menunjukkan persentase dari dextrose murni dalam basis berat kering pada produk hidrolisis. Maltodekstrin memiliki derajat polimerisasi 3–20. Derajat polimerisasi (DP) dinyatakan dengan kesetaraan dextrose (DE). Derajat polimerisasi didefinisikan sebagai jumlah gula pereduksi total yang dinyatakan dengan dextrose dan dihitung sebagai persentase dari berat kering total (Biliaderis & Eskin 1992). Karakteristik maltodekstrin komersial ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik maltodekstrin komersial

Karakteristik Nilai (%)

Komposisi sakarida

DP 1–2 16.07

DP 3–9 78.66

DP>9 5.27

Derajat putih 92.51

Sumber: Hidayat (2002)

(30)

Laktosa

Rumus kimia laktosa C12H22O11 dengan BM 342.30 adalah laktosa

anhidrat, sedangkan BM 360.31 termasuk jenis laktosa monohidrat. Laktosa adalah gula yang terdapat dalam susu. Laktosa dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat (monohidrat) mempunyai sifat stabil di udara. Bentuk laktosa berupa serbuk, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa sedikit manis dengan tingkat kemanisan 15–30% lebih rendah dibandingkan sukrosa (Harju & Kreula 1980). Laktosa bersifat mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter (Farmakope Indonesia IV 1995).

Laktosa membantu sekitar 50% proses osmosis, pendinginan dan tingkat pendidihan susu, serta membantu proses inversi terhadap konsentrasi dengan bahan yang mudah larut dalam air, beberapa jenis sodium dan klorida. Ada 3 jenis

laktosa, yaitu α-laktosa anhidrat, β-laktosa anhidrat dan α-laktosa monohidrat. Laktosa termasuk salah satu jenis gula yang tidak mudah larut dan kemampuan larut laktosa pada suhu 25 C hanya 17.8 gram per 100 gram larutan (Robinson 1981). Laktosa dapat memberikan pengaruh terhadap bentuk, struktur dan viskositas produk yang dihasilkan tanpa memberi rasa manis yang berlebihan, sehingga banyak digunakan sebagai bahan ’perantara’ dan penambah aroma pada produk-produk farmasi (Linko 1982).

Laktosa merupakan jenis karbohidrat komplek yang tersusun atas 2 monosakarida, yaitu galaktosa dan glukosa. Sama halnya dengan jenis gula pereduksi lainnya, laktosa dapat bereaksi dengan kelompok asam amino bebas yang menyebabkan warna kecoklatan (reaksi Maillard) pada produk. Perubahan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi laktosa dan protein, pH serta waktu dan suhu selama pemrosesan. Reaksi yang terjadi sangat komplek, namun secara sederhana dapat digambarkan sebagai reaksi antara kelompok asam amino dengan aldehid (Robinson 1981).

Granulasi

(31)

bentuk beraturan yang disebut granul (Lachman et al. 1994). Granulasi berasal dari bahasa latin granula atau butir dan ketentuan ukuran granula menurut Ansel (1989) biasanya berkisar antara ayakan ukuran 4–12. Granula merupakan bahan pembuatan tablet untuk menghasilkan tablet ukuran kecil, maka ukuran granul yang diproduksi semakin halus. Ayakan dengan ukuran 20 mesh biasanya dipakai untuk maksud tersebut. Persyaratan pembuatan granula menurut Voigt (1995) diantaranya adalah sedapat mungkin memiliki distribusi butiran yang sempit dan tidak > 10% mengandung komponen berbentuk serbuk, tidak terlampau kering (sisa lembab 3–5%). Augsburger dan Vuppala (1997) menambahkan bahwa granulat yang dihasilkan harus memiliki karakteristik yang terkait dengan

compressibility (kemampuan dikempa/dicetak), free flowing (memiliki daya luncur yang baik), lubricity (menunjukkan kemampuan terlubrikasi) dan

wettability (keterbasahan).

Proses granulasi berdasarkan ketentuan Farmakope Indonesia IV (1995) dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah proses granulasi kering atau granulasi basah. Tujuan kedua proses granulasi adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan kemampuan kempa. Kemampuan kempa sangat dipengaruhi oleh laju alir granul yang dihasilkan. Salah satu cara untuk menguji laju alir granul ialah dengan uji kompresibilitas. Kompresibilitas adalah sifat untuk membentuk masa yang stabil, kompak bila diberi tekanan. Fungsi proses granulasi adalah untuk mengubah campuran bubuk yang daya kohesinya lemah, menjadi agregat yang dapat dipadatkan (Lachman et al. 1994).

Granulasi Basah

Proses granulasi basah merupakan metode yang paling tua dan masih banyak dipakai. Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak langsung. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat kohesif, sifat kompresibilitas dan sifat aliran yang kurang baik sementara dosisnya besar, sehingga dibutuhkan bahan pengikat untuk menyatukan semua bahan dalam formula (Ansel 1989).

(32)

granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran lubrikan/lurikasi (fase luar) dan pengempaan (tabletting) (Ansel 1989). Bahan yang akan dicetak dilembabkan dengan larutan pengikat, sehingga serbuk terikat dan terasa lembab. Cara mudah untuk menentukan titik akhir pencampuran adalah dengan menekan massa pada telapak tangan, bila remuk dengan tekanan sedang, maka campuran sudah siap untuk pengayakan kedua (Lachman et al. 1994). Larutan pengikat yang digunakan adalah etanol, isopropanol, amilum atau glukosa. Serbuk tersebut kemudian dikeringkan menggunakan oven, setelah kering ukuran diperkecil dengan granulator/pengayakan dan siap untuk dicetak (Lieberman et al. 1992). Keuntungan metode granulasi basah diantaranya adalah memperoleh aliran yang baik, meningkatkan kompresibilitas, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan komponen campuran selama proses, meningkatkan kecepatan disolusi dan distribusi keseragaman kandungan (Augsburger & Vuppala 1997).

Sodium Starch Glycolate (SSG)

Sodium starch glycolate (SSG) termasuk ke dalam jenis pati termodifikasi sehingga mampu menyerap air 200–300%, sehingga pada suhu dan kelembaban yang tinggi dapat memperlama waktu disintegrasi dan memperlambat waktu disolusi (Lachman et al. 1994). Penambahan bahan penghancur dalam formulasi dapat dilakukan menggunakan metode eksternal (ekstragranular) dan internal (intragranular). Metode eksternal dilakukan dengan penambahan bahan penghancur ke dalam formulasi sebelum pengempaan, sedangkan penambahan secara internal dilakukan dengan pencampuran bahan penghancur yang ditambahkan bahan lain sebelum dimasukkan ke dalam cairan granulasi (Bagul 2006).

(33)

Pengemasan

Pengertian kemasan secara umum adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat membungkus bahan pangan dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya, baik yang bersentuhan langsung dengan bahan pangan maupun tidak (Departemen Kesehatan 1998). Kemasan dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Salah satu fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk (Buckle et al. 1985).

Aluminium foil merupakan salah satu contoh bahan pengemas berbahan dasar aluminium yang fleksibel. Bahan pengemas dari aluminium foil memiliki sifat yang lebih unggul, yaitu bersifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh cahaya, gas, air, bau dan bahan pelarut yang tidak dimiliki oleh bahan pengemas fleksibel lainnya. Keunggulan lain dari pengemas aluminium foil ialah mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang (Syarief et al. 1989).

(34)

memiliki densitas yang rendah. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik.

Penyimpanan

Bahan pangan kering yang akan disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dianjurkan agar menggunakan penyimpanan suhu rendah (Desrosier 1988). Menurut Arpah dan Syarief (2000) umur simpan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi suatu produk dengan syarat bahwa produk tersebut berada dalam keadaan dapat diterima dari sifat penampakan, rasa, aroma dan nilai gizinya. Produk berada dalam masa simpan bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen, serta selama bahan pengemasnya masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan. Umur simpan menurut Buckle et al. (1985) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu karakteristik produk (sifat fisik, kimia dan mikrobiologisnya), lingkungan dan bahan pengemas atau sistem pengemasan.

(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Susu, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pasca Panen Pertanian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Bogor, dan Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA), Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2009.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kultur starter bakteri

S. thermophilus (St RRM-01), L. bulgaricus (Lb RRM-01), L. plantarum (Lp RRM-01), L. acidophilus (La RRM-01), B. longum (Bl RRM-01) koleksi dari Laboratorium Pengolahan Susu, Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, inulin, laktosa, de-Man rogosa sharpe broth

(MRSB), bacteriological agar (BA), plate count agar (PCA), violet red bile agar

(VRBA), buffer pepton water (BPW), susu skim, MRS-IM maltosa, MRS-IM glukosa (dichloxallin, LiCl dan cystein hydrocloride) dan AnaeroGenTM Oxoid Ltd.

Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, pemanas, refrigerator, mikroskop, autoclave, incubator, stopwatch, sentrifus dingin, oven, pengaduk, ayakan 12 dan 20 mesh, spektrofotometer, panci, mortar, scanning electron microscope (SEM), kemasan aluminium foil

berlapis low density polyethylene (LDPE), sealer vacuum dan timbangan digital.

Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan

Penentuan Kemurnian Kultur Starter

Pemeriksaan kultur starter menggunakan metode pewarnaan Gram dan uji katalase. Pemeriksaan kultur starter S. thermophilus (St RRM-01), L. bulgaricus

(Lb RRM-01), L. plantarum (Lp RRM-01) dan bakteri probiotik L. acidophilus

(36)

Gram (Fardiaz 1989), jika terdapat kontaminasi maka dibuat goresan kuadran dan dimurnikan kembali, tetapi jika sudah murni, maka disegarkan dan diperbanyak dengan cara mengambil satu öse untuk ditumbuhkan dalam media MRS broth dan kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam.

Uji katalase dilakukan menggunakan bahan kimia H2O2. Satu öse bakteri

dioleskan pada gelas objek, kemudian ditetesi oleh satu tetes H2O2, jika dihasilkan

gelembung gas, maka bakteri yang diuji termasuk kelompok bakteri katalase positif, sebaliknya bila bakteri yang diuji tidak menghasilkan gelembung maka bakteri tersebut termasuk bakteri katalase negatif. Bakteri asam laktat termasuk kelompok bakteri katalase negatif.

Penentuan Kurva Pertumbuhan Kultur Starter dan Bakteri Probiotik

Kultur bakteri yang digunakan sebagai starter adalah S. thermophilus (St RRM-01), L. bulgaricus (Lb RRM-01), L. plantarum (Lp RRM-01), sedangkan

L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01) sebagai bakteri probiotik. Kurva pertumbuhan diperoleh dari pengamatan terhadap pertumbuhan kultur starter dan bakteri probiotik diinokulasikan pada media MRSB (deMan Rogosa Sharpe Broth) lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Pengamatan pertumbuhan dan perhitungan jumlah bakteri dimulai pada awal inkubasi (jam ke-0) dan setiap 1 jam sampai jam ke-24 dengan cara melakukan pengukuran OD (optical density) pada λ = 620 nm dengan menggunakan spektrofotometer (Apriyantono et al. 1989).

(37)

Tahap II Pembuatan Bakteri Probiotik Terenkapsulasi dan Granul Kultur Starter serta Aplikasinya

Pembuatan Bakteri Probiotik Terenkapsulasi

Tahapan enkapsulasi bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) atau B. longum (Bl RRM-01) ditunjukkan pada Gambar 5. Metode enkapsulasi yang digunakan berdasarkan hasil modifikasi dari Reyed (2007). Proses enkapsulasi probiotik diawali dengan penumbuhan L. acidophilus (La RRM-01) atau B.

longum (Bl RRM-01) (5% v/v kultur kerja) dalam MRSB (deMan Rogosa Sharp Broth), diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam, dan dipanen pada fase log (fase pertumbuhan). Sel-sel bakteri dipisahkan melalui sentrifugasi dingin (pada suhu 4 C, 10 000 G selama 20 menit). Sel dari 50 ml broth dilarutkan pada 100 ml larutan 10% susu skim (w/v), 5% gliserol (v/v) dan 0.1% CaCO3 (w/v), inulin

2% (untuk L. acidophilus dan B. longum), kemudian diperangkap selama 45 menit di dalam 100 ml larutan alginat steril dengan konsentrasi 3%. Campuran tersebut diteteskan pada larutan CaCl2 0.1 M menggunakan spuit selama satu jam.

Gel yang terbentuk dipindahkan ke dalam larutan NaCl fisiologis (0.85%) untuk mengompakkan struktur gel. Gel-gel yang terbentuk selanjutnya dimasukkan ke air destilasi dan diputar secara perlahan selama satu jam untuk menghilangkan residu CaCl2. Pengeringan butiran gel hasil enkapsulasi menggunakan alat freeze

dry. Karakterisasi hasil enkapsulasi meliputi pengamatan terhadap morfologi dan ukuran partikel dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM).

Pembuatan Kultur Starter dengan Probiotik Terenkapsulasi dalam Bentuk Granul (Ansel 1989; Fardiaz 1992)

Pembuatan kultur starter dalam bentuk granul dengan probiotik terenkapsulasi diawali dengan inokulasi kultur starter yang digunakan, yaitu

(38)

lag atau fase adaptasi yang terlalu lama sebelum aktif memfermentasi susu. Waktu inkubasi S. thermophilus (St RRM-01) dan L. bulgarigus (Lb RRM-01) selama 10 jam dan L. plantarum (Lp RRM-01) diinkubasi selama 14 jam. Selanjutnya setelah waktu inkubasi berakhir, ditambahkan maltodekstrin 4% sebagai bahan pengisi dan laktosa 6% sebagai zat pelindung, kemudian dihomogenkan dengan cara pengadukan. Bubuk kultur starter kering diperoleh melalui proses pengeringan dengan metode spray dry (suhu inlet 180 C dan outlet 80 C).

Bubuk kultur starter yang diperoleh kemudian diproses lanjut untuk menghasilkan granul dengan metode granulasi basah. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formulasi granul kultur starter terdiri atas kultur starter dalam bentuk bubuk hasil spray dry, probiotik terenkapsulasi kering hasil

freeze dry, laktosa, larutan sukrosa 60% (b/v) sebagai bahan pengikat dan digunakan hingga granul terasa lembab, sodium starch glycolate (SSG) dan susu skim. Tahapan proses granulasi basah terdiri atas penimbangan bahan-bahan yang digunakan, pencampuran hingga homogen, penambahan larutan sukrosa sebagai larutan pengikat, dan pengayakan tahap pertama dengan ayakan ukuran 12 mesh.

Hasil ayakan dikeringkan dengan oven 40 C selama 2 jam. Setelah itu dilakukan pengayakan tahap kedua menggunakan ayakan ukuran 20 mesh. Tahapan pembuatan kultur starter yogurt dan dadih dalam bentuk granul berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7. Tabel 3 dan 4 menunjukkan formulasi kultur starter dalam bentuk granul pada produk yogurt dan dadih.

Tabel 3 Formulasi granul kultur starter yogurt

Bahan Granul Formulasi (%)

YL21S1 YL20S2 YL19S3

Bakteri kultur starter:

S. thermophilus 25 25 25

L. bulgaricus 25 25 25

Bakteri probiotik:

L. acidophilus 1 1 1

B. longum 1 1 1

Laktosa 21 20 19

Susu skim 26 26 26

Sodium starch glycolate 1 2 3

(39)

Tabel 4 Formulasi granul kultur starter dadih

Bahan Granul Formulasi (%)

DL21S1 DL20S2 DL19S3

Bakteri kultur starter:

L. plantarum 50 50 50

Bakteri probiotik:

L. acidophilus 1 1 1

B. longum 1 1 1

Laktosa 21 20 19

Susu skim 26 26 26

Sodium starch glycolate 1 2 3

Total 100 100 100

Gambar 5 Tahapan proses enkapsulasi bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) atau B. longum (Bl RRM-01).

pemisahan sel-sel bakteri melalui sentrifugasi dingin (suhu 4 C 10 000 G selama 20 menit)

dipanen pada fase logaritmik

sel dari 50 ml broth dilarutkan pada 100 ml larutan (10% susu skim bubuk, 5% gliserol dan 0.1% CaCO3, inulin 2% sebagai prebiotik

untuk L. acidophilus dan B. longum)

campuran tersebut diteteskan pada pada larutan CaCl2 0.1 M dengan spuit hingga membentuk gel

pengeringan (freeze dry)

biokapsul inokulasi pada MRSB Isolat bakteri probiotik

inkubasi pada suhu 37 C sesuai dengan waktu yang diperoleh pada optimasi

(40)

Gambar 6 Tahapan pembuatan kultur starter yogurt dalam bentuk granul.

Gambar 7 Tahapan pembuatan kultur starter dadih dalam bentuk granul. Biokapsul L. acidophilus

dan B. longum (inulin 2%) Inkubasi (10 jam)

Susu + S. thermophilus Susu + L. bulgaricus

Inkubasi (10 jam)

Penepungan (metode spray dry) Penepungan (metode spray dry)

Homogenisasi (pencampuran)

Starter yogurt bubuk

Formulasi granul

Starter yogurt dalam bentuk granul

Biokapsul L. acidophilus

dan B. longum (inulin 2%)

Susu + L. plantarum

Inkubasi (14 jam)

Penepungan (metode spray dry)

Starter dadih bubuk

Formulasi granul

(41)

Penentuan Jumlah Koloni Kultur Starter dan Bakteri Probiotik

Jumlah koloni kultur starter dan bakteri probiotik ditentukan dengan metode hitungan cawan, untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standard Plate Count (SPC). Pengambilan data populasi dilakukan saat awal akan dilakukan proses pengeringan (bakteri probiotik menggunakan freeze dry dan kultur starter menggunakan spray dry) dan setelah pengeringan dengan proses pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan media deMan Rogosa Sharpe Agar

(MRSA) dengan cara 1 ml inokulan dipipet ke dalam cawan Petri steril dan selanjutnya medium MRSA yang telah dingin (suhu kira kira 37 C) dituangkan ke dalam cawan Petri steril tersebut sebanyak 12–15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan Petri digerakkan dengan arah membentuk angka delapan. Cawan Petri diinkubasikan setelah agar mengeras, dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 24–48 jam. Pengujian populasi bakteri probiotik sebelum dan sesudah dikeringbekukan serta bakteri kultur starter sebelum dan sesudah dikeringkan dengan metode semprot dihitung dan dianalisis dengan menggunakan t-test. Jumlah koloni per gram dihitung dengan rumus :

Jumlah koloni/g = Jumlah koloni per cawan ×

n pengencera faktor

1

Total Plate Count (Dewan Standardisasi Nasional 1992)

Pemupukan dilakukan dengan media Plate Count Agar (PCA) dengan cara 1 ml inokulan dipipet ke dalam cawan Petri steril dan selanjutnya medium PCA yang telah dingin (suhu kira kira 40–50 C) dituangkan ke dalam cawan Petri steril tersebut sebanyak 12–15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan Petri digerakkan membentuk angka delapan. Cawan Petri diinkubasikan setelah agar mengeras dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 24–48 jam. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standard Plate Count (SPC).

Jumlah Bakteri Koliform (Dewan Standardisasi Nasional 1992)

(42)

media VRBA (suhu antara 45–48 C). Cawan Petri dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan, setelah memadat sebanyak 3–4 ml media VRBA cair dituangkan kembali (overlay) di atas permukaan agar. Setelah media mengeras cawan Petri diinkubasikan pada posisi terbalik pada suhu 37C selama 24–48 jam. Jumlah mikroba ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standart Plate Count (SPC).

Prosedur Pengujian Kualitas Fisik Granul Kultur Starter serta Aplikasinya

Waktu Larut (Wells 1987)

Sampel granul sebanyak 10 g diukur waktu larutnya dengan cara memasukkan sampel ke dalam 60 ml air dalam gelas ukur bersamaan dengan dimulainya perhitungan waktu dengan menggunakan stopwatch. Kelarutan dinyatakan dalam menit.

Indeks Kompresibilitas (Wells 1987)

Sampel granul sebanyak 50 g dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml, lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Massa dalam gelas ukur diketuk-ketukkan dari ketinggian 2.5 cm sampai volume tetap (V2). Berat jenis mampat = m/V2. Kriteria indeks kompresibilitas diperlihatkan pada Tabel 5. Persamaan yang digunakan untuk menentukan indeks kompresibilitas adalah:

Indeks kompresibilitas (%) = 100%

mampat

Tabel 5 Kriteria indeks kompresibilitas

(43)

Nilai pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH menggunakan pH meter yang distandardisasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7 sebelum digunakan. Sampel sebanyak 10 ml diambil, kemudian elektroda dibilas dengan air aquades. Elektroda dikeringkan dengan kertas tisue kemudian dicelupkan ke dalam sampel. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat. Nilai yang dibaca adalah nilai saat pH meter telah stabil.

Total Asam Tertitrasi (Fardiaz 1992)

Pengukuran total asam tertitrasi menggunakan prinsip asam basa. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 2– 3 tetes indikator phenolphtalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna merah muda dan tidak hilang dalam waktu 30 detik.

Total Asam Tertitrasi (%) = 100%

Viskositas (Rahman et al. 1992)

Pengukuran viskositas menggunakan alat rotational viscometer (Rion Viscotester VT-04F). Sampel sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam tempat yang tersedia. Rotor dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan berputar sampai jarum skala penunjuk berhenti pada skala tertentu. Skala yang terbaca menunjukkan viskositas dari sampel dengan satuan viskositas adalah dPa.s.

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan untuk menganalisis penentuan formula terbaik masing-masing produk susu fermentasi adalah rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Penentuan formula terbaik berdasarkan imbangan laktosa : sodium starch glycolate (SSG) dinotasikan sebagai berikut: L21S1, L20S2

dan L19S3 dan evaluasi granul (kompresibilitas dan daya larut). Data yang

(44)

tertitrasi dan viskositas dianalisis menggunakan uji non-parametrik Kruskal-Wallis. Penentuan formula terbaik dilakukan dengan pemberian nilai (skoring) terhadap peubah yang dianalisis. Pemberian nilai meliputi aspek mikrobiologis granul dan aplikasi produk (populasi BAL, LA dan BL tertinggi); evalusi granul (kompresibilitas sesuai standar yang ada dan waktu larut) serta nilai pH, total asam tertitrasi sesuai standar yang ada dan viskositas. Jika diperoleh hasil yang berada dalam kisaran standar, maka diberi nilai yang sama yaitu 5. Apabila hasil yang diperoleh tidak berada dalam kisaran standar, maka pemberian nilai berdasarkan peringkat hasil terbaik. Formula terbaik imbangan laktosa : sodium starch glycolate (SSG) yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk penyimpanan granul kultur starter. Penentuan nilai (skoring) berdasarkan standar produk ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Penentuan nilai berdasarkan standar produk

Kriteria penilaian Standar produk Penentuan nilai Kualitas mikrobiologis:

- Total asam tertitrasi 0.5–2.0%****

- Viskositas Belum ada

Ket : * = Sultana et al. (2000)

** = United State Pharmacopeia (2005) *** = Sudarmadji et al. (1989)

**** = Dewan Standardisasi Nasional (1992)

Tahap III Penyimpanan dan Evaluasi Kualitas Granul Kultur Starter serta Aplikasinya

(45)

(suhu refrigerator). Kondisi ruangan penyimpanan memiliki kelembaban 65% dengan suhu berkisar antara 27–29 C. Pengujian viabilitas kultur starter dalam granul yaitu meliputi penghitungan populasi bakteri asam laktat (BAL), L.

acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01). Pengamatan hasil aplikasi granul meliputi aspek mikrobiologis (BAL, LA dan BL) serta pengujian pH, total asam tertitrasi (TAT) dan viskositas produk.

Aplikasi Granul Kultur Starter untuk Menghasilkan Yogurt dan Dadih Sinbiotik

Granul kultur starter yang diproduksi dan disimpan dingin (4 ± 1 ºC) selanjutnya diaplikasikan untuk menghasilkan produk susu fermentasi. Tahapan aplikasi granul sebagai kultur starter untuk menghasilkan yogurt dan dadih ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9. Parameter yang diamati dalam pengujian kualitas mikrobiologis produk susu fermentasi (yogurt dan dadih) adalah populasi BAL, LA dan BL.

Gambar 8 Tahapan pembuatan yogurt menggunakan granul kultur starter. Inokulasi granul kultur starter yogurt

Inkubasi (suhu 37 C ; waktu 10 jam)

Yogurt

Penuangan dalam wadah Susu skim cair

Pasteurisasi pada suhu 85 C selama 30 menit (SNF 16%)

(46)

Gambar 9 Tahapan pembuatan dadih menggunakan granul kultur starter.

Jumlah Bakteri Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum (Dave & Shah 1996; Roy 2001)

Perhitungan jumlah bakteri probiotik didalam produk susu fermentasi yang

dihasilkan menggunakan media MRS-IM maltosa dan MRS-IM glukosa.

L. acidophilus dipupukkan pada medium agar MRS-IM yaitu MRS dengan penambahan maltosa sedangkan B. longum dipupukkan pada medium agar MRS-IM yaitu MRS dengan penambahan glukosa dan solusi dichloxallin, LiCl dan

cystein hydrocloride. Teknik pemupukan dilakukan secara aseptik dengan cara memipet sampel yang telah diencerkan dan dipupuk sebanyak satu milliliter ke dalam cawan Petri steril. Media agar dituang ke dalam cawan Petri lalu dihomogenkan sehingga merata, setelah agar mengeras diinkubasi pada suhu 37 C selama 72 jam pada kondisi anaerob. Koloni yang tumbuh berwarna putih dan kekuningan merupakan koloni bakteri asam laktat yang ditumbuhkan.

Susu cair

Evaporasi susu (50% ; 80-85 C selama 30 menit)

Homogenisasi dan pendinginan suhu sampai 45 C

Inokulasi granul starter kering dadih Penuangan dalam wadah

Inkubasi (suhu 37 C ; waktu 14 jam)

(47)

Rancangan Penelitian dan Analisis Data selama Penyimpanan

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan

Pemeriksaan kemurnian kultur starter dilakukan terhadap lima jenis bakteri, yaitu St RRM-01 dan Lb RRM-01 sebagai kultur starter pada pembuatan yogurt dan Lp RRM-01 sebagai kultur starter pada pembuatan dadih. La RRM-01 dan Bl RRM-01 digunakan sebagai bakteri probiotik pada masing-masing produk susu fermentasi (Maheswari 2008). Berdasarkan pemeriksaan secara mikroskopik dan uji katalase diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 7 sedangkan bentuk gambar morfologi bakteri terdapat pada Lampiran 1. Pemeriksaan dengan bantuan pewarnaan Gram pada setiap jenis bakteri kultur starter dan probiotik menunjukkan hasil dari bentuk morfologis kultur starter yang seragam, tidak terkontaminasi dengan bakteri lain, termasuk kedalam jenis bakteri Gram positif dan sifat katalase negatif.

Tabel 7 Morfologi kultur starter yogurt, dadih dan probiotik

Jenis Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Sifat katalase St RRM-01 Gram positif Bulat atau kokus Negatif

Lb RRM-01 Gram positif Batang Negatif

Lp RRM-01 Gram positif Batang Negatif

La RRM-01 Gram positif Batang Negatif

Bl RRM-01 Gram positif Batang pendek Negatif

(49)

sel (Fardiaz 1992). Dehidrasi menyebabkan pori-pori mengecil dan terjadi penurunan permeabilitas dinding sel sehingga kompleks kristal violet tidak keluar dari sel dan sel tetap berwarna ungu. Bakteri Gram negatif memiliki komponen utama dinding sel yaitu lipopolisakarida yang tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga berwarna merah setelah diberi zat pewarna tandingan yaitu safranin.

Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan atau produksi enzim katalase oleh kultur starter bakteri asam laktat ataupun bakteri probiotik. Produksi enzim katalase dapat diketahui bila H2O2 yang diteteskan di atas preparat

bakteri akan bereaksi dengan melepaskan gas O2 yang dapat dilihat melalui

gelembung-gelembung gas sehingga dinyatakan sebagai jenis bakteri katalase positif. Bakteri yang tidak menghasilkan gelembung gas O2 setelah ditetesi H2O2

tidak mempunyai enzim katalase yang dapat mengkatalis H2O2 sehingga

digolongkan kedalam bakteri katalase negatif (Fardiaz 1989). Bakteri kultur starter dan probiotik yang digunakan pada penelitian ini memiliki sifat katalase negatif.

Kurva pertumbuhan mikroba selama 24 jam ditunjukkan pada Gambar 10. Populasi awal kultur starter adalah antara 107–1010 CFU/ml. Hasil pengamatan terhadap kurva pertumbuhan dihasilkan jumlah populasi bakteri kultur starter saat fase logaritmik adalah antara 7.2–10.4 log10 CFU/g, sesuai dengan persyaratan

Gambar

Tabel 1 Komposisi kimiawi susu segar
Gambar 1 Struktur kimia inulin.
Gambar 4  Skema proses pengeringan semprot.
Tabel 2 Karakteristik maltodekstrin komersial
+7

Referensi

Dokumen terkait

periksa dalam baringkan miring kiri dengan pinggul agak naik, dengan memakai sarung tangan DTT, dengan memakai sarung tangan di dalam vagina untuk menahan kepala

sisa dari keuntungan tersebut jatuh lagi kepada masyarakat miskin sehingga manfaat bagi masyarakat miskin lebih kecil ketimbang manfaat yang diterima orang pertama

Berdasarkan metode yang dipakai tersebut ada beberapa tahap pengolahan citra yang dilakukan untuk memproses citra wajah masukan, dan akan melakukan proses pelatihan citra sehingga

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya unsur budaya Minang dalam budaya Pesisir Kota Sibolga, menganalisis adanya unsur asimilasi dan

Normalisasi merupakan proses penyusunan tabel-tabel yang tidak redundan (double), yang dapat menyebabkan anomali pada saat operasi manipulasi data, seperti tambah,

Wawancara keenam dilakukan dengan AP (dayak) dilaksanakan pada hari jumat tanggal 27 november 2015, pada pukul 14.15- 15.22 hasil wawancara yang dilakukan dengan AP, AP sangat

Berdasarkan hasil validasi dan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa media KIT ikatan kimia sangat layak digunakan dalam mengajarkan materi

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN MEDIA PERANGKAT LUNAK LOGISIM DENGAN LOGICLY DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GERBANG LOGIKA DASAR DAN RELASI LOGIK Universitas